Anda di halaman 1dari 4

Allelopathy

Salah satu bentuk interaksi antar organisme dalam suatu habitat adalah amensalisme. Amensalisme sendiri dapat didefinisikan sebagai bentuk interaksi antara dua organisme atau lebih dimana salah satu organisme tersebut akan tertekan sedangkan yang lain tetap stabil (sama sekali tidak berpengaruh). Salah satu contohnya adalah interaksi alelokhemis, yaitu berupa senyawa yang merupakan produk metabolisme bersifat racun, di mana dapat mempengaruhi aktivitas beberapa spesies tertentu tetapi spesies yang lain sama sekali tidak terpengaruh atau yang lainnya sedikit terpengaruh. (Odum, 1995) Beberapa ahli biologi berpendapat bahwa alelokemis hanya merupakan mekanisme keagresifan dari kompetisi tetapi tidak terjadi kompetisi. Kompetisi merupakan interaksi yang dalam prosesnya menyatakan sumber-sumber daya disekitarnya dan interaksi alelokemis menyertakan tambahan substrat disekitarnya. (Odum, 1995) Dalam interaksi alelokemis, tumbuhan bersaing secara interaksi biokimia, yaitu salah satu tumbuhan mengeluarkan/mengekskresikan senyawa beracun ke lingkungan sekitarnya dan pada akhirnya dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan dari tumbuhan yang lain yang berbeda di lingkungan tersebut. Gangguan-gangguan tersebut antara lain adalah gangguan perkecambahan biji, kecambah menjadi abnormal, pertumbuhan memanjang akan terhambat, perubahan susunan sel sel akar dan lain sebagainya. (Molles, 1999) Zat kimia yang bersifat racun tersebut dikenal sebagai senyawa allelopathy. Zat ini dapat berupa gas atau cairan dan dapat keluar dari akar, batang, maupun daun tumbuhan penghasilnya. Hambatan pertumbuhan akibat adanya alelopati dalam peristiwa allelopathy (selain yang telah disebutkan di atas) antara lain misalnya hambatan pada saat pembelahan sel, pengambilan mineral (nutrien), respirasi, penutupan stomata, sintesa protein, dan lain sebagainya, dimana secara langsung maupun tidak langsung jelas akan menghambat pertumbuhan tanaman yang sensitive terhadap alelopati tersebut. Allelopathy tersebut keluar dari bagian organ yang berada di atas tanah berupa gas atau eksudat dari akar. Pada umumnya jenis zat yang dikeluarkan adalah dari golongan fenolat terpenoid dan alkaloid.

Beberapa spesies tanaman (biasanya lebih berperan sebagai gulma pada lahan pertanian) yang diketahui dapat mengeluarkan senyawa-senyawa allelopathy antara lain adalah alang-alang (Imperata cylindrica), teki (cyperus rotundus), Salvia leucophyella, Agropyron intermedium, Cyperus esculentus, dan rumput grinting (Cynodon dactylon) serta beberapa spesies dari graminae yang lain. (Stilling, 1999) Istilah allelopathy sendiri pertama kali digunakan oleh H. Molisch pada tahun 1937, yang berartu adanya pengaruh neagtif dari tanaman salah satu spesies pada perkecambahan maupun perkembangan tanaman lain. Namun ada beberapa peniliti lain yang menganggap bahwa allelopathy dapat pula memacu pertumbuhan(yang mungkin setara dengan penggunaan herbisida dengan konsentrasi rendah). Peristiwa allelopathy yang telah dikenal sejak abad kelima SM oleh Demotrikus maupun oleh de Cordole pada tahun 1832 selalu dihubungkan dengan peristiwa kompetisi antara tanaman pokok dengan gulma karena filitaksisitas dalam mulia,atasi dan lain sebagainya. (Stilling, 1999) Terdapat dua jenis allelopati yaitu: 1) allelopati sebenarnya yaitu pelepasan senyawa beracun dari tumbuhan ke lingkungan sekitarnya dalam bentuk senyawa asli yang dihasilkan, 2) allelopati fungsional yaitu pelepasan senyawa-senyawa kimia oleh tumbuhan ke lingkungan sekitarnya yang kemudian bersifat sebagai racun setelah mengalami perubahan yang disebabkan oleh mikroba tanah (Sastroutomo, 1990). Rice (1974) dalam bukunya mengutarakan bahwa peristiwa allelopathy berhubungan dengan penundaan bertahan lamanya biji-biji karena hambatan kimiawi dalam nencegah pembusukan biji oleh mikroba dan memperpanjang masa dormansi biji tersebut. (Ewusie, 1990) Substansi yang aktif bertindak dalm peristiwa allelopathy diistilahkan pula dengan fiskositas dari pelapukan sisa tanaman (Lovett,1979). Bahan kimia yang dihasilkan tanaman dan merugikan tanaman lain secara potensial bersifat autotaksis. Autotaksis sebagai penghambat tumbuhan tersebut penghasil substansi alelekhemis tersebut menunjukan adanya pengaruh intra spesifik dari kompetisi. (Ewusie, 1990) Allelopathy dianggap sebagai mekanisme negative dari tanaman lain, karena allelopathy mengeluarkan senyawa beracun yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan

tanaman lain. Dalam allelokhemis ini terdapat tiga faktor lingkungan yang pokok dan berpengaruh yaitu klimatik, edafik dan biotik. a. Faktor klimatik, terdiri atas cahaya, temperature, angin, dan air serta aspek musiman dari faktor-faktor tersebut. b. Faktor edaphik, faktor-faktor tanah yang turut menentukan distribusi gulma antara lain, kelembaban tanah, pH tanah, aerasi, unsure nutriens dan lain-lain. c. Faktor biotik, tumbuhan dan hewan merupakan faktor biotik yang mempengaruhi pertumbuhan gulma dan membatasi distribusinya. Pada suatu percobaan berupa pemberian senyawa allelopathy dari Imperata cylindrica pada semaian Vigna vulgare menunjukkan bahawa pemberian senyawa allelopathy dapat menghambat pertumbuhan perkecambahan (pada perlakuan daun), dan pada perlakuan akar dan daun terlihat pertumbuhan yang sangat lambat dan semakin terhambat oleh/sering bertambahnya pemberian konsentrasi senyawa allelopathy. (Odum, 1995).

Daftar Pustaka

Ewusie, J Yanney. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. ITB Press: Bandung Molles, Manuel C, Jr. 1999. Ecology, Concept and Application. McGrawHill Company Inc: New York Odum, Eugene P. 1995. Dasar-Dasar Ekologi, Edisi Ketiga. UGM Press: Yogyakarta Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi Gulma. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta Stilling, Peter. 1999. Ecology: Theories and Aplication, Third edition. Pretice-Hall Inc: Upper Saddle River: New Jersey

Anda mungkin juga menyukai