Anda di halaman 1dari 29

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Roket
Ada banyak jenis motor roket, tergantung kepada energi atau daya
yang digunakan sebagai penghasil gaya dorong, antara lain :
1. Fisi Nuklir
2. Ion
3. Listrik
4. Elektrotermal
5. Surya ( radiasi surya / solar radiation )
6. Kimia
a. Propelan padat
b. Propelan cair
c. Hibrida
Gambar 2.1 Motor roket fisi nuklir
Sumber : [1] Pengantar Turbin Gas dan Motor Propulsi
6
Gambar 2.2 Skema motor roket ion
Sumber : [1] Pengantar Turbin Gas dan Motor Propulsi
Gambar 2.3 Skema motor roket elektrotermal
Sumber : [1] Pengantar Turbin Gas dan Motor Propulsi
Gambar 2.4 Skema motor roket padat
Sumber : [1] Pengantar Turbin Gas dan Motor Propuls
7
Gambar 2.5 Skema motor roket cair
Sumber : [1] Pengantar Turbin Gas dan Motor Propulsi
Gambar 2.6 Skema motor roket hibrida
Sumber : [1] Pengantar Turbin Gas dan Motor Propulsi
8
Tabel 2.1 Perbandingan karakteristik beberapa jenis motor roket
Sumber : [1] Pengantar Turbin Gas dan Motor Propulsi
9
2.2 Komponen Utama Motor Roket Padat
Gambar 2.7 Motor roket propelan padat
Sumber : [1] Pengantar Turbin Gas dan Motor Propulsi
2.2.1 Ruang Bakar
Ruang bakar merupakan tempat dimana propelan terbakar.
Oleh karena itu harus kuat dan mampu memenuhi fungsinya
selama motor roket beroperasi.
2.2.2 Propelan
Propelan dipasang di dalam ruang bakar dengan dua cara
yaitu :
Batang propelan dipasang melekat pada dinding
dalam ruang bakar, dengan cara merekatkan batang
propelan pada dinding maupun mengecorkan
propelan ke dalam ruang bakar.
Batang batang propelan dipasang terpisah dari
dinding ruang bakar. Batang batang propelan
tersebut baru dipasang ketika motor roket hendak
digunakan.
10
2.2.3 Nosel
Nosel berfungsi mengekspansikan fluida kerja hasil
pembakaran di ruang bakar, sehingga mencapai kecepatan jet yang
setinggi tingginya. Dalam hal ini kerongkongan merupakan
bagian nosel yang kritis, dimana bilangan Mach sama dengan satu
dan intensitas laju aliran massa mencapai harga maksimum. Oleh
karena itu bagian ini cenderung dikenai erosi sehingga harus dibuat
dari material yang kuat.
Gambar 2.8 skema nosel
Sumber : [1] Pengantar Turbin Gas dan Motor Propulsi
Dimana :
Do : Diameter masuk nosel
Dkr : Diameter kerongkongan nosel
Dj : Diameter keluar nosel
2.2.4 Penyala
Penyala berfungsi menyalakan propelan sehingga semua
permukaan propelan menyala dan menghasilkan gas pembakaran
yang bertekanan dan bertemperatur sesuai dengan yang
direncanakan.
11
Gambar 2.9 Penyala jenis piroteknik
Sumber : [1] Pengantar Turbin Gas dan Motor Propulsi
Proses penyalaan memerlukan waktu serta melalui
beberapa tahap, antara lain :
Tahap 1, waktu kelambatan penyalaan (ignition time
lag), yaitu waktu antara penerimaan sinyal
penyalaan pada penyala (igniter) sampai saat
terbakarnya bagian pertama dari permukaan bakar.
Tahap 2, waktu penyebaran nyala (flame
spreading interval), yaitu waktu yang diperlukan
untuk menyalakan seluruh permukaan propelan,
terhitung dari penyalaan permukaan propelan yang
pertama pada tahap 1.
Tahap 3, waktu pengisian ruang bakar (chamber
filling interval), yaitu waktu yang diperlukan untuk
mengisi ruang bakar sehingga terjadi aliran massa
propelan yang setimbang dan stabil.
12
2.3 Propelan padat
Propelan adalah gabungan bahan bakar (fuel) dan oksidator
(oxidizer) dimana komposisi utamanya adalah :
i. Bahan bakar ( fuel )
ii. Oksidator ( oxidizer )
iii. Perekat ( binder )
2.3.1 Konfigurasi batang propelan
Konfigurasi batang propelan adalah bentuk atau geometri
dari permukaan bakar awal dari propelan dimana batang propelan
dengan pembakaran netral ( neutral burning ) menghasilkan gaya
dorong yang konstan selama pembakaran berlangsung, pembakaran
progresif ( progressive burning ) gaya dorong yang dihasilkan
cenderung naik seiring berjalannya waktu, dan pembakaran
regresif ( regressive burning ) gaya dorong yang dihasilkan
cenderung turun seiring berjalannya waktu.
Gambar 2.10 Karakteristik gaya dorong sesuai dengan konfigurasi
propelan.
Sumber : [1] Pengantar Turbin Gas dan Motor Propulsi
13
Gambar 2.11 Skema konfigurasi propelan batang propelan
Sumber : [1] Pengantar Turbin Gas dan Motor Propulsi
14
(a)
T.A menyatakan tidak ada
(b)
Jika kedua ujungnya tidak ditutup inhibitor; jika ya, maka progresir
Tabel 2.2 Karakteristik beberapa konfigurasi batang propelan
Sumber : [1] Pengantar Turbin Gas dan Motor Propulsi
2.4 Landasan Teori
2.4.1 Gaya Dorong
Gaya dorong dapat dihitung dengan persamaan 2.1
=


( 1 + )

+







( )
-




( 2.1 ) [1]
dengan memasukkan

= 0, sehingga diperoleh persamaan
=

+

-



( 2.2 ) [1]
Konfigurasi
Fraksi
Web
Perbandingan
L/D
(a)
Fraksi
Volumetrik
Karakteristik
Pembakaran
Tekanan - Waktu
Penggesera
n Titik
Berat
Pembakaran
pangkal
> 1.0 T.A 0.90 0.95 Netral Besar
Silinder dengan
pembakaran luar -
dalam
0.3 0.5 T.A 0.75 0.85 Netral Kecil
Silinder
pembakaran dalam
0.5 0.9 <2 0.85 0.95 Netral
(b)
Kecil
Silinder bersegmen 0.5 0.9 >2 0.80 0.95 Netral Kecil
Batang dan Silinder 0.3 0.5 T.A 0.60 0.85 Netral Kecil
Bintang 0.3 0.6 T.A 0.75 0.85 Netral Kecil
Roda kereta 0.2 0.3 T.A 0.65 0.70 Netral Kecil
Tulang anjing 0.2 0.3 T.A 0.70 0.80 Netral Kecil
Silinder berselot 0.5 0.9 >3 0.85 0.95
Netral tergantung
panjang selot
Sedang
Konosil 0.5 0.9 2 4 0.85 0.95 Netral Sedang
Finosil 0.6 0.9 1 2 0.85 0.95 Netral Sedang
Batang bulat 0.2 0.5 T.A 0.90 0.95 Netral Kecil
15
dimana adalah laju aliran massa propelan yaitu bahan bakar dan
oksidator. Untuk nosel dengan ekspansi optimum,

=

sehingga
persamaan 2.2 menjadi
=

( 2.3 ) [1]
sedangkan daya dorong


=

( 2.4 ) [1]
sehingga efisiensi propulsi


=

+
=




+

2


-



=




/




/

=




/




/

( 2.5 ) [1]
atau sama dengan


=



( 2.6 ) [1]
dimana =



/ Grafik
p
versus tersebut dapat dilihat pada Gambar
2.9. diagram neraca motor roket dapat dilihat pada Gambar 2.13 dan
persamaan 2.1 dapat ditulis juga sebagai
=

( 2.7 ) [1]
16
dimana = kecepatan jet efektif, sehingga dari persamaan 2.1 dan 2.7 dapat
diperoleh
( 2.8 ) [1]
Gambar 2.12 Grafik efisiensi propulsi versus perbandingan kecepatan
Sumber : [1] Pengantar Turbin Gas dan Motor Propulsi
Gambar 2.13 Diagram neraca energi motor roket kimia
Sumber : [1] Pengantar Turbin Gas dan Motor Propulsi
17
2.4.2 Impuls total dan Impuls spesifik
Impuls total didefinisikan sebagai


= ]

( 2.9 ) [1]
dimana t adalah waktu pembakaran propelan, yaitu waktu dimana motor
roket menghasilkan gaya dorong. Sedangkan impuls spesifik
didefinisikan sebagai


=
]



]
=



( 2.10 ) [1]
dimana g
0
= percepatan grafitasi di permukaan laut (g
0
9.8066 m/s
2
)
dan G = mg
0
= berat propelan yang terbakar. Dengan demikian satuan I
sp
adalah


.
meskipun lazimnya dikatakan dalam satuan waktu, detik.
I
sp
menunjukkan prestasi propelan, makin tinggi makin baik. Untuk F
dan yang konstan


=



=




( 2.11 ) [1]
dan kecepatan jet efektif


=

g

=


( 2.12 ) [1]
Pada keadaan sebenarnya sukar untuk mengukur laju aliran massa
propelan dengan teliti. Oleh karena itu, impuls spesifik rata-rata diukur
dengan membagi impuls total dengan berat propelan yang terbakar
selama operasinya.
18
2.4.3 Aliran melalui nosel
Dalam hal ini berlaku persamaan 2.13 dimana dari persaman energi yang
umum untuk proses aliran tunak, kecepatan keluar nosel


= 2 b - b +


( 2.13 ) [1]
atau


=



1 -







+


( 2.14 ) [1]
karena

relatif sangat kecil atau

= 0, maka persamaan 2.14 menjadi


=
2
k - 1


1 -








atau


=







1 -







( 2.15 ) [1]
dimana,


= konstanta gas universal
= 8.3143 (Joule/kmol K)
M = berat molekul gas yang bereaksi ( propelan )
K =



/


= temperatur gas dalam ruang bakar


= tekanan ruang bakar


= tekanan gas keluar nosel


= Kecepatan gas masuk nosel
19
Dari persamaan 2.15 dapat diketahui bahwa untuk memperoleh

yang
tinggi dapat digunakan propelan dengan berat molekul yang rendah serta
bekerja dengan

dan

yang tinggi pula. Persamaan tersebut sengat
penting mengingat gaya dorong sangat tergantung pada besarnya

.
Walaupun demikian pemilihan

dan

sangat dipengaruhi oleh
kekuatan material ruang bakar dan nosel serta jenis propelan yang
digunakan. Demikian pula apabila (

/

) < 1, maka persamaan 2.15
menjadi


=







( 2.16 ) [1]
Kecepatan jet gas maksimum yang dapat dicapai secara teori, pada
kenyataannya hal tersebut tidak pernah terjadi, oleh karena itu
persamaan 2.16 digunakan sebagai pedoman dalam perhitungan atau
pemeriksaan. Selanjutnya untuk gas ideal dengan

konstan, dan untuk
proses isentropik, dimana


=






;

=







=









=







=






Sehingga dari persamaan kontinuitas
=

=





20
dapat diperoleh hubungan
=


















/
-





( ) /
( 2.17 ) [1]
Dimana subcrip menyatakan posisi penampang nosel di sisi hilir ruang
bakar. Persamaan 2.17 dapat di tuliskan juga sebagai



=


















-










( 2.18 )[1]
Untuk kondisi gas pembakaran di dalam ruang bakar yang diketahui,
yaitu untuk

,

, dan tertentu, kondisi pada kerongkongan nosel,
atau



yang maksimum, dapat diketahui dengan mendiferensiasi
persamaan 2.18 terhadap




dan menyamakannya dengan nol.











=



























-










= 0
atau







=
2
+ 1



atau




=





( 2.19 ) [1]
Dimana subskrip menyatakan kondisi pada kerongkongan nosel.
dengan demikian,




=


( 2. 20 ) [1]
21




=





( 2.21 ) [1]
Dan dari persamaan 2.13 dengan mengganti subskrip dengan ,
persamaan 2.17 dan 2.18, dapat diperoleh kecepatan gas di
kerongkongan nosel atau kritis,


=






=




( 2.22 ) [1]
yaitu sama dengan kecepatan suara. Karena itu bilangan Mach pada
kerongkongan sama dengan satu. Motor roket menggunakan nosel
supersonik; jadi, penampang nosel adalah konvergen di sisi hulu
kerongkongan dan divergen di sisi hilir kerongkongan. Dalam hal
tersebut tidak ada keharusan untuk menggunakan bentuk kerucut.
Karena itu yang dipentingkan adalah luas penampangnya. Kerongkongan
adalah bagian nosel dengan penampang terkecil dan perbandingan luas
penampang keluar nosel terhadap luas penampang kerongkongan
dinamai perbandingan ekspansi penampang nosel,
e=




( 2.23 ) [1]
Ukuran nosel dapat terlalu panjang sehingga terlalu besar dan berat.
Karena itu seringkali ekspansi dibuat tidak sempurna karena nosel harus
dipotong. Jika

=

= tekanan sekitar, nose dinamai terekspansi
optimum (optimum expanded); jika

>

nosel dinamai terekspansi
kurang (under expanded); jika

<

nosel dinamai terekspansi lebih
(over expanded).
Kedua hal tersebut terakhir tentu tidak menguntungkan ditinjau dari segi
pemanfaatan energi tetapi dianggap lebih baik karena lebih praktis serta
22
dapat mengurangi berat dan tahanan pada pesawat. Usaha untuk
memperoleh nosel yang lebih pendek dapat dilakukan dengan
menggunakan bentuk genta sebagai pengganti kerucut, seperti terlihat
pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14 Beberapa konfigurasi nosel [1]
Jadi, ukuran penampang kerongkongan dan penampang keluar nosel
merupakan ukuran yang penting. Dan persamaan 2.21, 2.22, dan
persamaan kontinuitas,
=





=






2
+ 1
( )
( )



atau
=






( 2.24 ) [1]
dimana
= V



( )
23
Persamaan 2.23 menunjukkan laju aliran massa dinyatakan sebagai
fungsi

yaitu ukuran nosel dan kondisi gas dalam ruang bakar, yaitu


,



, , dan .
Selanjutnya dari persamaan gas ideal. persamaan 2.15, 2.21. dan 2.22,
dapat dituliskan perbandingan antara luas penampang kerongkongan dan
luas penampang di sisi hilir,




=








=




( )











1 -







(2.25)[1]
Apabila adalah seksi keluar nosel, , maka




=




=e (lihat
persamaan 2.23) Perbandingan kecepatan pada sisi hilir terhadap
kecepatan pada kerongkongan nosel dapat dituliskan dengan pertlongan
persamaan 2.15 dan 2.16,




=



1 -







( 2.26 ) [1]
Demikian pula dianggap lebih praktis untuk menyatakan gaya dorong
sebagai fungsi dan

dan

sehingga
=





(2 .27 ) [1]
dimana

= koefisien gaya dorong yang akan dijabarkan sebagai
berikut. Seperti tersebut pada persamaan 2.2,
=

+

-



Atau
=







+

-



Selanjutnya dengan memanfaatkan persamaan 2.15, 2.21, dan 2.22
persamaan di atas menjadi
=











( )
( )
1 -







+

-



(2.28)[1]
sehingga berdasarkan hubungan tersebut pada persamaan 2.28,
24


=








( )
( )
1 -







+











(2.29)[1]
Perlu diingatkan di sini bahwa persamaan 2.2 berlaku untuk semua
motor roket. Sedangkan persamaan 2.28 berlaku untuk motor roket ideal.
Jadi

juga dapat dituliskan sebagai


=











+








-








atau


=
e







+

-

( 2.30 ) [1]
dimana
e=




Harga maksimum dari

tersebut pada persamaan 2.29 dapat dicari
dengan mendiferensiasi persamaan tersebut terhadap




dan
menyamakannya dengan nol,








=








( )
( )






( )








+

















+



















sehingga dengan mengsubstitusikan




tersebut pada persamaan 2.25,
setelah mengganti subskrip dengan , kedalam persamaan di atas dapat
diperoleh








=









( )
( )



1 -





( )





-











25
+




( )












1 -





( )





+



















= 0
Dapat dilihat bahwa jumlah kedua suku pertama pada ruas kanan
tersebut di atas sama dengan nol, sehingga




















= 0
Atau


-

= 0 ( 2.31 ) [1]
Sehingga

=

, yaitu ekspansi untuk memperoleh

maksimum atau
maksimum. Kondisi tersebut di atas juga dapat dibuktikan dengan
mendiferensiasi tersebut pada persamaan 2.2, untuk dan

tertentu,
=

+

-



=

+

-



+



Tetapi dan persamaan momentum,


= -
sehingga persamaan tersebut di atas menjadi
=

-



Dengan demikian untuk memperoleh gaya dorong maksimum,



=

-

= 0
atau


=

yaitu dengan ekspansi optimum, seperti yang ditunjukkan oleh
persamaan 2.31. Dengan demikian untuk nosel dengan ekspansi
optimum, koefisien gaya dorong tersebut pada persamaan 2.29 menjadi
26


=










1 -








atau


= V




( )



1 -








sehingga dari persamaan 2.24 dan 2.15,


=








1 -








atau


=





( 2.32 ) [1]
Selanjutnya dari persamaan 2.25, untuk penampang keluar nosel, yaitu
mengganti subskrip dengan , dapat diperoleh perbandingan ekspansi
nosel
e=




=
V




( )




















sehingga dari hubungan tersebut pada persamaan 2.32 dapat diperoleh,
e=




=












(2.33) [1]
Persamaan 2.7 ingin menunjukkan hubungan antara gaya dorong dengan
kecepatan jet efektif seperti ditunjukkan pada persamaan 2.8. Sedangkan
gaya dorong pun dapat dinyatakan sebagai fungsi dari (



) seperti
terlihat pada persamaan 2.27. Dengan demikian, serupa dengan
persamaan 2.7, (



) dapat pula dinyatakan




=
-
27
dimana
-
dinamai kecepatan karakteristik, sehingga dari persamaan
2.12, 2.24, 2.28 dapat diperoleh hubungan,

-
=





=






=




=
V






( )
( )
atau

-
=



( 2.34 ) [1]
Kecepatan karakteristik seperti ditunjukkan oleh persamaan 2.33
mencerminkan kebaikan hubungan antara propelan dan rancangan ruang
bakar motor roket kimia. Kecepatan karakteristik dapat dihitung dari
hasil pengukuran

,

, dan . Sedangkan ruas kanan persamaan
terakhir dan persamaan 2.34 dapat digunakan untuk menentukan
parameter karakteristik dari gas pembakaran.
2.5 Material
2.5.1 Ruang Bakar
Ruang bakar merupakan tempat dimana propelan terbakar.
Oleh karena itu harus kuat dan mampu memenuhi fungsinya selama
motor roket beroperasi. Ruang bakar berbentuk tabung / silinder,
menggunakan perbandingan panjang terhadap diameter, L/D antara 2
sampai 5 untuk memperoleh fraksi massa propelan yang baik,


=




=






=






(2.35) [1]
Dimana


= massa propelan


= massa perangkat keras yang berkaitan dengan sistem
propulsi


=

+

[1]
28


dalam sistem propulsi roket termasuk massa motor, tangki, nosel
dan pipa pipa. R
m
yang besar menunjukkan mutu dari rancangan
yang baik , jadi

yang besar lebih dikehendaki. Untuk motor roket
padat

berkisar antara 0.70 0.95. Material ruang bakar juga
bermacam-macam, dapat dibuat dari baja dan paduan titanium sampai
bahan organik. Untuk keperluan penerbangan memang diperlukan
bahan yang kuat tetapi ningan. Beberapa sifat material tersebut
ditunjukkan pada Tabel 2.2.
Tegangan yang terjadi pada dinding ruang bakar (silinder
berdinding tipis), sebagai akibat dan tekanan gas di dalam ruang bakar,
dapat diperkirakan sebagai:


=


( 2.36 ) [1]
dan


= 2

=


( 2.37 ) [1]
Tabel. 2.2 Beberapa material untuk ruang bakar motor roket padat
[1]
dimana,


= tegangan longitudinal


= tegangan tangensial
= tekanan ruang bakar
= jari-jari ruang bakar
= tebal dinding ruang bakar
29
Jadi tekanan ruang bakar akan mengakibatkan pengembangan ruang
bakar, baik memanjang maupun ke arah radial. Dengan demikian
perpanjangan ke arah aksial dapat dihitung dengan persamaan
A =


( 1 - 2 ) =

( 1 -2 ) ( 2.38 )[1]
=


1 -


=




1 -


( 2.39 )[1]
Dimana E = modulus elastisitas dan = perbandingan poisson (= 0.3
untuk baja )
2.5.2 Nosel
Nosel berfungsi mengekspansikan fluida kerja tersebut
sehingga mencapai kecepatan jet yang setinggi-tingginya. Dalam hal
inii kerongkongan merupakan bagian nosel yang kritis, dimana
bilangan Mach sama dengan satu dan intensitas laju aliran massa
(

/ ) mencapai harga maksimum. Oleh karena itu bagian ini
cenderung dikenai erosi sehingga harus dibuat dari material yang kuat.
Hal ini penting supaya

tidak berubah selama operasinya, apalagi
karena gas yang mengalir bertemperatur tinggi. Selain itu seringkali
juga digunakan propelan yang mengandung serbuk logam. Walaupun
demikian erosi, baik mekanis maupun kimiawi, akan terjadi. Sebagai
pegangan, untuk motor roket padat, erosi yang menyebabkan
pembesaran luas kerongkongan nosel tidak lebih dari 5% masih dapat
diterima. Tabel 2.4 menunjukkan beberapajenis material yang dapat
digunakan pada nosel dan penjelasan tentang fungsinva masing-
masing. Selain itu perbandingan prestasinya ditunjukkan pada Tabel
2.5.
30
Tabel 2.4 Material nosel motor roket padat dan fungsinya [1]
Tabel 2.5 Perbandingan sifat pirolitik dan grafit cetak [1]
31
2.5.3 Diagram Alir
Gambar 2.6 Diagram Alir Perancangan Roket Padat
Mulai
Penentuan
Judul
Perumusan
Masalah
Studi
Pustaka
Pengumpulan
Data
Perancangan Desain
dan
Produksi Motor Roket
Riset
Propelan
Rekayasa
Alat Uji Coba
Produksi
Propelan
UJI COBA
Analisis
Tidak
Motor Roket
Tidak
Propelan
Ya
Kesimpulan
dan Saran
Selesai
32
KETERANGAN
Mulai : Ide dan Awal pemikiran
Penentuan Judul : Menentukan judul yang tepat untuk tugas
akhir ini.
Perumusan Masalah : Setelah judul dibuat dilanjutkan dengan
merumuskan masalah.
Studi Pustaka : Mencari data / referensi pendukung.
Pengumpulan Data : Setelah referensi diperoleh data
dikumpulkan baik dari teks, buku, jurnal maupun media
Internet.
Perancangan Desain : Mendesain motor roket pada program
Catia.
Produksi Motor Roket : Setelah desain motor roket jadi
kemudian dilanjutkan dengan produksi motor roket di bengkel
Bubut.
Riset Propelan : Memformulasikan Bahan bakar dan Oksidator
sehingga diperoleh Propelan yang dikehendaki. Pada tahap ini
merupakan tahap paling kritis dimana kita dituntut untuk
cermat, waspada dan hati-hati. Karena sedikit saja kita teledor
maka akan berakibat fatal.
Rekayasa alat uji coba : merekayasa meja sebagai dudukan troli
dan timbangan, dimana timbangan dikaitkan pada troli. Troli
merupakan tempat dimana motor roket di uji coba, ketika
motor roket dinyalakan maka motor roket akan menarik
timbangan sehingga diketahui besar gaya dorong yang
dihasilkan oleh motor roket, satuan yang digunakan adalah
Kgf.
Produksi Propelan : memproses oksidator dan bahan bakar
menjadi propelan sesuai dengan formula yang diperoleh pada
saat riset propelan.
33
Uji coba : Proses pemasangan motor roket pada troli, kemudian
menyalakaan propelan didalam motor roket. Sehinga dapat
diketahui berapa besar gaya dorong yang dihasilkan.
Analisis : menganalisa hasil uji coba apakah sesuai dengan
perancangan atau belum. Jika belum / tidak sesuai untuk motor
roket maka kembali mendesain motor roket maupun mengganti
material motor roket. Jika belum / tidak sesuai untuk propelan,
maka kembali ke proses riset propelan sehingga diperoleh
propelan yang sesuai. Jika sudah sesuai dilanjutkan ke
pembuatan kesimpulan dan saran.
Kesimpulan dan saran : menyimpulkan proses uji coba dan apa
yang dihasilkan dari perancangan roket padat berpropelan gula,
kemudian memberi saran setelah kesimpulan dibuat.

Anda mungkin juga menyukai