Anda di halaman 1dari 5

Tema Subtema Judul

: Budaya Visual Mancanegara : Budaya Jepang : Upacara Minum Teh (Chanoyu) sebagai Salah Satu Budaya Visual Masyarakat Jepang dan Filosofi yang Terkandung di Dalamnya

Nama Kelas

: Yane Aulia Yasmin : XI IPA 3

Latar Belakang Jepang dikenal sebagai bangsa yang memiliki latar belakang kebudayaan yang beraneka ragam. Salah satu dari sekian banyak kebudayaan masyarakat Jepang adalah Upacara Minum Teh atau yang sekarang kita kenal dengan sebutan Chanoyu. Hingga kini,

Chanoyu terus berkembang sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang. Upacara Minum Teh ini bukan sekedar kegiatan yang dilangsungkan oleh tuan rumah sebagai penjamu, dan tamu sebagai orang yang dijamu. Tetapi lebih ke tata cara yang diatur sedemikian halus dan teliti untuk menghidangkan dan meminum teh. Teh yang digunakan pun, bukan teh yang biasa. Upacara minum teh di Jepang menggunakan teh hijau yang telah digiling halus disebut dengan matcha. Selain itu, setiap langkah dalam pelaksanaan upacara ini juga mengandung nilai-nilai filosofis yang sangat dijunjung tinggi dan mencerminkan kepribadian bangsa Jepang. Keunikan-keunikan tersebut menyebabkan penulis merasa tertarik untuk membahas lebih jauh tentang tata cara serta filosofi yang terkandung dalam upacara minum teh.

Isi Upacara Minum Teh ( sad, chad?, jalan teh) adalah ritual tradisional Jepang dalam menyajikan teh untuk tamu. Pada zaman dulu disebut chat (?) atau cha no yu. Upacara minum teh yang diadakan di luar ruangan disebut nodate.

Pada umumnya, upacara minum teh menggunakan teh bubuk matcha yang dibuat dari teh hijau yang digiling halus. Upacara minum teh menggunakan matcha disebut matchad, sedangkan bila menggunakan teh hijau jenis sencha disebut senchad. Dalam percakapan sehari-hari di Jepang, upacara minum teh cukup disebut sebagai ocha (teh). Istilah ocha no keiko bisa berarti belajar mempraktekkan tata krama penyajian teh atau belajar etiket sebagai tamu dalam upacara minum teh. a. Tata Cara Seni upacara minum teh memerlukan pendalaman selama bertahun-tahun dengan penyempurnaan yang berlangsung seumur hidup. Tamu yang diundang secara formal untuk upacara minum teh juga harus mempelajari tata krama, kebiasaan, basa-basi, etiket meminum teh dan menikmati makanan kecil yang dihidangkan. Teh disiapkan secara khusus oleh orang yang mendalami seni upacara minum teh dan dinikmati sekelompok tamu di ruangan khusus untuk minum teh yang disebut chashitsu. Ruangan ini tidak terlalu besar, bersih, dan pada satu sisi ruang terdapat ceruk (tokonoma) yang dihias dengan lukisan dinding atau kaligrafi yang disebut kakejiku, lalu dilengkapi dengan rangkaian bunga semusim (chabana) dan harum-haruman. Sementara itu di satu sudut ruangan, segala peralatan untuk minum teh juga tertata rapi, mulai dari perapian untuk merebus air (tungku), guci, bubuk teh dan sendoknya, pengocok, dan mangkuk keramik yang sesuai dengan musim dan status tamu yang diundang. Selain itu, tersedia juga kue manis yang akan dibagikan kepada tamu sebelum meminum teh. Karena upacara minum teh bukan hanya untuk menikmati teh, setiap gerakan dan setiap benda dihadirkan untuk diperhatikan dan diapresiasi. Ketika memasuki ruangan upacara pun semua harus dilakukan dengan aturan-aturan yang harus dipenuhi. Tamu harus memberikan hormat dan apresiasi terhadap tuan rumah dan apa yang ada di ruangan acara. Ketika waktu upacara tiba, para undangan harus masuk satu persatu ke dalam ruangan tatami dengan jalan yang diatur, yaitu langkah yang agak diseret dan teratur. Kemudian memberi hormat kepada lukisan dan bunga yang telah dipilih tuan rumah sebagai

penghias ruangan tatami. Maknanya adalah tamu diingatkan untuk selalu memberi hormat pada alam dan menjunjung tinggi seni. Kemudian dengan langkah yang teratur, tamu memberi hormat pula pada tungku dan peralatan untuk membuat teh baru kemudian duduk ala Jepang di atas tatami di tempat yang sudah disiapkan.Setelah tamu pertama duduk di tempatnya, barulah tamu ke dua masuk dan melakukan hal yang sama dan seterusnya sampai tamu habis. Setelah semua tamu masuk, barulah pembuat teh yang juga merupakan tuan rumah, masuk ke dalam ruang tatami, memberi hormat pada semua tamu dengan sedikit membungkukkan badan, tanpa suara. Jika seseorang sudah masuk ke ruang perjamuan minum teh, ia tak boleh mengeluarkan suara sedikit pun. Setelah memberi hormat, maka tuan rumah akan memberikan kue manis dan mulai membersihkan alat-alat untuk membuat teh dengan gaya yang sangat anggun dan perlahan. Setiap gerakan harus terlihat alami, elegan dan penuh penghayatan. Langkah selanjutnya adalah membuat teh untuk tamu pertama, Saat menyajikan teh kepada tamu, tuan rumah memegang mangkuk dengan kedua tangan. Memutarnya dua kali di atas tangan kanan, meletakkannya di atas tatami di hadapan tamu, membungkuk dan mempersilahkan. Tamu membalas membungkuk dengan ucapan penerimaan, mengambilnya dengan dua tangan, memutar mangkuk dua kali di atas tangannya sambil mengamati pola di luar mangkuk, menyeruput teh sedapatnya dengan suara ribut, kemudian memberi komentar tentang mangkuknya. Bentuk mangkuk untuk minum teh juga disesuaikan dengan musim. Mangkuk yang tinggi untuk musim dingin, supaya kehangatan teh bertahan lebih lama. Mangkuk yang ceper untuk musim panas, supaya teh lebih cepat dingin. Dari pola hiasan di luar mangkuk bisa diketahui zaman pembuatannya. Setelah teh diminum dan tamu pertama menyatakan enak (cara menyatakan enak adalah dengan menyedot minuman di tetesan terakhir dengan suara ribut), barulah tuan rumah membuat kembali teh untuk tamu ke dua dan demikian seterusnya hingga tamu habis. Usai minum teh, kue manis baru boleh dimakan. Cara menyajikan dan mengambilnya pun menggunakan aturan yang penuh sopan santun. Saling membungkuk antara penyaji dan

tamu, saling membungkuk untuk minta izin dan mempersilahkan mengambilnya duluan antara tamu satu dan tamu berikutnya. Cara memegang sumpit, mengambil kue, meletakkan di atas kertas, mengelap ujung sumpit, dan mengembalikannya juga menurut aturan tertentu. Tamu kemudian memakan kue manis yang bentuknya sesuai dengan bunga yang kembang pada musim itu. Untuk bulan Juni misalnya, adalah kue berbentuk bunga ajisai. Kue itu terbuat dari tepung ketan ditambah bahan sayuran, ditengahnya kacang merah tumbuk. Warnanya ungu, hijau dan putih. Kue ini dibuat manis untuk mempersiapkan lidah bagi hidangan teh yang pahit. b. Filosofi Upacara minum teh mencerminkan kepribadian dan pengetahuan tuan rumah yang mencakup antara lain tujuan hidup, cara berpikir, agama, apresiasi peralatan upacara minum teh dan cara meletakkan benda seni di dalam ruangan upacara minum teh (chashitsu) dan berbagai pengetahuan seni secara umum yang bergantung pada aliran upacara minum teh yang dianut. Acara minum teh juga harus merupakan sarana pertukaran pengalaman spiritual antara pihak tuan rumah dan pihak yang dijamu. Teh bukan cuma dituang dengan air panas dan diminum, tapi sebagai seni dalam arti luas. Dalam upacara yang dikenal dengan sebutan chanoyu ini, teh dijadikan medium meditasi bagi tuan rumah yang menyajikan teh dengan tamu yang dihidangkan teh. Chanoyu disikapi layaknya upacara sakral yang mesti diikuti dengan konsentrasi dan kesadaran penuh. Sikap duduk tamu pun harus khidmat dengan cara duduk formal (seiza), yaitu duduk bersimpuh di atas tumit kaki yang saling bertindihan. Dalam posisi ini, tamu mesti menegapkan punggungnya dengan meminimalisasi gerakan yang tidak perlu, kecuali memberi hormat, makan dan minum sesuai aturan, serta gerakan lain yang memiliki makna penghormatan kepada tuan rumah dan pembuat teh. Tuan rumah dan tamu duduk berhadapan yang menunjukkan sopan santun orang Jepang terhadap tamu. Tamu duduk bersimpuh berderet dari kanan ke kiri dengan urutan yang terkanan sebagai tamu yang paling dihormati. Konteks gerakan wajib dalam menyajikan teh yang melalui proses bertahap (dengan gerakan sangat lembut, gemulai serupa tarian, namun penuh konsentrasi dan kekuatan)

yang terikat aturan pada chanoyu juga memaksa pelakunya memusatkan perhatian. Begitu fokus dalam hipnotisme aroma harum teh hijau serta tenggelam dalam nuansa ruangan yang didesain sedemikian rupa untuk membahagiakan suasana hati hingga pada tingkatan tertentu. Keadaan ini menuntun peserta upacara untuk mencapai pemisahan tubuh dari jiwa, dan mendapatkan kesejatian ketenangan batin yang terpisah dari hiruk pikuk duniawi. Falsafah Chanoyu adalah wa-ke-sei-jyaku. Wa artinya keselarasan dan harmoni manusia, Kei artinya hormat dan menyayangi, Sei bermakna kebersihan hati manusia yang tenang, dan Jyaku berarti hal yang paling utama dari upacara ini, ketenangan. Kesimpulan Upacara Minum Teh (Chanoyu) adalah cerminan kepribadian bangsa Jepang dalam memperlakukan alam sekitar dan sesama manusia. Hal ini terkandung dalam setiap langkah dan urutan pelaksanaan upacara yang sarat dengan makna dan nilai penghargaan terhadap keindahan alam serta penghormatan terhadap manusia. Selain itu, setiap gerakan diatur sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat menciptakan ketenangan dan keharmonisan hidup yang terefleksi dalam falsafah Chanoyu, yaitu wa-ke-sei-jyaku, yang berarti keselarasan dan harmoni manusia, hormat dan menyayangi, kebersihan hati manusia yang tenang, dan ketenangan.

Anda mungkin juga menyukai