Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TAFSIR AYAT TENTANG RIBA DAN IMPLIKASINYA BAGI


PEREKONOMIAN
Di susun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Tafsir ahkam ekonomi
Dosen Pengampu:
Akhyar M.H

Disusun Oleh:
Nur azizah
Siti Arfah lubis

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
MANDAILING NATAL
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha pengasih lagi Maha penyayang.
Kami panjatkan puja puji syukur atas kehadirat yang telah melimpahkan
rahmat,hidayat dan inayah-Nya kepada kami. Selanjutnya sholawat dan salam
semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang
nantikan syafaatnya kelak diyaumul qiyamat.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Ayat
Tentang Riba dan Implikasinya pada Perekonomian. Terima kasih kepada
dosen pengampu yaitu bapak Ahyar, M.A yang selalu sabar dalam menghadapi
kami yang pakir dengan ilmu pengetahuan ini, terimakasih juga kepada kawan-
kawan yang selalu memberikan motivasi, semoga kebaikan yang kita lakukan
diberikan oleh Allah SWT.
Terlepas dari semua ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalak kami ini.

Panyabungan, November 2023

penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................1
C. Tujuan .........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................3
A. Defenisi Riba ..............................................................................3
B. Implikasi Riba Bagi Perekonomian.............................................13
BAB III PENUTUP...............................................................................16
A. Kesimpulan..................................................................................16
B. Saran............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................17

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persoalan riba termasuk topik yang penting dibahas dalam kajian ekonomi
Islam. Hal ini tidak hanya terkait dengan dampaknya yang menghancurkan sendi-
sendi ekonomi bangsa (umat) tetapi juga disebabkan aspek-aspeknya yang sangat
luas; tidak hanya dalam utang piutang (pinjam meminjam), tetapi juga bisa dalam
berbagai bentuk transaksi yang lain misalnya dalam mudhārabah dan jual beli. Oleh
karena itu tidak heran kalau Alquran dan hadis mengancam pemakan riba seperti
orang yang kemasukan setan, termasuk dosa paling besar (akbar al-kabāir), dan akan
masuk neraka dan kekal di dalamnya.
Menurut Umar Chapra, seperti yang dikutip Dr. H. Azhari Akmal Tarigan,
MA, pelarangan riba terdapat dalam empat wahyu yang berlainan. Pertama al-Rum:
39, di Mekah, menekankan jika bunga mengurangi rezeki yang berasal dari rahmat
Allah, kedermawanan justru melipatgandakan. Yang kedua al-Nisa: 161 permulaan
periode Madinah sangat mencelanya, sejalan dengan ayat sebelumnya. Ayat ini
menggolongkan mereka yang makan riba sama dengan mencuri harta orang lain dan
Allah mengancam dua pelaku tersebut dengan siksa yang pedih. Yang ketiga Ali
‘Imrān: 130-132, sekitar tahun kedua-tiga hijrah, memerintahkan kaum muslimin
untuk menjauhi riba…. Yang keempat al-Baqarah: 275-279 menjelang berakhirnya
misi kenabian Muhammad saw mengecam keras bagi mereka yang melakukan riba.

B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi Surat Ar-Rum ayat 39?
2. Apa defenisi surat An-Nisa ayat 161?
3. Apa defenisi surat Al-Imran ayat 130?
4. Apa defenisi surat Al-Baqarah 275-279?

3
C. Tujuan
1. Agar memahami defenisi Surat Ar-Rum ayat 39
2. Agar memahami defenisi surat An-Nisa ayat 161
3. Agar memahami defenisi surat Al-Imran ayat 130
4. Agar memahami defenisi surat Al-Baqarah275-279

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain,
secara linguistic riba juga berarti tumbuh dan membesar.Menurut istilah teknis, riba
berarti pengambilan tambahan dari harta dari harga pokok atau modal
secara batil.Kata riba juga berarti ; bertumbuh menambah atau berlebih.
Al-riba atau ar-rima makna asalnya ialah tambah tumbuh dan subur.Adapun
pengertian tambahan dalam konteks riba adalah tambahan uang atas modal yang
diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara ‘ , apakah tambahan itu
berjumlah sedikit atau banyak seperti yang disyaratkan oleh Al-Quran . riba sering
diterjemahkan orang dalam bahasa inggris sebagai“usury’’ artinya“the act of lending
money at an exorbitant or illegal rate of interest”sementara para ulama fikih
mendefinisikan riba dengan“kelebihan harta dalam suatu muammalah dengan tidak
ada imbalan atau gantinya”.
Maksud dari pernyataan ini adalah tambahan terhadap modal uang yang timbul
akibat transaksi utang piutang yang harus diberikan terutang kepada pemilik uang
pada saat utang jatuh tempo Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun
secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah
pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli , maupun pinjam
meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip mu’ammalat dalam Islam.
1. Surat Ar-Rum Ayat 39
          
          
 
Artinya: dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah
pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan
apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk

5
mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-
orang yang melipat gandakan (pahalanya).

a. Sejarah turunnya ayat


Surat ini turun sesudah surat al-Insyiqāq. surat al-Insyiqāq turun
sesudah al-Infithār, dan seterusnya s.d. 79 surat lagi yang turun di Mekah.
Tahun turunnya 615 M karena pada ayat pertama ditegaskan: Bangsa
Romawi telah dikalahkan di tanah terdekat. Pada masa-masa itu Bizantium
menduduki daerah-daerah yang berdekatan dengan Arabia, yaitu Yordania,
Syria, dan Palestina, dan di daerah-daerah itu bangsa Romawi benar-benar
ditaklukkan Persia. Surat al-Rūm adalah surat yang ke-82 yang turun di
Mekah atau surat ke-84 versi Syiah.1
Masa penurunan surat ini berkaitan dengan peristiwa sejarah yang
disebutkan pada ayat pertama. Di situ ditegaskan: Bangsa Romawi telah
dikalahkan di tanah terdekat. Pada masa-masa itu Bizantium menduduki
daerah-daerah yang berdekatan dengan Arabia, yaitu Yordania, Syria, dan
Palestina, dan di daerah-daerah itu bangsa Romawi benar-benar ditaklukkan
Persia pada tahun 615 Masehi. Karena itu bisa ditegaskan dengan sangat
pasti bahwa surat ini diturunkan persis pada tahun itu, dan pada tahun itu
pula terjadinya hijrah (serombongan muslim) ke Habsyi (Abesinia). Walhasil
ayat tersebut tergolong makiyah dan lebih dahulu turun dari ayat-ayat
lainnya. Bila ditelusuri surat-surat (ayat-ayatnya) sebelumnya, tergambar
keadaan masyarakat yang dibina oleh Rasulullah, khususnya dari segi
ekonomi di mana banyak sekali ayat yang mencela pandangan materialistik.
Misalnya: surat al-Fajr (surat ke 10 yang turun di Mekah): isinya di
antaranya tentang orang yang diuji Tuhannya dengan diberiNya kesenangan,
maka dia berkata: “Tuhanku telah memuliakanku” dan bila Tuhan
mengujinya dengan menyempitkan rezekinya, dia pun berkomentar: “Tuhan

1
Haqiqi, Muhamad, et al. "Tadarruj Fi At-Tasyri’Keharaman Riba Dalam Tafsir Al-Misbah
Dengan Pendekatan Linguistik." BASHA'IR: JURNAL STUDI AL-QUR'AN DAN TAFSIR (2022): 7-15.

6
menghinaku”. Dengan serta merta Tuhan menyatakan “Sekali-kali tidak,
sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling
mengajak memberi makan orang miskin, dan kamu memakan harta pusaka
dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil)”, dan kamu
mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.
Di dalam surat dia alTakātsur surat yang ke-17 turun di Mekah dan
surat al-Mā’un (107): 1-7 (turun sesudah al-Takātsur (selain tiga ayat
pertama turun di Madinah), Allah mencela keras orang yang bermegah-
megah yang membuat dia lalai atau enggan meningkatkan kesejahteraan
orang-orang miskin. Dalam surat al-Humazah; surat yang ke-31 turun di
Mekah kritikan tersebut masih diungkapkan dengan ancaman “kecelakaanlah
bagi Setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan
menghitung-hitung. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya,
sekali-kali tidak! Sesungguhnya Dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam
Huthamah….” Puncak dari kegiatan dakwah Nabi ini, beliau diembargo
secara ekonomis dan sosial selama kurang tiga tahun. Di antara bentuk
embargo seluruh keluarga Bani Hasyim tidak diperkenankan mengadakan
transaksi jual beli dengan suku-suku lainnya yang ada di Mekah dan suku-
suku yang ada tidak boleh kawin dengan keluarga Bani Hasyim. Akhirnya
tidak ada jalan lain selain melakukan hijrah.2
Hijrah ini bukan karena Rasul melepaskan diri dari tanggungjawab
dakwah tapi karena penduduk Mekah Hadis ‫لوال أن قومك أخرجوين ما سكنت غريك‬
: beliau mengusir ini sanadnya sahih dan al-Hakim memuatnya dalam al-
Mustadraknya: “kalau tidak karena kaumku yang mengusirkanku dari
Mekah aku akan tetap berada di Mekah” dan di dalam Akhbār Makkah karya
alAzraqi Aisyah juga berkata: “sekiranya tidak karena hijrah aku tetap setia
dengan bumi Mekah. Sungguh aku belum pernah melihat langit dari arah

2
Latifah, Arif. Interpretasi ayat-ayat riba dalam persfektif tfsir bayan dan tafsir al mishbah.
Diss. UIN Raden Intan Lampung, 2017.

7
terdekat dengan bumi selain kota Mekah. Negeri yang tentram dimana
cahaya rembulan bersinar terang”.
b. Kesimpulan ayat
Ayat ini menerangkan riba yang dimaksudkan sebagai hadiah atau
memberi untuk memperoleh lebih. Riba adalah pengembalian lebih dari
utang. Kelebihan itu adakalanya dimaksudkan sebagai hadiah, dengan
harapan bahwa hadiah itu akan berkembang di tangan orang yang
menghutangi, lalu orang itu akan balik memberi orang yang membayar
utangnya itu dengan lebih banyak daripada yang dihadiahkan kepadanya.
Riba seperti itu sering dipraktekkan pada zaman jahiliah.
Dalam ayat ini ditegaskan bahwa perilaku bisnis seperti itu tidak
memperoleh berkah dari Allah. Ia tidak memperoleh pahala dari-Nya karena
pemberian itu tidak ikhlas. Oleh karena itu, para ulama memandang ayat ini
sebagai ayat pertama dalam tahap pengharaman riba sampai
pengharamannya secara tegas. (Tahap keduanya adalah pada Surah an-
Nisa’/4: 161, yang berisi isyarat tentang keharaman riba; tahap ketiga adalah
Ali ‘Imran/3: 130, bahwa yang diharamkan itu hanyalah riba yang berlipat
ganda; tahap keempat adalah al-Baqarah/2: 278, yang mengharamkan riba
sama sekali dalam bentuk apa pun).
Ada pula yang memahami ayat ini berkenaan dengan pemberian
kepada seseorang untuk maksud memperoleh balasan lebih. Balasan lebih itu
di antaranya terhadap pengembalian utang. Itulah yang disebut riba dalam
ayat di atas, dan banyak ulama membolehkannya berdasarkan hadis:

‫َك اَن َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َيْقَبُل اْلَهِد َّيَة َو ُيِثْيُب َع َلْيَهاَو َاَثاَب َع َلى ِلْقَحٍة َو َلْم ُيْنِكْر َع َلى َص اِح ِبَها‬

)‫ (رواه البخاري عن عائشة‬.‫ِح ْيَن َطَلَب الَّثَو اَب َو ِاَّنَم ا َاْنَك َر ُس ْخ َطُه ِللَّثَو اِب َو َك اَن َزاِئًدا َع َلى اْلقْيَم ِة‬

8
Artinya: Rasulullah menerima hadiah dan memberi balasan atas hadiah itu.
Beliau memberikan balasan atas hadiah seekor unta perahan yang
diberikan kepadanya, dan beliau tidak menyangkal pemiliknya ketika
dia meminta balasan. Beliau hanya mengingkari kemarahan
pemberian hadiah itu karena pembalasan itu nilainya lebih dari nilai
hadiah. (Riwayat al-Bukhari dari ‘Aisyah)
Akan tetapi, berdasarkan hadis itu, yang dibenarkan sesungguhnya
adalah membalas dengan lebih suatu pemberian, bukan membayar utang
lebih dari seharusnya.
Di samping itu, sedekah juga akan melipatgandakan kekayaan pemilik
modal, karena memperkuat daya beli masyarakat secara luas. Kuatnya daya
beli masyarakat akan meminta pertambahan produksi. Pertambahan produksi
akan meminta pertambahan lembaga-lembaga produksi (pabrik, perusahaan,
dan sebagainya).
Pertambahan lembaga-lembaga produksi akan membuka lapangan
kerja sehingga dengan sendirinya akan meminta pertambahan tenaga kerja.
Pertambahan tenaga kerja akan meningkatkan pendapatan masyarakat
sehingga meningkatkan daya beli mereka, dan seterusnya.
Demikianlah terjadi siklus peningkatan daya beli, produksi, tenaga
kerja, dan sebagainya, sehingga ekonomi yang didasarkan atas
pemberdayaan masyarakat luas itu akan selalu meningkatkan kemajuan
perekonomian. Sedangkan perekonomian yang didasarkan atas riba, yaitu
pengembalian lebih dari utang, selalu mengandung eksploitasi, yang lambat
laun akan memundurkan perekonomian.3

2. Surat An-Nisa Ayat 161


       
       

3
Parasastia, Muhammad Esa, Mashudi Yusuf, and Abdul Rofiq. "KONSEP AL-QUR’AN
TENTANG RIBA DAN BUNGA BANK." SAMAWAT: JOURNAL OF HADITH AND QURANIC
STUDIES 6.1 (2022).

9
Artinya: “dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka
telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda
orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-
orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”

Di ayat-ayat yang telah terdahulu tadi telah disebutkan beberapa sikap zalim
dari orang Yahudi, dan sampailah kezaliman itu di puncaknya ketika dengan
ringan mereka menuduh Maryam yang suci itu beranak Isa adalah dengan jalan
yang hina. Sampai kemudiannya mereka telah bersikap hendak membunuh al-
Masih, syukurlah Allah menyelamatkannya. Sungguhpun demikian, orang
Yahudi masih tetap membanggakan bahwa memang kematian Isa itu karena
mereka bunuh, dan banyak lagi janji yang lain yang mereka mungkiri.4
“Dan dengan sebab mereka makan riba, padahal sesungguhnya mereka telah
dilarang daripadanya."
Terkenal di atas dunia, sejak zaman dahulu sampai ke zaman sekarang ini,
bahwa di antara riba dan Yahudi payah dipisahkan. Umumnya perangai mereka
bakhil, sempilit, dan suka memberi utang. Berapa saja hendak berutang, mereka
sediakan mempiutangi asal saja diberi bunga (renta) Sehingga dalam buku yang
berjudul Saudagar dari Venesia, yang membuat janji dengan orang yang
diberinya hutang, sebab tidak terbayar oleh orang itu pada waktunya, tetapi
dengan syarat bahwa setetes darah pun tidak boleh keluar dari badan orang itu,
sebab dalam perjanjian hanya tersebut daging. Meskipun ini hanya semacam
dongeng dari seorang pujangga besar, namun isinya sudah nyata menggambarkan
bagaimana kejamnya si Yahudi itu di dalam memakan riba yang berjangkit
beratus-ratus tahun di benua Eropa.
Maka tersebutlah larangan itu di dalam kitab suci mereka, “Jikalau kamu
memberi pinjaman uang kepada umatku, yaitu kepada orang miskin yang ada di

4
Rahmanto, Oki Dwi. PENAFSIRAN GULUL DALAM SURAT ALI ‘IMRAN AYAT 161
(TELAAH TERHADAP TAFSIR AL QUR’AN TEMATIK PEMBANGUNAN EKONOMI UMAT
KEMENTERIAN AGAMA RI). Diss. UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA, 2017.

10
antara kamu, maka jangan kamu menjadi baginya sebagai penagih utang yang
keras dan jangan ambil bunga daripadanya." (Keluaran, 22:25)
Di dalam Imamat Orang Lewi tersebut pula larangan itu, “Maka jikalau
saudaramu telah menjadi orang miskin dan tangannya gemetar sertamu, maka
hendaklah engkau memegang akan dia, jikalau ia orang dagang atau orang
menumpang sekalipun, supaya ia pun boleh hidup sertamu."
Baron Rotchild yang mempiutangi pemerintah Inggris di zaman Ratu
Victoria, yang Perdana Menterinya waktu itu seorang Yahudi pula (Disraeli),
untuk membeli saham Terusan Suez, karena Khadewi Isnia'il telah bangkrut,
sehingga berkuasalah Inggris atas terusan itu sampai 75 tahun lamanya. Baru
tahun 1956 rakyat Mesir baru dapat mengusir mereka. Kekuasaan uang Yahudi
merata di seluruh negara kapitalis. Mereka menguasai Wallstreet, pusat ekonomi
Amerika di New York. Akhirnya di tahun 1949 mereka dapat mendirikan negara
Israel di tengah-tengah negeri-negeri Arab, dengan alasan bahwa nenek moyang
mereka datang dari sana 2.000 (dua ribu) tahun yang lalu.
Tersebut dalam Mazmur Dawud ke-15, “Maka tidak ia menjalankan
uangnya dengan makan bunga dan tiada ia makan suap akan melawan orang
yang tidak bersalah. Maka ba-rangsiapa yang memeliharakan segala perkara ini,
pada selama-lamanya tiada ia akan ber-gelincuh."5
Dalam Amsal Sulaiman, Pasal 28; 8 tersebut pula tentang orang yang
dipandang jahat melanggar perintah Tuhan, “Orang yang menambahi hartanya
denganr dan laba yang keji, yaitu mengumpulkan dia bagi orang yang menaruh
kasihan akan orang miskin."
Dan Nabi Hezeikeil dan nabi-nabi Bani Israil yang lain adalah menjalankan
hukum Taurat. Padahal tampak pertentangan seruan dan bimbingan mereka
dengan ayat di Kitab Ulangan Fasal 23 ayat 20 itu. Nyatalah bahwa ayatyang asli
terbakar di zaman Nebukadnezar dan disusun kembali oleh Tzra Imam Besar.

5
Amiruddin, M. "RIBA DALAM ALQURAN (Suatu Kajian Dengan Pendekatan
Maudhu’iy)." DIKTUM: Jurnal Syariah dan Hukum 10.1 (2012): 64-76.

11
Mereka tinggalkan kata yang asli dari Musa, Dawud, Sulaiman, dan Hezeikeil
mereka pegang ayat yang membolehkan menganiaya orang lain, sebab orang lain
itu bukan Yahudi.
3. Surat Al-Imran Ayat 130
        
    
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan
berlipat ganda[228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.”

[228] Yang dimaksud Riba di sini ialah Riba nasi'ah. menurut sebagian besar
ulama bahwa Riba nasi'ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda.
Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih
yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran
suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena
orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan
emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini
Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab
zaman jahiliyah.6
Jika ditelaah secara historis terkait dengan kebiasaan masyarakat Arab
jahiliyyah yang mendasari turunnya ayat-ayat tentang riba, bahwa riba yang
diharamkan itu ialah riba Jahiliyah. Hukum atau kebiasaan riba yang berlaku
pada waktu itu digambarkan dengan contoh yang lazim berlaku dijaman
Jahiliyah. Misalnya, seorang berhutang sejumlah uang sejumlah atau binatang
untuk dibayar tahun depannya, tetapi apabila waktu kewajiban membayar hutang
sudah tiba sedang si hutang tidak juga membayar, maka hutang boleh dibayar
tahundepannya lagi, tetapi hutang digandakan menjadi 2 , dan hutang binatang

6
Alqur`an nul karim

12
(umpama unta) yang berumur 1 tahun harus dibayar dengan binatang (unta)
yang berumur 2 tahun.7
Dengan kata lain bunga bank adalah sebuah system yang diterapkan oleh
bank- bank konvensional (non Islam) sebagai suatu lembaga keuangan yang
mana fungsi utamanya menghimpun dana untuk kemudian disalurkan kepada
yangmemerlukan dana (pendanaan), baik perorangan maupun badan usaha, yang
berguna untuk investasi produktif dan lain-lain.

B. Implikasi Riba Bagi Perekonomian


Muhammad Syafi‟i Antonio8, menurutnya dampak negatif dari riba
dalam ekonomi adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai
biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari penetuan
harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga
harga yang akan ditetapkan pada suatu barang.
Agustianto9 dalam Riba dan Meta Ekonomi Islam, dampak riba dari segi
ekonomi adalah:
Pertama,sistem ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan krisis ekonomi
di mana-mana sepanjang sejarah Sepanjang sejarah, sejak tahun 1930 sampai saat
iniakibat dari fluktuasi tingkat suku bunga, telah membuka peluang kepada para
spekulan untuk melakukan spekulasi yang dapat mengakibatkan volatilitas ekonomi
banyak negara. Sistem ekonomi ribawi (bunga) menjadi puncak utama penyebab
tidak stabilnya nilai uang (currency) sebuah negara. Karena uang senantiasa
akan berpindah dari negara yang tingkat bunga riel yang rendah ke negara
yang tingkat bunga riel yang lebih tinggi akibat para spekulator ingin
memperoleh keuntungan besar dengan menyimpan uangnya dimanatingkat bunga
riel relatif tinggi. Usaha memperoleh keuntungan dengan cara ini, dalam istilah
7
Kuswoyo, Nyoko Adi Kuswoyo Nyoko Adi. "RIBA< DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’A<
N (Kajian Tafsir Tematis)." Mafhum 1.1 (2016): 87-106.
8
Muhammad Syafi‟i Antonio : Bank Syariah dari teori ke praktek, 2001 hlm,67
9
Agustianto, Riba dan Meta Ekonomi Islam,2010. Hal 223-224

13
ekonomi disebut dengan arbitraging. Tingkat bunga riel disini dimaksudkan
adalah tingkat bunga minus tingkat inflasi.
Kedua, dibawah sistem ekonomi ribawi, kesenjangan pertumbuhan
ekonomi masyarakat dunia makin terjadi secara konstant, sehingga yang kaya
makin kaya yang miskin makin miskin. Data IMF menunjukkan bagaimana
kesenjangan tersebut terjadi sejak tahun 1965 sampai hari ini.
Ketiga, Suku bunga juga berpengaruh terhadap investasi, produksi dan
terciptanya pengangguran. Semakin tinggi suku bunga, maka investasi semakin
menurun. Jika investasi menurun, produksi juga menurun. Jika produksi
menurun, maka akan meningkatkan angka pengangguran.
Keempat, Teori ekonomi juga mengajarkan bahwa suku bunga akan
secara signifikan menimbulkan inflasi. Inflasi yang disebabkan oleh bunga
adalah inflasi yang terjadi akibat ulah tangan manusia. Inflasi seperti ini sangat
dibenci Islam, sebagaimana ditulis Dhiayuddin Ahmad dalam buku Al-Quran dan
Pengentasan Kemiskinan. Inflasi akan menurunkan daya beli atau memiskinkan
rakyat dengan asumsi cateris paribus.
Kelima, Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan negara-
negara berkembang kepada jebakan hutang (debt trap) yang dalam, sehingga
untuk membayar bunga saja mereka kesulitan, apalagi bersama
pokoknya.
Keenam, dalam konteks Indonesia, dampak bunga tidak hanya sebatas itu,
tetapi juga berdampak terhadap pengurasan dana APBN. Bunga telah membebani
APBN untuk membayar bunga obligasi kepada perbakan konvensional yang telah
dibantu dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Selain bunga
obligasi juga membayar bunga SBI. Pembayaran bunga yang besar inilah yang
membuat APBN menjadi defisit setiap tahun. Seharusnya APBN dalam keadaan
surplus setiap tahun dalam jumlah yang besar, tetapi karena sistem moneter
Indonesia menggunakan sistem riba, maka, dampaknya bagi seluruh rakyat Indonesia
sangat mengerikan.

14
15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut: 1.Melihat kronologis munasabah ayat tentang riba, mulai dari
QS al-Rum (30): 39, QS al-Nisa’ (4): 161-162, QS Ali ‘Imran (3) : 130, dan QS
al- Baqarah (2) : 275-279, memberikan pemahaman bahwa riba yang dimaksud
adalah ad’afan mudh’afatan (pelipatgandaan yang berkali-kali) yang terjadi pada
praktik ekonom yang mengandung unsur ekploitasi.
2. Bahwa pelaku riba yang cenderung menyamakan riba dengan jual beli akan
mendapatkan ketidaktenangan dalam hidupnya karena selalu kacau, gelisah dan
resah, selalu merasa takut kalau-kalau uangnya tidak dibayar orang, dan kalau
tidak terbayar oleh yang berhutang sehingga harta benda orang itu perlu
dirampasnya, maka budinya bertambah kasar, dan orang seperti ini diklaim oleh
Allah sebagai ashabun al-nar hum fiha khalidun.
3. Sedekah (termasuk zakat) yang diserukan Alquran merupakan konsep ta’awwun
(pertolongan) kepada pihak yang membutuhkan, khususnya fakir miskin. Seruan
ini merupakan solusi dan reaksi kreatif terhadap penindasan dan ketidakadilan
ekonomi praktek riba yang diharamkan Alquran.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, penulis
berharap kepada pembaca agar memberikan kritik dan saran terhadap makalah ini
dengan kritik dan saran yang membangun agar dapat kiranya sebagai bahan
pertimbangan nantinya buat penulis. Demikianlah makalah ini dibuat agar kiranya
bisa bermanfaat buat pembaca dan penulis nantinya sebagai bahan referensi buat
bahan belajar. Atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.

16
DAFTAR PUSTAKA

Haqiqi, Muhamad, et al. "Tadarruj Fi At-Tasyri’Keharaman Riba Dalam Tafsir Al-


Misbah Dengan Pendekatan Linguistik." BASHA'IR: JURNAL STUDI AL-
QUR'AN DAN TAFSIR (2022)
Latifah, Arif. Interpretasi ayat-ayat riba dalam persfektif tfsir bayan dan tafsir al
mishbah. Diss. UIN Raden Intan Lampung, 2017.
Parasastia, Muhammad Esa, Mashudi Yusuf, and Abdul Rofiq. "KONSEP AL-
QUR’AN TENTANG RIBA DAN BUNGA BANK." SAMAWAT:
JOURNAL OF HADITH AND QURANIC STUDIES 6.1 (2022).
Rahmanto, Oki Dwi. PENAFSIRAN GULUL DALAM SURAT ALI ‘IMRAN AYAT
161 (TELAAH TERHADAP TAFSIR AL QUR’AN TEMATIK
PEMBANGUNAN EKONOMI UMAT KEMENTERIAN AGAMA RI). Diss.
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA, 2017.
Amiruddin, M. "RIBA DALAM ALQURAN (Suatu Kajian Dengan Pendekatan
Maudhu’iy)." DIKTUM: Jurnal Syariah dan Hukum 10.1 (2012)
Alqur`an nul karim
Kuswoyo, Nyoko Adi Kuswoyo Nyoko Adi. "RIBA< DALAM PERSPEKTIF AL-
QUR’A< N (Kajian Tafsir Tematis)." Mafhum 1.1 (2016)
Muhammad Syafi‟i Antonio : Bank Syariah dari teori ke praktek, 2001
Agustianto, Riba dan Meta Ekonomi Islam,2010.

17

Anda mungkin juga menyukai