Anda di halaman 1dari 144

Bismillah Pagi itu

[[[[[\\\\\
-------------28 agustus 2008
Kejenuhanku sudah memuncak hingga ubun-ubun
kepala, ruangan ini seolah menjatuhkan semangatku
bertubi-tubi. Pemateri Mubaligh Hijrah serasa tak hentihentinya menggaung di ruangan ini, teman memang
sudah sejak lama aku berniat untuk mengikuti program
kerja yang diadakan sekolahku ini, Mubaligh Hijrah (MH).
Program dawah yang terjun langsung kemasyarakat dan
tentu

dibekali

dengan

ilmu-ilmu

kemasyarakatan

sebelumnya.
Setiap 2 jam sekali, aku mendapatkan materi yang berbeda
dan dengan orang yang berbeda pula tentunya. Sampaisampai aku berharap semoga mendapatkan pemateri yang
humoriz agar suasana terbawa santai tapi tetap serius.
Sebab sedari tadi pemateriku tak ubahnya seperti khotib
jumat yang tiada pernah melempar canda dan tawa.

Kebosananku tadi kini berubah menjadi semangat yang


membara, hal ini karena pemateri kali ini adalah guru
favoritku, Ustadz Ikhwan. Aku begitu memperhatikan tiap
kata yang diucapkannya. Cara beliau menyampaikan
materi begitu singkat, padat, bijaksana dan modern. Aku
terkesima pada beliau, spontan kutangkap sebagian
ucapannya, Wong jowo niku nek dipangku mati artinya
Orang jawa itu jika disanjung akan diam, seperti
kebanyakan kita ketahui pada huruf akhiran aksara jawa
apabila hurufnya dipangku maka ia jadi mati.
Dipangku mati filosofinya adalah orang jawa jika diberi
kebaikan, maka ia akan membalasnya dengan lebih baik
lagi, serta akan menyegani kita. Jadi semakin kita pangku
orang jawa akan semakin jatuh hati mereka pada kita.
Kurang lebih seperti itu filosofinya.
Dari situ aku baru saja mendapat ilmu baru, yang tidak
kudapat dikelas. Ilmu yang berkaitan tentang filosofi huruf
akhiran aksara jawa dan kurasa hal ini bisa menjadi modal
jika kelak aku menjadi dai yang terjun langsung dan
tinggal di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Malam pun tiba


Matahari

mulai

menghilang

perlahan-lahan,

seolah

tenggelam di ufuk barat sana. Materi yang bercampur aduk


itu akhirnya selesai juga aku ikuti, kini waktunya aku
kembali ke asrama. Adzan maghrib pun berkumandang,
menggema dibalik serpihan awan, menembus lelautan.
Sholat maghrib kujalankan dengan khidmat dan penuh rasa
syukur pada-NYA. Seusai sholat maghrib, rasanya ingin aku
berlari sekencang angin menuju kasur yang sangat
kurindu, maklum sudah dua hari tiga malam, otakku hanya
dijejali materi saja, dikarantina lebih tepatnya, agar jika
nanti dimasyarakat tidak memalukan nama almamaterku
sebagai sekolah kader.
Ujianku tidak berhenti sampai di sini, malam ini aku harus
mengemasi barang-barang untuk pulang ke kampung
halaman, guna mencari ridho dan izin orang tua, serta aku
ingin membawa alat telekomunikasi di tempat MH nanti.
Aku merasa iri melihat temanku sudah pulang sejak
tanggal 25 agustus kekampung halamannya masing
masing, sedang aku ??? hanya diberi waktu 3 hari untuk

pulang kekampung halamanku, di Jakarta.


Malam ini kuhabiskan waktuku untuk tidur bersama bantal
dan kasur kesayanganku. Asrama pun sepi, sejenak
terdengar suara jangkrik bersahut sahutan, sayup-sayup
dan lama kelamaan tak ada jeda tuk berhenti. Dan akupun
terlelap didalam keriuhan jangkrik bernyanyi.
29 agustus 2008
04:00 a.m
Kukuruyuukk, kriiiiiiing, suara itu membangunkan
lelapku yang tak tertahan, ku bergegas mengambil air
wudhu serta melangkahkan kakiku ke masjid. Disini aku
biasa menangis, merenungi semua kesalahan yang pernah
aku lakukan pada-NYA dan pada makhluk ciptaannya pula
tentunya.
Mulutku, tanganku, mataku, hidungku, bibirku, bahkan
semua organ tubuhku tak henti-hentinya beristigfar. Aku
dilanda sedih, teringat rumah dan kampung halaman.
Hampir 4 tahun aku menetap dijogja dan belum kembali
kekampung halaman, meski kadang setahun sekali ada
waktu liburan yaitu libur ramadhan, namun tak pernah aku
4

memanfaatkannya untuk pulang peluk halaman.


Adzan subuhpun berkumandang, memecah kesunyian yang
melanda kampung ini. Aku berusaha menjadi hamba yang
paling menghamba pada Sang Khaliq, kurendahkan diriku
serendah-rendahnya di hadapan-Nya dan subuh itupun
akhirnya berlalu. Ku ulang hafalan quranku se-ayat demi
se-ayat, bait demi bait, halaman demi halaman, hingga
secercah sinar fajar mulai menyulami bumi ibu pertiwi.
Fan balik kapan loe? Tanya teman sekotaku Fatur
nanti sore, insya allah Tur, jawabku spontan
yaudah, nanti kita bareng yah.
ok boss
Aku kembali ke asrama, melanjutkan tidur yang sempat
tertunda, waktu pun terus berputar, aku masih terlelap
dalam tidur pagi yang indah. Saat adzan dzuhur
berkumandang aku terbangun dan menunaikannya di
masjid. Saat adzan ashar pun begitu.
Sore jelang menghadang. Aku bergegas menghampiri
teman sekotaku yang akan mudik bersama, Fatur. Dia

memang tidak ikut MH, namun ia lebih memilih pulang


terakhir dalam libur panjang ini mungkin karena dia sulit
berpisah dengan asrama sehingga ia lebih memilih
berlama-lama diasrama.
Faturnya ada Yan??
ada tuh didalam, lagi siap-siap jawab Ryan sembari
menunjuk ke kamar. Aku memasuki ruang kamanya.
Tur. Ayo!! Udah jam 15:30 nih. Seruku
ayo Fan, eh.ntar dulu, loe udah sholat belom??
ya udah lah, sholat tepat waktu kan sebaik baiknya amal
yoha, gw setuju
yaudah gw sholat dulu yah tambahnya.
oh, loe belum solat nih, yaudah sholat dulu aja. timpalku.
16:00 p.m
Kami berjalan menyisir jalan raya. Hidung jambu
Fatur kembang kempis, habis sudah tenaga kami setelah
berlari karena dikejar banci di depan pasar legi. Sambil
terengah-rengah, kami menunggu bis jalur 17. Aku
membeli teh botol di pinggir jalan dan langsung kuteguk
tanpa basa basi. Tak lama bis yang akan mengantarkan
kami ke stasiun lempuyangan pun tiba tanpa pikir panjang

kami langsung menaikinya.


kemana dik . . . .??? Tanya kenek yang kumisnya setebal
sapu ijuk itu, ramah.
ke

stasiun

lempuyangan

Pak

jawabku

sambil

menyodorkan uang 5000 rupiah.


ohya, jawabnya simple.
16:30 p.m
Setibanya kami distasiun, kami langsung diserbu para calo
yang menawarkan karcis dengan harga selisih 5000 dari
harga aslinya. Antrian panjang yang ada diloket tak
mematahkan semangatku untuk ikut mengantri membeli
tiket kereta api progo tujuan Jogja-Jakarta. Pertiga puluh
detik kakiku maju selangkah, hingga akhirnya aku
mendapatkan tiketnya.
Sebelum masuk ke stasiun, tiket kami diperiksa oleh dua
orang satpam yang besar-besar. Di ruang tunggu aku
memeriksa kembali semua barang bawaanku, semuanya
masih lengkap dan complete, tak ada yang ketinggalan
bahkan berkurang 1 pun.

17:00 p.m
Kereta progo tujuan Jogja-Jakarta akhirnya pun datang
setelah sekian menit kami menunggu, Aku dan Fatur
langsung mencari nomor kursi sesuai dengan yang ada
dikarcis, 11A dan 11B. sore itu gerbong kami masih sepi,
tak lebih dari 20 orang yang ada di dalamnya. Sambil
menanti kereta berjalan kami bercerita tentang semuanya,
tentang kompetisi bola muallimin yang kalah di Joglo,
tentang kasus Fatur yang ketahuan merokok di jemuran,
tentang MSE (madrasah science expo) yang akan diadakan
di madrasah kami dan masih banyak lagi tema yang kami
perbincangkan sore itu.
Tak lama kemudian kereta pun berangkat, rasa senang
melandaku. Dibalik reriuhan pedagang asongan yang
bolak-balik menawari dagangannya, aku terseok-seok
melewati gerbong kereta api yang berjalan cepat sekali.
Suara tak beraturan yang didendangkannya seolah
menjadikan soundtrack perjalanan mudikku kali ini.
Fatur yang sedari tadi asyik membaca buku, tiba-tiba

bingung melihat tingkahku yang kekanak-kanakan. Buku


yang semula ia baca kemudian ditutupnya serta merta ia
langsung merangkul pundakku, aku sudah paham isyarat
yang ia berikan padaku. Duduklah dengan tenang makna
isyarat itu. Aku pun mematuhinya.
Sampai sekian menit, mataku terpaku memandang
keindahan alam. Sungguh luar biasa keindahan alam yang
dimiliki Indonesia. Aku berfikir sejenak, andai saja alam
yang begitu kaya ini, yang telah Allah anugrahkan pada kita
dimanfaatkan secara maksimal oleh kita. Pasti kita akan
menjadi Negara yang tidak bergantung oleh Negara lain.
Belum lagi jika sawah, ladang, dan sejenisnya diolah secara
bijaksana. Swasembada beras mungkin bisa kita lakukan
setiap tahun, bahkan setiap bulan jika memang sudah di
jadwalkan.
Menjelang malam, pemandangan itupun hilang. Yang ada
malah kegelapan malam yang gelap gulita. Gerbong pun
mulai penuh, maka Aku tak heran karena sekarang sedang
musim libur ramadhan.

Aku menoleh kebelakang, tak jauh dari pandanganku, aku


melihat seorang nenek tua renta berdiri sempoyongan,
tangannya bersandar pada kursi kereta. Tak mungkin
rasanya jika aku membiarkan nenek setua itu berdiri
semalaman sampai jakarta. Aku pun mempersilahkan
nenek itu duduk dibangku ku. Langsung saja kugelar koran
yang kubawa dari asrama, ku kibas-kibaskan koran itu
agak sedikit bersih kemudian kugelar di bawah kursi
keretaku.
Semakin

banyak

saja

orang

yang

datang

hingga

membuatku sulit terlelap dalam dendangan kereta. Namun


mudah saja Aku mengakalinya.
Tur. tolong ambilin mp3 gue donk didalem tas.
Ucapku sepoi-sepoi
ia bentar, dimana Fan.?
didalem tas.
oh, iya.
Nih. Fatur memberikan mp3 yang kuminta barusan.
Thank you... Aku berterima kasih.
Kuraih mp3ku dan kusumbat telingaku dengan mp3 yang
beratus-ratus lagu terbaru didalamnya. Akupun memutar

10

lagu demi lagu, album demi album dan sempat kudengar


rekaman yang masih tersimpan dalam mp3 kesayanganku.
pesan suara yang telah 4 tahun tersemat di mp3ku ini, tak
akan pernah kuhapus, karena aku sangat menghargai
pesan teh maya. Kucari folder recordingnya, kuputar dan
terdengar suara,
buat mas irfan. Jaga diri baik-baik, jangan lupa untuk
selalu berdoa dan beribadah.
Aku tesenyum mendengar kembali pesan itu. Pesan yang
hampir 4 tahun tersemat di mp3 pemberiannya ini, Meski
hanya recording namun aku seperti terbawa dalam
nasihatnya yang nyata.
kakak yang baik hati itu, kini telah menemukan tambatan
hatinya, ia menikah saat aku kelas 2 tsanawiyah tapi saying
aku tidak bisa hadir dalam acara pernikahannya, tidak bisa
melihatnya di pinang oleh kekasih pujaan hatinya. Hingga
kini berarti terhitung satu tahun lebih kakak sepupuku itu
hidup berumah tangga, telah mendapatkan buah hati yang

11

sangat cantik jelita tentunya. pikirku.


Empat tahun silam kakak sepupuku itu masih duduk
dikelas 3 sma dan selalu menjadi kakak terbaik dalam
setiap cerita kehidupanku dan satu kenangan yang ia
berikan padaku adalah mp3 ini. Yaaa Mp3 ini merupakan
kenang-kenangan kedua setelah setelah buku binder yang
ia berikan padaku. Buku itu kini menjadi buku yang sangat
bermanfaat dalam kelangsungan tulis-menulisku.
Apalagi dengan mp3 ini aku berhasil menghafal 2 juz alquran setiap tahunnya. Akupun tertidur lelap dalam
alunan lagu, dalam dendangan rel-rel yang tak berirama,
dalam

reriuhan

manusia-manusia,

dalam

naungan

kebersamaan, dalam hidangan alam yang membawakanku


pergi ke alam mimpi indah nan menawan.
30 agustus 2008
Rusa betina telah menunjukan waktu, pagi itu Aku dan
Fatur masih dilanda kantuk yang sangat dalam. Lantas
kami langsung bersiap siap menggendong tas kami masing
masing. Kurang lebih 5 menit lagi kereta ini akan berhenti

12

di stasiun terakhir, yaitu stasiun pasar Senin. Jelang kereta


berhenti aku menuju ke pintu gerbong, Fatur terpisah saat
menuju gerbong bersamaku, dia keluar melalui gerbong
depan sedang aku keluar melalui gerbong belakang.
Aku mendesah dalam hati, jantungku berdesir desir. Ada
apa ini? Ku lihat 5 orang gerombolan preman mengikutiku
dari belakang saat kereta hampir berhenti.
Aku menghindari jejak preman tersebut, caraku pintas saja.
Kumasuki kamar mandi kereta yang aroma pesingnya
sangat kental sekali. Aku bersembunyi di sini hingga kereta
berhenti. Dan naas Ketika aku keluar dari pintu kamar
mandi, 5 preman tersebut telah mengepungku dari segala
arah. Aku tak tau lagi harus bagaimana, akupun hanya bisa
diam seperti patung yang menggendong tas.
heh!!! Duit duit.!!! ujar salah satu preman tersebut
sembari menghardik pundakku.
Aku mengeluarkan uang seribu rupiah dari saku celanaku
dan langsung kuberikan padanya. Kukira ia akan pergi

13

setelah kuberi seribu rupiah tadi, tetapi malah tambah


keras ia menghardikku, sial sekali perlakuan yang ku
dapat hari ini, aku mengeluh.
ia kembali menghardikku tapi bukan pundakku lagi, kini
telah menjalar ke bagian kepala dan mereka malah berkata
kepadaku
seribu.???, kurang kurang!!! ujarnya lagi, kini nadanya
semakin meniggi. Ku keluarkan lagi uang yang kumiliki
dari saku celanaku, kini bukan uang seribu lagi yang akan
kurelakan namun uang sebesar lima ribu rupiah.
Mataku kalang kabut, Aku tak henti-hentinya berdoa
semoga ada orang yang menolongku dari niat jahat kelima
preman ini. Akupun kini berpasrah diri, aku tak tau akan
pulang kerumah dengan apa jika semua barang dan harta
yang kumiliki dirampas oleh kelima preman ini. Uang lima
ribu rupiahpun kurelakan.
nih, bang.!!!! seruku sambil memberikan uang lima ribu
yang kumiliki. Ku harap ini keinginan dia yang terakhir.

14

heh, hape hape.?!!! ujar preman lainnya, setelah


preman yang tadi merampas uangku dengan kasar.
nggak ada bang. Jawabku spontan, aku mulai was-was
dan akupun berdesir dalam hati, ya allah tolonglah
hambamu ini ya allah.
alah, boong loe.!!!! bantah mereka, aku serasa
dikeroyok, bayangkan saja kawan, satu lawan lima.
Setelah memeriksa kantong celanaku, mereka belum juga
percaya. Aku digeledah oleh kelima orang preman tersebut,
seperti digeledahnya para buronan oleh polisi. Mereka
asyik saja menggeledahku, akupun berusaha untuk lari dan
berteriak sekeras mungkin meminta pertolongan, hal ini
sudah kulakukan. Tapi salah dua dari preman itu menarik
tasku hingga membuatku tergeletak di lantai gerbong. Aku
disekap oleh ketiga preman lainnya, mereka menyuruhku
diam. Tasku kini telah digenggaman mereka, beribu rasa
takut kehilangan mendemam didadaku, aku takut jika
preman itu mengambil dompet, atm, kado ulang tahun buat
adikku, handphone, dll.
Tasku di obrak-abrik oleh mereka. Kini semua isi gerbong

15

yang sepipun berubah menjadi drama seri pemalakan yang


kejam. Aku teringat hadits rasullullah, yang kurang lebih
Aku hafal artinya,
membela harta juga termasuk jihad. Aku memutar
memoriku.
Di tengah-tengah sekapan itu aku masih bisa memutar
ingatanku yang mungkin hampir hilang. Tanpa basa-basi
langsung kupraktekan jurus-jurus bela diri yang pernah
diajarkan disekolahku.
blak.blak.blak.!!!! .
gedebughh.gedebughhh.
plakkkplakkkkplakkk, jebreeeeettttt.!!!!
aduh, .
au,.
allahu akbar!!! Aku berteriak.
deppptt.
alhamdulillah syukurku.
kabur... aku menjerit sembari berlari kencang. Bak
seekor kuda yang di cambuk kencang oleh kusirnya.

16

Setelah ku hajar kelima preman tersebut, ada perasaan


bangga tersendiri bisa merobohkan ke lima preman
tersebut, sebelum menghajarnya akupun sudah berfikir,
preman pasti badannya rapuh, karena mereka sering
merokok atau meminum minuman keras, jadi jika kuhajar
sedikit saja pasti ia akan hancur dan benar saja feelingku
tadi, ke lima preman tersebut hanya menang di tato saja.
Aku masih berlari dengan tas dipundakku. Kuharap
langkahku tak terkejar. Alhamdulillah, ayahku telah
menungguku distasiun ini sedari tadi, Aku berlari
menghampirinya. Beliau diam tanpa tanya. Aku langsung
berkebut dibawa dengan sepeda motornya. Ditengah jalan
kuperiksa kembali tasku yang tadi sempat dijarah oleh
preman kampret itu.
astagfirullah. Desahku pelan.
mp3 tersayangku hilang, ini semua pasti ulah kelima
brandal tersebut, ah sudahlah, mungkin semua ini terjadi
karena aku kurang beramal jadi Allah yang maha baik telah
mengingatkanku melalui peristiwa ini. Lotehku dalam
hati.

17

Akupun berusaha untuk menasihati diriku sendiri dan


belajar mulai mensyukuri nikmat apa saja yang telah Allah
berikan. Walau sekecil apapun itu, namun, karunianya
tidak akan pernah tertandingi. Tak akan pernah terhitung
dan tak akan pernah bisa sirna.

18

Kaya Seperti Miskin


[[[[[\\\\\
-------------Aku menceritakan semua kejadian yang kualami pagi ini
kepada seluruh orang yang ada dirumahku. Tak ayal Aku
dikepung seperti pendongeng yang sedang berdongeng
kepada anak-anak kecil, tampangku menciut. Hampir tak
jadi Aku menceriterakan hal ini kepada keluargaku. Sedikit
Aku mememdam tawa yang dalam. Belum lagi ketika
melihat adikku, seperti halnya anak SD yang sedang bangun
tidur dan langsung minta didongengkan agar tertidur lagi.

Akupun mulai menceritakannya, sejak pertama kali Aku


berangkat dari Jogja hingga terdampar pula lah aku
dikampung halamanku ini. Tentang kelima preman itu,
tentang ingatan haditsku, tentang semua yang terjadi pagi
itu. Ayahku menanggapinya dengan gelak penuh tawa,
sedangkan adikku, tak menggubris sepatah katapun
tentang apa yang ku ceriterakan, adapun Ibuku, beliau
menanggapinya dengan penuh rasa was-was ditambah
khawatir, beliau memarahiku ketika aku malah lebih
memilih naik kereta murah yang tidak terjamin
19

keamanannya dibandingkan kendaraan mahal tapi terjaga


keamanannya.

Inilah Indonesia kawanku, masih banyak orang-orang


disekeliling kita yang membutuhkan tapi kita malah
menyia-nyiakannya, bahkan membuangnya mungkin. Hal
yang kita pandang biasa saja, belum tentu biasa pula ketika
dipandang orang lain.

Maka dari itu kawan, mungkin saja apa yang preman itu
lakukan padaku karena pekerjaan mereka hanya itu dan
mereka tak bisa jika harus menggunakan cara yang halal.
Kasihan sekali hidupnya.

Itu semua tentang islam sahabatku dan ketika kulihat


wajah Ibuku, raut wajah ibuku masih saja cemas. Tidak
sampai hati aku ingin mengulanginya lagi, menaiki
kendaraan dengan keamanan yang tak terjamin. Tapi dapat
kutenangkan kembali kekhawatiran Ibuku tadi, aku
memang sudah cukup lama tak bertemu dengan beliau.
Ketika beliau memandang wajahku, cerah tatapannya,
merah merona harapan yang ia sematkan dipundakku.
20

Kemudian Ibu membuatkan segelas teh hangat untukku.


Aku pun langsung menyeruput teh hangat itu, pagi itu pun
berlalu.
Aku begitu menikmati liburan singkatku ini, bulan
ramadhan atau yang lebih sering kita kenal sebagai bulan
puasa

pun

sebentar

lagi

datang.

Khalayak

ramai

berbondong-bondong menyiapkannya, Aku begitu iri


melihat cara adat kampungku menyambut bulan penuh
ampunan ini. Tak jauh berbeda dengan cara kami
menyambut bulan penuh rahmat ketika di lingkungan
pesantren. Aku dilanda rindu ingin kembali ke pesantren
tapi, Aku tak ingin pula berpisah dengan orang tua dan
keluargaku tercinta ini.
Selaksa kerinduan yang dulu terpendam pun kini perlahanlahan tertumpahkan karena orang yang kurindukan ada
disekelilingku. Hingga aku aku merasa menjadi orang
paling bahagia ketika bisa bersendau-gurau berkumpul
hangat bersama keluarga.

21

Namun, Puasa kali ini tidak Aku jalankan sepenuhnya


dirumah. Akan tetapi, 21 hari lamanya Aku akan tinggal dan
bepuasa dirumah keluarga orang lain. Tak enak mungkin
bagi sebagian orang, tapi bagiku inilah misi yang harus
kuhadapi sebagai generasi muda harapan bangsa. Aku
masih belum cukup dengan sedikit pengalaman yang
kumiliki. Aku merasa haus untuk menambahnya dan
mengukir sejarah hidupku dengan pengalaman yang
bermanfaat sekaligus menyenangkan, hal yang mudah
didapat bukan?!.
Bisa dibilang pengalaman itu... tak terbayar harganya, dan
bisa dibilang pula pengalaman itu... menjadi modal awal
untuk terus berusaha menjadi yang terbaik. Namun ada
buruknya pula ketika kita terus mengingat pengalaman
buruk yang pernah kita alami berlarut-larut terus
merenunginya tanpa mau bangkit dari keterpurukan itu.
Di suatu pagi yang cukup menghangatkan, matahari
terlambat membangunkanku dari tidurku, ia terhambat apa
yang telah Allah takdirkan mungkin. Sudah sejak malam.
barang yang akan kubawa MH sudah tersiap di depan ruang

22

tamu. Memang keperluan liburan singkatku ini hanya untuk


mengambil barang-barang yang kuperlukan pada MHku
esok, sekaligus meminta restu serta wejangan tentang apa
yang sebaiknya aku lakukan jika aku menetap dirumah
seseorang nanti selama 21 hari.
nak, nanti kalau sudah dirumah orang yang sopan yaa
Harus bangun lebih dulu, tidak boleh telat, dan kalo bisa
ringan tangan, bukan berarti mencuri, tapi ringan tangan
dalam membantu tuan rumah kalau pas bebenah. Jangan
lupa pesan Ibu!!! Yang sopan ya nak tutur Ibuku lembut,
suaranya sempat terekam di memory otakku.
Adapun Ayahku beliau berpesan.
nanti kalau dakwah jangan sekali-kali menjelek-jelek kan
kampung yang akan kamu tempati, harus bisa akrab
sesama tetangga, jangan sombong, murah senyum dan
kalau bisa, sanjung orang-orang kampung yang akan kamu
tempati nanti ketika kamu berdakwah agar mereka juga
menghormati kita, lagi pula kamu kan sudah mengerti
tentang filosofi huruf akhiran aksara jawa kan Fan?!. Nah,
dipraktekan itu. hal itu yang dipesankan bapak untukku.

23

Kusimpan dalam hati apa yang dikatakannya tadi, tak lama


kemudian akupun diantar Ayahku menggunakan sepeda
motor ke stasiun kereta api, Gambir. Hatiku tersenyum
ketika akan kembali ke Jogja. Namun, Aku tak pernah tau
arah hatiku yang selalu ingin berada dirumah tetapi disisi
lain Aku harus menuntut ilmu di kota pelajar ini. Aku telah
lama menunggu liburan ramadhan yang panjang liburnya
mencapai 40 hari ini, namun aku harus bersabar karena
diatas sana, Aku harus melaksanakan misiku, mengemban
amanah dan menjadi apa yang diharapkan orang tuaku.
Ayah menemaniku sampai masuk kedalam stasiun, kami
duduk bersebelahan sembari menunggu kereta datang.
Fan kemarin dipalaknya bagaimana?? Tanya bapak,
penuh ambisi ingin mengetahuinya lagi.
alah, gag papa kok pak, bagi Irfan itu sih cuma mengetes
mental aja, hehe Jawabku penuh gurau.
nah, itu jawaban yang bapak tunggu, anak lelaki itu jangan
pernah takut dengan apapun, apalagi sesama manusia dan
inget malaikat akan selalu ada bersama kita.
iya pak, bener banget tuh.

24

Fan, ni bapak kasih cincin, cincin ini kamu pake ketika


kamu merasa dalam bahaya saja, lalu kamu tonjok saja
gerahangnnya dengan cincin ini. Ujar Ayahku sembari
memberikan cincin aki yang banyak sekali ia miliki di
lemari.
wah, nanti kalau mati gimana pak??
itu sih urusan belakang fan,
lagi pula orang seperti itu kalau dibiarkan hidup malah
merusak bangsa dan memakan banyak korban dan
parahnya lagi merugikan orang lain Fan. Tambahnya lagi.
Aku menganggukkan kepalaku, kemudian kereta argo
dwipangga pun datang, ayahku langsung membawakan
tasku masuk ke gerbong kereta eksekutif itu. Aku
mengekor dibelakangnya dan sempatku mensejajarkan
langkahku dengannya, namun banyak orang berdesakdesakan disini. Ia mempersilahkanku duduk dan Aku pun
langsung menduduki jatah kursiku dikereta ini.
jangan lupa pesan bapak yang dirumah tadi ya...
ok pak.

25

bapak berangkat kerja dulu, nanti kalau sudah sampai


Jogja telpon bapak ya.
Aku mengangguk dan langsung ku cium tangan Ayahku,
berpamitan. Dari luar kereta ia melambaikan tangannya
padaku, keretapun berjalan. Dan Aku mulai sibuk dengan
aktifitas kecilku di kereta ini. Tak ada penumpang lain yang
duduk disebelahku, hingga Aku sampai jogja pun tak ada.
Jadi Aku leluasa menselonjorkan kakiku untuk tidur,
sesekali Aku melihat orang yang ada di depanku, ia
mengenakan pakaian yang kurang bahan jika Aku boleh
mengatakan.

Bagaimana

tidak?

auratnya

diumbar

sedemikian rupa.
Kurasa ia orang yang berpendidikan dan juga orang kaya
pastinya,

namun

yang

membuatku

heran

mengapa

pakaiannya seperti pakaian kurang bahan? padahal jika


dibilang cukup, pasti lebih, jika wanita itu membeli pakaian
yang menutup seluruh tubuhnya. Aku berfikir sejenak, apa
sudah gila orang didunia ini? memakai pakaian milik
adiknya yang jelas-jelas tidak muat jika kakaknya yang
menggunakannya. Mengenakan pakaian, pakaian yang

26

kurang bahan, seperti orang tidak punya uang saja. Dapat


dimaklumi jika yang mengenakan pakaian kurang bahan itu
pengemis atau mereka yang nafkahnya berada jauh di
bawah garis kemiskinan.
Mereka mengenakan pakaian itu karena memang mereka
tak mampu tuk membelinya, sedang orang kaya tadi....???
Apa yang menjadi halangan bagi dia untuk membeli
pakaian yang tidak ala kadarnya? yaa paling tidak menutup
aurat lah. Aku lama-lama bisa sinting dibuai oleh banyak
problematika kehidupan dunia ini. Seakan-akan tak hentihentinya berubah menjadi zaman edan.
Itu realita yang kini harus kita waspadai pada anak cucu
kita besok, aku menyadari di dunia ini memang tak ada
makhluk yang sempurna, tetapi apa salahnya jika kita
mencoba mengoreksi kesalahan kita dan berusaha menjadi
insan yang mendekati sempurna....?
Aku memandang ke-kanan ke-kiri, hanya alam yang
terbentang luas nan indah yang ku pandang. Sesekali
terlihat

disana

kehidupan

27

seseorang

yang

cukup

memprihatinkan, ada pula para kuli pikul di stasiun,


pedagang asongan di atas kereta yang bergoyang dan masih
banyak lagi.
9 jam telah kulewati diatas kereta yang penuh tanda tanya
dan tawa melalui buku yang kubaca. Kereta berhenti ketika
distasiun Tugu Yogyakarta. Aku langsung turun dari kereta
dan keluar menuju pintu utara, serta merta kubawa
barang-barangku tadi. Kota Yogyakarta yang kurindukan,
ke elokkan sore yang tak tertahankan, membuatku semakin
semangat untuk menjadi mubaligh.
Mencari becak di Jogja adalah hal yang mudah, banyak dan
sering kita temui di banyak tempat, didepan sekolah,
stasiun, Malioboro, didepan gang-gang dan masih banyak
lagi. Aku berpulang keasrama mencari jejak para ojek
pengayuh kendaaraan roda tiga itu. Dengan uang Rp.
10.000, Aku diantarkannya hingga depan asramaku.
Matahari semakin tenggelam saja ketika Aku memasuki
asramaku.

28

hey Fan, udah siap-siap belum kamu ? tanya teman MHku


Wawan.
sudah Wan, sudah siap semua
yaudah sip deh, ehya.... besok jam 9 pagi kita langsung ke
madrasah dan langsung berangkat ke desa Girikerto, Turi,
Sleman. tambahnya lagi.
lha.... bukannya jam 7 pagi Wan?? Apa nggak kesiangan
jam 9? bantahku.
coba baca dipapan pengumuman deh, jam 9 kok disitu
tulisannya. lotehnya yang lantas pergi meninggalkanku.
Aku menengok papan pengumuman ternyata benar saja,
cloterku cloter terakhir karena tujuannya paling dekat,
tidak seperti cloter yang lain, yang tujuannya jauh-jauh,
seperti : Cilacap, Kebumen, Banjarnegara, Malang, Ngawi
dan sebagainya. Karena cloterku paling dekat jadi
berangkatnya diakhirkan.
Malam

ini

mungkin

akan

menjadi

malam

yang

mengesankan bagiku, dimana Aku akan berterawih dan


bersaur untuk pertama kalinya disini. Aku bergegas
terawih bersama teman-teman yang masih ada di asrama,

29

jarak masjid dengan asrama ku dekatnya bukan main,


hanya 3 langkah keluar dari asrama. Jadi adzan terdengar
kencang sekali, dan memantul ketika diseberang kampung.
Orang-orang kampung sini biasa mengadakan terawih 11
rakaat, sama dengan yang sering Aku lakukan. Aku
berterawih dengan khusyuk dan khidmat. Seakan-akan Aku
begitu menikmati terawihku untuk pertama kalinya ini di
Jogja. Ketika ini pula liburku diganti dengan kegiatan yang
insya allah lebih positif dari pada hanya diam dirumah saja.
Seusainya tarawih seperti kebiasaan orang kampung sini,
para remaja dan remajinya berkumpul membicarakan
tentang agenda kegiatan masjid, apalagi dengan didukung
bulan ramadhan. Kumpul remaja masjid ini jadi bisa
dilakukan setiap hari. Kami semua anak asrama disini juga
menjabat sebagai punggawa remaja masjid ini. Cukup
senang bukan main ketika bisa mengenal dan akrab
terhadap tetangga sekitar sini.
Apalagi ketika ada remajinya, maklum sekolahku semua
berisi laki-laki. Sampai-sampai orang sering menyebutnya

30

sebagai MATHA (madrasah adam tanpa hawa). Begitulah


nama itu santer terdengar. Walaupun terasa indah namun
aku harus tetap menjaga pandangan dengan lawan jenis,
sebab gejolak cinta itu timbul pada kerlingan dan tatapan
mata. Segera ku berbalik keasrama mempertemukan bantal
dan guling yang terkapar diatas dipan-dipan yang
sederhana.
Mencoba tuk kedipkan mata, namun, semakin kucoba Aku
semakin tak bisa tertidur entah mengapa? Mungkin karena
Aku kebingungan akan bersahur dengan apa besok pagi.
Paginya
Aku terbangun agak siang, apa yang kurasa pada perutku
sudah kutemui jawabannya. Aku lalai untuk sahur, maka
dari itu perutku masih terus saja bernyanyi, mencoba tuk
hilangkan rasa ini. Rasa yang cukup melelahkan dan
mengesalkan. Dan ia masih saja terus bernyanyi diatas
penderitaanku yang ikhlas ini. Hari pertamaku puasa aku
tidak boleh batal, meskipun tanpa sahur.

31

Mottoku tadi boleh jadi menjadi tonggak acuan agar kubuat


diriku

bahagia

dengan

perintah-Nya

ini.

Sejenak

kuberhenti, berlekas untuk pijaki ranah dawah di bumi


Allah ini. Kutinggalkan asrama beserta kesenangan yang
ada didalamnya. Madrasah menjadi tujuanku pagi ini, Aku
menghampiri teman sekelompok MHku, Wawan. Kami
berangkat menuju madrasah berbarengan, sesampainya
disana kami langsung menaiki mobil ustad Purwanto
pembimbing mubaligh hijrah kami.
Beliau guru yang bermobilitas tinggi kalau kubilang,
banyak para santri menyukainya, pengalaman hidupnya
pun tak diragukan lagi. Sepertinya Aku harus mengerahkan
semua ilmuku agar tidak mengecewakan ustad Purwanto.
Agar bisa menjadi anak panah yang dapat diandalkan. Ku
buang semua sifatku yang bisa merusak nama sekolahku,
seperti bangun telat dan malas-malasan. Moga-moga
dengan kubuang sifat jelekku ini bisa terbawa padaku
untuk selamanya. Sesampainya kami dirumah yang akan
kami tempati, lantas kami dikenalkan oleh tuan rumah yang
menjabat sebagai kepala desa didesa girikerto ini. Beliau

32

termasuk orang yang mapan jika dibandingkan dengan


tetangga tetangga lain yang jarak rumahnya saling
berjauhan.
Alhamdullillah, kondisi tempat MHku tidak lebih parah jika
dibandingkan teman-temanku yang MH di Kebumen dan di
Banjarnegara. Bayangkan saja, rumah kepala desa yang aku
tempati ini, memiliki kamar 6 yang baru dipakai 3 jadi kami
memakai 3 kamar kosong selanjutnya. Ku akui kebun salak
yang beliau miliki berhektar-hektar, yang setiap hari terusmenerus menghasilkan rupiah jika dijual di pasar.
Pagi berganti siang, siang berganti sore. Kami pun diajak
beliau mengelilingi kampung serta menunjukan masjid
yang akan menjadi tempat dakwah kami 21 hari ini. Mobil
segera dikeluarkan dari garasi, kami semua masuk
didalamnya, mobil pun keluar dari rumah dan berjalan. Aku
melihat sekitar, ternyata jarak rumah satu dengan rumah
lainnya sekitar 50 meter bahkan lebih. Aku selalu
mengamati apa saja yang kupandang sore itu.

33

Aku terhanyut oleh kesejukan desa ini, sampai-sampai aku


tak berani mandi karena saking dinginnya udara disini.
Setelah melewati jalan-jalan yang cukup terjal dan naik
turun akhirnya kami pun sampai juga di masjid pertama
yang nanti akan jadi sarana dakwah kami. Cukup dan
bahkan sangat jauh mungkin jika berjalan dari rumah pak
kades. Namun, tak tau jika esok akan naik apa kami kesana.
Di masjid kami dikenalkan oleh takmir yang cukup baik, ia
menerima

kedatangan

kami

dengan

ramah

penuh

persaudaraan. Satu persatu kami pun saling berkenalan


dan memperkenalkan diri kepada adik-adik yang mengaji
dimasjid ini. Aku terpana ketika kulihat di luar masjid,
ternyata masjid ini bersebelahan dengan gereja yang cukup
besar, bahkan saat ku tanya pada pak kades. Pembangunan
gereja itu sampai menghabiskan dana 7 milyar.
Aku terkesima memandang gereja yang begitu besar.
Namun, aku tak boleh kalah dalam hal mendidik ahlak dan
moral pada anak-anak TPA ini, dan satu tugas yang kami
bertujuh emban, kami harus menanamkan aqidah kepada
anak-anak disini agar tak goyah imannya. Belum lagi didesa

34

ini ku dengar program kristenisasi sedang marakmaraknya mengombang-ambing desa girikerto dan orang
islam pada umumnya.
Setelah bersua cukup lama dengan takmir masjid disini,
kamipun melanjutkan perjalanan kemasjid selanjutnya.
Akan ada tiga masjid yang ditugaskan langsung untuk kami.
Dimasjid yang ke-2 ini yang bernama masjid somohitan,
kami pun disambut dengan ramah pula oleh punggawa
masjid ini. Begitulah kawan kegiatanku sore ini dan begitu
pula terjadi saat kami di masjid ketiga. Semakin kami
berjalan menuju masjid selanjutnya semakin jauh saja jarak
yang kami tempuh.
Hari semakin sore, kini kami sedang dalam perjalanan
pulang. Ditengah jalan aku mendengar gemaan adzan
maghrib yang bersahut-sahutan dan mengalun dengan
lembutnya menyentuh kalbu. Mobil melaju semakin cepat
saja dan sampailah kami dirumah kembali. Aku langsung
berbuka puasa dengan makanan yang telah disediakan tuan
rumah.

35

Untuk pertama kalinya aku berbuka puasa dirumah orang


lain yang tak ku kenal sebelumnya. Setelahnya kami pun
bertarawih bersama dengan menaiki mobil lagi melewati
padang ilalang, jalan-jalan yang gelap gulita ditambah lagi
gaungan anjing-anjing hutan yang cukup mengerikan.
Untungnya dengan cepat kami sampai ke masjid.
Untuk tarawih pertama ini kami memang tidak disebar di 3
masjid karena mungkin belum efektif dan masih dalam
tahap penyesuaian.
Seusainya tarawih kami mengaji diserambi masjid bersama
anak remaja sekitar masjid itu. Aku pun mulai mempunyai
banyak teman di desa ini. Remaja di sini biasanya
menghabiskan

juz

secara

bersama-sama

dengan

menyimak dan membaca bergantian. Sampai hari ini kami


belum disuruh mengisi kultum mungkin mulai besok kami
mengisinya.
Dirumah, kami bertujuh berbagi tugas berkenaan dengan 3
masjid yang dipercayakan tadi. Aku dan temanku Wawan
mendapat jatah masjid sebelah gereja dan termasuk masjid

36

yang paling dekat jika dibandingkan dengan 2 masjid


lainnya.
Malam itu kami bertujuh merapatkan tentang program apa
saja yang kita targetkan di tempat MH ini dan harus
berkesan tentunya. Kamar yang menjadi tempat kami rapat
sesekali terhiasi dengan gelak canda dan tawa. Hal ini
berulang kembali ketika suasana mulai menegangkan,
dengan segenap hati kami menerima hasil rapat yang sudah
kami sepakati bersama.
Malam pun semakin larut, ia memperdengarkan suarasuara merdu yang dimilikinya sebagai penghias tidur kami.
Aku semakin terjatuh dalam keheningan malam yang
bahagia ini, jika kau tanya tentang perasaanku, aku tak kan
pernah bisa menjawabnya karena sulit diungkapkan
dengan kata-kata dan nyawa kami pun dicabut-Nya untuk
sementara dan semoga dikembalikan-Nya esok hari.
Kuharap.

37

Gereja yang Besar itu


[[[[[\\\\\
-------------Tubuhku kaku di pagi yang buta ini, sempat saja Aku
menggesek-gesekan kedua tanganku. Langsung saja Aku
bersahur bersama keluarga tuan rumah dan teman-teman
se-MHku. Akhirnya Aku santai juga menghadapi hari ini,
hari kedua aku berpuasa dan hari kedua pula aku menetap
untuk sementara disini.
Kami sekeluarga bersubuhan menggunakan mobil kembali,
senyum manis ku persembahkan disini, tempat berbagi
ceria. Mewarnai dunia bersama-sama, bersama anak desa
sini kami bermain bola sehabis sholat subuh. Namun kami
harus berjalan sejauh 3 km dahulu untuk berjumpa dengan
sepetak lapangan sepak bola.
Kami bermain sepak bola bersama di lapangan ini, jika
kamu ingin tahu bagaimana rasanya haus tak karuhan saat
puasa, mainlah bola di pagi subuh! apalagi ditambah
dengan berjalan 3 km untuk mencapai lapangan sepak bola

38

yang kami tuju. Jika kamu merasa mampu tak ada salahnya
untuk mencoba kawan.
Ku akui, kala sorak-sorai ayam, itik dan burung yang akan
kembali kekandangnya. Di sore itu aku merasa bersalah
pada diriku sendiri, mungkin haus ini datangnya karena
kami bermain bola tadi pagi. Syukurlah rasa haus yang
kualami sedikit terobati disaat kuberjumpa anak-anak TPA
dan mengajar sambil bermain bersama mereka. Aku sedikit
banyak dapat mempraktekkan ilmu yang kudapat saat
dikarantina kemarin.
Bagaimana tentang menghadapi anak-anak yang sedikit
nakal, anak yang pendiam dan sebagainya. Tapi akhirnya
aku mampu menghadapi murid-muridku, lambat hari kami
semakin dekat saja sampai pada hari ke 5 aku mengajar
mereka. Aku terkesima mendengar pertanyaan salah satu
santriku, ia bertanya padaku.
mas kenapa masjid ini kok lebih kecil dari pada gereja
yang disana ujar Fajri, salah satu muridku di TPA ini
sambil menunjuk ke arah gereja.

39

iya mas, padahal kan katanya orang kafir masuk neraka,


kenapa di dunia mereka bisa membuat bangunan sebegitu
megahnya?? tambah santri lainnya lagi.
Aku tertegun sejenak, tak kusangka anak sekecil itu bisa
bertanya pertanyaan yang begitu hebatnya. Mataku
memandang ke seluruh santri, sambil menghela nafas
panjang aku berusaha untuk tenang dan tidak gugup
menjawabnya.
oh gereja itu, jadi begini adik-adik, Allah SWT memberikan
nikmat pada orang kafir di dunia, jadi surganya orang kafir
itu di dunia ini dan ketika besok di akhirat mereka semua
akan masuk neraka adik-adik, jadi adik-adik jangan mau
kalau ditawari masuk kristen dengan iming-iming uang
bermilyar-milyar bahkan bertriliyun-triliyun, karena jika
adik-adik

menerimanya,

itu

berarti

adik-adik

telah

menukar iman adik-adik dengan harta, naudzubillah


celotehku pada mereka. Aku berharap semoga mereka
mengerti maksud yang kukatakan tadi.

40

iya, adik-adik bener apa yang dibilang kak Irfan. Lagipula


kita kan menyembah Allah, satu-satunya dzat yang patut
disembah

didunia

ini.

Sedangkan

mereka,

mereka

menyembah patung, belum lagi patung iu telanjang. Iya


ngga? tambah Wawan.
Gelak tawa pun menggelegar di langgar ini. Aku sedikit
tenang, karena terhindar dari

pertanyaan yang cukup

membuatku agak ragu untuk menjawabnya. Tak lama


setelah kami mengaji dan belajar, azan magrib pun
dikumandangkan dari masjid seberang. Aku pun menyusul
adzan itu setelah meminum segelas air putih. Tajil pun
kami nikmati dengan penuh rasa syukur atas karunia-Nya
yang nikmat ini.
Aku dan Wawan bergegas mengambil air wudhu dan
kemudian di susul oleh adik-adik TPA. Sholat magrib
berjamaah pun kami lakukan. Ditengah-tengah sujud aku
berdoa kepada Sang Maha Kuasa agar dapat menjalankan
tugas ini dengan baik dan juga aku memohon agar segala
dosaku Engkau ampuni ya Allah. Sembah sujudku ya Allah.

41

Genap 10 hari esok aku menetap disini, ku lewati rutinitas


hari ini dengan penuh menghamba beribadah kepada-NYA.
Kami berdua pulang bersama mas pipit, anak kepala desa.
Ia banyak cerita tentang desa ini kepadaku dan Wawan.
Sungguh sadis misi orang kristen di desa ini. Kemudian ia
bercerita tentang pencurian di ladang salak ini dan masih
banyak lagi cerita yang mengiringi perjalanan pulang kami.
Dijalan, kami berjumpa dengan seseorang yang bersepeda
motor dengan kencang sekali. Kemudian, mas pipit
berteriak ke arah orang yang bersepeda motor itu, karena
dikira orang itu adalah teman mas pipit.
Orang itu berhenti dan memutar balikkan sepeda motornya
yang kemudian langsung menghampiri kami. Saat ia
membuka helm, barulah mas pipit sadar bahwa yang di
panggilnya tadi bukanlah temannya.
Orang itu tiba-tiba langsung marah terhadap mas pipit,
disangkanya teriakan mas pipit tadi ingin mengajaknya
bertengkar. Marahlah orang itu, mas pipit mencoba
bersabar kemudian digiringlah orang itu menuju rumah

42

Pak Kades, yang tak lain dan tak bukan adalah rumah mas
pipit sendiri dan rumah tempat kami menetap untuk
sementara tentunya.
Aku dan Wawan langsung masuk ke rumah dan melapor
kepada Ayah mas pipit, tentang kejadian diluar. Ia langsung
keluar dan melerai perang mulut yang sedang dilakukan
mas pipit terhadap orang yang tak dikenalnya itu.
Pak

kades

menyuruhnya

masuk

kerumah

untuk

membicarakan hal sepele ini baik-baik. Ketika orang itu


sudah masuk kerumah, mas pipit malah langsung
mengambil pedang dan langsung mengkalungkannya di
leher orang itu. Aku tak percaya mas pipit bisa sebuas itu
jika marah. Ibu mas pipit langsung menghalangi niat mas
pipit yang ingin membacok orang itu, sambil menangis Ibu
Kades memekik ketakutan.
Aku yang melihat kejadian itu tak bisa berbuat apa-apa.
Hanya mulut menganga yang terlihat padaku. Sekilas Aku
mencium aroma minuman keras dari orang itu, begitu pula
dengan pak kades ia sepaham denganku.

43

koe, memdem yo ?! tanya pak kades setelah mencium


aroma minuman keras itu.
enggak pak, orang itu mengelak.
baunya saja sudah kentara!! Gag usah bohong kamu!!,
gertak pak kades.
inggih pak, orang itu mengaku.
nah, gitu kan enak, tinggal ngaku!!, kamu ada masalah apa
dengan saya?? Tanya pak kades yang sudah mulai
meredup marahnya.
Setelah berlangsung perdebatan sekian lama, akhirnya
masalah itupun dapat terselesaikan. Aku agak merinding
sebenarnya, melihat orang dewasa bertengkar. Apalagi
kalau sampai terjadi pertumpahan darah. Kejadian malam
ini boleh jadi hal sangat mengejutkanku ketika ber-MH di
sini. Jantungku naik-turun ketika mengingat-ingat kejadian
itu, rasa-rasanya ingin ku kembali ke rumah, sungguh
mengerikan.
Esok paginya, genaplah sudah aku 10 hari disini, aku
merasa bahwa aku baru saja datang kemarin mengapa
sekarang waktu bergulir begitu cepatnya?? Entahlah, apa

44

memang dunia ini sudah mulai menunjukkan tanda-tanda


semakin tuanya atau apa? Ahh, entahlah..., semua
pengalaman seru telah ku alami disini. Pelajaran yang tak
ku dapat di kelas ku dapat di sini. Semua hal baru ku
tempuh dan kujalani disini.
Di pagi yang sejuk ini, kami bertujuh berjalan-jalan mencari
tempat yang indah untuk mengambil gambar. Melawati
kuburan, ladang salak yang berhektar-hektar, rumah
penduduk yang berjauhan adalah hal yang tidak asing lagi
bagi kami didesa ini. Maka terkadang aku bersyukur karena
jarak rumahku dengan masjid tidak sejauh jarak rumah
kepala desa dengan masjid disekitar sini.
Jika di ibaratkan, melangkah keluar pintupun aku langsung
menjumpai masjid jika dirumahku, namun disini, aku harus
berjalan 3 km baru bisa menjumpai masjid. Hal ini yang
mendorongku untuk tidak menyia-nyiakan jarak masjid
yang berdekatan dengan rumahku. Aku harus bisa
menghidupinya setiap detik, setiap menit, bahkan selama
urat nadiku masih berdetak.

45

Pagi itu Aku, Irul, Wawan, Iqbal, Fahrur, Upah, dan Oni.
Kami bertujuh telah banyak mengambil gambar sebagai
kenang-kenangan disini. Kami cukup senang dengan apa
yang kami dapat lakukan didesa ini, apalagi bertemu
dengan

anak-anak

desa

ini

yang

tiada

habisnya

memberikan kami sebuah pelajaran berharga.


Sepulangku dari berjalan-jalan, Wawan masih saja terus
menguras perut kami dengan banyolan-banyolan khasnya.
Kami semua mengakui, memang Wawanlah yang biasa
menghidupkan suasana dikala kering, ia seakan tak hentihentinya

dan

tak

habis-habisnya

banyolan

yang

dimilikinya. Sampai-sampai saat subuh yang dingin


menggigilpun kami masih bisa tertawa jika Wawan mulai
mengeja banyolannya.
Selang beberapa waktu, handphone yang ada di saku
celanaku bergetar. Telfon dari ibuku ternyata...
assalamualaikum..., halo nak cepat pulang sekarang mbah
putri meninggal... bisik ibuku di telefon sambil menghirup
isak tangis yang sempat kudengar disini.

46

apa bu...?! mbah putri meninggal...??? pekik ku setengah


tak percaya.
iya nak, sudah kamu cepetan pulang sekarang....!!! kata
ibu, air matanya semakin meleleh saja sepertinya.
iya, bu...
Ttt..............., pembicaraan kami terputus, dengan segera aku
meminta izin kepada pembimbingku, ustad Purwanto dan
kepada tuan rumah serta teman-teman seperjuanganku
tentunya.
Matahari sekali terbit tetap saja harus berjalan ke barat, tak
mungkin jika ia akan kembali. Siang sudah menanti saat
dimana matahari berada tepat horizontal di atas kepala
kita. Aku tak ingin buang-buang waktu, mengingat
keluargaku dirumah menungguku dan yang jelas aku harus
sampai sebelum jenazah nenekku dikuburkan.
Izin sudah ku dapat, kini aku langsung bergegas ke bandara
Adi Sujtipto. Ku harap Galih dapat melajukan motor ini
dengan kencang layaknya valentino rossi di kancah sirkuit.
Lampu merah yang selalu terpampang di sepanjang jalan,

47

bisa saja di akali Galih. Anak tuan rumahku ini. Tamantaman yang indah pun hanya dapat kulihat sepintas, saking
cepatnya ia mengendarai sepeda motor ini. Aku takut
bukan kepayang sebenarnya. Pusing sudah ku dibuatnya,
jalanan Jogja memang sangat leluasa, sangat super leluasa
bahkan jika dibandingkan dengan Jakarta, yang setiap hari
jalan rayanya selalu penuh, jika di Jogja menempuh jarak
30 kilometer bisa dengan waktu 15 menit, lain hal nya
dengan jakarta. 45 menit mungkin kita baru sampai disana.
huhfft.... aku menghembuskan nafas panjang. indahnya
jogja,

tak

terlupakan

sebagai

kenangan

indah

ku,

selamanya. aku mengerutu di tengah desiran angin yang


sangat kencang dari balik helm.
1 jam sampai juga kami di bandara Adi Sutjipto, Aku panik
tapi dapat Ku kendalikan diriku. Dengan terburu-buru
cepat saja kupesan tiket pesawat Jogja-Jakarta untuk
penerbangan siang ini. Menunggu lama bukanlah hal yang
menyenangkan melainkan hal yang menyebalkan. Diruang
tunggu yang hampir membuatku bosan, AC menyerbuku
dan menyelimutiku dalam dingin. Disana sini orang lalu
lalang. Sama halnya wisatawan luar negeri. Terkadang aku

48

sering mengamati apa yang ada disekitarku, mencoba


mengkritisi sesuatu yang kuanggap aneh.
Kala ku amati kulit turis asing itu, kulitnya ku amati
berbeda dengan orang indonesia kebanyakan. Kulit orang
indonesia yang sawo matang, dengan mereka turis asing
yang putih dengan bulu yang seperti babi kalau boleh
kubilang. Keturunan generik memang bisa dijadikan
alasaan untuk itu. Tetapi, menelisik tentang apa yang di
makannya, Babi.
Kurasa orang yang memakan babi pun akan menurun pula
sifat babi itu pada diri orang yang memakannya. Contoh
yang paling simple saja kulit.
Kulit dan bulu babi mirip dengan kebanyakan kulit dan
bulu turis asing itu. Bisa dibilang karena makananya adalah
babi. Sifat babi yang jorok, serakah dan rakus. Bisa saja
menurun ke manusia yang memakannya. aku bersyukur
babi diharamkan dalam Islam, karena banyak hikmah
dengan diharamkannya babi. loteh ku dalam hati, sembari

49

tertawa kecil aku berdoa semoga cepat saja datangnya


pesawat itu.
Suara yang keras dari speaker sejurus menyadarkan
lamunanku yang berpandaran pada turis asing itu. Doaku
dikabulkan-Nya. Pesawatku take off, aku meninggalkan
Mubaligh Hijrah, meninggalkan jogja, meninggalkan santrisantri yang penuh teka-teki dan melenggang ke Jakarta,
namun bukan dalam liburan kali ini, melainkan situasi
duka yang ku dapat disana nanti.
Di tinggal orang yang di sayang memang bukan hal yang
mudah bagi sebagian orang, mungkin untuk anak durhaka
yang tamak akan warisan, harta dan tahta. Ya....
ditinggalkan keluarga adalah hal yang menyenangkan.
tapi,

Aku tidak....!!! pekikku dalam pesawat diatas

ketinggian 2200 kaki. Sempat ku tengok ke bawah,


kelihatannya ngeri bukan main.
Semua terasa kecil, kecil bak mainan-mainan kala kita
pernah bermain monopoli, atau bisa dibilang semacam
miniatur. tetapi mengapa manusia selalu saja merasa besar.

50

akh, pantas saja kalau Allah mau menghempaskan jarinya


didunia ini, hancur sudah lah dunia ini, seantero jagat raya
lenyaplah sudah. gumamku.
Semua yang kumiliki didunia ini, hanyalah titipan dari-Nya.
Ilmu yang kumiliki pun masih sebatas setitik air di lautan
jika dibandingkan dengan ilmu ALLAH. Namun, mengapa
manusia sudah merasa cukup dengan ilmu yang dimilikinya
itu. Maka aku tak akan pernah lelah untuk mencari ilmu
didunia ini, hingga ke ujung dunia pun akan kukejar ilmu
itu.
Mesir tujuan belajarku esok, dan alexandria kota impianku.
Meski ku tak tau apa yang ada didalam kota itu, huh...
impian yang konyol... seruku. masa kota yang diimpikan,
tak tau apa yang ingin di lihat dan dicari disana? keluhku
lagi.
Sebatas penghayatan hidup belaka, kalau lah Allah
memberiku kesempurnaan untuk itu mungkin hanya upaya
dan usahaku saja yang sampai di dalamnya. Tak habis fikir
kalau orang saja rela bunuh diri karena putus cinta, karena

51

terbelit hutang atau masalah hidup lainnya. Zaman ini akan


terus berputar, berputar dan berputar. Tak kan hilang
ditelan waktu, tak kan pernah kembali dengan sejuta
senyuman yang sama pada waktu yang terlewatkan.
Pesawatku mendarat, secepat angin pilot ini mengerem
kendaraan udara ini. Berdesakanlah aku kala keluar dari
pesawat ini. Begitu cepatnya kendaraan ini, tidak
membuang tenaga, waktu, dan sebagainya. Lamunan yang
sekilas sebentar tadi, dengan dinginnya membawaku ke
Jakarta. Pramugari yang tinggi nan piawai melempar
senyum padaku didepan pintu keluar pesawat, cepat saja
Aku membalasnya.
Panasnya udara Jakarta dengan hambar menampar
mukaku yang dingin sedari tadi. Angin nan sepoi-sepoi tak
juga memberi kesejukan, melainkan udara yang panas
gamblang menampar ku lagi. Aku menelungkupkan kedua
tangan ku diatas batang hidungku sembari menutupi muka
dari panas yang menggebu-gebu.

52

Jakarta jangan sambut aku dengan ceriamu, sambut aku


dengan

sejuta

kisah

sedihmu,

perjalanan

yang

menyedihkan bukan...?! kala yang kutemui nanti, jenazah


nenekku tercinta yang dengan ikhlas dahulu pernah
mengajariku mengaji, dengan ikhlas mengajariku islam,
dengan ikhlas mendidikku hingga saat ini. Mungkin kalau
aku tak ingat hadits Rasulullah, air mata ini telah meleleh
sedari tadi, meratapi kepergian nenek. Hidup di dunia ini
memang hanya sesaat dan satu hal lagi yang ku pegang,
hanya kepada-Nya lah tempat kita kembali.
Aku mempercepat langkahku, ku pacu nadiku agar terus
berjalan cepat. Matahari yang tengah ganas-ganasnya
menggosongkan kulit, kini tak lagi tepat diatas ubunubunku. Ia agak sedikit menyerong dan bandara SoekarnoHatta pun kutinggalkan.

53

Bintang Laut
[[[[[\\\\\
-------------Semoga panasnya matahari tidak memanaskan hati kita,
karena yang membuat hati ini jengkel bukan karena
panasnya matahari tapi karena panasnya mata hati. Aku tau
bandara yang baru saja ku mampiri memnag sangat luas,
tetapi semoga hati kita lebih luas dari bandara ini, karena
yang membuat hati ini menderita bukan karena kurang
luasnya tanah, bukan karena kurang luasnya rumah tapi
karena kurang luasnya hati ini.
Berbahagialah yang berhati lapang, karena bila hati kian
lapang pikiran pun jadi senang, walau masalah menghadang
dihadapi dengan tenang. Namun bila hati keruh pikiran pun
jadi gemuruh, seakan di kejar musuh dari Allah kian jauh.
Begitulah

kata

aa

gym,

dalam

dawahnya.

54

setiap

kesempatan

Maka kita harus selalu menjaga hati dan jangan sampai kita
mengotori hati kita dengan perbuatan yang tercela. Aku
menatap jalan setapak menuju rumahku.
Halaman rumahku dipenuhi mobil siang itu, panas bukan
main memang. Ditambah lagi dengan kondisi perut yang
kosong setelah setengah hari lebih berpuasa. Begitu
menyedihkannya

siang

itu,

kala

getir

menyambut

kedatanganku. Air mata meleleh panjang di pipi ibuku, aku


tahu beliau sangat terpukul oleh kepergian nenekku.
Anak ketiga dari delapan bersaudara, kini kembali bersua
dirumahku, di Jakarta ini. Telah lama memang, aku tak
berjumpa dengan saudara-saudaraku yang berada di Bali,
Nganjuk, Solo dan masi banyak lagi lainnya. Kami memang
terikat dalam satu jalinan persaudaraaan yaitu, satu kakek
dan nenek dari ibuku.
Kami

sebagai

keluarga

yang

kehilangan

saling

mengukuhkan, apalagi adik ibuku yang paling terakhir


karena dia baru saja menikah dan harus langsung
menghadapi cobaan yang begitu berat. Berat bukan main
memang cobaan itu, menjadi anak yatim piatu. Untunglah

55

dengan

segera

menghiburnya.

kakak-kakaknya,
Menasihatinya

agar

termasuk
tidak

ibuku
meratapi

kepergian ibunda tercintanya.


Sebagai cucu kelima tertua, aku hanya bisa mendoakan
kepergian nenekku kepangkuan-Nya adalah yang terbaik.
Semoga segala dosanya diampuni, amal ibadahnya diterima
dan ditempatkan di sebaik-baiknya tempat. Kala itu aku
hanya bisa berpesan kepada adik-adik sepupuku, tidaklah
seorang anak Adam meninggal kecuali 3 amalan yang tidak
akan putus darinya, pertama, amal jariyah kedua, anak
sholeh yang selalu mendoakan orang tua dan yang ketiga,
ilmu yang bermanfaat bisikku kepada adik sepupuku.
Dari 24 cucu yang ditinggalkannya, hanya akulah yang
mengenyam pendidikan dipesantren. Maka maklumlah jika
sedikit banyak aku mengetahui tentang ilmu agama. Tak
afdal jika seorang anak pesantren yang notabene penghafal
al-quran dan hadits tidak bisa mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Sesuatu hal yang tak layak pula
kusandang jika anak yang pernah mengikuti progaram
Mubaligh Hijrah ini tak tau apa-apa tentang ISLAM.

56

Sebentar lagi mobil jenazah itu akan berangkat, otak ku


berputar seolah terbesit pesan yang dulu pernah nenekku
berikan padaku. Mendiang nenekku pernah berpesan
sebelum beliau wafat, ia ingin sekali melihatku menuntut
ilmu hingga ke al-azhar cairo mesir atau madinah. Kupatri
dalam hati apa yang menjadi keinginan mendiang nenekku
itu. Akan ku usahakan sekuat tenaga untuk mengabulkan
keinginannya meski beliau nanti hanya bisa melihat dari
pintu surgawi.
Mobil pembawa jenazah pun berjalan ke arah tempat
dimana nenekku nanti dimakamkan. Alarmnya kencang
sekali, persis mobil pemadam kebakaran kala pasar cipete
itu hangus dilahap si jago merah. Aku seolah merasa
terkocok-kocok berada di dalam mobil ini, dekat dengan
jenazah nenekku yang berada dalam keranda yang ditutupi
kain bertuliskan lailaha illallah.....
Aku tak tau jika nanti atau mungkin esok hari nasibku akan
sama seperti nenekku, akankah siap aku menghadap
padanya dengan dosa yang begitu banyak menumpuk di
buku catatan malaikat atid. Tak akan ada yang siap jika ajal

57

itu menjeput secara tiba-tiba, namun itulah takdir yang


telah digariskan-Nya kepada kita. Memotivasi kita agar
selalu siap kapanpun ajal akan datang menjemput kita.
Tamparan kesejukan angin pun menghapus lamunanku,
mengahapus dahaga yang sebenarnya terus berkemarau di
tenggorokanku. Tak ada hari tanpa melamun. Melamun
adalah salah satu hobiku mungkin?!. Hingga saat ada waktu
yang tepat untuk dilamuni pun, aku melamun. Ahh, biar
saja apa kata orang dulu, hati-hati kalau melamun, bisabisa kemasukan setan. Bukan hal yang tabu lagi bagiku jika
banyak orang tua yang berpendapat seperti itu. Memang
mereka dilahirkan pada era zaman yang seperti itu. jadi,
apa boleh buat.... aku berdesir dalam hati, sembari
tersenyum dalam melody kesedihan.
Tak lama kemudian aku dan seluruh keluarga turun
langsung ke tempat pemakaman, menyaksikan prosesi ini.
Adapun tanteku yang anak terakhir dari keluarga ibuku. Air
matanya tak bisa berhenti, isak tangis terus saja meleleh
darinya, apalagi ketika mayat nenekku dikuburkan, ia
menangis sejadi-jadinya. Kakak-kakaknya pun menguatkan
hatinya lagi, berharap agar tanteku bisa merelakan

58

kepergian ibunda tercintanya. Kami kembali pulang


kerumah setelah pemakaman itu.
kalau saja ibu masih hidup aku akan membawanya pergi
haji sekarang .... keluh om iwan, anak ke-6 dari urutan
keluarga ibuku.
ya sudah lah wan..., mungkin ibu kita di sayang Allah
makanya beliau cepat-cepat di panggil-Nya... balas bude
ku,
ya sudahlah.... tak usah di bahas lagi, biar mbah bisa tidur
tenang di alam kuburnya.... tegur ibuku di hadapan semua
anak-anak dan keponakannya.
Sore pun berganti malam, sungguh menyenangkan bisa
berkumpul

dengan

keluarga

besar

di

rumah

ini,

kesenangan itu bertambah sempurna kala adzan maghrib


pertanda

kami

harus

membatalkan

puasa

telah

berkumandang. Meskipun dalam keadaan duka cita atas


kepergian nenekku. Ku tundukan pandangan ku kebawah,
berfikir sejenak.

59

kenapa aku tak berada disampingnya kala dimasa akhir


hidup beliau..., huh. Cucu macam apa aku ini...!!! sesalku
pada diriku sendiri.
dek Irfan, ayo buka puasa dulu nae.... suara itu
menghentak, datang menghampiriku.
iya mbak, ... Irfan kesana.... aku memenuhi perintahnya.
Ku teguk segelas air putih dengan membaca doa berbuka
puasa lalu kutelan tiga buah kurma dan enyahlah sudah
musim kemarau yang bersemi ditenggorokanku. Maka
kemudian aku bersyukur pada-Nya melalui ritual ibadah
yang pernah nabi Muhammad ajarkan kepada ummatnya.
Aku bergegas melanjutkan buka puasaku yang sempat
tertunda. Dimeja makan sangat banyak makanan enak nan
lezat yang tersaji, namun entah mengapa tiba-tiba aku
kehilangan selera makanku. Karena hal duka ini mungkin
atau mataku melirik ke arah tamu om-om yang sedang
makan dengan lahapnya. Kulihat di lengan tangan
kanannya ada sebuah tato yang bergambar bintang laut.
Aku duduk mendekatinya, pertama basa-basi yang biasa

60

orang pakai untuk bercakap-cakap kugunakan untuk


berbasa-basi dengan om-om yang bertato bintang laut ini.
om.... tatonya kok ganbar bintang laut sih, kenapa nggak
gambar naga atau tulisan ajah... tanyaku setelah lama
berbasa-basi.
Aku

menunggu

om-om

asing

ini

mengomentari

pertanyaanku. Tak digubris sedikitpun.


om....?! desakku.
Leg... kamu bikin saya keselek aja, kamu nanya apa tadi....?!
kata om-om asing itu, sambil mengunyah-ngunyah daging
ayam di mulutnya.
itu...., kenapa kok tatonya gambar bintang laut, kok nggak
naga atau apalah yang lebih keren dari pada bintang laut
aku mengulangi pertanyaanku.
hey fan, jangan salah. Tato ini mempunyai filosofi
tersendiri bagi saya, makanya saya tidak menato gambar
lain selain dua bintang laut di bahu kanan dan kiri ini....!
celotehnya panjang lebar. Semua orang yang ada dimeja
makan tertawa geli melihat jawaban dari om itu tadi.

61

halah.... itu cuma buat gaya aja fan...!!

sahut wiwid,

budeku.
gaya apanya mbak, orang ini benar-benar ada filosofinya
kok timpal om itu lagi.
apa coba filosofinya...?? balas budeku pada om itu.
dengerin nih yee..., semuanya, denger... denger...!!! gertak
om itu sambil melempar gaya khas balinya yang sangat
kocak.
Kami semua yang ada di ruangan itu terdiam sejenak
berusaha mendengarkan dan menyimak baik-baik apa yang
akan dikatakan oleh om ini. Kecuali adik-adik sepupuku
yang masih balita karena mereka butuh penjagaan ekstra
ketat agar tidak rewel.
jadi begini filisofinya, bintang laut itukan tempatnya selalu
di paling bawah, jadi bintang laut ini mengingatkan saya
bahwa saya dulu juga dari orang bawah , hingga
alhamdulillah sampai saat sekarang ini sudah menjadi
direktur. bintang lautlah yang mengingatkan saya terus
menerus agar tidak sombong dan selalu mengingat bahwa
saya dulunya juga dari kalangan bawah. Nah, begitu

62

filosofinya... papar om itu sambil menyeruput es teh yang


dibuatkan saudaraku.
Sejauh ini Aku memang belum banyak mengetahui tentang
filosofi-filosofi akan sesuatu hal, apalagi jika mengenai halhal yang seperti itu, bisa pusing aku dibuatnya. Dan
jawaban om itu tadi manambah satu lagi pengetahuanku
tentang filosofi bintang laut. Dengan tak sengaja beliau
memberikanku ilmu yang belum tentu kudapat di bangku
sekolah. Genaplah sudah kelaparanku kala malam itu,
namun tak henti-hentinya nafsu makan itu menghilang
ketika aku telah berhadapan dengan makanan.
Malam yang indah kala senja di ibu kota, malam yang
menegangkan kala bersemayam di pelupuk cinta, malam
yang begitu menggoda kala rindu di pundi-pundi kerajaan.
Kerajaan ilahi yang menyeru hambanya untuk selalu ingat
kepadanya. Adzan isya berkumandang, saling bersahutsahutan di udara layaknya desiran angin tornado yang
membahana seluruh kota. Terhempas sudah aku dalam
khusyunya tarawih di masjid ini.

63

ya Allah ya robby yaa tuhanku.... pekikku dalam hati.


terima kasih atas semua nikmatmu....
Dan terhenyak sudah aku dalam tidurku, mimpi terlelap
yang belum pernah kubayangkan sebelumnya. Ini seperti
mimpi yang belum pernah terukir dalam buku catatan
harian siapapun. Dan ini adalah modal awal bagiku untuk
selalu menimba ilmu hingga tiba waktu itu.
Lolongan jangkrik pun lama-kelamaan mulai terdengar
sayup-sayup, kecil tidak...., besar juga tidak. Ibarat bunga
harum yang jatuh dan mengharumi semua didunia ini,
begitulah hewan itu, ia seolah penghias tidur malam yang
selalu datang tanpa diminta untuk menghiasi tidurku.

64

Dan Kau Sahabatku


[[[[[\\\\\
-------------Sahur...., sahur....!!! teriakan itu terdengar kencang sekali di
barengi dengan ketukan-ketukan bedug kecil dan botol
kaleng yang tidak beraturan. Keluarga besar kami sudah
terbangun sejak tadi, terutama para ibu yang selalu
menjadi koki dalam hal masak memasak di rumah. Susah
sekali ketika aku harus membangunkan adikku untuk
santap sahur, bahkan mataku saja masih belum terbuka
dengan sempurna. Setengah masih berada di alam mimpi
dan setengahnya lagi berada di alam sadar.
Mataku terbuka total ketika ibuku mengusapi air ke
seluruh permukaan wajahku. Namun, sempat kembali
pulalah aku terlelap dalam tidurku. Keriuhan pagi itu lantas
membuatku tak terlelap lagi. Melainkan diriku yang malu
jika terlambat dan kalah bangun dari adik-adikku. Pagi
yang dingin nan segar, enak sepertinya untuk kami
sekeluarga

bersahur

bersama.

65

Sebab,

jarang-jarang

moment ini kami dapatkan terkecuali karena wafatnya


mendiang nenekku kemarin.
Namun kebersamaan ini tak untuk periode yang sangat
lama, tetapi hanya untuk sementara karena mereka juga
harus kembali bekerja, bersekolah dan berplay group. Maka
tak kusia-siakan untuk selalu kuabadikan moment-moment
langka ini. Apalagi sangat indah bila dijadikan ke sebuah
album photo, lalu kita liat bersama beberapa tahun
kemudian. Adzan subuhpun bergema, memecah sepinya
kota. Waktu imsak pun telah berlalu.
Pagi hari yang penuh keceriaan itu tiba juga, hari ketika
semua keluarga besar kami berkumpul disini. Tawa canda
kala pagi itu menjadi ciri khas keharmonisan keluarga
besar kami. Tak terkecuali, irsyad. Adik-ku yang masih
duduk dibangku sekolah dasar, ia menghilang entah
kemana pagi itu, dan ketika kutanya kakakku ternyata sejak
subuh tadi ia berkumpul dengan teman-temannya untuk
bermain futsal di lereng. Aku tak habis fikir, puasa-puasa
bukannya ngelakuin hal yang positif malahan main futsal.
Nyapek-nyapein

aja gumamku.

Sambil melihat

ke

kerumunan saudara-saudaraku yang sedang asyik bersua.

66

akan ku abadikan keharmonisan ini lewat potho di telepon


genggamku batinku.
assalamualaikum...., Irfannya ada bu...??
Tampaknya aku mengenal suara itu, suara yang sudah
sangat akrab di telingaku. Dias. Sahabatku yang sejak dari
kami masih duduk di bangku sekolah dasar hingga saat ini.
Aku keluar rumah menghampampirinya.
pulang loe fan...?? tanyanya.
iya nih Yas, kemaren sebenernya gw mau maen kerumah
loe, tapi Cuma ada waktu 1 hari doank, jadi nggak jadi
deh... sahutku dengan tatapan kepada sahabat yang sudah
lama tak bertemu.
eh Fan, ada kabar buruk. Kemarin temen kita Tri heru
meninggal karena main layang-layang, saat ia mengulur
benang, tiba-tiba dia terjatuh dan kepalanya terbentur batu
yang ada di dekatnya tak lama kemudian dalam perjalanan
menuju rumah sakit dia langsung meninggal paparnya
panjang lebar.
innalillah..., cepet banget ya Yas Allah manggil dia. Gua
nggak nyangka kalau Tri Heru yang masih semuda itu
dengan cepat dipanggilnya.

67

lha.., loe kenapa nggak balas sms gua waktu itu....?! tanya
Dias. Semula senyum sinis yang terkenal itu mengembang.
Maklum, sangat humoris orangnya, ia bahkan bisa bermain
sulap

dengan

kartu

remi,

sulap

sederhana

tapi

menggemparkan objek yang di sulapinya.


sory....sory bos, gue kan orang sibuk, jadi yaa....begitulah
ujarku santai sembari tertawa kecil.
ohya Fan, ada satu kabar buruk lagi. Si Meki juga
meninggal... ucapnya sedikit menundukan pandangan,
seolah menyembunyikan sesuatu.
innalillah, meninggal karena apa Yas....? tanyaku spontan.
ah, udahlah lupain aja sahut Dias, mencoba untuk
mengalihkan pembicaraan.
ayolah boy, tak usahlah kau tutup-tutupi hal itu dari ku...!!
aku mempraktekan bahasa belitong yang pernah diajarkan
temanku.
ahh, udahlah lupain aja ia mencoba mengelak untuk yang
ke dua kalinya.
boy, jangan buat aku penasaran donk...!!! tegasku.
ya sudahlah aku mengalah, jadi Meki meninggal gara-gara
tauran antara SMA, dia disandra anak-anak dari SMA Budi
Sejahtera kemudian langsung dihabisinya tanpa kompromi,

68

mayatnya baru ditemukan setelah dua hari menghilang


kata Dias ngeri.
astagfirullah, kematian yang bisa di bilang sangat tragis....
aku berpendapat.
gue nggak nyangka yas kalau Meki yang waktu SMP dulu
orangnya kalem, pendiam, ternyata santer terdengar kabar
yang berbeda kontras dengan dirinya... tambahku lagi.
iya Fan, gua juga nggak nyangka kalau dia bisa sebrutal itu,
mana 1 bulan sebelum tewasnya, dia baru bebas dari
penjara karena kasus terlibat tauran juga antar sekolah,
prihatin gua ngelihat temen-temen gua pada kayak begitu
sesal Dias. Wajah humor dimukanya pun mulai memudar.
yaudah lah Yas, memang mungkin sudah takdirnya kali,
yang penting kita jangan mengikuti jejaknya yang buruk,
kalaulah ada hal baik yang ia tinggalkan, ya apa salahnya
kita contoh....??!!
Dias, masuk dulu sini...! Irfan ada temannya bukan malah
disuruh masuk.... pekik ibuku keluar dari pintu.
ayo Yas masuk ........ ajakku nyeleneh.
gua malu cuy, banyak banged sodara loe kata anak itu.
alah nggak apa-apa, ngapain malu ? orang loe pake baju ?
aku mencoba menimpali humorannya.

69

ye, elu mah. Anak TK juga tau kalau gua pake baju
gelitiknya.
Kami berdua masuk berbarengan, yang jelas Aku dan Dias
tidak berada dikerumunan saudara-saudaraku itu.
eh Fan, kapan buka bersama lagi ? tutur Dias, penasaran.
enaknya kapan ya Yas...?? aku meminta pendapat pada
Dias.
pas tanggal 25 september bin ramadhan aja gimana ? Dias
memberi saran.
ya udah nggak apa-apa kalau emang pas waktu itu kalian
bisa ?! jawabku simple.
yang penting Hildanya kan harus dateng, cie-cie.... goda
Dias.
Hilda memang wanita yang telah lama kukenal, sejak SD
bahkan. Banyak teman mengira bahwa aku dan dia ada
apa-apanya, padahal kami hanya berteman dan kami saling
menghargai privasi kami masing-masing. Ia sahabatku yang
sangat baik. Kami saling suport disaat hati dan pikiran ini
sedang down maupun nge-drop. Kami berdua saling
mengenal baik.

70

Ia pernah menceritakan kisah cintanya yang unik


kepadaku. Bahkan dapatku bilang itu kisah cinta yang
paling menyedihkan jika aku yang mengalami.
Fan, masa gue udah berharap lama sama cidaha (cinta
dalam hati) gue. Eh, malah dia nggak pernah mau
ngungkapin isi hatinya ke gue. Gak mungkin juga kan... kalo
gue yang harus memulainya duluan ? curhat Hilda kala itu.
yaa, mungkin dia memendam perasaannya ke lo karena
dia malu mungkin hil... timpalku, saat musim liburan lalu.
kenapa mesti malu Fan, dia kan laki-laki ? dan nggak lucu
juga donk kalau gue yang ngungkapinnya duluan. bantah
Hilda, wajahnya semakin lucu saja ketika ia marah.
yaa.... mungkin dia takut di tolak sama lo Hil... aku
mencoba beralibi.
takut ditolak gimana coba ? orang gue udah ngasih ramburambu hijau kok sama dia dan dia pasti tau itu, bantahnya
lagi. Kali ini sedikit lebih tenang.
yaudahlah.... mungkin dia lagi nyari waktu yang tepat,
untuk mengungkapkan perasaannya ke kamu Hil.... aku
mencoba mengelak dan mensudahi perdebatan kecil ini.
semoga saja Fan.... kata anak mami itu, kesal.

71

Aku masih mengingat betul kejadian sore itu, kala dimana


Hilda menceriterakan kisahnya yang unik itu kepadaku.
Rasa ingin tahuku akan kelanjutan cerita itu belum
terjawabkan. Karena terpotong oleh habisnya masa
liburanku dirumah, entah bagaimana kelanjutan cerita
hilda. Pasti akan ku tertawai jika akhirnya ia jadi juga
berpacaran dengan cidahanya itu. Hahaha
Dias masih sibuk saja dengan telepon genggamnya, aku
berniat mengajak sahabatku ini untuk ngabuburit sore ke
kali bawah, tempat favorit kami waktu SD. Hal yang paling
menyenangkan bagiku kala puasa tiba, terlebih jika JJS
(jalan-jalan sore) bersama sembari menunggu maghrib,
wuih, sungguh sangat menyenangkan pekikku dalam hati,
mencoba menghibur diri.
Libur sekolah pagi itu kami habiskan dengan menonoton
televisi dan menperbincangkan hal apa saja yang terjadi di
sini selama aku di Jogja, tentang hal apa saja. Matahari sun
rise telah matang, ia tepat sekali berada di atas tengah.
Kamarku semakin panas saja, maka dari itu aku lebih
memilih keluar dan pergi ke masjid untuk menjadi

72

muadzin. Serta-merta ku ajak keluargaku untuk sholat


dzuhur berjamaah di masjid.
Udara di masjid berbeda jauh ketimbang udara di kamarku
tadi. Berbeda 180 derajat, disini sejuk sekali seakan tak
pernah didera hawa-hawa panas. Kala membuka pintu
masjid aku mengucap salam dan salamku tadi menggema
keras di seluruh kubu masjid. Dijawab sejagat malaikat
tentunya.
sepi sekali masjid ini,
Yas... sana adzan mau nggak loe ?! tawarku.
ahh, loe aja deh...! ia mempersilahkan.
yah, masa udah SMA masih nggak berani adzan juga ?
ejekku.
udah.... cepetan adzan ! mesjid yang laen udah pada adzan
tuh....! tuntutnya lagi.
Aku bergegas kedepan mimbar, ku raih mic di depan
mimbar. Lalu ku tarik nafas sepanjang mungkin agar saat
adzan tak mencuri nafas. Ku kumandangakan adzan dengan
sebaik mungkin, dalam gemaan adzanku, aku berharap
agar banyak orang yang datang ke masjid. Tak layak bagiku

73

jika masjid sebesar ini hanya 1 shaf yang datang berjamaah


disini. Apalagi ketika subuh, satu shaf saja mungkin tak
sampai. Namun aku heran, ketika subuh di bulan ramadhan
begitu banyak pula orang yang meramaikannya. Tetapi,
Sangat prihatin diriku, kala melihat rumah Allah begitu
sepi, tak ada yang meramaikannya dengan kegiatankegiatan yang positif dan berbobot Islami. Padahal apa
yang kurang dari masjid ini? bersih? bukan main bersihnya.
Luas? cukup luas masjid ini, bahkan kalau kau ingin
memarkir helikoptermu saja bisa.
Harapanku untuk meramaikan masjid ini pupus sudah,
hanya Aku, Dias dan serombongan keluargaku saja yang
menempati masjid ini.
apakah semua orang sedang sibuk mencari duniawinya....?
aku berkomentar sembari memandang keluar masjid.
mungkin iya juga Fan.... Dias menyahut dari belakang,
sambil menepuk bahuku.
tapi nanti pas tarawih pasti bakalan ramai Yas....
pastilah...., kalau siang memang sepi. Kan pada kelaperan
semua Dias membanyol.

74

makanya, mereka semua pada nggak mau pergi ke masjid,


tenaga aja nggak punya... mau jalan pake apa dia ?
lanjutnya sigap.
aneh loe, kita yang puasa juga nggak gitu-gitu amat ahh...,
aku mengelak.
yaa itu kan elo ! orang lain ...? lotehnya.
yadah, yadah aku mengalah.
Selesai sholat dzuhur aku merenung, menyandarkan diri di
tembok masjid. Aku tak pernah tahu bahwa kian tahun
semakin sepi saja masjid ini, padahal jika dibandingkan
kala aku SD dulu, sangat gemar sekali warga kampung ini
ke masjid. Bahkan masjid ini seolah-olah dijadikan tempat
bersilaturrahmi,

tempat

menuntut

ilmu

dan

lain

sebagainya. Apa yang sebenarnya terjadi?


Yas balik aja yuk... ajakku.
ntar dulu ahh Fan, kamar loe kan panas banget... ntar
malah aus gua kalo di kamar loe! sergah Dias.
yaudah disini aje dah... aku menyandarkan diri diserambi
masjid, sembari menggibas-gibaskan bajuku.
eh fan, biasanya kalau loe lagi di pesantren jam segini lagi
ngapain? ucap Dias. memulai percakapan kecil ini.

75

yaa, masih sekolahlah yas jawabku pasti.


coba dah, lo sebutin apa aja kegiatan lo seharian penuh
kalo dipesantren..... pinta Dias.
gini Yas... aku memulai penjabaran panjang ini.
pagi-pagi bangun jam 4, habis itu siap-siap buat solat
subuh. Trus ngaji dimasjid 15 menit sebelum sholat subuh.
Habis itu sholat subuh trus pelajaran subuh sampai jam 6
pagi, nah... setelah itu makan, mandi dan siap siap
berangkat ke sekolah. Di sekolah, belajar dari jam 07.00
pagi sampe jam 14.00. ada break untuk sholat dzuhur dan
makan siang tentunya.

teruusss.... balik keasrama, ada

waktu istirahat sekitar 1 jam...., kemudian ashar. Kemudian


sholat ashar dan siap-siap ekstra kulikuler dari jam 4 sore
sampai jam 5... aku menghela nafas panjang sejenak.
teruuus, sehabis ekskul persiapan untuk sholat magrib,
sehabis sholat magrib pelajaran maghrib. Pelajaran
maghribnya sampai isya, biar sekalian sholat isya. Abis
sholat isya langsung makan malam. Sehabis itu jam wajib
belajar dari jam 8 malem sampai jam 9....., setelah itu
terserah..., tapi biasanya gua tidur sehabis belajar lanjutku

76

panjang lebar, terengah-rengahlah aku sampai hampir


semampai karena sekian lama berkicau.
Perbincangan sore itu menghantarkan kami hingga ashar
tiba, tanpa kembali ke rumah, ternyata waktu cepat sekali
berputar. Padahal Aku dan Dias hanya bercakap-cakap
biasa saja.
aku bergegas lagi untuk mengadzani masjid ini. Kali ini
tidak untuk mengalah pada Dias, melainkan berangkat dari
hati dan penuh kesadaran. Terlampaui sudah siang hari
yang mengeringkan tenggorokan ini. Ketika hari menjelang
sore, nampaknya kehausan serta kelaparan itu menghilang
dengan sendirinya. Mungkin ini nikmat yang diturunkanNya.
Hari sudah sore, kumantapkan diriku untuk sekedar bersua
dengan alam yang telah lama kutinggalkan. Sore itu
semakin

seru

disaat

kami

bersama

menikmati

pemandangan yang indah kota Depok. Masjid kubah emas


yang begitu menyihir, seolah mengubah depok yang
tadinya kota polusi menjadi kota yang serupa dengan

77

masjid nabawi ketika memasuki daerah Meruyung. Unik,


hanya saja ketika kami keluar dari masjid itu desakan
polusi yang merata kembali disuguhi padatnya kota.
Indahnya Depok sekarang tak seindah Kota Depok yang
dulu. Saat kecilku aku masih bisa melihat betapa sejuknya
hiijau Kota, sedang sekarang? hanya panas yang kudapat
dimana-mana, terkecuali masjid dan mushola mungkin. Itu
semua karena menghilangnya raksasa-raksasa berdaun dan
berbunga serta berbuah. Jika sampai waktu Sekolah Dasar
saja aku masih bisa memetik buah jambu biji bersama
teman kecilku, namun ketika SMA....semua telah berubah,
hanya dalam waktu hitungan tahun, tak sampai hitungan
abad.
Bumi yang telah berumur 2 milyar tahun, belum terlalu tua
untuk ukuran planet. Tetapi bumi ini telah mengalami
penuaan dini karena ulah satu spesies binatang berakal
yang terus menghisap tanpa kenal puas. Telah saatnya
spesies ini merawat dan berkreasi soal kebutuhannya
tanpa merusak Sang Ibu tercinta.

78

Inilah

dunia

yang

melindunginya,

kita

pijaki

menjaganya

dan

kawan,
yang

kita
jelas

harus
jangan

bermusuhan sehingga ia mengamuk pada kita. Jika itu


terjadi.... maka enyahlah sudah kita semua. Allahu
akbar.... sungguh maha besar engkau ya Allah, atas segala
ciptaan dan karuniaan-Mu kepada seluruh makhluk-Mu.
namun, sungguh tidak bersyukur manusia sehingga
pengerusakan demi pengerusakan di bumi-Mu terus
dilancarkan.
subhannallah... aku memekik dalam hati. Depok kembali
diguyur hujan... derasnya bukan main. Dinginnya menusuk
tulang hingganke rusuk. Tetapi hal ini tak menyurutkan
langkahku untuk terus memacu sepeda motorku kembali
ke rumah.
Motorku terhenti di perempatan jalan, saat lampu merah
menyala dari ketiga lampu yang ada. Dua orang polisi
berbadan

tinggi,

mengayun-ayunkan

tangannya

menggunakan alat seperti tongkat kecil yang aku tak tahu


namanya. Yang jelas mereka berdua tak sedang beroperasi.

79

Bola mata polisi yang satu itu melirik ke arahku, aku


merasa, bahwa aku sedang di awasinya. Mungkin karena
aku dan kawan-kawan tidak menggunakan helm. Hujan
makin deras saja mengguyur kota ini. Aku hampir tak bisa
berteduh karena saking macetnya disini. Air hujanpun telah
naik setinggi satu jengkal tangan orang dewasa. Polisi itu
kini mengalihkan pandangannya ke jalan raya, hujan-hujan
seperti ini, ia tetap gigih menertibkan lalu lintas, hebat.
Lampu yang sebelumnya merah berubah menjadi kuning
dan berevolusi lagi menjadi hijau. Kini saatnya aku memacu
sepeda motorku dengan kencang agar pakaianku tak terlalu
basah.
Fan....kalau udah nyebur, basah-basahan aja sekalian...
Dias menyaraniku dari joke belakang.
iya Yas, basah-basahan aja dah sekalian timpalku.
Air hujan seperti senapan brand yang mengau-au
menembakku. Keras sekali aku terbentur rerintikan hujan,
petir sudah mulai ngeri, pohon-pohon besar yang ada
dipinggir jalanpun mulai bergoyang. Sebagian ada yang
tumbang pula. Satu hal yang ku amati disini dan satu hal

80

pula yang kutakutkan di sini, aku takut jika air hujan tak
sengaja masuk dan membasahi seluruh kota ini hingga
banjir pun terbuat, sedang hal yang kuamati di sini kala
cuaca

panas....panas

sekali.

Kala

cuaca

sedang

hujan....hujannya deras sekali. Tak bisa setengah-setengah,


mungkin Allah menurunkannya secara total.
Sepeda motorku kembali harus terhenti karena air hujan
yang naik di jalan ini bukan satu jengkal lagi melainkan
hampir satu betis orang dewasa, ingin kuputar balik tapi,
riuh sekali jalan raya disini. Apalagi bus-bus besar yang
membawa rombongan untuk sekedar melihat dan masuk di
dalam masjid kubah emas.
Untungnya Allah tak hanya memberiku kekurangan saja,
Allah juga memberikanku kelebihan yang berupa otak yang
briliant. Aku mengambil jalan otak yang sebentar lagi
kulakukan, tinggal menunggu bus atau truck besar datang.
Aku mengekor di belakang bus dan truck yang besar,
dengan begitu air yang tinggi itu menjadi terbelah karena
didahului oleh bus dan truck yang besar itu. namun, jarak

81

beberapa detik air yang tinggi itu kembali bersatu dan


membuat danau kecil di jalan raya ini. Untungnya bus dan
truck yang aku ekori ini tidak berhenti dan berhasil lah
kami melewati jalan yang tertimbun air hujan itu.
Maghrib hampir tiba, alhamdulillah aku telah sampai di
rumah meski dalam keadaan basah kuyub seperti ini. Dias
yang tadi membonceng di jok belakangku juga telah ku
antar pulang.
Sekarang waktunya untuk bebersih diri dan bersiap untuk
berbuka puasa bersama keluarga. Naluri ke-kita-an itu
mungkin esok sudah tak bisa kurajut lagi. Saudaraku sudah
harus

kembali

ke

tempat

asalnya

masing-masing,

menjalankan kebiasaan yang telah ada sebelumnya. Anggap


saja ini sebagai silaturahmi keluarga yang mungkin jarang
sekali kita jalin. Menguap entah kemana.
Tak banyak sebenarnya yang ku damba, tak banyak pula
sebenarnya yang kuharapkan karena memang diambang
batas harapan. Saudara-saudaraku yang sekarang berada di
rumahku, memang tak selamanya harus berada disini terus.

82

Dimana

ada

pertemuan

pasti

ada

yang

namanya

perpisahan. Begitu pula dengan hal ini., meskipun aku


bersedih dengan perpisahan esok, tapi memang inilah
kenyataan.
Setidaknya tuhan memberikan aku tiga hal.... harapan,
kesempatan dan kenyataan. Namun, aku lebih memilih
bermimpi, tak ingin perpisahan ini terjadi. Suasana
kekeluargaan yang begitu syahdu membuatku berat untuk
melepas

mereka,

adik-adikku....

kakak-kakakku...bude-

padeku....bule dan omku dan yang lainnya. Namun apalah


arti pertemuan tanpa ada perpisahan?
Suara adzan maghrib bersahutan, terdengar begitu syahdu
dibarengi dengan gerimis. Lekas sudah puasa di hari yang
ke 14 ini, tak terasa fase ke-2 dari bulan ramadhan ini
sudah hampir finish kita lewati. Aku teringat teman-teman
seperjuanganku, kala Mubaligh Hijrah kemarin.
Bagaimana kabar mereka ditempat yang begitu sederhana
itu ?. Aku tertawa kecil mengingat kisah itu.

83

Apakah mereka benar-benar sedang dalam keadaan susah?


Seperti yang kita alami bersama saat awal-awal Mubaligh
Hijrah, mencari pulsa harus ke luar desa yang jaraknya
kira-kira 10 km. Ataukah sekarang mereka sedang
bersenang-senang karena kondisi yang telah berubah
drastis mungkin. Bisa juga mereka semua sedang
membantu Pak Kades dan Bu Kades mengetam salak?
Untuk di jual di pasar paginya. Aku tersenyum lebar jika
mengingat-ingat

kejadian

itu,

Mubaligh

Hijrah

pengalaman terdalam bagiku.


Jiwa sebagai Mubaligh tak terhenti sampai di desa girikerto
saja, melainkan kulanjutkan tugas itu disini. Tak butuh
waktu yang lama untuk penyesuaian dengan adik-adik TPA
disini, karena mayoritas anak-anak itu telah mengenal
diriku.
aku harus membuat anak-anak di kampungku ini menjadi
anak yang sholeh, tahu agama yang ia peluk, dan
mengamalkan al-quran..., ayo fan ! kamu harus bisa ini
kandang kamu !!! kataku menyemangati diri.

84

Maka kemudian mengajar adik-adik mengaji sesudah


maghrib menjadi rutinitasku kini. Terkadang pula aku
harus berceramah di mimbar masjid yang sejak kecil tak
pernah kubayangkan bahwa aku akan berdiri dan berbicara
di sisinya. Hal ini sudah biasa bagiku, namun tak biasa bagi
teman-teman di sekitarku. Ia memandang, pemuda itu
punya

ilmu setinggi

apa

sampai-sampai ia

berani

berdawah didepan para kiai dan para ustad atau orang


yang lebih tua??? Disini bukan siapa yang lebih pantas ?
tetapi menurutku ajang pengkaderan. Siapa yang akan
menggantikan orang-orang terdahulu kalau bukan kita
sebagai generasi muda harapan bangsa ?
Pepatah lama bilang, lihat apa yang dikatakan jangan lihat
siapa yang mengatakan. Pepatah juga pernah bersyair
emas jika keluar dari mulut anjing sekalipun tetap emas,
tak akan ia berubah.
Demam panggung juga pernah kurasakan kala pertama kali
berbicara

didepan

umum,

namun

latihanlah

yang

membuatku menjadi terbiasa. Untuk malam ini, tak ada

85

jadwal ceramah bagiku. Karena sudah ada yang mengisi


yaitu, Ust. Hakim al-hasfi.
Aku dan teman-teman sebayaku sering sekali mengikuti
kajiannya. Sangat bagus dan mudah dicerna apa yang
dikatakan oleh beliau, sebentar lagi pengajian itu akan
digelar, setelah shalat tarawih tentunya. Meskipun rasa
kantuk datang mendera namun kami para pemuda-pemudi
tetap semangat mengikuti kajian ini.
Ada banyak manfaat yang ku dapat dari kajian ini. Aku jadi
mengetahui contoh memplesetkan hadits yang banyak
terjadi di kebanyakan kampung ini, dari Ust itu. hal sepele
seperti inilah yang terkadang tidak kita sadari dan sering
kita lakukan. Contohnya saja : mengusap seluruh wajah
setelah salam ketika selesai shalat, baik shalat wajib
maupun shalat sunnah. Padahal rasulullah tidak pernah
mengajarkan hal itu. ada apa di balik semua ini? Apakah
dari kecil yang kita lakukan adalah bidah?.
kajian Ust Hakim al-hasfi pun telah berlangsung lama.
Sekitar 45 menit sudah kami mendengarkan dawah

86

modern yang begitu memesona, kini saatnya dibuka forum


tanya jawab. Temanku Ardi, berbisik sedikit keras
kepadaku.
Fan..., tanya-tanya yang susah sama tuh Ustad seru
temanku Ardi, satu baris tepat dibelakangku.
tanya apaan Di ?
tanya apa kek yang susah biar Ustadnya nggak bisa
jawab.... gerutunya.
dek, kalau ingin bertanya... tanyalah dengan baik dan
bijaksana. Jangan malah ingin menjatuhkan orang yang
kamu tanyai. Bertanyalah tentang hal yang benar-benar
tidak kamu ketahui mengenanya kata bapak disampingku
yang ternyata memperhatikan perbicaraan kami itu.
Wajah Ardi seketika memerah, aku tahu dia sedang dilanda
malu yang dahsyat. Sangat malu sekali rasanya ketika kita
bersalah dan ditegur oleh orang yang lebih tua dan disegani
tentunya. Tingkah lakunya jadi salah tingkah, padahal
maksud bapak-bapak yang barusan berbicara pada kami
mungkin saja tak seburuk yang dikira Ardi. Mungkin ia
hanya

ingin

menasihati

serta

87

meluruskan

hal

itu.

seharusnya Ardi lebih bisa menerima keritikan itu. bukan


malah salah tingkah dan akhirnya menjauhkan diri dari
barisan dekatku.
lucu sekali kejadian malam itu, Aku tak menyangka malam
itu aku mendapat pelajaran yang berharga juga. Meski tak
seperti kondisiku daat di desa girikerto kemarin.
Seusai pengajian kami langsung kembali menuju rumah
masing-masing. Cepat saja kumelangkah kerumah dan
memasuki kamar, mengambil ancang-ancang untuk segera
menidurkan mata yang belum terpejam sejak pagi. Uh,
jangkrik dan tokek pun kembali bernyanyi melepas segala
rindu yang terpendam didalam kalbu.
Oh, alampun menari mencari apakah ini fitrah ataukah
hiasan nafsu belaka. Di dalam sepi ia selalu hadir. Didalam
sendiri ia selalu menyindir kadang meronta bersama air
mata seolah tak kuasa menahan luka.
Malam semakin larut dan mataku semakin terpejam
dengan sempurna.

88

Bismillah.... semoga esok lebih baik dari hari ini harapku


sebelum terlapuk dalam mimpi.

89

Perpisahan
[[[[[\\\\\
-------------Pagi ini suasana begitu syahdu, masih diselimuti suasana
bulan suci ramadhan tentunya. Suara adzan penanda fajar
terbit bersahutan dan start kita sebagai ummat moeslim
untuk shaum telah dimulai.
Allah....sujudku, syukurku pada-Mu karena masih engkau
izinkan aku menapaki pagi yang luar biasa ini. Tak akan
kusiakan hari ini berusaha dengan penuh keterbatasan
namun tetap mencoba melakukan hal yang terbaik dan
memberi kemanfaatan, shobahul khair !!! selamat pagi
dunia....!!! aku mengukir tulisan ini di facebook.
Sangat baik sekali jika seluruh ummat muslim di dunia ini
dengan canggihnya menguasai teknology. Mungkin negara
islam akan sebanding dengan orang barat dan bahkan
baratpun bisa kita kalahkan dengan kesatuan kita jika
ingin?!.

90

Totalitas teknology dunia, selalu saja orang barat yang


merajainya, pasar dan masih banyak lagi, sebagian dikuasai
oleh orang barat. kalau begini terus kapan Islam
majunya? gumamku dalam hati.
Sambutan yang indah untuk pagi yang seperti biasa dan
menjadi tidak biasa. Tepat pukul 7 pagi nanti, saudaraku
yang dari Bali dan Ujung pandang akan kembali
kerumahnya. Tepat 2 jam setelahnya disusul bude dan
padeku yang berasal dari solo yang akan kembali ke
rumahnya. Hingga saudaraku semua akan pulang hari ini.
Semua sudah terjadwal masing-masing sesuai dengan
kendaraan apa yang akan mereka tumpangi.
Sedih aku melihat rumahku yang sebentar lagi akan
kembali sepi, jika dulu ada nenekku yang selalu menemani
kami bertiga bermain, kini beliau telah tiada. Saudarasaudaraku pun harus kembali pulang. Tinggallah kami
berlima lagi disini. Aku, adik-ku, ayah, ibu dan seorang
kakak perempuan yang cantik.

91

Kesimpulanku, sesuatu itu akan terasa berharga ketika


sesuatu itu telah tiada. Kau pun pasti telah dan pernah
merasakannya ?. aku tak begitu ambil pusing dengan hal
ini, jika dilautan seorang pemancing berburu ikan untuk
menghibur diri. Aku pun akan melakukan hal yang sama.
Tapi tidak di laut tentunya, hanya disekitar rumahku saja,
belakang rumahku saja sudah lapangan bola yang besar
dan sudah sejak zaman dahulu kala lapangan ini telah ada,
seusai isya lapangan yang dihijaui rumput ini disalah
gunakan

oleh

sebagian

masyarakat

sini.

Mereka

merusaknya dengan adu kejantanan antar kelompok


(tauran petasan).
Apalagi sesudah subuh. Saat fajar belum terbit dengan
sempurna, batang hidungnya pun belum nampak, pijakan
kaki-kaki manusia malah telah memenuhi lapangan ini
terlebih dahulu. Lucu, aku teringat masa-masa kecilku yang
dulu juga pernah membaur di lapangan ini untuk sekedar
berperang sarung. Maka sangat lucu jika tradisi konyol
ramadhan ini masih dilanjutkan oleh adik-adik di bawahku.

92

Batuan kecil yang dulu menghiasi lapangan ini ternyata


masih ada dan tetap terpatri di pojok dekat sudut gawang.
Pagi yang cerah ini aku nikmati dengan sepenuh hati, meski
saudara-saudaraku hari ini telah pergi kembali ke rumah
mereka masing-masing namun ku tetap senang karena
masih banyak teman-temanku disini yang akan setia
menemaniku.
Aku teringat rumah yang kutingalkan barusan. Bodohnya
diriku, meninggalkan saudara-saudaraku yang hari ini akan
pulang demi kepentingan pribadi, tak pantas tampaknya.
Aku tak yakin kalau kejadian yang sama persis seperti ini
akan terulang lagi dalam 3 tahun kedepan. Jangankan
dalam 3 tahun kedepan, 5 tahun kedepan pun aku tak
berani jamin.
Aku duduk menyisir di kerumunan saudaraku yang telah
berkemas-kemas dengan koper besar disampingnya.
Senyum terus kukembangankan kala jabat tangan pertanda
perpisahan

itu silih berganti. Semakin siang rumahku

semakin sepi saja, hanya masih ada segelintir orang saja.


Makanan yang terkapar di atas permadani-permadani, tak

93

lagi dikerubuti adik kecil yang berebut mengambilnya. Tak


lagi diperhatikan oleh keramaian manusia yang ada disana.
lagi pula ini kan puasa, aneh-aneh saja kamu Fan...!
tegurku pada diri sendiri.Aku berfikir positif saja.
Mataku kunang-kunang, sepertinya agak pusing kepala ini.
hiraukan saja....!!! namanya juga puasa.... desirku.
Pekerjaanku sore itu tidak lagi JJS (jalan-jalan sore), tetapi
tergeser oleh jadwal dadakan yaitu mencuci piring, kunangkunang yang berputar di kepalaku tadi telah hilang,
sepertinya karena terguyur cipratan air. Tanganku tak
henti-hentinya mengusap piring-piring dan gelas-gelas
kotor. Setiap piring atau gelas yang akan kuusap pasti
sebelum itu kuberi ia sabun agar kotor yang menempel
hilang seketika.
Melihat air yang begitu deras dan dengan segarnya
mengalir, tenggorokanku seolah mendesah-desah,
ingin sekali ku minum air ini batinku.
segar pasti lanjutku.

94

Syaitan memang ada dimana-mana, begitulah kiranya cara


dia membujuk manusia agar mengikuti jalan sesatnya.
Kalau manusianya tak kuat menahan godaan syaitan, maka
ingat saja bahwa Allah pasti akan murka padanya.
Mengingat hal yang demikian aku jadi tak berani untuk
berfikir atau hanya berkhayal tentang hal yang seperti itu.
jika ku hitung, belum terlalu banyak piring dan gelas yang
sudah kucuci, dapat dihitung dengan jari mungkin. Pegal
sudah kaki ini berdiri, sampai punggungku pun terasa
retak. Hal yang berlebihan mungkin.
Akhirnya akupun tereliminasi dalam pekerjaan sepele ini.
Kakak sepupuku yang tadi berbarengan mencuci piring dan
gelas denganku malah sudah dapat banyak sekali piring
dan gelas yang ia cuci. Aku mengalah, ku serahkan saja hal
ini kepada wanita, menurutku... wanitalah yang lebih
paham dalam hal ini,
sebenarnya sama saja jika lelakinya mau berusaha
gumamku dalam hati.

95

Aku terbebas dari pegalnya punggung dan kunang-kunang


yang mengejarku, tapi... perutku terus saja bernyanyi
seakan meminta sesuatu.
Selama adzan maghrib belum berkumandang aku tak akan
menodai ibadahku ini tekad ku.
Apa kata dunia, jika aku membatalkan puasa hanya karena
nafsu, sedangkan adik-ku yang baru kelas lima sekolah
dasar malah berjuang demi kewajibannya di bulan suci
ramadhan ini. Tak hanya karena imbalan semata adikku
berpuasa, tapi ia benar-benar tahu bahwa puasa di bulan
ramadhan adalah kewajiban setiap muslim. Aku dapat
melihat dari kesungguhannya. Mulai dari bangun sahur
hingga cara dia berbuka puasa di awal maghrib.
Waktu terus mengalir begitu saja, rumahku yang sepi mulai
teramaikan oleh alunan Al-quran yang begitu memesona.
Suara itu seperti terpecah diantara dua bagian, yang satu
dikamar adik-ku dan yang satu lagi seperti dari arah kamar
ibuku. entah hal ini memang sudah mereka rencanakan
bersama atau malah hanya suatu kebetulan? aku tak terlalu

96

ambil pusing dengan hal ini, mungkin saja memang niat


mereka ingin berlomba mengkhatamkan Al-quran, hal
yang baik bukan? berlomba-lomba dalam kebaikan, tak ada
masalah.
Tak lama ibu keluar kemudian ibu asyik menyiapkan
hidangan buka di dapur, sedang ayahku mantap didepan
televisi menunggu adzan maghrib tiba.
sholat

adalah

tiang

agama,

maka

jika

seseorang

meningglakan sholatnya maka ia telah meruntuhkan


pondasi iman dan islamnya kata benda mati itu bersuara.
Rupanya ayahku tengah asyik mendengarkan ceramah
jelang maghrib dari Qurais Syihab. Ulama yang terkemuka
di Indonesia. sekonyong-konyong aku ikut nimbrung di
depan tv bersama ayahku. Sambil menonton teve sambil
meremas-remas pula mulut ini kepada bibir yang kering,
semua terasa enak saja jika dinikmati, terlebih puasa
dengan bibir yang kering ini.

97

Di saat menjelang buka seperti ini, tak ada hal lain yang
biasa kulakukan selain nonton tv kalu tidak, ya jalan-jalan
sore bersama teman-teman. Menunggu adalah hal yang
membosankan, tapi lain dengan menunggu hal yang satu
ini, adzan. Ketika getir adzan bersahutan, senang bukan
kepayang hati ini, apalagi ketika hari terakhir berpuasa,
orang berbondong-bondong menyalakan petasan, tandai
bulan ramadhan telah selesai dan kita akan berjumpa
kepada idul fitri. Perayaan ummat islam yang umumnya
dinanti-nanti oleh anak-anak, karena dihari inilah mereka
yang bersilaturahmi ke keluarga lain biasanya mendapat
pesangon. Hal yang lumrah terjadi di kampungku.
Setelahnya akan menjadi musim untuk meraup segudang
keuntungan bagi para penjual mainan.
Setelah dompet terasa cukup tebal, maianan yang menjadi
kesukaan anak-anakpun bisa mereka beli dengan se-mau
mereka. Sungguh menyenangkan jadi anak-anak kala itu.
Aku pun terus menghela nafas, untuk hidup tentunya. Dari
pada menonton tv lebih baik aku mandi... aku beranjak
bangun dari duduk silaku didepan tv. Langkah kakiku

98

membantuku meraih handuk yang tinggi di jemuran.


semoga saja setelah mandiku selesai, adzan maghrib
berkumandang... harapku, sedikit malas melangkahkan
kaki.
Tepat selesai aku mandi, munculah tulisan adzan maghrib
untuk wilayah DKI jakarta dan sekitarnya di tv. Kami
berlima bersiapsiap di meja makan, saat adzan maghrib
berkumandang, kami sekeluarga langsung membaca doa
berbuka puasa dan menyantap makanan yang telah
dihidangkan Ibu. Tentunya yang kami makan hanya
sekedar makanan pembuka belaka, karena jika perut ini
langsung dihantam makanan dalam porsi besar, kita jadi
malas

sholat

karena

kekenyangan

sehingga

sering

membuang waktu, padahal waktu maghrib hanya sedikit.


Oleh karenanya makanan pembukaku hanya sekedar teh
hangat, 3 buah kurma dan 1 bakwan. Itu saja sudah cukup
bagiku untuk sekedar membatalkan puasa ini. Berapa
menit setelah adzan kami sekeluarga langsung sholat
maghrib berjamaah, adikku Irsyad mengambil air wudhu
duluan, aku menggelar sajadah dan semua berjalan lancar.

99

Sholat maghrib kami terasa indah, kehangatan keluarga


yang selalu ada ketika kami berlima hadir disini.
Malam bergulir seperti biasanya, ya sholat isya, ya terawih,
ya kajian atau ceramah, ya seperti itulah.
Hari buka bersama itu telah tiba, tepat sehari kemarin pagi
Aku dan Dias sibuk membuat undangan untuk acara ini,
kami berputar mencari tempat fotocopy dan kembali lagi
kerumah untuk memasukan undangan itu dalam amplop.
Tak hanya Dias yang membantuku dalam hal ini, Faris,
Imron, Hizbu, Arif dan Nandes juga sibuk karena
membantuku menyebarkan undangan ini ke 150 orang
temankku. Akan terasa berat sekali jika aku harus sendirian
mengantar 150 undangan itu ke tempat yang berbeda dan
jauh pula. Untungnya aku selalu punya teman yang selalu
siap sedia membantuku dengan ikhlas. Kami merapatkan
hal ini dikamarku, rapat mendadak atau lebih tepatnya lagi
rapat emergency!!!.

100

Kita tak punya banyak waktu untuk bersantai-santai, hari


H-nya sudah besok...!!! teriakku pada seluruh temanteman diruang rapat emegency ini.
yoi boss, kita langsung sebarin aja sekarang.... usul Imron.
bener tuh, kita bagi tiga kelompok aja, 1 kelompok megang
50 undangan, gimana? sambung Hizbu.
yaudah, sekarang gue sama Dias trus Hizbu sama Nandes,
Faris sama loe Rif..., nah.... elo Im, jaga dirumah aja. Loe kan
contak person, ok ?! kataku mengkomando.
Kami semua keluar dari kamar yang sempit itu, kemudian
kami berenam langsung menaiki kendaraan kami masing
masing dan fokus menyebarkan undangan yang dadakan
ini, ku berharap semoga yang datang banyak walaupun
undangannya dadakan, lirihku.
Panasnya siang, kami tembus karena jobs emergency ini.
Hal yang mengasyikan jika dalam buka bersama nanti
semua teman yang kuundang datang. Bisa sekaligus
reunian nanti gumamku.

101

Seperti tukang delivery pizza hut atau McDonald, Aku dan


keenam temanku hampir sama oleh itu, bedanya jika
mereka mengantar pizza atau beefburger kalau kami
berenam mengantar kertas putih yang dalamnya berisi
selembar kertas dengan coretan penting, pasti.
Lagi-lagi aku harus berhadapan dengan polisi, namun polisi
yang satu ini tidak begitu memperhatikanku, bola matanya
hanya sebentar melirikku, mungkin takut dengan orang
yang dibelakangku. Kulibas lampu hijau yang menyala
setelah lampu kuning. Ambil kanan dan menuju rumah
pertama yang akan di datangi.
assalamualaikum...., bu, larasnya ada
lagi pergi tu nak, ada apa ya ? Tanya Ibu itu.
ini bu ada undangan buka bersama di rumah Irfan
mbayar nggak nak?
gratis bu, loteh Dias
Hal yang pertama ku cacat, tidak menjumpai orang yang
akan di undang, dirumahnya. Kami menuju rumah ke-2,
Aku tetap dimotor dan Dias turun.

102

bu, Dimasnya ada


ohh, si Dimas lagi pergi tuh. main futsal
oh yaudah, nitip undangan ini aja ya bu ?
oh ya, nanti ibu sampein
Hal yang ke dua ku cacat, tidak menjumpai orang yang
akan di undang. aku mengacu sepeda motor lebih
kencang lagi, mengingat waktu yang kami punya sungguh
sangat terbatas. Kami menuju kerumah ke-3, lagi-lagi Dias
yang turun.
assalamualaikum...
waalaikum salam ....
bu, Ikmalnya ada ?
waduh Ikmalnya kemana ya?, ibu juga kurang tau ntong...
yaudah saya nitip undangan ini aja ya bu...
Hal yang ketiga kucatat, tidak menjumpai untuk yang
ketiga kalinya orang yang diundang, belum rampung
aku sudah pesimis. Namun, Dias kembali menyemangati.
Kami berpindah lagi menuju rumah berikutnya, begitulah

103

seterusnya... selalu tidak ada di rumah temanku yang akan


kuundang. Moga saja mereka menbaca undanganku.
Hingga di rumah yang ke 11, aku baru menjumpai temanku
ada di rumahnya, tidak sedang kelayapan ataupun
berpergian. Aku istirahat sebentar sambil mengobrol di
rumah Reza, panas bukan main, ditambah lagi tenggorokan
yang sangat kering setengah mati. Aku menelpon Faris
yang juga sedang menjalani jobs sepertiku.
haloo, Ris.... udah berapa amplop yang loe anterin ?
udah 23 Fan...
subhanallaah, cepet banget loe, Gue sama Dias aja baru
dapet 11 orang Lirihku, capai.
loe jauh-jauh sie jaraknya, Gue kan deket-deket kata
Faris di seberang telepon sana.
yaodahlah, Gue mao lanjut dulu nih, ntar kalau ada apaapa kabarin ya....
yoi,
assalamualaikum....?
waalaikumus salam....

104

Aku dan Dias langsung minta diri pada Reza. Perjalanan


pun kembali di lanjutkan. Aku dan Dias kembali menjadi
tukang pos, tukang pos yang keren tentunya. Kami sempat
iri kepada Faris yang dengan cepatnya dia membagikan
undangan itu, sedangkan kami 15 undangan saja belum
sampai apalagi 23 ?, butuh 1 jam lagi mungkin.
Teriknya matahari sempat goyahkan semangat kami yang
sudah sempoyongan ini, ingin santai-santai dan tidur
sambil menunngu bedug. Tapi ini tanggung jawab, Ibu dan
Ayahku telah mempercayaiku untuk menyelenggaarakan
acara ini, jadi Aku harus bertanggung jawab atasnya. Semua
yang kulakukan tak mungkin dapat kuhapuskan,
nggak usah nyesel fan, di bawa santai aja...., kali aja ntar si
Faris atau Nandes dapet tempat yang jauh..., hehe hibur
Dias sembari menyemangatiku.
Tak sampai 1 kilo meter kami sampai di tempat ke-12,
alhamdulillah.... orangnya lagi ada di depan rumah
pekikku, sembari menghela nafas panjang dan merebahkan
tubuh di jok motor. Kami tak mampir kali ini, waktu yang

105

jadi alasannya, sangat mepet sekali karena sebentar lagi


adzan ashar. Begitulah jobs yang kuemban untuk hari ini.
Hari ini pula aku izin tidak mengajar TPA di Al-Ihya, esok
pula tentunya.
Tak sampai jam 5 sore akhirnya kami selesai juga
mengantar ke-semua undangan ini. Bahkan Nandes dan
Hizbu

sudah

sejak

sebelum

ashar

mereka

selesai

mengantar semuanya, jaraknya berdekatan sekali sehingga


membuat mereka dengan mudah menyelesaikannya. Faris
dan Arif menyusul 1 jam setelahnya, satu jam setelahnya
lagi baru Aku dan Dias menyusul. Aku dan Dias langsung
membanting tubuh dan membiarkan diri kami terkapar di
teras rumahku.
haduh, cape banged gue..., loe mah enak Des, keluh Dias
sambil menatap mata Nandes seolah sebal.
loe juga Ris....., Rif. lanjutnya lagi, bola matanya kini
melirik Faris dan Arif.
lah... gua sama Irfan ampe mau tepar di tengah jalan,
gila....!!! udahan jauh jauh banged lagi jaraknya....
sambungnya, melebay.

106

yang penting kan kita happy boss ya nggak....? sahutku.


Suasana kembali cair seperti semula.
Yang paling enak jelas menjadi Imron dalam hal ini, tidak
mengantar undangan, tidak berpanas-panasan, tidak
mencium kotornya udara jalanan, tidak bergelut di jalan
raya, dan tidak...tidak...lainnya. kerjaannya hanya diam,
menerima telpon, menerima pertanyaan seputar acara ini
dan santai. Kami yang menentukan, kami pula yang
menyepakatinya dan kami pulalah yang seharusnya
mentaati kesapakatan itu.
besok, kira-kira yang datang banyak nggak yah.... ujarku,
ditengah dengusan keletihan.
banyak-banyak, santai aja napa Fan! ucap Hizbu
menyakinkan.
ntar kalo Hilda minta dijemput gua yang jemput aahh...
celetuk Dias.
enak banged loe Yas, ntar dia kan sama cowonya Yas.
Jangan ngarep loe...! kata Imron yang gaya ucapannya
sangat kental khas betawi.

107

yeh, emang Hilda udah punya cowo Im?, orang belom


sie..., sambung Dias.
emangnya loe nggak tau Yas?, kan cowonya gua... sahut
Arif, PD.
Mohon dimaklumi kalau temanku yang ber-enam ini
berdebat hanya masalah Hilda.
heran dah..., Hilda aja kok direbutin sih..., masih banyak
lagi cewe kaya dia... aku menengahi perdebatan ini.
wess, beda men! Cewe yang satu ini special bro...!
sangkal Dias, kalem.
spesial....??, kaya martabak aja loe... gerutu Nandes.
Sore itu kamarku dihiasi gelak tawa yang membahana.
Tawa itu tak mungkin terpisahkan dari orang-orang unik di
sekelilingku ini. Belum lagi Dias, yang sering mengeluarkan
banyolan-banyolan yang sangat mengocok perut. Jadi,
lengkaplah sudah tugasku hari ini dan tinggal kita tunggu
tanggal mainnya!.
coy, panas banged nih didalem kamar, kita keluar aja
yuk... ajak Arif kepada semua yang ada disini.

108

yaudah, kita di luar aja, sembari nunggu maghrib. ntar


loe semua buka dirumah gua aja sahutku.
yok keluar ujar Dias yang membangunkan diri dari kasur
sembari mengambil tiga papan catur di atas meja belajar
kamarku.
Ayahku memang sangat suka sekali dengan permainan
yang mengasah otak itu. bikin pintar katanya.
Dias membuka 1 papan catur yang ada di tangan kanannya,
lalu ia membiarkan pion-pion ia berserakan, ternyata
maksudnya adalah menantang Imron untuk bertanding.
Aku dapat melihat gelagatnya yang memaksa Iim untuk
melawanya. Iim mengiyakan, ia maju mendekati papan
catur yang pionnya berserakan itu sembari memandang
Dias rendah. Tak lama kemudian pion itu pun diatur tapi
sebagaimana mestinya.
Cantik, aku terkagum ketika dias memainkan catur.
Stateginya singkat tapi langsung mematikan lawan yang
belum terbiasa jika melawan dia.

109

ntar yang menang lawan gue, ok? tantangku pada mereka


semua.
Ketiga papan catur itu ramai sekali dimainkan oleh enam
orang, dalam waktu yang bersamaan sekaligus. Dias vs
Imron. Faris vs Hizbu. Nandes vs Arif sedangkan aku?! aku
hanya menjadi penonton dalam pertandingan ini. Menanti
siapa yang berhasil memenangkan permainan ini terlebih
dahulu.
Waktu telah bergulir 5 menit. Tapi masih belum terlihat
sinyal-sinyal kemenangan dari ke-enam petanding ini. Aku
memandang jam. Ia bertutur, waktu sekarang menunjukan
pukul 17.15 . Adzan maghrib akan berkumandang kurang
lebih pada pukul 18.03, kembang kempis yang kurasakan
hilanglah sudah ditelan kegembiraan ini.
Helaian daun, dengan takzimnya terjatuh di pekarangan
rumahku.

Pohon-pohon

yang

rindang

mengeluarkan

oksigen yang kami butuhkan, sejurus adikku keluar pintu,


tepat disana ada kami ber-tujuh yang sedang

asyik

bermain catur. Semua langsung tersenyum pada adikku itu,

110

adikku membalas senyum mereka dan berbasa-basi


sebentar kemudian kembali ke dapur.
Ibu dan Ayahku mungkin sebentar lagi, sampai di rumah.
Camar-camar suara burung pun berbondong-bondong
menuju kesuatu tempat entah dimana, aku masih asyik saja
dengan menjadi penonton catur yang setia. Sesekali aku
kesal melihat strategi yang di usung Arif tidak enak dilihat.
Tapi aku hanya diam untuk kelangsungan pertandingan
sepele ini.
Irfan suruh masuk tuh temannya, udah mau adzan lho...
teriak ibuku dari dalam rumah.
Fan, gua balik dulu dah..., belom mandi nih gua..., malu
sama Allah nanti pas shalat... seru Imron.
gua juga nih Fan,... saut Dias.
gua juga Fan, balik dulu gua, belom mandi sambung Faris.
semuanya ajah,,, sambungku lagi dengan nada candaaan
yang bersahabat.
yaudahlah nggak apa-apa, padahal udah di masakin loh...
sergahku sembari menggoda mereka.

111

wah,

pasti

enak

tuh,

manis

dan

nonjok

banget

makanannya. celoteh Dias.


loh.... kenapa nggak jadi buka puasa disini, padahal udah di
siapin lho...
Beberapa

menit

kemudian

mereka

hilang

dari

pandanganku, bersamaan dengan hilangnya matahari dari


ufuk barat. Sekilas cahayanya nampak berbekas di ujung
sana, tapi perlahan menyurut semampai terpendam tanah.
Aku ingin berteriak sejadi-jadinya, tapi tak bisa karena
habisnya tenaga di urat leher ini. Adikku menunggu
maghrib sembari duduk manis di meja makan.
Seantero kota ini ramai di padati gemaan adzan dan
serlingan iqomat. Aku kembali merajut tenagaku yang
semula habis dan sejenak melegakan pundi-pundi tubuh
dalam buaian pangan.

112

Paradigma Style
[[[[[\\\\\
-------------Keramaian itu sungguh tak terbendung tetapi hal ini sangat
menyenangkan bagi aku yang merasakannya. Khayalak
ramai

datang

berbondong-bondong

kerumahku,

aku

sunguh tak percaya jika dari 150 undangan buka bersama


yang kusebarkan kini 120 orang itu telah datang
meramaikan acara yang ku buat ini. Kami bertujuh sebagai
panitia merasa sangat takjub dengan apresiasi yang temanteman kami berikan pada kami, dengan relanya mereka
menghadiri acara ini walau hujan sempat mengguyur
Depok, walau kami tak bertatap muka saat mengantarkan
undangan ini, dan walau-walau sebagainya.
Motor-motor dari segala macam merk dan produk,
berjejeran rapi memenuhi halaman rumahku. Kepalanya
tersistematis

menoleh

kekanan

semua.

Ini

karena

departemen pengaturan kami ahli sekali mengkondisikan


semuanya. Kami bertujuh berdiri tegap didepan pintu
masuk, menyambut kawan-kawan kami yang datang.

113

Hening pun terpecah, ratapan mata-mata penuh ceria


kusimpulkan disini.
Mereka semua datang dari berbagai kampung dan dengan
berbagai gaya andalan tentunya, ada yang mengikuti band
rock n roll the changcuters dengan gaya rambut mereka
yang seperti helm menutupi kepala mereka. Ada yang
sseperti anak punk dengan rambut tengah mereka saja
yang hanya tersisa, ada pula yang bergaya ala anak kutu
buku yang mengapit buku sebanyak mungkin di ketiaknya,
ada pula yang bergaya aneh, mengandalkan daya tarik
busananya di zaman globalisasi ini dan masih banyak lagi
tentunya gaya-gaya yang mereka curahkan di pertemuan
kali ini.
Sebagai tuan rumah, tak pernah terbayang olehku bahwa
teman-teman yang ku undang akan hadir semua. Aku
berkaca pada acara buka bersama di tahun-tahun
sebelumnya paling maximal 90 orang yang hadir di acara
ini, alasan yang diajukan kepadaku pun bermacam-macam;

114

mengantar orang tua kerumah sakitlah, ada acara keluarga


lah, ada acara sama pacarlah, ada acara buka bersama juga
di tempat lainlah, ada inilah, ada itulah.
Bersyukur sangat diriku ketika hampir semua yang
kuundang hadir, yaa meskipun masih ada 7 peserta yang
belum nampak batang hidungnya.
Hilda mana yah, kok nggak datang-datang...? ujar Dias,
cemas.
udah nggak usah di arep-arep Yas, ntar juga dateng
sendiri... timpalku santai.
ehh, ehh, liat dah.... tunjuk Iim, ke arah motor CBR yang
berwarna biru.
iya Im, CBR gua tau... jawab Diaz.
bukan CBRnya yang gua maksud, tapi orang yang ada
dibelakangnya yas... yakin Imron.
siapa Im? Dias penasaran.
Hilda yas..., Hilda... sahut Arif dan Faris.
eh iya, gila tuh bocah sekarang punya cowo juga, mana
cowonya keren lagi motornya, tapi nggak tau deh cakep apa
kagag orangnya... ceplos Dias.

115

Nampaknya aku akan mendapat cerita yang menarik dari


Hilda.
Hilda turun dari motor, sedang laki-laki yang bersamanya
itu baru memarkir sepeda motor balapnya tadi. Sepertinya
ia kesulitan untuk memarkir sepeda motornya, jelas saja....
bagaimana tidak? Orang dengan kendaraannya saja lebih
besar kendaraannya, kontras.
Laki-laki yang bersama Hilda tadi masih belum membuka
helmnya, rumahku yang telah ramai semakin heboh dengan
datangnya Hilda bersama seorang laki-laki. Karena selama
ini yang mereka ketahui Hilda perempuan yang sangat di
idam-idamkan setiap pria, tetapi kenapa saat SMA ini dia
malah sudah menggandeng seorang pria? Apakah pria itu,
yang ia sembunyikan selama ini? Apakah memang pria itu
yang ia idam-idamkan selama ini? Itu yang membuat
mereka bingung.
Setiap insan di dunia ini wajar saja jika merasakan cinta,
karena itu anugrah ilahi. Kering dan rapuh sepertinya jika
kita hidup tanpa cinta. Saat terlahir didunia ini pun kita

116

karena cinta dari dua orang yang saling memadu kasih.


Itulah yang membuat hidup kita tak jauh dari cinta,
termasuk cinta kepada Allah dan Rasulullah.
Kami bertujuh sebagai among tamu, menyambut Hilda dan
seorang lelaki yang nampaknya asing dari pandangan kami
semua. Dias ada di barisan awal dalam hal ini,
Dias, kenalin ini Imam... suara lembut itu, siapa lagi kalau
bukan Hilda yang mengucapnya.
oh Imam, kenalin...! Dias. mantan pacarnya Hilda waktu
SMP. taktik Dias memang sangat pintar, yang ia katakan
barusan hanya memancing Hilda untuk memberi tahu
identitas lelaki itu secara tidak langsung.
ih, apaan sih loe Yas..., boong kak sangkal Hilda,
tatapannya sangat serius ke wajah Imam.
yaelah Hil, jangan muna donk loe!!! Dias kembali
melanjutkan taktiknya tadi.
enggak kok kak, Dias emang tukan boong tuh....!
nggak apa-apa kok de, aa paham kok... akhirnya lelaki itu
angkat bicara juga.

117

Nampaknya aku telah tahu betul siapa lelaki yang


bersamanya, yang dengan rela mengantar Hilda ke tempat
ini. Karena secara tidak langsung pancingan Dias tadi
berhasil.
Aku sedikit kasihan dengan Imam, sepertinya ia tidak
mengenal sama sekali teman-teman Hilda, hingga masuk ke
dalam ruang acara pun lelaki itu hanya diam karena
sepertinya ia tidak ada teman, aku kasihan melihat
gelagatnya yang seperti orang dungu. Akhirnya kuajak
bicara pula Imam.
Imam loe cowonya Hilda ya? tanyaku spontan.
ia kenapa? jawabnya singkat.
oh. Nggak apa-apa kok, gue Irfan teman SD-nya Hilda.
ohya, loe sekolah dimana dan kelas berapa? lanjutku
mengajukan beberapa pertanyaan padanya agar suasana
tak garing.
gue kelas 2 SMA Fan, loe kelas 1 SMA kan... timpal Imam
singkat.

118

Kesimpulanku, sepertinya orang ini tak pernah bergaul


dengan komunitas lain, terlihat dari cara ia menjawab
pertanyaanku yang begitu simpel, singkat, padat dan
membuat aku kesal juga tentunya. Namun aku berusaha
menghormati

tamu

dan

tetap

profesional

dalam

menjalankan tugas. Karena bagaimanapun, aku adalah


ketua panitia acara buka bersama ini dan aku pula tentunya
yang memegang tampuk kekuasaan di acara ini. sungguh
menggembirakan.
iya Mam, gue kelas 1 SMA...
loe temen deketnya Hilda yah? tanya Imam.
iya kok tahu? sahutku sebelum acara ini resmi dibuka.
iya, Hilda sering cerita sama gua kalo dia punya temen
yang namanya Irfan sekolah dipesantren Jogja, orangnya
pinter agama pula. papar Imam akhirnya ia membuka hati
juga untuk melanjutkan pembicaraan kami ini.
aduh, berlebihan banged tuh si Hilda gua nggak gitu-gitu
amat kok. jawabku malu-malu.
ehya, di pesantren sana ada rohis? tanya Imam lagi.
rohis apaan Mam ? sahutku bingung karena baru pertama
kali dengar kata itu.

119

rohis itu, rohani islam, isinya yaa kaya kajian-kajian Alquran gituh, disana ada? jelas Imam.
kalau rohis disana nggak ada Mam, tapi kalau kajian alquran, hadits dan sebagainya, sering banget bahkan tiap
hari kali. aku menimpali pertanyaannya. Ia mencoba
mengerti pemaparanku tadi.
Irfan, kak Imam ketua rohis lhoo di sekolahku.... sambung
Hilda. Imam tersipu malu, merasa identitas ketua rohisnya
telah dibongkar wanita yang disayanginya sekarang ini.
aduh de, jangan gitu ahh . Ucap imam terbata-bata.
ohya?

wah

keren

donk....

timbrung

Dias

dalam

pembicaraan ini. Imam semakin tak berdaya, ia kaku dalam


keramaian orang di sekitarnya.
Fan, dimulai yuk acaranya... tuntut Nandes padaku.
Yaudah Mam gua tinggal sebentar yaa, ntar disambung
lagi. ucapku santai.
Aku bergegas memerintah Tiara yang bertugas menjadi MC
untuk segera memulai acaranya, kata sambutan yang
panjang telah kusiapkan dari semalam. Tak perlu panjang-

120

panjang

mungkin.

Tapi

harus

mengena,

apa

yang

kusampaikan nanti.
Tiara meraih mic yang ada diatas meja, dia membuka acara
ini dan membaca susunan acaranya. Aku telah hafal betul
susunan acara itu karena aku dan ibuku sendiri semalam
yang

membuatnya,

jadi

membacakannya saja.

121

Tiara

hanya

bertugas

Vini Vidi Vici


[[[[[\\\\\
-------------Di sekolah, aku sedikit banyak telah mengetahui ilmu
tentang qiroah, bahkan ilmunya pun selalu kutelan
matang-matang dari para ustad yang mengajarkanku di
ekstrakulikuler qiroah tersebut. Lomba semacam itu pun,
telah banyak aku ikuti di berbagai sekolah, di berbagai
tempat, di berbagai macam kejuaraan qiroah dan masih
banyak lagi yang pernah aku ikuti disekolahku, Jogja.
Pengalaman nervous yang selalu mendara kala lomba pun
telah banyak sekali kualami dan telah banyak pula aku
dapat mengetahui cara mengendalikan rasa itu.
Temanku pernah berkata :
fan, kalo maju kepanggung lomba dari sebelah kiri biar
nggak deg-deg-an.
Dan ada lagi seorang teman yang mengajariku cara
menghilangan rasa itu dengan cara yang berbeda, yaitu
menghisap jempol. Namun kebanyakan motivator yang

122

sering mengisi seminar di sekolahku berbeda, cara


menghilangkan nervous yang pernah kutanyakan padanya
adalah

menghirup

udara

sedalam-dalamnya

lalu

hembuskan perlahan, karena nervous itu tak jauh dari


jantung yang terlalu kencang memompa dan untuk
menstabilkannya dengan cara tersebut tadi.
Tak sedikit pula prestasi yang telah kutoreh dan hal
melantunkan ayat suci al-quran tersebut, baik se-daerah,
se-provinsi maupun se-indonesia dan disini aku kembali
harus diuji dengan lomba yang sama, apakah prestasiku
disana bisa kutorehkan kembali disini? atau malah hanya
memalukan diri sendiri di depan publik?
Lomba qiroah se-Depok telah menungguku untuk ikut
berpartisipasi. Tak teramat jauh pula jaraknya dari
rumahku. Ibuku berpesan kepadaku, untuk selalu mencoba
dan jika gagal jangan pernah menyerah! kelak suatu saat
pasti engkau akan menang, karena orang yang gagal bukan
berarti ia gagal selamanya.

123

Ku patri kata-kata ibu dalam hati baik-baik. Siang yang


bolong hampir membakar setengah ubun-ubunku. Hanya
dengan sabarlah aku bisa melewatinya, sendiri pun aku
bertekad untuk ikut lomba itu. tak sedikitpun tekadku
goyah hanya karena keringnya tenggorokan, hanya karena
panasnya siang, hanya karena bualan televisi, hanya karena
bualan yang lainnya.
Sepeda motor telah aku panaskan di garasi rumah dan
sekarang hanya langsung menuju ke masjid darul
mukminin saja untuk mendaftar ulang. Aku tak pamitan
oleh ibu dan ayahku sebab mereka tak ada di rumah, ke2nya kerja mencari nafkah untuk aku dan adik-ku. Maka tak
pantas kiranya jika aku tak membalasnya walau dengan
hanya menuruti permintaan ibuku untuk ikut lomba
qiroah ini.
Di masjid yang luas ini aku berjumpa banyak pesaingku.
Mereka semua dari berbagai macam kalangan dan berbagai
macam universitas tentunya, setelah kutelusuri sepertinya
hanya aku yang masih kelas 1 SMA dan mungkin dengan
Ardi jika ia jadi ikut. Secarik kertas yang menandai tanda

124

peserta sempat membuatku nervous tapi lagi-lagi rasa itu


dapat kukendalikan secara otomatis.
Aku melongok ke segala arah, Ardi tak tampak sama sekali,
batang hidungnya pun belum muncul. Huh.... aku
menghela nafas panjang. Ku lihat lagi secarik seperti
lembaran kertas itu, nomor 3 ah tidak?!, awal-awal?.
Biasanya yang maju awal-awal itu hanya menjadi ukuran
untuk para juri dalam menentukan kualitas nilai.
Jujur saja aku sedikit tidak enak dengan nomor undian
yang ku dapatkan ini. tak apalah, jika memang bagus pasti
terbukti di akhir acara nanti seruku dalam hati.
Aku menyapa orang yang disebelahku,
dari mana bang? tanyaku santai
oh saya dari pandan arsih jawabnya
namanya siapa bang? aku bertanya duluan.
Yasin, lha nama loe siapa? ia bertanya balik padaku
saya Irfan , abang udah kuliah ya?
iya, lha loe sekolah dimana?
saya sekolah di Jogja, tapi domisili disini bang.
jangan manggil abang deh, panggil aja Yasin, biar kelihatan
akrab gitu

125

yadah bang, eh Yasin.,! lha loe dapet nomer urut berapa


Sin? tanyaku mengakrabi.
nomer satu fan..., loe?
3. jawabanku terputus sampai disitu, karena ia harus
maju ke atas panggung. Namanya telah di panggil oleh
moderator lomba. Namun ia masih sempat menjawab
ucapanku tadi, sambil berdiri dari kursi ia berkata,
kita sama-sama maju awal-awal nih..., moga-moga urutan
juaranya sesuai dengan kertas ini dia mengharap.
aamiin. aku mengangguk.
gua maju dulu fan. sahut Yasin
Aku melihat gaya berpakaiannya, dari cara berpakaianya.
Sedikit banyak menggambarkan siapa dia, seperti anak
pesantren kebanyakan di desa. Tampilannya sangat kental
khas anak pesantren. Tapi juga berpadu dengan tampilan
anak muda modern yang stylelist.
Aku mengangguk saja, melihat ia berharap seperti itu,
setelah itu ia pun naik ke atas panggung perlombaan. Ia
tampak gagah naik ke atas panggung bak diplomat yang

126

ingin menyampaikan pidatonya. Seragamnya pun tampak


meyakinkan, membuat pandangan juri sedikit teralihkan.
Pertama ia mengucapkan salam. Cara ia mengucapkan
salamnya sangat halus dan sopan, setidaknya cukup untuk
ukuran lomba seperti ini. Matanya mengerling, memandang
ke segala arah, mulai dari audiens, MC, hingga juri. Raut
wajahnya menggambarkan betapa pedenya Yasin.
Ayat pertama dari al-hajj yang ia bawakan, dibacanya
dengan penuh konsentrasi dan dengan nada yang
melengking naik

turun. Setidaknya ayat yang ia baca

cukup membuat bulu kudukku berdiri dan mataku


terpejam terhanyut dalam nada-nada ayat Al-quran. Semua
peserta lomba qiroah disini cukup tercengang dengan
penampilan peserta pertama tadi, Yasin.
Tak terkecuali aku. Aku tak sedikit pun takut ataupun
minder dengan penampilan Yasin, bahkan adrenalinku
terpacu untuk membuat audiens lebih tercengang dari pada
penampilan Yasin ini, saat melihat penampilanku nanti.

127

Aku terus-terus mengatur nafas, menghela jarak aliran


udara di kerongkonganku. Jantungku makin keras saja
berdetak

kala

Yasin

turun

dari

panggung

yang

mendebarkan itu dan peserta kedua kini beranjak untuk


menunjukan kebolehannya.
Aku semakin tak karuan, tapi ku coba mengendalikan diri
agar jantung ini dapat berdetak normal. Helaan nafas
panjang terus kuhirup untuk menstabilkan jantung ini.
peserta kedua yang tak kukenal itu, beberapa menit
kemudian turun dari podium. MC langsung memanggil
namaku menit itu juga. Aku berusaha percaya diri dengan
apa yang ada pada diriku,
assalamualaikum warah matullahi wabarakatuh suara
yang halus dan sopan terlontar dari mulutku. Lantas
mataku melalang buana ke seluruh tatapan mata audiens.
Panggung ini serasa milikku, akulah yang berkuasa disini.
Akulah yang memegang tampuk kerajaan di panggung ini.
Rasa

nervous

itu

seakan-akan

malah

membantuku

memainkan nada ayat Al-quran dengan cantik, tak tau

128

kenapa, leher yang semula kering ini tiba-tiba Nampak


basah sekali sehingga aku dapat menaik-turunkan nada
dengan mudah. Saat ayat pertama selesai ku baca, aku
menatap audiens untuk meyakinkan bahwa penampilanku
lah yang terbaik.
Tak sampai 10 menit aku sudah kembali duduk di tempat
peserta seperti semula. Tanganku sibuk mengelep-elap
keringat

yang

menelungkupkan

bercucuran
kedua

di

dahi.

tanganku

di

Sesekali
depan

aku

batang

hidungku, sambil menunduk.


fan, penampilanmu bagus sekali tadi puji Yasin.
ahh, biasa aja kali, kamu juga bagus kok aku menimpali.
Dalam suatu pertandingan kalah menang itu biasa, namun
kepercayaan diri yang tinggi mungkin akan menghantarkan
aku untuk meraih trophy kota. Hanya itu modalku, Percaya
Diri dan yakin.
Pertama kali aku mengikuti MTQ (musabaqoh tilawatil
quran) yaitu pada saat aku berumur 12 tahun tepatnya

129

waktu aku duduk di bangku kelas 1 SMP. Kekalahan yang


bertubi-tubi harus kuterima terus-menerus. Namun, dari
situ aku belajar arti never give up dan dari situ lah aku terus
belajar dan belajar tentang ilmu melagukan Al-quran ini.
hingga akhirnya saat kelas 3 SMP aku baru dapat meraih
juara 3 untuk yang pertama kalinya.
Aku berprinsip,
orang yang kalah bukan berarti selamanya kalah. dari
situlah aku terus mencoba dan mencoba. Setiap evant
lomba semacam ini terus kuikuti dan hasilnya lama-lama
membaik dan membaik hingga aku mampu mengalahkan
juara bertahan.
Aku bahagia bisa membahagiakan ke dua orang tua
sekaligus membawa nama baik sekolahku dan almamater
tentunya. Dan satu hal lagi yang membuatku merasa
menjadi the best. Yaitu saat namaku terpampang di jajaran
nama siswa berprestasi. Suatu kebanggaan tersendiri,
terlepas dari itu pun aku pernah membuat sedikit keonaran
di sekolahku.

130

Suatu sore dimana kami anak-anak pesantren biasanya


bermain bola di halaman tengah, halaman yang luas nan
apik. Rumputnya pun mengahampar dan sejuk pula udara
di sana. Sore itu aku bermain bola dengan sangat santai
namun tetap serius, hingga keseriusanku itu menghasilkan
bencana yang menggemparkan seluruh isi pesantren. Bola
kutendang keras sekali dan dan akhirnyaa mengenai
jendela kelas yang terbuat dari kaca, spontan kesemua kaca
itu lansung pecah dan sialnya lagi, Direktur sekolahku
kebetulan sedang melintas di jalan yang kacanya pecah itu
dan terkenalah tangan direktur dengan pecahan kaca yang
barusan itu, untungnya beliau cepat-cepat menghindar jika
tidak mungkin kepalanya bisa terkena pula. Singkat cerita
aku pun langsung mengakui kecerobohanku tadi, namun
yang namanya sangsi tidak pernah terlepas dari orang yang
bersalah, dan aku pun kemudian langsung digundul plontos
sebagai hukumannya, ditambah kerja sosial dan membuat
penelitian tentang apa saja. Pengalaman yang sangat
berarti sekali bagiku.

131

Perjuanganku
[[[[[\\\\\
-------------Dirumah, aku masih terlarut dalam gelak tawa canda,
bersama adik dan kakakku. Tak sadar bahwa malam ini
adalah malam pengumuman lomba MTQ (musabaqoh
tilawatil quran). Kesimpulanku, cukup habis tarawih saja
aku berangkat ke masjid darul mukminin.
Teman-teman

mensuport

habis-habisan

agar

aku

menghadiri acara itu. Mungkin dia yakin bahwa sahabatnya


ini akan meraih juara. Aku harap begitu. Namun, orang
yang paling kuharapkan datang adalah Ibuku, aku ingin
sekali membahagiakannya. Melihat anaknya meraih juara
didepan

matanya,

karena

selama

ini

ibuku hanya

mendengar lewat kabar yang kusampaikan di telefon,


bahwa aku menang lomba ini, lomba itu. Maka kali inilah
aku harus membuktikan prestasiku pada kampungku dan
pada orang tuaku.

132

Rupanya

orang

kampungku

telah

berduyun-duyun

mendatangi masjid darul mukminin yang memang tak


terlalu jauh jaraknya dari kampungku. Aku bertanya pada
hatiku sendiri, apakah wargaku datang sengaja untuk
menyambut kemenanganku kah? ku harap seperti itu aku
bergumam. Namun, menang kalah itu biasa, sangat wajar
terjadi dalam setiap perlombaan. Tetapi akan terasa sekali,
ketika vini vidi vici ( aku datang, aku lihat, aku menang )
sebuah semboyang klasik dari angkatanku di pondok
pesantren yang kami ambil dari bahasa Italy.
Ketika kami semua datang, menyaksikan lomba itu,
memberikan dukungan yang tiada hentinya. Ketika kami
menyaksikan langsung bagaimana lomba itu bergulir,
setiap menit yang terlewati setiap hembusan nafas
kebersamaan dan ketika semua itu telah terjadi yang paling
kami nanti adalah kemenangan. Ku harap ini terjadi pada
malam ini.

133

Dengan percaya dirinya aku membawa sebuah tas besar,


mungkin ketika pulang ada sebatang piala yang ada di
dalamnya.
buat apa Fan tas nya? Mas puput bertanya.
buat naruh piala lah mas jawabku santai.
PD banget kamu, jangan berharap tinggi-tinggi ntar kalau
kalah nyesel banget lho mas puput menasihatiku dengan
senyum yang mengembang.ah,
biarin mas Irfan yakin pasti menang kok, kalau cuma
lomba MTQ se-Depok
amin deh timpalnya.
assalamualaikum, Irfan berangkat dulu ya mas put
ya hati-hati fan
Aku melajukan sepeda motor yang baru saja kukeluarkan
dari garasi. Aku berharap sebelum berangkat, ibu dan
ayahku telah pulang kerja terlebih dahulu. Namun waktu
tak bisa menunggu, mau tak mau aku harus memulai
perjalanan ini.

134

semoga beliau tau bahwa malam ini pengumuman lomba


yang kuikuti tadi siang dan semoga beliau lekas menyusul
ke sana harapku.
Aku memarkir sepeda motor di halaman masjid. Tak
kusangka banyak sekali warga kampungku yang datang
ketempat ini, termasuk pak RT kampungku. Ia berkenan
hadir dan entah siapa yang mengundangnya. Namun aku
cukup bahagia.
Ku lihat Yasin sedang bersandar di tembok masjid,
mungkin dia kesal melihat sambutan yang lama sekali di
sampaikan ketua panitia. Akupun menghabiskan waktu
dengannya selama panitia itu masih memberi sambutan.
Banyak pengalaman yang kuceritakan padanya, begitu juga
sebaliknya. Akhirnya sambutan itu selesai juga di
sampaikan meski sangat lama sekali durasinya, seperti
khotib jumat.
Sejenak aku terdiam dan terpaku. Melihat trophy kota yang
besar dan tidak setiap orang dapat memilikinya. Sangat

135

besar

harapanku

untuk

memboyongnya

pulang

kerumahku.
MC langsung menuju ke acara inti, yaitu pengumuman juara
MTQ (musabaqoh tilawatil quran), adzan dan CCA (cerdas
cermat al-quran). Yasin terlihat santai sambil mengunyah
permen karet di mulutnya. Raut wajahnya meyakinkan
sekali bahwa ia akan menerima piala bergengsi itu.
Irfan menang yah suara itu datang dari sampingku.
Ternyata tetanggaku, umi yoyoh. Aku memanggilnya umi
karena anak-anaknya selalu memanggilnya dengan sebutan
itu. Lantas, ikutlah aku menyebutnya umi.
Tak lama kemudian MC akhirnya angkat suara juga dengan
juara MTQ tahun ini. Aku sedikit meredup,
juara 3 musabaqoh tilawatil quran, jatuh pada arief
hidayat. Tepuk tangan meriuh di masjid, semua yang ada
di situ bersorak sorai termasuk pemuda-pemudinya.
juara 2 musabaqoh tilawatil quran, diraih oleh Suasana
tegang, MC masih menahan bicara untuk menyebutnya.
Namun tak lama,

136

Muhammad Yasin
Sorak sorai kembali menggema di sudut-sudut masjid.
dan juara pertama, musabaqoh tilawatil quran, jatuh
kepada kembali ia menahan bicaranya agak sedikit lama.
Membuat jantungku tersetrum.
Irfan Rizki lanjutnya.
Aku tersentak kaget namun senang pula. Aku melenggang
maju ke podium masjid. Disana ada wali kota dan banyak
orang-orang penting lainnya. Aku melihat tatapan tetanggatetangga kampungku yang terlihat sangat senang. Aku pun
begitu. Namun harapku tadi seakan-akan pupus, karena
aku tak melihat ibuku ada di sini.
tak apalah, mungkin beliau mendengar namaku dari
kamar atas, saat disebut lewat toa yang menggema sangat
keras itu.
Beberapa cameramen berebutan mengambil gambar kami
bertiga dan aku sangat terkejut sekali saat wali kota
menyerahkan trophy beserta uang pembinaan sebesar 3
juta rupiah kepadaku. Jumlah yang sangat fenomenal,
fantastic dan sangat mengejutkan. Kemudian 2 juta rupiah

137

di berikan kepada Yasin dan 1 juta rupiah, di berikan


kepada Arif hidayat. Aku berdiri di samping Yasin, sesekali
dia menjawil lenganku. Aku sedikit tertawa, melihat anak
kuliahan yang bertingkah seperti itu.
Impianku benar saja, akhirnya aku dapat membawa pulang
trophy wali kota itu. Dan membawa uang yang tidak sedikit
tentunya. Cameramen masih saja berebut mengambil
gambar kami. Kira-kira jumlahnya lebih dari 5 orang. Aku
berpose sewajarnya. Tak aneh-aneh dah tak nyeleneh.
Aku pulang dengan haru yang mendalam, kupacu sepeda
motorku agar melaju lebih cepat lagi.
Ibu Irfan menang bu aku mencoba merangkai kata
dalam perjalanan pulang.
Ibu, Alhamdulillah Irfan menang aku membolak-balikkan
kata sembari mencari kata yang pas.
Sesampainya dirumah, ibu langsung menyambutku sambil
membuka pintu.
nak selamat yah ucap ibu sedikit menangis.

138

Aku tersentak kaget, dari mana ibu tahu? semoga kamu


kelak jadi anak yang berguna bagi bangsa dan negara ya
nak. ibuku semakin erat memelukku.
aamiin, ibu tahu dari mana kalau Irfan menang ? tanyaku.
ibu, bapak, mas Puput dan dik Irsyad mendengarkan
pengumuman itu dari atas seru ibuku sambil menunjuk
atas rumah, lantai 2.
Bergantian seluruh keluarga memberikan ucapan selamat
kepadaku, ibuku memulainya pertama, kemudian ayahku,
kak Nabila dan terakhir adikku, Irsyad. Aku terharu dengan
keadaan ini, situasi yang sangat langka ku temui.
Berbangga diri mungkin hal yang wajar apalagi setelah
menjuarai sebuah perlombaan dan aku sedikit tertawa geli
kala

mengingat

kejadian

yang

barusan

kualami,

menakjubkan.
Mungkin feeling Ibuku memang sangat tajam. Beliau
membelikan makanan kesukaanku dalam jumlah besar,
beberapa potong makanan itu adalah kue lumpur. Aku tau
apa maksudnya?. Lantas kami mengadakan syukuran kecil-

139

kecilan, kakakku yang mengusulkannya. Lalu Ibu? Beliau


yang membelikan semua ini saat pulang kerja tadi.
Keluarga ini memang selalu penuh kejutan, mulai dari
bangun tidur hingga tidur lagi, selalu saja penuh dengan
kejutan. Entah itu berupa teriakan adikku yang membahana
membangunkan kami semua di kala pagi masih buta. Entah
itu makanan serba rasa yang dibuat oleh kakakku dan
kejutan lainnya.
Mataku menoleh ke sebuah gitar tua yang dihadiahkan
Ayahku saat aku masih berumur 5 tahun. Saat masih kanakkanak itu, aku sama sekali tak tahu apa maksud Ayah
membelikan sebuah gitar, maksud itu baru kuketahui
sekarang. Ia begitu mengharapkan keluarga ini terlahir
sebagai musisi. Musisi yang hidupnya penuh inspirasi bagi
orang lain. Menjadi manusia yang berguna bagi manusia
yan lain.
Terkadang, saat-saat seperti inilah yang sebenarnya
kuimpikan. Di sini kami masih bersua bersama, melagukan
keadaan lewat senandung nada.

140

terbayar sudah, prestasiku yang tak pernah dilihat oleh


ibuku. aku sedikit berkaca pada diri ini, apakah aku telah
berhasil mengukir prestasiku di sini?
Banyak hal yang membebani pikiran ini, terlebih saat aku
terpikirkan oleh adik-adik yang ada di desa Girikerto, Turi,
Sleman.

Bagaimana

nasib

mereka

sekarang?

Telah

cukupkah mereka semua menggali ilmu lewat kami?


Terlebih aku, yang mendahului kepulangaku. semoga ilmu
kecil yang pernah kuberikan pada kalian, kalian amalkan
aku hanya bisa berharap, suatu saat nanti pasti akan ada
pembaharu-pembaharu

Islam

cendekiawan,

yang

berlandaskan Al-quran dan as-sunnah.


Hujan rintik-rintik, ia sedikit jatuh tapi tak terlalu
membasahi. Suara jatuhnya pun terdengar halus sekali,
walau pada saat yang bersamaan ia juga terbentur dengan
genting-genting yang usang. Aku berfikir, apakah hal yang
baik itu selamanya baik? Hidup bagiku hanyalah untuk
berbuat, berbuat sesuatu itu jelas ada pilihan. Baik atau

141

buruk?, baik tak selamanya positif, buruk tak selamanya


negative.
Sejak kecil, kita telah bertemu dengan pilihan, karena
memang hidup ini untuk memilih. Saat Sekolah Dasar, kita
telah di beri pilihan A,B,C,D berlanjut hingga SMP, SMA
bahkan hingga kuliahpun kita masih dihadapi dengan yang
namanya pilihan, itu semua kembali pada diri kita masingmasing. Sanggupkah kita cermat memilih pilihan itu, atau
malah terjerat pada pilihan yang salah. Engkaulah
pemegang tampuk kendali dirimu dan engkau pulalah yang
bisa mengendalikannya.
Aku kembali ke kamar dan memandang kerlap-kerlip
bintang lewat jendela kamar. Sangat jauh jaraknya, sama
seperti jarak planet ini dengan satelitnya, bulan. Ke semua
bintang itu baru muncul ketika matahari tenggelam, berarti
semua mempunyai porsi tersendiri untuk menyinari bumi.
Terkadang hidup ini memang harus mengalah, sama seperti
mengalahnya matahari demi terbitnya bulan dan bintang.
Asalkan semua itu baik.

142

Dan bintang?

Ia telah menjadi penghias malam yang

kerlipannya mampu menyihir hati yang bimbang. Allah


tidak pernah membatasi makhluknya untuk merasakan
nikmat yang ia berikan, akan tetapi manusianya? Sebuah
tanda tanya besar.
Malam semakin larut, masih teringat bayang-bayang apa
saja yang telah kulalui. Malam yang indah namun sedikit
kurang bersahabat, rintik hujan kembali membasahi
kampungku,
menyasikan

satu-satu
serpihan

kutatap
hujan

jendala

yang

kamarku

perlahan

jatuh

membasahi bumi, aku tak mengerdipkan mata saat


menatap hujan melalui jendela kamarku, disana kulihat
pantulan wajahku, kemudian pandanganku tak terfokus
lagi pada rintik-rintik, tetapi menjadi terfokus pada jendela
kamar yang memantulkan wajahku. Di sana kulihat jauh
dalam wajahku, lalu munculah satu pertanyan-pertanyaan
dalam hatiku seiring dengan rintik hujan yang semakin
menderas. Apa yang telah kulakukan selama ini? apakah
aku sudah membuat orang tuaku bahagia? apakah aku
sudah

menjadi

seperti

rintik-rintik

hujan,

yang

kedatanganya selau ditunggu-tunggu, mampu menjadi

143

hiburan, memberikan inspirasi, hadiah bagi tanah yang


kering atau bahkan aku hanya menjadi bencana buat yang
lainya?
Oh tuhan maafkan lah dosa ini, sesekali aku mengenangngenang apa saja yang telah kuperbuat selama ini dalam
hayalku dan malam kian larut dengan imajinasi yang tinggi
kini kurasakan diriku terbang menuju taman bunga, bunga
tidur dan terus lah seperti ini, dan aku pun terlelap, Zzztt!.

144

Anda mungkin juga menyukai