Anda di halaman 1dari 38

PERBEDAAN HEMODINAMIK ANTARA ANESTESI UMUM DAN ANESTESI REGIONAL (SPINAL) PADA SEKSIO SESAREA

ARTIKEL ILMIAH Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran

Oleh : FAISAL NURLAN G2A 002 070

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG Seksio sesarea adalah persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding uterus, dengan syarat berat janin di atas 500 gram
(1)

. Dewasa ini seksio sesarea dipandang lebih

aman daripada dahulu seiring berkembangnya antibiotik serta teknik operasi dan anestesi yang lebih sempurna. Karena itulah kini ada kecenderungan untuk melakukan seksio sesarea tanpa adanya indikasi yang kuat (2). Namun seksio sesarea bukanlah operasi tanpa resiko. Misalnya saja teknik anestesi yang digunakan pada waktu operasi dapat menyebabkan ibu mengalami perubahan hemodinamik yang serius. Oleh karena itu, pemantauan terutama pada sistem kardiovaskuler seperti tekanan darah dan denyut nadi adalah hal terpenting selama anestesi. Pada seksio sesarea, teknik anestesi yang lazim digunakan adalah anestesi umum dan anestesi regional khususnya anestesi spinal. Anestesi umum adalah pemberian anestesi dan analgesia secara menyeluruh disertai dengan hilangnya kesadaran. Obat anestetika umum masuk ke pembuluh darah kemudian menyebar ke jaringan, terutama jaringan yang kaya pembuluh darah seperti otak. Inilah yang menyebabkan kesadaran menurun atau bahkan hilang
(3)

. Kerugian anestesi umum yaitu obat-obat yang

digunakan dapat melewati plasenta, sehingga dapat menyebabkan depresi pernafasan dan jantung pada bayi. Sedangkan anestesi regional adalah pemberian obat anestesi secara lokal/regional untuk menghambat hantaran syaraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, akan tetapi penderita tetap dalam keadaan sadar
(3)

. Kerugian pada anestesi regional, khususnya pada anestesi

spinal dapat menyebabkan hipotensi mendadak sehingga terjadi syok pada ibu. Akibatnya darah ke plasenta berkurang sehingga menimbulkan asfiksia pada bayi. Pada pemberian anestesi pada ibu hamil, keadaan ibu menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan. Perubahan fisiologi pada ibu hamil, seperti pengurangan volume respirasi akibat penekanan difragma oleh uterus dan penambahan curah jantung yang diikuti oleh peningkatan denyut nadi istirahat, volume darah yang meningkat, sangat perlu dipahami sehingga dapat dipilih teknik anestesi dan obat anestesi yang aman bagi ibu dan janinnya. Meskipun banyak faktor yang dapat mempengaruhi ibu dan janin serta banyak sistim tubuh yang dapat dipengaruhi akibat penggunaan suatu teknik anestesi tertentu, dalam penelitian ini hanya akan dinilai sejauh mana perbedaan yang terjadi akibat teknik anestesi umum dan anestesi spinal pada ibu hamil, khususnya pada efek hemodinamik. Hasilnya diharapkan mampu

memberikan gambaran tentang teknik anestesi yang aman untuk ibu dan bayi pada seksio sesarea.

1.2. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah, apakah ada perbedaan hemodinamik antara teknik anestesi umum dan anestesi regional (spinal), pada seksio sesarea.

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Membandingkan perubahan hemodinamik antara teknik anestesi umum dan regional (spinal), pada seksio sesarea. 2. Tujuan Khusus a. Mengukur perubahan tekanan darah pada pemberian anestesi umum dan anestesi spinal. b. Mengukur perubahan nadi pada pemberian anestesi umum dan anestesi spinal. c. Mengukur perubahan MAP pada pemberian anestesi umum dan anestesi spinal.

1.4. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk : 1. Memilih teknik

anestesi yang aman untuk ibu dan bayi pada kasus seksio sesarea. 2. Memperkuat teori

tentang efek dari anestesi spinal terhadap perubahan hemodinamik khususnya pada seksio sesarea. 3. penelitian lanjut bagi penulis lain. Sebagai bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PERUBAHAN FISIOLOGI IBU HAMIL Kehamilan merupakan idaman bagi setiap ibu. Namun, ibu harus bersedia menghadapi berbagai kemungkinan semasa hamil. Tidak semua wanita bernasib baik sehingga dapat menjalani proses kehamilan dengan normal.(4) Adakalanya seorang ibu harus menghadapi berbagai kemungkinan terjadinya gangguan selama masa kehamilan dan persalinan sehingga memerlukan tindakan operasi untuk mengakhiri persalinan. Kehamilan sendiri dapat menyebabkan terjadinya berbagai perubahan fisiologi pada ibu. Perubahan yang disebabkan oleh pertukaran hormon ini menyebabkan kebanyakan system dalam tubuh ibu yang hamil juga turut berubah.(4) Perubahan fisiologi yang terjadi pada tubuh ibu meliputi : 1. Sistim Kardiovaskuler. Yang khas adalah denyut nadi istirahat meningkat sekitar 10 sampai 15 denyut permenit. Dalam beberapa penelitian, volume jantung ditemukan bertambah besar secara normal sekitar 75 ml antara awal dan akhir kehamilan.

Massa dinding ventrikel kiri dan dimensi akhir diastole, seperti denyut jantung, isi sekuncup yang sudah dihitung dan curah jantung, juga ditemukan meningkat selama kehamilan. Peningkatan isi sekuncup dapat mencapai 30% dengan frekuensi denyut sampai 15%. Sedangkan peningkatan curah jantung dapat meningkat sampai 40%. Curah jantung sendiri merupakan respon terhadap aktifitas fisik pada wanita yang sedang hamil yang lebih besar dari keadaan tidak hamil. Selama kehamilan beberapa bunyi jantung dapat berubah sampai dianggap abnormal pada keadaan tidak hamil.(5) Uterus yang besar menekan aorta abdominal, sehingga pada posisi terlentang tekanan ini akan mengurangi aliran darah ke uterus. Tekanan pada uterus juga mengakibatkan penurunan curah jantung yang mengakibatkan tensi menurun. Selain itu juga terdapat perubahan hematologi yang menyangkut peningkatan volume darah. Pada satu penelitian yang dilakukan pada 50 ibu hamil, terdapat sekitar 45% yang mengalami peningkatan. Ini diperlukan untuk metabolisme khususnya besi yang juga diperlukan oleh janin. Peningkatan volume darah ini disebabkan oleh

meningkatnya plasma dan eritrosit.(5) Jumlah leukosit pun turut meningkat hingga mencapai 25.000 atau bahkan lebih selama proses persalinan yang diikuti oleh peningkatan kadar koagulasi darah. Pada kehamilan normal konsentrasi trombosit

meningkat sampai 300.000-600.000/mm yang merupakan faktor penting untuk hemostasis pada kehamilan ataupun proses persalinan.(6) 2. Sistim Respirasi. Kesadaran yang meningkat untuk mengambil nafas sering terjadi pada awal kehamilan yang mungkin diinterpretasikan sebagai dispnea yang mengesankan terjadi kelainan paru atau jantung meskipun sebenarnya tidak ada apa-apa. Peningkatan ini mungkin sebagian besar ditimbulkan oleh progesteron dan estrogen.(5) Sedangkan pada kelanjutan kehamilan yaitu pada kehamilan 32 minggu keatas, seorang wanita hamil tidak jarang mengeluh tentang rasa sesak dan pendek nafas. Hal ini karena usus-usus tertekan oleh uterus yang membesar kearah difragma sehingga difragma kurang leluasa bergerak. Untuk memenuhi kebutuhan nafas ini, ibu hamil harus selalu bernafas lebih dalam.(2) 3. a. Sistim Endokrin Prolaktin

Selama berlangsungnya kehamilan manusia, terdapat peninggian jelas kadar prolaktin didalam plasma ibu. Hormon pelepas tiroid bekerja menyebabkan peningkatan kadar prolaktin pada wanita hamil tetapi responnya menurun pada setiap trimester pada saat kehamilannya bertambah tua. Prolaktin juga ditemukan sepanjang masa kehamilan, dalam konsentrasi tinggi didalam plasma janin. Fungsi utama prolaktin serum ibu dipercaya untuk menjaga kelangsungan laktasi.(5)

b.

Tiroid kehamilan terdapat pembesaran kelenjar tiroid yang

Selama

disebabkan oleh hiperplasia jaringan kelenjar dan bertambahya vaskularisasi. Tetapi kehamilan normal tidak menyebabkan tiromegali yang berarti.(5) Thyroid-releasing Hormone (TRH) Merupakan suatu neurotransmiter yang terdapat diotak tetapi konsentrasi tertingginya di hipotalamus. Hormon ini tidak meninggi selama kehamilan normal, tetapi dapat melintasi plasenta dan merangsang hipofisis janin untuk meningkatkan hormon perangsang tiroid (TSH). Perannya pada homeostasis janin sampai saat ini masih belum jelas.(5) Thyroid-stimulating Hormone (TSH) Hormon ini tidak terikat oleh suatu protein karier dalam darah melainkan beredar dalam bentuk bebas. Konsentrasinya tidak meninggi pada kehamilan, dan tidak melintasi plasenta. Jadi tidak ada korelasi antara TSH ibu dan janinnya.(5) c. Adrenal

Diantara kelenjar diatas, kelenjar inilah yang perubahan fisiologisnya paling kecil pada kehamilan normal. Peningkatan yang menyolok terdapat pada aldosteron. Peninggian aldosteron selama kehamilan memberikan perlindungan melawan efek natriureti progesteron.(5)

4.

Sistim Urogenital Perubahan yang menyolok selama kehamilan terjadi pada traktus urinarius, seperti penambahan ukuran ginjal dan kecepatan filtrasi glomerolus. Salah satu ciri perubahan yang ditimbulkan oleh kehamilan pada ekskresi ginjal adalah meningkatnya jumlah nutrien dalam urin. Asam amino dan vitamin-vitamin yang larut dalam air hilang di dalam urin wanita hamil dalam jumlah yang lebih besar. Peningkatan filtrasi glomerulus yang cukup besar sering menimbulkan glukosuria. Akan tetapi glukosuria selama kehamilan ini tidak perlu dianggap abnormal karena sebagian besar wanita hamil akan mengeluarkan glukosa dalam urin. Meskipun glukosuria sering terjadi pada kehamilan, kemungkinan diabetes melitus tidak boleh diabaikan.
(5)

Sebagian ibu mampu beradaptasi pada perubahan fisiologis di atas. Walaupun dengan kadar adaptasi yang berbeda tergantung dari sang ibu itu sendiri. Ada yang dapat menerima perubahan ini dalam waktu singkat, adapula yang membutuhkan waktu lama sehingga mendekati masa persalinan.(4) Sedangkan sebagian ibu lainnya tidak seberuntung itu. Kesulitan tubuh mereka untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan tersebut dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi sepanjang kehamilannya itu. Perdarahan, tekanan darah tinggi, anemia atau bahkan kencing manis merupakan masalah yang tidak dapat diabaikan. Untuk itu,

10

pengawasan

selama

kehamilan

sangat

dibutuhkan

untuk

menjaga

keselamatan ibu dan bayinya.

2.2. SEKSIO SESAREA Seksio sesarea yang dikenal dalam Obstetri modern mempunyai sejarah yang panjang dan menarik. Kata seksio sesarea sering dihubungkan dengan nama Julius Caesar yang diperkirakan lahir dengan jalan operasi.(8) Pada permulaan operasi seksio sesarea, luka operasinya tidak dijahit sehingga sering mengakibatkan kematian yang disebabkan oleh

perdarahan dan infeksi. Namun, saat ini seksio sesarea semakin diterima oleh masyarakat sebagai salah satu metode pertolongan persalinan. Penerimaan ini didukung oleh semakin meningkatnya pengetahuan tentang antibiotik, keseimbangan pemberian cairan, masalah tranfusi, sehingga angka kesakitan dan kematian dapat ditekan. Seksio sesarea didefinisikan sebagai melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen dan dinding uterus.(1, 5, 8) Saat ini ada 4 teknik seksio sesarea yang digunakan, yaitu: (8) 1. Seksio sesarea klasik Seksio sesarea menurut Sanger ini kadang-kadang diperlukan untuk melahirkan bayi.

11

Indikasi: Jika segmen bawah uterus tidak dapat terpapar atau dicapai dengan aman karena vesika urinaria melekat erat akibat pembedahan sebelumnya. Jika terdapat bayi yang besar dengan letak lintang, khususnya jika selaput ketuban pecah atau bahu terjepit dalam jalan lahir. Bayi dengan berat badan lahir rendah dan segmen bawah uterus tidak mengalami penipisan. Keuntungan: Mudah dilakukan karena lapangan operasi relatif luas Kerugian: Kesembuhan luka operasi relatif sulit Kemungkinan terjadinya ruptura uteri pada kehamilan

berikutnya lebih besar Kemungkinan terjadinya perlekatan dengan dinding abdomen lebih besar 2. Seksio sesarea transperitoneal Seksio sesarea menurut Kehrer merupakan persalinan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas rendah. Indikasi: Terdapat kesempitan panggul Kehamilian yang disertai penyakit, seperti penyakit jantung dan DM

12

Terjadi gawat janin Malpresentasi dan malposisi kedudukan janin

Keuntungan: Segmen bawah lahir lebih tenang Kesembuhan lebih baik Tidak banyak menimbulkan perlekatan

Kerugian: 3. Terdapat kesulitan pada waktu mengeluarkan janin Terjadi perluasan luka insisi dan menimbulkan perdarahan

Seksio sesarea histerektomi Seksio sesarea menurut Porro dilakukan secara histerektomi supravaginal untuk menyelamatkan jiwa ibu dan janin. Indikasi: Disertai infeksi berat Terdapat tumor pada otot rahim Disertai uterus Couvelaire (solusio plasenta)

4.

Seksio sesarea ekstraperitoneal Operasi teknik ini tidak banyak digunakan lagi karena perkembangan antibiotik, dan untuk menghindari kemungkinan terjadi infeksi yang dapat ditimbulkan. Tujuan dari seksio sesarea ekstraperitoneal ini adalah untuk menghindari kontaminasi cavum uteri oleh infeksi yang terdapat di luar uterus.

13

Semua teknik seksio sesarea diatas diharapkan dapat menyelamatkan ibu dan bayinya, dengan jaminan kualitas sumber daya manusia yang optimal. Akan tetapi tindakan seksio sesarea tetap menghadapkan ibu pada trias komplikasi yang memerlukan observasi untuk mendeteksi kejadian lebih dini.(8) Karena itu, pada umumnya seksio sesarea digunakan bilamana diyakini bahwa penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi ibu, janin, atau keduaya, bukan tanpa indikasi yang jelas. Akan sangat ironis jika sorang ibu, atau dengan janinnya mengalami kematian saat operasi yang sebetulnya tidak perlu dilakukan.

2.3. TEKNIK ANESTESI Teknik anestesi yang aman tergantung pada pengalaman dan kemahiran yang dikuasai oleh anestetis. Di samping itu, perlu dipikirkan komplikasi yang mungkin terjadi dan sejauh mana teknik ini dapat menimbulkan efek samping pada ibu atau janin.(3) Pada seksio sesarea, teknik yang sering digunakan adalah anestesi umum dan anestesi spinal. 1. Anestesi Umum Semua zat anestetik umum menghambat SSP secara bertahap. Mula-mula menghambat fungsi yang kompleks dan paling akhir adalah medula oblongata dimana terletak pusat pernafasan yang vital.(6)

14

Teknik anestesi umum pada seksio sesarea (10, 11) Setelah pasien ditempatkan dalam posisi uterus dimiringkan ke kiri, lakukan preoxigenasi dengan O2 100% selama 3 menit, atau pasien diminta melakukan pernafasan dalam sebanyak 5-10 kali. Lakukan intubasi dengan 4 mg/kgBB tiopental dan 1,5 mg/kgBB suksinilkolin. Setelah itu, N2O 50 % diberikan melalui inhalasi dan suksinilkolin diinjeksikan melalui infus sampai janin dilahirkan untuk mencegah ibu bangun. Jika kontraksi uterus tidak sempurna, dapat diberi opioid dan pemakaian halogenated dihentikan. Untuk maintenance anestesi digunakan teknik balans

(N2O/narkotik/relaksan), atau jika ada hipertensi, anestetik inhalasi yang kuat juga dapat digunakan dengan konsentrasi rendah. Setelah operasi selesai, anestesi diakhiri dengan menghentikan pemberian obat anestesi. Sedangkan bagi penderita yang

menggunakan pipa endotrakeal, perlu dilakukan ekstubasi setelah pasien dalam keadaan sadar. Dengan anestesi umum, hemodinamik lebih mudah dikendalikan dengan cara menyesuaikan jenis obat-obatan anestesi dan dosis yang digunakan. Indikasi anestesi umum pada seksio sesarea (10) Gawat janin Ada kontraindikasi terhadap anestesi regional Diperlukan keadaan relaksasi uterus

15

Kotraindikasi anestesi umum pada seksio sesarea (9) Alergi obat anestesi umum Gagal ginjal Asma bronchiale

Obat anestesi umum (3, 9) Berdasarkan cara pemberiannya, obat anestesi umum dibagi menjadi anestesi inhalasi dan intra vena. a. Inhalasi Nitrogen Oksida (NO) Cylcopropane Sevoflurane Enflurane Isoflurane

b. Intravena. Thiopentone sodium (thiopental) Benzodiazepin Propofol Ketamin

2. Anestesi Spinal Suatu metode anestesi dengan menyuntikkan oabat anelgetik lokal kedalam ruang subarachnoid di daerah lumbal. Cara ini sering digunakan pada persalinan per vaginam dan pada seksio sesarea tanpa komplikasi.(3)

16

Pada seksio sesarea blokade sensoris spinal yang lebih tinggi penting. Karena daerah yang akan dianestesi lebih luas, diperlukan dosis agen anestesi yang lebih besar, dan ini meningkatkan frekuensi serta intensitas reaksi-reaksi toksik.(5) Teknik anestesi spinal pada seksio sesarea (3, 14) 15-30 menit sebelum anestesi, berikan antasida, dan lakukan observasi tanda vital. Setelah tindakan antisepsis kulit daerah punggung pasien dan memakai sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan menyuntikkan jarum lumbal (biasanya no 23 atau 25) pada bidang median setinggi vertebra L3-4 atau L4-5. Jarum lumbal akan menembus berturut-turut beberapa ligamen, sampai akhirnya menembus duramater-subarachnoid. Setelah stilet dicabut, cairan liquorcerebrospinalis akan menetes keluar. Selanjutnya disuntikkan larutan obat analgetik lokal kedalam ruang subarachnoid tersebut. Keberhasilan anestesi diuji dengan tes sensorik pada daerah operasi, menggunakan jarum halus atau kapas. Daerah pungsi ditutup dengan kasa dan plester, kemudian posisi pasien diatur pada posisi operasi. Pada anestesi spinal terjadi blokade syaraf sensorik, motorik dan simpatis, sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah untuk mengakibatkan hipotensi atau bradikardi.

17

Untuk mencegah hal tersebut perlu diberi cairan yang cukup sebelum anestesi spinal dan bila terjadi hipotensi dapat diberi efedrin intra vena. Indikasi anestesi spinal pada seksio sesarea. Biasanya anestesi spinal dilakukan untuk pembedahan pada daerah yang diinervasi oleh cabang Th.4 (papila mammae kebawah): (3, 9) Vaginal delivery Operasi ekstremitas inferior Seksio sesarea Operasi perineum Operasi urologic

Kontraindikasi anestesi spinal pada seksio sesarea (9, 10) Infeksi tempat penyuntikan Gangguan koagulasi Tekanan itrakranial meninggi Alergi obat lokal anstesi Hipertensi tak terkontrol Pasien menolak Syok hipovolemik sepsis

18

Obat anestesi spinal pada seksio sesarea (10) Obat anestetik yang sering digunakan: Lidocain 1-5 % Bupivacain 0,25-0,75 %

Komplikasi anestesi spinal pada seksio sesarea (3, 5, 12) a. Hipotensi b. Brakikardi c. Sakit kepala spinal (pasca pungsi) d. Menggigil e. Mual-muntah f. Depresi nafas g. Total spinal h. Sequelae neurologic i. Penurunan tekanan intrakranial j. Meningitis k. Retensi urine

19

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 KERANGKA TEORI Seksio Sesarea

Teknik Anestesi

Anestesi Umum

Anestesi Regional

Inhalasi

Intravena

Spinal

Vasodilatasi

Blok Simpatis

Hipotensi Bradikardi Usia Riwayat Penyakit Obat-obatan Perdarahan Gangguan Elektrolit Hipoksia Manipulasi Operasi Efek Hemodinamik (Tekanan Darah, Denyut Nadi, MAP)

20

3.2 KERANGKA KONSEP

Seksio Sesarea

Teknik Anestesi

Anestesi Umum

Anestesi Spinal

Efek Hemodinamik

Efek Hemodinamik

3.3 HUBUNGAN ANTAR VARIABEL Variabel Bebas Anestesi Umum Anestesi Spinal Variabel Tergantung Efek Hemodinamik (TD,Nadi, MAP) Variabel Perancu Usia Riwayat Penyakit Obat-obatan Perdarahan Gangguan Elektrolit Hipoksia Manipulasi Operasi

21

3.4 HIPOTESIS Penurunan tekanan darah, denyut nadi dan MAP lebih besar pada seksio sesarea dengan teknik anestesi spinal.

22

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 RUANG LINGKUP PENELITIAN 1. Ruang Lingkup Keilmuan Penelitian ini dilakukan berdasarkan Ilmu Anestesi, Ilmu Bedah, Ilmu Obsgin dan Ilmu Farmakologi. 2. Ruang Lingkup Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Bedah Sentral RS Dr. Karyadi Semarang. 3. Ruang Lingkup Waktu Penelitian ini berlangsung selama 4 minggu, antara bulan Maret sampai bulan April 2006.

4.2 JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini bersifat analitik observasional dengan rancangan Cross Cestional (potong lintang) dengan menganalisa data dari rekam medik.

23

4.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 1. Populasi. a. Populasi Target

Pasien yang menjalani operasi sesar dengan anestesi umum dan anestesi regional (spinal). b. Populasi Terjangkau

Pasien yang menjalani operasi sesar dengan anestesi umum dan anestesi regional (spinal) di RS Dr. Karyadi Semarang. 2. Sampel. a. Besar Sampel Penderita yang menjalani operasi sesar di RS Dr. Karyadi Semarang yang memenuhi kriteria inklusi. Besar sampel dihitung dengan rumus besar sampel untuk uji hipotesa terhadap rerata dua kelompok populasi independen dengan data numerik, sebagai berikut: (Z + Z) S 2 n1 = n2= 2 (X1 2) X n = jumlah sampel = tingkat kemaknaan= 0,05 Z= 1,960 = power = 0,8 S= simpang baku= 20 X1 2= clinical judgment = 20 X Z= 0,842

24

Dari hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel untuk tiap kelompok sebanyak 16 pasien, sehingga keseluruhan sampel untuk penelitian ini berjumlah 32 pasien, dan jumlah ini memadai untuk suatu penelitian klinis. Meskipun demikian untuk mendapatkan kurva normal jumlah sampel untuk tiap-tiap kelompok dibuat sebanyak 20 pasien sehingga keseluruhan sampel menjadi 40 pasien. b. Cara Pengambilan Sampel Pemilihan sample dilakukan dengan cara consecutive sampling, yaitu memberikan data untuk diisi oleh setiap pasien. Setiap penderita yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam sampel penelitian sampai jumlah yang diperlukan. Kriteria Inklusi: 1. Pasien seksio sesarea dengan status fisik ASA I-II. 2. Umur 20-35 tahun. 3. Pada anestesi spinal tusukkan jarum hanya 1 kali. 4. Pada anestesi spinal mencapai dermatom yang dikehendaki. 5. Pada anestesi umum intubasi maksimal 1 menit. 6. Tidak mempunyai riwayat hipertensi, stroke. 7. Bersedia diikutkan dalam penelitian dan bersedia menggunakan anestesi spinal atau umum. Kriteria Eksklusi: 1. Terjadi komplikasi spinal tinggi.

25

4.4 VARIABEL PENELITIAN 1. Variabel bebas: anestesi umum dan anestesi spinal 2. Variabel tergantung: perubahan hemodinamik 3. Variabel perancu: usia, riwayat penyakit, obat-obatan, perdarahan, gangguan elektrolit, hipoksia, manipulasi operasi.

4.5 ALAT DAN OBAT-OBATAN 1. Alat: - Spuit - Stilet dengan jarum lumbal no 23 atau 25 - Mesin anestesi - Monitor tekanan darah Siemens SC 7000 2. Obat-obatan: - lidodex 100 mg ephedrin 10 mg i.v atracurium 5 mg dan 15 mg propofol 2-2,5 mg/kgbb succinylcholine 1 mg/kgbb tramadol 2mg/kgbb isofluran - N2O : O2 = 50%.

26

4.6 DATA YANG DIKUMPULKAN Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya (residen anestesi) yang dalam bentuk rekam medik.

4.7 CARA KERJA Data-data penelitian diambil dari data yang telah dikumpulkan oleh peneliti (residen anestesi) untuk selanjutnya diolah dan dianalisis untuk memperkuat hipotesis mengenai perubahan hemodinamik pada pemberian anestesi umum dan anestesi spinal.

4.8 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL 4.8.1.1 Anestesi regional yang digunakan adalah anestesi

spinal menggunakan obat lidodex 100 mg. Segera setelah obat masuk, diberikan ephedrin 10 mg i.v. 4.8.1.2 Anestesi umum menggunakan induksi cepat dengan

obat atracurium 5 mg, propofol 2-2,5 mg/kgbb, succinylcholine 1 mg/kgbb, dan atracurium lagi 15 mg. Rumatan menggunakan isofluran, N2O : O2 = 50%. Setelah bayi lahir diberikan tramadol 2mg/kgbb. 4.8.1.3 Hemodinamik adalah keadaan yang menunjukkan

tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, denyut nadi, MAP.

27

4.9 CARA PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA Data dicatat dalam suatu lembar penelitian yang telah dirancang secara khusus dan dibagikan satu untuk tiap pasien. Setelah data-data yang cukup memenuhi kriteria dalam penelitian ini terkumpul, kemudian dipisahkan antara kelompok dengan pemberian anestesi umun dan kelompok dengan pemberian anestesi spinal. Data diolah menggunakan program SPSS untuk mengetahui rata-rata standar deviasi, range dari masing-masing variabel penelitian. Uji statistik dilakukan untuk membuktikan hipotesis dengan t-test, sebelumnya dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Perbedaan dinyatakan bermakna jika didapatkan p < 0,05. Semua analisis dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan software SPSS 13,05 for Windows .(14, 16)

28

BAB V HASIL PENELITIAN

Dari data yang dikumpulkan, didapatkan jumlah sampel penelitian adalah 40 orang, yang dibagi menjadi 2 kelompok masing-masing 20 orang. Kelompok I diberikan anestesi umum sedangkan kelompok kedua diberikan anestesi spinal. Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian Variabel Umur (thn) N 40 Mean 27,93 Standard Deviasi 6,023 Minimal 17 Maximal 41

Dari tabel 1 diatas, secara deskriptive rerata umur sampel penelitian adalah (27,93 6,02) tahun dengan umur termuda 17 tahun dan tertua 41 tahun.

Tabel 2. Hemodinamik pre anestesi Kelompok Variabel Sistolik pre anestesi (mmHg) Diastolik pre anestesi (mmHg) Nadi pre anestesi (kali/mnt) MAP pre anestesi (mmHg) Anestesi Umum N=20 125,65 13,86 74,10 10,96 90,55 16,37 91,28 9,65 Anestesi spinal N=20 122,65 13,86 75,00 9,74 91,05 13,56 90,88 10,63 Uji t t t t P 0,45 0,78 0,91 0,90

Uji statistik terhadap hasil pengukuran keadaan hemodinamik yang meliputi tekanan darah, frekuensi nadi dan MAP antara dua kelompok sample

29

penelitian sebelum mendapatkan perlakuan anestesi menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05), sehingga kedua kelompok dapat

dibandingkan. Tabel 3. Hemodinamik post anestesi Kelompok Variabel Sistolik post anestesi (mmHg) Diastolik post anestesi (mmHg) Nadi post anestesi (kali/mnt) MAP post anestesi (mmHg) Anestesi Umum N=20 124,70 13,66 76,05 10,70 95,65 14,41 92,26 10,13 Anestesi spinal N=20 119,30 11,46 68,00 10,48 99,20 16,50 85,10 9,75 Uji t t t t P 0,18 0,02 0,47 0,02

Setelah pemberian anestesi, didapatkan bahwa tekanan sistolik dan nadi menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05). Sedangkan untuk tekanan diastolik dan MAP menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05), dimana tekanan diastolik dan MAP pada kelompok anestesi spinal lebih rendah dibandingkan pada kelompok anestesi umum. Tabel 4. Hemodinamik pada menit ke 60 post operasi Kelompok Variabel Sistolik menit ke 60 (mmHg) Diastolik menit ke 60 (mmHg) Nadi menit ke 60(kali/mnt) MAP menit ke 60 (mmHg) Anestesi Umum N=20 121,10 10,91 72,50 9,03 92,75 9,86 88,70 8,06 Anestesi spinal N=20 117,40 13,53 65,35 11,97 94,85 14,29 82,70 10,47 Uji t t t t P 0,34 0,04 0,59 0,04

30

Pada menit ke 60 setelah operasi, tekanan distolik dan MAP pada kedua kelompok menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05), dimana tekanan distolik dan MAP pada kelompok anestesi spinal lebih rendah dari kelompok anestesi umum. Sedangkan tekanan sistolik dan denyut nadi pada kedua kelompok menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05).

140 120 100 80 60 40 20 0 Pre Post 60 mnt Sistolik Diastolik MAP

Gambar 1. Grafik pengukuran tekanan darah pada anestesi umum. Dari gambar 1 dapat dilihat terjadi penurunan tekanan sistolik setelah diberikan anestesi sampai pada menit ke 60. Sedangkan untuk tekanan diastolik dan MAP setelah pemberian anestesi mengalami peningkatan, akan tetapi pada menit ke 60 setelah operasi mengalami penurunan kembali.

31

140 120 100 80 60 40 20 0 Pre Post 60 mnt Sistolik Diastolik MAP

Gambar 2. Grafik pengukuran tekanan darah pada anestesi spinal Pada grafik di atas terlihat bahwa tekanan sistolik, diastolik dan MAP pada pemberian dengan anestesi spinal mengalami penurunan setelah pemberian anestesi hingga menit ke 60 setelah operasi.

100 98 96 94 92 90 88 86 Pre Post 60 mnt Spinal General

Gambar 3. Grafik perubahan denyut nadi Pada gambar 3 terlihat bahwa terjadi peningkatan denyut nadi setelah pemberian anestesi, baik pada anestesi umum maupun anestesi spinal, dan

32

kemudian mengalami penurunan kembali. Rerata perubahan denyut nadi pada anestesi spinal lebih tinggi dibandingkan anestesi umum. PEMBAHASAN Dari data karakteristik sampel (tabel 1) didapat bahwa secara deskriptiv rerata umur sampel penelitian adalah (27,93 6,02) tahun dengan umur termuda 17 tahun dan tertua 41 tahun, yang terbagi dalam 2 kelompok yang masingmasing kelompok terdiri dari 20 pasien. Kelompok pertama diberikan anestesi umum dan kelompok kedua diberikan anestesi spinal. Sebelum pemberian anestesi (tabel 2), terlihat bahwa keadaan

hemodinamik pasien yang terdiri dari tekanan darah, denyut nadi dan MAP tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0,05). Akan tetapi setelah pemberian anestesi (tabel 3), dan pada menit ke 60 setelah operasi (tabel 4) didapatkan bahwa tekanan sistolik dan denyut nadi juga menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (p>0,05). Sedangkan untuk tekanan diastolik dan MAP menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05), dimana tekanan diastolik dan MAP pada kelompok anestesi spinal lebih rendah dibandingkan pada kelompok anestesi umum. Hal ini sebagai bentuk dari respon tubuh terhadap obat yang diberikan. Pada uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan data terdistribusi normal. Sehingga dapat langsung digunakan uji t-test, yang didapatkan perbedaan yang signifikan antara kelompok anestesi umum dan anestesi spinal untuk tekanan diastolik (p<0,05) dan MAP (p<0,05). Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa penurunan tekanan sistolik terjadi terus menerus sampai pada menit ke 60 setelah operasi. Akan tetapi untuk tekanan

33

diastolik dan MAP mengalami peningkatan setelah pemberian anestesi dan kemudian turun kembali pada menit ke 60 setelah operasi. Sedangkan pada gambar 2, tekanan sistolik, diastolik dan MAP terus mengalami penurunan baik setelah pemberian anestesi hingga pada menit ke 60 setelah operasi. Namun dapat dilihat pada grafik, tekanan sistolik, tekanan diastolik dan MAP pada kelompok dengan pemberian anestesi spinal cenderung lebih rendah dibandingkan pada kelompok dengan pemberian anestesi umum. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang berarti untuk kedua kelompok tersebut, terutama untuk tekanan diastolik dan MAP. Untuk denyut nadi, setelah dilakukan uji dengan t-test didapatkan perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok anestesi umum dan anestesi spinal. Maka dapat disimpulkan bahwa sesuai dengan hipotesis yang telah disusun sebelumnya, penurunan tekanan darah, denyut nadi dan MAP pada seksio sesarea lebih besar dengan teknik anestesi spinal. Hal ini sesuai dengan penelitian prospektif yang dilakukan pada lebih dari 1.800 pasien yang mendapatkan anestesi spinal, menyimpulkan bahwa dari 26% dari pasien yang mengalami komplikasi anestesi spinal, mayoritas (16%) berupa hipotensi. (16) Salah satu obat yang digunakan pada anestesi umum adalah enfluran, yang memiliki sifat yang dapat menyebabkan depresi sistem kardiovaskuler dengan cara depresi miokard dan dengan vasodilatasi, yaitu berupa penurunan tekanan sistolik, tekanan diastolik, denyut nadi dan MAP. (17)

34

Sama halnya dengan anestesi spinal yang menggunakan lidocain atau bupivacain yang memiliki sifat sama dengan enfluran, akan tetapi dengan efek penurunan tekanan darah, denytu nadi dan MAP lebih besar. BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KESIMPULAN Keadaan hemodinamik pada pasien seksio sesarea dengan pemberian teknik anestesi spinal lebih rendah dibandingkan pada pasien dengan teknik anestesi umum.

7.2 SARAN Mengingat bahwa pada pemberian anestesi spinal tekanan darah ibu lebih rendah, maka kemungkinan untuk terjadinya hipotensi mendadak pada ibu lebih besar. Oleh karena itu, pemberian anestesi umum dipandang lebih baik dibanding anestesi spinal. Namun, karena masing-masing teknik memiliki kelebihan dan

kekurangannya, secara umum tidak dapat disimpulkan teknik mana yang paling baik. Karena setiap teknik memiliki indikasi tersendiri.
(4)

Untuk itu perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar.

35

UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya dalam penyelesaian artikel ilmiah ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. M. Sofyan Harahap, SpAn, selaku pembimbing yang telah memberi petunjuk dan bimbingan dari awal hingga akhir penulisan artikel ilmiah ini; Bapak, ibu dan saudara-saudara saya atas dukungannya; teman-teman serta semua pihak yang telah membantu hingga artikel ilmiah ini selesai.

36

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro H. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi: Pertama. Jakarta: Yayasan Bina Putra Sarwono Prawiharjo, 2000. 133. 2. Wiknjosastro H. Ilmu Kandungan. Edisi: Kedua. Jakarta: Yayasan Bina Putra Sarwono Prawiharjo, 1997. 126-47. 3. Muhiman M. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi Dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989. 93-97, 65-80, 123-28, 146-56. 4. Suntoro A, Basuki G. Anestesia/Analgesia Dalam Obstetri Ginekologi. URL: http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklanstsi1.html 5. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Alih bahasa : Suyono J, Hartono A. Obstetri Williams (Williams Obstetrics). Edisi 18. Jakarta: EGC, 1995. 160-79, 377-89, 511-26. 6. Soepardiman HM. Komplikasi Wanita Hamil. URL: http://www/geocities.com/ibudanbayi/penyakit_hamil.html 7. Adjie JMS. Operasi Caesar, Amankah? URL: http://www.kompas.com/kesehatan/news/0207/07/010053.htm 8. Manuaba IBG. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter Umum. Jakarta: EGC, 1995. 228-53.

37

9. Laksana, Ery. Belajar Ilmu Anestesi. Semarang: Bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 2002. 20-40. 10. Junizaf H. Perubahan Anatomi Dan Fisiologi Wanita Hamil. URL: http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklob9.html 11. Morgan GE, Mikhail MS. Clinical anesthesiology. 2nd ed. Stamford: A LANGE medical book, 1996: 830-32. 12. Kleinman W. Spinal, Epidural & Caudal Blocks. USA: McGraw Hill Companies. Inc, 1992: 253-69. 13. Santoso S. Buku Latihan SPSS Statistik Parametik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2001. 137-44. 14. Orkin FK. Complications in Anesthesiology. USA: JB. Lippincott Company, 1983: 80-98. 15. Santoso S. Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2001. 86-93; 191-201 16. Soerasdi Erasmus. Anestesiologi di Indonesia Menjelang Era Global. Bandung: IDSAI, 2000. 677. 17. Lofriman. Penatalaksanaan zat dan gas anestesi yang mudah menguap. URL: http://www.geocities.com/lofriman.rm/kedokteran.html. Diakses tanggal 24 Januari 2006.

38

Anda mungkin juga menyukai