Anda di halaman 1dari 11

A.

Latar Belakang
Dalam upaya memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan terlepas dari hubungan terhadap sesama manusia. Tanpa hubungan dengan orang lain, tidak mungkin berbagai kebutuhan hidup dapat terpenuhi. Terkait dengan hal ini maka perlu diciptakan suasana yang baik terhadap sesama manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan akad syirkah danagn pihak lain. Di sini dipaparkan berbagai macam definisi dan teori-teori tentang Syirkah. Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fiil mdhi), yasyraku (fiil mudhri), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau serikat (Kamus Al-Munawwir, hlm. 765). Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh al al-Madzhib al-Arbaah, 3/58, dibaca syirkah lebih fasih (afshah). Menurut arti asli bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya (An-Nabhani, 1990: 146). Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani, 1990: 146). Menurut istilah para fuqaha, syirkah adalah kerja sama untuk mendayagunakan (tassaruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya , yakni saling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendaya gunakan harta milik keduanya, namun masing-masing memiliki hak untuk bertassaruf. (M. Rizal Qosim, 2009: 112). Syirkah hukumnya jiz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi Shalallahu alaihi wasalam berupa taqrr (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orangorang pada saat itu telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi Shalallahu alaihi wasalam membenarkannya. Nabi Shalallahu alaihi wasalam bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra : Allah Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang ber-syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya. [HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni].

Berdasarkan uraian diatas dan melihat pentingnya pembelajaran tentang Syirkah, maka penyusun menyusun sebuah makalah yang berjudul Syirkah.

B. Tujuan penyusunan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah : 1. Ingin mengetahui Definisi, Dasar Hukum, Macam-macam Syirkah. 2. Ingin mengetahui Syarat syarat dan Hikmah Syirkah

C. Dasar Hukum
Syirkah hukumnya jiz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi saw. berupa taqrr (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi saw. membenarkannya. Nabi saw. bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra.: Allah Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang bersyirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya. (HR Abu Dawud, al-Baihaqi, dan adDaruquthni). Ulama Fiqih menyatakan bahwa dibolehkannya akad Syirkah didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat An-Nisa (4 ) ayat 12: ... :

Artinya : ... Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian sepertiga itu ... (Q.S. An-Nisa /4 : 12) Rasulullah SAW bersabda : : .

Artinya : Allah taala berfirman, Aku pihak ke tiga dari dua orang yang berserikat selagi masingmasing dari keduanya tidak menghianati yang lain. Jika salah seorang dari keduanya menghianati yang lain, aku keluar dari keduanya. (H.R. Abu Daud dari Abu Hurairah : 2936)

Pembahasan
A. Pengertian Dasar

Syirkah, menurut bahasa, adalah ikhthilath (berbaur). Adapun menurut istilah syirkah (kongsi) ialah perserikatan yang terdiri atas dua orang atau lebih yang didorong oleh kesadaran untuk meraih keuntungan(An-Nabhani, 1990: 146). Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fiil mdhi), yasyraku (fiil mudhri), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau serikat (Kamus Al-Munawwir, hlm. 765). Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh al al-Madzhib al-Arbaah, 3/58, dibaca syirkah lebih fasih (afshah). Menurut arti asli bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya (An-Nabhani, 1990: 146). Ada beberapa definisi Syirkah yang di kemukakan oleh para ulama fiqh . Menurut Mazhab Maliki, suatuu izin untuk bertindak secara hokum bagi dua orang yang berkerja sama terhadap harta mereka. Menurut Mazhab SyafiI dan Hambali Hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati. Menuru Mazhab Hanafi, akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerja sama dalam modal dan keuntunngan..

B. Tujuan
Agar dapat melaksanakan kerja sama ekonomi dengan berlandaskan agama islam.

C. Macam-macam As-Syirkah
Menurut An-Nabhani, berdasarkan kajian beliau terhadap berbagai hukum syirkah dan dalildalilnya, terdapat lima macam syirkah dalam Islam: yaitu: (1) syirkah inn; (2) syirkah abdan; (3) syirkah mudhrabah; (4) syirkah wujh; dan (5) syirkah mufwadhah (An-Nabhani, 1990: 148). An-Nabhani berpendapat bahwa semua itu adalah syirkah yang dibenarkan syariah Islam, sepanjang memenuhi syarat-syaratnya. Pandangan ini sejalan dengan pandangan ulama Hanafiyah dan Zaidiyah. Menurut ulama Hanabilah, yang sah hanya empat macam, yaitu: syirkah inn, abdan, mudhrabah, dan wujh. Menurut ulama Malikiyah, yang sah hanya tiga macam, yaitu: syirkah inn, abdan, dan mudhrabah. Menurut ulama Syafiiyah, Zahiriyah, dan Imamiyah, yang sah hanya syirkah inn dan mudhrabah (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islm wa Adillatuhu, 4/795). Syirkah Inn

Syirkah inn adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi konstribusi kerja (amal) dan modal (ml). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil AsSunnah dan Ijma Sahabat (An-Nabhani, 1990: 148). Contoh syirkah inn: A dan B insinyur teknik sipil. A dan B sepakat menjalankan bisnis properti dengan membangun dan menjualbelikan rumah. Masing-masing memberikan konstribusi modal sebesar Rp 500 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut. Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqd); sedangkan barang (urdh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya (qmah al-urdh) pada saat akad. Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masingmasing mitra usaha (syark) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. Diriwayatkan oleh

Abdur Razaq dalam kitab Al-Jmi, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata, Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah). (An-Nabhani, 1990: 151.) Syirkah Abdan

Syirkah abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (amal), tanpa konstribusi modal (ml). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya). (An-Nabhani, 1990: 150). Syirkah ini disebut juga syirkah amal (Al-Jaziri, 1996: 67; AlKhayyath, 1982: 35). Contohnya: A dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%. Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja syirkah abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang batu. Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal. (AnNabhani, 1990: 150); tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya, beberapa pemburu sepakat berburu babi hutan (celeng). Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan; nisbahnya boleh sama dan boleh juga tidak sama di antara mitra-mitra usaha (syark). Syirkah abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil As-Sunnah (An-Nabhani, 1990: 151). Ibnu Masud ra. pernah berkata (yang artinya), Aku pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir dan Saad bin Abi Waqash mengenai harta rampasan perang pada Perang Badar. Saad membawa dua orang tawanan, sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun. (HR Abu Dawud dan al-Atsram).

Hal itu diketahui Rasulullah saw. dan beliau membenarkannya dengan taqrr beliau. (AnNabhani, 1990: 151). Syirkah Mudhrabah

Syirkah mudhrabah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi kerja (amal), sedangkan pihak lain memberikan konstribusi modal (ml). (An-Nabhani, 1990: 152). Istilah mudhrabah dipakai oleh ulama Irak, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qirdh. (Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili, 1984: 836). Contoh: A sebagai pemodal (shhib al-ml/ rabb al-ml) memberikan modalnya sebesar Rp 10 juta kepada B yang bertindak sebagai pengelola modal (mil/mudhrib) dalam usaha perdagangan umum (misal, usaha toko kelontong). Ada dua bentuk lain sebagai variasi syirkah mudhrabah. Pertama, dua pihak (misalnya, A dan B) sama-sama memberikan konstribusi modal, sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan konstribusi kerja saja. Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal, tanpa konstribusi kerja. Kedua bentuk syirkah ini masih tergolong syirkah mudhrabah (An-Nabhani, 1990: 152). Hukum syirkah mudhrabah adalah jiz (boleh) berdasarkan dalil As-Sunnah (taqrr Nabi saw.) dan Ijma Sahabat (An-Nabhani, 1990: 153). Dalam syirkah ini, kewenangan melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola (mudhrib/mil). Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola modal, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudhrabah berlaku hukum wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152). Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian, jika kerugian itu terjadi karena kesengajaannya

atau karena melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. (Al-Khayyath, AsySyarkt f asy-Syarah al-Islmiyyah, 2/66). Syirkah Wujh

Syirkah wujh disebut juga syirkah ala adz-dzimam (Al-Khayyath, Asy-Syarkt f asySyarah al-Islmiyyah, 2/49). Disebut syirkah wujh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujh adalah syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan konstribusi kerja (amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan konstribusi modal (ml). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudhrabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudhrabah padanya. (An-Nabhani, 1990: 154). Bentuk kedua syirkah wujh adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak. (An-Nabhani, 1990: 154). Misal: A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang). Dalam syirkah wujh kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah abdan (An-Nabhani, 1990: 154). Hukum kedua bentuk syirkah di atas adalah boleh, karena bentuk pertama sebenarnya termasuk syirkah mudhrabah, sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah abdan. Syirkah

mudhrabah dan syirkah abdan sendiri telah jelas kebolehannya dalam syariat Islam (AnNabhani, 1990: 154). Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa ketokohan (wujh) yang dimaksud dalam syirkah wujh adalah kepercayaan finansial (tsiqah mliyah), bukan semata-semata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur, atau suka menyalahi janji dalam urusan keuangan. Sebaliknya, sah syirkah wujh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan finansial (tsiqah mliyah) yang tinggi, misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan keuangan. (An-Nabhani, 1990: 155-156).

Syirkah Mufwadhah

Syirkah mufwadhah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inn, abdan, mudhrabah, dan wujh) (An-Nabhani, 1990: 156; Al-Khayyath, 1982: 25). Syirkah mufwadhah dalam pengertian ini, menurut AnNabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. (An-Nabhani, 1990: 156). Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal (jika berupa syirkah inn), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudhrabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujh). Contoh: A adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B dan C, dua insinyur teknik sipil, yang sebelumnya sepakat, bahwa masing-masing berkonstribusi kerja. Kemudian B dan C

juga sepakat untuk berkonstribusi modal, untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah abdan, yaitu ketika B dan C sepakat masing-masing ber-syirkah dengan memberikan konstribusi kerja saja. Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga terwujud syirkah mudhrabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan konstribusi modal, di samping konstribusi kerja, berarti terwujud syirkah inn di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada, yang disebut syirkah mufwadhah.

D. Aplikasi dan Perkembangannya


a. Modalnya harus sama banyak. Apabila ada di antara anggota perserikata modalnya lebih besar maka syirkah itu tidak sah. b. Mempunyai wewenang untuk bertindak yang ada kaitannya dengan hokum. Dengan demikian anak-anak yang belum dewasa belum bisa menjadi perserikatan. c. Satu agama (sesame muslim) seorang muslim tidak sah berserikat dengan nonmuslim. d. Masing-masing anggota mempunyai hak untuk bertindak atas nama syirkah (kerja sama)

Sumber
1. 2. http://galirs.blogspot.com/2010/02/makalah-syirkah-diambil-dari-beberapa.html Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah AshShahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 687 - 689. 3. An-Nabhani, Taqiyuddin. 1990. An-Nizhm al-Iqtishd f al-Islm. Cetakan IV. Beirut : Darul Ummah. 4. Antonio, M. Syafii. 1999. Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan. Jakarta : Bank Indonesia & Tazkia Institute. 5. Al-Jaziri, Abdurrahman. 1996. Al-Fiqh al al-Madzhib al-Arbaah. Juz III. Cetakan I. Beirut : Darul Fikr. 6. Al-Khayyath, Abdul Aziz. 1982. Asy-Syarkt f asy-Syarah al-Islmiyyah wa al-Qnn al-Wdhi. Beirut : Muassasah ar-Risalah. 7. 8. . 1989. Asy-Syarkt f Dhaw al-Islm. Cetakan I. T.Tp. :Darus Salam. Az-Zuhaili, Wahbah. 1984. Al-Fiqh al-Islm wa Adillatuhu. Juz IV. Cetakan III. Damaskus: Darul Fikr. 9. Siddiqi, M. Nejatullah. 1996. Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil dalam Hukum Islam (Partnership and Profit Sharing in Islamic Law). Terjemahan oleh Fakhriyah Mumtihani. Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa. 10. Vogel, Frank E. & Samuel L. Hayes III. 1998. Islamic Law and Finance: Religion, Risk and Return. Denhag: Kluwer Law International. 11. Yunan,Aswin. 2010. Pendidikan Agama Islam 2: Tiga serangkai.

As Syirkah
D I S U S U N

O L E H:

XI IPA 5 (Kelompok I)
Alisha Maharani Iswan Rizka Andriani Muh. Fajri Syafrilia Julianti A. Nabila Tri Ananda

Anda mungkin juga menyukai