Anda di halaman 1dari 55

1

ACARA I
UREA MOLASSES BLOCK

TINJAUAN PUSTAKA

Urea Molasses Block merupakan pakan tambahan (suplemen) untuk
ternak ruminansia, berbentuk padat yang kaya dengan zat-zat makanan.
Urea Molasses Block merupakan campuran antara molases, urea, dan
bahan-bahan pakan lain misalnya dedak padi, mineral, dan sebagainya.
Molases merupakan limbah dari pabrik gula yang kaya akan karbohidrat yang
mudah larut (48% sampai 68 % berupa gula) untuk sumber energi dan
mineral disamping membantu fiksasi nitrogen urea dalam rumen juga dalam
fermentasinya menghasilkan asam-asam lemak atsiri yang merupakan
sumber energi yang penting untuk biosintesa dalam rumen, disukai ternak
dan tetes tebu memberikan pengaruh yang menguntungkan terhadap daya
cerna. Urea merupakan sumber NPN (nitrogen bukan protein) mudah didapat
dan relatif murah harganya. Pemberian urea tidak terlalu banyak karena
dapat menimbulkan keracunan. Jadi, dalam pemberiannya kurang lebih 4 %.
Urea merupakan senyawa nitrogen yang sangat sederhana dan dapat
diubah oleh mikroorganisme rumen, sebagian atau seluruhnya menjadi
protein yang diperlukan dalam proses fermentasi dalam rumen. Tidak hanya
molases dan urea, ada juga bahan pengisi yang merupakan sumber energi
dan protein. Bahan-bahan ini ditambahkan agar dapat meningkatkan
kandungan zat-zat makanan UMB dan untuk menjadikan UMB menjadi
bentuk padatan yang baik dan kompak. Bahan-bahan pengisi ini dapat
berupa dedak padi, dedak gandum (pollard), bungkil kelapa, bungkil biji
kapuk, bungkil kedelai, ampas tapioka (onggok), ampas tebu, dan
sebagainya. Mineral merupakan yang penting dalam pembuatan UMB.
Adapun mineral yang pada umumnya digunakan berupa tepung kerang,
2

tepung tulang, lactomineral, dolomit, kapur bangunan dan garam dapur
(NaCl). Bahan yang digunakan tersebut dapat mensuplai kebutuhan mineral
untuk ternak (Nista et al., 2007).
Suplementasi hijauan kualitas rendah untuk mengatasi kekurangan
nutrien diakui sebagai tindakan tepat untuk meningkatkan kegunaannya
sebagai pakan ternak. Pemberian pakan urea molasses block telah
dianjurkan sebgai strategi suplementasi yang menyediakan nutrien penting
untuk fermentasi rumen pada pakan hijauan kualitas rendah (Faizi, 2004).















3

MATERI DAN METODE

Materi
Alat. Alat yang digunakan antara lain timbangan, plastik, nampan, dan
cetakan UMB.
Bahan. Bahan yang digunakan antara lain molasses, bekatul, premix
ruminansia, pollard, jagung giling, konsentrat itik, dan urea.

Metode
Bahan-bahan berupa bekatul, premix ruminansia, pollard, jagung
giling, konsentrat itik, dan urea ditimbang sesuai jumlah yang dibutuhkan lalu
dicampur hingga rata. Molases dipanaskan dan ditimbang lalu dicampur ke
dalam campuran konsentrat tadi dan diaduk hingga merata. Setelah itu
campuran dicetak menggunakan cetakan UMB, dipadatkan dengan cara
dipukul-pukul. Hasil UMB diamati dan dicatat bau, warna, dan tekstur pada
hari ke 0 dan hari ke 7.







4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil praktikum pembuatan UMB seperti berikut.
Tabel 1. Data hasil pengamatan UMB
No.
Parameter
pengamatan
UMB
Metode pembuatan UMB
Metode dingin (kelompok
13)
Metode panas (kelompok
16)
0 hari 7 hari 0 hari 7 hari
1. Bau Harum
Lebih
manis
Manis
Manis agak
asam
2. Warna Coklat Coklat Coklat tua Coklat
3. Tekstur Kasar Kasar Kasar Kasar

Proses pencetakan selesai dan UMB menjadi padat, diamati bau,
warna, dan teksturnya. Hari ke 0 baunya legit seperti manisnya gula merah,
berwarna coklat tua, dan teksturnya kasar. Pengamatan hari ke 7 tidak terjadi
perubahan yang signifikan dengan pertama kali dibuat. Baunya manis agak
asam, berwarna coklat, dan teksturnya kasar.
Hasil dari kelompok 16 ditukarkan hasilnya dengan kelompok 13.
Hasilnya pada ke 0 baunya harum, warna coklat, dan teksturnya kasar. Hari
ke 7 UMB milik kelompok 13 berbau lebih manis, warnanya coklat, dan
teksturnya kasar. Perbedaan antara kelompok 13 dengan kelompok 16
adalah pada perlakuan. Kelompok 13 memakai perlakuan dingin, sedangkan
kelompok 16 perlakuan panas. Molases yang digunakan kelompok 13 tidak
dipanaskan sebelum dicampurkan ke konsentrat. Tidak ada perbedaan hasil
yang menyolok antara kelompok 13 dan kelompok 16.
Cara dingin dilakukan dengan mencampur seluruh bahan, sampai
terjadi adonan yang rata, kemudian dipadatkan dengan cetakan. Cara ini
dilakukan apabila molases yang digunakan dalam komposisi UMB tidak
banyak. Cara panas dilakukan apabila molases yang digunakan dalam
5

jumlah banyak. Urea Molasses Block yang dihasilkan padat dan keras sesuai
maksud penggunaannya (Nista et al., 2007).
Strategi untuk meningkatkan konsumsi pakan oleh ternak pada kondisi
pemeliharaan tradisional ialah dengan memberikan suplemen yang tersusun
dari kombinasi bahan ilmiah sumber protein dengan tingkatan jumlah tertentu
yang secara efisien dapat mendukung pertumbuhan, perkembangan, dan
kegiatan mikroba secara efisien di dalam rumen. Pengembangan teknologi
suplemen pakan ternak bergizi tinggi yang diberi nama molases blok atau
Urea Molasses Block (UMB), bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas
ternak baik pada daging maupun susunya (Anonim, 2011).



















6

KESIMPULAN

Hasil dari pembuatan UMB tidak ada perbedaan fisik antara UMB yang
dibuat dengan cara dingin maupun panas.

























7

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Pusat Diseminasi Iptek Nuklir. Jakarta.
Faizi, M. U., Siddiqui, M. M., dan Habib, G. 2004. Effect of Urea-Molasses
Block Supplementation on Nutrient Digestibility and Intake of
Ammoniated Maize Stovers in Cow-Calves. Faculty of Animal
Husbandry and Veterinary Sciences, NWFP Agricultural University.
Peshawar, Pakistan.

Nista, D., Natalia, H., dan Taufik A. 2007. Teknologi Pengolahan Pakan.
Departemen Pertanian. Palembang.




















8

LAMPIRAN
















9

ACARA II
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HIJAUAN

Tinjauan Pustaka
Amoniasi
Dosis Pemberian Urea. Amoniasi adalah suatu proses perombakan
dari struktur keras menjadi struktur lunak (hanya struktur fisiknya) dan
penambahan unsur N saja. Proses mengolah jerami padi dengan amoniak
ada tiga sumber yang dapat dipergunakan yaitu NH3 dalam bentuk gas cair,
NH
4
OH dalam bentuk larutan, dan urea dalam bentuk padat. Satu-satunya
sumber NH
3
yang murah dan tersedia dimana-mana disegala pelosok
pedesaan adalah urea. Dosis amonia optimal adalah 4%, sedangkan
kelembaban ideal adalah antara 30% sampai 50%. Bila kelembaban 30%
sampai 50% disebut cara basah (Nista et. al., 2007).
Proses Amoniasi. Prinsip dalam teknik amoniasi ini adalah
penggunaan urea sebagai sumber amonia yang dicampurkan ke dalam
jerami. Urea yang akan dicampurkan tersebut dapat dilarutkan ke dalam air
terlebih dahulu (cara basah) atau langsung ditaburkan pada setiap lapisan
jerami yang akan diamoniasi (cara kering). Pencampuran urea dengan jerami
harus dilakukan dalam kondisi hampa udara (an-aerob) dan proses amoniasi
jerami ini memerlukan penyimpanan selama satu bulan. Menurut Utomo
(1999), amoniasi urea jerami padi sebaiknya menggunakan urea paling
sedikit 4% serta waktu peram antara 1 sampai 3 minggu.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Amoniasi. Faktor yang
mempengaruhi proses amoniasi jerami antara lain jumlah jerami yang
digunakan, durasi perlakuan, jumlah air yang digunakan, dan kualitas jerami
(Utomo,1999). Keuntungan lain dengan perlakuan amoniasi terutama dengan
penggunaan urea, adalah selain pengerjaannya mudah, juga dapat
meningkatkan kualitas dari pakan (Hartadi,et. al.,2005)
10

Manfaat Amoniasi. Keuntungan amoniasi adalah: 1) kecernaan
meningkat, 2) protein jerami meningkat, 3) menghambat pertumbuhan jamur,
dan 4) memusnahkan telur cacing yang terdapat dalam jerami (Kartadisastra,
1997). Amoniasi dapat meningkatkan daya cerna jerami. Ternak akan lebih
mudah mengonsumsi jerami hasil amoniasi dibandingkan dengan jerami
yang tidak diolah. Urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk
menghancurkan ikatan-ikatan lignin, selulosa, dan silika yang merupakan
faktor penyebab rendahnya daya cerna jerami bagi ternak (Anonim, 2008).

Fermentasi
Probiotik.Penggunaan probiotik sangat penting karena sudah banyak
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik menyebabkan infeksi
saluran pencernaan dan dapat menyebabkan akumulasi antibiotik dalam
tubuh. Fungsi probiotik yang berpengaruh positif pada ternak karena adanya
aktivitas netralisasi toksin, menekan beberapa bakteri yang merugikan,
mengubah metabolisme oleh mikrobia dan stimulasi kekebalan (Umami,
2007).
Keuntungan bakteri asam laktat (BAL) sebagai probiotik antara lain
sebagai penghasil asam laktat dan pH kritis, memperbaiki ekologi mikrobia
alat pencernaan, menetralisir enterotoxin, melindungi toksisitas senyawa
amin, meningkatkan sistem imunitas, sebagai anti stress, dan menghasilkan
bakteriosin. Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa BAL menurunkan
E. coli (Umami, 2007).
Proses Fermentasi. Prinsip dasar dari proses fermentasi merupakan
proses enzimatik, enzim dari mikroorganisme dapat menghidrolisis komponen
dinding sel tanaman dalam bentuk selulosa dan hemiselulosa menjadi
molekul yang lebih kecil menjadi disakarida dan monosakarida. Komponen
tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan
maupun kebutuhan hidup pokok mikroorganisme. Hal ini mengakibatkan
11

selama proses fermentasi tersebut akan terjadi kehilangan bahan organik,
namun demikian kalau sekiranya yang digunakan dalam proses hidrolisis
dinding sel adalah selulosa maka kehilangan bahan organik dan bahan
kering dapat dihindari (Hasyim, 1997).
Fermentasi jerami, jerami mengalami perlakuan fisik, yaitu jerami
dipotong-potong untuk meningkatkan luas permukaan dan merombak struktur
fisiknya. Inokulum cair dicampurkan pada jerami dan jerami dimasukkan ke
dalam kantong plastik besar dan diisolasi dalam ruang yang kedap udara
selama 21 hari, dalam prosesnya akan dihasilkan asam laktat. Jerami padi
yang difermentasi dengan menggunakan feces sapi dan isi rumen hasilnya
menunjukkan adanya peningkatan kandungan protein kasar, yaitu dari 4,46%
menjadi 8,90% dan 9,73% (Lekito, 1992).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi. Jumlah produksi
dan kualitas jerami padi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain varietas
padi, penggunaan agrokimia, tinggi pemotongan, penanganan pasca panen
dan cara penyimpanan. Penggunaan jerami amoniasi sebagai sumber
hijauan penggunaan konsentrat yang mahal harganya dapat dikurangi,
karena adanya penambahan protein yang diperoleh dari hasil pengolahan
dengan amoniak dapat menggantikan sintesa mikroorganisme dalam rumen
dan sama sekali tidak mengakibatkan keracunan (Anonim, 2006).
Manfaat Fermentasi. Proses fermentasi yang akhir-akhir ini menjadi
penting adalah fermentasi yang menggunakan mikrobia penghasil asam
laktat atau dikenal BAL. Fermentasi tersebut berperan di bidang industri
peternakan meliputi 1) proses pengawetan pakan baik hijauan maupun biji-
bijian, 2) memperbaiki kinerja ternak melalui peranan BAL sebagai probiotik,
dan 3) berperan dalam teknologi pasca panen atau teknologi pengawetan
dan peningkatan kualitas produk ternak yaitu susu, telur dan daging serta
proses daur limbah (Rachman, 1992).

12

MATERI DAN METODE
Materi
Jerami Padi Amonias
Alat. Alat yang diperlukan antara lain kantong plastik, tali rafia,
timbangan, mesin pembuat bales, gelas ukur, kertas pH, dan cawan petri.
Bahan. Bahan-bahan yang diperlukan antara lain jerami padi, urea,
dan air.
Jerami Padi Fermentasi
Alat. Alat yang diperlukan antara lain kantong plastik, tali rafia,
timbangan, mesin pembuat bales, gelas ukur, kertas pH, dan cawan petri.
Bahan.Bahan-bahan yang diperlukan antara lain jerami padi, probiotik,
urea, dan air.
Metode
Jerami Padi Amoniasi
Disediakan jerami padi sebanyak 50 kg, kemudian jerami dibuat
balesdengan berat masing-masing 5 kg menggunakan mesin pembuat bales.
Urea sebanyak 4, 5, dan 6% (sesuai perlakuan) dilarutkan di dalam air,
kemudian larutan urea ditaburkan pada jerami hingga rata, lalu jerami
dimasukkan dalam plastik dan dibuat kondisi anaerob, diperam selama 14
dan 21 hari. Pengamatan yang dilakukan meliputi bau, warna, tekstur, dan
pH sebelum dan sesudah diperam selama 14 dan 21 hari.
Jerami Padi Fermentasi
Disediakan jerami padi sebanyak 50 kg, kemudian jerami dibuat
balesdengan berat masing-masing 5 kg menggunakan mesin pembuat bales.
Urea sebanyak 0,4, 0,5, dan 0,6% serta probiotik 4, 5, dan 6% (sesuai
perlakuan) dilarutkan di dalam air, kemudian larutan tersebut ditaburkan pada
jerami hingga rata, lalu jerami dimasukkan dalam plastik dan dibuat kondisi
anaerob, diperam selama 14 dan 21 hari. Pengamatan yang dilakukan
13

meliputi bau, warna, tekstur, dan pH sebelum dan sesudah diperam selama
14 dan 21 hari.
14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Amoniasi
Tabel 2. Hasil uji kualitas amoniasi jerami padi
Lama Perlakuan Warna Tekstur Bau pH
0 hari
Kontrol Coklat kasar Jerami kering 8
amoniasi Coklat kasar Jerami kering 7
21 hari
Kontrol Coklat kasar Bau jerami 8
amoniasi Coklat tua kasar Bau jerami 8

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa perlakuan pada kedua
sampel terjadi perubahan pada pH. Jerami perlakuan setelah diperam
selama 21 hari tidak terjadi perubahan pada warna, tekstur, maupun bau,
hanya terjadi perubahan warna dan pH.
Berdasarkan data di atas diketahui jerami kontrol baik sebelum dan
sesudah pemeraman tidak mengalami perubahan warna, tekstur, bau, dan
pH. Jerami kontrol berwarna coklat, bertekstur kasar, berbau jerami, dan pH
8, sedangkan pada jerami amoniasi terdapat perubahan warna yaitu warna
coklat menjadi coklat tua namun tidak mengalami perubahan tekstur. Menurut
Wahiduddin (2008), bahwa hasil amoniasi yang baik apabila terjadi
perubahan dari jerami padi yang agak keras menjadi lunak dan warna jerami
padi kuning kecoklatan menjadi coklat tua. Menurut Kartasudjana (2001),
kriteria jerami amoniasi yang baik antara lain berwarna kecoklat-coklatan,
kering, dan lebih lembut daripada jerami asalnya. Hal ini menunjukkan bahwa
proses amoniasi tidak berjalan baik dan kualitas yang dihasilkan kurang baik.
pH yang dihasilkan setelah pemeraman selama 21 hari yaitu 8. Hal ini
sesuai dengan proses penambahan urea akan meningkatkan pH jerami.
Menurut Hanafi (2004), amoniasi yang diberi urea dengan dosis lebih tinggi
15

ternyata menghasilkan pH yang lebih tinggi. Keadaan ini terjadi karena
adanya penambahan urea selama proses amoniasi. Urea akan
dihidrolisismenjadi NH
4
karbohidrat yang selanjutnya dipecah menjadi NH
3

dan CO
2
. NH
3
selama ensilase sebagian akan bereaksi dengan air
membentuk NH
4
OH yang bersifat basa.
Faktor yang mempengaruhi proses amoniasi jerami antara lain jumlah
jerami yang digunakan, durasi perlakuan, jumlah air yang digunakan, dan
kualitas jerami (Utomo,1999). Keuntungan lain dengan perlakuan amoniasi
terutama dengan penggunaan urea, adalah selain pengerjaannya mudah,
juga dapat meningkatkan kualitas dari pakan (Hartadi,et. al.,2005)
Perlakuan amoniasi terbukti memberikan efek pada jerami padi.
Amonia menyebabkan komposisi dan struktur dinding sel yang berperan
untuk membebaskan ikatan antara lignin dan selulosa dan hemiselulosa.
Reaksi yang terjadi menyebabkan pengembangan jaringan dan
meningkatkan fleksibilitas dinding sel sehingga memudahkan penetrasi
(penerobosan) oleh enzim selulase yang dihasilkan mikroorganisme (Kamal,
1998).
Fermentasi
Tabel 3. Hasil uji kualitas fermentasi jerami padi
Lama Perlakuan Warna Tekstur Bau pH
0 hari
kontrol Kuning jerami kasar
Seperti
molasses
7
Fermentasi Kuning jerami Kasar
Seperti
molasses
7
21
hari
Kontrol Kuning jerami
Kasar
lembab
Tengik 7
Fermentasi
Kuning
kecoklatan
Kasar
lemas
Jerami asam 8
16


Berdasarkan data di atas terlihat adanya perubahan pada jerami.
Pengamatan setelah 21 hari, terjadi perbedaan antara jerami dengan
perlakuan fermentasi dan kontrol.
Hasil pengamatan jerami sebelum diperam adalah warna kuning
jerami, tekstur kasar, bau seperti molasses dan pH 7. Jerami fermentasi
dengan lama peram 21 hari menghasilkan warna kuning, tekstur lemas,
berbau asam dan pH 8, sedangkan kontrolnya berwarna kuning kecoklatan,
tekstur kasar, berbau tengik dan pH 7. Hal tersebut menunjukkan bahwa
adanya proses fermentasi pada jerami dengan ditunjukkan terjadinya
perubahan pH, bau, dan tekstur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanafi
(2004) bahwa fermentasi dengan penambahan urea meningkatkan nilai pH
dan kandungan asam asetat.
Perubahan tekstur jerami disebabkan karena degradasi partikel
lignoselulosa-hemiselulosa oleh mikroba dari probiotik yang ditambahkan
pada jerami. Melalui proses fermentasi, bahan pakan akan mengalami
perubahan fisik dan kimia yang menguntungkan, diantaranya perubahan
tekstur dan nilai cerna. Peranan probitik menentukan tingkat degradasi
partikel lignoselulosa-hemiselulosa, disamping dapat menjadi sumber protein
bagi ternak ruminansia (Haryanto et al., 1997).
Bau yang dihasilkan adalah bau asam segar. Persentase kandungan
air yang terlalu tinggi pada bahan akan menyebabkan tingginya konsentrasi
asam butirat (butiryc acid) dan amonia, hasil fermentasi seperti ini akan
memiliki keasaman yang kurang (pH tinggi). Hal tersebut akan menyebabkan
bau yang menyengat sehingga tidak akan dikonsumsi oleh ternak (Iksan,
2004). Ini sesuai dengan bau jerami fermentasi setelah diperam selama 21
hari, yaitu berbau asam.
pH yang dihasilkan setelah pemeraman selama 21 hari yaitu 8. Hal ini
menunjukkan fermentasi yang terjadi gagal, karena bersifat basa. Menurut
17

Yusiati (2008), pH maksimal untuk mikrobia asidofil yaitu 3,5 sampai 5.
Fungsi urea pada proses pembuatan fermentasi adalah sebagai pensuplai
NH3, ini digunakan sebagai sumber energi bagi mikrobia dalam poses
fermentasi. Jadi disini urea tidak sebagai penambah nutrisi pakan. Bisa juga
dikatakan sebagai katalisator dalam proses fermentasi (Anonim, 2008).
Mikrobia yang berasal dari EM
4
menghasilkan enzim selama proses
fermentasi. Jenis mikrobia yang berperan selama proses fermentasi yaitu
mikrobia asidofil.
Berdasarkan perubahan tekstur, bau, dan pH sebelum dan sesudah
pemeraman maka dapat dikatakan kualitas jerami yang dihasilkan cukup
baik.


18

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa hasil
pembuatan jerami amoniasi berkualitas kurang baik dan jerami fermentasi
dikatakan berkualitas baik.



19

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Hijauan Makanan Ternak. Kanisius, Yogyakarta.
Anonim.2008.http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2008/08/04/2
4731/Amoniasi-Jerami-untuk-Pakan-Ternak. Diakses pada tanggal 19
Desember 2011 jam 17.00
Hanafi, Nevi Diana. 2004. Perlakuan Silase dan Amoniasi Daun Kelapa Sawit
sebagai Bahan Baku Pakan Domba. Fakultas Pertanian. Universitas
Sumatra Utara. Sumatra Utara.
Hartadi, H.S. Reksojadoprodjo. A.D. Tillman. 2005. Tabel Komposisi Pakan
Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan
Univesitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Haryanto, B., I.K.Sutama, B.Sudaryanto dan A.Djajanegara. 1992. Domba
dan kambing untuk kesejahteraan masyarakat. Prosiding Sarasehan
Usaha Ternak Domba dan Kambing Menyongsong Era PJPT II. Bogor.
Hasyim. 1997. Aplikasi Enzim Selulase pada Peningkatan Kualitas Pakan
Berserat. Tesis S2 Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Iksan, Tedjowahjono, 2004. Pengaruh Bahan Tambahan Tetes dan Urea
terhadap Kualitas, Palatabilitas dan Koefisien Cerna Silase Pucuk
Tebu. Puslitbang Peternakan. Bogor.
Kamal, Muhammad. 1998. bahan Pakan dan Ransum Ternak. Lab. Makanan
Ternak. Jurusan Nutrisi dan makanan Ternak. Fakultas peternakan,
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan ternak
Ruminansia. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Lekito, M. N. 1992. Usaha Peningkatan Nilai Nutrisi Jerami Padi Melalui
Fermentasi dengan Feces Sapi Atau Isi Rumen Dikombinasikan
Dengan Perlakuan Kimia. Buletin Peternakan. Edisi Khusus
Desember. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
20

Nista, D., Natalia, H., danTaufik A. 2007. TeknologiPengolahanPakan.
DepartemenPertanian. Palembang
Rachman, 1992. Teknologi Fermentasi. PAU Pangan dan Gizi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Umami, N. 2007. Teknologi Pengawetan Hijauan: Peranan Bakteri Asam
Laktat dalam Proses Silase Pakan. Hand Out Manajemen Pastura.
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Utomo R. Agus, A., dan Ismaya. 1999. PenggunaanProbiotikuntuk
MeningkatkanNilaiNutrienJeramiPadi dan Efeknyaterhadap
KinerjaSapiPeranakanOngole (PO). LaporanHasilPenelitian.
LembagaPenelitian UGM bekerjasamadengan IP2TP. Badan
Penelitian dan PengembanganPertanian. Yogyakarta.
Yusiati, Lies Mira, Chusnul Hanim, dan Zaenal Bachrudia. 2008. Pengantar
Enzimologi dan Industri Fermentasi. Fakultas Peternakan UGM.
Yogyakarta.













21

LAMPIRAN

22

ACARA III
TEKNOLOGI PENGOLAHAN KONSENTRAT

Tinjauan Pustaka
Bahan Pakan
Bahan pakan atau dulu disebut sebagai bahan makanan ternak (feed)
adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, dapat dicerna sebagian atau
seluruhnya, dan tanpa mengganggu kesehatan pemakannya. Berdasarkan
sifat karakteristik fisik dan kimia serta penggunaannya, bahan pakan dibagi
menjadi 8 klas, yaitu (1) klas 1 : hijauan kering (dry forages) dan jerami
(roughages), contoh hay dan jerami padi; (2) Klas 2 : Pasture, contoh rumput
gajah dan rumput raja ; (3) Klas 3 : Silage (silase), contoh silase rumput; (4)
Klas 4 : sumber energi, contoh bebijian, umbi, dan kacangan ; (4) Klas 5 :
sumber protein, contoh biji legume, bungkil, bahan pakan asal hewan dan
ikan ; (6) Klas 6 : sumber mineral, contoh batu kapur dan tepung tulang ; (7)
Klas 7 : sumber vitamin, contoh B12 dan B complex ; (8) Klas 8 : Additive,
contoh hormon dan antibiotik (Utomo et al., 2008).
Bekatul
Bekatul merupakan hasil samping/limbah dari proses penggilingan
padi, sekitar 8 sampai 8,5 % berat padi adalah bekatul. Bekatul memiliki
kadar protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan jagung atau
sumber energi lainnya maka menyebabkan bekatul diberikan dalam jumlah
yang terbatas tergantung pada jenis ternaknya dan untuk menghindari
serangga dan bau tengik sehingga kualitas bekatul tidak berkurang,
sebaiknya bekatul dijemur telebih dahulu selama 3 sampai 4 hari.
Penjemuran tersebut dilakukan sebelum bekatul disimpan atau digunakan
sebagai bahan baku pakan. Komposisi nutrien bekatu yaitu BK 86 %, PK 14
%, LK 12,4 %, SK 6 %, dan TDN 85 % (Agus, 2008).

23

Jagung Giling
Jagung atau Zea mays merupakan bahan pakan sumber energi yang
paling banyak digunakan dalam industry pakan ternak. Indonesia dikenal
beberapa jenis jagung yaitu jagung kuning, jagung putih, dan jagung merah.
Jenis yang sering digunakan adalah jagung kuning karena mengandung
karoten provitamin A yang cukup tinggi. Jagung mempunyai kandungan
protein dan serat kasar yang tidak terlalu tinggi, namun kandungan energi
metabolismenya tinggi (3.130 kkal/kg) sehingga jagung merupakan sumber
energi yang baik. Kandungan serat kasarnya yang rendah memungkinkan
jagung digunakan dalam tingkat yang lebih tinggi. Jagung juga mempunyai
kandungan asam linoleat yang baik dan juga sumber asam lemak esensial
yang baik. Jagung giling merupakan jagung yang sudah dilepaskan dari
tongkolnya dan digiling bijinya sehingga memiliki ukuran partikel yang lebih
kecil. Komposisi nutrien jagung yaitu BK 89 %, PK 10 %, LK 4,3 %, SK 2,6 %,
dan TDN 85 % (Agus, 2008).
Konsentrat Ayam
Konsentrat ayam yaitu konsentrat yang terdiri dari beberapa bahan
pakan tertentu, seperti jagung giling, pollard, bungkil kedelai, dan lain lain.
Konsentrat ayam diformulasikan khusus untuk ayam, sehingga dapat
memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhannya.
Molases
Molases atau tetes adalah bahan pakan yang berasal dari hasil ikutan
proses penggilingan tebu untuk dijadikan gula. Kandungan gula dalam tetes
mencapai 77 %, serta mengandung protein kasar sebesar 3,5 %. Tetes tebu
berwarna coklat kemerahan, kalau dicicipi akan terasa manis. Molases dapat
menambah nafsu makan ternak dan dapat dimanfaatkan untuk mengontrol
debu pada pakan kering. Komposisi nutrien molasses yaitu BK 75 %, PK 4
%, LK 0 %, SK 0 %, dan TDN 72 % (Agus, 2008).

24

Pollard
Pollard atau wheat pollard merupakan bahan pakan hasil sampingan
penggilingan gandum. Komposisi nutrien pollard yaitu BK 87,1 %, SK 6,6
%, PK 16,5 %, LK 3,6 %, dan TDN 84,2 % (Utomo et al., 2008).
Grinding
Penggilingan atau grinding merupakan proses pengolahan pakan
dengan cara pengurangan partikel, paling umum digunakan, paling murah,
dan metodenya sederhana. Tujuan dan manfaat dari proses pengiilingan
yaitu meningkatkan luas permukaan, meningkatkan kecernaaan,
memudahkan penanganan dan pencampuran, meningkatkan efisiensi
pembuatan pellet pada ukuran partikel tertentu, dan disukai oleh peternak
atau pemakannya. Penggilingan bahan baku pakan dilakukan jika bahan
baku yang akan digunakan berbentuk butiran. Alat yang digunakan dapat
berupa mesin penggiling (grinder) atau alat tradisional seperti lumpang dan
alu. (Agus, 2007).
Mixing
Proses pencampuran merupakan proses yang paling kritis dalam
industri pakan. Istilah pencampuran mencakup proses pengadukan atau
pengacakan. Pengadukan berarti meningkatkan keseragaman, sedangkan
pengacakan berarti meningkatkan keragaman. Formulasi ransum bertujuan
pencampuran adalah untuk mengkombinasikan kedua proses ini, yaitu
pengacakan komponen (bahan) pakan yang berbeda menjadi satu bentuk
campuran. Pencampuran pakan melibatkan kombinasi pencampuran antara
bahan bentuk padat-padat (solid-solid) dan padat-cair (solid-liquid) (Agus,
1999).
Pencampuran bertujuan untuk menggabungkan beberapa bahan
(komponen) dengan cara menyebarkan bahan sehingga pada jumlah tertentu
dari campuran terdapat komponen bahan dalam perbandingan yang tetap.
Prinsip pencampuran didasarkan pada peningkatan pengacakan dan
25

distribusi dua atau lebih komponen yang mempunyai sifat yang berbeda.
Derajat pencampuran dapat dikarakterisasi dari waktu yang dibutuhkan,
keadaan produk atau jumlah energi yang dibutuhkan untuk melakukan
pencampuran. Proses pencampuran dikatakan telah berlangsung dengan
baik (atau telah tercapai derajat keseragaman yang baik) jika komponen yang
dicampur dari sampel yang diambil selama proses pencampuran, telah
terdistribusi melalui komponen lain secara random (acak) (Agus, 1999).
Menurut Agus (1999), ada 3 mekanisme yang terlibat dalam
pencampuran yaitu proses pemidahan kelompok partikel dari satu lokasi ke
lokasi lain dalam suatu volume tertentu dari pakan, proses difusi yaitu
penyebaran partikel pada suatu permukaan yang terbentuk akibat proses
pengadukan, dan proses shearing yaitu proses penyusupan partikel diantara
partikel lainnya. Industri pakan ternak, alat pencampur yang banyak
digunakan adalah alat pencampur granula, yaitu horizontal ribbon mixer dan
vertical mixer.
Pelleting
Pelleting (pembuatan pellet) merupakan salah satu tahapan penting
dalam fabrikasi makanan ternak. Sekitar 60 % pakan jadi yang dipasarkan
diseluruh dunia adalah dalam bentuk pellet. Pakan yang berbentuk pellet
akan mempengaruhi performance ternak, yaitu karena dapat mengurangi
pemborosan pakan, mengurangi selektifitas ternak pada pakan, menurunkan
terpisahnya antar komposisi pakan, mengurangi waktu dan energi untuk
pengunyahan, membunuh mikroorganisme patogen, modifikasi struktur pati
dan protein dengan adanya pemanasan, dan memperbaiki palatabilitas
pakan (Agus, 1999).
Menurut Agus (1999), secara umum beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas pellet adalah komposisi ingredient beserta
karakteristiknya, proses pengolahan dan pengikat spesifik dalam pellet
26

(adanya adesi dan kohesi antar partikel). Faktor-faktor tersebut meliputi
antara lain :
Komposisi pakan
a. Fisik : distribusi ukuran partikel, densitas, bulk density
b. Kimia : kadar air, lemak kasar, protein kasar, serat kasar, abu
c. Fungsional : viskositas, solubilitas protein, gelatinisasi pati
Proses pengolahan
a. Conditioning : suhu, waktu, kadar air, tekanan
b. Spesifikasi die : rasio antara diameter dan panjang die
c. Pendingin (cooler/drier) : kecepatan udara, waktu, kelembaban
Adesi dan kohesi antar partikel
Pembentukan pellet (pelleting) merupakan salah satu proses
pengolahan pakan dengan menggabungkan beberapa bahan pakan
sehingga menjadi bentuk yang kompak melalui proses penekanan (mekanik).
Pemeletan ini bertujuan untuk membentuk satu kesatuan pakan yang tidak
mudah tercecer, kemudian pakan dalam bentuk pellet akan mengurangi
susut nutrisi karena seluruh bahan pakan terwakili dalam pellet. Pemeletan
yang dilakukan dengan mesin pelletizer akan mengefisienkan proses
pengolahan karena pellet akan langsung mongering sehingga tidak perlu
proses pengeringan (Agus, 2007).





27

Materi dan Metode

Materi
Grinding
Alat. Alat-alat yang digunakan adalah timbangan, hammer mill, dan
karung.
Bahan. Bahan yang digunakan tidak ada.
Mixing
Alat. Alat-alat yang digunakan adalah timbangan, brower, dan karung.
Bahan. Bahan yang digunakan adalah pollard, bekatul, jagung giling,
bungkil kedelai, kleci, dan premix.
Pelleting
Alat. Alat-alat yang digunakan adalah timbangan, mesin pellet, dan
nampan.
Bahan. Bahan yang digunakan adalah jagung giling, pollard, dedak
halus, konsentrat ayam, tepung tapioka, dan molasses.

Metode
Grinding
Tidak dilakukan grinding karena alat rusak, hanya dilakukan
pengenalan alat grinding yaitu hammer mill.
Mixing
Bahan pakan ditimbang sesuai ransum dan dimasukkan ke alat mixing
yaitu brower.
Pelleting
Bahan pakan ditimbang dan dicampur sesuai dengan formulasi.
Pencampuran dilakukan secara manual. Hasil pencampuran dimasukkan ke
dalam mesin pembuat pellet. Pellet yang dihasilkan diuji tekstur dan
warnanya.
28

Hasil dan Pembahasan

Grinding
atau grinding merupakan proses pengolahan pakan dengan cara
pengurangan ukuran partikel, paling umum digunakan, paling murah dan
metodenya sederhana. Tujuan dan manfaat dari proses penggilingan adalah
meningkatkan luas permukaan, meningkatkan kecernaan (lebih digestible),
memudahkan penanganan dan pencampuran, meningkatkan efisiensi
pembuatan pellet pada ukuran partikel tertentu dan disukai peternak atau
pemakai. Penggilingan bahan baku pakan dilakukan jika bahan baku yang
akan digunakan berbentuk butiran. Alat yang digunakan dapat berupa mesin
penggiling (grinder) atau alat tradisional seperti lumpang atau alu (Agus,
2007).
Prosedur grinding ada tiga macam antara lain 1) cutting, yaitu prosedur
dimana bahan diperkecil ukurannya melalui pemotongan dengan pisau yang
tipis dan tajam; 2) crushing, yaitu prosedur yang mempergunakan tenaga
penumbukan atau dengan roller; 3) shearing, yaitu kombinasi antara cutting
dan crushing. Proses grinding terjadi apabila partikel yang akan dikurangi
ukurannya bersinggungan dengan permukaan grinder dalam kecepatan yang
tinggi. Reduksi dari ukuran partikel tergantung pada kecepatan relatif dari
partikel dan bentuk permukaan grinder (Utomo et al., 2008).

29


Gambar 1. Hammer mill
Mixing
Tabel 1. Hasil pengamatan mixing
Bahan Pakan Proporsi (%) Berat (g)
Pollard
Jagung giling
Dedak halus
Konsentrat ayam
Bungkil kedelai
Garam
24
15
38
10
10
3
240
150
380
100
100
30


Berdasarkan hasil praktikum, dapat diketahui jenis mesin pencampur
yang digunakan yaitu vertical mixer dengan merk Brower. Lama
pencampuran yang dilakukan yaitu selama 15 menit. Waktu yang digunakan
5 menit pertama hasil pencampuran yang didapat yaitu tidak merata, lalu
setelah 10 menit hasil pencampuran cukup merata, dan setelah 15 menit
hasil pencampuran sangat merata. Menurut Agus (1999), suatu proses
pencampuran dikatakan telah berlangsung baik jika komponen yang
dicampur dari sampel yang diambil selama proses pencampuran telah
terdistribusi melalui komponen lain secara acak.
Hasil yang didapatkan dapat diketahui bahwa semakin panjang waktu yang
digunakan untuk mencampur, semakin merata hasil pencampuran yang
30

dihasilkan. Hal ini dikarenakan perlu waktu untuk mencampurkan bahan-
bahan pakan agar tercampur secara homogen atau merata.



Gambar 2. Vertikal mixer merk Brower
Menurut Agus (1999), ada 3 mekanisme yang terlibat dalam
pencampuran yaitu proses pemidahan kelompok partikel dari satu lokasi ke
lokasi lain dalam suatu volume tertentu dari pakan, proses difusi yaitu
penyebaran partikel pada suatu permukaan yang terbentuk akibat proses
pengadukan, dan proses shearing yaitu proses penyusupan partikel diantara
partikel lainnya. Industri pakan ternak banyak menggunakan alat pencampur
Alat pencampur yang banyak digunakan adalah alat pencampur granula,
yaitu horizontal ribbon mixer dan vertical mixer.
Pencampuran bertujuan untuk menggabungkan beberapa bahan
(komponen) dengan cara menyebarkan bahan sehingga pada jumlah tertentu
dari campuran terdapat komponen bahan dalam perbandingan yang tetap.
Prinsip pencampuran didasarkan pada peningkatan pengacakan dan
distribusi dua atau lebih komponen yang mempunyai sifat yang berbeda.
Derajat pencampuran dapat dikarakterisasi dari waktu yang dibutuhkan,
keadaan produk atau jumlah energi yang dibutuhkan untuk melakukan
pencampuran. Proses pencampuran dikatakan telah berlangsung dengan
baik (atau telah tercapai derajat keseragaman yang baik) jika komponen yang
31

dicampur dari sampel yang diambil selama proses pencampuran, telah
terdistribusi melalui komponen lain secara random (acak) (Agus, 1999).
Pelleting
Tabel 1. Hasil pengamatan pelleting
Bahan Pakan Proporsi (%) Berat (g)
Pollard
Jagung giling
Dedak halus
Konsentrat ayam
Tepung tapioka
Molasses
20
10
30
20
15
5
600
300
900
600
450
150
Tekstur : lembek
Warna : coklat
Hasil : 30 % pecah


Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahan-bahan yang
digunakan untuk pembuatan pellet yaitu pollard sebanyak 600 g, jagung
giling sebanyak 300 g. dedak halus sebanyak 900 g, konsentrat ayam
sebanyak 600 g, tepung tapioka sebanyak 450 g, dan molasses sebanyak
150 gr. Tepung tapioca tersusun atas granula-granula pati Hasil pembuatan
pellet yang didapatkan yaitu tekstur lembek, warna coklat, dan sebanyak 30
% pecah. Pellet yang dibuat berkualitas jelek atau kurang baik, karena tidak
kompak atau rekatnya ikatan antar bahan sehingga menyebabkan tekstur
yang lembek dan pecah. Hal ini kemungkinan terjadi karena bahan pengikat
yang digunakan yaitu tepung tapioka kurang baik dalam pencampurannya
dengan air 30% berat bahan pakan sehingga menghasilkan pellet yang
kurang baik pula. Menurut Agus (1999), secara umum beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas pellet adalah komposisi ingredient beserta
karakteristiknya, proses pengolahan dan pengikat spesifik dalam pellet
(adanya adesi dan kohesi antar partikel).


32




Gambar 3. Alat pelletizing
Kesimpulan

Pengecilan ukuran bertujuan untuk menghancurkan, menggiling atau
menghaluskan, serta mengayaknya sehingga menghasilkan gilingan bahan
yang sehalus mungkin. Prosedur grinding ada tiga macam yaitu cutting,
crushing, dan shearing. Pencampuran bertujuan untuk menggabungkan
beberapa bahan (komponen) dengan cara menyebarkan bahan sehingga
pada jumlah tertentu dari campuran tersebut terdapat komponen bahan
dalam perbandingan yang tetap. Pembentukan pellet (pelletizing) merupakan
salah satu proses pengolahan pakan dengan menggabungkan beberapa
bahan pakan sehingga menjadi bentuk yang kompak melalui proses
penekanan (mekanik).





Daftar Pustaka

Agus, Ali. 2008. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Ardana Media.
Yogyakarta.

Agus, Ali. 2007. Membuat Pakan Ternak Secara Mandiri. Citra Aji Parama.
Yogyakarta.

Agus, Ali. 1999. Teknologi Pakan Konsentrat. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

33

Utomo, R., S.P.S. Budhi, A. Agus, C.T. Noviandi. 2008. Bahan Pakan dan
Formulasi Ransum. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

34

ACARA IV
KONTROL KUALITAS PAKAN

Tinjauan Pustaka
Kontrol kualitas merupakan suatu cara untuk mengontrol kualitas suatu
hasil produk dalam hal ini pakan ternak untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan. Konsep total quality adalah hasil produk memenuhi syarat
dikehendaki. Adanya program total quality assurance (jaminan mutu) untuk
mencegah terjadinya kekeliruan serta standar yang ditatapkan akan selalu
memenuhi syarat tanpa cacat setiap saat (Boniran, 1999).
Tujuan kontrol kualitas bahan baku adalah untuk memberikan
informasi yang tepat tentang kandungan zat makanan dan anti kualitas yang
terkandung di dalamnya atau racun dari bahan baku, sehingga nilai nutrisi
yang diinginkan dari ransum sebagai produk akhir akan didapat dengan baik
dan tepat (Agus, 1999).
Kualitas bahan pakan dalam industri pakan ternak akan menentukan
kualitas produk akhir sehingga kontrol kualitas sangat diperlukan. Kontrol
kualitas meliputi kontrol kualitas bahan baku, kontrol kualitas selama proses
penyimpanan dan proses produksi serta kontrol kualitas produk akhir. Semua
kontrol kualitas ini harus lengkap dilakukan karena semua bahan baku yang
digunakan akan bercampur selama proses produksi dan disimpan sebagai
pakan jadi atau ransum (Khalil dan Suryahadi, 1997).
Menurut Kamal (1997), ada empat metode pengujian kualitas pakan
yang dapat dilakukan atau dikerjakan, yaitu pengujian pakan secara fisik,
pengujian pakan secara kemik, pengujian pakan secara kombinasi fisik dan
kemik, dan pengujian pakan secara biologik. Keempat metode pengujian
pakan tersebut tidak harus dikerjakan semuanya karena setiap pengujian
jelas memerlukan biaya. Pengujian kualitas pakan harus disesuaikan dengan
besar kecilnya biaya yang tersedia.
35

Ada beberapa uji untuk kontrol kualitas pakan dengan tujuan masing-
masing. Uji kandungan sekam dalam bahan pakan (Phoroglucinol test) tujuan
untuk kandungan rice hulls dalam rice bran (bekatul, dedak, dan lain-lain).
Tujuan uji kandungan urea dalam bahan pakan untuk mengetahui kandungan
urea pada bahan pakan (tepung ikan, dan lain-lain). Uji bulk density (berat
jenis) bahan pakan tujuan untuk mengetahui kualitas bahan sekaligus untuk
meminimalkan pemalsuan (pencemaran) bahan (Agus, 2007).
Menurut Agus (2007), terdapat beberapa prinsip penting yang harus
dipertimbangkan dalam pengujian kualitas pakan, yaitu 1) Mencurahkan
perhatian yang lebih besar terhadap pengujian bahan pakan daripada pakan
jadi, 2) Melaksanakan kontrol kualitas yang ketat terhadap bahan baku
pakan, 3) Memeriksa masalah yang terjadi dalam fabrikasi dengan
menganalisis pakan jadi, 4) Memeriksa bahan pakan berdasarkan atas resiko
kualitas yang ditanggung, 5) Menggunakan cara pemeriksaan fisik yang
penting terhadap bahan pakan yang mempunyai resiko tinggi, 6) Mencermati
sejarah penampilan setiap pemasok untuk setiap bahan pakan, 7)
Menetapkan dan menjalankan spesifikasi nilai bahan pakan dengan cermat,
dan 8) Menghindari analisis yang tidak perlu.

36

Materi dan Metode

Uji Bulk Density
Alat. Alat-alat yang digunakan antara lain timbangan, gelas ukur dan kayu.
Bahan. bahan-bahan yang digunakan antara lain bungkil kedelai, tepung ikan
dan jagung.
Uji Kandungan Garam
Alat. Alat yang digunakan antara lain penangas air, labu ukur, kertas saring,
termometer dan buret.
Bahan. Bahan-bahan yang digunakan antara lain tepung ikan, aquadest,
AgNO
3
dan clorin cromat.
Uji Kandungan Urea
Alat. Alat-alat yang digunakan antara lain urea test paper dan pipet tetes.
Bahan. Bahan-bahan yang digunakan antara lain bungkil kedelai dan tepung
ikan.
Uji Kandungan Sekam
Alat. Alat-alat yang digunakan antara lain cawan porselen dan pipet tetes.
Bahan. Bahan-bahan yang digunakan antara lain dedak, sekam, pollard dan
larutan phlorogucinol 1%.


37

Metode
Uji Bulk Density (Berat Jenis)
Wadah yang akan digunakan (gelas ukur atau beaker glass). Sampel bahan
pakan dimasukkan kedalam gelas ukur (padatkan dan diusahakan sesedikit
mungkin adanya rongga antar bahan pakan). Berat sampel dibandingkan
dengan volumenya, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Bulk Density (BJ) =
(I) wadah volume
wadah berat wadah) sampel (Berat
x 100%
Uji Kadar Garam
Tepung ikan yang akan diuji ditimbang 2 gram sampai 3 gram, setelah itu
dipanaskan selama 5 menit dengan suhu 70C dan ditambah 50 ml aquades.
Tepung ikan dipanaskan lagi selama lima menit. Setelah itu larutan tersebut
dimasukkan kedalam labu ukur dan ditambah aquadest dan larutan diambil
10 ml dan ditambah indikator (clorin cromat) 10 tetes dan setelah itu di titrasi
dengan AgNO
3
sampai warna menjadi
Kadar garam kemudian diukur dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
ml : volume titrasi
FP : faktor pengencer 10 ml = 10x
BM NaCl : 58,5
N : N AgNO
3
0,05 N

Uji Kandungan Urea
Pembuatan ekstrak urease. Kedelai mentah digiling hingga halus (diayak
atau disaring). Ambil bubuk kedelai 100 gram lalu dicampur dengan 300 ml
aquades, diaduk-aduk hingga merata kemudian didiamkan semalam. Ekstrak
urease disaring esok harinya.
38

Pembuatan urea test paper. Sebanyak 10 ml ekstrak urease dicampur
dengan 10 ml larutan indikator. Kertas saring (Whatman no. 41) dicelupkan
dalam larutan tersebut hingga tercelup merata di seluruh permukaan kertas.
Kertas tersebut dikeringkan dengan cara diangin-anginkan atau dipanaskan.
Kertas akan berwarna kuning orange ketika kering.
Pengujian kandungan urea (urea test paper). Larutan urea standar
diteteskan pada urea test paper. Sample bahan pakan di letakkan diatas urea
test paper dan ditetesi dengan aquades. Apabila bahan mengandung urea,
maka akan ditunjukkan dengan perubahan warna (menjadi warna biru) pada
urea test paper. Intensitas warna menunjukkan kuantitas kandungan urea.
Uji Kandungan Sekam
Sampel bahan pakan dimasukkan ke dalam petridisc, dan diratakan ke
seluruh permukaan petridisc. Larutan phloroglucinol 1% diteteskan secara
merata ke seluruh permukan sampel bahan sehingga basah seluruhya.
Perubahan yang akan terjadi apabila bahan mengandung rice hulls (sekam)
adalah munculnya warna merah pada bahan yang diuji.

39

HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Bulk density
Berdasarkan hasil praktikum uji bulk density didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil uji bulk density
No Bahan
pakan
Volume
(l)
Berat
wadah (g)
Berat wadah
+ sampel (g)
Bulk density
(g/l)
1 Bungkil
kedelai
1 314 962 648
2 Jagung 1 314 868 554
3 Tepung ikan 1 314 1082 768
Berdasarkan hasil praktikum, bahan pakan yang mempunyai nilai bulk
density paling besar adalah tepung ikan, bungkil kedelai, kemudian jagung.
Artinya bahwa berat per ml tepung ikan lebih besar daripada bungkil kedelai
dan jagung.
Munir (2008) mengatakan bulk density merupakan salah satu metode
penentuan kualitas bahan pakan sebelum dilakukan analisis kimia yang
mendasar pada ukuran berat bahan pakan persatuan volume (g/l). Uji
kepadatan (bulk density) ini dilakukan dengan mengukur volume dan berat
dari sampel bahan baku ransum. Masing-masing bahan baku telah memiliki
standar bulk density tersendiri, contohnya jagung 626 g/l (1 liter jagung
memiliki berat 626 gram), bekatul 351 g/l sampai 337 g/l, tepung ikan 562 g/l,
tepung daging dan tulang (MBM) 594 g/l, bungkil kedelai (SBM) 594 g/l
sampai 610 g/l.
Berdasarkan data yang diperoleh dan dibandingkan dengan literatur,
nilai bulk density tepung ikan dan bungkil kedelai melebihi kisaran normal
sedangkan nilai bulk density pada jagung dibawah kisaran normal. Anonim
(2010) mengatakan apabila kepadatannya melebihi atau kurang standar
tersebut ada kemungkinan ada bahan kontaminan (cemaran).
40

Uji Kandungan Garam
Berdasarkan hasil praktium uji kandungan garam, diperoleh data sebagai
berikut:
Tabel 2. Hasil uji kandungan garam
No. Sampel Berat
sampel (g)
Volume
AgNO
3
(ml)
Kandungan
garam
1 Tepung ikan A 2,2435 1,1 1,43
2 Tepung ikan B 2,2435 1,4 1,82
3 Tepung ikan rerata 2,2435 1,25 1,63
Uji kadar garam dilakukan untuk mengetahui berapa kadar garam yang ada
di dalam suatu bahan pakan. Biasanya kadar garam yang cukup tinggi
berada di dalam tepung ikan yang berasal dari ikan lokal karena ikan yang
digunakan telah mengalami proses penggaraman. Hasil uji kadar garam
sampel tepung ikan dari hasil praktikum adalah sebagai berikut: tepung ikan
A 1,43%, tepung ikan B 1,82% dan tepung ikan rerata 1,63%. Menurut SNI
01-2175-1996 (1996), kadar kandungan garam dalam tepung ikan maksimal
yaitu 2% untuk tepung ikan kualitas I, 3% untuk kualitas II dan 4% untuk
kualitas III. Kadar garam sampel tepung ikan yang diuji menunjukkan bahwa
masih berada dalam kisaran normal.
Uji Kandungan Urea
Berdasarkan praktikum uji kandungan urea diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil uji kandungan urea
No. Nama Bahan Pakan Keterangan
1 Tepung ikan -
2 Bungkil kedelai -
3 Urea 2% ++
4 Urea 5% +++
41

Berdasarkan hasil praktikum, tidak terdapat kandungan urea pada bahan
pakan bungkil kedelai, tepung ikan. Kandungan urea yang paling tinggi
terdapat dalam urea 5%. Adanya kandungan urea dalam bahan pakan
ditandai dengan perubahan warna menjadi biru pada sampel bahan pakan
yang ditempatkan pada urea test paper yang telah ditetesi oleh aquades
terlebih dahulu. Hasil uji ini menunjukkan bahwa tidak ada pemalsuan bahan
pakan bungkil kedelai dan tepung ikan.
Menurut Handari (2002), urea merupakan sumber NPN yang paling baik bagi
mikroba rumen dan kelarutannya mencapai 100%. Urea yang untuk
suplementasi pada ternak disebut sebagai protein kasar dari protein non
nitrogen. Pembentukan amonia dari urea dibantu oleh enzim urease. Amonia
yang dihasilkan kemudian digunakan oleh bakteri dalam rumen untuk
membentuk protein bakteri.
Uji Kandungan Sekam
Berdasarkan hasil praktikum uji kandungan sekam didapatkan hasil sebagai
berikut:
Tabel 4. Hasil uji kandungan sekam
No. Nama bahan pakan Keterangan
1 Pollard +
2 Dedak ++
3 Sekam +++
Berdasarkan hasil praktikum tersebut, bahan yang mengandung sekam
adalah pollard dan dedak sedangkan sekam sebagai kontrol. Adanya
kandungan sekam ditandai dengan perubahan warna (menjadi merah) pada
bahan yang diuji setelah ditambah larutan phloroghicinol 1% secara merata
pada permukaan sampel bahan tersebut. Kandungan sekam yang paling
tinggi ketika praktikum terdapat dalam dedak. Hal ini ditunjukkan dengan
warna yang sangat merah setelah dedak halus ditetesi phloroglucinol 1%.
42

Menurut Zuprizal (2001), semakin merah, maka kualitas bahan pakan
semakin buruk. Lebih lanjut dikatakan bahwa sekam merupakan bagian yang
tidak dapat dicerna sama sekali oleh unggas. Kadar sekam untuk grade
super besarnya kurang dari 8%, jenis I sebanyak 8 sampai 12% dan jenis II
batas maksimalnya 15%. Berdasarkan hasil praktikum setelah diuji
kandungan sekam terdapat pemalsuan dalam bahan pakan pollard dan
dedak.


43

Kesimpulan

Hasil uji kandungan bulk density menunjukkan bahwa tepung ikan dan
bungkil kedelai tidak berada dalam kisaran normal karena dimungkinkan ada
bahan cemaran. Hasil uji kandungan garam pada tepung ikan masih dalam
kisaran normal. Hasil uji kandungan urea dalam tepung ikan dan bungkil
kedelai menunjukkan bahwa tidak ada pemalsuan dalam kedua bahan pakan
tersebut. Hasil uji sekam dalam pollard dan dedak menunjukkan bahwa
terdapat campuran sekam dalam kedua bahan pakan tersebut.

44


DAFTAR PUSTAKA

Agus, A. 1999. Teknologi Pakan Konsentrat. Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.

Agus, Ali. 2007. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Badian Nutrisi
dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.

Anonim. 2010. Peran Penting Kontrol Kualitas Ransum.
http://info.medion.co.id. Access on november 28
th
, 2011.

Boniran, S. 1999. Quality Control Untuk Bahan Baku dan produk Akhir
Pakan Ternak. Lokakarya Feed Quality Management. Badan
Penelitian Peternakan dan American Soybean Association.

Handari, R. D. 2002. Teknologi dan Kontrol Kualitas Pengolahan Pakan di PT
Charoen Pokphand Sidoarjo Jawa Timur. Laporan Praktek Kerja
Lapangan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Kamal, M. 1997. Kontrol Kualitas Pakan Ternak. Laboratorium Makanan
Ternak. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan
UGM. Yogyakarta.

Khalil dan Suryahadi. 1997. Pengawasan Mutu dalam Industri Pakan Ternak.
Poultry Indonesia No. 213 November. Jakarta.

45

Munir, I. M. 2008. Kontrol Kualitas Bahan Baku, Produk akhir dan
Penyimpanan Pakan di PT Metro Inti Sejahtera Bekasi. LaporanPKL
Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta.

SNI 01-2715-1996.1996. Tepung Ikan/Bahan Baku Pakan. Dewan
Standarisasi Nasional. Jakarta.

Zuprizal. 2001. Nutrisi dan Pakan Unggas. Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.

46

Lampiran
1. Uji Bulk Density
Jagung
Bulk density =
(berat sampel + wadah) - berat wadah
volume wadah
x 100%
=
1082-314
1
x 100%
= 768 g/l
Bungkil kedelai
Bulk density =
(berat sampel + wadah) - berat wadah
volume wadah
x 100%
=
962-314
1
x 100%
= 648 g/l
Tepung ikan
Bulk density =
(berat sampel + wadah) - berat wadah
volume wadah
x 100%
=
868-314
1
x 100%
= 554 g/l
2. Uji Kadar Garam
Tepung ikan kelompok 16
% NaCl =
ml FP BM NaCl N
berat sampel x 1000
100%
=
1,1 x 10 x 58,5 x 0,05
2,2435 1000
100%
= 1,43 %
Tepung ikan kelompok 15
% NaCl =
ml FP BM NaCl N
berat sampel x 1000
100%
47

=
1,4 x 10 x 58,5 x 0,05
2,2435 1000
100%
= 1,82 %


Tepung ikan kelompok 16
% NaCl =
ml FP BM NaCl N
berat sampel x 1000
100%
=
1,25 x 10 x 58,5 x 0,05
2,2435 1000
100%
= 1,63 %

48

ACARA V
SILAGE

Tinjauan Pustaka
Proses Silage
Silase adalah bahan yang dihasilkan dengan jalan mengontrol fermentasi dari
tanaman yang mempunyai kadar air tinggi. Silase ini hijauan pakan yang sengaja disimpan di
dalam suatu wadah atau silo yang kedap udara sehingga mengalami fermentasi pada
keadaan tersebut (McDonald, 1991).
Fermentasi adalah reaksi oleh biokatalis yang digunakan untuk mengubah
substrat menjadi produk baru, selanjutnya biokatalis tersebut dapat berasal dari
bakteri, jamur, dan khamir. Menurut Kartadisastra (1997), silase adalah bahan pakan
ternak berupa hijauan (rumput-rumputan atau leguminosa) yang disimpan dalam
bentuk segar setelah mengalami proses ensilase.
Silase masuk dalam kategori Carbonaceous roughages yang dicirikan
antara lain kadar energi rendah, serat kasar tinggi, dan protein kasar rendah.
Pembuatan silase untuk mengawetkan hijauan secara fermentasi anaerobik.
Proses tersebut dipengaruhi oleh kerja bakteri asam laktat. Rendahnya nilai
pH akibat adanya akumulasi asam laktat dapat menghambat aktivitas biologik
biomasa hijauan yang di ensilase tersebut (Hartadi, 1992).
Hijauan yang dibuat silase berasal dari tanaman yang ditanam khusus untuk
silase, dan yang lain yang disilase karena terjadi kelebihan hijauan terutama pada
musim penghujan, termasuk hasil sampingan pertanian (Hartadi, 1992). Proses
pengawetan hijauan secara fermentasi anaerob pada dasarnya merupakan
pengubahan karbohidrat terlarut menjadi asam laktat yang menyebabkan penurunan
pH sampai pada tingkat tertentu, rendahnya nilai pH dapat menyebabkan proses
aktivitas biologi didalam biomassa hijauan yang diensilase tersebut dapat terhambat.
49

Lebih lanjut dinyatakan, tujuan utama penurunan pH sering disebut sebagai salah
satu usaha untuk mencegah hilangnya nutrien (Hartadi, 1992).
Faktor yang mempengaruhi silage
Faktor yang mempengaruhi kualitas silase antara lain jenis hijauan, kandungan
karbohidrat terlarut, kandungan kapasitas buffer dari hijauan, jenis mikrobia dalam
fermentasi, ukuran partikel hijauan dan kondisi anaerobik lingkungan silo (McDonald, 1991).
Manfaat silage
Pembuatan silase bertujuan untuk mengatasi kekurangan pakan di musim
kemarau atau ketika penggembalaan ternak tidak mungkin dilakukan, menampung
kelebihan produksi hijauan makanan ternak atau memanfaatkan hijauan pada saat
pertumbuhan terbaik, tetapi belum dipergunakan, dan mendayagunakan hasil sisa
pertanian atau hasil ikutan pertanian (Kartadisastra, 1997).
50

Materi dan Metode

Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum pembuatan silage adalah silo
,timbangan, kantong plastik dan alat pemotong hijauan.
Bahan. Bahan yang digunakan adalah rendeng, bekatul dan molases.

Metode
Hijauan yaitu rendeng ditimbang seberat 2 kg lalu dicacah menjadi lebih
kecil. Bahan aditif silase (molases dan bekatul) ditimbang sesuai perlakuan lalu
dimasukkan dalam kantong plastik. Cacahan hijauan dimasukkan ke dalam silo dan
ditambah dengan bahan aditif silase sedikit demi sedikit. Silo ditutup rapat lalu
didiamkan selama 21 hari dan diamati bau, warna dan teksturnya.
51

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum pembuatan silase diperoleh hasil yang dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Data Pengamatan Silase
Parameter Kelompok 24 Kelompok 16
pH 5 5,5
Warna Hijau kecoklatan Hijau kehitaman
Bau busuk Asam segar

Proses pemeraman silase berlangsung selama 14 hari, setelah itu,
silase dibuka dan diuji organoleptik untuk dibandingkan dengan silase
kontrol. Perlakuan pada pembuatan silase kelompok 16 adalah rendeng
diberi penambahan molases sedangkan kelompok 24 (kontrol) adalah
sebagai kontrol tanpa penambahan aditif. Secara organoleptik silase
kelompok 24 yang diperam selama 14 hari memiliki warna hijau kecoklatan,
bau busuk dan pH 5 sedangkan untuk kelompok 16 yaitu warnanya hijau
kehitaman, bau asam dan pH 5,5
Terlihat adanya perubahan warna pada silase sebelum maupun sesudah
proses pemeraman dengan penambahan molases. Silase sebelumnya mempunyai
warna hijau segar, tetapi setelah dilakukan pemeraman, warnyanya berubah
menjadi hijau kehitaman. pH silase pun menurun setelah pemeraman selama 14
hari. Hal ini dapat terjadi karena adanya proses perombakan substrat-substrat yang
terkandung dalam rendeng sehingga dapat mempengaruhi perubahan nilai pH silase
yaitu nilai pH menurun akibat peranan bakteri dalam menghasilkan asam laktat.
Menurut Lesman (2011), pertama kali hijauan sebagai bahan pembuatan
silase di masukan ke dalam silo, bakteri tersebut akan mengkonsumsi udara atau
52

oksigen yang terperangkap di dalam silo tersebut. Kejadian ini merupakan sesuatu
yang tidak di inginkan untuk terjadi saat ensiling, karena pada saat yang sama
bakteri aerobik tersebut juga akan mengkonsumsi karbohidrat yang sebetulnya
diperlukan bagi bakteri asam laktat. Walaupun kejadian ini nampak menguntungkan
dalam mengurangi jumlah oksigen di dalam silo, sehingga menciptakan lingkungan
anaerob seperti yang kita kehendaki dalam ensiling, namun kejadian tersebut juga
menghasilkan air dan peningkatan suhu atau panas.
Menurut William dan Payne (1993), kualitas silase dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya tingkat kedewasaan tanaman, kandungan karbohidrat
mudah larut yang terkandung dalam tanaman, kadar air hijauan dan jumlah oksigen
yang terdapat dalam silo.
Aspek yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan silase antara lain
kandungan oksigen dalam silo, kandungan gula dan air pada bahan, dan temperatur
Oksidasi gula tanaman pun akan menurunkan nilai energi dari hijauan dan secara
tidak langsung akan meningkatkan komponen serat yang memliki kecernaan rendah
bagi ternak. Oleh karena itu, kandungan oksigen dalam silo harus dibatasi sehingga
tercipta kondisi anaerob (Iksan, 2004).
53

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum yang telah dilakukan
yaitu, kualitas dari silase yang dibuat kelompok 24 mempunyai kualitas yang
kurang baik untuk ternak, sedangkan silase yang dibuat kelompok 16
mempunyai kualitas yang baik untuk dikonsumsi oleh ternak. Silase yang
meggunakan zat aditif dalam penggunaannya lebih baik daripada silase yang
tidak menggunakan zat aditif.
54

Daftar Pustaka

Hartadi, H. 1992. Fermentasi Silase Shorgum Biji dan Kedele yang Ditanam Tumpang Sari.
Bul. Pet. 16:98-103.

Iksan, M. 2004. Artikel: Teknik Fermentasi Hijauan Makanan Ternak. Fakultas
Peternakan Universitas Padjajaran.

Kartadisastra, H. R.1997.Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia.
Kanisius, Yogyakarta

Lesman. 2011. Tahapan Atau Fase Yang Terjadi Pada Proses Fermentasi
Silase. Available at http://www.lestarimandiri.org/id/peternakan/pakan-
ternak/154-tahapan-atau-phase-yang-terjadi-pada-proses-fermentasi-
silase.html. Diakses pada tanggal 18 Desember 2011 pukul 14.40
WIB.

Mc.Donald, P. 1991. The Biochemistry of Silage. John Willey and Sons. New York.
USA.

Williamson, G dan W. J. A. Payne. 1993. Peternakan di daerah Tropik. Edisi ke-3.
Gama Press, Yogyakarta.


55

Anda mungkin juga menyukai