Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Coating (pelapisan)
Coating (pelapisan) adalah proses untuk melapisi suatu bahan dasar
(substrate) dengan maksud dan tujuan tertentu. Tujuan pelapisan (coating) adalah
memberi perlindungan pada material. Tingkat proteksi dari pelapisan tergantung
pada sistem keseluruhan dari pelapisan yang terdiri dari jenis pelapisan, substrat
logam dan preparasi permukaan. Walaupun demikian terdapat juga beberapa
fungsi yang lebih khusus dari coating (pelapisan) ini misalkan untuk memberikan
gaya apung negatif (negative buoyancy force), memberikan fungsi anti slip pada
permukaan substrat dan beberapa fungsi lainnya.

2.1.1 Bahan Penyusun Coating (pelapisan)
Hal yang menentukan sifat-sifat suatu coating (pelapisan) adalah
komposisi dari coating (pelapisan) itu sendiri. Umumnya coating (pelapisan)
mengandung empat bahan dasar, yaitu pengikat (binder), aditif, solven dan
pigmen (zat pewarna). Sangatlah penting bagi formulator untuk memahami fungsi
dari bahan-bahan dasar ini dan mengetahui bagaimana mereka saling berinteraksi.
1. Binder (pengikat)
Binder (pengikat) berfungsi sebagai pengikat antar komponen coating dan
juga bertanggung jawab terhadap gaya adhesi coating terhadap substrat.
Terdapat banyak binder yang telah dikenal, diantaranya alkyd, vinyl, resin
alam, epoxy dan urethane. Hal yang perlu diketahui tentang binder adalah
bagaimana mereka mengalami curing. Pada umumnya binder dapat
mengalami curing dengan dua cara. Pertama adalah melalui evaporasi solven.
Binder yang mengalami curing seperti ini disebut binder thermoplastik atau
non-covertible. Kedua adalah lewat reaksi kimia selama atau setelah proses
pengecatan. Binder ini dikenal sebagai binder thermosetting.
Selain itu, hal yang harus dipahami dari binder adalah viskositas. Karena
merupakan komponen utama dalam coating, viskositas binder sangat


6


menentukan viskositas coating. Faktor utama yang menentukan viskositas
binder adalah berat molekularnya. Polimer yang mempunyai berat molekul
tinggi akan lebih viskous daripada berat molekul rendah. Ada dua cara untuk
mengontrol viskositas suatu coating, yaitu dengan memvariasi berat molekul
binder atau dengan menambahkan sejumlah solven.
2. Aditif
Aditif adalah senyawa-senyawa kimia yang biasanya ditambahkan dalam
jumlah sedikit, namun sangat mempengaruhi sifat-sifat coating (pelapisan).
Bahan-bahan yang termasuk aditif adalah surfaktan, alat anti endapan (anti-
settling agent), alat pencampur (coalescing agents), alat tahan pengulitan
(anti-skinning agents), katalis, defoamers, penyerapan cahaya ultraviolet
(ultraviolet light absorbers), alat dispersi, bahan pengawet (preservatives),
pengering (driers) dan plastisizers.
3. Solven
Kebanyakan coating (pelapisan) memerlukan solven untuk melarutkan binder
dan memodifikasi viskositas. Hal penting yang harus diperhatikan dalam
penentuan solven adalah kemampuannya dalam melarutkan binder dan
komponen coating (pelapisan) yang lain. Prinsip kelarutan sangatlah
sederhana, yaitu like dissolves like. Artinya solven polar akan melarutkan
senyawa yang polar juga. Selain itu laju penguapan solven juga perlu
diperhatikan. Solven yang mempunyai tekanan uap tinggi sehingga menguap
dengan cepat disebut fast atau hot solvent, sedangkan yang lambat disebut
slow solvent. Laju penguapan mempengaruhi sifat-sifat coating (pelapisan)
dan beberapa cacat dapat disebabkan karena ketidak cocokan dalam pemilihan
solven. Jika solven menguap terlalu cepat, coating (pelapisan) tidak cukup
waktu untuk membentuk lapisan halus dan kontinu.
4. Pigmen (zat pewarna)
Zat pewarna (pigmen) merupakan pemberi warna dari coating (pelapisan).
Selain berfungsi dalam hal estetika, Zat pewarna (pigmen) juga
mempengaruhi ketahanan korosi dan sifat fisika dari coating (pelapisan) itu
sendiri.


7


Zat pewarna (pigmen) dapat dikelompokkan menjadi pigmen organik dan
anorganik. Pigmen anorganik contohnya adalah titanium dioksida dan besi
oksida. TiO
2
merupakan pigmen putih yang paling banyak digunakan,
biasanya untuk coating eksterior. TiO
2
mempunyai indeks refleksi yang tinggi
dan stabil terhadap sinar ultraviolet dari sinar matahari yang dapat
mendegradasi pelapisan pengikat (binder coating). FeO
2
merupakan pigmen
merah yang digunakan untuk pelapisan awal (coating primer) ataupun
topcoat. Terdapat juga ekstender pigmen yang memberikan sedikit pengaruh
terhadap warna dan ketahanan korosi namun banyak mempengaruhi sifat-sifat
coating seperti kekentalan (densitas), aliran, kekerasan (hardness) dan
permeabilitas. Contohnya adalah kalsium karbonat, kaolin, talc dan barium
sulfat (barytes).

2.1.2 Konsep Formulasi Coating (Pelapisan)
Setelah menentukan komponen-komponen untuk pelapisan (coating),
maka harus disatukan dalam jumlah yang sesuai. Berikut ini adalah parameter-
parameter yang penting untuk formulasi pelapisan.
a. Konsentrasi volume pigmen (PVC)
Pigmen Volume Concentration (PVC) merupakan rasio volume pigmen
terhadap volume total binder dan pigmen. Dua jenis pelapisan dapat
memiliki nilai pigmen dan binder yang sama namun sangat berbeda nilai
PVCnya. Secara sederhana hal ini dapat dihasilkan dengan menggunakan
pigmen dengan densitas yang berbeda.
Nilai PVC dimana terdapat jumlah pengikat yang tepat untuk
menghasilkan lapisan tipis permukaan secara sempurna untuk setiap
partikel dari zat pewarna (pigmen) merupakan nilai PVC kritis (CPVC).
Di atas nilai CPVC, tidak ada cukup pengikat untuk membasahi semua zat
pewarna. Sedangkan di bawah nilai CPVC, terdapat kelebihan pengikat.
Beberapa sifat pelapisan dapat secara signifikan dipengaruhi oleh variasi
formulasi PVC.
b. Densitas, berat solid dan volume solid


8


Densitas, berat solid dan volume solid serta persentase pengikat (binder)
dan persentase zat pewarna (pigmen) seringkali disebut sebagai konstanta
fisik dari pelapisan. Densitas biasanya dinyatakan dalam satuan pound per
gallon. Berat solid pelapisan biasanya dalam bentuk persentase non
volatile, merupakan berat solid dibagi dengan berat total pelapisan
(coating). Volume solid adalah persentase volume material non-volatil.
Kemudian persentase pengikat (binder) dan persentase zat pewarna
(pigmen) merupakan persentase pengikat dan zat pewarna dalam pelapisan
(coating).
c. Rasio zat pewarna (pigmen)/pengikat (binder)
Merupakan perbandingan berat pigmen terhadap berat pengikat. Lapisan
atas (Topcoat) biasanya memiliki pigmen/binder 1,0 atau kurang
sedangkan primer coating mempunyai pigmen/binder 2-4. Coating gloss
biasanya mempunyai pigmen/binder yang lebih rendah daripada coating
flat.

2.1.3 Preparasi Coating (Pelapisan)
Kunci dari suatu lapisan ialah kemampuan untuk melekat pada permukaan
substrat. Permukaan substrat biasanya belum bisa langsung diberikan coating
(pelapisan), karena kualitas permukaan substrat yang rendah serta kemungkinan
adanya kotoran dan minyak dapat mengganggu sifat adhesive dari coating
(pelapisan). Oleh karena itu perlu dilakukan proses preparasi terlebih dahulu
sebelum dilakukan proses coating (pelapisan). Proses preparasi coating
(pelapisan) ini terdiri dari dua jenis, yaitu pembersihan secara kimiawi (chemical
cleaning) dan pembersihan secara mekanik (mechanical cleaning).
1. Chemical cleaning, yaitu proses pembersihan dengan menggunakan bahan
kimia. Cara pengaplikasiannya dapat diusapkan, disemprot, diuapkan, dan
dicelupkan. Ada beberapa jenis chemical cleaning, antara lain:
a. Emulsion cleaning, yaitu dengan menggunakan larutan berbahan dasar
organic (surfactant) yang dapat membersihkan minyak seperti
detergent atau emulsifier.


9


b. Alkaline cleaning, yaitu dengan menggunakan larutan garam alkali
untuk membersihkan kotoran dan minyak. Larutan yang umum
digunakan antara lain sodium hydroxide (NaOH) dan sodium
carbonate (Na
2
CO
3
). Biasanya garam tersebut dilarutkan dengan air
hangat sebanyak 80-40%. Setelah proses alkaline cleaning, semua zat
alkaline harus dibersihkan dengan air atau uap agar tidak mengganggu
kinerja coating.
c. Pickling (Acid cleaning), yaitu dengan menggunakan larutan asam
untuk membersihkan scale dan korosi. Larutan asam yang biasa
digunakan yaitu asam sulfat (H
2
SO
4
) yang akan melarutkan oksida
pada permukaan.
2. Mechanical cleaning, yaitu dengan menggunakan material abrasif untuk
menghilangkan kotoran pada permukaan. Proses mechanical yang digunakan
umumnya yaitu grinding, sand blasting, dan lain-lain. Kontaminan yang dapat
dibersihkan antara lain scale, produk korosi, maupun sisa coating sebelumnya
dengan mengikis permukaan material substrat tersebut.

2.1.4 Sifat AdhesiveCoating (Pelapisan)
Ketahanan pelapisan (coating) sangat dipengaruhi oleh kemampuan
pelapisan (coating) untuk menempel pada material substrat. Jika daya adhesive
tidak kuat maka selain pelapisan (coating) tidak menempel dengan baik, hal ini
dapat juga memberi kesempatan kepada udara lembab masuk ke celah antara
coating dan substrat yang menyebabkan kontaminasi. Ada beberapa jenis daya
ikatan (adhesive) antara coating dengan material substrat, antara lain:
a. Daya ikat mekanik (mechanical adhesion), yaitu daya ikat yang terjadi
karena ikatan secara mekanik (mechanical interlocking). Contohnya
yaitu dengan penggunaan pelapisan (coating) pada permukaan substrat
yang kasar, seperti penggunaan sand blast ataupun bahan abrasif sebelum
proses pelapisan. Selain itu bisa juga penggunaan pelapisan yang akan
mengkerut ketika curing sehingga akan membungkus material substrat
dengan baik, seperti epoxy, polyester, dan lain-lain.


10


b. Daya ikat kimia (chemical bonding adhesion), yaitu daya ikat yang
terjadi antara pelapisan (coating) dengan material substrat berupa ikatan
atom. Contohnya yaitu pada pelapisan (coating) zinc (seng) untuk
melapisi baja, atau yang biasa disebut galvanized steel. Zinc berikatan
dengan baja membentuk paduan intermetalik FeZn. Jenis ikatan ini
adalah ikatan yang paling kuat.
c. Daya ikat polar (polar adhesion) , yaitu daya ikat yang terjadi karena
gaya tarik menarik material polar. Contohnya yaitu pelapisan (coating)
organik, yang banyak mengandung senyawa polar. Jenis ikatan ini tidak
akan bekerja dengan baik apabila terdapat zat pengotor di permukaan
substrat seperti kotoran, minyak, air, dan lain-lain.

2.1.5 Macam-macam Proses Coating (Pelapisan)
2.1.5.1 Dip Coating
Dip coating adalah suatu proses yang digunakan untuk pelapisan,
misalnya bahan semikonduktor. Pada proses pelapisan ini, biasanya di bagi
menjadi beberapa langkah. Perendaman (immersion), dimana substrat ini
direndam dalam larutan bahan lapisan pada kecepatan konstan. Kemudian
Start-up, dimana substrat telah berada di dalam larutan untuk sementara
waktu dan mulai ditarik ke atas. Kecepatan menentukan ketebalan lapisan
(penarikan lebih cepat memberikan bahan pelapis yang lebih tebal).
Pengeringan, dimana kelebihan cairan akan mengalir dari permukaan. Penguapan
(evaporation), dimana pelarut yang menguap dari cair, membentuk lapisan
tipis. Pada proses dip coating ini, kecepatan alat sangat berpengaruh pada tiap
langkah yang dilalui. Untuk itu, perlu diperhatikan dalam pengontrolan kecepatan
gerak alat agar hasil pelapisan bahan semikonduktor mencapai hasil yang sesuai
dengan kebutuhan.
2.1.5.2 Powder Coating
Powder coating adalah jenis lapisan yang diterapkan sebagai serbuk kering.
Perbedaan utama antara cat cair konvensional dan powder coating adalah bahwa
powder coating tidak memerlukan pelarut untuk menjaga bagian binder dan filler


11


dalam bentuk suspensi cair. Lapisan ini biasanya diterapkan elektrostatik dan
kemudian dipanaskan untuk memungkinkan agar serbuk mengalir dan membentuk
lapisan. Serbuk bisa thermoplastik atau polimer termoset. Hal ini biasanya
digunakan untuk membuat hard finish yang lebih keras dari cat konvensional.
Powder coating terutama digunakan untuk pelapisan logam, seperti whiteware,
ekstrusi aluminium, dan mobil dan bagian-bagian sepeda. Teknologi baru
memungkinkan bahan lain, seperti MDF (medium-density papan serat), menjadi
serbuk dilapisi dengan menggunakan metode yang berbeda.
2.1.5.3. Spin Coating
Spin coating dapat diartikan sebagai pembentukan lapisan melalui proses
pemutaran (spin). Bahan yang akan dibentuk lapisan dibuat dalam bentuk larutan
(gel) kemudian diteteskan di atas suatu substrat yang disimpan di atas piringan
yang dapat berputar, karena adanya gaya sentripetal ketika piringan berputar,
maka bahan tersebut dapat tertarik ke pinggir substrat dan tersebar merata.
Selain untuk penumbuhan bahan semikonduktor, teknik spin coating ini juga
dapat digunakan untuk mendeposisi lapisan tipis bahan lainnya seperti bahan
polimer maupun bahan keramik oksida.

2.2 Kaca
Kaca adalah amorf (non kristalin) material padat yang bening dan tembus
pandang (transparan), biasanya rapuh. Jenis yang paling banyak digunakan selama
berabad-abad adalah gelas minum dan jendela. Kaca dibuat dari campuran 75%
silicon dioksida (SiO
2
) plus CaO, Na
2
O dan beberapa zat tambahan. Suhu
lelehnya adalah 2000
o
C.


12



Gambar 2.1.: (a). Gelas minum
(b). Kaca jendela
Dipandang dari segi kimia kaca adalah kaca adalah gabungan dari
berbagai oksida anorganik yang tidak mudah menguap, yang dihasilkan dari
dekomposisi dan peleburan senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai
penyusun lainnya. Dari segi fisika, kaca merupakan zat cair yang sangat dingin.
Disebut demikian karena struktur partikel-partikel penyusunnya yang saling
berjauhan seperti dalam zat cair namum kaca sendiri berbentuk padat. Ini terjadi
akibat proses pendinginan (cooling) yang sangat cepat, sehingga partikel-partikel
silica tidak sempat menyusun diri secara teratur. Kaca memiliki sifat-sifat yang
khas dibanding dengan golongan keramik lainnya. Kekhasan sifat-sifat kaca ini
terutama dipengaruhi oleh keunikan silika (SiO
2
) dan proses pembentukannya.
Beberapa sifat-sifat kaca secara umum antara lain:
Berwujud padat tetapi susunan atom-atomnya seperti pada zat cair.
Transparan, tahan terhadap serangan kimia, kecuali hidrogen
fluorida.Karena itulah kaca banyak dipakai untuk peralatan laboratorium.
Mampu menahan vakum tetapi rapuh terhadap benturan.
Efektif sebagai isolator.
Padatan amorf (short range order).
Tidak memiliki titik lebur yang pasti (ada range tertentu).
Mempunyai viskositas cukup tinggi (lebih besar dari 10
12
pa.s).



13


2.2.1 Sejarah Penemuan Kaca
Riwayat penemuan kaca hingga sekarang belum jelas. Salah satu rujukan
yang paling tua mengenai bahan ini dibuat oleh Pliny, yang menceritakan
bagaimana pedagang-pedagang phoenisia purba menemukan kaca tatkala
memasak makanan. Periuk yang digunakannya secara tidak sengaja diletakkan di
atas massa trona di suatu pantai. Sejak tahun 6000 atau 5000 sebelum Masehi,
orang Mesir telah membuat permata tiruan dari kaca dengan keterampilan yang
halus dan keindahan yang mengesankan. Kaca jendela sudah mulai disebut-sebut
sejak tahun 290. Silinder kaca jendela tiup ditemukan oleh para Pendeta pada
abad kedua belas. Dalam abad tengah, Venesia memegang monopoli sebagai
pusat industri kaca. Di Jerman dan Inggris, kaca baru mulai dibuat pada abad ke-
16. Secara keseluruhan sebelum tahun 1900, industri ini merupakan seni yang
dilengkapi oleh rumus-rumus rahasia yang dijaga ketat. Proses pembuatannya-pun
bersifat empiris dan hanya berdasarkan pada pengalaman.
Pada tahun 1914, di Belgia dikembangkan proses Fourcault untuk menarik
kaca plat secara kontinu. Selama 50 tahun berikutnya para ilmuwan dan insinyur
telah berhasil menciptakan berbagai modifikasi terhadap proses penarikan kaca
dengan tujuan untuk memperkecil distorsi optik kaca lembaran (kaca jendela) dan
menurunkan biaya pembuatan.

2.2.2 Proses Pembuatan Kaca
Proses pembuatan kaca sama seperti pengerjaan kaca lengkung yang kita
gunakan saat ini untuk kaca mobil, etalase dan kaca lengkung rumah. Ternyata
proses pembuatan kaca dari awal hingga akhir tidak semudah hasil yang telah kita
lihat, namun ada beberapa tahapan yang harus dilalui hingga berbentuk seperti
sekarang ini.
Kaca dibuat dengan mencampur pasir dengan abu soda dan kapur atau
dengan oksida timah. Bangsa Mesir kuno dianggap sebagai orang-orang pertama
yang membuat kaca. Di alam juga ada bahan pembuat kaca, gambarnya seperti
ini:


14



Gambar 2.2. Kaca Alam
Tiga bahan dasar dicampur dengan cullet (pecahan kaca), dolomite dan
saltcake, kemudian dilelehkan dalam tungku pembakaran. Panas sangat tinggi
membuat bahan-bahan itu menyatu dan mencair, lalu keluar dari tungku dan
mengalir ke sebuah ruang yang terapung. Disini kaca mengapung di atas lelehan
timah. Setelah agak dingin, kaca dialirkan ke pipa air yang dingin. Pendinginan
lebih lanjut terjadi dengan penyemprotan air pada kaca yang juga berfungsi
memperkuatnya. Bila kaca sudah benar-benar dingin, baru dipotong sesuai
kebutuhan.
Reaksi yang terjadi dalam pembuatan kaca secara ringkas adalah sebagai berikut :
Na
2
CO
3
+ aSiO
2
Na
2
O.aSiO
2
+ CO
2
(2.1)
CaCO
3
+ bSiO
2
CaO.bSiO
2
+ CO
2
(2.2)
Na
2
SO
4
+ cSiO
2
+ C Na
2
O.cSiO
2
+ SO
2
+ SO
2
+ CO (2.3)
Walaupun saat ini terdapat ribuan macam formulasi kaca yang dikembangkan
dalam 30 tahun terakhir ini, namun silika dan soda masih merupakan bahan baku
dari 90 persen kaca yang diproduksi di dunia.

2.2.3 Penggolongan Kaca
Secara umum, kaca komersial dapat dikelompokkan menjadi beberapa
golongan:
a) Kaca soda gamping. Kaca soda gamping (soda-lime glass) merupakan 95
persen dari semua kaca yang dihasilkan. Kaca ini digunakan untuk
membuat segala macam bejana, kaca lembaran, jendela mobil dan barang
pecah belah.


15


b) Kaca khusus. Kaca berwarna, bersalut, opal, translusen, kaca keselamatan,
fitokrom, kaca optik dan kaca keramik semuanya termasuk kaca khusus.
Komposisinya berbeda-beda tergantung pada produk akhir yang
diinginkan.
c) Alkali silikat. Alkali silikat adalah satu-satunya kaca dua komponen.
Untuk membuatnya, pasir dan soda dilebur bersama-sama, dan hasilnya
disebut Natrium silikat. Larutan silikat soda juga dikenal sebagai kaca
larut air (water soluble glass) banyak dipakai sebagai adhesif dalam
pembuatan kotak-kotak karton gelombang serta memberi sifat tahan api.
d) Kaca timbal. Dengan menggunakan oksida timbal sebagai pengganti
kalsium dalam campuran kaca cair, didapatlah kaca timbal (lead glass).
Kaca ini sangat penting dalam bidang optik, karena mempunyai indeks
refraksi dan dispersi yang tinggi. Kandungan timbalnya bisa mencapai
82% (densitas 8,0, indeks bias 2,2). Kandungan timbal inilah yang
memberikan kecemerlangan pada kaca potong (cut glass). Kaca ini juga
digunakan dalam jumlah besar untuk membuat bola lampu, lampu reklame
neon, radiotron, terutama karena kaca ini mempunyai tahanan (resistance)
listrik tinggi. Kaca ini juga cocok dipakai sebagai perisai radiasi nuklir.
e) Silika lebur. Silika lebur atau silika vitreo dibuat melalui pirolisis silikon
tetraklorida pada suhu tinggi, atau dari peleburan kuarsa atau pasir murni.
Secara umum, kaca ini sering disebut kaca kuarsa (quartz glass). Kaca ini
mempunyai ciri-ciri nilai ekspansi rendah dan titik pelunakan tinggi.
Karena itu, kaca ini mempunyai ketahanan termal lebih tinggi daripada
kaca lain. Kaca ini juga sangat transparan terhadap radiasi ultraviolet.
Kaca jenis inilah yang sering digunakan sebagai kuvet untuk spektrometer
UV-Visible yang harganya sekitar dua jutaan per kuvet.
f) Serat kaca (fiber glass). Serat kaca dibuat dari komposisi kaca khusus,
yang tahan terhadap kondisi cuaca. Kaca ini biasanya mempunyai
kandungan silika sekitar 55%, dan alkali lebih rendah.
g) Kaca borosilikat. Kaca borosilikat biasanya mengandung 10 sampai 20%
B
2
O
3
, 80% sampai 87% silika, dan kurang dari 10% Na
2
O. Kaca jenis ini


16


mempunyai koefisien ekspansi termal rendah, lebih tahan terhadap kejutan
dan mempunyai stabilitas kimia tinggi, serta tahanan listrik tinggi. Perabot
laboratorium yang dibuat dari kaca ini dikenal dengan nama dagang pyrex.
Kaca borosilikat juga digunakan sebagai isolator tegangan tinggi, pipa
lensa teleskop seperti misalnya lensa 500 cm di Mt. Palomer (AS).

2.3 Sudut Kontak
Sudut kontak ( ) merupakan sudut yang dibentuk antara permukaan bahan
uji dengan air yang diteteskan ke permukaan bahan uji yang bersangkutan, atau
sudut yang terjadi antara permukaan padat dan garis singgung cairan. Sudut
kontak berkaitan dengan karakteristik isolator yaitu sifat menyerap air
(hydrophilic) atau sifat tolak air (hydrophobic). Sudut kontak memberikan
informasi mengenai energi permukaan, kekerasan dan keheterogenan permukaan.
Selain itu sudut kontak juga merupakan ukuran dari suatu permukaan
terkontaminasi.

Gambar 2.3. Ilustrasi skematik pembasahan permukaan dan sudut kontak.
Gambar di atas memperlihatkan suatu ilustrasi skematik dari berbagai derajat
pembasahan permukaan dan sudut kontak. Gambar tersebut memperlihatkan
bahwa semakin kecil sudut kontak semakin basah permukaan. Bila sudut kontak
antara 30
o
C sampai dengan 89
o
, permukaan material disebut basah sebagian.
Sudut kontak lebih besar dari 90
o
, permukaan material tidak basah oleh cairan.
Bila cairan adalah air, permukaan bersifat hidrofobik atau tolak air. Sudut kontak
lebih besar dari 150
o
disebut superhidrofobik.
Permukaan superhydrofobic (sudut kontak air lebih besar dari 150
o
)
memiliki kemampuan anti beku, tahan panas, dan anti kontaminan. Contoh


17


sempurna dari permukaan sangat anti air (superhydrofobic) dari alam adalah daun
teratai (lotus), dimana air yang jatuh berbentuk bola dan menggelinding.
Ahli botani yang mempelajari fenomena ini menemukan bahwa daun teratai
memiliki mekanisme pembersihan diri secara alami. Struktur mikroskopik dan
kimia permukannya menyebabkan dedaunan teratai tidak pernah dapat basah.
Malah, butir-butiran air akan menggumpal pada permukaan daun seperti air raksa,
mengambil lumpur, serangga dan bahan-bahan pengotor bersamanya. Fenomena
ini dikenal sebagai efek lotus. Pada daun teratai (lotus), struktur permukaannya
dipenuhi tonjolan-tonjolan kecil dan berlapis lilin sehingga menahan air agar tidak
merembes masuk ke dalam daun. Daun teratai (lotus) memiliki permukaan yang
dipenuhi dengan duri bulu-bulu halus tak beraturan. Ketika butiran air jatuh pada
permukaan ini, hanya mengenai bulu-bulu halus. Butiran-butiran ini ditahan oleh
kantong udara di bawahnya dan akhirnya dihalau dari daun. Berdasarkan hal
tersebut para peneliti mengatakan bahwa tekstur permukaan dari daun teratai
(lotus) adalah anti air (hydrofobic).

Gambar 2.4. Daun teratai (lotus)

Gambar 2.5. Permukaan daun teratai yang terkena air
Keuntungan dari sifat hidrofobik ini adalah anti basah, terlihat selalu
bersih, mengurangi overloading fluida di permukaan dan mengurangi gesekan


18


fluida dengan permukaan. Dengan memperhatikan efek ini, permukaan dapat
dimodifikasi untuk dikembangkan menjadi superhidrofobik coating. Dan apabila
diterapkan pada kaca maka akan memiliki sifat membersihkan sendiri (self
cleaning). Ketika kaca terkena air, permukaan kaca akan semakin cemerlang dan
bersih. Kaca akan terlihat bersih lebih lama serta biaya perawatan lebih murah.
Ada hubungan antara sudut kontak dengan gaya kohesif. Gaya kohesif
adalah gaya antara lapisan dengan air yang menetes di permukaan lapisan. Jadi air
yang menetes di atas lapisan berbentuk menggumpal karena gaya kohesif yang
kuat yang mengikat atau menarik air sehingga berbentuk gumpalan air.

2.4 Metode Sol-Gel
Sol adalah suspensi koloid yang fasa terdispersinya berbentuk solid (padat)
dan fasa pendispersinya berbentuk liquid (cairan). Suspensi dari partikel padat
atau molekul-molekul koloid dalam larutan, dibuat dengan metal alkoksi dan
dihidrolisis dengan air, menghasilkan partikel padatan metal hidroksida dalam
larutan. Reaksinya adalah reaksi hidrolisis.
Gel (gelation) adalah jaringan partikel atau molekul, baik padatan dan
cairan, dimana polimer yang terjadi di dalam larutan digunakan sebagai tempat
pertumbuhan zat anorganik. Pertumbuhan anorganik terjadi di gel point, dimana
energi ikat lebih rendah. Reaksinya adalah reaksi kondensasi, baik alkohol atau
air, yang menghasilkan oxygen bridge untuk mendapatkan metal oksida.
Prekursor (senyawa awal) dalam proses sol-gel tersusun atas unsur logam
atau metaloid yang dikelilingi oleh ligan. Pada umumnya prekursor yang
digunakan yaitu logam alkoksida atau garam anorganik. Dari larutan prekursor
tersebut akan terbentuk sol. Perubahan bentuk sol menjadi bentuk gel terjadi
melalui reaksi hidrolisis dan reaksi kondensasi. Pada reaksi hidrolisis terjadi
penempelan ion hidroksil pada atom logam dengan pemutusan pada salah satu
ikatan logam alkoksida atau garam anorganik. Kemudian molekul yang telah
terhidrolisis dapat bergabung membentuk hasil reaksi kondensasi, dimana dua
logam digabungkan melalui rantai oksigen. Polimer-polimer besar terbentuk saat


19


reaksi hidrolisis dan kondensasi berlanjut, yang akhirnya menghubungkan
polimer-polimer tersebut ke dalam bentuk gel.
Untuk mendapatkan produk oksida, ada satu tahap lanjutan pada proses sol-
gel yaitu perubahan bentuk gel menjadi produk oksida melalui drying dan firing.
Gel biasanya tersusun atas material amorf yang terdapat pori-pori berisi cairan.
Cairan ini harus dihilangkan sehingga gel menjadi xerogel atau dry gel melalui
proses drying. Selama firing, xerogel atau dry gel mengalami densifikasi dan
perubahan bentuk struktur kristal (menjadi glass atau kristalin).
Metode sintesis menggunakan sol-gel untuk material berbasis oksida
berbeda-beda bergantung prekursor dan bentuk produk akhir, baik itu powder,
film, aerogel, atau serat.
Seperti gambar di bawah ini:







Gambar 2.6 Diagram produk akhir dari sintesis sol gel
Metode sol-gel cocok untuk preparasi thin film dan material berbentuk
powder. Tujuan preparasi ini agar suatu material keramik dapat memiliki
fungsional khusus (elektrik, opik, magnetik, dll).

2.4.1 Kelebihan dari Proses Sol-gel
Proses sol-gel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan
pemrosesan dengan cara konvensional. Di bawah ini adalah beberapa keuntungan
yang didapat dari cara sol-gel:
Peningkatan keseragaman kimiawi (chemical homogeneity) di
dalam sistem multi komponen.


20


Dapat menghasilkan permukaan yang luas dari pada gel atau
tepung (powder).
Tingkat kemurnian yang tinggi karena tidak adanya proses
pengikisan (grinding) ataupun penekanan (pressing).
Rendahnya temperatur dari proses.
Proses pelapisan (coating) dapat dilakukan dalam kondisi atmosfer.
Proses yang terus menerus (continuous processing).
Kombinasi yang khas antara sifat dari film dengan sifat dari
substrat.
Dapat menghasilkan berbagai jenis produk dalam bentuk serat
(fibers), tepung (powders) dengan cara yang relatif mudah dimulai
dengan larutan yang sederhana.
Dari semua kelebihan/keunggulan yang tersebut di atas, satu hal yang amat
penting adalah bahwa semua sifat-sifat (kimia, komposisi, dan sebagainya) yang
terdapat pada awal proses akan tetap terjaga sampai dengan akhir proses.

2.5 Titanium Tetraklorida (TiCl
4
)
Titanium adalah logam yang sudah lama diimpikan oleh manusia. Titanium
diminati karena memiliki banyak sifat unggul, keunggulannya antara lain; massa
jenis yang rendah, tahan temperatur tinggi, tahan karat dan memiliki sifat
biokompatibilitas yang tinggi dengan tubuh sehingga biasa juga digunakan
sebagai produk implan di tubuh. Titanium merupakan unsur kesembilan terbanyak
yang ada di permukaan bumi setelah aluminium, besi dan magnesium.
Logam titanium tidak pernah ditemukan sendirian, keberadaannya selalu
berkaitan dengan mineral lainnya seperti rutile, ilmenite, leucoxence, anatase,
brookite, perovskite, dan sphene yang ditemukan dalam titanat dan beberapa besi.
Material yang mengandung titanium dan paling banyak ada dibumi dan paling
sering dimanfaatkan oleh manusia adalah rutile dan anatase. Rutile adalah bentuk
paling stabil dari titania dan paling banyak ditemukan pada sumber titanium.




21


Tabel 2.1 Perbandingan sifat rutile dan antase
Sifat Rutile Antase
Bentuk kristal Tetragonal Tetragonal
Konstanta Kisi a (A) 4,58 3,78
Konstanta Kisi b (A) 2,5 9,49
Massa Jenis (g/cm
3
) 4,27 3,90
Indeks Bias 2,71 2,52
Kekerasan (VHN) 6,0-7,0 5,5-6,0
Titik leleh (
0
C) 1858 Berubah menjadi rutil
pada suhu tinggi








Gambar 2.7: struktur antase dan rutile
Pada suhu ruang titanium memiliki struktur kristal heksagonal dan
memiliki kekerasan 6 skala mohs. Titanium memiliki massa jenis 4,51 g/cm
3
serta
memiliki ultimate tensile strengths sekitar 63.000 psi, artinya kekuatan ini
sebanding dengan baja, namun 45% lebih ringan. Massa titanium 1,6 kali lebih
besar dari aluminium, tetapi dua kali lebih berat. Kurangnya pertumbuhan industri
titanium tidak lain disebabkan biaya pengolahan yang sangat tinggi. Titanium
tahan terhadap korosi bahkan lebih baik daripada stainless. Selain itu, titanium
juga tahan terhadap asam, gas klor dan garam inorganik. Titanium tahan terhadap
korosi karena ia membentuk lapisan oksida yang melindunginya agar tidak
teroksidasi lebih lanjut, namun tidak kehilangan kilapnya dalam temperatur
kamar. Dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya baik secara fisik maupun
kimia, logam titanium banyak digunakan sebagai bahan baku industri.


22


Penggunaan sebagai bahan baku raket, perlengkapan golf, dan sepeda gunung
dalam industri alat-alat olahraga. Pipa dalam industri kimia dan petrokimia, serta
berbagai aplikasi pada industri otomotif, titanium bahkan digunakan dalam
industri perkapalan dan penerbangan luar angkasa.
Memproses titanium menjadi barang siap pakai juga merupakan hal yang
sangat sulit. Keunggulan titanium juga merupakan kelemahannya. Sifat titanium
yang tahan panas dan konduktivitasnya yang rendah menyulitkan untuk perlakuan
termal dalam memproses titanium. Kekuatannya menyulitkan untuk perlakuan
mekanik. Hal inilah yang menyebabkan untuk memproses titanium membutuhkan
biaya yang lebih besar daripada logam pada umumnya.

2.6 Karakterisasi Lapisan TiO
2
(C
3
H
7
)
2

2.6.1 XRD (X-Ray Diffraction)
Sinar- X merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang
gelombang antara 0,1 100 A. Kecepatan tempuh sinar-X dengan sinar tampak
sama di ruang hampa. Sinar-X dapat berlaku sebagai gelombang dan partikel.
Sinar-X dapat berinteraksi dengan film. Interaksi fluoresensi dengan bahan ZnS,
CdS, dan NaI, serta pada kondisi tertentu dapat menimbulkan proses ionisasi.
Indeks refraksi sinar-X mendekati satu. Fenomena utama dari sinar-X ini adalah
dapat didifraksikan dengan baik oleh sebuah kristal. Karena daya tembusnya
cukup tinggi, maka sinar-X banyak digunakan pada peralatan radiografi untuk
keperluan kesehatan (Rontgen). Difraktometer sinar-X adalah sebuah peralatan
ukur untuk mendapatkan karakteristik fasa dan struktur kristal suatu material
kristalit dan non-kristalit.
Unsur utama yang ada pada peralatan XRD tersebut antara lain : sumber
sinar-X (beam source), sole slit (kolimator), divergent slit, sampel holder
(goniometer), filter, monokromator, dan detektor.
Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai
permukaan kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar
tersebut akan terhamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan ke lapisan
berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan berinterferensi secara konstruktif


23


(menguatkan) dan destruktif (melemahkan). Hamburan sinar yang berinterferensi
inilah yang digunakan untuk analisis. Difraksi sinar-X hanya akan terjadi pada
sudut tertentu sehingga suatu zat akan mempunyai pola difraksi tertentu.
Pengukuran kristalinitas relatif dapat dilakukan dengan membandingkan jumlah
tinggi puncak pada sudut-sudut tertentu dengan jumlah tinggi puncak pada sampel
standar.
Di dalam kisi kristal, tempat kedudukan sederetan ion atau atom disebut
bidang kristal. Bidang kristal ini berfungsi sebagai cermin untuk merefleksikan
sinar X yang datang. Posisi dan arah dari bidang kristal ini disebut indeks miller.
Setiap kristal memiliki bidang kristal dengan posisi dan arah yang khas, sehingga
jika disinari dengan sinar X pada analisis XRD akan memberikan difraktogram
yang khas pula. Dari data XRD yang diperoleh, dilakukan identifikasi puncak-
puncak grafik XRD dengan cara mencocokkan puncak yang ada pada grafik
tersebut dengan database ICDD. Setelah itu, dilakukan refinement pada data XRD
dengan menggunakan metode Analisis Rietveld yang terdapat pada program
RIETAN. Melalui refinement tersebut, fase beserta sruktur, space group, dan
parameter kisi yang ada pada sampel yang diketahui.












Gambar 2.8 XRD (X-Ray Difraction)



24


2.6.2 Pengukuran Sudut Kontak
Berikut adalah prosedur untuk pengukuran sudut kontak antara kaca dan air
sehingga didapat hasil apakah substrat bersifat hidrofobik atau hidrofilik ataupun
super hidrofobik :
1. Setelah substrat mengalami pengujian SEM maka substrat akan diuji sifat
hidrofilik atau hidrofobiknya. Pertama yang harus dilakukan
mempersiapkan sampel uji.
2. Mempersiapkan peralatan pengujian yaitu kamera digital dan seperangkat
komputer.
3. Melakukan pengujian yaitu dengan memberi tetesan air dengan pipet tetes
sebanyak 50l pada permukaan sampel uji A, B, C dan D, setelah itu
dilakukan pemotretan tetesan air tersebut.
4. Menghitung besarnya sudut kontak () dari hasil pemotretan dengan
menggunakan proyektor berskala.








Gambar 2.9 Alat uji sifat hidrofobik

2.6.3 Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM merupakan suatu mikroskop elektron yang mampu untuk
menghasilkan gambar beresolusi tinggi dari sebuah permukaan sampel. Gambar
yang dihasilkan oleh SEM memiliki karakteristik penampilan tiga dimensi, dan
dapat digunakan untuk mengetahui struktur permukaan dari sampel. Hasil gambar
dari SEM hanya ditampilkan dalam warna hitam putih. SEM menerapkan prinsip
difraksi elektron, dimana pengukurannya sama seperti mikroskop optik.


25


Prinsipnya adalah elektron yang ditembakkan akan dibelokkan oleh lensa
elektromagnetik dalam SEM.
SEM menggunakan suatu sumber elektron berupa pemicu elektron
(electron gun) sebagai pengganti sumber cahaya. Elektron-elektron ini akan
diemisikan secara termionik (emisi elektron dengan membutuhkan kalor, sehingga
dilakukan pada temperatur yang tinggi) dari sumber elektron. Elektron-elektron
yang dihasilkan adalah elektron berenergi tinggi, yang biasanya memiliki energi
berkisar 20 KeV-200 KeV atau sampai 1 MeV. Dalam prinsip pengukuran ini
dikenal dua jenis elektron, yaitu elektron primer dan elektron sekunder. Elektron
primer adalah elektron berenergi tinggi yang dipancarkan dari katoda (Pt, Ni, W)
yang dipanaskan. Katoda yang biasa digunakan adalah tungsten (W) atau
lanthanum hexaboride (LaB
6
). Tungsten digunakan karena memiliki titik lebur
yang paling tinggi dan tekanan uap yang paling rendah dari semua metal,
sehingga memungkinkannya dipanaskan pada temperatur tinggi untuk emisi
elektron. Elektron sekunder adalah elektron berenergi rendah, yang dibebaskan
oleh atom pada permukaan. Atom akan membebaskan elektron sekunder setelah
ditembakan oleh elektron primer. Elektron sekunder inilah yang akan ditangkap
oleh detektor, dan mengubah sinyal tersebut menjadi suatu sinyal image (gambar).











Gambar 2.10 Instrumentasi SEM


26


2.6.4 Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel (UV-Vis)
Spektrofotometer UV-Vis mempunyai rentang pengukuran pada panjang
gelombang 190-1100 nm. Gugusan atom yang mengabsorpsi radiasi UV-Vis
adalah gugus kromofor. Ketika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi
elektromagnetik, molekul tersebut akan mengabsorbsi radiasi elektromagnetik
yang energinya sesuai. Pada molekul terjadi transisi elektronik dan absorbsi
tersebut menghasilkan garis spektrum.
Spektrofotometer Ultraviolet-Visible (UV-Vis) digunakan untuk
menentukan lebar celah pita energi dalam semikonduktor. Lebar celah pita energi
semikonduktor menentukan sejumlah sifat fisis semikonduktor tersebut. Beberapa
besaran yang bergantung pada lebar celah pita energi adalah mobilitas pembawa
muatan dalam semikonduktor, kerapatan pembawa muatan, spektrum absorpsi,
dan spektrum luminisensi. Ketika digunakan untuk membuat divais
mikroelektronik, lebar celah pita energi menentukan tegangan cut off
persambungan semikonduktor, arus yang mengalir dalam devais, kebergantungan
arus pada suhu, dan sebagainya.
Dasar pemikiran metode penggunaan UV-Vis sederhana. Jika material
disinari dengan gelombang elektromagnetik maka foton akan diserap oleh
elektron dalam material. Setelah menyerap foton, elektron akan berusaha
meloncat ke tingkat energi yang lebih tinggi. Jika elektron yang menyerap foton
mula-mula berada pada puncak pita valensi maka tingkat energi terdekat yang
dapat diloncati electron adalah dasar pita konduksi. Jarak ke dua tingkat energi
tersebut sama dengan lebar celah pita energi.



27



Gambar 2.11 Eksitasi elektron saat di sinari dengan gelombang.
Jika energi foton yang diberikan kurang dari lebar celah pita energi maka
elektron tidak sanggup meloncat ke pita valensi. Elektron tetap berada pada pita
valensi. Dalam keadaan ini dikatakan elektron tidak menyerap foton. Radiasi yang
diberikan pada material diteruskan melewati material (transmisi). Elektron baru
akan meloncat ke pita konduksi hanya jika energi foton yang diberikan lebih besar
daripada lebar celah pita energi. Elektron menyerap energi foton tersebut. Dalam
hal ini dikatakan terjadi absorpsi gelombang oleh material. Ketika kita mengubah-
ubah frekuensi gelombang elektromagnetik yang dijatuhkan ke material maka
energi gelombang dimana mulai terjadi penyerapan oleh material bersesuaian
dengan lebar celah pita energi material. Lebar celah pita energi semikonduktor
umumnya lebih dari 1 eV. Energi sebesar ini bersesuaian dengan panjang
gelombang dari cahaya tampak ke ultraviolet.

Anda mungkin juga menyukai