Anda di halaman 1dari 13

TAFSIR AYAT AL QURAN TENTANG JARIMAH PENCURIAN

“Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas matakuliah strategi pembelajaran”

DOSEN PEMBIMBING

MAYURIDA,MPD

DI SUSUN OLEH KEL 1 :


ANJLAN BERUTU
MHD SAID HARAHAP

FAKULTAS HUKUM PIDANA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA MEDAN

T.A.2021

KATA PENGANTAR

1
Puja puji syukur kita ke hadirat ALLAH SWT. Yang kerena anugerah dari nya serta
rahmat bagi seluruh alam semesta kami sangat bersyukur telah karena telah menyelesaikan
tugas makalah ini yang menjadi tugas strategi pembelajaran dengan judul tafsir ayat al
quran tentang jarimah pencurian

Disamping itu,kami mengucapkan terimakasih kepada ibu dosen pembimbing yang


telah memberikan kami tugas sehingga kami dapat berpenggetahuan ilmu yang luas
Demikian yang kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.

Medan, 19 September
2021

(Kelompok I)

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................5
A. Latar Belakang........................................................................................................................5
B. Rumus Masalah.......................................................................................................................5
C. Tujuan Masalah.......................................................................................................................6
BAB II..................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN...................................................................................................................................7
A. Pengertian Tafsir.....................................................................................................................7
B. Pengertian Ta’wil.....................................................................................................................8
 Ta'wil dapat dicirikan sebagai berikut :............................................................................9
 Macam-Macam Ta’wil ada dua yaitu :..............................................................................9
C. Sumber-Sumber pokok pegangan dalam menafsirkan al;qur’an......................................10
1. Wahyu.................................................................................................................................10
2. Al-Ra‟yu (Logika).............................................................................................................11
3. Israiliyat..............................................................................................................................12
D. Perbedaan Tafsir dan Ta’wil................................................................................................13
 Pengertian Tafsir...............................................................................................................13
 Pergertian Ta’wil...............................................................................................................13
BAB III...............................................................................................................................................14
PENUTUP..........................................................................................................................................14
D. Kesimpulan.........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al- Quran merupakan wahyu atau kalam Allah yang diturunkankepada Nabi
Muhammad SAW sebagai mukjizat melalui perantaramalaikat Jibril dalam kurun waktu
22 Tahun 2 bulan 22 hari dan siapapunyang membacanya akan mmenjadi nilai
ibadah.Isi kandungan Al- Quran diantaranya memuat beberapa prinsip pokok ajaran
islam yaitu ibadah, tauhid, janji dan ancaman, hukum-hukum, serta sejarah atau kisah-
kisah. Dengan melihat isi pokok al- Quranyang memuat tentang Hukum- Hukum maka
Al- Quran cukup potensialuntuk dikembangakan sesuai tuntutan tempat dan zaman oleh
karena ituSalah satunya yaitu memuat hukum- hukum dan peraturan- peraturan yang
bisa menjawab dan merangkum semua permasalahan yang tidak terbatasdan cukum
kompleks.Al- Quran menjadi sumber dari segala sumber hukum yang pertama dan
utama dalam islam . Eksistensi Al-Quran baik sebagai sumber hukum maupun sebagai
pedoman dasar dalamkehidupan umat manusia, khususnya umat islam, merupakan
sesuatu yangtidak boleh diragukan lagi keberadaannya, meskipun dalam
aplikasinyaditengah-tengah masyarakat masih memerlukan penjabaran yang lebihrinci.
Oleh karena itu, umat islam berkewajiban untuk mempelajari danmendalami isi
kandungan Al-Quran serta merenungkan lafal-lafal dankandungan maknanya.
Sedangkan rasulullah dijadikan sebagai referensi

untuk memperoleh penjelasan lafal-lafal yang sukardipahami oleh akal pikiran


manusia.Dalam membicarakan Al- Quran dijadikan sebagai Sumber Hukum untuk
menyelesaikan berbagai permaslahan didalam kehidupan, makasangat penting kita untuk
mengetahui sejarahnya.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
Ayat yang membahas tentang pencurian banyak, tetapi yang dipilih adalah QS. al-
Ma>’idah [5]: 38-39. Al-S}abuni menyatakan bahwa ayat yang representatif
membahas h}ad sariqah adalah QS. 5 (alMa>’idah): 38-39.152 Begitu pula Al-
Sayis,153 ketika menafsirkan QS. alMa>’idah [5]: 38-39, dikaitkan dengan h}ad
sariqah. Alquran dan Terjemahnya terbitan Departemen Agama R.I.154 ketika
menterjemahkan QS. al-Ma>’idah [5]: 38-39 memberikan judul pada bagian atas
ayat tersebut dengan: “Hukum Tentang Pencurian”
1

B. Teks Ayat dan Terjemahnya

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa fokus kajian akan membahas QS. al-Maidah
ِ ‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا َأ ْي ِديَهُ َما َج َزا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِمنَ هَّللا ِ َوهَّللا ُ ع‬
[5]: 38-39 sebagai berikut: 38ٌ‫َزي ٌز َح ِكيم‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬

39‫د ظُ ْل ِم ِه َوَأصْ لَ َح فَِإ َّن هَّللا َ يَتُوبُ َعلَ ْي ِه ِإ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر َر ِحيم‬wِ ‫َاب ِم ْن بَ ْع‬
َ ‫فَ َم ْن ت‬

Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri155, potonglah


tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka
Barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan
itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

C. Analisis Beberapa Kata


Ada beberapa kata kunci dalam ayat di atas yang perlu dijelaskan arti dan
maksudnya. Pada awal QS. al-Ma>’idah [5]: 38-39, redaksi “al-sa>riqu wa al-
sa>riqatu” dalam bentuk masdar “al-sariqah” yang secara etimologis diartikan
mengambil harta dengan sembunyisembunyi dan tipu muslihat. Dengan demikian,
yang dimaksud dengan ungkapan “al-sa>riqu wa al-sa>riqatu” berarti orang
1
1.Al-S}abuni, Rawa>i’ al-Baya>n, Juz II, h. 194 Al-Sayis , Tafsi>r Aya>t, Juz II, h. 188 1Departemen Urusan
Agama Islam, Wakaf, Dakwah dan Irshad Kerajaan Saudi Arabia, Alquran dan Terjemahnya, h. 165

5
(subjek) yang mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi dan penuh
tipu daya (mengelabui). Secara terminologis, pencuri menurut fukaha adalah orang
(berakal dan baligh) yang mengambil harta orang lain, secara sembunyisembunyi,
dalam jumlah tertentu, harta tersebut dalam penjagaan (pengawasan) orang lain,
bukan miliknya dan tidak ada shubhat.2
M. Quraish Shihab menterjemahkan lafaz} “al-sa>riqu wa alsa>riqatu” dengan
pencuri laki-laki dan pencuri perempuan (bukan lakilaki yang mencuri dan
perempuan yang mencuri). Term al-sa>riq atau pencuri memberi kesan bahwa
perbuatan mencuri tidak hanya sekali atau dua kali dilakukan, tetapi berkali-kali,
sehingga wajar disebut “pencuri”. Hal ini berarti orang yang baru sekali atau dua
kali mencuri belum layak disebut sebagai pencuri. Konseksekwensinya ia belum
atau tidak bisa dijatuhi sanksi atau had, sebagaimana yang disebut oleh ayat di atas.
Berbeda bila kata al-sa>riq wa al-sa>riqah diterjemahkan dengan“laki-laki yang
mencuri dan perempuan yang mencuri”, sebagaimana terjemahan Tim Departemen
Agama di atas, konsekwensinya adalah meskipun hanya sekali dia terbukti
mencuri, sanksi atau had tersebut dapat dijatuhkan kepadanya.3 Kata “faqt}}a’u>”
berarti potonglah. Redaksi yang digunakan dalam ayat tersebut terdiri atas fi’il
amar (kata perintah) dari kata qat}a’a-yaqt}a’u-qat}’an yang berarti memotong
atau memutuskan. AlQurt}ubi memaknainya dengan kata “al-iba>nah wa al-
iza>lah” yang berarti menceraikan atau menghilangkan. 4 Adapun redaksi Alquran
didahulukan kata pencuri lelaki atas pencuri perempuan, dan didahulukan pezina
perempuan atas pezina lelaki QS. 24 al-Nu>r [24]: 2, mengisyaratkan bahwa lelaki
lebih berani mencuri daripada perempuan,5 sedang perzinahan bila terjadi
disebabkan karena keberanian perempuan melanggar tuntunan Ilahi agar tidak
menampakkan hiasan mereka, yang dapat merangsang terjadinya pelanggaran.
Selanjutnya, QS.al-Ma>’idah [5]: 38-39 menyebutkan ungkapan “aidiyahuma”
2
Kata shubhat berarti tidak jelas, kaitannya dengan harta, yang dimaksud tidak jelas adalah kepemilikannya,
seperti harta shirkah, pencurinya memiliki saham dalam harta shirkah tersebut. Harta yang dicuri milik orang
tuanya, atau sebaliknya harta yang dicuri milik anaknya, harta suami istri dan lain-lainnya. Dalam KUHP Psl. 362
disebutkan “ Barangsiapa mengambil barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan
maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum, dipidana karena mencuri dengan pidana penjara
selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyakbanyaknya sembilan ribu rupiah”. Dengan eksplisit
disebutkan status barang yang dicuri, yaitu apabila barang tersebut sama sekali bukan miliknya atau sebagian
milik orang lain,
3
M. Quraish, Tafsi>r al-Mishba>h, Jld. III, h.112

4
Al-Qurt}ubi, Al-Ja>mi’ li Ahka>m, Juz VI, h. 167. Lihat juga: Al-Shawkani, Fath} al-Qadi>r, Juz II, h. 307 159Al-
Qasimi, Maha>sin al-Ta’
5
Al-Qasimi, Maha>sin al-Ta’wi>l, Juz IV h. 130-131

6
yang merupakan bentuk plural dari kata “yadun” (tangan) yang dipahami secara
bahasa sebagai anggota badan tertentu sampai ketiak. Namun, yang dimaksud
dalam konteks hukuman potong tangan ini adalah bagian dari badan yang disebut
tangan mulai dari jari-jari sampai pergelangan.6 Mengapa disebutkan dalam bentuk
jama’, padahal yang di maksud adalah satu tangan dari masing-masing tangan
keduanya, karena orang Arab yang fasih sulit untuk menggabungkan dua tasniyah,
yaitu meng-id}a>fah-kan isim tasniyah pada d}ami>r tasniyah, sehingga menjadi
yadayhima>. 7 Kata “naka>lan” artinya sama dengan kata “uqu>bah”. 162 Kedua
kata ini berarti hukuman atas apa yang telah diperbuat (mencuri), hukuman dari
Allah, tetapi implementasinya harus melalui proses peradilan yang dipimpin oleh
seorang hakim (atas kuasa Sultan).
D. Macam-Macam Qiraat Dalam QS. al-Ma>’idah [5]: 38 ada perbedaan
dalam qiraatnya َ‫ ساِ ُرق‬.bacaan tiga dalam ‫ ‘إل َ و‬Qurra>-al rJumhu Perama, menurut
Qiraat8 ‫وإ إل َ و‬w‫ا ْق َطُع‬wَ‫اِرقَُة ف‬w‫ ا َ ِدَهيُم ْ ْ َأي َس‬.Kedua, menurut al-Zajja>j dan Imam Sibawaih
kata ‫ قَ ِرسا َ إل َ و َساِرقَة إل َ و‬dibaca nasab (fath}ah) pada huruf qaf dan ta marbu>t}ah-nya.
Ketiga, menurut qiraat Abdullah ibn Mas’ud kata َ َ‫ ساِرُق و إل َ َساِرقَُة‬dalam dibaca ‫و إل‬
bentuk jamak yaitu ‫ وإلسارقات وإلسارقون‬,juga kata‫اهنم‬ww‫ ا َ ِدَهيُم ْ أمي‬dengan digantiَ ‫ أي‬yang
berarti tangan kanan mereka, lengkapnya qiraat Ibn Mas’ud sebagai . berikut: ‫وإلسارقون‬
‫وإلسارقات فاقطعوإ أمياهنم‬
E. Sebab Turun Ayat
Secara spesifik tidak dijumpai sebab turunnya QS. alMa>’idah [5]: 38 ini, yang ada
riwayat turunnya adalah QS. alMa>’idah [5]: 39. Namun peristiwa yang berkaitan dengan
ketentuan atau hukum pencurian adalah kasus T}u’mah ibn Ubairiq, ketika mencuri baju
perang milik tetangganya, Qatadah ibn alNu’man. Baju itu lalu disembunyikan di rumah Zaid
ibn al-Samin seorang Yahudi. Sayangnya, ia juga membawa kantung berisi tepung yang
bocor, sehingga tercecerlah tepung itu dari rumah Qatadah sampai ke rumah Zaid. Ketika
Qatadah menyadari baju perangnya dicuri, dia menemukan jejak tepung itu sampai ke
rumah Zaid. Maka diambillah baju perang itu dari rumah Zaid. Zaid berkata,”Saya diberi oleh
T}u’mah”. Dan orang-orang bersaksi membenarkannya. Saat itu, Rasulullah saw. ingin
membela T}u’mah, lalu turunlah QS. al-Nisa>’ [4]: 105-107. Yang melarang Rasulullah saw.
membela T}u’mah .9 Menurut alZuhaili QS. al-Ma>’dah [5]: 38 ini, turun untuk menerangkan
6
Al-Sayis, Tafsi>r Aya>t, Juz I, h, 374.
7
Rashid Rid}a, Tafsi>r al-Mana>r, Juz VI, h. 314
8
Al-Mawardi, Al-Nukt}u wa al-‘Uyu>n, Juz I, h. 360. Lihat juga : Al-Qurt}ubi, Al-Ja>mi’ Li Ahka>m, Juz VI, h. 166-
167.
9
4Ibn Kathir, Tafsi>r Alquran , Jld. II, h. 56.

7
hukuman tindak pidana pencurian.10 Riwayat pertama turunnya ayat sebagai berikut:

10
Al-Zuh}aili,Tafsi>r al-Muni>r, Juz VI, h. 179. Al-Khazin juga menyebut secara singkat pendapat Ibn Sa’ib
bahwa ayat tersebut turun berkaitan dengan kasusnya T}u’mah Ibn Ubairiq. Namun ia sendiri menempatkan
cerita tentang kasus T}u’mah pada QS. al-Nisa>’ [4]:105-109. Lihat: Al- Kha>zin, Luba>b alTa’wil, Juz II, h. 275.
Demikian pula Ali al-Sayis dan lain-lainnya.

8
1. Al-Ra‟yu (Logika)

Sumber tafsir yang kedua adalah al-ra‟yu (pikiran manusia). Istilah ra‟yu
dekat maknanya dengan ijtihad (kebebasan penggunaan akal) yang didasarkan atas
prinsip-prinsip yang benar, menggunakan akal sehat dan persyaratan yang ketat.
Sandaran yang dipakai adalah bahasa, budaya Arab yang terkandung di dalamnya,
pengetahuan tentang gaya bahasa sehari-hari dan kesadaran akan pentingnya sains
yang amat diperlukan oleh mereka yang ingin menafsirkan alQur‟an Secara realita,
setelah Rasulullah wafat pada tahun 11 H (623 M), para sahabat makin giat
mempelajari al-Qur‟an dan memahami maknanya dengan jalan riwayat secara lisan
dari sahabat yang satu kepada sahabat yang lain, terutama mereka yang banyak
mendengarkan hadis dan tafsir dari Nabi. Penafsiran para sahabat pada mulanya
didasarkan atas sumber yang mereka terima dari Nabi. Mereka banyak mendengarkan
tafsiran Nabi dan memahaminya dengan baik. Mereka menyaksikan peristiwa yang
melatarbelakangi turunnya ayat dan menguasai bahasa Arab secara baik. Mereka juga
mengetahui dan menghayati budaya serta adat istiadat bangsa Arab11
Penafsiran sahabat pada umumnya adalah menggunakan riwayat (ma‟tsur).
Akan tetapi penggunaan ra‟yi sebagai sumber tafsir pada kenyataannya juga sudah
muncul pada masa-masa sahabat. Petunjuk adanya penggunaan ra‟yu oleh sahabat
dalam memahami al-Qur‟an antara lain adalah sebagaimana kasus „Adi bin Hatim
yang berkata: Ketika ayat ini turun, …hatta yatabayyana lakum alkhaith al-abyadh
min al-khaith al-aswad… (…hingga jelas bagimu benang putih dan benang hitam…
Q.S. al-Baqarah (2): 187), saya sengaja meletakkan iqal (semacam ikat kepala) hitam
dan iqal putih di bawah bantal. Pada malam harinya kulihat tentang seruan itu, dan
ternyata aku tidak mendapatkan kejelasan yang dimaksud. Pagi harinya aku pergi
menemui Rasulullah dan kuceritakan peristiwa tersebut kepada beliau. Rasulullah
menjawab:”Sebenarnya yang dimaksud dengan hal itu adalah pekatnya malam dan
terangnya siang”.12

Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur‟an di Indonesia (Cet. I; Solo: PT Tiga


11

Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), h. 8-9


12
Al-Zarkasyi, al-Burhan fi „Ulum al-Qur‟an, jilid I (Beirut: Dar al-Ma‟arif, 1972), h. 15
9
2. Israiliyat

Sumber tafsir yang ketiga adalah Israiliyat. Ulama mendefinisikan term


Israiliyat sebagai cerita-cerita dan informasi yang berasal dari orang Yahudi dan
Nasrani yang telah menyusup ke dalam masyarakat Islam setelah kebanyakan orang-
orang yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Oleh para sahabat, ahli kitab
(Yahudi dan Nasrani) dianggap memiliki pemahaman yang lebih baik dan lebih luas
wawasann terhadap kitab-kitab mereka (Taurat dan Injil). Maka tidaklah
mengherankan apabila keterangan-keterangan ahli kitab oleh sebagian sahabat
dijadikan sumber untuk menafsirkan al-Quir‟an. Kebanyakan informasi yang berasal
dari orang Yahudi biasa terdapat dalam riwayat yang disamapaikan oleh empat orang
yaitu Abdullah bin Salam, Ka‟ab al-Ahbar, Wahab bin Munabbih, dan Abdul Malik
bin Abdul Aziz bin Juraij. Informasi tersebut dikutip biasa untuk kesempurnaan kisah
Nabi-Nabi dan bangsa-bangsa sebelum Nabi Muhammad. Mengenai hal ini, al-
Syirbasi menyatakan bahwa sebagian ahli tafsir suka berlama-lama menyebutkan
kisah-kisah kenabian dan bangsa yang telah silam bersumber kepada ahli kitab
(Israiliyat). Padahal pada saat yang sama al-Qur‟an hanya menyebutkan kisah itu
secara singkat dan global saja, karena al-Qur‟an menginginkan sebuah ibarat,
pelajaran dan perhatian kepada sunnatullah yang berkenaan dengan kehidupan sosial
manusia, dan ingin menggambarkan pengaruh serta akibat perbuatan baik dan buruk
dengan menampilkan kisah tersebut

10
A. Perbedaan Tafsir dan Ta’wil

Pengertian Tafsir

tafsir diambil dari kata fassara – yupassiru – tafsiran yang berarti keterangan,


penjelasan atau uraian. Secara istilah, tafsir berarti menjelaskan makna ayat
al-qur'an, keadaan kisah dan sebab turunya ayat tersebut dengan lafal yang
menunjukkan kepada makna zahir.

Pergertian Ta’wil

takwil itu dalah ungkapan tentang pengambilan makna dari lafazh yang


bersifat probabilitas yang didukung oleh dalil dan menjadikan arti yang lebih
kuat dari makna yang ditujukan oleh lafazh zahir.”

11
BAB III
PENUTUP

B. Kesimpulan
Pada saat ini rupanya sulit untuk memahami fenomena-fenomena yang ada
tanpa diawali dengan pemahaman yang utuh atas fenomena pada abad-abad
permulaan ketika al-Qur‟an diturunkan. Bila direnungkan, wahyu begitu terasa hidup
membumi pada waktu Rasulullah dan para sahabatnya masih hidup. Pada masa itu
para sahabat memiliki kemudahan dalm memahami bahasa al-Qur‟an karena sumber-
sumber rujukan dapat ditemukan langsung. Hal tersebut tidaklah menjadi penghalang
dalam melihat dan menganalisis al-Qur‟an, tentu saja tetap berpijak pada pemahaman
yang pertama kali dicontohkan pada abad-abad permulaan dan tidak keluar dari
bingkai itu. Juga tidak dapat dipungkiri adanya kekhawatiran dari sejumlah kalangan
yang hanya terpaku pada batasan-batasan yang telah digariskan pada abad-abad
permulaan, tanpa ada usaha pengembangan lebih jauh serta membuka cakrawala baru
dalam rangka interpretasi. Hal semacam ini tentu berarti kejumudan pemikiran Islam
sekaligus kejumudan pemahaman al-Qur‟an. Penulis kira, Nabi jelas-jelas melarang
kejumudan yang semacam ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Metodologi tafsir Al-Qur‟an Kajian Kritis, Objektif & Komprehensif, Jakarta: Riora Cipta,
2000.
Masyfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur‟an, Bag. I Cet. IV, Surabaya: Bina Ilmu, 1993.

Al-Zarkasyi, al-Burhan fi „Ulum al-Qur‟an, jilid Beirut: Dar al-Ma‟arif, 1972

Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur‟an di Indonesia Cet. I; Solo: PT Tiga


Serangkai Pustaka Mandiri, 2003

13

Anda mungkin juga menyukai