Anda di halaman 1dari 12

Tugas 1

4. Bagaimana fenomena fouling dan pressure drop dapat menurunkan kinerja dari
alat penukar kalor?
Jawaban :
Fouling Factor
Fouling factor yaitu suatu koefisien yang menyatakan penambahan tahanan
panas pada alat penukar kalor akibat interaksi antara fluida dengan dinding pipa
pada alat penukar kalor yang mengakibatkan terbentunya endapan atau kerak pada
bagian dalam pipa dan bisa juga interaksi tersebut mengakibatkan korosi pada
dinding pipa, sehingga akan menghambat laju perpindahan kalor karena adanya
tahanan tersebut.
Setelah dipakai beberapa lama, permukaan perpindahan-kalor alat penukar
kalor mungkin dilapisi oleh berbagai endapan yang biasa terdapat dalam sistem
aliran atau permukaan sebagai akibat interaksi antara fluida dengan bahan yang
digunakan dalam konstruksi penukar-kalor. Dalam kedua hal di atas, lapisan itu
memberikan tahanan tambahan terhadap aliran kalor, dan hal ini menyebabkan
menurunnya kemampuan kerja alat itu. Pengaruh menyeluruh daripada hal tersebut
di atas biasa dinyatakan dengan faktor pengotoran (fouling factor), atau tahanan
pengotoran R
f
yang harus diperhitungkan bersama tahanan termal lainnya, dalam
menghitung koefisien perpindahan-kalor menyeluruh.
Fouling dapat didefinisikan sebagai pembentukan deposit pada permukaan
alat penukar kalor yang menghambat perpindahan panas dan meningkatkan
hambatan aliran fluida pada alat penukar kalor tersebut. Akumulasi deposit pada
permukaan alat penukar kalor menimbulkan kenaikan pressure drop dan
menurunkan efisiensi perpindahan panas.
Fouling mempunyai pengaruh yang penting pada efisiensi perubahan
energi, pada pemilihan material yang digunakan dalam konstruksi alat-alat penukar
kalor dan pada operasi proses-proses industri. Lapisan fouling dapat berasal dari
partikel-partikel atau senyawa lainnya yang terangkut oleh aliran fluida.
Pertumbuhan lapisan tersebut dapat meningkat apabila permukaan deposit yang
terbentuk mempunyai sifat adesif yang cukup kuat. Gradien temperatur yang
cukup besar antara aliran dengan permukaan dapat meningkatkan kecepatan
pertumbuhan deposit.

Gambar 1. Proses Pembentukan Fouling
(Sumber: www.vesma.com)
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa fouling resistance juga dipengaruhi oleh:
Sifat fluida
Semakin tinggi impurities fluida yang mengalir pada alat penukar kalor maka
fouling factor akan meningkat. Semakin rendah API fluida yang mengalir
pada alat penukar kalor tersebut, maka fouling factornya akan semakin besar.
Kecepatan aliran fluida
Semakin tinggi kecepatan aliran fluida yang mengalir pada alat penukar
kalor, maka fouling factor alat penukar kalor tersebut akan semakin kecil.
Temperatur operasi (temperatur semakin tinggi, maka fouling factor
semakin besar)
Waktu operasi
Meningkatnya waktu operasi alat penukar kalor akan meningkatkan fouling
factor alat penukar kalor tersebut.
Jika fouling factor di atas sudah memiliki nilai sedemikian besar, maka alat
penukar kalor tersebut dapat disimpulkan sudah tidak baik kinerjanya.
Fouling factor = fouling resistance x 1000 (1)
Faktor pengotoran harus didapatkan dari percobaan, yaitu dengan
menentukan U untuk kondisi bersih dan kondisi kotor pada alat penukar kalor itu.
Sehingga, faktor pengotoran didefinisikan sebagai berikut:

( ) ( )
bersih kotor f
U U R / 1 1 = (2)
Untuk U<<10000 W/m
2
C, fouling mungkin tidak begitu penting karena hanya
menghasilkan resistan yang kecil. Namun pada water to water heat exchanger
dimana nilai U di sekitar 2000 maka fouling factor akan menjadi penting. Pada
finned tube heat exchanger dimana gas panas mengalir di dalam tube dan gas yang
dingin mengelir melewatinya, nilai U mungkin sekitar 200, fouling factor akan
menjadi signifikan.

Gambar 2. Fouling pada Pipa
(Sumber: www.vesma.com)
Berdasarkan proses terbentuknya endapan atau kotoran, faktor pengotoran
dibagi 5 jenis, yaitu :
1. Pengotoran akibat pengendapan zat padat dalam larutan (precipitation
fouling).
Pengotoran ini biasanya terjadi pada fluida yang mengandung
garam-garam yang terendapkan pada suhu tinggi, seperti garam kalsium
sulfat, dan lain-lain.
2. Pengotoran akibat pengendapan partikel padat dalam fluida (particulate
fouling).
Pengotoran ini terjadi akibat pengumpulan partikel-partikel padat
yang terbawa oleh fluida di atas permukaan perpindahan panas, seperti
debu,pasir, dan lain-lain.
3. Pengotoran akibat reaksi kimia (chemical reaction fouling).
Pengotoran terjadi akibat reaksi kimia didalam fluida, diatas
permukaan perpindahan panas, dimana material bahan permukaan
perpindahan panas tidak ikut bereaksi, seperti adanya reaksi polimerisasi,
dan lain-lain.
4. Pengotoran akibat korosi (corrosion fouling).
Pengotoran terjadi akibat reaksi kimia antara fluida kerja dengan
material bahan permukaan perpindahan panas.
5. Pengotoran akibat aktifitas biologi (biological fouling).
Pengotoran ini berhubungan dengan akitifitas organisme biologi
yang terdapat atau terbawa dalam aliran fluida seperti lumut, jamur, dan
lain-lain.
Penurunan Tekanan
Akumulasi deposit pengotor pada alat penukar kalor dapat menimbulkan
kenaikan pressure drop. Pressure drop merupakan banyaknya penurunan tekanan
yang terjadi akibat pertukaran kalor dalam pipa. Penurunan tekanan ini
dikarenakan adanya perubahan suhu secara tiba-tiba karena adanya beban
kecepatan dan faktor friksi dalam aliran kedua fluida. Penurunan tekanan ini
mengakibatkan nilai perpindahan kalor menyeluruh dari alat penukar kalor akan
menurun dan bertambahnya biaya pemompaan fluida ke alat penukar kalor.
Penurunan tekanan pada HE khusunya pada tabung dan rangkunan tabung
dapat menyebabkan perubahan faktor gesek (friction factor). Pada tabung
hubungan antara faktor friksi dan penurunan tekanan dituliskan sebagai berikut:
c
g
V
D
L
p f
2
2
A =

(3)
Perubahan faktor friksi ini mengakibatkan berubahnya angka Reynold dan angka
Nusselt, sehingga nilai koefisien perpindahan kalor konveksinya berubah. Dengan
berubahnya koefisien perpindahan kalor konveksi maka koefisien perpindahan
kalor menyeluruh pun ikut berubah.
5. Selain kedua hal tersebut faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi
kinerja dari sebuah alat penukar kalor?
Jawaban :
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dari sebuah alat penukar kalor:
1. Koefisien perpindahan panas
Koefisien perpindahan panas adalah angka yang menyatakan kemampuan
suatu sistem atau alat untuk memindahkan energi panas. Semakin baik sistem
maka semakin tinggi pula koefisien panas yang dimilikinya.
2. Perbedaan suhu/ beda suhu rata-rata antara masukan dan keluaran produk
Temperatur fluida panas maupun dingin yang masuk alat penukar kalor
biasanya selalu berubah-ubah. Untuk menentukan perbedaan temperatur
tersebut digunakan perbedaan temperatur rata-rata atau LMTD (Logarithmic
Mean Temperature Difference). LMTD digunakan dalam perhitungan-
perhitungan alat penukar kalor yang menunjukkan panas yang dipindahkan.
Semakin besar beda suhunya semakin baik pula efisiensinya.
3. Luas permukaan perpindahan panas
Semakin tinggi luas permukaan panas, maka semakin besar panas yang
dipindahkan. Luas perpindahan panas ini bergantung pada jenis tube dan
ukuran tube yang digunakan suatu alat penukar kalor.
4. Jumlah Lintasan
Di dalam alat penukar kalor, jumlah lintasan sangat menentukan kecepatan
perpindahan kalor, apabila jumlah lintasan yang ada banyak, maka akan
berpengaruh pada luas permukaan yang melepas kalor. Seperti yang diketahui,
apabila luas permukaan yang terkena fluida panas semakin banyak atau luas,
maka perpindahan kalor akan terjadi lebih cepat.
Pada lintasan tunggal. Biasanya memiliki kecepatan yang agak tinggi,
namun memiliki tabung yang agak pendek. Pada lintasan banyak dapat
memperkecil penampang aliran fluida dan meningkatkan kecepatannya dengan
disertai oleh bertambah tingginya koefisien perpindahan kalor. Tetapi
kelemahannya adalah penukar kalor menjadi agak lebih rumit dan rugi gesekan
melalui alat meningkat disebabkan kecepatan yang lebih besar serta rugi masuk
dan rugi keluar pun menjadi berlipat ganda.
5. Material bahan alat penukar kalor
Alat penukar kalor yang dibuat dengan material bahan yang baik (anti-
korosi) akan memiliki kinerja yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan material
bahan yang baik akan mencegah atau mengurangi terbentuknya korosi atau
karat pada alat penukar kalor yang dapat menurunkan efisiensi kerja dari alat
penukar kalor.

Tugas 2
3. Bagaimana mekanisme dan hubungan empiris untuk perpindahan kalor konveksi
paksa pada aliran di dalam pipa? Bagaimana pula pada aliran yang menyilang
silinder, bola, dan rangkunan tabung?
Jawaban :
Hubungan Empiris Perpindahan Kalor Konveksi Paksa pada Aliran di
Dalam Pipa
Pada dasarnya, mekanisme dan hubungan empiris untuk perpindahan kalor
konveksi pada aliran di dalam pipa mengaplikasikan konsep suhu ruah (bulk
temperature), dimana aliran fluida akan mengalami perubahan suhu dalam kondisi
adiabatik (tidak ada energi
yang masuk maupun keluar).






Gambar 5. Total Perpindahan Kalor dengan Perbedaan Suhu dari Bulk Temperature
(Sumber: Holman, 2010, halaman 267)
Dengan mengaitkan konsep suhu ruah tersebut dengan luas penampang aliran
fluida, yang dalam hal ini berbentuk silinder, maka persamaan yang diberikan
adalah:

()(

) (12)
atau
(

(13)
untuk: q = perpindahan kalor konveksi dalam pipa (W)
h = koefisien konveksi (W/m
2
. C)
A = luas penampang (m
2
)
T
w
= suhu dinding pipa (C)
T
b
= suhu ruah fluida masuk (C)
Berbeda dari konveksi alami, koefisien konveksi (h) untuk persamaan di atas
diperoleh dari persamaan-persamaan di bawah ini:


dengan D dan L merupakan diameter dan panjang penampang pipa yang dialiri
fluida, lalu Nu sebagai bilangan Nusselt.
Bilangan Nusselt diperoleh dengan memperhitungkan variabel jenis aliran fluida
(diwakili dengan bilangan Reynold/Re), dan variabel difusivitas termal dan
momentum (diwakili oleh bilangan Prandtl/Pr):


dimana hasil kalkulasi bilangan Reynold ini digunakan untuk menentukan jenis
aliran fluida yang mengalir, entah itu turbulen atau laminer. Persamaan-persamaan
untuk mencari bilangan Nusselt yang digunakan apabila alirannya telah diketahui
(turbulen/laminer) dapat dilihat pada tabel 1 pada bagian lampiran.
Nilai Nusselt Rata-rata Untuk Aliran Laminer dan Turbulen Masuk
Berpenampang Circular :
- Untuk aliran laminer, bilangan Nusselt rata-rata dapat dicari dengan
persamaan bilangan Graetz, yakni:

(14)
- Untuk aliran turbulen, mencari bilangan Nusselt rata-rata belum dapat
dilakukan karena rumusannya lebih kompleks, seperti yang digambarkan
pada 4.1b:

(a) (b)
Gambar 6. Grafik Untuk Mencari Nilai Nusselt Rata-rata Pada Aliran (a) Laminer (b)
Turbulen
(Sumber: Holman, 2010, halaman 274)

Aliran Dalam Penampang Non-Circular
Apabila penampang aliran fluida tidak bundar, maka korelasi perpindahan
kalornya didasarkan pada diameter hidrolik (D
H
), dan batas yang dibasahi (P):

(15)
lalu, korelasi bilangan Nusselt dengan diameter hidrolik (D
H
) untuk aliran laminar
dapat dilihat pada tabel 2 pada bagian lampiran, dengan catatan bahwa:

= nilai Nusselt rata-rata angka untuk fluks panas seragam pada


penampang aliran
tertentu

= nilai rata-rata bilangan Nusselt untuk temperatur dinding seragam


yang.

= faktor friksi dan bilangan Reynold berdasarkan diameter hidrolik


Mekanisme dan Hubungan Empiris Perpindahan Kalor Konveksi Paksa pada
Aliran Menyilang untuk Silinder
Pada angka-angka Reynolds yang rendah, yang mendekati satu, tidak terjadi
pemisahan aliran, dan semua gaya seret yang disebabkan oleh gaya gesek viskos
atau gaya gesek kental (viscous friction). Pada angka Reynolds di sekitar 10, gaya
gesek dan gaya seret bentuk hampir sama besar, sedangkan gaya seret bentuk yang
disebabkan oleh daerah aliran-terpisah turbulen lebih besar pada angka Reynolds
di atas 1000. Pada angka Reynolds di sekitar 10
5
, berdasarkan diameter, aliran
lapisan-batas mungkin menjadi turbulen, yang menyebabkan profil kecepatan
menjadi lebih curam, dan pemisahan aliran menjadi sangat terlambat. Akibatnya,
gaya seret bentuk menjadi berkurang, dan ini terlihat dari patahan pada kurva
koefisien-seret di sekitar Re = 3 x l0
5
.
Proses aliran jelas mempengaruhi perpindahan-kalor dari silinder panas ke
aliran fluida. Pada angka Reynolds yang agak rendah (70.800 dan 101.300) titik
minimum koefisien perpindahan-kalor terjadi di sekitar titik pisah. Kemudian
terjadi peningkatan koefisien perpindahan kalor pada bagian belakang silinder,
sebagai akibat gerakan pusaran (eddy) turbulen pada aliran yang menjadi terpisah.
Pada angka Reynolds yang lebih tinggi terdapat dua titik minimum. Yang pertama
terjadi pada titik transisi dan lapisan-batas laminar ke turbulen, dan titik minimum
yang kedua terbentuk ketika lapisan-batas turbulen memisah. Perpindahan-kalor
meningkat cepat ketika lapisan-batas menjadi turbulen, dan sekali lagi ketika
terjadi peningkatan gerakan pusaran pada pemisahan.
Oleh karena pemisahan-aliran itu bersifat rumit, maka untuk menghitung
koefisien perpindahan-kalor rata-rata dalam aliran-silang itu tidak dapat dilakukan
secara analitis. Tetapi, berdasarkan korelasi data eksperimental Hilpert untuk gas,
dan berdasarkan korelasi data eksperimental dari Knudsen-Katz untuk zat cair
didapatkan bahwa koefisien perpindahan-kalor rata-rata dapat dihitung
berdasarkan persamaan :
3
1
Pr
n
f f
v
d u
C
k
hd
|
|
.
|

\
|
=


(16)
dimana konstanta C dan n sesuai dengan tabel 3 pada bagian lampiran. Data
perpindahan-kalor untuk udara digambarkan pada grafik gambar 9 pada bagian
lampiran.
Selain berdasarkan korelasi data Hilpert dan Knudsen-Katz, Fand
menunjukkan bahwa koefisien perpindahan-kalor dan zat cair ke silinder dalam
aliran-silang dapat diberikan dengan rumus sebagai berikut :
( )
3 , 0 52 , 0
Pr Re 56 , 0 35 , 0
f f f
Nu + =
Persamaan ini berlaku untuk

sejauh tidak terdapat


keturbulenan yang berlebihan pada aliran-bebas. Sedangkan Eckert-Drake
merumuskan persamaan berikut untuk perpindahan kalor dari tabung dalam aliran
silang yang didasarkan atas studi ekstensif.
( )
3
25 , 0
38 , 0 5 , 0
10 Re 1
Pr
Pr
Pr Re 50 , 0 43 , 0 ( (
|
|
.
|

\
|
+ = untuk Nu
w
f

5 3
25 , 0
38 , 0 6 , 0
10 2 Re 10
Pr
Pr
Pr Re 25 , 0 x untuk Nu
w
f
( (
|
|
.
|

\
|
=
Mekanisme dan Hubungan Empiris Perpindahan Kalor Konveksi Paksa pada
Aliran Menyilang untuk Bola
McAdams menyarankan persamaan berikut untuk perpindahan kalor dari
bola ke gas yang mengalir (tabel 4 bagian lampiran):
000 . 70 Re 17 37 , 0
6 , 0
( (
|
|
.
|

\
|
=

d
f f
untuk
v
d u
k
hd

Achenbach mendapatkan persamaan yang berlaku untuk udara dengan Pr =
0,71 dan rentang angka Reynolds yang lebih luas lagi:
( )
5
2 / 1
6 , 1 4
10 3 Re 100 Re 10 3 25 , 0 2 ( ( + + =

untuk Nu

6 5 3 2
10 5 Re 10 3 Re Re Re 430 ( ( + + + = untuk c b a Nu
dengan a = 5

b = 0,25

c = -3,1


Untuk aliran zat cair melewati bola, data Kramers dapat digunakan untuk
mendapatkan korelasi:
2000 Re 1 68 , 0 97 , 0 Pr
5 , 0
3 , 0
( (
|
|
.
|

\
|
+ =

d
f
f
f
untuk
v
d u
k
hd

(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
Mekanisme dan Hubungan Empiris Perpindahan Kalor Konveksi Paksa pada
Aliran Menyilang untuk Rangkunan Tabung (Tube Bank)
Berikut ini adalah karakteristik perpindahan-kalor pada rangkunan tabung
yang segaris atau selang-seling:
3
1
Pr
|
|
.
|

\
|
=

f f
v
d u
C
k
hd

Untuk memperoleh nilai konstanta C dan eksponen n, dapat digunakan tabel
5 bagian lampiran dengan menyesuaikan angka lain dibagian kiri dan atasnya.
Menurut parameter geometri yang digunakan untuk menggambarkan susunan
berkas tabung. Angka Reynolds didasarkan atas kecepatan maksimum yang terjadi
pada rangkunan tabung, yaitu kecepatan melalui bidang aliran yang minimum.
Luas bidang ini bergantung dari susunan geometri tabung. Nomenklatur yang
digunakan dalam tabel 5 ditunjukkan dalam gambar 10. Data daftar pada tabel 5
menyangkut rangkunan tabung yang mempunyai 10 baris atau lebih pada arah
aliran. Jika jumlah tabung dalam baris lebih sedikit, maka perbandingan nilai h
untuk baris N tabung terhadap baris 10 tabung diberikan pada tabel 6.
Penurunan tekanan untuk aliran gas melintas rangkunan tabung dapat
dihitung dari persamaan di bawah, yang dinyatakan dalam pascal:
14 , 0
2
' 2
|
|
.
|

\
|
= A
b
w maks
N G f
p


di mana G
maks
adalah kecepatan massa pada luas bidang aliran minimum, kg/m
2
.s,
adalah densitas ditentukan pada kondisi aliran bebas, kg/m
3
, N adalah jumlah
baris melintang dan
b
adalah viskositas aliran bebas rata-rata
Faktor gesek empiris f dirumuskan untuk baris selang-seling sebagai:
( )
16 , 0
13 , 1 43 , 0
Re
118 , 0
25 , 0 '

+

(
(


+ =
maks
S
d
n
p
d
d S
f
Untuk baris segaris adalah
(24)
(26)
(25)
( )
15 , 0
13 , 1 43 , 0
Re
08 , 0
044 , 0 '

+

(
(


+ =
maks
S
d
n
p
p
d
d S
d S
f
Zukauskas membuat informasi tambahan untuk berkas tabung dengan
memperhitungkan rentang angka reynolds yang luas dan perbedaan-perbedaan
sifat. Persamaan korelasinya adalah:
4 / 1
36 , 0
,
Pr
Pr
Pr Re
|
|
.
|

\
|
= =
w
n
maks d
C
k
d
h Nu
di mana semua sifat, kecuali Pr, dievaluasi pada T

dan nilai konstanta diberikan


dalam tabel 8 pada lampiran untuk tabung yang lebih besar dari 20 baris.
Persamaan ini berlaku untuk 0,7 < Pr <500 dan 10 < Re
d,maks
< 10
6
. Untuk gas,
rasio angka Prandtl tidak mempunyai pengaruh banyak dan dapat diabaikan. Sekali
lagi, diperhatikan bahwa angka Reynolds didasarkan atas kecepatan maksimum di
dalam rangkunan tabung. Untuk tabung yang kurang dari 20 baris pada arah aliran,
faktor koreksi dalam daftar 7 harus diterapkan. Faktor koreksi ini pada dasarnya
sama dengan yang untuk korelasi Grimson. Selain Zukauskas, seorang ilmuwan
Morgan juga melakukan penelitian tentang hubungan aliran kalor pada rangkunan
tabung dengan pressure drop. Perlu diingat bahwa persamaan-persamaan diatas
berkolerasi dengan data eksperimen dengan ketelitian sebesar 25%.

(27)
(28)

Anda mungkin juga menyukai