Anda di halaman 1dari 27

PRESENTASI KASUS KOMPARTEMEN SINDROM

PEMBIMBING: Dr. Arsanto T Widodo, SpOT FICS K Spine MHKes

PENYUSUN: Rey Jauwerissa Yuliana Primawati

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH RSUD KOJA FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI JAKARTA, 4 NOVEMBER 2011

I.STATUS PASIEN
1. Identitas
Nama Umur Pekerjaan Jenis kelamin Suku Agama Pendidikan terakhir Status perkawinan Alamat Tanggal Masuk : Ny. S : 27 tahun 5 bulan : Ibu rumah tangga : Perempuan : Betawi : Islam : SMA : menikah : jl. Deli no 19 Jakarta utara : 1 November 2011 pukul 18.00 WIB

2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 1 November 2011, pukul 18.00 WIB. Keluhan Utama Nyeri dan sulit menggerakkan lengan kiri setelah diserempet mobil sejak 2 jam SMRS Keluhan tambahan Nyeri gerak (+) dan bengkak
2

Riwayat Penyakit Sekarang 2 jam SMRS Os mengakui mengalami kecelakaan lalu lintas. Os mengendarai sepeda motor dengan kecepatan sekitar 40 km/jam, saat akan berbelok ke kiri tiba-tiba dari arah belakang datang sebuah mobil yang kemudian menyerepet os dari sebelah kanan dengan kecepatan tinggi. Os terpelanting kearah depan, mendarat dengan tangan kiri menopang badan, kemudian tubuh os menindih tangan kiri. Os memakai helm full face dan jaket kulit. Setelah jatuh, Os tetap sadar dengan posisi tengkurap dan berada disebelah depan dari motor. Os tidak tertipa motor, kepala os tidak terbentur, dan os tidak menabrak apapun saat terjatuh. Os merasakan lengan kirinya bengkak dan nyeri bila ditekan dan digerakkan. Sesaat setelah terjatuh pasien bisa berdiri sendiri. Os segera dilarikan ke UGD RSUD Koja oleh warga sekitar. Lengan Os yang sakit tidak dibidai. Os menyangkal adanya luka. Nyeri yang dirasakan os semakin hebat sejak 10-15 menit setelah kecelakaan, nyeri yang dirasakan os tajam dan dirasakan terus menerus di lengan kiri. Os mengaku tidak dapat menekuk siku kirinya dan tidak dapat menggerak jari-jari tangan kirinya karena kesemutan, os mengeluh lengan kiri dan jarijarinya terasa kebas dan terlihat pucat. Os menyangkal adanya benturan di kepala, penglihatan kabur, pusing dan gerak kaku pada leher, keluar darah dari telinga dan hidung, nyeri dada, sesak, mual, muntah, nyeri perut, nyeri punggung. Os menyangkal adanya gangguan BAB dan BAK. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama seperti ini sebelumnya. Pasien mengaku tidak mempunyai penyakit darah tinggi, kencing manis, penyakit tulang sendi, asma, dan maag. Riwayat trauma dan operasi disangkal oleh pasien. Pasien mengaku tidak memiliki alergi. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit kencing manis, darah tinggi, asma, dan penyakit jantung.
3

Riwayat Pengobatan Pasien mengaku tidak mengkonsumsi obat-obatan saat ini. Riwayat kebiasaan Pasien rutin berolahraga 2x seminggu. Pasien tidak merokok dan tidak meminum alkohol. Pemakaian narkoba disangkal oleh pasien.

3. Pemeriksaan Fisik
A. PRIMARY SURVEY Airway Look: pasien dapat berbicara spontan, tidak terlihat adanya kesulitan bernafas, tidak agitasi, tidak sianosis, tidak ada retraksi. Listen: tidak ada suara nafas tambahan (seperti mendengkur, berkumur ataupun bersiul), tidak ada disfonia, tidak berkata-kata kasar (gaduh gelisah). Feel: trakea berada di tengah. Breathing Look : Pernapasan pasien spontan dan teratur. Tampak pergerakan hemitoraks kiri dan kanan simetris. Tidak ada dispnea. Listen : Suara nafas vesikuler, tidak ada takipnea. Feel : Teraba gerakan kedua hemitorax simetris dengan RR 16x/menit Circulation Look: Pasien sadar, kulit tidak pucat Listen: Feel: teraba nadi 60x/menit, teratur, isi cukup, equal kanan dan kiri. Akral hangat, capillary refill < 2 detik, tekanan darah 120/80 mmHg
4

Disability Look: dapat membuka mata spontan, dapat bergerak mengikuti perintah, pupil isokor, reflek cahaya langsung +/+, reflek cahaya tidak langsung +/+ Listen: dapat berkomunikasi normal Feel: Exposure Look: Tampak pembengkakan dan memar pada lengan kiri bawah Listen: Feel: nyeri tekan (+) pada lengan kiri bawah, suhu tubuh 36,5 C

B. SECONDARY SURVEY Keadaan Umum: Compos mentis, tampak sakit sedang Tanda Vital: Tekanan darah: 120/80 mmHg Nadi: 60 x/menit RR: 16 x/menit Suhu: 36,50C Kepala: Normocephali, jejas (-), luka (-), udema (-), nyeri tekan (-) Wajah: Simetris, jejas (-), luka (-), udema (-), nyeri tekan (-), gangguan saraf (-)

Mata: Ketajaman visus normal 6/6, pupil isokor dengan diameter 3 mm, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, reflek cahaya langsung +/+, reflek cahaya tidak langsung +/ +, tidak terdapat adanya raccoon eye, gerak bola mata normal Telinga: Normotia, keluar darah dari telinga (-), gangguan pendengaran (-), nyeri (-) Hidung: Normosepta, keluar darah (-), gangguan penghidu (-), nyeri (-). Mulut: Jejas (-), luka (-), udema mukosa (-), nyeri (-), gangguan saraf (-). Leher: Jejas (-), luka (-), nyeri gerak (-), deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-), JVP 52 cmH2O Thorax:

Inspeksi: jejas (-), luka (-), udema (-), perubahan bentuk (-) Palpasi: nyeri tekan (-)

Paru: Inspeksi : Gerak pada pernafasan simetris hemitorax kanan dan kiri, tidak ada yang tertinggal Palpasi : Vokal Fremitus dekstra dan sinistra sama, tidak ada krepitasi pada os costae, nyeri tekan (-) Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, nyeri ketuk (-) Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing(-/-)

Jantung: Inspeksi : Tidak terlihat adanya pulsasi ictus cordis Palpasi : ictus cordis pada sela iga Perkusi: Konfigurasi jantung dalam batas normal
6

Auskultasi : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

Inspeksi : Datar, jejas (-), luka (-) Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), Nyeri lepas (-) Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen, nyeri ketuk CVA (-)

Ekstremitas:

Superior : status lokalis Inferior :


o o

Inspeksi: Jejas (-), luka (-), udema (-), Palpasi: nyeri tekan (-), nyeri gerak (-), kesemutan/rasa baal (-), krepitasi (-), pulsasi a. poplitea (+)

C.

Status Lokalis Regio Lengan Kiri


Look: Hematoma (-) Blister (-) Pucat dari 1/3 proksimal sampai ujung jari(+) Luka terbuka (-) Bengkak (+) Deformitas angulasi (+) ke leteral Deformitas shortening (-)
7

Deformitas rotasi eksterna (-)

Feel:

Sensoris C5-T1 berkurang Kulit dingin Capillary refill > 2 detik Pulsasi radialis lemah Nyeri tekan (+)

Move:

Aktif: ROM siku dan jari tidak bisa digerakkan Pasif: terbatas karena nyeri R Tidak dapat dinilai 50 cm Tidak dapat dinilai L Tidak dapat dinilai 48 cm Tidak dapat dinilai

True length Anatomical length Apparent length

LLD : 2 cm

4. Pemeriksaan penunjang
A. Pemeriksaan laboratorium:

HEMATOLOGI Hb Leukosit Hematokrit Trombosit Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit

Hasil 12 8000 40 333.000 0 2 3 60 25

Nilai normal 13-15 g/dL 5000-10.000 /uL 40-48 % 150.000-400.000 /uL 0-1 1-3 2-6 50-70 20-40
8

Monosit Masa pembekuan Masa pendarahan

6 7 4

2-8 5-15 detik 2-6 detik

FUNGSI HATI SGOT SGPT

Hasil 10 10

Nilai normal < 12U/l < 12U/l

FUNGSI GINJAL Hasil Ureum 24 Kreatinin 1

Nilai normal 20-40 mg/dl 0,5-1,5 mg/dl

B. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Ny. S, usia 27 tahun, diambil pada tanggal 1 November 2011


9

Kualitas foto: baik (densitas baik, sentrasi: batas atas sendi siku dan batas bawah sendi carpal kiri)

Foto: AP antebrachii sinistra Deskripsi: Tampak jaringan lunak edema Tampak fraktur komplit 1/3 proksimal tulang ulna kiri, garis fraktur transversal, dengan angulasi . Tampak dislokasi pada sendi antara humerus dan proksimal radius. Kesan: fraktur komplit 1/3 proksimal ulnaris kiri dengan angulasi Dislokasi sendi humerus dan radius.

5. RESUME
2 jam SMRS Os mengakui mengalami kecelakaan lalu lintas. Os mengendarai sepeda motor dengan kecepatan sekitar 40 km/jam, saat akan berbelok ke kiri tiba-tiba dari arah belakang datang sebuah mobil yang kemudian menyerepet os dari sebelah kanan dengan kecepatan tinggi. Os terpelanting kearah depan, mendarat dengan tangan kiri menopang badan, kemudian tubuh os menindih tangan kiri. Os memakai helm full face dan jaket kulit. Setelah jatuh, Os tetap sadar dengan posisi tengkurap dan berada disebelah depan dari motor. Os tidak tertipa motor, kepala os tidak terbentur, dan os tidak menabrak apapun saat terjatuh. Os merasakan lengan kirinya bengkak dan nyeri bila ditekan dan digerakkan. Sesaat setelah terjatuh pasien bisa berdiri sendiri. Os segera dilarikan ke UGD RSUD Koja oleh warga sekitar. Lengan Os yang sakit tidak dibidai. Os menyangkal adanya luka. Nyeri yang dirasakan os semakin hebat sejak 10-15 menit setelah kecelakaan, nyeri yang dirasakan os tajam dan dirasakan terus menerus di lengan kiri. Os mengaku tidak dapat menekuk siku kirinya dan tidak dapat
10

menggerak jari-jari tangan kirinya karena kesemutan, os mengeluh lengan kiri dan jarijarinya terasa kebas dan terlihat pucat. Os menyangkal adanya benturan di kepala, penglihatan kabur, pusing dan gerak kaku pada leher, keluar darah dari telinga dan hidung, nyeri dada, sesak, mual, muntah, nyeri perut, nyeri punggung. Os menyangkal adanya gangguan BAB dan BAK. Pada status lokalis regio lengan kiri didapatkan hematoma (-), bengkak (+), deformitas angulasi (+) ke lateral, deformitas shortening (-), deformitas rotasi interna (-). Pada perabaan didapatkan sensoris c5 T1 kurang, kulit dingin, capillary refill > 2 detik, pulsasi radialis lemah, nyeri tekan (+). ROM lengan kiri terbatas karena nyeri. Pada pemeriksaan radiologis, tampak jaringan lunak edema, fraktur komplit 1/3 proksimal ulnaris kiri dengan angulasi, Dislokasi sendi humerus dan radius.

6. DIAGNOSIS KERJA :

Fraktur komplit 1/3 proksimal ulnaris sinistra dengan angulasi Dislokasi sendi humerus dan radius sinistra. Suspect kompartemen syndrome antebrachii sinistra

7. DIAGNOSIS BANDING : 8. PEMERIKSAAN ANJURAN : o

Pengukuran tekanan kompartemen dengan pressure transduser modules

9. PENATALAKSANAAN :

Medikamentosa: Infuse iv RL 20 tetes permenit


11

Injeksi Ketopain 2 x 1 gr Injeksi Ranitidin 2 x 1 gr Perencanaan operasi fasciotomi dan ORIF

10. PROGNOSIS :

Ad vitam : ad malam Ad fungsionam : dubia ad malam Ad sanationam : dubia ad malam

12

II.TINJAUAN PUSTAKA
Sindrom Kompartemen

A. Definisi

Sindroma kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi penekanan terhadap syaraf, pembuluh darah dan otot didalam kompatement osteofasial yang tertutup. Hal ini mengawali terjadinya peningkatan tekanan interstisial, kurangnya oksigen dari penekanan pembuluh darah, dan diikuti dengan kematian jaringan.(1,2,4) Dapat dibagi menjadi akut, subakut dan kronik (1)
B. Anatomi 13

Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang berisi otot, syaraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fasia serta otot-otot yang masing-masing dibungkus oleh epimisium. Secara anatomi, sebagian besar kompartemen terletak dianggota gerak. Berdasarkan letaknya, kompartemen terdiri dari beberapa macam, antara lain: 1. Anggota gerak atas a. Lengan atas : terdapat kompartemen anterior dan posterior b. Lengan bawah : terdapat tiga kompartemen , yaitu flexor superfisial, fleksor profundus dan ekstensor 2. Anggota gerak bawah a. Tungkai atas; terdapat tiga kompartemen, yaitu : anterior, medial dan posterior b. Tungkai bawah : tedapat empat kompartemen, yaitu : kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial, dan posterior profundus Sindrom kompartemen paling sering terjadi pada daerah tungkai bawah (yaitu kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial dan posterior profundus) serta lengan atas (kompartemen volar dan dorsal). (1,2)
C.

Frekuensi 1. Mortalitas/ Morbiditas Kompartemen sindrom tergantung dari dua hal : - Diagnosis - Waktu antara terjadinya cidera sampai dilakukan penangan Rorabeck dan Macnab melaporkan keberhasilam dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam. (4)

14

2. Jenis Kelamin Hasil penelitian study kasus oleh McQueen, sindrom kompartemen didiagnosa lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan. Hal ini dikarenakan kebanyakan pasien trauma adalah laki-laki. (4)

D.

Etiologi Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang kemudian memicu timbullny sindrom kompartemen, yaitu antara lain: 1. Penurunan volume kompartemen kondisi ini disebabkan oleh: Penutupan defek fascia Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas

2.

Peningkatan tekanan eksternal: Balutan yang terlalu ketat Berbaring di atas lengan Gips

3.

Peningkatan tekanan pada struktur komparteman beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain: Pendarahan atau Trauma vaskuler Peningkatan permeabilitas kapiler Penggunaan otot yang berlebihan Luka bakar
15

Operasi Gigitan ular Obstruksi vena

Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera, dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah.(4,6)

E. Patofisiologi (1,2)

16

Sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia. Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan secara terus menerus menyebabkan tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya tekanan dalam kompartemen. Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. Metsen mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini
17

penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut. Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen sindrom yaitu, antara lain: a. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen b.Theori of critical closing pressure. Hal ini disebabkam oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan tekanan mural arteriol yang tinggi. Tekanan transmural secara signifikan berbeda ( tekanan arterioltekanan jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara patensi aliran darah. Bila tekanan tekanan jaringan meningkat atau tekanan arteriol menurun maka tidak ada lagi perbedaan tekanan. Kondisi seperti ini dinamakan dengan tercapainya critical closing pressure. Akibat selanjutnya adalah arteriol akan menutup c. Tipisnya dinding vena Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi tekanan vena maka ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah mengalir secara kontinyu dari kapiler maka, tekanan vena akan meningkat lagi melebihi tekanan jaringan sehingga drainase vena terbentuk kembali McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis dengan sindrom kompartemen. Patogenesis dari sindroma kompartemen kronik telah digambarkan oleh Reneman. Otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan dan akan menambah peningkatan sementara dalam tekanan intra kompartemen. Kontraksi otot berulang dapat meningkatkan tekanan intamuskular pada batas dimana dapat terjadi iskemia berulang.
18

Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara kontraksi yang terus menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebagaimana terjadinya kenaikan tekanan, aliran arteri selama relaksasi otot semakin menurun, dan pasien akan mengalami kram otot. Kompartemen anterior dan lateral dari tungkai bagian bawah biasanya yang kena F. Manifestasi Klinis(6,9) Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu: 1. Pain (nyeri) nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering. 2. Pallor (pucat) diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah tersebut. 3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi ) 4. 5. Parestesia (rasa kesemutan) Paralysis Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom., Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala khas, antara lain: a. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah berlari atau beraktivitas selama 20 menit.
19

b. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit. c. Terjadi kelemahan atau atrofi otot. G. Penegakan Diagnosa Selain melalui gejala dan tanda yang ditimbulkannya, penegakan diagnosa kompartemen syndrome dilakukan dengan pengukuran tekanan kompartemen. Pengukuran intra kompartemen ini diperlukan pada pasien-pasien yang tidak sadar, pasien yang tidak kooperatif, seperti anak-anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan pasien-pasien dengan multiple trauma seperti trauma kepala, medulla spinalis atau trauma saraf perifer. Tekanan kompartemen normalnya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan iskemia relative ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolik. Tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan diastolik.(5) H. Penanganan Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi Penanganan kompartemen secara umum meliputi: 1. Terapi Medikal/non bedah Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:

20

a. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan pembalut kontriksi dilepas. c. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat perkembangan sindroma kompartemen d. e. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler, dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas

2.Terapi Bedah

21

Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai > 30 mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot. Jika tekanannya < 30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka segera lakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam. Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi ganda.Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal. (8,9)

22

I.

Komplikasi Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera, akan

menimbulkan berbagai komplikasi antara lain: 1. 2. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen Kontraktur volkman merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh terlambatnya penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul deformitas pada tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan bawah 3. 4. 5. 6. Trauma vascular Gagal ginjal akut Sepsis Acute respiratory distress syndrome (ARDS)(6)

23

J. Prognosis Prognosis bisa baik sampai buruk, tergantung : Seberapa cepat penanganan kompartemen sindrom dilaksanakan Bagaimana komplikasi dapat terbentuk.

24

III.KORELASI TINJAUAN PUSTAKA DENGAN KASUS


Pada kasus ny.S, dari hasil anamnesis dan pemeriksaan penunjang, didapatkan diagnosis fraktur pada 1/3 proksimal dari tulang ulna kiri, atau fraktur pada antebrachii. Fraktur pada antebrachii baik fraktur terbuka maupun fraktur tertutup, seringkali menyebabkan sindroma kompartemen pada antebrachii, dikarenakan pada antebrachii terdapat : terdapat tiga kompartemen , yaitu flexor superfisial, fleksor profundus dan ekstensor. Pada kompartemen ini dapat terjadi peningklatan tekanan yang diakibatkan oleh perdarahan atau adannya bengkak pada jaringan sekitar sehingga menekan pembuluh darah, saraf, dan system limfatik sekitar kompartemen, sehingga menemukan gejala 5p, yaitu: -

Pain ( nyeri) Parasthesia ( baal ) Palor ( pucat) Pulselessness ( tidak bernadi ) Paralysis ( lumpuh)

Dapat juga ditambah denga 1 p yaitu poikilotermia, yaitu gagalnya termoregulasi, sehingga ekstremitas terasa dingin. Semua gejala pada sindroma kompartemen tersebut, didapatkan pada pasien ini. Diperlukan pengukuran tekanan intrakompartemen dengan alat pressure transduser modules yang terdapat pada mesin anastesi yang modern. Pada pasien ini tindakan pencegahan berupa fasciotomy diperlukan untuk mencegah kerusakan jaringan yang permanent pada lengan kirinnya

25

IV.Kesimpulan
Sindrom kompartemen (CS) adalah sebuah kondisi yang mengancam anggota tubuh dan jiwa ; yang dapat diamati ketika tekanan perfusi dibawah jaringan yang tertutup, mengalami penurunan. Secara tegas, saat sindrom kompartemen tidak teratasi maka tubuh akan mengalami nekrosis jaringan ; gangguan fungsi yang permanen dan jika semakin berat ; dapat terjadi gagal ginjal dan kematian. Walaupun fraktur pada tulang panjang merupakan penyebab tersering dari kompartemen sindrom, trauma lainnya juga dapat menjadi penyebabnya. Lokasi yang dapat mengalami sindrom kompartemen telah ditemukan di : tangan, lengan bawah, lengan atas, perut, pantat, dan seluruh ekstremitas bawah. Hampir semua cedera dapat menyebabkan sindrom ini, termasuk cedera akibat olahraga berat. Hal yang paling penting dokter didesak untuk selalu waspada ketika berhadapan dengan keluhan nyeri pada ekstremitas.

26

Daftar pustaka
1. Wikipedia, the gree ensyclopedia. Compartment syndrom, available at : http://en.wikipedia.org/wiki/Compartment_syndr... (diunduh bulan oktober 2011) 2. Medline Plus (2008). Compartement syndrome. Available at : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/articl... (diunduh bulan Oktober 2011) 3. Konstantakos EK, Dalstrom DJ, Nelles ME, Laughlin RT, Prayson MJ (December 2007). "Diagnosis and management of extremity compartment syndromes: an orthopaedic perspective". Am Surg 73 (12): 1199209. PMID 18186372. (diunduh bulan Oktober 2011) 4. Richarf P(2009). Compartment syndrome, Extremity . Available at : "emedicine: compartment syndrome". http://www.emedicine.com/EMERG/topic739.htm. (Diunduh bulan Oktober 2011) 5. Undersea and Hyperbaric Medical Society. "Crush Injury, Compartment syndrome, and other Acute Traumatic Ischemias". Available at : http://www.uhms.org/ResourceLibrary/Indication... (Diunduh bulan Oktober 2011) 6. Syamjuhidayat, De Jong (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. Hal 462; 853. 7. Compartemen 2011) 8. Compartement 9. Compartement syndrom,, syndrom, Available at : http://ww:answer.com/topic/compartementsyndrom (Diunduh bulan Oktober 2011) http://emedicinemedscape.com/article/1269081-o... (Diunduh bulan Oktober 2011) syndrome, Available at : http://www.scribd.com/doc/27320465/Compartment... ( Diunduh bulan Oktober

27

Anda mungkin juga menyukai