V 1. N 1
dari larutan perak nitrat dengan rumus: N AgNO3=
VA−VB
Selanjutnya dilakukan pengukuran sampel untuk mengetahui adanya pengaruh ion
tiosulfat terhadap pengukuran kadar klorida. Disediakan 6 buah Erlenmeyer 250 ml diisi
dengan label I, II, III, IV, V, VI kemudian masing-masing diisi dengan 10,0 ml NaCl.
Erlenmeyer I, II, III, IV, V ditambahkan natrium tiosulfat dengan ketentuan:
a.Erlenmeyer I diisi 5-6 tetes natrium tiosulfat 2%
b.Erlenmeyer II diisi 5-6 tetes natrium tiosulfat 4%
c.Erlenmeyer III diisi 5-6 tetes natrium tiosulfat 6%
d.Erlenmeyer IV diisi 5-6 tetes natrium tiosulfat 8%
e.Erlenmeyer V diisi 5-6 tetes natrium tiosulfat 10%. Sedangkan Erlenmeyer VI sebagai
control tidak ditambahkan natrium tiosulfat.
Kemudian dari sampel yang ditambahkan dan tidak ditambahkan natrium tiosulfat
diukur kadar klorida menggunakan metode titrasi Argentometri. Masing-masing sampel
diulang sebanyak 4 kali (sesuai dengan perhitungan menurut rumus Frederer). Kemudian
dicatat masing-masing volume penurunan larutan perak nitrat pada buret.
Tahap terakhir adalah post analitik dimana proses ini merupakan tahap
perhitungan untuk mencari kadar klorida pada sampel dengan rumus :
( A−B ) x N x 35,450
V
Kadar klorida yang didapat pada masing-masing konsentrasi tiosulfat yang
ditambahkan pada larutan NaCl 0,01 N, ditentukan rata-rata kadar klorida untuk
mewakili di setiap konsentrasi tiosulfat
Data yang diperoleh dari penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis
dengan program SPSS 16.0 yang selanjutnya dilakukan uji normalitas untuk mengetahui
apakah data berdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan Saphiro-Wilk.Uji
Saphiro-Wilkdigunakan pada jumlah data kurang dari50.Jika nilai p yang didapatkan
lebih dari 0,05 maka, data tersebut terdistribusi normal dan jika nilai p <0,05 maka, data
tersebut tidak terdistribusi normal (Saryono, 2009).
Data selanjutnya diuji dengan Regression Linier untuk mengetahui pengaruh
penambahan ion tiosulfat terhadap pengukuran kadar klorida. Jika nilai p yang
didapatkan lebih dari 0,05 maka, H0 diterima dan H1 ditolak. H0 diterima yang artinya
tidak ada pengaruh penambahan ion tiosulfat terhadap pengukuran kadar klorida metode
Argentometri. Jika nilai p yang didapatkan kurang dari 0,05 maka, H0 ditolak dan H1
diterima. H0 ditolak yang artinya ada pengaruh penambahan ion tiosulfat terhadap
pengukuran kadar klorida metode Argentometri. Output hasil dapat menunjukkan
persamaan linier dan nilai R2.
E. Titrasi Argentometri metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida
dalam suasana netral dengan larutan standar perak nitrat (AgNO3) dan penambahan
kalium kromat (K2CrO4) sebagai indikator.
2. Titrasi kompleksometri
A. Kompleksometri adalah jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, jadi
membentuk hasil berupa senyawa kompleks. Reaksi kompleks yang terbentuk dianggap
sebagai reaksi asam basa Lewis dengan ligan bertindak sebagai basa, dengan
menyumbangkan sepasang elektronnyakepada kation yang merupakan asamnya. Ikatan
atom yang terbentuk antara atom logam pusat dan ligan sering disebut kovalen.
B. Titrasi harus dilakukan pada pH diatas minimunm dan harus dengan campuran penahan
agar pH tidak turun selama titrasi belangsung. Adakalanya titrasi harus dilakukan pada
pH yang memungkinkan ion logam membentuk endapan oksida basa atau bahkan
hidroksida. Untuk mengatasi hal itu konsentrasi ion logam dibuat kecil, misalnya 0,0010
M untuk mengurangi bahaya pengendapan tersebut. Cara ini tidak selalu efektif, sehingga
digunakan bahan pengompleks kedua untuk mengikat ion logam tersebut agar tidak
mengendap. Tentu saja pengompleksan tambahan ini mempengaruhi kesempurnaan
titrasi dan selanjutnya mengharuskan penaikan pH minimum titrasi.
C. Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen. Obyek penelitian adalah ZnSO4.7H2O p.a
dan vitamin C murni yang diperoleh dari distributor bahan baku di Semarang. Wujudnya
berupa serbuk murni. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Untuk
menganalisa pengaruh vitamin C terhadap kadar seng sulfat digunakan metode Pearson
Correlation (Korelasi Pearson).
Prosedur penelitian adalah ditimbang ZnSO4 7H2O dan vitamin C dengan
perbandingan seperti tabel dibawah ini :
Keterangan:
1)Dimasukkan dalam erlenmeyer ditambah aquades 50 ml, digojok 3 menit.
2)Ditambah 5 ml Buffer amonia pH 10.
3)Di cek pH larutan menggunakan alat pH meter
4)Ditambah indikator EBT secukupnya (merah anggur)
5)Di titrasi dengan Na2 EDTA 0,05 M sampai terbentuk warna biru jernih.
Pada penambahan vitamin C sebanyak 600 mg dengan sampel seng sulfat pH
larutan menjadi 8,80 sehingga ketika dititrasi dengan Na2EDTA tidak terjadi perubahan
warna. Titrasi Kompleksometri harus dilakukan pada pH tertentu (9-10) sehingga ketika
pH larutan di bawah 9-10 tidak terjadi reaksi antara logam dengan zat pembentuk
kompleks dan tidak terbentuk senyawa kompleks.
Dari data rekoveri diatas dapat diketahui bahwa metode kompleksometri yang
digunakan untuk menetapkan kadar seng sulfat yang bercampur dengan vitamin C cukup
teliti. Pada penambahan vitamin C berturut-turut: 0 mg, 100 mg, 150 mg, 200 mg, 250
mg, 300 mg, 350 mg, 400 mg, 450 mg, 500 mg, 550 mg menunjukkan rekoveri seng
sulfat turun dari 100% menjadi 98,67%, 98,28%, 98,24%, 97,78%, 97,57%, 97,19%,
96,77%, 96,45%, 95,82%, 95,46%. Sedangkan menurut Farmakope Indonesia kadar seng
sulfat yang masih memenuhi standar yaitu antara 95 – 100%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa penetapan kadar seng sulfat yang bercampur dengan vitamin C menggunakan
metode Kompleksometri (tanpa dilakukan pemisahan terlebih dahulu) cukup akurat.
3. Titrasi redoks
A. Reduksi – oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke reduktor.
Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan
bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau reaksi
terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan
elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi.
Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau
oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksiantara analit dengan titran, dimana
redoktur akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi. Analit yang mengandung spesi
reduktor di titrasi dengan titran yang berupa larutan standar dari oksidator atau sebaliknya
Titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dan analit.
Dalam titrasi redoks biasanya digunakan potensiometeri untuk mendeteksi titik akhir,
namun ada pula yang mengunakan indikator yang dapat berubah warna nya dengan
adanya kelebihan titran yang digunakan
B. Agar dapat digunakan sebagai dasar titrasi, maka reaksi redoks harus memenuhi
persyaratan umum sebagai berikut :
1. Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai sehingga terjadi pertukaran
elektron secara stokhiometri.
2. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur
(kesempurnaan 99%).
3. Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai
Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai indicator,contohnya
penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol dengan kalium
dikromat. Indikator titrasi redoks tentunya tergantung dari jenisnya masing-masing dan
pastinya berbeda-beda. Ada yang menggunakan amilum sebagai indicator, khususnya
titrasi redoks yang melibatkan iodine. Indikator yang lain yang bersifat
reduktor/oksidator lemah juga sering dipakai untuk titrasi redoks misalnya ferroin,
metilen, blue, dan nitroferoin. Atau ada juga yang tidak menggunakan indikator seperti
permanganometri. Biasanya dua jenis indicator digunakan untuk menentukan titik akhir.
Indicator tersebut adalah indicator eksternal maupun indicator eksternal. Indicator dari
jenis ini harus menghasilkan perubahan potensial oksidasi di sekitar titik ekuivalen
reaksi redoks.
C. Terdapat beberapa macam titrasi redoks, macam-macamnya adalah sebagai berikut:
1. Permanganometri
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium
permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang
terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu
Kalium permanganate adalah oksidator kuat. Reagen ini dapat diperoleh dengan
mudah, tidak mahal, dan tidak membutuhkan indicator terkecuali untuk larutan yang
amat encer. Satu tetes 0,1 N permanganate memberikan warna merah muda yang jelas
pada volume dari larutan yang biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini
digunakan untuk mengindikasi kelebihan reagen tersebut. Kelemahannya adalah
dalam medium HCL. Cl- dapat teroksidasi, demikian juga larutannya, memiliki
kestabilan yang terbatas.
Reaksi yang paling umum ditemukan dalam laboratorium adalah reaksi yang
terjadi dalam larutan-larutan yang bersifat asam, 0.1 N atau lebih besar:
Reaksi ini berjalan lambat dalam keadaan asam, tapi cepat dalam keadaan netral.
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk
mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2. Bagaimanapun juga,
mengingat reaksinya berjalan lambat, MnO2 tidak diendapkan secara normal pada titik
akhir titrasi-titrasi permanganat.
Ini adalah sebuah reaksi lambat di dalam larutan-larutan encer pada suhu ruangan.
Penguraiannya dikatalisis oleh cahaya panas asam-basa, ion Mn(II) dan MnO2.
Namun demikian, jangan pernah menambahkan permanganat berlebih ke dalam
sebuah unsur reduksi dan kemudian menaikkan suhu untuk mempercepat oksidasi,
karena reaksi yang nantinya muncul akan berlangsung dengan laju yang rendah.
a) Natrium Oksalat
Senyawa ini, Na2C2O4 merupakan standar primer yang baik untuk permanganat
dalam larutan asam. Senyawa ini dapat diperoleh dengan tingkat kemurnian
tinggi, stabil pada saat pengeringan, dan non higroskopis. Reaksinya dengan
permanganat agak sedikit rumit dan berjalan lambat pada suhu ruangan, sehingga
larutan biasanya dipanaskan sampai sekitar 60°C. Bahkan pada suhu yang lebih
tinggi reaksinya mulai dengan lambat, namun kecepatannya meningkat ketika ion
mangan (II) terbentuk. Mangan (II) bertindak sebagai katalis, dan reaksinya
disebut autokatalitik, karena katalisnya diproduksi di dalam reaksi itu sendiri. Ion
tersebut dapat memberikan efek katalitiknya dengan cara bereaksi dengan cepat
dengan permanganat untuk membentuk mangan berkondisi oksidasi menengah
(+3 atau +4), di mana pada gilirannya secara cepat mengoksidasi ion oksalat,
kembali ke kondisi divalent
Persamaan utnuk reaksi antara oksalat dan permanganat adalah
5C2O42- + 2MnO4- + 16H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
Hal ini digunakan untuk analisis Fe (II), H2C2O4, Ca dan banyak senyawa lain.
Selama beberapa tahun analisis-analisis prosedur yang disarankan oleh McBride,
yang mengharuskan seluruh titrasi berlangsung perlahan pada suhu yang lebih
tinggi dengan pengadukan yang kuat. Kemudian, Fowler dan Bright melakukan
suatu penelitian yang sangat mendalam terhadap kesalahan- kesalahan yang
mungkin di dalam titrasi. Mereka menemukan beberapa bukti dari pembentukan
peroksida
2. Bromo-bromatometri merupakan salah satu metode penetapam kadar suatu zat dengan
prinsip reaksi reduksi-oksidasi. Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan
hilangnya aatu elektron atau lebih dari dalam zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu
unsur dioksidasi, keadaan oksidasinya berubah ke harga yang lebih positif. Suatu zat
pengoksidasi adalah zat yang memperoleh elektron, dan dalam proses itu zat tersebut
direduksi.
Reduksi adalah suatu proses yang mengakibatkan diperoleh satu elektron atau
lebih oleh zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur direduksi, keadaan oksidasi
berubah menjadi lebih negatif (kurang positif), jadi suatu zat pereduksi adalah zat yang
kehilangan elektron, dalam proses itu zat ini dioksidasi.
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi dari
ion bromat (BrO3). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini
menunjukkan bahwa kalium bromat adalah oksidator kuat. Hanya saja kecepatan
reaksinya tidak cukup tinggi. Untuk menaikkan kecepatan ini titrasi dilakukan dalam
keadaan panas dan dalam lingkungan asam kuat. Adanya sedikit kelebihan kalium
bromat dalam larutan akan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat,
dan bromin yang dibebaskan akan merubah larutan menjadi warna kuning pucat,
warna ini sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan titik akhir.
Bromin yang dibebaskan ini tidak stabil, karena mempunyai tekanan uap yang
tinggi dan mudah menguap, karena itu penetapan harus dilakukan pada suhu terendah
mungkin, serta labu yang dipakai untuk titrasi harus ditutup.
Metode bromometri dan bromatometri ini terutama digunakan untuk menetapkan
senyawa-senyawa organik aromatis dengan membentuk tribrom substitusi. Metode ini
dapat juga digunakan untuk menetapkan senyawa arsen dan stibium dalam bentuk
trivalent walaupun tercampur dengan stanum valensi empat.
Dalam suasana asam, ion bromat mampu mengoksidasi iodida menjadi iod,
sementara dirinya direduksi menjadi brimida :
BrO3- + 6H+ + 6I+ Br- + 3l2 + 3H2O
Tidak mudah mengikuti serah terima elektron dalam hal ini, karena suatu reaksi
asam basa (penetralan H+ menjadi H2O) berimpit dengan tahap redoksnya. Namun
nampak bahwa 6 ion iodida kehilangan 6 elektron, yang pada gilirannya diambil oleh
sebuah ion bromat tunggal.
3. Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu titrasi
langsung (iodimetri) dan titrasi tak langsung (iodomotri).
a) Titrasi langsung (iodimetri)
Iodimetri merupakan Metode Titrasi redoks yang melibatkan iodin yang
bereaksi secara langsung. Iodium merupakan oksidator yang relative kuat
dengan nilai potensial reaksi sebesar +0,535 V. Iodium akan mereduksi
senyawa – senyawa yang memilki potensial reduksi lebih kecil dibandingkan
dengan iodium. Pada reaksi oksidasi, iodium akan mengalami reduksi menjadi
iodida sesuai dengan reaksi:
L2 + 2e 2l-
larutan baku iodium dapat digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa-
senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih kecil dari pada sistem
iodium-iodida sebagaimana persamaan di atas atau dengan kata lain
digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat reduktor yang cukup kuat
seperti vitamin C, tiosulfat, arsenit, sulfida, sulfit, Stibium(III), timah(II), dan
ferosianida. Daya mereduksi dari berbagai macam zat ini tergantung pada
konsentrasi ion hydrogen, dan hanya dengan penyesuaian pH dengan tepat
yang dapat menghasilkan reaksi dengan iodium secara kuantitatif.
b) Titrasi tak langsung (iodometri)
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk
menetapkan senyawa- senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih
besar daripada sistem iodium- iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat
oksidator seperti CuSO45H2O. Iodometri terjadi pada zat yang bersifat
oksidator seperti besi (III), tembaga (II), dimana zat ini akan mengoksidasi
iodida yang ditambahkan membentuk iodin.
Metode titrasi iodometri (tak langsung) menggunakan larutan
Na2S2O3 sebagai titran untuk menentukan kadar iodium yang dibebaskan
pada suatu reaksi redoks.Garam ini biasanya berbentuk sabagai pentahidrat
Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan
secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer, larutan
natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Tembaga murni dapat
digunakan sebagi standar primer untuk natrium tiosulfat.
Dalam iodometri I- dioksidasi oleh suatu oksidator. Jika oksidatornya kuat
tidak apa – apa, tetapi jika oksidatornya lemah maka oksidasinya berlangsung
sangat lambat dan mungkin tidak sempurna, ini harus dihindari. Cara
menghindarinya :
- Memperbesar [H+], jika oksidasinya kuat dengan menambah H+ atau
menurunkan pH
- Memperbesar [I-], misalnya oksidasi dengan Fe3+.
- Dengan mengeluarkan I2 yang berbentuk dari campuran reaksi :
misalnya dikocok dengan kloroform, karbon tetra klorida atau bisulfida, maka
I2 akan masuk dalam pelarut organik ini, sebab I2 lebih mudah larut dalam
senyawa solven organic daripada dalam air.
Adapun indikator yang digunakan dalam titrasi iodometri adalah indicator
kanji, dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga
iodine dapat bertindak sebagai indicator bagi dirinya sendiri. Iodin juga
memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat – zat pelarut
seperti karbon tetra klorida dan kloroform. Namun demikian, larutan dari
kanji lebih umum dipergunakan karena warna biru gelap dari kompleks iodin
– kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodin.
4. Titrasi serimetri
Larutan serium(IV) sulfat dalam asam sulfat encer merupakan zat pengoksidasi
yang kuat dan lebih stabil daripada larutan kalium permanganat, dengan suatu syarat
bahwa asam sulfat cukup mampu menghindari hidrolisis dan pengendapan garam
basanya. Kalau larutan kalium permanganate dapat direduksi menjadi beberapa
macam keadaan hasil reduksi, maka reduksi larutan serium(III), menurut reaksi:
Ce4+ + e- Ce3-
Ion Ce(IV) dipergunakan dalam larutan-larutan dengan keasaman tinggi karena
hidrolisisa akan menghasilkan pengendapan pada larutan-larutan dengan konsentrasi
ion hydrogen yang rendah.potensial redoks dari pasangan Ce(IV)/ Ce(III) tergantung
pada sifat dan konsentrasi dari asam yang ada.
D. Titrasi redoks sering digunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang
bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya
penentuan kadar laktat pada minuman berisotonik menggunakan permanganat, penentuan
sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar
alkohol dengan menggunakan kalium dikromat.
Penentuan besi dalam bijih-bijih besi. Penentuan besi dalam bijih-bijih besi
adalah aplikasi terpenting dari permanganometri. Mula-mula bijih besi dilarutkan dalam
asam klorida, lalu besi direduksi menjadi Fe2+. Setelah semua besi berada sebagai
Fe2+b,kadarnya ditentukan dengan cara titrasi.
5Fe2+ + MnO4- + 8H+ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O
Pada Hidrogen perioksida. Peroksida bertindak sebagai zat pereduksi
2MnO4- + 5H2O2 + 6H+ 2Mn2+ + 5O2(g) + 8H2O
Pada Kalsium (secara tak langsung). Mula-mula kalsium diendapkan sebagai
CaC2O4. Setelah penyaringan dan pencucian, endapan dilarutkan dalam asam sulfat dan
oksalatnya dititrasi dengan permanganate
Salah satu aplikasi titrasi redoks khususnya iodometri dengan I 2 sebagai titran
adalah untuk menentukan bilangan iod lemak dan miyak.Karena kemampampuan
mengoksidasi yang tidak besar, tidak banyak zat yang dapat dititrasi berdasarkan
iodometri langsung.Pengunaan ini memeanfaatkan kesangupan ikatan rangkap zat
organic untuk mengadisi iod. Penentuan kadar vitamin C (asam arkobat) pun dapat
dialakukan dengan titrasi ini
E. Aplikasi lain dari titrasi redoks ini adalah penentuan kadar air cara Karl Fischer.
Pereaksinya tediri dari iod, belerang dioksida, piridin dan methanol. Iod dan belerang
dioksida membentuk kompleks dengan piridin, dan bila terdapat air, maka kedua
kompleks ini dengan kelebihan piridin beraksi dengan air.
Titrasi permanganometri, Metode permanganometri ini digunakan untuk
menentukan antimony (III), arsen (III), bromine , hydrogen peroksida, besi (II),
molybdenum (III), nitrit,oksalat, timah (II), titanium (III), tungsten (III),
uranium(IV), Vanadium(IV)
Titrasi iodimetri dan titrasi iodometri, Metode iodimetri digunakan untuk
menentukan Antimon (III), Arsen (III), ferosianida, hydrogen sianida, hidrazin,
beranng (sulfida), tiosulfat dan timah (II). Sedangkan iodometri digunakan untuk
menentukan arsenic (V), bromine,bromat, klorin, klorat, tembaga (II), dikromat,
hydrogen peroksida, iodat, nitrit, oksigen, ozon, periodat, permanganate.
Titrasi bromometri dan titrasi bromatomatri, Metode bromometri dan
bromatometri ini terutama digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa
organik aromatis dengan membentuk tribrom substitusi. Metode ini dapat juga
digunakan untuk menetapkan senyawa arsen dan stibium dalam bentuk trivalent
walaupun tercampur dengan stanum valensi empat
Titrasi serimetri, Metode serimetri digunakan dalam penentuan besi, arsenic,
antimon, oksalat-oksalat, ferosianida , titanium, kromium, vanadium,
molibdenium, uranium dan oksida-oksida dari timbale dan mangan.