Anda di halaman 1dari 28

BAB 2 KONSEPSI RUANG PUBLIK JRGEN HABERMAS

Jrgen Habermas mengemukakan pemikiran-pemikirannya dalam berbagai tulisan, salah satunya yang muncul di masa awal berjudul The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of Bourgeois Society. Ia menggeluti wilayah ilmiah yang amat luas dan mempratikkan filsafat dan sosiologi tanpa membedakannya secara tajam antara keduanya karena itu penulis menganggap perlu menyinggung juga pemikirannya selain konsepsinya mengenai ruang publik tersebut. Jrgen Habermas adalah salah satu anggota Mazhab Frankfurt, kumpulan sarjana dari berbagai bidang sosial yang bekerja pada Institut fur Sozialforschung (Lembaga untuk Penelitian Sosial) di Frankfurt am Main. Lembaga ini didirikan oleh Felix Weil pada tahun 1923 dengan tujuan menjadikannya sebagai pusat penelitian sosial yang independen dan mempunyai dasar finansial sendiri guna menyelidiki persoalan-persoalan sosial pada waktu itu. Dalam perjalanan sejarahnya, lembaga penelitian tersebut pernah ditutup, atas perintah pemerintah nasionalis-sosialis saat Hitler berkuasa, karena banyak mengeritik pemerintah dan barangkali juga karena kebanyakan anggotanya adalah keturunan Yahudi. Kemudian kegiatan lembaga penelitian itu dipindahkan ke Paris dan selanjutnya ke Amerika Serikat sebelum kembali lagi ke Frankfurt Jerman. Ketika lembaga tersebut kembali lagi ke Jerman dan beroperasi di negara tersebut, Jrgen Habermas mulai bergabung di dalamnya. Sejumlah tema penting yang dikemukakan Jrgen Habermas antara lain a. Pemikirannya mengenai pengetahuan dan kepentingan.12 Menurut Habermas ada tiga macam ilmu yang didorong seakan-akan oleh tiga kepentingan dasar manusia: ilmu-ilmu empiris analitis didorong oleh kepentingan teknis, kepentingan untuk memanfaatkan apa yang diketahui; ilmuilmu historis-hermeneutis diarahkan oleh kepentingan praktis, kepentingan
12

untuk

memahami

makna;

ilmu-ilmu

kritis

(filsafat,

Lihat lebih lanjut Jrgen Habermas, Knowledge and Human Interest, translated by Jeremy J. Shapiro. Boston: Beacon Press, 1971

13 xxi
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

psikoanalisa) didorong oleh kepentingan emansipatoris, kepentingan untuk membebaskan. Habermas menyebut rasionalitas tujuan sebagai hal yang dominan dalam modernitas dan mengangkat rasionalitas komunikatif sebagai salah satu cara untuk mengatasi dampak buruk dari modernitas tersebut. b. Habermas melakukan perubahan fokus perhatian dari perhatian pada pikiran ke perhatian pada bahasa yang lazim disebut the linguistic turn .13 Ia mencoba menghubungkan rasionalitas dan bahasa dengan mengatakan bahwa rasionalitas sudah tertanam dalam struktur bahasa itu sendiri. Begitu seseorang masuk dalam suatu pembicaraan, orang tersebut, dengan sendirinya mengajukan empat tuntutan: tuntutan kejelasan yakni ia dapat mengungkapkan dengan tepat apa yang ia maksud; tuntutan kebenaran (truth claim), kejujuran pembicara (claim to veracity) dan ketepatan atau kepantasannya (claim to rightness). Ia juga menyinggung mengenai bagaimana seseorang memperoleh kompetensi komunikatif, Habermas menjelaskannya sebagai berikut. Orang belajar berkomunikasi secara rasional dengan terus menerus mengambil sikap verbal terhadap empat wilayah pengalaman hidupnya: tentang alam luar, ia belajar mengatakan apa yang sesuai dengannya, artinya yang benar; terhadap masyarakat ia belajar mengatakan apa yang seharusnya dan wajar. Alam batinnya sendiri diungkapkan dengan jujur dan itu semua dilakukannya melalui sarana bahasa yang harus jelas. Tentang bagaimana rasionalitas berkembang, Habermas berpendapat bahwa proses perkembangan sebuah masyarakat terjadi melalui proses-proses belajar dalam dua dimensi, dalam dimensi kognitif-teknis dan moral-komunikatif. Suatu tambahan pengetahuan kognitif dan teknis hanya bisa menghasilkan perkembangan dalam hubungan antara manusia dan dalam kerangka institusional masyarakat sesudah terjadi proses dalam dimensi moral-komunikatif.

Emilia Steuerman, Habermass Linguistic Turn dalam The Bounds of Reason (London: Routledge, 2000) hal 22-36

13

xxii
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

c. Pemikirannya tentang teori tindakan komunikatif.14 Hal ini akan mudah dipahami melalui pemahaman kita tentang dunia kehidupan dan sistem. Dunia kehidupan adalah cakrawala kepercayaan-kepercayaan, latar belakang intersubyektif, di dalamnya setiap proses komunikasi selalu sudah tertanam. Setiap orang berkomunikasi dan bertindak dalam sebuah dunia kehidupan, artinya ia hidup dalam sebuah alam bermakna yang dimiliki bersama dengan komunitasnya, yang terdiri atas pandangan dunia, keyakinan-keyakinan moral dan nilai-nilai bersama. Segenap komunikasi mengacu pada dunia kehidupan itu. Rasionalitas dunia kehidupan adalah rasionalitas komunikatif. Setiap orang menjadi dewasa dengan semakin terintegrasi ke dalam dunia kehidupan masyarakatnya. Di sisi lain masyarakat juga merupakan sistem. Sistem adalah segala macam institusi dan peraturan yang menata kehidupan masyarakat. Tujuan sistemisasi adalah untuk meringankan beban komunikasi. Agar masyarakat menerima sistem yang semakin kompleks, dunia kehidupannya harus menjadi semakin rasional. Rasionalisasi dunia kehidupan berarti bahwa semakin banyak bidang tidak lagi dihayati dan ditata menurut adat, tradisi atau otoritas tradisional melainkan menurut kriteria yang dapat

dipertanggungjawabkan dalam diskursus. Uraian di atas merupakan sekilas pemikirannya disamping konsepsinya mengenai ruang publik. Konsepsi ruang publik merupakan pokok perhatian di dalam tesis ini yang dipakai sebagai pijakan perspektif dalam melihat kinerja perpustakaan umum.

2.1 Konsepsi Ruang Publik Borjuis Pemikiran Habermas mengenai ruang publik tertuang dalam karyanya yang berjudul The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of Bourgeois Society (1989), yang merupakan karya terjemahan dari yang terbit dalam bahasa Jerman tahun 1962. Secara ringkas dapat dikatakan ada dua tema pokok yang dikemukakan Habermas dalam buku tersebut yakni pertama, analisisnya mengenai asal mula ruang publik borjuis; kedua, perubahan
Tentang tema ini bisa didalami lebih lanjut dalam Jrgen Habermas, The Theory of Communicative ActionBoston : Beacon Press, 1989 vol 1 & vol 2.
14

xxiii
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

struktural ruang publik di zaman modern yang ditandai oleh bangkitnya kapitalisme, industri kebudayaan, dan makin kuatnya posisi organisasi-organisasi yang bergerak dalam ekonomi serta kelompok bisnis besar dalam kehidupan publik. Pada analisis yang ke dua tersebut organisasi ekonomi besar dan institusi pemerintah mengambil alih ruang publik, sementara warga negara cukup senang menjadi konsumen barang, jasa, administrasi politik dan tontonan publik15 Asal usul istilah publik dan ruang publik berakar dari berbagai fase historis sebelumnya. Istilah tersebut ketika diaplikasikan secara sinkronis ke dalam kondisi-kondisi masyarakat borjuis yang maju di bidang industrinya dan yang didirikan sebagai sebuah negara kesejahteraan sosial, maknanya lebur menjadi suatu paduan yang tidak jelas. Publik dipahami sebagai yang terbuka bagi semua pihak sebagaimana dalam istilah public places (tempat-tempat umum), public houses (kedai-kedai minum). Namun, bangunan publik tidak bisa diartikan sebagai bangunan di mana siapa saja bisa memasukinya. Negara dapat juga disebut public authority karena mengemban tugas memajukan kesejahteraan umum bagi para warganya. Ruang publik muncul sebagai suatu wilayah yang spesifik - wilayah publik yang dihadirkan untuk beroposisi dengan wilayah privat. Istilah publik terkadang juga dimunculkan sebagai salah satu sektor dari opini publik yang sengaja dibentuk untuk melawan otoritas. Selanjutnya, opini publik juga sering disebut organ-organ publik karena opini publik bergantung pada organ negara atau media, seperti pers yang menyediakan wadah komunikasi di antara anggota-anggota publik itu sendiri. Dalam bahasa Jerman proses pembentukan kata benda offentlichkeit adalah berasal dari kata sifat yang lebih tua, offentlich berlangsung selama abad ke 18 yang maknanya analog dengan publicity. Ruang publik lahir sebagai bagian spesifik dari masyarakat sipil yang pada waktu itu mengukuhkan diri sebagai tempat terjadinya pertukaran komoditas dan kerja sosial yang diatur oleh kaidah-kaidahnya sendiri. Dalam pelacakan lebih jauh untuk mengetahui mana yang publik dan mana yang bukan publik, Habermas melihat ke zaman sebelumnya yakni zaman Yunani. Kategori-kategori dari akar15 Lihat Jrgen Habermas, The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of Bourgeois Society, bdk. Douglas Kellner, Habermas, The Public Sphere, and Democracy: a Critical Intervention, Hal 3

xxiv
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

akar kata di dalam bahasa Yunani sampai kepada kita melalui warisan orang Romawi kuno. Di dalam negarakota Yunani kuno yang sudah maju, sphere (ruang) dalam pengertian koine (polis yang terbuka) bagi setiap warga negara yang merdeka, jauh berbeda dari ruang dalam pengertian oikos, karena di dalam oikos setiap individu berada di dunianya sendiri-sendiri (idia). Kehidupan publik, berlangsung di tempat-tempat semacam pasar. Tetapi ruang publik juga terdapat dalam kegiatan diskusi, sidang pengadilan dan tindakan bersama entah dalam perang maupun kompetisi pertandingan.16 Sejak awal dan di seluruh abad pertengahan, kategori-kategori mengenai yang-publik dan yang-privat dan ruang publik yang dipahami sebagai res publica berasal dari definisi hukum Roma kuno. Kategori-kategori tersebut berfungsi sebagai interpretasi diri sekaligus institusionalisasi legal atas ruang publik yang dalam pengertian spesifik bersifat borjuis. Meskipun begitu, hampir selama satu abad kemudian fondasi-fondasi sosial bagi ruang ini nyaris terjebak di dalam proses pembusukan. Kecenderungan-kecenderungan yang mengarah kepada ambruknya ruang publik sedemikian pastinya, sehingga ketika jangkauannya semakin meluas maka fungsinya menjadi semakin tidak lagi jelas. Walaupun begitu, publisitas masih terus bertahan sebagai prinsip pengorganisasian bagi tatanan politik Jerman. Tampaknya bukan hanya pembongkaran terhadap ideologi liberal semata yang akan sanggup dilakukan oleh demokrasi sosial dengan baik. Karena apabila orang sampai berhasil mencapai sebuah pemahaman historis mengenai struktur-struktur dari kompleksitas ini yang dewasa ini secara serampangan disisipkan ke bawah topik ruang publik, maka ia boleh berharap untuk dapat memperoleh darinya bukan hanya sebuah pengklarifikasian sosiologis tentang konsep ini saja, namun juga sebuah pemahaman sistematis mengenai masyarakat Jerman berdasarkan perspektif salah satu kategorinya yang utama. Sebelum munculnya ruang publik borjuis, telah ada suatu bentuk ruang publik yang terjadi di negaranegara feodal dari abad pertengahan dan Eropa modern awal. Ruang publik yang dimaksud adalah raja maupun keluarga

bangsawan yang memainkan peran kekuasaan politik mereka di hadapan rakyat.


16

Jrgen Habermas, ibid. bdk. Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat (terjemahan), Plato dan Negara Utopia Hal 146-161

xxv
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

Para raja maupun keluarga bangsawan tersebut tidak lebih dari menunjukkan kekuasaan mereka; tidak ada diskusi politik, maka publik yang dimaksudkan bukanlah publik dalam pengertian modern. Agar kekuasaan politik ada diperlukan penonton. Penelitian Habermas mulai dengan usaha menentukan batas-batas yang oleh Habermas disebut ruang publik borjuis. Ruang publik borjuis dipahami sebagai ruang orang-orang privat yang berkumpul sebagai publik. ( the sphere of private people come together as a public; .17) Ruang publik terjadi karena orang-orang privat berkumpul sebagai sebuah publik dan mengartikulasikan kebutuhan masyarakat kepada negara ( made up of private people gathered together as a public and articulating the needs of society with the state ".18) Habermas menelusuri sejarah pembagian antara yang publik dan yang privat dalam bahasa dan filsafat. Sejarah munculnya ruang publik menandai bangkitnya suatu masa dalam sejarah ketika individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat dapat membentuk opini publik, memberikan tanggapan langsung terhadap apapun yang menyangkut kepentingan mereka sambil berusaha mempengaruhi praktik-praktik politik. Ruang publik melawan bentuk-bentuk hirarkis dan tradisional dari otoritas feodal yang selama berabad-abad menguasai praktik politik di Eropa. Diskusidiskusi publik, menurut Habermas, muncul dari suatu tahap tertentu perkembangan masyarakat borjuis. Lahirnya ekonomi pasar telah memperluas dunia-kehidupan banyak orang melebihi batas-batas wilayah domestik. Mereka adalah para pedagang dan pengusaha yang terus bertambah jumlahnya dan meluas pengaruhnya, sementara lembaga-lembaga politik mapan saat itu tidak memungkinkan partisipasi kalangan swasta seperti mereka. Di ruang publik, mereka mendiskusikan dan menantang pemahaman mengenai hakikat kekuasaan yang berlaku hingga saat itu Ruang publik borjuis yang muncul di awal abad ke-18 menurut Habermas berfungsi sebagai mediasi antara urusan privat individu di dalam kehidupan keluarga, ekonomi, dan kehidupan sosial dilawankan dengan tuntutan dan urusan
17 Jrgen Habermas, The Structural Transformation of the Public Sphere : an Inquiry into a Category of Bourgeois Society, Cambridge : MIT Press, 1991. p. 27 18 Ibid. p. 176

xxvi
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

kehidupan sosial dan publik. Ini juga mencakup mediasi kontradiksi antara kepentingan borjuis di satu pihak dan kepentingan warga negara lainnya di lain pihak. Tujuannya adalah mengatasi kepentingan dan opini privat guna

menemukan kepentingan bersama dan mencapai konsensus sosial. Ruang publik terdiri atas organ informasi dan debat politik seperti surat kabar, jurnal, dan institusi-institusi diskusi politik seperti parlemen, klub politik, salon-salon kesusastraan, pertemuan-pertemuan umum, rumah minum dan kedai kopi, ruang-ruang pertemuan, dan ruang publik lainnya di mana terjadi diskusi sosialpolitik. Di tempat-tempat tersebut, kebebasan berbicara, berkumpul, dan berpartisipasi dalam debat politik dijunjung tinggi. Kepublikan yang terjadi dalam ruang publik dengan sendirinya mengandung daya kritis terhadap proses-proses pengambilan keputusan yang tidak bersifat publik. Untuk pertama kali dalam sejarah, individu-individu dan kelompok dapat membentuk opini publik, mengekspresikan secara langsung kebutuhan dan kepentingan mereka sementara itu juga mempengaruhi praktik politik. Ruang publik borjuis menjadikan mungkin untuk membentuk ranah opini publik yang beroposisi dengan kekuasaan negara dan kepentingan pihak penguasa yang kemudian nantinya membentuk masyarakat borjuis. Ruang publik memupuk oposisi terhadap bentuk-bentuk hierarkis dan tradisional dari otoritas feodal yang selama berabad-abad menguasai praktik politik di Eropa. Diskusi-diskusi publik muncul dari suatu tahap tertentu perkembangan masyarakat borjuis. Lahirnya ekonomi pasar telah memperluas ruang hidup banyak orang melebihi batas-batas wilayah domestik. Mereka adalah para pedagang dan pengusaha yang terus bertambah jumlahnya dan meluas pengaruhnya, sementara lembaga-lembaga politik mapan saat itu tidak memungkinkan partisipasi kalangan swasta seperti mereka. Di ruang publik, mereka mendiskusikan dan menantang pemahaman mengenai hakikat kekuasaan yang berlaku hingga saat itu. Para pedagang dan pengusaha, kalangan terpandang karena harta dan pengetahuan mereka, merupakan pihak-pihak yang aktif bersuara di ruang publik, meskipun mereka bukan keturunan bangsawan. Mereka inilah yang disebut publik dan dengan klaim pengetahuan mengenai kepentingan umum, mereka

xxvii
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

berusaha mengubah masyarakat menjadi suatu ruang otonomi privat yang bebas dari campur tangan politik dan merombak negara menjadi otoritas yang terbatas pada beberapa fungsi saja serta diawasi oleh publik. Di sinilah terletak rasionalitas perjuangan menegakkan ruang publik. Di antara dua ruang tersebut, yaitu ruang otonomi privat di satu pihak dan ruang politik negara di lain pihak, ruang publik berfungsi sebagai penerus kepentingan masyarakat borjuis kepada negara. Idealnya, ruang publik mengubah otoritas politis negara menjadi otoritas rasional dalam ruang publik. Rasionalitas borjuis demikian ini diukur oleh sejauh mana kepentingan umum terwakili, dan ruang publik berfungsi untuk menjamin tercapainya rasionalitas tersebut.

2.2 Perubahan Struktural Ruang Publik Ruang publik, yang ideal itu, kemudian mengalami depolitisasi. Seiring dengan perkembangan kapitalisme, organ-organ publik yang semula menjadi tempat diskusi publik, lama kelamaan mulai berubah fungsi. Pers tidak lagi menyuarakan opini publik dan perjuangan politik, melainkan menjadi ruang iklan. Komersialisasi, munculnya perusahaan besar, intervensi negara, dan pengaruh sains serta rasio instrumental dalam kehidupan sosial memperparah proses depolitisasi ini. Ini merupakan perubahan struktural yang dimaksudkan Habermas. Ruang publik berubah dari ruang diskusi rasional, debat, dan konsensus menjadi wilayah konsumsi massa dan dijajah oleh korporasi-korporasi serta kaum elite dominan. Analisis Habermas ini melanjutkan tradisi sekolah Frankfurt yang melihat transisi dari kapitalisme pasar dan demokrasi liberal pada abad ke-19 menuju tahap kapitalisme negara dan monopoli yang tampil dalam rupa fasisme Eropa dan liberalisme welfare state di Amerika Serikat 1930-an. Bagi Sekolah Frankfurt, masa-masa itu menandai babak baru dalam sejarah yang ditandai oleh percampuran antara otoritas politik dan ekonomi, industri budaya yang manipulatif, dan masyarakat terpimpin yang makin tidak demokratis dan bebas. Dalam istilah Habermas, proses ini disebut refeodalisasi ruang publik. Refeodalisasi ruang publik menghasilkan opini publik yang tidak lagi terbentuk lewat perdebatan dan konsensus, melainkan opini publik yang dibentuk oleh kelompok elite media, politik, dan ekonomi. Di tangan mereka, opini publik

xxviii
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

kehilangan karakter publiknya. Menurut Habermas, opini publik yang semula merupakan ekspresi keprihatinan untuk mencari kepentingan umum, sejak akhir abad ke-19 telah menjadi ekspresi kepentingan pribadi para elite tersebut. Pentas politik yang semula dimaksudkan untuk memperoleh konsensus rasional telah menjadi ajang perebutan kekuasaan di antara berbagai kelompok kepentingan. Perubahan mendasar dalam ruang publik borjuis tidak menyurutkan Habermas untuk menghidupkan kembali ruang publik yaitu dengan cara memulai proses komunikasi publik yang kritis melalui organisasi-organisasi yang menjalankan fungsi komunikasi publik itu. Menghidupkan kembali ruang publik berarti membangkitkan kembali kepublikan atau sifat publik yang kritis dalam organisasi-organisasi yang beroperasi di ruang publik. Dampak positif dari ruang publik, di luar kecenderungan refeodalisasi, bisa disebut antara lain perluasan hak-hak asasi dalam sistem pengamanan sosial yang dijalankan negara, tuntutan akan keterbukaan informasi bagi publik kepada lembaga-lembaga negara, dan semua organisasi yang berurusan dengan negara. Setidak-tidaknya, di tengah suasana komersialisasi dan intervensi negara, beberapa aspek ruang publik masih dapat ditegakkan. Menggagas ruang publik borjuis sebagai tempat berlangsungnya diskusi dan konsensus rasional seperti yang digagas Jrgen Habermas, di mana masalahmasalah yang bersifat publik dibicarakan disebut idealisasi ruang publik borjuis. Gagasan ini tidak luput dari kritik karena agak diragukan bahwa politik pada masa itu digerakkan oleh norma rasionalitas dan opini publik yang dibentuk melalui debat rasional dan konsensus seperti digambarkan oleh Habermas. Politik modern selalu tunduk pada rangkaian permainan kepentingan dan perebutan kekuasaan, sekaligus juga diskusi dan debat. Mungkin ada saja satu dua kelompok

masyarakat yang berhasil mencapai tahap itu, namun memuja-muja dan membuat generalisasi dari pengecualian itu tampaknya terlalu berlebihan.19 Gagasan Habermas mengenai ruang publik harus ditempatkan dalam kerangka besar teori kritis yang merupakan penentu identitas Sekolah Frankfurt. Pada periode 1930-an, Sekolah Frankfurt menerapkan metode kritik imanen; suatu cara melancarkan kritik terhadap masyarakat totaliter dan fasis di Eropa
Douglas Kellner, Habermas, the Public Sphere, and Democracy: a Critical Intervention dalam http: //www.gseis.ucla.edu/faculty/kellner/papers/habermas.htm diakses 10 Nov 2008
19

xxix
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

menggunakan perspektif ide-ide pencerahan seperti demokrasi, hak asasi manusia, kebebasan individu dan sosial, serta rasionalitas. Kualitas-kualitas yang imanen pada masyarakat borjuis dipakai untuk mengkritik penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat sesudahnya. Habermas dianggap masih terpengaruh oleh metode ini, setidaknya ketika ia mengidealkan rasionalitas ruang publik borjuis abad ke-18 dan mengeluhkan perkembangan masyarakat kapitalis sejak akhir abad ke-19 Habermas larut dalam perkembangan gagasan Sekolah Frankfurt terutama sejak terbitnya Dialetics of Enlightenment (1947). Adorno dan Horkheimer dalam buku itu terlihat pesimis dengan prospek pencerahan sebagai dasar suatu teori kritis. Menurut kedua tokoh Sekolah Frankfurt tersebut, di bawah bayang-bayang hantu Perang Dunia II di Eropa dan kapitalisme tanpa kendali di Amerika, Pencerahan berakhir dalam situasi yang serba berkebalikan. Demokrasi menjadi fasisme, akal budi hanya menghasilkan irasionalitas, dan kebudayaan berkembang menjadi alat manipulasi. Dalam situasi tersebut, prosedur memakai idealisme borjuis sebagai norma kritik, telah dibungkam oleh barbarisme peradaban abad ke -20 Nada pesimis Dialetics of Enlightenment kelihatan pada bagian akhir The Structural Transformation of the public sphere : an inquiry into a category of bourgeois society. Idealisasi ruang publik borjuis untuk mengkritik penyimpangan di zaman kini, seperti yang digagasnya di bagian depan, hanya akan terdengar seperti nostalgia. Nyatanya, sejak Pencerahan menjadi mitos dan ruang publik borjuis telah menjadi arena iklan, tidak ada lagi dasar normatif dan empiris untuk membangun teori kritis. Semua jalan sepertinya berujung buntu. Habermas hanya dapat menyerukan pembaruan proses demokratisasi lembaga-lembaga dan ruang publik, namun tidak dapat menawarkan dasar institusional dan menggambarkan gerakan sosial untuk mewujudkannya. Kegamangan Habermas kelihatan pada cara pandangnya terhadap welfare state dalam The Structural Transformation. of the public sphere : an inquiry into a category of bourgeois society. Di satu

pihak, pada welfare state ia melihat satu-satunya peluang imanen untuk menegakkan kembali ruang publik dalam masyarakat modern. Namun di lain pihak, welfare state juga berpotensi menggerus ruang publik karena membuka

xxx
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

peluang bagi negara untuk memasuki wilayah yang semestinya di bawah otonomi privat itu. Habermas berpaling pada bahasa untuk mencari dasar filosofis bagi suatu teori kritis baru. Pencarian ini memuncak pada karya terpenting Habermas, The Theory of Communicative Actions (1989). Menurut Habermas, dalam fenomena bahasa dan komunikasi antarmanusia terkandung norma-norma untuk mengkritik segala bentuk dominasi dan penindasan serta untuk memperjuangkan

demokratisasi. Menurut Habermas, ketika dua orang atau lebih berwicara dalam suatu diskursus, mereka hendaknya saling memahami terlebih dahulu sebelum sampai pada hal-hal lain. Kehendak untuk memahami dan dipahami itu imanen pada tindakan berwicara, dan hal ini berlaku bagi siapapun dan dimanapun. Inilah rasionalitas yang dapat dipakai sebagai dasar suatu teori kritis. Prinsip rasional ini merupakan hakikat transendental dari tindakan berkomunikasi. Habermas kemudian merumuskan norma-norma kritis yang disebutnya sebagai syarat-syarat wicara ideal (ideal speech situations). Teori kritis baru ini dipakai oleh Habermas untuk menyoroti terjadinya kolonisasi dunia-kehidupan (lifeworld) oleh sistem. Dunia-kehidupan, menurut Habermas, merupakan arena berlangsungnya peristiwa sehari-hari dan tindakan komunikatif menduduki tempat yang sentral. Sementara itu, sistem merupakan mekanisme untuk mengatur tindakan individu-individu, memberi makna fungsional terhadap tindakan, dan memastikan bahwa sistem tetap bekerja seperti dimaksud. Sistem dalam dikotomi ini mewakili proses rasionalisasi modernitas yang berupa birokratisasi dan instrumentalisasi seperti digagas oleh Weber.

Sebenarnya dunia-kehidupan juga mengalami rasionalisasi sendiri namun rasionalitas instrumental dalam sistem berkembang lebih kuat dan akhirnya menjajah dunia-kehidupan. Akibatnya rasionalitas komunikasi seperti yang terdapat pada syarat-syarat wicara ideal di zaman modern telah dikuasai oleh rasionalitas instrumental. Habermas menyebut kondisi ini sebagai komunikasi yang mengalami distorsi. Ukuran normatif seperti dalam syarat-syarat wicara ideal dapat dipakai untuk membangun gagasan baru mengenai ruang publik ideal. Idealisasi ruang publik borjuis mengandaikan secara keliru tiadanya atau minimnya perbedaan

xxxi
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

kepentingan individu. Begitu mengatasi ruang lingkup privatnya individu-individu digambarkan berkumpul di ruang publik sebagai suatu suara dihadapan intervensi politik negara. Teori kritis tindakan komunikatif memungkinkan Habermas untuk menghilangkan asumsi uniformitas kehendak tersebut. Biarpun ada perbedaan kepentingan dan latar belakang budaya, keniscayaan dalam tindakan komunikatif akan memaksa individu-individu di ruang publik untuk sampai pada pemahaman terhadap satu sama lain. Rasionalitas ruang publik tidak lagi bersandar pada asumsi mengenai kepentingan umum yang otomatis diwakili oleh ruang publik borjuis, melainkan pada etika diskursus universal. Konsensus tercapai bila terjadi pemahaman bersama yang bersifat intersubjektif mengenai sesuatu yang secara argumentatif memang lebih baik. Kondisi ideal suatu diskursus menuntut bahwa kesamaan hak setiap orang untuk terlibat dalam diskusi dijamin dan bebas dari segala bentuk dominasi baik yang sifatnya internal menyangkut perilaku individual maupun eksternal dalam rupa komunikasi yang terdistorsi secara sistematis. Hanya bila kondisi ini terpenuhi, konsensus yang tercapai dapat disebut rasional. Between Facts and Norms (1996) memperlihatkan bagaimana Habermas menyusun argumentasi untuk suatu ruang publik berhadapan dengan struktur politik dan hukum. Ruang publik merupakan sarana peringatan dini dengan sensor yang sensitif menangkap persoalan-persoalan dalam masyarakat. Selanjutnya ruang publik tidak hanya mendeteksi persoalan tetapi juga harus memperkuat tingkat kemendesakkan dari persoalan-persoalan itu dengan cara merumuskannya, menyodorkannya, beberapa kemungkinan solusi, bahkan mendramatisasi

persoalan supaya ditangkap oleh otoritas politik. Menurut Habermas, ruang publik paling tepat digambarkan sebagai jaringan untuk mengkomunikasikan informasi dan beberapa cara pandang ... ; arus-arus informasi, dalam prosesnya disaring dan dipadatkan sedemikian sehingga menggumpal menjadi simpulsimpul opini publik yang spesifik menurut topiknya.20 Habermas berharap opini publik akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam struktur politik dan hukum yang mapan. Kapasitas ruang publik untuk memberi solusi sendiri memang terbatas namun kapasitas tersebut dapat digunakan untuk mengawasi
Lihat Jrgen Habermas, Between Facts and Norms: Contributions to a Discourse Theory of Law and Democracy, Cambridge: MIT Press, 1996 hal 360
20

xxxii
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

bagaimana sistem politik menangani persoalan-persoalan yang muncul di tengah masyarakat. 21 Dalam benturannya dengan praktik-praktik rahasia dan birokratis negara absolut, kemunculan borjuasi perlahan-lahan menggantikan sebuah ruang publik di mana kekuatan penguasa hanya direpresentasikan di hadapan masyarakat oleh sebuah ruang yang didalamnya otoritas negara diawasi secara publik lewat diskursus informatif dan kritis oleh masyarakat. Habermas meneliti perkembangan kesadaran diri sastra dan politis kaum borjuasi, juga sekaligus kelahiran novel dan jurnalisme sastra dan politis dan penyebaran komunitas-komunitas baca, salon-salon, dan kedai-kedai kopi. Two years after Pamela appeared on the literary scene the first public library was founded, book clubs, reading circles and subscription libraries shot up22 Habermas mengemukakan kontradiksi antara katalog konstitutif hak-hak dasar manusia dari ruang publik liberal dengan pembatasan de facto-nya terhadap manusia dari kelas-kelas tertentu. Dia mencatat tegangan-tegangan yang seiring dengan perkembangan lebih jauh dari kapitalisme sebagai tubuh publik yang mengembang melampaui borjuasi sehingga juga mencakup kelompok-kelompok yang secara sistematis tidak diuntungkan oleh cara kerja pasar bebas dan yang mengupayakan memperoleh regulasi dan kompensasi negara. Munculnya jalinan antara negara dan masyarakat sejak akhir abad ke-19 sampai abad ke-20 berakibat pada matinya ruang publik liberal. Ruang publik demokrasi negara kesejahteraan sosial lebih merupakan lapangan kompetisi di antara kepentingan-kepentingan yang saling berlawanan, di mana organisasiorganisasi yang mewakili beraneka ragam konstituen melakukan negosiasi dan kompromi di antara mereka sendiri dan dengan pejabat-pejabat pemerintahan, sembari menghilangkan publik dari gerak langkah mereka. Sejak saat itu opini publik mulai mengemuka, tapi bukan dalam bentuk diskusi publik yang tak

Lihat Jrgen Habermas, Between Facts and Norms: Contributions to a Discourse Theory of Law and Democracy, Cambridge: MIT Press, 1996 hal 359
22 Jrgen Habermas. The Structural Transformation of the Public Sphere : an Inquiry into a Category of Bourgeois Society, Cambridge : MIT Press. 1991 p. 51

21

xxxiii
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

terkekang. Karakter dan fungsinya lebih ditandai oleh cara-cara dia disampaikan dan dilontarkan: riset opini publik, publisitas, kerja humas dan sebagainya. Pers dan media penyiaran tidak begitu berfungsi sebagai organ-organ informasi dan perdebatan publik, melainkan sebagai teknologi untuk mengelola konsensus dan mempromosikan budaya konsumen Apabila struktur-struktur historis ruang publik liberal mencerminkan konstelasi khusus kepentingan-kepentingan yang melahirkannya, maka gagasan yang diklaimnya mewujud yakni merasionalkan otoritas publik di bawah pengaruh diskusi yang informatif dan kesepakatan rasional yang terlembaga masih tetap penting bagi teori demokrasi. Di era pasca liberal, ketika model klasik ruang publik tidak lagi memungkinkan secara sosio politik, maka pertanyaannya berubah menjadi : dapatkah ruang publik dibangun kembali secara efektif di bawah kondisi-kondisi sosio ekonomi, politik dan kultural yang sudah berubah se radikal ini? Atau dengan kata lain mungkinkah demokrasi diwujudkan? Habermas menjawab pertanyaan ini dengan Teori tindakan komunikatif Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang publik dipahami sebagai suatu bentuk reaksi dari keadaan di zaman feodal, di mana individu maupun kelompok dalam masyarakat membentuk opini publik, memberikan tanggapan langsung terhadap apapun yang menyangkut kepentingan mereka sambil berusaha mempengaruhi praktik-praktik politik. Ruang publik kemudian mengalami depolitisasi dan refeodalisasi sebagai akibat dari perkembangan kapitalisme, komersialisasi, tumbuhnya perusahaanperusahaan besar, meningkatnya intervensi negara demi stabilitas ekonomi, dan meluasnya pengaruh sains serta akal budi instrumental dalam kehidupan sosial. Dengan tidak memadainya pencerahan sebagai dasar filosofis perjuangan, Jrgen Habermas mengemukakan teori tindakan komunikatif sebagai landasan filosofis guna menghidupkan kembali ruang publik.

xxxiv
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

BAB 3 RUANG PUBLIK DAN PERPUSTAKAAN

Berbagai komentar tentang informasi dari sejumlah pakar yang sempat dicatat Frank Webster antara lain berisi bahwa informasi pada zaman sekarang ini cenderung ternodai, tidak lepas dari campur tangan pihak yang menyajikannya atau yang mengemasnya sedemikian rupa untuk mendukung suatu posisi, atau memanipulasinya untuk tujuan tertentu, atau membuatnya menjadi komoditas yang laku dijual, yang sifatnya menghibur. Dalam versinya yang paling ekstrim, keadaan di atas dapat dianggap sebagai rusaknya proses demokratisasi akibat tidak memadainya informasi yang disuguhkan kepada publik karena apabila masyarakat tidak memperoleh informasi yang handal lalu akan sulit tercapai masyarakat yang ideal, cerdas, arif dan berpengetahuan luas demokrasi dalam pengertian yang sejatinya.23 Cara pandang di atas sejalan dengan konsepsi Habermas tentang ruang publik yang ditulisnya dalam The Structural Transformation of the Public Sphere : an inquiry into a category of Bourgeois Society. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa khususnya di Inggris pada abad ke 18 dan 19, berkembangnya kapitalisme menyebabkan munculnya ruang publik yang kemudian mengalami kemunduran pada pertengahan dan akhir abad ke dua puluh. Informasi berada pada inti dari ruang publik ini, di dalamnya para peserta diskursus mengungkapkan posisinya dalam argumen yang diungkapkan secara eksplisit dan bahwa pandangan mereka dapat diakses oleh kalangan publik yang luas. Kontributor utama demi tercapainya tujuan tersebut adalah media komunikasi dan lembaga-lembaga informasi lainnya seperti perpustakaan dan lembaga statistik.

3.1 Transformasi dan Refeodalisasi Ruang Publik Mencermati tulisan Habermas tentang ruang publik akan membawa kita ke pemahaman lebih jelas mengenai dinamika dan arahnya. Menurut Habermas ruang publik borjuis muncul sebagai akibat dari ciri utama masyarakat kapitalis pada abad ke-18. Dengan menggunakan kekayaan dan pendidikan yang mereka
23

Lihat Webster, Frank. Theories of the Information Society. London : Routledge, 1995 hal 101

27 xxxv
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

miliki,

para

pengusaha

kapitalis

mampu

berjuang

dan

melepaskan

ketergantungannya dari gereja dan negara. Pada awalnya kehidupan publik didominasi para biarawan dan pihak kerajaan di mana tata krama yang menggambarkan relasi feodal dipertontonkan dan menjadi topik perhatian seharihari, tetapi para kapitalis-baru berhasil meruntuhkan keadaan tersebut. Ini terjadi antara lain karena para kapitalis memberikan dukungan ekstra kepada dunia sastra - teater, kesenian, kedai-kedai kopi, novel dan kritik - dan melalui cara itu ketergantungan kepada pihak pembimbing (patron) menjadi berkurang dan memunculkan ruang yang dengan sepenuh hati melakukan kritik yang terpisah dari kekuasaan tradisional. Menurut pengamatan Habermas, di sini percakapan berubah menjadi kritik dan kata-kata indah berubah menjadi adu argumen. Dari arah lain, muncul dukungan yang semakin kuat kepada kebebasan berbicara dan reformasi parlemen sebagai konsekuensi dari perkembangan pasar. Karena kapitalisme berkembang dan terkonsolidasi dan juga memperoleh kebebasan yang lebih besar dari negara, kapitalisme semakin meningkatkan tuntutan terhadap perubahan negara, paling tidak memperluas perwakilan guna mendapatkan kebijakan yang secara lebih efektif mendukung ekspansi ekonomi pasar. Perjuangan mereformasi parlemen, tentunya mencakup juga kebebasan pers, karena pers merupakan poros roda perjuangan reformasi, supaya kehidupan politik bisa diawasi oleh publik yang lebih luas. Sebagai contoh adalah didirikannya Hansard di abad pertengahan 18 untuk memberikan rekaman prosiding yang akurat di parlemen. Perjuangan guna membangun surat kabar yang independen mendapat banyak rintangan dari pihak pemerintah, meskipun demikian usaha tersebut terbantu oleh biaya produksi yang relatif murah. Melalui cara-cara yang menggugah pikiran, pers pada abad ke 18 dan 19, tidak saja menyampaikan secara luas opini, tetapi dengan sepenuh hati memberitakan secara penuh kegiatan parlemen. Ini merupakan indikasi bahwa terjadi pihak-pihak yang

mengkapanyekan kerjasama antara pers dan pihak-pihak yang mengkampanyekan reformasi parlemen. Yang paling penting dari gabungan kekuatan ini, tentunya, adalah matangnya oposisi politis, yang mendorong adu argumen dan debat yang

xxxvi
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

dibentuk melalui desakan perkembangan baru, yaitu suatu kebijakan yang bisa diterima-secara-rasional. Hasil dari perkembangan tersebut adalah terbentuknya ruang publik borjuis pada pertengahan abad ke 19. Ciri khas dari ruang publik tersebut adalah adanya debat terbuka, kupasan kritis, reportase penuh, aksesibilitas yang semakin meningkat dan kebebasan para peserta di ruang publik dari kepentingan ekonomi dan kebebasan dari kendali negara. Habermas menekankan bahwa perjuangan untuk independen dari negara merupakan unsur pokok dari ruang publik borjuis. Ini berarti kapitalisme awal harus berhadapan dengan negara karena alasan tersebut, pokok perjuangannya adalah perwakilan yang lebih besar. Dalam analisis historisnya lebih lanjut, Habermas menunjukkan ciri-ciri paradoks ruang publik borjuis yang pada akhirnya mengarah ke refeodalisasi di sejumlah bidang. Yang pertama memusat di seputar perluasan kapitalisme lanjut. Habermas mencatat bahwa telah lama terjadi saling penyusupan antara kepemilikan privat dan ruang publik, dan ia berpendapat bahwa penyusupan condong ke arah kepemilikan privat selama dekade akhir dari abad ke 19. Seiring dengan perkembangan kekuatan dan pengaruh kapitalisme, para pendukungnya bergerak dari tuntutan reformasi menuju pengambilalihan kekuasaan negara dan menggunakan pengambilalihan kekuasaan itu untuk melanjutkan tujuan mereka. Habermas tidak bermaksud mengatakan bahwa arah gejala ini pers bebas, reformasi politis, dan

menggambarkan secara langsung kembalinya ke epos sebelumnya. Menurut pandangannya humas dan budaya lobi-melobi merupakan bukti mencolok dari unsur-unsur penting ruang publik namun hal tersebut tidak lagi ditujukan pada usaha memperoleh pengakuan terhadap bidang di mana debat politik harus

dilakukan untuk mendapatkan legitimasi. Apa yang dilakukan humas, ketika memasuki debat publik adalah menyembunyikan kepentingan yang diwakilinya (misalnya dengan menyatakan demi kesejahteraan masyarakat atau demi kepentingan nasional), sehingga debat kontemporer tidak lain dari suatu versi palsu ruang publik. Dalam pengertian itulah Habermas mengadopsi istilah refeodalisasi, yang artinya ada indikasi tentang cara dimana masalah-masalah publik menjadi sesuatu yang ditampilkan dari kekuasaan (menggunakan cara yang

xxxvii
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

analog dengan yang digunakan kerajaan pada abad pertengahan) bukannya ruang kompetisi kebijakankebijakan dan aneka macam pandangan. Yang kedua istilah refeodalisasi muncul dari perubahan-perubahan dalam sistem komunikasi massa. Perlu diingat bahwa komunikasi massa diperlukan demi efektifitas ruang publik karena media terjadinya memungkinkan penelitian dan akses luas terhadap masalah-masalah publik. Namun, selama abad ini media massa telah berkembang menjadi organisasi-organisasi monopoli kapitalis dan ketika hal itu terjadi, kontribusi utamanya sebagai penyebar informasi handal dari ruang publik menjadi hilang. Media berubah menjadi alat kepentingan kapitalis, tidak lagi sebagai penyedia informasi. Sementara kedua ciri tersebut di atas menggambarkan penyebaran dan penguatan kekuasaan kapitalisme atas hubungan-hubungan sosial, terdapatlah sesuatu kelompok yang berusaha menggunakan negara guna mendukung ruang publik. Kelompok yang melakukan kontribusi penting pada penciptaan dan penyebaran etos jasa publik di dalam masyarakat modern. Habermas melihat bahwa sejak masamasa awalnya ruang publik borjuis telah menyediakan ruang bagi orang-orang yang menempati suatu posisi di antara pasar dan pemerintah; yakni, antara ekonomi dan politik; khususnya para profesional seperti para akademisi, ahli-ahli hukum, para dokter dan sejumlah pegawai negeri. Masih dapat diperdebatkan bahwa ketika kapitalisme mengkonsolidasikan

cengkeramannya di masyarakat yang lebih luas dan di negara itu sendiri, pada saat yang sama unsur-unsur signifikan profesi-profesi menggerakkan dukungan negara untuk menjamin agar ruang publik tidak dirusakkan oleh dominasi kapital. Habermas menyatakan hal itu khususnya dengan penyiaran di benaknya, sambil memperlihatkan bahwa industri penyiaran publik didirikan karena kalau tidak fungsi wartawannya tidak bisa dilindungi secara memuaskan dari pelanggaran batas fungsi kapitalistiknya. Tetapi argumen bahwa yang demikian itu merupakan tendensi menuju pengambilalihan oleh kepentingan kapitalis sehingga memunculkan perlunya keterlibatan negara untuk menjamin

infrastruktur informasi bagi ruang publik yang bergairah dapat diperluas untuk menjelaskan ciri dari sejumlah institusi penting, seperti perpustakaan-perpustakan umum, jasa statistik pemerintah, museum-museum dan galeri galeri seni. Tentu

xxxviii
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

saja, etos layanan publik, yang dipahami sebagai harapan yang, dalam ranah informasi paling sedikit menyajikan informasi dan pengetahuan tanpa memihak dan netral kepada publik seluas mungkin, terlepas dari kemampuan orang untuk membayar, dapat dianggap sangat sesuai dengan orientasi yang sangat esensial pada pemfungsian efektif ruang publik. Ketika kita membaca sejarah ruang publik Jrgen Habermas, mau tidak mau kita akan menyimpulkan bahwa masa depannya akan sulit. Tulisan mengenai perkembangan akhir ruang publik terasa suram: kapitalisme menjadi

pemenangnya, kapasitas pemikiran kritis menjadi minimal, tidak ada ruang riil untuk ruang publik di zaman konglomerat media trans nasional dan budaya iklan yang merembes. Sejauh yang berhubungan dengan informasi, perhatian terhadap pasar yang dijadikan prioritas oleh perusahaan-perusahaan informasi berarti mendedikasikan produk mereka kepada tujuan membuat penghasilan iklan maksimum dan mendukung perusahaan kapitalis. Akibatnya, isinya antara lain: petualangan tindakan, hal-hal yang sepele, sensasionalisme, personalisasi masalah, perayaan gaya hidup kontemporer. Ini semua, dipromosikan secara intensif dan berlebihan, menarik dan menjual, tetapi kualitas informasinya tak berarti. Yang dilakukan tidak lebih (dan tidak kurang) mewajibkan subjek para pirsawannya secara halus keterarahan terhadap konsumsi secara terus menerus. Habermas melangkah lebih jauh lagi: sementara ruang publik diperlemah oleh invansi etika iklan, ia juga dilukai secara mendalam oleh penetrasi humas. Bagi Habermas, penyusupan humas menandai ditinggalkannya kriteria

rasionalitas yang dulu pernah membentuk argumen publik, kriteria rasionalitas tersebut sangat kurang di dalam konsensus yang diciptakan oleh cetakan opini yang canggih yang mereduksi kehidupan politis ke kemegahan yang gemerlapan sebelum pengikutnya yang tertipu itu siap untuk mengikuti. Ketika merenungkan keadaannya sekarang, Habermas tak henti-hentinya nampak muram. Hak pilih bersama barangkali telah membawa masing-masing kita ke dalam ranah politik, tetapi hak pilih juga mengangkat bidang keunggulan opini melebihi kualitas argumen nalar. Lebih buruk lagi membobot hak suara tanpa menilai kevalidan isu, perluasan pada setiap orang akan hak pilih bertepatan

xxxix
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

dengan munculnya propaganda modern, dari sinilah, kemampuan mengelola opini dalam ruang publik yang dimanufaktur24.

3.2 Komersialisasi Jasa Perpustakaan Umum Ciri ruang publik dari suatu perpustakaan umum dapat diamati dari ciriciri sebagai berikut 1. Ruang publik terbuka bagi siapa saja. Mereka berkumpul dan berbicara demi kepentingan umum. Perpustakaan umum juga memiliki ciri tersebut yakni terbuka bagi siapa saja, menyediakan informasi dan mengusahakan akses. Pengguna perpustakaan bebas berdiskusi demi kepentingan sendiri maupun kepentingan umum. Selain itu, perpustakaan umum juga menyediakan buku-buku atau informasi dalam berbagai format untuk dipinjamkan, dan menyediakan akses terhadap koleksi rujukan, serta membuka jam buka perpustakaan yang cukup memadai dalam rangka kualitas layanannya. 2. Kegiatan perpustakaan didanai publik dari hasil pajak daerah maupun pusat, kendati demikian kegiatannya tidak tergantung ke pada kepentingan politik. Di Indonesia dana perpustakaan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dengan sistem pendanaan tersebut perpustakaan umum dapat menyediakan layanannya secara cuma-cuma. Undang-undang Republik Indonesia nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan memberikan pedoman didalam penyelenggaraan perpustakaan umum guna tersedianya jasa perpustakaan yang komprehensif dan efisien bagi semua orang yang ingin memanfaatkannya. 3. Agar tercapai akses terhadap informasi seluas-luasnya dan jasa peminjaman yang memuaskan, seandainya suatu perpustakaan setempat tidak memiliki informasi yang dicari pengguna, sistem nasional peminjaman antar perpustakaan akan memenuhi kebutuhan tersebut. Bahkan untuk jenis buku terlarang, Perpustakaan Nasional RI dengan mengacu pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 1990 Tentang Serah
24

Lihat Webster, Frank. Theories of the Information Society. London : Routledge, 1995, hal 167

xl
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

Simpan Karya Cetak dan karya Rekam serta Peraturan Pemerintah nomor 70 Tahun 1991 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1990 masih tetap dapat mengendalikan dan menyimpan koleksi karya terlarang. Kalangan tertentu yang sangat membutuhkan, misalnya peneliti, dosen dimungkinkan meminjam koleksi terlarang tersebut. 4. Jaringan perpustakaan diawaki oleh pustakawan profesional yang bisa menyediakan layanan profesional kepada pengguna, tanpa prasangka dan motif-motif tersembunyi. Sejumlah kalangan ikut serta mendukung jasa perpustakaan, mereka adalah para dermawan, simpatisan, kalangan yang khawatir akan massa yang kurang terdidik dan berkeinginan meningkatkan angka melek huruf serta memberikan kesempatan pendidikan melalui penyediaan sumber belajar kepada mereka-mereka yang kurang beruntung. Betapapun disertai dengan aneka ragam motif dan aspirasinya, hal yang berada dibalik itu semua adalah konsepsi pentingnya informasi. Maksudnya adalah perpustakaan umum dibentuk dan dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa informasi adalah sumberdaya yang menjadi milik dari setiap orang bukannya komoditas yang mungkin saja merupakan kepemilikan dan karena itu dapat dimiliki secara pribadi. Karena informasi dan tentu saja pengetahuan tidak boleh dimiliki secara eksklusif, ia harus tersedia secara bebas bagi mereka yang ingin mengaksesnya. Konsepsi ini merupakan konsep inti dari pendirian dan kegiatan sistem perpustakaan. Ini menjadi pedoman dasar suatu jaringan perpustakaan umum yakni apabila orang menginginkan informasi mereka selayaknya dibantu untuk memperolehnya bukannya dipersulit. Di Indonesia perpustakaan umum belum populer namun telah diminati sebagian masyarakat. Mereka memiliki anggota yang lumayan banyak. Secara global dapat dikatakan sistem perpustakaan umum mendapatkan tantangan di segi filosofis maupun kegiatan rutinnya. Serangan serius dilayangkan atas premis, informasi harus tetap diperoleh secara cuma-cuma bagi pengguna perpustakaan, dan kebijakan sejumlah negara misalnya Inggris menekankan agar perpustakaan menarik bayaran atas jasa mereka. Sejak akhir tahun 1970-an pemerintah negara tersebut melakukan usaha-usaha untuk mengurangi belanja publik dan

xli
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

mempromosikan penerapan mekanisme pasar sebagai sarana penyediaan jasa. Sebagai konsekuensi dari kebijakan tersebut adalah dilakukannya pengurangan dana yang cukup signifikan di lingkungan perpustakaan. Jasa perpustakaan sangat dibatasi, pembatalan langganan suratkabar, pengurangan langganan jurnal, jam buka perpustakaan dipersingkat dan secara umum, pengurangan buku di rak (khususnya buku-buku baru). Pengurangan dana telah mendesak pihak

perpustakaan untuk mencari sumber pendapatan lain. Pustakawan disarankan agar mencari sumber dana di luar sumberdana rutinnya dan mempertimbangkan apakah ada kemungkinan mendapatkan dana dari pengguna, sponsor swasta atau bahkan investasi swasta dalam jasa baru. Sejak itulah muncul kegiatan pemasokan informasi melalui sponsor swasta dan atas dasar daya tarik pasarnya. Di Inggris, ketentuan tentang jasa perpustakaan secara cuma-cuma telah membuat commercial lending libraries tidak memiliki kegiatan lagi karena itu ada desakan untuk mengajukan kembali kriteria komersial dalam pemasokan informasi. Rekomendasinya yang paling penting adalah pembebanan biaya bagi pengguna dan pengalihan menuju privatisasi dunia perpustakaan. Menurut pendapat suatu kalangan masyarakat, (kasus di Inggris), layanan cuma-cuma perpustakaan dianggap memberi manfaat yang tidak proporsional kepada mereka yang sebenarnya mampu membeli sendiri bukunya. Sementara mayoritas publik adalah anggota perpustakaan, dapat diperkirakan bahwa separuh darinya masuk dalam 20% penduduk yang berlabel kelas menengah. Perpustakaan juga dituduh tidak hanya melayani kelompok yang berkecukupan, tetapi juga menjadi kelompok elit, mengangkat perilaku kelompok menengah yang menilai rendah budaya dari, katakanlah kelas pekerja atau sektor regional. Prasangka ini terbukti tidak hanya dalam pemilihan rutin literatur yang merupakan literatur kelas menengah, tetapi juga kadang-kadang tindakan penyensoran bahan perpustakaan oleh pustakawan contohnya adalah sejumlah perpustakaan mengeluarkan buku-buku seperti Enid Blytons Noddy stories karena buku-buku tersebut dianggap rasis dan berbau sex. Selain itu, muncul argumen bahwa di balik retorika jasa publik terbentang kenyataan yang tidak mengenakkan bahwa pustakawan mengurusi dirinya dengan lebih baik, dengan hanya membelanjakan 16 persen dari anggaran belanjanya untuk buku dan tiga kalinya untuk gaji.

xlii
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

Betapapun semakin baiknya penalaran yang ada, bahwa profesi yang mengurusi dirinya sendiri dan elit itu dapat dipertanggungjawabkan, tanggungjawab tersebut tidak kepada publik yang ada sebagai suatu abstraksi, tetapi kepada pengguna perpustakaan yang, ketika membayar sendiri informasinya, akan menilainya dan menuntut akuntabilitas kepada yang digaji untuk melaksanakannya. Frank Webster mencatat kritik masyarakat dalam hubungannya dengan koleksi cerita fiksi dan biografi yang diminati pengguna yang isinya adalah mempertanyakan mengapa keinginan pengguna perpustakaan untuk bersantai mesti disubsidi melalui pengumpulan pajak. apalagi kedua jenis koleksi tersebut sudah banyak diterbitkan dalam sampul tipis dan sangat murah harganya. Kritik lainnya berkenaan dengan kebijakan yang kontradiktif yakni ketika perpustakaan-perpustakaan umum memberi jasa cuma-cuma kepada organisasi komersial yang memerlukannya. Misalnya ketika suatu perusahaan ingin mencari bahan-bahan hukum atau keuangan atau mencari literatur kimia sebagai langkah awal untuk inovasi teknis, hal ini memiliki konsekuensi arti ekonomi untuk bisnis namun perusahaan-perusahaan tersebut tidak dikenakan biaya ketika

menggunakan sumber daya perpustakaan (dan hal ini bisa cukup luas, menuntut bantuan profesional untuk menemukan informasi dan juga rujukan kepada bahanbahan yang mahal). Para pengritik berpendapat, cukup masuk akal, bahwa

terdapat ketidaktaatasasan dan bahwa biaya seharusnya dikenakan pada lingkungan tersebut. Bidang jasa rujukan merupakan bidang yang paling mendekati jasa publik dan bentuk ideal suatu ruang publik. Gambarannya adalah salah satu perpustakaan dijadikan gudang besar pengetahuan, akses ke perpustakaan tersebut difasilitasi oleh pustakawan profesional, dan dibuat atas desakan rasa ingin tahu pengguna, siswa sekolah yang tekun, kaum otodidak, orang yang ingin maju, atau orang biasa yang ingin tahu. Tetapi berlawanan dengan gambaran yang menarik ini, diperoleh fakta bahwa bukan saja jasa rujukan perpustakaan tidak dimanfaatkan oleh mereka yang berhak (masyarakat yang lebih beruntung mendominasi), tetapi juga bahwa bahan rujukan hanya menempati 12 sampai 15 persen stok perpustakaan dan hanya menempati 5 persen pembelian buku tahunan. Karena sebagian besar pengguna memiliki cukup uang untuk membayar sendiri, dan

xliii
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

karena jasa rujukan merupakan bagian kecil dari koleksi perpustakaan, maka masuk akal mengusulkan biaya masuk ke perpustakaan secara harian, dengan fasilitas kartu abunemen bagi pengguna untuk masa yang lebih panjang. Tinjauan-tinjauan kritis mengenai perpustakaan umum sejalan dengan entusiasme akan kemungkinan komersialisasi informasi. The Information Technology Advisory Panel (ITAP) menulis laporan dengan judul Making a Business Information. Dalam laporan tersebut dihimbau agar sektor swasta maupun publik mulai memandang informasi sebagai suatu komoditas komersial, dan menganjurkan agar usahawan diijinkan merambah ke bidang perpustakaan dan agar mereka yang sudah ada di dalam hendaknya membuat dirinya menjadi usahawan. Perpustakaan umum berada di barisan depan yang menerima advis ini. Pada pokoknya, ITAP memberikan suara mendukung pada trend yang telah terbentuk, khususnya meluasnya jasa informasi terpasang. Ini sejak semula bersifat komersial dalam orientasinya, diarahkan secara sengaja untuk pasar

bisnis yang menguntungkan. Pangkalan data terpasang berkembang secara cepat selama tahun 1980-an, khususnya di luar sistem perpustakaan umum. Bagaimanapun juga, yang kemudian tentunya menjadi bagian dari revolusi

informasi dan dapat dipahami sangat tertarik untuk memadukan bentuk-bentuk baru pengiriman informasi kedalam katalog mereka. Masalahnya adalah bahwa informasi terpasang adalah mahal dan dianggap bukan layanan utama di antara jasa perpustakaan. Akibatnya, sebagian besar jasa informasi terpasang di perpustakaan umum dianggap sebagai jasa tambahan di mana pengguna dikenakan biaya. Ketika revolusi teknologi informasi meningkat, begitu pula permintaan terhadap jasa informasi berbasis komputer di perpustakaan- dan dengan ini berarti terjadi penyerapan cepat atas suatu prinsip (pembayaran untuk informasi) yang bertentangan dengan prinsip utama jasa perpustakaan umum yang cuma-cuma. Jelaslah bahwa, meningkatnya tuntutan akan layanan tambahan oleh masyarakat, pengurangan nyata sumberdaya, inovasi teknologi, dan tinjauan filosofis yang belum pernah terjadi sebelumnya yang mendasari perpustakaan umum, suatu konsepsi informasi dan akses terhadap informasi yang berbeda telah muncul. Dulu informasi dipahami sebagai sumberdaya publik yang harus sama-

xliv
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

sama digunakan dan secara cuma-cuma, sekarang mulai dipandang sebagai komoditas yang layak diperdagangkan, yang bisa dibeli dan dijual untuk konsumsi privat, yang aksesnya tergantung pada biaya. Debat fee or free dimenangkan oleh mereka yang mendukung pengenaan biaya. Beranggapan bahwa telah terjadi perubahan besar dalam kegiatan perpustakaan umum tidak seluruhnya benar. Praktik-praktik baru muncul dan ideologi baru sedang diartikulasikan tetapi pemerintah tetap meniadakan biaya peminjaman buku, jurnal dan penggunaan bahan-bahan rujukan. Meskipun begitu pengenaan biaya lambat laun semakin diterima secara luas, yakni dengan dikenakannya biaya untuk peminjaman antar perpustakaan, untuk peminjaman bahan-bahan non buku, jasa pemesanan, pengguna perpustakaan dari luar daerah, jasa fotocopi dan juga informasi berbasis komputer. Kekhawatiran mendalam dari perkembangan ini adalah bahwa biaya akan menghalangi mereka-mereka yang kurang mampu dan menyokong orang-orang yang lebih kaya dan pengguna perpustakaan bisnis. Pengenaan biaya untuk jasa tak bisa dihindari akan berakibat pada pemberian prioritas lebih kepada pengguna korporasi daripada warga negara secara perseorangan karena pengguna korporasi jelas-jelas adalah pasar yang sangat menjanjikan. Evaluasi negatif apapun terhadap arah gejala baru ini namun yang nampak adalah biaya riil semakin menurun, pengguna perseorangan sebenarnya dalam posisi yang menguntungkan untuk memenuhi biaya kebutuhan informasinya secara langsung. Tentunya, pada 1990-an cara yang paling populer untuk memperoleh suatu buku adalah melalui pembelian daripada meminjam nya dari suatu perpustakaan. Di Toko buku hampir menyamai jumlah perpustakaan umum, semakin banyak judul diterbitkan setiap tahunnya (pada 1986 ada 52,500 judul baru muncul, pada 1991 ada 68,000), dan paperback telah membuat buku siap diakses mayoritas luas penduduk. Yang mendukung pada bukti ini adalah kenaikan lebih dari 30 persen belanja buku selama tahun 1980-an. Dilihat dari segi ini, perpustakaan umum dapat dianggap sebagai ketinggalan zaman, dulunya ditujukan untuk menyediakan informasi kepada publik tetapi sekarang dibuat berlebihan karena adanya perkembangan cara alternatif dalam mendapatkan informasi.

xlv
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

Ada masalah dengan penalaran ini. Salah satunya adalah pembeli buku terkonsentrasi berat, dengan lebih dari delapan dari sepuluh pembelian berasal dari 25% populasi yang terutama di temukan dalam kelas sosial yang lebih tinggi dengan pendidikan tinggi. Masalah kedua adalah bahwa pembelian buku dan penggunaan perpustakaan tidak saling eksklusif sangat berlawanan : pengguna berat perpustakaan adalah juga yang terbanyak yang suka membeli buku. Masalah ketiga berkaitan dengan jenis buku yang dibeli oleh orang-orang dibandingkan dengan apa yang ditawarkan di perpustakaan. Sebagian besar dari apa yang dibeli orang adalah fiksi paperback terutama novel-novel ringan, cerita-cerita horor, fantasi dan cerita-cerita detektif sementara penjualan non fiksi terutama bukubuku teka-teki, olahraga dan manual, dan buku-buku DIY (Do IT Yourself) seperti buku masak dan buku untuk mereparasi. Tidak kelirulah kalau perpustakaan umum dikritik karena menawarkan terlalu banyak fiksi picisan secara cuma-cuma tetapi mereka menawarkan jauh lebih dari ini, khususnya dalam ranah karya-karya rujukan. Penggunaan dari buku-buku ini sangat sulit untuk dihitung karena mereka tidak bisa dipinjam tetapi kita tahu benar bahwa karya-karya rujukan standar dari ensiklopedia sampai gazetteers, sumber-sumber statistik sebagai pedoman bisnis umumnya terlalu mahal dan terlalu sering muncul dalam edisinya yang baru untuk dibeli oleh pengguna perseorangan. Tanpa perpustakaan umum sulit membayangkan orang mendapatkan akses pada sumber-sumber seperti whos who, buku tahunan mengenai subjek-subjek yang beraneka ragam seperti lembaga pendidikan, organisasi dermawan dan masalah-masalah politis. Tanpa

perpustakaan umum lingkungan informasi warga negara akan menjadi sangat miskin. Laporan yang baru menunjukan bahwa perpustakaan umum di Inggris ada dalam masa penurunan dengan lebih sedikit buku yang dipinjam sementara penjualan buku oleh individu berlangsung terus meskipun terjadi resesi. Cultural Trends menyimpulkan bahwa ini merupakan hasil yang tak terduga dari masalahmasalah aksesibilitas, waktu tunggu, dan periode peminjaman secara terbatas bersama dengan stok buku yang statis dan menurun dan pengurangan dalam jam buka. Dari segi pilihan hanya ada beberapa buku di rak yang ingin dipinjam pengguna dari perpustakaan umum. Ini merupakan bukti meyakinkan bahwa

xlvi
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

jaringan perpustakaan umum, dipandang sebagai unsur dasar ruang publik, sudah mulai hilang. Prinsip-prinsip dasar, yang sangat penting akses cuma-cuma dan jasa komprehensif, sedang ditantang, terancam oleh batasan baru informasi sebagai sesuatu yang hanya tersedia melalui pasar. Ketika konsepsi ini meningkat pengaruhnya, akan terlihat kemunduran lebih jauh dari etos jasa publik beroperasi di perpustakaan dan dengan ini fungsi ruang publiknya dalam bentuk jangkauan penuh kebutuhan informasi tanpa biaya per satuan-nya.

3.3 Hubungan Antara Ruang Publik dan Perpustakaan Dari uraian di atas kiranya dapat dilihat hubungan konsep antara ruang publik dan perpustakaan umum. Hubungan ini sekaligus juga akan

memperlihatkan perbedaan maupun persamaannya. Ditinjau dari dasar pendirian, ruang publik borjuis bertujuan melakukan kritik tersendiri yang terpisah dari kekuasaan tradisional. Perpustakaan bertujuan mempermudah orang memperoleh informasi sehingga memungkinkan orang untuk belajar seumur hidup. Sebagai sarana pendukung untuk mencapai tujuan tersebut, para kapitalis baru memberikan dukungan lebih kepada dunia sastra; yang mencakup teater, kesenian, kedai-kedai kopi, novel dan kritik. Dengan dukungan tersebut kegiatankegiatan di bidang sastra tidak lagi bersifat eksklusif di lingkungan istana. Bentuk pendukung lainnya adalah kebebasan berbicara dan reformasi parlemen sebagai konsekuensi dari perkembangan pasar. Usaha-usaha lain dapat disebut memperluas perwakilan guna mendapatkan yang secara lebih efektif mendukung ekspansi ekonomi pasar. Di dunia perpustakaan umum, sarana pendukung untuk melayani pengguna secara maksimal adalah melalui jaringan perpustakaan, dan komitmen untuk melakukan layanan secara cuma-cuma kepada pengguna dengan menggantungkan dana dari APBN/APBD. Hubungan antara Ruang Publik dan Perpustakaan akan lebih jelas digambarkan sebagai berikut

xlvii
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

Ruang Publik Dasar Pendirian

Perpustakaan Umum

Melakukan kritik tersendiri Mendukung, mempermudah orang terpisah tradisional dari kekuasaan memperoleh informasi, memungkinkan orang untuk belajar seumur hidup

Sarana Pendukung

Dukungan kepada dunia Jaringan perpustakaan; Komitmen untuk sastra Kebebasan berbicara Reformasi parlemen melakukan layanan secara cuma-cuma kepada pengguna dengan

menggantungkan dana dari APBN/APBD Negara/pemerintah, masyarakat

Pemrakarsa

Pengusaha kapitalis

xlviii
Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2008

Anda mungkin juga menyukai