Anda di halaman 1dari 15

TAFSIR AYAT-AYAT

TENTANG PENDIDIKAN SEKOLAH

Oleh:
Decequen Putri Setiadi
Kelas

PEMERINTAH PROVINSI
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMA NEGERI
1945
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Tafsir Ayat-ayat tentang
Pendidikan Sekolah ini. Dan tidak lupa shalawat dan salam semoga tercurah
limpahkan kepada nabi Muhammad SAW.
Makalah ini berisikan tentang ayat-ayat yang relevan dengan subyek
pendidikan, konsep subyek pendidikan, karakteristik pendidikan. Diharapkan,
makalah ini akan memberikan pemahaman kepada kita tentang konsep
kependidikan dalam Islam.
Walaupun penulis telah mencurahkan segala kemampuan penulis dalam
penulisan makalah Tafsir Ayat-ayat tentang Pendidikan Sekolah ini. Penulis
menyadari bahwa, penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari segi
isi, penulisan, maupun kata-kata yang digunakan. Oleh sebab itu, kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridai segala usaha kita.

Jakarta, 17 Agustus 1945


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Tafsir Surah Al-An’am Ayat 105 dan 156............................................ 2
B. Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 169............................................................ 4
C. Tafsir Surah Ali-Imran Ayat 79............................................................ 7
D. Tafsir Surah Al-Qalam Ayat 37............................................................ 8
E. Tafsir Surah Saba’ ayat 44.................................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 11
B. Saran..................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan sekolah merupakan tempat untuk menerima pelajaran
ataupun pendidikan kedua setelah pendidikan keluarga. Di mana di sekolah
ini para siswa diberikan materi pelajaran, dibina, dibimbing watak dan
akhlaknya. Di sekolah ini juga para siswa akan berteman dengan berbagai
orang yang berasal dari berbagai daerah. Dan Al-Quran pun telah
memberikan petunjuk kepada kita mengenai pendidikan di sekolah ini. Untuk
itulah pemakalah membuat tulisan ini agar kita semua mengetahui ayat-ayat
tentang pendidikan di sekolah yang telah diturunkan oleh Allah di dalam Al-
Quran yang akan kita tafsirkan berikut ini.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang ada, maka dapat diambil sebuah rumusan
masalah sederhana sebagai berikut:
1. Bagaimana tafsir Surah Al-An’am ayat 105 tentang pendidikan sekolah?
2. Bagaimana tafsir Surah Al-A’araf ayat 169 tentang pendidikan sekolah?
3. Bagaimana tafsir Surah Ali Imran ayat 79 tentang pendidikan sekolah?
4. Bagaimana tafsir Surah Al-Qalam ayat 37 tentang pendidikan sekolah?
5. Bagaimana tafsir Surah Saba’ ayat 44 tentang pendidikan sekolah?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tafsir Surah Al-An’am Ayat 105 dan 156

َ ‫ت َولِنُبَيِّنَ ۥهُ لِقَ ۡو ٖم يَ ۡعلَ ُم‬


١٠٥ ‫ون‬ َ ‫وا َد َر ۡس‬ ِ َ‫ف ٱأۡل ٓ ٰي‬
ْ ُ‫ت َولِيَقُول‬ َ ِ‫َو َك ٰ َذل‬
َ ُ‫ك ن‬
ُ ِّ‫صر‬
Artinya:
“Demikianlah Kami mengulang-ulangi ayat-ayat Kami supaya (orang-orang
yang beriman mendapat petunjuk) dan supaya orang-orang musyrik
mengatakan: "Kamu telah mempelajari ayat-ayat itu (dari Ahli Kitab)", dan
supaya Kami menjelaskan Al-Quran itu kepada orang-orang yang
mengetahui.”

‫ا َوِإن ُكنَّا َعن‬jjjَ‫ٓاِئفَتَ ۡي ِن ِمن قَ ۡبلِن‬jjjَ‫ز َل ۡٱل ِك ٰتَبُ َعلَ ٰى ط‬jjj‫ن‬


ِ
‫ٓا ُأ‬jjj‫و ْا ِإنَّ َم‬jjj
ٓ ُ‫َأن تَقُول‬
١٥٦ ‫ين‬ َ ِ‫ِد َرا َستِ ِهمۡ لَ ٰ َغفِل‬
Artinya:
“(Kami turunkan Al-Quran itu) agar kamu (tidak) mengatakan: "Bahwa
kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami, dan
sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca.”

Allah SWT menerangkan bahwa Dia telah memberikan bukti-bukti


kebenaran secara berulang-ulang di dalam ayat-ayat-Nya dengan gaya bahasa
yang beraneka ragam dengan maksud supaya dapat memberikan keyakinan
yang penuh kepada sekalian kepada manusia dan untuk menghilangkan
keragu-raguan, juga untuk memberikan daya tarik kepada mereka agar
mereka dapat menerima kebenaran itu dengan penuh kesadaran. Lagi pula
untuk memberikan alasan kepada kaum muslimin dalam menghadapi
bantahan orang-orang musyrikin. Hal itu adalah karena orang-orang
musyrikin mendustakan ayat-ayat Allah dengan mengatakan Nabi
Muhammad SAW mempelajari ayat-ayat itu dari orang lain atau menghafal
berita-berita dari orang-orang yang terdahulu.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Rasulullah telah menjelaskan
bukti-bukti yang terkandung di dalam Al-Quran kepada manusia. Namun

2
3

orang-orang yang sesat, mereka akan berkata: “Anda telah mempelajari


semua itu dari Ahli Kitab, kemudian Anda kini mempertahankannya”.
Ini jika dibaca “daa rasta” maka artinya mempelajari dan membela
(mempertahankannya). Jika dibaca “darasta” berarti belajar dan membaca.
Demikianlah Allah memberi hidayah kepada yang Dia kehendaki sehingga
beriman, sedang yang sesat terpengaruh oleh prasangkanya yang jahat
terhadap ajaran Allah dan tuntunan Rasulullah.
Al-Maraghi menjelaskan kata “darasta” dengan makna yang umum,
yaitu membaca berulang-ulang dan terus-menerus melakukannya serta
menganalisa sehingga sampai pada tujuan. Al-Khawrizmi, Ath-Thabari, dan
Ash-Shuyuti mengartikan kalimat “darasta” dengan makna, “engkau
membaca dan mempelajari”.
Dalam Tafsir Al-Maraghi ayat ini menjelaskan atau menceritakan tentang
tuduhan orang-orang kafir terhadap Nabi Muhammad SAW, yang mereka
mengatakan bahwa Nabi Muhammad belajar dari budak romawi.
Dalam pengulangan ayat-ayat terdapat banyak faedah di antaranya
adalah:
1. Agar ayat-ayat itu dijadikan petunjuk oleh orang-orang yang mempunyai
kesiapan untuk beriman, sesuai dengan perbedaan akal dan
pemahamannya.
2. Agar kaum musyrikin yang ingkar dan menentang berkata, “sebelumnya
Anda telah pernah mempelajarinya. Jadi, ini bukan wahyu yang
diturunkan, sebagaimana yang Anda katakan”. Perkataan yang
dilontarkan mereka ini adalah dusta dan palsu. Mereka menuduh, bahwa
Muhammad pernah belajar dari seorang budak Romawi yang membuat
pedang di Mekkah. Dalam hal ini, banyak terjadi perselisihan.
3. Agar kami menerangkan Al-Quran ini yang mengandung pengulangan
ayat-ayat, dan yang dikatakan oleh orang-orang yang ingkar bahwa ia
adalah hasil belajar dan ijtihad kepada kaum yang mempunyai kesiapan
untuk mengetahui berbagai hakikat yang ditunjukkan oleh ayat-ayat, dan
kebahagiaan akibat mengikuti petunjuknya, tanpa terhalang oleh taklid
dan penentangan.
4

Ringkasnya, orang-orang yang berkata kepada Rasul, bahwa beliau telah


mempelajari Al-Quran dari manusia, adalah orang-orang bodoh yang tidak
memahami ayat-ayat yang telah diulang-ulang oleh Allah dengan berbagai
macam, dan tidak mendalami rahasianya serta kewajiban untuk
mengutamakannya dari manfaat dunia.
Adapun mereka yang mengetahui apa yang diisyaratkan oleh ayat-ayat
itu, dan akibat baik dari mengikuti petunjuknya, adalah orang-orang yang
mengetahui hakikat Al-Quran dengan jelas, di samping kandungannya berupa
pengulangan yang baik, yang dikuatkan dengan hujah dan keterangan.
Sesuai dengan makna ayat bahwa relevansi ayat ini dengan pendidikan
adalah bahwa kita dituntut untuk selalu dan banyak membaca dan juga belajar
dalam rangka menuntut ilmu, agar kita tidak mudah terpengaruh atau sesat
dari jalan Allah dan beriman kepada-Nya.

B. Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 169

‫ َذا ٱَأۡل ۡدنَ ٰى‬jَ‫ض ٰه‬َ ‫ر‬j َ j‫ون َع‬ َ ‫ ُذ‬j‫ب يَ ۡأ ُخ‬ َ َ‫وا ۡٱل ِك ٰت‬j
ْ jُ‫ف َو ِرث‬ ٞ j‫ ِد ِهمۡ َخ ۡل‬j‫ف ِم ۢن بَ ۡع‬j َ jَ‫فَ َخل‬
‫ ۡذ َعلَ ۡي ِهم‬j‫ ُذو ۚهُ َألَمۡ ي ُۡؤ َخ‬j‫ض ِّم ۡثلُهۥُ يَ ۡأ ُخ‬ ٞ ‫ر‬j َ j‫أتِ ِهمۡ َع‬jۡ jَ‫ا َوِإن ي‬jjَ‫ون َسي ُۡغفَ ُر لَن‬ َ ُ‫َويَقُول‬
ْ j‫ق َو َد َر ُس‬
‫ َّدا ُر‬j‫ ۗ ِه َوٱل‬j‫ا فِي‬jj‫وا َم‬ َّ j‫وا َعلَى ٱهَّلل ِ ِإاَّل ۡٱل َح‬j ْ jُ‫ب َأن اَّل يَقُول‬ ِ َ‫ق ۡٱل ِك ٰت‬ُ َ‫ِّمي ٰث‬
َ ۚ ُ‫ين يَتَّق‬
َ ُ‫ون َأفَاَل تَ ۡعقِل‬
١٦٩ ‫ون‬ َ ‫ر لِّلَّ ِذ‬ٞ ‫ٱأۡل ٓ ِخ َرةُ َخ ۡي‬
Artinya:
“Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi
Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata:
"Kami akan diberi ampun". Dan kelak jika datang kepada mereka harta
benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga).
Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka
tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka
telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya?. Dan kampung akhirat itu
lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak
mengerti.”
5

Lahirlah dari Bani Israil yang terdiri dari orang saleh dan durjana itu
suatu golongan generasi yang mewarisi Taurat. Yakni generasi yang
mengetahui isi Taurat itu dan mengerti hukum-hukum yang ada di dalamnya,
sesudah wafatnya generasi tua. Padahal mereka lebih mementingkan harta
dan kemewahan duniawi, sekalipun harus memakan barang haram, suap,
menjual belikan agama dan berpilih kasih dalam memberi keputusan. Mereka
mengatakan, “Kami akan diampuni, Allah tak akan menghukum kami atas
perbuatan ini. Bukankah kita ini adalah kekasih-kekasih-Nya, dan keturunan-
keturunan Nabi-Nya. Juga umat yang dipilih-Nya dari sekalian umat
manusia.” Semua itu hannyalah berupa angan-angan dan khayalan yang
menyesatkan. Sementara itu mereka tetap tenggelam dalam dosa-dosa
mereka, dan tidak ingin berhenti dari perbuatan-perbuatan mereka yang
durjana.
Apabila datang kepada mereka harta lain seperti yang telah mereka ambil
dengan cara yang batil terdahulu, mereka pasti akan mengambil harta itu pula
tanpa banyak pertimbangan tentang halal-haramnya. Padahal, mereka tahu
bahwa Allah menjanjikan ampunan hannyalah bagi mereka yang mau
bertobat, yaitu orang-orang yang berhenti dari perbuatan dosa dengan rasa
menyesal dan takut kepada Tuhan, memperbaiki apa yang telah mereka rusak.
Setelah itu, Allah pun memberi jawaban kepada mereka atas persangkaan
mereka yang mengatakan, “kami akan diampuni”, sedang mereka tetap saja
berbuat zalim dan kerusakan, bahkan mereka lebih mencintai dunia. Mereka
telah dilarang merubah kitab itu dan mengganti hukum-hukum yang ada
padanya. Padahal mereka benar-benar telah mempelajari kitab itu dan paham
isinya. Jadi mereka tentu ingat akan pengharaman memakan harta orang lain
secara batil dan berbuat dusta atas nama Allah.
Dan Allah mengatakan bahwa negeri akhirat itu dengan segala isinya
merupakan kenikmatan bagi orang-orang yang menghindari kemaksiatan,
akan lebih baik daripada harta benda dunia. Apakah kalian tidak mengerti
semua itu, padahal itu semua telah jelas, bagi siapa pun yang akalnya belum
tertutup oleh keinginan-keinginan nafsu, dan hatinya belum buta oleh harta
benda dunia.
6

Jadi itu semua merupakan isyarat bahwa cinta kepada harta dunia itulah
yang telah merusak mental Bani Israil, dan membuat mereka lebih menyukai
kenikmatan duniawi, sehingga lenyaplah kesadaran mereka.
Dalam tafsir Ibnu Katsir dikatakan bahwa generasi Yahudi yang datang
ini, mereka itu mewarisi (Taurat) akan tetapi diselewengkan untuk mencari
keuntungan dunia semata, bahkan mereka mengatakan, kami dijamin akan
diampuni dan bila ada tawaran lagi untuk kepentingan dunia, mereka terima
lagi, padahal mereka telah disumpah dalam perjanjian kitab Taurat, mereka
tidak boleh mengatakan sesuatu atas nama Allah kecuali yang baik, mereka
juga telah mempelajari isi kitab. Sedang tempat yang disediakan Allah di
akhirat itu jauh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa.
Mereka menukarkan kebenaran ajaran dan hukum agama Allah dengan
kepentingan dan kekayaan dunia, dan mereka merasa tetap akan mudah
diampuni dosa dan penyelewengan mereka itu. Jadi kapan saja bila
ditawarkan kepada mereka kekayaan dengan syarat menghalalkan yang
haram dan mengharamkan yang halal, mereka tidak merasa keberatan dusta
atas nama agama Allah, asalkan dapat keuntungan dunia dan kekayaan, yang
berarti mereka mempermainkan agama dan tidak bersungguh-sungguh dalam
agama Allah, yang berarti tidak ada Iman.
Adapun kaitan ayat ini dengan pendidikan adalah bahwa, apabila kita
mendapatkan ilmu, maka janganlah ilmu itu kita selewengkan atau
disalahgunakan demi kepentingan pribadi ataupun untuk mencari keuntungan
dan sebagainya. Akan tetapi amalkanlah dan gunakanlah ilmu yang kita
peroleh dari hasil belajar itu di jalan yang benar dan mengharapkan rida dari
Allah SWT.

C. Tafsir Surah Ali-Imran Ayat 79


ْ ُ‫اس ُكون‬
‫وا‬ ِ َّ‫ول لِلن‬ َ ُ‫ب َو ۡٱلح ُۡك َم َوٱلنُّبُ َّوةَ ثُ َّم يَق‬ َ َ‫ان لِبَ َش ٍر َأن ي ُۡؤتِيَهُ ٱهَّلل ُ ۡٱل ِك ٰت‬
َ ‫َما َك‬
َ َ‫ون ۡٱل ِك ٰت‬
‫ب َوبِ َما‬ ْ ُ‫ون ٱهَّلل ِ َو ٰلَ ِكن ُكون‬
َ ‫وا َر ٰبَّنِ‍يِّ َۧن بِ َما ُكنتُمۡ تُ َعلِّ ُم‬ ِ ‫ِعبَ ٗادا لِّي ِمن ُد‬
٧٩ ‫ُون‬َ ‫ُكنتُمۡ تَ ۡد ُرس‬
Artinya:
7

“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al


Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah
kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah". Akan
tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena
kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap
mempelajarinya.”

Ayat ini menjelaskan bahwa tidak patut bagi seseorang yang telah
diberinya oleh Allah Al-Kitab, hikmah dan kenabian lalu meminta-minta
orang menyembahnya tanpa Allah atau menyembahnya bersama-sama
dengan Allah. Jika hal yang demikian tidak patut bagi seorang nabi atau rasul,
maka lebih-lebih bagi seorang lain yang bukan nabi atau rasul. Karena itu
berkata Hasan Al-Bashri: “tidak patut bagi seorang Mukmin meminta dari
orang lain untuk menyembahnya.” Janganlah seperti ahli Kitab yang
menyembah para pendeta-pendetanya.
Celaan Allah terhadap para rahib dan pendeta yang disembah oleh
pengikut-pengikutnya itu tidak menjangkau para rasul dan para ulama yang
diikuti dan diturut oleh pengikut-pengikutnya karena Nabi dan Rasul ini
hanya memerintahkan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menyampaikan
kepada umatnya apa yang dirisalahkan dan diwahyukan kepada mereka. Dan
melarang apa yang dilarang oleh Allah. Karena para Rasul itu adalah utusan
Allah kepada hamba-hamba-Nya, menyampaikan apa yang diamanatkan
kepada mereka tugas yang telah dilaksanakannya dengan sebaik-baiknya.

Allah memberi tahu para rasul itu untuk mengajak umat manusia agar
menjadi ahli ibadah dan bertakwa (rabbaniyin) sesuai dengan apa yang
mereka pelajari dan ketahui dari Al-Quran dan kitab-kitab Allah. Sekali-kali
rasul itu tidak pernah mengajak umat manusia untuk menjadikan malaikat dan
nabi sebagai Tuhan yang disembah, bahkan para rasul itu tidak menyuruh
orang menyembah selain Allah, apakah itu seorang nabi atau seorang
malaikat. Para Rasul itu hanya menyembah kepada Allah dan tidak
menyekutukannya.
8

Sesuai dengan ayat ini bahwa dalam belajar apabila kita mempunyai ilmu
yang tinggi dan berpengetahuan luas maka janganlah kita sesekali untuk
sombong kepada orang lain, ingin dipuji atau ingin disanjung oleh orang lain,
akan tetapi kita hendaknya selalu bersikap rendah hati dan tidak sombong
kepada orang lain. Dan ilmu yang telah kita pelajari itu hendaknya kita
amalkan dalam bentuk ibadah dan bertakwa kepada Allah SWT.

D. Tafsir Surah Al-Qalam Ayat 37

َ ‫ب فِي ِه تَ ۡد ُرس‬ٞ َ‫َأمۡ لَ ُكمۡ ِك ٰت‬


٣٧ ‫ُون‬
Artinya:
“Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang
kamu membacanya?”

Kata “tadrusun” berarti mempelajari atau meneliti sesuatu guna diambil


manfaatnya. Dalam konteks ini, “tadrusun” adalah membahas dan
mendiskusikan kitab suci untuk mengambil informasi dan pesan-pesan yang
dikandungnya. Pertanyaan yang menyangkut adanya kitab suci yang mereka
baca dan pelajari merupakan sindiran terhadap orang-orang musyrik Mekah
karena seandainya mereka memiliki kitab suci, mereka juga tidak bisa
membacanya karena kebanyakan dari mereka buta huruf.
Sesuai dengan ayat di atas, bahwa dalam pendidikan di sekolah kita harus
banyak membaca buku-buku atau sumber pelajaran dan juga kita harus
membahas serta mendiskusikan materi pelajaran yang diajarkan kepada kita,
hal itu bertujuan agar kita bisa mengambil manfaat dari apa yang telah kita
pelajari dan diskusikan tersebut. Bisa mengambil informasi dari pelajaran
tersebut dan juga bisa mengambil pesan-pesan yang ada di dalam pelajaran
tersebut.

E. Tafsir Surah Saba’ ayat 44

ٖ ‫ك ِمن نَّ ِذ‬


٤٤ ‫ير‬ ٖ ُ‫َو َمٓا َءاتَ ۡي ٰنَهُم ِّمن ُكت‬
َ َ‫ب يَ ۡد ُرسُونَهَ ۖا َو َمٓا َأ ۡر َس ۡلنَٓا ِإلَ ۡي ِهمۡ قَ ۡبل‬
Artinya:
9

“Dan Kami tidak pernah memberikan kepada mereka kitab-kitab yang


mereka baca dan sekali-kali tidak pernah (pula) mengutus kepada mereka
sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun.”

Kata “yadrusuunaha” rambil dari kata “darasa” yang berarti membaca


secara perlahan disertai dengan upaya sungguh-sungguh untuk memahami,
yakni mempelajari dengan tekun. Selanjutnya Firman Allah: “sekali-kali
tidak pernah (pula) mengutus kepada mereka sebelum kamu seorang pemberi
peringatan pun”. Yang dimaksud adalah pengutusan yang bersifat
menyeluruh mencakup semua manusia. Karena itu pernyataan ayat ini tidak
bertentangan dengan kehadiran Nabi Ibrahim dan Ismail AS. yang juga diutus
kepada masyarakat Mekah, sebab risalah mereka itu adalah risalah yang
terbatas. Dapat juga Ayat di atas dipahami dalam arti Allah belum pernah
mengutus seorang pemberi peringatan pun kepada masyarakat Mekah,
sebelum Nabi Muhammad SAW yakni sejak masa Isa AS.
Ibnu Katsir mengatakan dalam Tafsirnya bahwa, sebelum Al-Quran tidak
pernah ada kitab suci kepada mereka (orang-orang Arab) dan tidak pula
pernah datang seorang rasul kepada mereka sebelum Muhammad, padahal
mereka mengharap-harapkan dan selalu berkata: “andaikan datang kepada
kami seorang Rasul atau diturunkan kitab kepada kami, niscaya kami akan
menjadi lebih berhidayah dari orang lain”. Akan tetapi sesudah harapan
mereka itu menjadi kenyataan dan datanglah seorang rasul (Muhammad)
dengan membawa sebuah kitab (Al-Quran), mereka mengingkarinya,
menentangnya dan mendustakannya, padahal mereka itu belum menerima
sepersepuluh dari apa yang telah Allah berikan kepada umat-umat terdahulu
sebelum mereka yang telah mendustakan rasul-rasul-Nya.
Sesuai dengan ayat ini bahwa dalam pendidikan disekolah, kita dituntut
untuk bersungguh-sungguh dan tekun dalam mengikuti proses pembelajaran,
dengan kata lain kita harus tekun dalam menuntut ilmu. Sehingga ilmu yang
telah dipelajari itu bisa dicerna dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa di dalam Al-
Quran Allah SWT telah menjelaskan kepada kita semua tentang ayat-ayat
yang berkenaan dengan pendidikan seperti Surat Al-An’am ayat 105, Al-
A’raf ayat 169, Ali-Imran ayat 79, Saba’ ayat 44 dan Al-Qalam ayat 37
seperti yang telah kami bahas dalam uraian di atas. Di mana di dalam ayat-
ayat tersebut kita dapat mengambil pelajaran ataupun pedoman dalam
menjalani kehidupan, khususnya dalam kegiatan belajar mengajar
(pendidikan di sekolah).

B. Saran
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu pemakalah mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan dan pelajaran bagi pemakalah untuk
tulisan selanjutnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mustafa Al-Maraghi. 1992, Tafsir Al-Maraghi Jilid 9. Semarang: CV.


Toha Putra Semarang.

A. Mudjab Mahali. 2002. Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Quran Surah Al-


Baqarah dan An-Nas. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Jalaluddin Al-Mahalliy dan Jalaluddin As-Suyuthi. 1990. Terjemah Tafsir


Jalalain Berikut Asbabun Nuzul. Bandung: Sinar Baru.

Jalaluddin as-Suyuthi. 2008. Asbabun Nuzul: Sebab Turunnya Ayat Al-Quran


Terjamah. Jakarta: Gema Insani.

M. Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-


Quran volume 11. Jakarta: Lentera Hati.

Salim Bahreisy dan Said Bahreisy. 1990. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir
Jilid II. Surabaya: PT Bina Ilmu.

Salim Bahreisy dan Said Bahreisy. 1990. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir
Jilid III. Surabaya: PT Bina Ilmu.

Salim Bahreisy dan Said Bahreisy. 1990. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir
Jilid IV. Surabaya: PT Bina Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai