Anda di halaman 1dari 10

CARA KERJA A. Pembuatan larutan baku 1. Larutan baku Perak Nitrat 0,1 N Perak nitrat p.a.

mempunyai kemurnian tidak kurang dari 99,9 % dengan demikian larutan baku dapat dibuat dengan menimbang langsung. Bila digunakan perak nitrat yang direkristalisasikan atau jika dikehendaki pemeriksaan normalitasnya, larutan baku dapat dibakukan dengan natrium klorida murni (Fatah, 1982). Natrium klorida p.a. mempunyai kemurnian 99,9 % - 100%. Senyawa ini merupakan baku primer. Natrium klorida bersifat sedikit higroskopik dan untuk kerja yang teliti perlu dipanaskan 250 3500C selama 1 - 2 jam dan kemudian didiamkan mendingin dalam eksikator. Untuk kerja yang teliti, serbuk tersebut harus dikeringkan pada suhu 500 600 C kemudian dibiarkan mendingin dalam eksikator. Untuk kerja sehari - hari dengan kesalahan 0,1 % tidak diperlukan pemanasan tinggi dan cukup pada suhu 110 120 C (Fatah, 1982). Pembuatan larutan baku perak nitrat, yaitu mula-mula labu ukur disiapkan dan dibersihkan. AgNO3 sebanyak 850 mg ditimbang dengan seksama. Kemudian dilarutkan dengan aquades hingga larut, selanjutnya di encerkan hingga volume larutan mencapai 500 ml. Langkah selanjutnya yaitu dikocok perlahan, dengan membolak-balikkan labu ukur hingga homogen. Pembakuan larutan perak nitrat dilakukan dengan menimbang natrium klorida P lebih kurang 60 mg lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan dalam 25 ml air

kemudian ditambahkan indikator kalium kromat 5% sebanyak 1 ml lalu dititrasi dengan perak nitrat 0,01 N hingga larutan yang sebelumnya berwarna kuning menjadi warna coklat merah lemah. Prosedur diatas dilakukan sebanyak 3 kali sehingga didapat normalitas larutan baku perak nitrat sebesar 0,073 N. Fungsinya dalam percobaan ini yaitu sebagai larutan standart untuk penetapan kadar klorida dan iodida dalam sampel. Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri jenis argentometri. Larutan AgNO3 dan larutan NaCl, pada awalnya masing-masing merupakan larutan yang jernih dan tidak berwarna. Larutan kemudian berubah menjadi kuning mengikuti warna K2CrO4 yang merupakan indikator. Penambahan AgNO3 dilakukan sampai titik akhir titrasi yaitu titik dimana indikator berubah

warna. Indikator yang digunakan adalah kalium kromat. Sehingga titik akhir titrasi didapat saat indikator berubah warna menjadi warna merah dengan adanya kelebihan ion Ag+. 2. Larutan baku Kalium Tiosianat 0,1 N Kalium tiosianat bereaksi dengan perak nitrat dalam lingkungan asam nitrat menurut reaksi : AgNO3 + CNSAgCNS + NO3-

Karena asam nitrat pekat akan menghambat pembentukan kompleks besi (III) tiosianat, maka larutan asam nitrat yang ditambahkan pada reaksi kalium tiosianat dengan larutan perak nitrat seharusnya asam nitrat 0,5 - 1,5N. Asam nitrat juga harus bebas dari nitrit, karena asam nitrit dengan tiosianat membentuk warna merah. Titik akhir ditunjukan dengan indikator besi (III) amonium sulfat yang berwarna merah dengan kelebihan ion tiosianat. Suhu larutan supaya dijaga dibawah 25oC sebab warna merah dari besi tiosianat pada suhu tinggi warnanya menjadi pucat (Fatah, 1982). Pembuatan larutan baku kalium tiosianat, yaitu mula - mula labu ukur disiapkan dan dibersihkan. Kalium tiosianat sebanyak 190 mg ditimbang dengan seksama. Kemudian

dilarutkan dengan aquades hingga larut, selanjutnya diencerkan hingga volume larutan mencapai 250 ml. Langkah selanjutnya yaitu dikocok perlahan, dengan membolak - balikkan labu ukur hingga homogen. Pembakuan larutan kalium tiosianat dilakukan dengan memasukkan 10 ml perak nitrat 0,01 N (yang telah disediakan oleh asisten laboratorium) yang ditakar seksama dalam labu erlenmeyer kemudian diencerkan dengan 50 ml aquades. Setelah itu, ditambahkan 1 ml asam nitrat P. Selanjutnya dititrasi dengan larutan kalium tiosianat yang telah dibuat dengan indikator 1 ml besi (III) amonium sulfat LP, hingga terjadi warna coklat merah. Prosedur di atas dilakukan sebanyak 3 kali sehingga didapat normalitas larutan baku kalium tiosianat sebesar 0,005 N.

B. Penetapan Kadar 1. Penetapan Kadar Kalium Klorida Pada praktikum argentometri ini kelompok kami melakukan penetapan kadar kalium klorida dengan metode Mohr. Sebanyak lebih kurang 15 mg sampel ditimbang seksama, kemudian dilarutkan dengan 25 mL akuades, dan ditambahkan indikator kalium kromat sebanyak 0,1 mL sehingga larutan berwarna kuning. Setelah itu dititrasi dengan larutan baku AgNO3 0,01 N hingga terbentuk endapan merah dalam latar belakang putih. Prosedur di atas dilakukan sebanyak 3 kali. Kadar KCl murni yang terkandung dalam 15 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 0,01 N sebagai larutan standar. Indikator yang digunakan adalah kalium kromat (K2CrO4). Penggunaan indikator kalium kromat berhubungan langsung dengan sifat kalium kromat yaitu indikator ini dibuat dengan kadar 5% (5 gr kalium kromat dalam 100 ml air) dan digunakan pada titrasi dengan metode Mohr. Indikator ini digunakan pada titrasi ion klorida pada suasana yang larutannya netral, dan pada waktu titik akhir tercapai akan memberikan endapan merah dari Ag2CrO4. Peristiwa ini merupakan suatu pengendapan bertingkat dari sepasang garam yang sedikit larut (Fatah, 1982). Permulaan titrasi menghasilkan endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah. Cl- + Ag+ CrO42- + Ag+ AgCl putih Ag2CrO4 merah ( Fatah, 1982 ).

Pada awal penambahan, ion Cl- dan KCl yang tergantung dalam larutan bereaksi dengan ion Ag+ yang ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. Sedangkan larutan pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4. Saat terjadi titik ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag+ yang berarti ion Cl- habis dalam sistem. Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+ bereaksi dengan ion CrO42- dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih dengan warna merah bata. Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut :

Saat sebelum titik ekuivalen sampai saat titik ekuivalen AgNO3 (aq) + KCl (aq) AgCl (putih) + KNO3 (aq) Saat setelah titik ekuivalen 2 Ag+ (aq)+ CrO4 2- (aq) Ag2CrO4 (s) (endapan berwarna merah bata) (Gandjar, dkk. 2007) 2. Penetapan Kadar Vitamin B1 / Tiamin HCl Struktur thiamin merupakan gabungan antara pirimidin dan thiazole yang dihubungkan dengan jembatan metilene. Penetapan kadar Vitamin B1 dilakukan dengan titrasi argentometri metode Volhard. Prinsip dari metode Volhard digunakan untuk menetapkan kadar bromida, klorida, iodida dilakukan dalam suasana asam. Caranya dengan menambahkan larutan baku perak nitrat berlebihan, kemudian kelebihan larutan baku perak nitrat tersebut dititrasi kembali dengan larutan baku tiosianat (Gandjar, dkk, 2007). Percobaan dilakukan mula - mula dengan menggerus tablet vitamin B1 dengan mortir dan stamper. Penggerusan dilakukan untuk menghomogenkan senyawa vitamin B1 saat dilarutkan. Setelah digerus selanjutnya 50 mg serbuk vitamin B1 ditimbang seksama lalu dilarutkan dalam 10 ml air. Larutan diasamkan dengan asam nitrat encer dan ditambahkan 25ml AgNO3 0,01 N. Selanjutnya ditetesi dengan indikator Fe (III) amonium sulfat sebanyak 3 tetes dan dititrasi dengan kalium tiosianat 0,01 N hingga terbentuk endapan berwarna putih susu yang kemudian berubah jadi merah. Penetapan kadar vitamin B1 dilakukan sebanyak tiga kali replikasi. Pelarut yang digunakan adalah air, karena sifat vitamin B1 yang mudah larut dalam air. Titran yang digunakan adalah AgNO3 0,01 N secara berlebih, kemudian kelebihannya dititrasi dengan K2SCN 0,001 N. Cl- + Ag+ (berlebihan) AgCl

Kelebihan ion perak dititrasi kembali dengan tiosianat : Ag+ + CNSAgCNS

Karena perak tiosianat kurang larut bila dibandingkan dengan perak klorida, maka setelah titik ekivalen dicapai (Fatah, 1982).

Penetapan kadar vitamin B1 dengan metode Volhard harus dilakukan dalam suasana asam. Hal tersebut dilakukan jika suasananya basa maka akan terjadi reaksi antara perak nitrat dengan basa membentuk Ag (OH) yang pada tahap selanjutnya akan membentuk endapan putih Ag2O akibatnya perak nitrat tidak hanya bereaksi dengan sampel tetapi juga dengan basa. Pemilihan indikator Fe (III) amonium sulfat berkaitan langsung dengan sifat indikator ini yang merupakan larutan jenuh (kurang lebih 40 %) ferri amonium sulfat dalam air dan ditambah beberapa tetes asam nitrat encer. Indikator ini digunakan dalam metode Volhard. Ferri amonium sulfat akan membentuk warna merah dari kompleks Fe (III) tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5 1,5N. Perubahan warna terjadi 0,7 1 % sebelum titik akhir dalam titrasi ini. Hasil percobaan didapat dari titrasi ini adalah jumlah larutan titran amonium tiosianat (KCNS) yang dipakai sampai titik akhir titrasi pada setiap replikasi. Setelah didapatkan besar volume K2CNS yang digunakan pada masing-masing replikasi, selanjutnya dilakukan perhitungan kadar vitamin B. 3. Penetapan Kadar Kalium Iodida Penetapan kadar kalium iodida dengan indikator adsorbsi yaitu eosin. Metode ini disebut dengan metode fajans. Metode ini menggunakan indikator adsorbsi yaitu merupakan zat yang dapat diserap pada permukaan endapan, sehingga dapat menimbulkan warna. Pada percobaan, lebih kurang 50 mg sampel ditimbang dilarutkan dalam 12,5 ml air, kemudian ditambahkan 1,5 ml asam asetat 6 % dan ditambahkan indikator eosin yang menyebabkan larutan berwarna kuning. Titrasi dengan perak nitrat 0,01 N. Setelah dititrasi dengan AgNO3, maka warna kuning berangsur - angsur berubah orange dengan endapan berwarna merah muda. Pada saat itulah tercapai titik akhir. Prosedur tersebut dilakukan sebanyak 3 kali. Reaksi yang terjadi adalah : AgNO3 (aq) + KI (aq) AgI + KNO3 (aq) (Vogel, 1978).

Endapan berwarna merah muda dengan endapan berwarna orange karena pengaruh warna eosin yang mempunyai struktur berikut :

Eosin

HASIL VS LITERATUR 1. Penetapan Kadar Kalium Klorida Dari percobaan ini, diperoleh kadar kalium klorida 166,79 % 18,88, sedangkan kadar KCl murni dalam literatur adalah 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% KCl (Depkes RI, 1979). Terdapat hasil yang tidak sesuai dengan literatur. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : Adanya perbedaan persepsi tentang perubahan warna antara teori dengan praktikan. Karena menggunakan titran yang telah disiapkan oleh asisten, mungkin telah terjadi kekurangtelitian dalam pembuatan larutan standar ataupun larutan ujinya. Adanya kesalahan - kesalahan teknis dalam titrasi semisal volume penetesan larutan standar terlalu berlebih. 2. Penetapan Kadar Vitamin B Data hasil perhitungan dari tiga replikasi diperoleh kadar klorida dalam vitamin B adalah 50,20 % 49,54Pada literatur, vitamin B1 mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 102,0 % C12H17ClN4OS.HCl dihitung terhadap zat anhidrat. Terdapat perbedaan hasil. (Depkes RI, 1979). 3. Penetapan Kadar Kalium Iodida

Data hasil perhitungan tiga replikasi, diperoleh rata-rata kadar kalium iodida adalah 50,20 % 49,54. Dibandingkan dengan literatur yang menyatakan bahwa kalium iodida mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,5 % KI, hasil percobaan yang didapat tidak sesuai. Jadi pada percobaan ini juga terjadi perbedaan dengan literature (Depkes RI, 1979).

DAFTAR PUSTAKA Fatah, A.M., dan Achmad Mursyidi. 1982. Volumetri dan Gravimetri. UGM Press :Yogyakarta. Gandjar, I. G. dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar : Yogyakarta. Vogel, A. I. 1978. Qualitative Inorganic Analysis, Fourth ed. Mc. Graw Hill : London. Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Dirjen POM : Jakarta

PERHITUNGAN Pembuatan Larutan Baku PERAK NITRAT (AgNO3) Volume Replika (ml) I 14,60 II 14,20 III 13,60 Jumlah 42,40 Rata-rata 14,13

N 0,0702 0,0722 0,0754 0,2179 0,0726

KALIUM TRIOSIANAT (K2SCN) Volume Replika N (ml) I 20,75 0,0048 II 20,25 0,0049 III 21,00 0,0048 Jumlah 62,00 0,0145 Rata-rata 20,67 0,0048

Penetapan Kadar KALIUM KLORIDA Volume Replika (ml) I 41,00 II 40,00 III 33,50 Jumlah 114,50 Rata-rata 38,17 N AgNO3 0,01 BE Sampel 65,55 d 13,60 sd 10,27 KALIUM IODIDA Volume Replika (ml) I 14,50 II 7,60 III 14,90 Jumlah 37,00 Rata-rata 12,33 N AgNO3 0,01 BE Sampel 166,002 d 10,48 sd 7,87 VITAMIN B Replika I II III Jumlah Rata-rata N K2SCN BE Sampel d sd Volume (ml) 16,00 19,00 17,00 52,00 17,33 0,01 327,360 33,46 26,97 Kadar 58,9248 39,2832 52,3776 150,5856 50,1952 |x-xrata2| 8,7296 39,2832 52,3776 100,3904 33,4635 kadar= kadar= |x-xrata2|^2 76,2059 1543,1698 2743,4130 4362,7887 1454,2629 xrata2 t . SD / N 50,20

Kadar 179,1727 174,8027 146,3972 500,3726 166,7909

|x-xrata2| 12,3819 8,0118 20,3936 40,7873 13,5958 kadar= kadar=

|x-xrata2|^2 153,3103 64,1888 415,9007 633,3998 211,1333 xrata2 t . SD / N 166,79

18,88

Kadar 48,1406 25,2323 49,4686 122,8415 40,9472

|x-xrata2| 7,1934 15,7149 8,5214 31,4297 10,4766 kadar= kadar=

|x-xrata2|^2 51,7453 246,9567 72,6149 371,3169 123,7723 xrata2 t . SD / N 40,95

14,45

49,54

Anda mungkin juga menyukai