Anda di halaman 1dari 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Histologi, Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Saliva Sekresi kelenjar saliva merupakan bagian terpenting dalam pembentukan cairan rongga mulut yang mengandung sekret dari kelenjar mayor dan minor, bakteri oral, cairan sulkus gingival dan kotoran makanan (Roth and Calmes, 1981; Berkovitz, et al, 2002). Kelenjar saliva mensekresi 1 1,5 L saliva setiap 24 jam yang jumlah dan susunannya sangat menentukan bagi kesehatan rongga mulut, terutama bila ditinjau dari segi patologi sangat berkaitan dengan proses patologis sangat berkaitan dengan proses biologis yang terjadi dalam rongga mulut (Brobeck, 1981; Amerongen, 1991). 2.1.1. Histologi Kelenjar Saliva Struktur kelenjar saliva mirip dengan kelenjar eksokrin (Lavelle, 1988). Tiap kelenjar saliva dibangun dari lobus yang terdiri atas kompartemen berikut: asinus, duktus interkalata dan duktus striata. Asinus glandula submandibular dan sublingual manusia di sekitar sel asinar mukus masih memiliki sel sekresi serus yang disebut sel bulan sabit. Asinus dan sel duktus pada bagian basal dapat dikelilingi oleh sel mioepitel (Amerongen, 1991). Sel asinus pada kelenjar parotis berupa serosa, pada kelenjar sublingual berupa mukosa dan pada kelenjar submandibular berupa seromukosa (Ganong, 1999). 9 Dari berbagai lobus kelenjar, saluran saluran pembuangan berkumpul di dalam muara pembuangan interlobular dan berakhir pada muara pembuangan besar. Muara pembuangan besar pada kelenjar parotis disebut duktus Stensen dan masuk pada mukosa bukal setinggi gigi molar kedua rahang atas. Pada kelenjar submandibular disebut duktus Wharton yang berjalan sepanjang dasar mulut hingga ke frenulum lingualis. Duktus utama pada kelenjar sublingual berhubungan dengan duktus Wharton dan sekresinya tidak dapat dipisahkan (Amerongen, 1991).

Gambar 2.1 Histologi Kelenjar Saliva (Copper, 1998) 10 2.1.2. Anatomi Kelenjar Saliva Kelenjar saliva diklasifikasikan berdasarkan ukuran dan sifat sekresinya (Rensburg, 1995). Berdasarkan ukurannya, kelenjar saliva terdiri dari dua golongan, yaitu kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri atas kelenjar parotis, kelenjar submandibular dan kelenjar sublingual yang masing masing berjumlah sepasang, sedangkan kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar von Ebner yang duktusnya bermuara di sulkus papila valata lidah, kelenjar yang terdapat di bawah mukosa bukal, labial dan palatal rongga mulut (Amerongen, 1991). Diperkirakan kelenjar parotis, submandibular dan sublingual menghasilkan 90% dari total volume saliva (Bradley, 1995). Kelenjar saliva berdasarkan lokasinya terdiri dari: 1. Kelenjar parotis adalah kelenjar terbesar dengan berat 20 30 gram pada dewasa (Brobeck, 1981). Kelenjar parotis terletak pada bagian samping wajah atau pada bagian bawah dan bagian depan telinga. Duktus ekskretorinya yang disebut duktus Stensen berjalan ke depan menyilang pada otot maseter kemudian berbelok tajam melewati otot businator dan bermuara pada vestibulum di daerah molar kedua permanen rahang atas. Kelenjar ini bersifat serosa pada orang dewasa walaupun terkadang terdapat sel asinar mukus pada kelenjar saat masih anak - anak (Rensburg, 1995). 11

Gambar 2.2 Anatomi Kelenjar Parotis (Putz dan Pabst, 2006) 2. Kelenjar submandibular adalah kelenjar dengan berat 8 10 gram, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula dan meluas ke sisi leher melalui bagian tepi bawah mandibula (Brobeck,1981; Amerongen, 1991). Duktus ekskretorinya disebut duktus Wharton yang bermuara pada sebelah lateral frenulum lingualis. Kelenjar ini bersifat campuran dan yang paling dominan bersifat serosa (Rensburg, 1995).

Gambar 2.3 Anatomi Kelenjar Submandibular (Putz dan Pabst, 2006) 3. Kelenjar sublingual adalah sepasang kelenjar dengan berat 2 3 gram, terletak pada otot mylohyoid meluas ke lateral terhadap mandibula dan ke medial terhadap otot geniolosus (Brobeck, 1981; Amerongen, 1991). Kelenjar ini memiliki 10 20 duktus kecil yang menembus membran mukosa dan bermuara pada dasar mulut atau pada saluran kelenjar submandibular. Kelenjar ini bersifat campuran dengan sifat mukus yang paling dominan (Rensburg, 1995).

Gambar 2.4 Anatomi Kelenjar Sublingual (Putz dan Pabst, 2006) 4. Kelenjar asesori terdiri dari: 1) Kelenjar lingualis, ditemukan bilateral dan terdiri dari dua bagian, yaitu kelenjar lingualis anterior yang terletak di permukaan inferior lidah dekat apeks. Kelenjar lingualis posterior bergabung dengan tonsil lidah di sepanjang permukaan lateral lidah. 2) Kelenjar bukalis dan labialis, terletak di mukosa pipi dan mukosa bibir. 3) Kelenjar palatinal terletak di mukosa langit langit lunak, uvula dan bagian posterolateral dari langit langit keras. 4) Kelenjar glossopalatinal, terletak di lipatan glossopalatina (Rensburg, 1995). Kelenjar saliva dipersarafi oleh sistem otonom, baik saraf simpatis maupun saraf parasimpatis, terutama dipersarafi oleh saraf parasimpatis. Sinyal parasimpatis dihantarkan oleh saraf fasial dan saraf glosofaringeal (Amerongen, 1991). Sinyal parasimpatis bersifat sekremotor dan vasodilator (Edgar, 1992). Jalur pernafasan parasimpatis sebagai jalur sekremotor berujung pada kelenjar saliva menuju nukleus salivarius di medula. Nukleus salivarius terdiri dari nukleus salivarius superior dan nukleus salivarius infeior. Nukleus salivarius superior mengatur kelenjar submandibular dan kelenjar sublingual, sedangkan nukleus salivarius inferior mengatur kelenjar parotis dan kelenjar von Ebner (Guyton dan Hall, 1996). Sirkulasi darah ke kelenjar saliva sangat penting dalam proses sekresi saliva. Rangsang parasimpatis pada kelenjar saliva menyebabkan peningkatan aliran darah (Ferguson, 1999). Vaskularisasi kelenjar parotis didapat dari arteri fasialis dan arteri

karotis eksterna. Vaskularisasi kelenjar submandibular didapat dari arteri fasialis dan arteri lingualis, sedangkan untuk kelenjar sublingual, vaskularisasi didapat dari arteri sublingual dan arteri submental. Secara anatomis, distribusi vaskularisasi di duktus lebih kaya daripada vaskularisasi di asinus (Lavelle, 1988). 2.1.3. Fisiologi Kelenjar Saliva Kelenjar saliva mayor yang terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar sublingual dan kelenjar submandibular menghasilkan 95% total volume saliva, sedangkan sebagian kecil dihasilkan oleh kelenjar saliva minor yang terdiri dari kelenjar von Ebner, dan kelenjar yang terletak di bawah mukosa bibir bawah, lidah, palatum, bukal dan faring (Lavelle, 1988; Amerongen, 1991; Ferguson, 1999). Sumbangan berbagai kelenjar saliva kepada produksi total saliva sangat tergantung pada sifat dan tingkat rangsang (Roth and Calmes, 1981; Houwink dkk., 1993). Sifat rangsang dapat merupakan rangsang mekanis misalnya mengunyah makanan; kimiawi yaitu asam, manis, pahit, asin dan pedas; neuronal yaitu sistem saraf otonom baik simpatis maupun parasimpatis; psikis atau stress; protesa; rangsangan karena sakit (Amerongen,1991; Houwink dkk., 1993). Tingkat sekresi saliva dipengaruhi oleh posisi tubuh, sekresi terbanyak ditemuka pada posisi berdiri sekitar 100%, pada posisi duduk sekitar 69%, dan pada posisi berbaring 25%. Pada perokok ditemukan sekresi saliva yang lebih banyak daripada yang tidak merokok, sedangkan di ruangan gelap sekresi kelenjar parotis menurun dibandingkan dengan ruang yang terang (Roth and Calmes, 1981). Tipe kelenjar, makanan, usia, dan jenis kelamin juga termasuk faktor yang mempengaruhi sekresi saliva (Roth and Calmes, 1981). Beberapa obat obatan seperti antikolinergik, analgesik, antipsikotik, antihistamin, antidepresan, antihipertensi, amfetamin, antiparkinson, dan atropin memiliki efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya kecepatan aliran saliva (Edgar, 1996). Jumlah total saliva setiap 24 jam bekisar 500 600 ml atau sekresinya 0,35 0,42 ml. Pada malam hari sekresi saliva hampir terhenti (+ 10 ml/8 jam). Kelenjar parotis pada malam hari sama sekali tidak menghasilkan saliva. Sumbangan relatif kelenjar submandibular pada malam hari adalah 70%, sedangkan kelenjar sublingual dan kelenjar saliva tambahan sekitar 30% (Amerongen, 1991). Berbagai faktor dapat menyebabkan berkurangnya sekresi saliva yaitu efek radiasi, perubahan hormonal pada wanita menopause dan faktor psikologis seperti rasa takut, cemas dan stres, atau penyakit pada kelenjar saliva seperti Sindroma Sjorgen (Roth and Calmes, 1981). 2.1.3.1 Pengaturan Sekresi Saliva Sekresi saliva sebagian besar berada di bawah kontrol sistem saraf, sebagian kecil lain berada di dalam kontrol humoral. Kecepatan aliran sekresi saliva diatur oleh sistem saraf otonom (Bradley, 1995). Kelenjar saliva dipersarafi oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Pengaturan sekresi saliva lebih banyak dilakukan oleh saraf parasimpatis, namun sebagian dilakukan oleh saraf simpatis (Rensburg, 1995). Kelenjar sublingual dan submandibular menerima impuls saraf parasimpatis yang berasal dari nukleus salivarius superior yang berada pada medulla sedangkan

Kelenjar parotis menerima impuls saraf yang berasal dari nukleus salivarius inferior yang berada pada medulla. Kelenjar saliva minor dipersarafi oleh serabut saraf parasimpatis yang berasal dari saraf fasial yang mencapai kelenjar melalui cabang saraf lingual dan palatinal (Roth dan Calmes, 1981). Rangsang saraf parasimpatis yang disertai vasodilatasi pada kelenjar menyebabkan sekresi saliva yang banyak dan encer dengan zat zat organik yang 17 relatif sedikit. Rangsang saraf simpatis menyebabkan vasokonstriksi sehingga sekresi saliva yang sedikit tetapi kaya akan zat organik (Ganong, 1995). Sekresi saliva terjadi akibat respon refleks, baik refleks tidak bersyarat maupun refleks bersyarat. Aliran saliva sebagian besar dikontrol oleh refleks tidak bersyarat dapat meningkatkan dan menurunkan. Yang dapat meningkatkan sekresi saliva misalnya rasa makanan, bau, stimulasi mekanik dari mukosa oral, iritasi mekanik pada gingival, pengunyahan makanan, iritasi pada esofagus, gastritis dan kehamilan. Refleks bersyarat yaitu emosi dan faktor psikis dapat meningkatkan dan menurunkan sekresi saliva pula (Rensburg, 1995).

Gambar 2.5 Pengaturan Sekresi Saliva Melalui Saraf (Guyton dan Hall, 2006) 18 2.1.3.2 Mekanisme Sekresi Saliva Sekresi saliva sebagian besar merupakan proses aktif yang menunjukan bahwa

proses tersebut memerlukan energi. Proses ini dibedakan menjadi dua fase (Lavelle, 1988; Amerongen, 1991): 1. Sintesis dan sekresi cairan asinar oleh sel sekretori. Sifat rangsang yang menstimulasi kelenjar saliva dapat berupa rangsang adrenergik ( dan ) maupun kolinergik, karena sel diinervasi baik simpatis maupun parasimpatis. Rangsang adrenergik menghasilkan saliva yang pekat, kaya protein, kaya kandungan musin dan berbuih. Pada rangsang kolinergik, neurotransmitter asetilkolin menghasilkan sekresi cairan yang kuat dengan kadar protein yang rendah. Akibat rangsangan, melalui eksositosis sel menghasilkan cairan sekresinya kepada lumen. Rangsang tersebut menyebabkan aliran darah ke asinus meningkat sehingga mempermudah pembentukan cairan asinar. Cairan asinar ini disebut juga saliva primer. 2. Perubahan yang terjadi pada duktus striata. Saliva diangkut dari lumen melalui duktus yang melibatkan kontraksi sel mioepitel. Selama pengankutan ke rongga mulut, susunan saliva diubah dari cairan isotonik dengan konsentrasi ion yang hampir sama dengan plasma menjadi hipotonik dengan konsentrasi ion natrium dan klorida yang rendah. Perubahan initerjadi karena di dalam duktus, air dan elektrolit disekresi dan atau diabsorbsi oleh sel epitel, terutama pada duktus striata. 19 Sifat rangsang menentukan kepekatan produk akhir yang bervariasi dari encer sampai pekat. Kepekatan saliva ditentukan oleh sekresi air dan sekresi musin yang diatur oleh saraf kolinergik dan adrenergik. Neurotransmitter asetilkolin dan parasimpatetikomimetika merangsang sekresi air, sedangkan obat seperti atropine sulfat menghambat sekresi air dan menyebabkan keringnya mulut. 2.1.3.3 Komposisi Saliva Komposisi saliva bervariasi tergantung pada waktu siang dan malam hari, sifat dan besar stimulus, keadaan psikis orang yang diteliti, diet, kadar hormon, gerak badan dan obat. Komponen saliva, yang dalam keadaan larut disekresi oleh kelenjar saliva, dapat dibedakan dalam komponen anorganik dan (bio)organik (Amerongen, 1991). Komposisi yang terkandung dalam saliva adalah: 1. Komponen Organik Saliva terdiri dari banyak komponen organik dengan fungsi berbeda, seperti reaksi enzimatis, pelapisan permukaan jaringan, perlindungan terhadap jaringan gigi dan kontrol pertumbuhan jaringan (Bradley, 1995). Komponen saliva yang paling utama adalah protein. Selain itu, terdapat komponen lain seperti asam lemak, lipid, glukosa, asam amino, ureum dan amoniak. Protein yang secara kuantitatif penting adalah amilase, protein kaya prolin, musin dan imunoglobulin (Amerongen, 1991). 20 Komponen organik saliva adalah: 1) Amilase

Amilase merupakan protein saliva konsentrasi tinggi. Amilase adalah enzim pencernaan yang terutama diproduksi oleh kelenjar parotis dan submandibular. Amilase mengubah tepung kanji dari glikogen menjadi kesatuan karbohidrat yang lebih kecil dan akibat pengaruh amilase, polisakarida dapat dicerna dengan mudah (Amerongen, 1991). 2) Immunoglobulin Immunoglobulin terlibat pada sistem penolakan fisik dan agen antibakteri. Immunoglobulin terdiri dari sebagian besar IgA sekretorik (SIgA) dan sebagian kecil IgM dan IgG. Aktivitas antibakteri SIgA yang terdapat dalam mukosa mulut bersifat mukus dan bersifat melekat dengan kuat, sehingga antigen dalam bentuk bakteri dan virus akan melekat erat dalam mukosa mulut yang kemudian dilumpuhkan oleh SIgA. Bakteri mulut yang diselubungi oleh SIgA lebih mudah difagositosis oleh leukosit (Amerongen, 1991; Rensburg, 1995). 3) Protein Kaya Prolin Protein kaya prolin membentuk suatu kelas protein dengan berbagai fungsi penting yaitu mempertahankan konsentrasi kalsium di dalam saliva agar tetap konstan yang menghambat demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi (Amerongen, 1991). 21 4) Mukus Glikoprotein Mukus glikoprotein merupakan lapisan pada rongga mulut yang berfungsi dalam lubrikasi jaringan rongga mulut, pengatur interaksi antara epitel permukaan dengan lingkungan luar dan perangkap bakteri. 5) Lisozim Lisozim mempunyai fungsi proteksi terhadap bakteri yaitu berperan aktif menghancurkan dinding sel bakteri Gram positif dan sangat efektif dalam melisiskan bakteri. Pada saliva, lisozim berasal dari kelenjar parotis, kelenjar submandibular dan kelenjar sublingual (Bradley.1995). 6) Sistem Peroksidase Peroksida berperan sebagai sistem antibakteri yang banyak hadir pada kelenjar parotis, terdiri dari hidrogen peroksida, tiosanat dan laktoproksidase (Rensburg, 1995). Sistem ini menghambat produksi asam dan pertumbuhan bakteri streptokokus dan laktobasilus yang ikut menjaga pH rongga mulut sekaligus mengurangi terjadinya karies akibat asam yang dihasilkan oleh bakteri (Grant, et al., 1988). 7) Laktoferin Laktoferin merupakan hasil produksi sel epitel kelenjar dan leukosit PMN yang mempunyai efek bakterisid yang merupakan salah satu fungsi proteksi terhadap infeksi mikroorganisme ke dalam tubuh manusia (Roth dan Calmes, 1981). Laktoferin juga mengikat ion ion Fe+, yang diperlukan bagi pertumbuhann bakteri (Amerongen, 1991). 22 8) Laktoperoksidase

Laktoperoksidase menkatalisis oksidasi tiosanat menjadi hipotiosianat yang mampu menghambat pertumbuhan dan pertukaran zat bakteri (Amerongen, 1991). 9) Gustin Gustin berfungsi dalam proses kesadaran pegecap (Amerongen, 1991). 2. Komponen Anorganik Komponen anorganik yang terdapat di dalam saliva berupa ion kalsium, magnesium, fluorida, HCO3, kalium, natrium, klorida, NH4. Selain itu terdapat gas seperti karbondioksida, nitrogen dan oksigen (Rensburg, 1995). Dari kation yang terdapat di dalam saliva, natrium dan kalium memiliki konsentrasi tertinggi. Klorida sangat penting untuk aktivitas enzimatik amilase. Kalium dan fosfat yang terkandung dalam saliva sangat penting untuk remineralisasi email. Kadar fluorida di dalam saliva dipengaruhi oleh konsentrasi fluorida di dalam air minum dan makanan. Tiosianat merupakan suatu gen antibakteri yang bekerja sama dengan sistem laktoperoksidase. Bikarbonat adalah ion bufer terpenting dalam saliva. Dalam saliva yang dirangsang, ion ini menghasilkan 85% dari kapasitas bufer dalam sistem fosfat 14%. Konsentrasi bikarbonat pada kelenjar parotis dan kelenjar submandibular meningkat dengan meningkatnya aliran saliva (Amerongen, 1991). 23 2.1.3.4 Fungsi Saliva Saliva memiliki fungsi yang penting untuk membantu efisiensi kerja tubuh dan kesehatan secara umum. Fungsi saliva terdiri dari: 1. Fungsi Digesti Enzim amilase yang terdapat di dalam saliva (Ptyalin) memecah molekul glukosa menjadi molekul yang lebih kecil (Rensburg, 1995). 2. Fungsi Antibakteri Fungsi antibakteri yang terkandung dalam saliva, yaitu: 1) IgA Sekretorik (SIgA) Sekitar 90% terdapat pada saliva yang dihasilkan oleh kelenjar parotis dan 85% dari keseluruhan saliva di dalam rongga mulut adalah SIgA. Aktivitas antibakteri SIgA yang utama adalah mencegah kolonisasi bakteri dengan mengikat antigen spesifik yang adhesif. Selain itu, kolonisasi juga dapat dihindarkan dengan aglutinasi bakteri yang akan dihancurkan saat melewati esofagus atau mempengaruhi enzim spesifik yang penting untuk metabolisme bakteri. Bakteri pada rongga mulut mudah difagosit setelah dilapisi SIgA (Rensburg, 1995). 2) Peroksidase Sistem antibakteri peroksidase terutama didapatkan pada saliva yang dihasilkan dari kelenjar parotis. Sistem antibakteri ini menghambat produksi asam dan pertumbuhan banyak mikroorganisme termasuk di dalamnya laktobasilus, streptokokus dan fungi (Rensburg, 1995). 24 3) Lisozim

Lisozim saliva aktif menghancurkan dinding sel mikroorganisme gram positif namun aktivitas lisozim harus dikombinasikan dengan tiosianat agar efektif dalam melisiskan bakteri (Rensburg, 1995). 3. Lubrikasi Kandungan glikoprotein dalam saliva bertanggungjawab dalam proses pengunyahan, pembentukan bolus makanan, penelanan, bicara dan melindungi permukaan mukosa dari iritasi (Rensburg, 1995). 4. Pengecapan Saliva memiliki komponen gustin yang berperan dalam pertumbuhan dan pergantian sel tunas pengecap (Amerongen, 1991). Makanan tidak dapat dirasakan pada mulut kering tanpa saliva (Rensburg, 1995). 5. Aksi Bufer Saliva berperan menekan perubahan derajat asam (pH) di dalam rongga mulut, baik oleh makanan asam maupun asam yang dikeluarkan oleh mikroorganisme (Amerongen, 1991). Derajat asam dan kapasitas bufer saliva sangat bergantung pada kandungan bikarbonat dan juga kandungan fosfat anorganik dalam saliva. Pada aliran saliva yang tinggi, bikarbonat merupakan buffer yang efektif melawan asam dengan membentuk asam bikarbonat yang lemah yang akan terurai menjadi air dan karbondioksida (Rensburg, 1995). 25 6. Pembersihan Mekanis Adanya aliran saliva dapat mengurangi akumulasi plak, mikroorganisme tidak mempunyai kesempatan untuk berkolonisasi pada gigi karena tidak ada makanan yang menempel, dan pembasahan elemen gigi akan mengurangi keausan oklusal yang disebabkan oleh daya pengunyahan (Amerongen, 1991). Koloni mikroorganisme dan sisa makanan terlepas karena aksi pembersihan dari saliva dan kemudian tertelan (Rensburg, 1995). 7. Pembekuan Darah Waktu pembekuan darah akan berkurang dengan keberadaan protein saliva yang mirip faktor pembekuan VII, IX dan platelet. Pembekuan darah yang terjadi ketika darah bercampur dengan saliva walaupun bekuan darah yang terbentuk kurang padat bila dibandingkan dengan pembekuan darah normal. Telah dilakukan percobaan yang menunjukan bahwa saliva, khususnya saliva yang berasal dari kelenjar submandibular dapat meningkatkan penyembuhan luka dikarenakan adanya factor pertumbuhan epidermal pada saliva (Rensburg, 1995). 8. Keseimbangan Air Pada keadaan dehidrasi, volume saliva menurun untuk menjaga keseimbangan air, yang akan menimbulkan rasa haus. Setelah minum, cairan tubuh akan kembali normal dan keseimbangan cairan terjaga kembali sehingga volume saliva kembali seperti semula (Rensburg, 1995). 26

Tabel 2.1 Fungsi Saliva dan Komponen Saliva yang Mendukung (Puy, 2006) 2.1.3.5 Faktor yang Mempengaruhi Sekresi Saliva Sekresi saliva pada keadaan tanpa rangsang dapat disebabkan oleh faktor berikut: 1. Derajat Hidrasi Pada keadaan dehidrasi, saliva menurun hingga mencapai nol (Rensburg, 1995). Derajat hidrasi atau cairan tubuh merupakan faktor yang paling penting karena apabila cairan tubuh berkurang 8% maka kecepatan aliran saliva berkurang hingga mencapai nol. Sebaliknya kecepatan aliran saliva yang meningkat akan mengakibatkan hiperhidrasi (Edgar and O Mullane, 1996). Fungsi Komponen Lubrikasi Musin, glikoprotein kaya prolin, air Antimikroba Lisozim, laktoferin, laktoperoksida, musin, cistin, histatin, immunoglobulin, glikoprotrin kaya prolin, IgA Menjaga kelembaban mukosa Musin, elektrolit, air Pembersihan Air Kapasitas buffer dan remineralisasi Bikarbonat, fosfat, kalsium, staterin, prolinerich anionic protein, fluoride Pencernaan Amilase, lipase, ribonuclease, protease, air, musin Pengecapan Air, gustin Fonasi Air, musin 27 2.Posisi Tubuh Posisi tubuh dalam keadaan berdiri merupakan posisi dengan kecepatan aliran saliva tertinggi bila dibandingkan dengan posisi duduk dan berbaring. Pada posisi berdiri, kecepatan aliran saliva mencapai 100%, pada posisi duduk 69% dan pada posisi berbaring 25% (Roth dan Calmes, 1981). 3.Paparan Cahaya Dalam keadaan gelap, kecepatan aliran saliva mengalami penurunan sebanyak 30 40% (Edgar and O Mullane, 1996). 4.Irama Siang dan Malam Kecepatan saliva memperlihatkan irama siang dan malam yang dapat mencapai puncaknya pada siang hari dan menurun saat tidur (Edgar and O Mullane, 1996). 5.Irama Sirkanual Pada musim panas, kecepatan aliran saliva mengalami penurunan yang disebabkan oleh dehidrasi tubuh. Pada musim dingin, kecepatan saliva pada kelenjar parotis mengalami peningkatan (Edgar and O Mullane,

1996). 6.Obat Atropin dan obat kolinergik lainnya menurunkan sekresi saliva (Ganong, 1996). 28 7.Usia Kecepatan aliran saliva pada usia lebih tua mengalami penurunan, sedangkan pada anak dan dewasa kecepatan aliran saliva meningkat (Roth dan Calmes, 1981). 8.Efek psikis Efek psikis seperti mendengar bunyi makanan disisapkan, berbicara tentang makanan dan melihat makanan dapat meningkatkan aliran saliva. Sebaliknya berfikir makanan yang tidak disukai dapat menurunkan sekresi saliva (Rensburg, 1995). Menurut Amerongen (1991), terdapat berbagai jenis rangsangan yang dapat mempengaruhi sumbangan kelenjar saliva terhadap volume saliva yang terdiri dari: 1. Rangsang Kimiawi Oleh berbagai rasa asam, manis, asin, pahit dan pedas. 2. Rangsang Mekanis Sekresi saliva meningkat dengan pengunyahan makanan. 3. Rangsang Sakit Rasa sakit pada keadaan inflamasi, gingivitis dan protesa yang salah dapat meningkatkan sekresi saliva. 4. Rangsang Neuronal Melalui sistem saraf otonom baik simpatis maupun parasimpatis. 29 5. Rangsang Psikis Stres dapat menghambat sekresi saliva, tetapi kemarahan dapat bekerja sebagai stimulasi sekresi saliva. PERBEDAAN VOLUME SALIVA SEBELUM DAN SESUDAH MEMINUM YOGURT PROBIOTIK YANG MENGANDUNG Bifidobacterium animalis PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN SKRIPSI RAHAJENG WULAN ASTITI 160110060128 2010

2.1.3 Sekresi Saliva Kelenjar parotid menghasilkan saliva yang serus sedangkan kelenjar submandibularis dan kelenjar sublingualis menghasilkan saliva yang bercampur yaitu mukus dan serus .2,3 Pada kondisi istirahat rata-rata aliran saliva berkisar 0,3 ml/menit, nilai dibawah 0,1 ml/menit disebut hiposalivasi sedangkan nilai diantara 0,1-0,25 ml/menit rendah, dan meningkat

hingga sekitar 2,5-5 ml/menit bila ada stimulasi. Nilai normal untuk laju aliran saliva yang ditimulasi adalah 1,0-3,0 ml/menit. Nilai dibawah 0,7 ml/menit disebut hiposalivasi dan nilai 0,7-1,0 ml/menit dikatakan rendah.1,15 Kelenjar saliva terdiri dari dua kelenjar sekresi utama yaitu sel serus dan sel mukus. Sel serus dan mukus berbeda dalam struktur yang dapat dilihat secara histologi dengan menggunakan mikroskop elektron, dan tipe dari komponen makromolekular yang dihasilkan dan disekresikan. Umumnya sel serus menghasilkan protein dan glikoprotein, sejumlah enzim, anti mikoba, ikatan kalsium, dan lainnya. Produk utama dari sel mukus adalah mucin. Walaupun mucin juga merupakan glikoprotein tetapi berbeda dari glikoprotein sel serus dalam struktur proteinnya. Mucin menyebabkan saliva kental sehingga viskositasnya lebih tinggi.3 Molekular tinggi mucin (MG1) dan molekular rendah mucin (MG2) telah diisolasi dari karakteristik biokimia merupakan glikpoprotein. MG1 dan MG2 adalah mucin yang dominan di dalam saliva, memberikan perlindungan sebagai pelumas dan anti mikroba jaringan mulut. MG1 terdapat pada acini mukus kelenjar submandibular, sublingual, labial dan palatinal. Tempat sintesis MG2 kontroversial di Universitas Sumatera Utara dalam acini mukus kelenjar submandibular dan labial, dan acini serus di kelenjar submandibular, sublingual, labial, dan palatinal.1

2.2 Viskositas Saliva Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan, kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Viskositas sangat dipengaruhi oleh suhu, viskositas akan turun dengan naiknya suhu, konsentrasi dari suatu larutan juga mempengaruhi viskositas, semakin tinggi konsentrasi larutan maka viskositas semakin tinggi. Viskositas adalah suatu cara untuk menyatakan berapa daya tahan dari aliran yang diberikan oleh suatu Universitas Sumatera Utara

cairan. Kebanyakan viskometer mengukur suatu kecepatan dari suatu cairan mengalir melalui pipa gelas (gelas kapiler), bila cairan itu mengalir cepat, maka berarti viskositas dari cairan itu rendah (misalnya air). Dan cairan itu mengalir lambat, maka cairan itu memiliki viskositas tinggi (misalnya madu). Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju aliran cairan yang melalui tabung berbentuk silinder 16 Aksi saliva sebagai pelumas sangat penting untuk kesehatan rongga mulut, yang memfasilitasi pergerakan lidah dan bibir selama proses menelan dan makan, dan juga penting untuk memperjelas bicara. Peran saliva sebagai pelumas yang melapisi mukosa dan membantu melindungi jaringan mulut terhadap gesekan mekanis, panas dan iritasi kimia.1,15 Effikasi saliva sebagai pelumas tergantung pada viskositas dan bagaimana perubahanperubahan dengan laju geser.1 Nilai viskositas normal saliva manusia adalah 2,75-15,51 centipoise.4 Ada sekelompok besar bahan (seperti polimer, emulsi, dan suspensi) dan biomaterial, seperti saliva yang tidak dapat dijelaskan dengan sederhana viskositasnya. Viskositas saliva tergantung pada laju geser dan waktu alir, sehingga saliva dapat digolongkan sebagai fluida non-Newtonian. Cairan non-Newton adalah salah satu di mana viskositas adalah fungsi beberapa variabel mekanis seperti tegangan geser atau waktu alir. Cairan non-Newton merupakan cairan yang berubah seiring waktu.1 Sifat-sifat saliva manusia disebabkan oleh glikoprotein saliva, terutama mucin dengan berat molekul yang tinggi (MG1) yang disekresikan oleh kelenjar sublingual, submandibular, dan palatal. Perbedaan viskositas antara kelenjar sublingual dan submandibular tidak disebabkan oleh perbedaan konsentrasi mucin Universitas Sumatera Utara

yang dihasilkan oleh masing-masing kelenjar melainkan jenis mucin yang dihasilkan. Mucin memiliki peran multifungsi didalam mulut yaitu sebagai pelumas permukaan, perlindungan jaringan keras dan lunak serta lingkungan eksternal, membantu dalam pengunyahan, bicara dan menelan. 1 Pentingnya viskositas saliva pada umumnya telah menjadi subyek dari banyak penelitian dalam odontologi. Penurunan viskositas saliva berhubungan dengan penurunan karies gigi, walaupun sulit untuk memeriksa laju aliran dan viskositas secara independen satu dari yang lain.1 Hal ini sering diasumsikan bahwa viskositas saliva terkait langsung dengan faktorfaktor seperti berat padatan kering, protein atau kandungan mucin, glikoprotein, dan komposisi protein yang kaya prolin.17 Viskositas memberikan kontribusi yang penting bagi sifat rheogical saliva. Rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang aliran zat cair dan deformasi zat padat. Rheologi erat kaitannya dengan viskositas. Viskositas merupakan suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, semakin tinggi viskositas, semakin besar tahanannya untuk mengalir. Saliva mengandung berbagai jumlah makromolekul yang mempengaruhi sifat rheological. Pengukuran rheological telah dilakukan pada saliva, untuk menentukan viskositas dengan penggunaan viskometer kapiler sederhana. Saliva memiliki sifat rheological spesifik sebagai hasil dari karakteristik kimia, fisik dan biologis, karakteristik ini penting untuk menjaga kondisi seimbang di dalam rongga mulut. Viskositas saliva juga berperan bagi retensi gigi tiruan.1,17 Universitas Sumatera Utara Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak dari orang tua telah mengalami berkurangnya sekresi saliva (xerostomia), baik karena pengaruh obat-obatan atau sebagai akibat usia yang berkaitan dengan perubahan fisiologis. Perubahan seperti itu juga bisa mengubah sifat viskositas saliva pada orang tua, karena berkurangnya kemampuan saliva sebagai pelumas merupakan karakteristik xerostomia..17 (USU)

Anda mungkin juga menyukai