Anda di halaman 1dari 11

PENDEKATAN PSIKOLOGIS DALAM UPAYA MENGURANGI

KECENDERUNGAN PERILAKU MEROKOK DI KALANGAN REMAJA






A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini Indonesia menjadi Negara yang mengalami banyak sekali
krisis baik bidang kesehatan, sosial, politik, ekonomi, budaya dan pendidikan.
Krisis yang memprihatinkan adalah adanya pergeseran pada nilai social dan
budaya yang berdampak pada terabaikannya masalah kesehatan.
Nasib dan Masa depan suatu bangsa atau Negara dapat dilihat dari
kualitas remajanya. Alasannya adalah remaja akan menggantikan sosok
pemimpin Negara di masa depan Hal ini menunjukkan betapa pentingnya
memberikan perhatian serius pada generasi remaja.
Pada kenyataannya telah terjadi pergeseran perilaku pada remaja yang
mengarah pada pergeseran nilai dan budaya menuju pada degradasi. Salah
satunya adalah tentang perilaku merokok yang semakin marak dikalangan
remaja, bahkan semakin mengarah pada usia yang lebih muda.
Perilaku merokok remaja semakin mengalami peningkatan,
berdasarkan data menunjukkan adanya prevalensi yang semakin tinggi mulai
tahun 1999 hingga 2011. Penelitian yang dilakukan Bawazeer, Haltab,
Morales (1999) yang dimuat dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan (No.
056, September 2005) menunjukkan bahwa 19,8 Perokok adalah usia SMP.
Kemudian Depdiknas pada tahun 2001 menyebutkan bahwa ada peningkatan
yaitu 25,56% perokok adalah remaja berusia 15-24 tahun.
Pada tahun 2003 Survey yang dilakukan oleh media cetak Jawa Pos di
Malang yang menunjukkan bahwa 54,24% perokok dalam angkutan umum,
sekitar 13,55% adalah pelajar SMP dan SMA. Ditambahkan oleh Bapelkes
(Badan Pelaksana Kesehatan) tahun 2009 menyebutkan bahwa 15,7 % remaja
yang merokok berusia 14-16 tahun. Hal ini menunjukkan pergeseran usia
yang semakin dini pada kalangan remaja. Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar)
tahun 2010 semakin meningkat prevalensi merokok dikalangan remaja yaitu
34,7 %. Riset terbaru yang dilakukan oleh WHO tahuhn 2011 menyebutkan
bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-3 di Dunia sebagai Negara dengan
jumlah penduduk perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India.
Adanya bukti diatas tentu semakin memperihatinkan. Seharusnya usia
remaja sebagai usia produktif memiliki kesadaran besar pada upaya menjaga
dan meningkatkan kesehatan. Oleh sebab itu hal ini seharusnya menjadi
perhatian serius dari pemerintah baik dinas kesehatan maupun pendidikan.
Disamping itu diperlukan pula peran serta orang tua dan masyarakat untuk
mengatasi pergeseran nilai pada remaja tersebut.


B. KAJIAN TEORI

a. Perilaku Merokok

Perilaku adalah suatu rekasi ataurespon seseorang dalam
menanggapi stimulus tertentu yang tampak (Overt Behavior) dan dapat
diamati secara langsung (Observable dan Measurable, Walgito, 1997).
Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus daun nipah atau
kertas (Poerwadarminta, 1995). Sedangkan Merokok adalah menghisap
asap tembakau yang dibakar kedalam tubuh kemudian
menghembuskannya lagi keluar.
Perilaku merokok berarti suatu aktivitas membakar rokok,
menghisapnya kemudian menghembuskan asapnya keluar dan asap yang
ditimbulkannya dapat dihisap oleh orang-orang lain di sekitarnya.
Perilaku merokok dewasa ini semakin dini muncul pada remaja,
seperti hasil riset yang telah disebutkan diatas. Bahwa prevalensi perokok
semakin banyak dikalangan remaja. Perilaku merokok disebabkan oleh
faktor internal atau dalam diri individu itu sendiri juga faktor dari
eksternal atau lingkungan.
I. Faktor dalam diri (Internal) yaitu :
1.1 Kajian perkembangan
Remaja merupakan usia pencarian jati diri. Remaja merupakan
masa Storm and stress dimana merupakan masa yang memiliki emosi
yang fluktuatif atau tidak stabil. Remaja mudah berubah untuk
menyesuaikan dengan perasaannya. Berdasarkan tahap perkembangan
Psikoseksual, Erikson usia remaja berada pada tahap Ego Identity x Role
Confusion yaitu remaja memiliki berbagai tuntutan social dan perubahan
peran baik dalam keluarga dan masyarakat. Hal ini menyebabkan remaja
ingin mencoba berbagai macam hal baru, misalnya merokok.
1.2 Ketergantungan Psikologis
Hal ini dikarenakan di dalam rokok terdapat kandungan nikotin
yang memiliki zat adiktif sehingga menimbulkan efek relaks dan
menyenangkan atau biasa disebut dengan Tobacco Depndency. Hal ini
dapat dipahami bahwa secara mendasar setiap manusia pasti akan
mempertahankan segala sesuatu yang membuat merasa tenang dan
nyaman sebagai suatu keseimbangan.
1.3 Konflik Internal
Adanya permasalahan yang dihadapinya seperti kekecewaan dan
ketidakpuasan. Hal ini bisa dikarenakan adanya kualitas hubungan dalam
keluarga yang tidak harmonis sehingga keluarga tidak dapat memenuhi
kebutuhan kasih sayang bagi remaja atau bagi anggota keluarga yang lain.
Disamping itu, menurut Freud seseorang yang merokok apalagi
berlebihan merupakan sebuah kompensasi dari rasa tidak terpenuhnya
kebutuhan pada tahap oralnya sehingga dimanifestasikan dalam perilaku
merokok yang berlebihan.
II. Faktor Eksternal (Lingkungan)
2.1 Pengaruh hubungan dalam keluarga
Faktor ini juga menjadi bagian dengan konflik internal. Sumbernya
dari luar individu yaitu keluarga, tetapi berdmpak pada pribadi
individu seperti kekecewaan, kurang perhatian dan kasih sayang.
2.2 Pengaruh Teman atau sebaya
Remaja umumnya mencapai tahap berkelompok yaitu lebih
banyak menghabiskan waktu diluar rumah dengan teman sebayanya
untuk mencari identitas diri dan pengakuan. Remaja akan berusaha
menjadi identik atau memiliki kesamaan dengan teman sebayanya
dengan harapan dapat diterima keberadaannya dan diakui sebagai
bagian dari anggota kelompok. Oleh sebab itu pengaruh teman sebaya
sangat besar bagi pembentukan nilai-nilai karakter remaja, namun
yang lebih penting tetap faktor keluarga.
2.3 Faktor social budaya
Kebiasaan atau perilaku merokok tentu dipengaruhi juga oleh
faktor social dan budaya. Remaja yang tinggal dilingkungan atau
budaya yang mayoritas merokok tentu akan memiliki kecenderungan
yang lebih besar untuk merokok.
Disamping itu Satus social juga turut mempengaruhi, misalnya
tingkat pendidikan, tingkat ekonomi dan pergaulan social juga
memiliki kontribusi pada perilaku merokok.





III. Dampak Merokok

Dampak merokok diantaranya adalah :
1. Efek ketenangan sehingga menimbulkan mood positif yang dapat
menimbulkan ketenangan dan konsentrasi
2. Mengalami gangguan kesehatan bahkan kematian. Penyakit yang
dapat ditimbulkan antara lain gangguan saluran pernafasan,
Penyakit jantung, gangguan kesuburan (infertilitas), kanker dan
paru-paru
3. Efek Kecanduan
Merokok dapat menimbulkan perilaku obsessif pada penggunanya.
Hal ini dikarenakan dalam rokok mengandung nikotin yang
memiliki zat aditif yang membuat seseorang ingin teru mengulang
mengkonsumsinya.

IV. Tahap-tahap Perokok
Leventhal & Clearly (Komasari & Helmi, 2000) terdapat 4 tahap dalam
perilaku merokok sehingga menjadi perokok, yaitu :
1. Tahap Prepatory. Seseorang mendapatkan gambaran yang
menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar,
melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat
untuk merokok.
2. Tahap Initiation. Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah
seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.
3. Tahap Becoming a Smoker. Apabila seseorang telah
mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang per hari maka
mempunyai kecenderungan menjadi perokok.
4. Tahap Maintenance of Smoking. Tahap ini merokok sudah menjadi
salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating).
Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang
menyenangkan.
V. Tipe-Tipe Perokok
Smet (1994) menyebutkan ada tiga tipe perokok yang dapat
diklasifikasikan menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe
perokok tersebut adalah:
1. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam
sehari.
2. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.
3. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari
b. Remaja
Remaja berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih
luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik.
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari anak-anak
menjadi dewasa.
Masa remaja ditandai oleh berkembangnya ciri-ciri kelamin sekunder
yang semakin matang. Masa remaja merupakan masa Storm and Stress
yaitu masa-masa sulit. Remaja umumnya memiliki emosi yang labil dan
fluktuatif. Hal inilah yang membuat mood remaja mudah sekali berubah.
Remaja merupakan masa pencarian jati diri. Berdasarkan tahap
perkembangan Psikoseksual Erikson, remaja berada pada tahap Krisis
pada Ego identity dan Role Confusion.Remaja mengalami krisis dan
tekanan karena adanya tuntutan perubahan peran baik dalam keluarga
maupun masyarakat.Remaja ingin menunjukkan eksistensi dirinya
sehingga lebih banyak meghabiskan waktu diluar rumah dan bersosialisasi
dengan sebayanya.
Remaja cenderung berupaya menjadi identik dengan kelompok
sebayanya, sehingga remaja akan terus berusaha melakukan hal-hal yang
disukai atau dilakukan oleh kelompok reman sebayanya agar diakui
menjadi bagian kelompok (Monks, 200; Santrock, 2002).
Hal inilah yang menjadi bahaya jika remaja tidak memiliki control diri
(Self Control) yang kuat. Apalagi jika remaja tidak memiliki keluarga
yang harmonis, sehingga akan membuat remaja enggan untuk berkumpul
dengan keluarga dirumah dan lebih banyak menghabiskan waktu diluar
rumah.

c. Perilaku Merokok Pada Remaja

Perilaku merokok pada remaja semakin menunjukkan adanya
peningkatan, Pada tahun 2010 prevalensi merokok dikalangan remaja
yaitu 34,7 % (Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar, 2010. Pada tahun 2011
bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-tiga dunia sebagai Negara
dengan penduduk perokok terbesar setelah Cina dan India (WHO, 2011).
Hal ini patut mendapatkan perhatian serius karena remaja sebagai usia
produktif seharusnya berkonsentrasi pada pengembangan dirinya dalam
berbagai aspek kehidupan sebagai calon generasi penerus bangsa.
Upaya penanggulangan peningkatan perilaku merokok pada remaja ini
hendaknya merupakan kolaborasi dari pemerintah yaitu dinas kesehatan,
pendidikan, kebudayaan maupun social. Penanggulangan dengan
menurunkan prevalensi kecenderungan merokok perlu dilakukan secara
bertahap dan kontinyu.

d. Rencana Intervensi
Upaya penanggulangan peningkatan prevalensi merokok
dikalangan remaja dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan.
Diantaranya dengan menggunakan pendekatan Psikologis. Perilaku
merokok merupakan aktivitas merokok yang dapat diamati dan diukur
intensitasnya.
Psikologi sendiri merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari
perilaku manusia beserta serangkaian aktivitas mental yang menyertainya
\(King, 2007). Merokok yang dilakukan oleh remaja dapat dikaji secara
psikologis bahwa perilaku tersebut muncul tidak serta merta. Melainkan
bisa jadi merupakan manifestasi dari konflik internal yang dialami
seseorang sebagai kompensasi rasa kecewa dan ketidakpuasaan.
Menurut Freud, Jika seseorang tidak terpenuhi kebutuhan pada
tahap oral, maka overcompensation yang dialaminya ketika dewasa kelak
yaitu Oral Active Agrression atau Oral Passive Aggression. Merokok
merupakan salah satu bentuk manifestasi dari perasaan tidak puas
seseorang akibat konflik masa kanak-kanak.
Sebelum munculnya sebuah perilaku tertentu, pastilah melalui
serangkaian proses mental atau proses kognitif yang terjadi. Oleh sebab itu
upaya penanggulangan merokok dapat dilakukan dengan terapi kognitif
dan perilaku, atau Cognitif Behavior Therapy(Effendi, 2005).
Cognitif Behavior Therapy merupakan salah satu terapi dalam
modifikasi perilaku menggunakan pendekatan psikologis. Terapi kognitif
yaitu upaya untuk menangkap pikiran-pikiran irrasional yang membuat
seseorang memutuskan untuk merokok. Umumnya remaja beranggapan
bahwa merokok itu menambah penampilan. Hal inilah yang dianggap
sebagai pemikiran irrasional dan harus diubah menjadi pemikiran rasional.
Remaja atau perokok diajak untuk berpikir secara obyektif dan logis
tentang alasan-alasan merokok ditunjang dengan bukti-bukti empiric
tentang kandungan rokok dan bahaya rokok. Selain itu terapis atau petugas
kesehatan juga harus menggali mengenai motivasi merokok seseorang,
manggali mengenai pengalaman masa lalunya, hubungan dengan keluarga,
hubungan dengan teman dan konsep dirinya secara utuh.
Kemudian tahap selanjutnya setelah perokok atau pasien
menemukan Pemikiran yang rasional tentang rokok maka akan dilanjutkan
dalam terapi perilaku. Modifikasi perilaku dilakukan secara bertahap. Hal
ini diarenakan sulit memutus mata rantai perokok untuk berhenti seketika.
Melainkan menggunakan Penghentian dan penggantian secara sedikit
demi sedikit.
Menurut aliran Psikologi Behavioristik, bahwa terbentuknya
perilaku adalah adanya stimulus dan respon yang diberi penguat
(Reinforcement), yang jika diulang-ulang akan memperkuat munculnya
perilaku. Oleh sebab itu dalam terapi perilaku, setelah ditentukan dan
dirancang mengenai tahapan-tahapan yang akan dicapai perlu dijadwalkan
pula proses pemberian Reinforcement (Reward atau punishment nya).
Proses terapi ini dapat dilakukan secara individu maupun
kelompok. Selama proses ini berlangsung perlu dilakukan pendampingan
dan monitoring, termasuk dalam pemberian Reinforcement. Perlu dicatat
bahwa pemberian Reinforcement harus mengikuti prinsip kesegeraan
(Tidak boleh ditunda) dan jelas. Hal ini untuk menjaga konsistensi
perilaku yang muncul. Terapi perilaku dapat menggunakan Teknik Self
Control.
Selain itu perlu dilakukan adanya Peer Supporting Group yaitu
kelompok sebaya yang memiliki permasalahan yang sama untuk
melakukan kegiatan rutin bersama-sama. Hal ini berguna untuk saling
mendukung dan menguatkan satu dengan yang lain.
Proses konseling baik individu maupun kelompok dapat terus
dilakukan, waktunya sesuai dengan perubahan perilaku yang terjadi.

e. Rancangan Intervensi

Tahap I : Anamnesa dan kontrak

Langkah yang harus dilakukan yaitu menggali kelengkapan data
pasien yang akan di terapi. Seperti identitas pribadi, latar belakang
keluarga, Precipitating Event (Pemicu dan awal terjadinya),
intensitas perilaku (merokok), Timing (Waktu munculnya
perilaku). Setelah itu pasien menandatangani kontrak pasien, yang
isinya antara lain bahwa pasien setuju mengikuti proses terapi dan
mematuhi semua kesepakatan selama terapi berlngsung. Pada
tahap ini dijelaskan pula bahwa keberhasilan terapi sangat
tergantung pada kedisiplinan pasien selama terapi berlangsung.


























































Contoh Form Anamnesa dan Kontrak pasien
Rabban
Pusat Konsultasi dan Layanan Psikologis
SIPP : 0621 10 2 1

I. Identitas diri
Nama :
TTL :
Usia :
JK :
Alamat :
Agama :
Pendidikan :
Status :
Suku Bangsa/Negara :
II. Identitas Keluarga
a. Data Orang Tua
Ayah
Nama :
Usia :
Pendidikan :

Ibu
Nama :
Usia :
Pendidikan :

b. Saudara
Nama :
Usia :
Pendidikan :
JK :


c. Hubungan dengan keluraa
(Aktivitas yang dilakukan bersama, pola suh keluarga, Sikap ayah/Ibu,
Hubungan dengan saudara)

III. Masalah Yang dialami :

IV. Masalah muncul sejak :

V. Ciri-Ciri/Simptom/Gejala yang muncul :

VI. Intensitas munculnya (Sering, jarang, kadang) :

VII. Waktu kemunculan symptom :

VIII. Perkiraan pemicu/penyebab :














Tahap II : Sesi Terapi Terapi Kognitif

Terapi ini dapat dilakukan secara individu maupun secara
kelompok. Pada sesi terapi ini untuk pertama kalinya terapis
menggali mengenai perasaan, emosi, pemikiran dan tindakan
pasien terkait situasi yang dialaminya. Selanjutnya menggali
permasalahan dan pemikiran mendasar yang mendorong
klien/pasien untuk merokk. Jika dalam bentuk kelompok maka
setiap peserta diberi lembar kerja terkait Irrasional Thingking and
Cognitive Distortion.

Contoh lembar kerja :


















Contoh Form Anamnesa dan Kontrak pasien
Rabban
Pusat Konsultasi dan Layanan Psikologis
SIPP : 0621 10 2 1


IX. Apa harapan yang diinginkan :

X. Saya menyatakan bahwa apa yang saya sampaikan pada informasi diatas
adalah benar, dan saya menginginkan mengikuti proses terapi dengan
sepenuhnya.



Klien, Psikolog,


_____ ____________

Catatan Harian Disfungsional

Nama :
Usia :
JK :
Pendidikan :

Hari/Tgl-
Jam
Situasi (Lukiskan
kejadian yg
menimbulkan
emosi
negative/tdk
menyenangkan)
Emosi
Yang
muncul
& Kadar
Prosentas
e
Pemikiran
otomatis
Distorsi
Kognitif
Tanggapan
Rasional
Hasil akhir
(Emosi
Yang
muncul
& Kadar
Prosentase)


Sabtu, 7
Juuli 2012


Tugas makalah
belum selesai
sudah melebihi
deadline
Marah ,
Stress
(80%)
Mending tdk
dikerjakan,
percuma sdh
terlambat
Percuma
dikerjakan
karena sdh
terlambat
(tdk akan
dinilai)
Mending
merokok aja,
bisa relaks
Lebih tenang
dan relaks,
tdk marah
lagi (40 %)

Pada contoh diatas dapat dijelaskan pada peserta/klien/pasien bahwa apakah dengan merokok dan
menjadi tenang maka tugas makalah akan selesai dan mendpat nilai. Hal ini untuk terus menggali
sehingga distorsi kognitifnya menjadi terbuka dan berpikir obyektif-logis.
Tahap III : Self Control
Merencanakan Kegiatan lain yang menyenangkan sebagai
pengganti rokok.

NO Hari/Tgl/Jam Situasi Jumlah
rokok yang
dikonsumsi
Kegiatan lain Jumlah rokok
diturunkan
menjadi
1 Sabtu,7-7-
2012/10.00
Pusing,
marah
2 Pack Relaksasi/mendengarkan
music klasik
1 Pack
2 Minggu, 8-8-
2012/20.00
Marah,
sedih
1 Pack Relaksasi/mendengarkan
music klasik, Pergi ke
pegunungan untuk
berteriak
1 pack

Tahap IV :

Membuat kesepakatan mengenai aturan reward dan punishment
Misalnya : Peserta/Klien/Pasien membuat jadwal bahwa selama 1 Minggu akan
berhasil mengurangi 3 batang rokok (dari 12 Batang menjadi 9 batang
perhari). Jika Berhasil maka mendapat reward (sesuai kesepakatan)
Misalnya, berhak berjalan-jalan ke pegunungan/pantai/dll. Kemudian
jika gagal atau tidak berhasil maka mendapat sanksi berupa tidak diajak
mengikuti permainan kelompok/Dilarang berbicara dalam proses
kegiatan kelompok, dsb.

Tahap V :Supporting Group/Sharing Partner
Tahap ini dilakukan pada akhir minggu, untuk bersama-sama
melakukan evaluasi/sharing mengenai perasaan masing-masing dalam
kelompok. Dilakukan juga pengukuran tingkat keberhasilan sesi terapi,
misalnya diukur dari intensitas jumlah batang rokok yang
dihisap.Kemudian membuat perencanaan mengenai aktivitas
selanjutnya.

Tahap VI : Konseling
Tahap Konseling dilakukan untuk pendampingan, akan lebih baik
dilakukan secara individual untuk mengetahui lebih mendalam
mengenai perasaan dan hambatan masing-masing peserta.

Tahap VII : Life Skill Activity

Peserta diajarkan beberapa keterampilan lain ataupun dilibatkan
dalam kegiatan-kegiatan social sebagai Volunteer pada aktivitas-
aktivitas penyuluhan, pelatihan dsb. Hal ini untuk memberikan
kesibukan dan tambahan keterampilan pada peserta remaja agar
memiliki kegiatan positif sehingga meminimalisir
kegiatanluangnya yang dapat memicu meningkatkan perilaku
merokoknya.


C. PUSTAKA ACUAN

Effendi, M. (2005). Penggunaan CBT untuk Mengendalikan Kebiasaan Merokok
di Kalangan Siswa melalui PeningkatanPerceivedSelfEfficacy Berhenti
Merokok. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 056, Tahun Ke-11,
September 2005.


King, L, A. (2010). The Science Of Psychology. Columbia : Mc Graw Hill.


Monks, FJ & Knoers, AMP; Haditono. (2001). Psikologi perkembangan:
Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta : Gajahmada University
Press.


Santrock, J, W. (2002). Life span development. Jakarta : Erlangga.


Walgito, B. (1997). Psikologi social : suatu pengantar. Edisi Revisi. Yogyakarta :
Andi Offset.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta


Liliweri, A. (2007). Dasar-dasar komunikasi kesehatan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai