Anda di halaman 1dari 340

RENJANA CINTA DAN CITA-CITA

Copyright © galaxy the science one

Penulis: galaxy the science one


Editor : Tifani Antonia Pradhea
Penata Letak : Tifani Antonia Pradhea
Penata Sampul : Nadea Nelsa Putri
Ilustrasi isi : Pinterest.com

Hak cipta dilindungi undang-undang


All Right Reserved
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi
buku ini tanpa izin tertulis dari penulis
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002
Tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta (Pasal 2 )

1.Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis
setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana (Pasal 72)

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1(satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,atau


menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak
Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

i
Remaja adalah harapan bangsa. Begitulah pepatah
orang zaman dulu yang masih sangat relevan di kehidupan
sekarang. Masa-masa remaja adalah masa yang dinamis.
Sebuah fase yang mendewasakan. Baik dari segi fisik maupun
mental. Remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, suka
tantangan, dan pemberani. Namun, remaja juga sosok yang
rapuh dan tidak stabil. Melewati masa remaja tidaklah mudah
bagi sebagian orang. Perlu ketekunan dan tekad yang kuat
untuk tetap konsisten melakukan hal baik di masa muda. Selain
itu, remaja butuh tuntunan dan arah. Dalam menjalani itu,
remaja perlu menulis.
Menulis tentang dunia mereka. Mendokumentasikan
segala kejadian yang ada untuk masa depan, mendewasakan
mental melalui tulisan, dan berkarya untuk bangsa. Karena
itulah, buku kumpulan cerita pendek ini hadir. Kami sadar,
menulis adalah sebuah seni yang menyenangkan--seni yang
dapat memengaruhi orang banyak dengan kekuatan kata-kata
di dalamnya. Kami adalah harapan bangsa, dari cerita pendek
ini kami mewujudkan harapan itu. Kami berkontribusi untuk
negeri sekaligus mencari jati diri.

Gatheon
Sebuah kontribusi untuk bangsa.
Kolaborasi dengan sastra.
Berliterasi lewat cerita.

ii
............................................................. ii
..........................................................iii
............................................................... 1
....................................................... 16
.................................................................... 39
................................................................. 64
............... 79
............................................... 89
................... 101
..................................................... 120
................................... 135
...................................... 140
iii
............................................. 145
........................................................... 157
............................................... 165
........................................................ 169
................................................................... 190
.................................................... 197
.................... 207
.................................... 227
........................................................... 233
...................................................... 241
.......................................... 252
........................................................ 262
.................................................... 271
.................................... 283
................................................ 291
................................................. 297
.............. 304

iv
..................... 314
.............................................. 324
......................................... 327
............................................. 328
................................................ 330
......................................................... 331

v
vi
Agnes Delnelawati

S emilir angin yang berhembus menerpa kulitku, udara


dingin yang menusuk tulang sedikit membuatku enggan
berlama-lama berada di depan gerbang sekolah. Tapi,
sikap sahabatku yang manja membuatku terpaksa
menunggunya setiap hari di depan gerbang sekolah. Entah
mengapa akhir-akhir ini dia agak sedikit berbeda, lebih manja
denganku dan sedikit tertutup. Dia memintaku untuk
menunggunya di gerbang sekolah pagi-pagi sekali tanpa
alasan. Jika tidak dituruti gadis itu akan ngambek.
Setelah beberapa menit menunggu orang yang ditunggu-
tunggu datang juga.
"Hei, udah lama, yaa? " tanyanya dengan nada ceria.
"Udah lama aku di sini, sampe lumutan tau nggak. "
jawabku bercanda.
"Aelah, lumutan dari mana? Kulit kamu masih mulus
kayak ubin di rumah aku." balasnya.
"Ruangnya ubin di rumah kamu mulus banget?" tanyaku
sok serius. "Beh, ubin di rumah aku mah mulus, tapi kamu
kayak ubin yang di dapur agak kotor, soalnya udah aku
berantakin itu dapur." jawabnya.
"Em, roman-romannya ada makanan nih kalau dapur
udah berantakan." ujarku.

1
"Iya-iya ada, aku bawain nasi goreng seafood untuk
kamu." jawabnya.
"Yaudah, makan tempat biasakan?" tanyaku padanya.
"I-iya" jawabnya dengan suara lemah. "Kamu kenapa,
Lan?" tanyaku panik.
"Nggak kok, nggak." bantahnya.
"Tapi muka kamu pucat Lan, kamu sakit, kan? " desakku.
“ Nggak kok, beneran deh, aku cuma lupa pake lipbalm,
terus tenggorokan aku sakit jadi suara aku agak serak-serak
gitu deh." jawabnya bersikeras.
"Ya udah kita ke taman aja duduk." ajakku.
"Oke-oke" jawabnya seraya menyamakan langkahnya
denganku.
Sesampainya di taman kami duduk disalah satu bangku
dekat pohon. Bulan pun menyodorkan kotak bekal yang berisi
nasi goreng seafood.
"Nih makan, kamu pasti nggak sempat sarapan kan di
rumah?" tanyanya sambil membuka kotak makan untukku.
Aroma nasi goreng yang harum membuat perutku yang
memang lapar semakin lapar.
"Iya, kamu kok tau sih?" tanyaku mengambil kotak bekal
dari tangannya.
"Sekarang itu baru jam 6, jadi pastilah kamu nggak
sempat sarapan." jawabnya tersenyum.

2
Tanpa membuang waktu aku memakan nasi goreng
buatan Bulan, sedangkan dia sibuk dengan novelnya. Setelah
selesai makan, karena Bulan masih asik dengan novelnya, aku
merebahkan tubuhku ke sandaran bangku dan menutup mata.
Tak beberapa lama ada tangan yang memasang earphone
ke telingaku dan tiba-tiba dia bersandar di dadaku. "Tolong
Dhit, biarin kayak gini bentar aja." pintanya.
"Eh, iya." jawabku sambil merangkulnya, aku tahu dia
pasti banyak masalah sekarang, kalau enggak, enggak mungkin
dia kayak gini.
"Kamu lagi ada masalah ya, Lan?" tanyaku padanya, tapi
tidak ada jawaban. Ketika aku menoleh ternyata Bulan tidur.
"Kamu kenapa sih, Lan? Kalau ada masalah cerita aja
sama aku, nggak usah dipendam sendiri, lihat deh muka kamu
pucat, sekarang kamu ketiduran. Apa kamu nggak tidur
nyenyak?" tanyaku berbicara sendiri.
Setelah sekolah mulai ramai, aku pun membangunkan
Bulan. "Lan, Bulan." kataku membangunkannya.
"Eh, apaan sih." jawabnya dengan mata yang masih
terpejam.
"Kinanti Bulan, sekarang itu udah jam 6:50, kamu mau
aku tinggalmu disini?" tanyaku sembari melipat kedua tangan
di dada.

3
"Hah, sorry-sorry aku ketiduran." katanya setelah sadar
sepenuhnya. "Jangan tinggalin aku dong, kamu nggak kasihan
sama sahabat kamu yang cantik, imut, lucu dan kece ini?"
tanyanya dengan menunjukkan puppy eyes andalannya.
"Nggak." jawabku lalu berlari meninggalkannya. "Eh,
Dhit, Dhito. Tungguin aku!" teriaknya sambil mengejarku.
"Kamu cepet banget larinya, nggak mau nungguin aku
lagi, " protesnya dengan terengah-engah setelah sampai di
kelas.
"Dasar kaki kamu aja yang pendek. Lan hidung kamu
berdarah!" kataku panik menunjuk ke hidungnya.
"Eh, yang bener?" tanyanya panik sendiri mencari tisu.
"Yaudah, kita ke UKS aja yuk!" ajakku.
"Nggak-nggak, aku ngerasa enggak apa-apa kok"
tolaknya.
"Tapi muka kamu makin pucat Lan, kita harus ke UKS
sekarang, nanti aku bilangin ke Bu Ani kalau kamu nggak
masuk di jam pertama, kamu bisa istirahat di UKS." paksaku.
"Nggak, aku nggak apa-apa beneran deh." katanya masih
bersikeras.
"Ya udah deh, kamu coretan masuk, kamu duduk deket
aku jangan duduk deket si kucing, dia kan lemah, ntar kalau ada
apa-apa bukannya bantuin dia malah panik sendiri." pintal

4
menarik tangannya masuk ke kelas dan mendudukannya ke
kursi di sebelahku.
"Heh, kucing siapa?" tanyanya heran.
"Itu yang duduk di sebelah kamu." jawabku sambil
menunjuk kursi yang biasa diduduki Bulan.
"Oh, Katty?" jawabnya manggut-manggut.
"Eh, Dhito kok Bulan duduk dekat kamu sih?" tanya
Andi.
"Lah, terus aku duduk di mana?" lanjutnya.
"Noh, kamu duduk sama dia." jawabku menunjuk Katty
yang baru saja datang.
"Hah! Sama bule yang nggak nyambung itu?" tanyanya
kaget.
"Ya gimana lagi? Memang kamu mau duduk di mana?"
tanyaku menahan tawa melihat mukanya yang enggak rela.
"Ya udah deh mau gimana lagi, lagian nggak ada lagi
kursi yang kosong." jawabnya pasrah. Bulan yang dari tadi
menahan tawa seketika tawanya pecah saat melihat reaksi
Andi.
Saat pelajaran berlangsung aku masih memikirkan
kejadian tadi pagi, apa Bulan nggak apa-apa? Apa Bulan benar-
benar nggak sakit? Dan beberapa pertanyaan yang muncul di
otakku. Tapi suara Bulan membuyarkan lamunanku.
"Dhito, nanti temenin aku ya ke toko buku." pintanya.

5
"Kamu mau beli buku apa? Bukannya buku kamu udah
banyak, ya?"tanyaku.
"Aku mau beli novel untuk nambahin novelku."
jawabnya.
"Eh, Lan bukannya koleksi novel kamu udah banyak ya?
Emang kamu nggak bosan baca buku mulu?" tanyaku heran.
"Heh, buku itu gudang ilmu, jadi kita itu harus sering-
sering baca buku." katanya menasihatiku.
"Yaelah Lan, itu yang kamu baca novel semua, dapat
ilmunya dari mana coba?" tanyaku geleng-geleng kepala.
"Ya ada dong ilmunya Dhito, setiap cerita itu kan punya
amanat." jelasnya.
"Kapan?" tanyaku.
"Kapan apanya?" tanyanya bingung.
"Ya beli novelnya lah." kataku memperjelas
pertanyaanku.
"Oh, nanti pulang sekolah" jawabnya.
"Kamu enggak dijemput?" tanyaku.
"Nggak, tadi aku udah bilang sama supir aku nggak usah
jemput, aku pulangnya sama kamu." jawabnya santai.
"Oh, oke-oke." kataku.
Tak berselang lama bel istirahat berbunyi.
"Kantin, yuk!" ajaknya.

6
"Tumben kamu nggak ke atap sekolah? Biasanya kamu
kalau istirahat gini ke sana?" tanyaku heran.
"Nggak apa-apa, cuma mau cari suasana baru aja, di atap
sekolah sepi kalau di kantin pasti rame." jawabnya.
Sesampainya di kantin, Bulan hanya duduk
memperhatikanku makan.
"Kamu nggak makan Lan? Dari pagi kamu belum makan."
ucapku, takut Bulan bakalan pingsan kehabisan tenaga.
"Nggak, kamu aja yang makan, aku nggak laper kok."
tolaknya.
"Tapi kamu belum makan dari pagi, nih makan dikit aja."
kataku menyodorkan sepotong roti.
"Nggak, kamu aja yang makan!" katanya masih menolak.
"Kamu harus makan. Nanti kamu maag gimana? Kalau
pingsan gimana? Aku juga yang repot." kataku tetap
memaksanya menerima roti dariku.
Akhirnya dia menerima roti yang aku beri dan
memakannya.
"Dhito, kamu udah selesai makannya?" tanyanya hati-
hati.
"Iya, udah selesai, kenapa?" tanyaku.
"Ke atap sekolah yuk, aku nggak terlalu nyaman di sini
terlalu rame." ajaknya.

7
"Yaelah Lan, tadi kamu yang ngajak ke kantin, sekarang
kamu mau ke atap sekolah, dasar plin-plan." kataku.
"Yaudah deh aku sendiri aja." ucapnya datar.
"Iya-iya aku anterin, jangan ngambek dong." kataku
mencubit pipinya.
"Nggak, aku nggak ngambek, jadi kalau kamu mau tetap
di sini, aku bisa ke atap sekolah sendiri." jawabnya dingin lalu
pergi dari kantin.
"Lan, Bulan, tunggu!" teriakku.
Sontak membuat seisi kantin menatapku. Tanpa
menghiraukan tatapan orang di kantin aku mengejar Bulan
yang sudah menjauh.
"Lan, Lan, maafin aku Lan!" kataku meraih tangannya,
tapi langsung ditepis oleh Bulan.
"Maaf buat apa?" tanyanya masih dengan nada dingin.
"Kata-kata aku tadi nyinggung kamu, ya? Maaf ya Lan aku
nggak bermaksud." jawabku meminta maaf.
"Nggak, nggak perlu minta maaf, aku nggak tersinggung
kok, cuma aku nggak mau aja jadi beban buat kamu." katanya
menghela nafas.
"Tuh kan kami marah, maafin aku ya Lan, kamu nggak
jadi beban kok buat aku." kataku memohon.

8
"Ih aku bilang nggak usah minta maaf, kamu nggak salah
kok, aku marah ni sekarang kalau sekali lagi kamu bilang
maaf." ancamnya.
"Iya, tapi kamu nggak marah, kan?" tanyaku sekali lagi.
"Iya, aku nggak marah." katanya meyakinkan ku.
Bel pulang sekolah pun berbunyi, murid-murid
berhamburan keluar kelas, begitupun aku dan Bulan seolah
melupakan kejadian waktu istirahat. Bulan menarik tanganku
keluar kelas.
"Duh, pelan-pelan dong Lan." pintaku.
"Nggak bisa Dhito, kita harus cepet, ntar aku nggak dapat
itu novel." jawabnya terus menarik tanganku ke parkiran.
"Yaelah, tokonya nggak bakalan ke mana-mana kok."
kataku sembari memberikan helm.
"Iya tokonya nggak ke mana-mana, tapi novelnya itu
nemunya susah banget." katanya menaiki motorku.
Kupacu motorku ke toko buku yang Bulan bilang. Setelah
sampai, Bulan buru-buru turun dari motorku, setelah
memarkirkan motor, aku pun menyusul Bulan ke dalam,
kulihat dia berada di bagian novel yang bergenre romance.
"Cari novel apa sih Lan?" tanyaku pada Bulan yang
serius membolak-balik novel.
"Itu, judulnya Remember Me." jawabnya tanpa
mengalihkan pandangan.

9
"Penulisnya?" tanyaku lagi.
"Em, Siti Syahrani." jawabnya masih membolak-balik
novel-novel yang berada di rak buku.
Karena sudah lama mencari dan buku yang dicari tidak
ditemukan, akhirnya Bulan memutuskan untuk keluar dari
toko itu. Bulan keluar dengan langkah gontai.
"Emang buku itu berharga banget ya buat kamu?"
tanyaku.
"Berharga sih enggak." jawabnya dengan muka yang
masih ditekuk.
"Pasti kamu udah lama nyari itu buku, iyakan?" tanyaku
lagi.
"Kok kamu tau sih?" tanya nya balik.
"Bulan, Bulan, emang nya aku kenal kamu baru tadi
pagi? Kita tuh udah sahabatan dari kecil, ya aku tahulah, kamu
kalau pengen sesuatu itu pasti dicari sampe dapet." jawabku
tersenyum.
"Eh ada es krim tuh. Kamu mau? Aku traktir deh."
tambahku.
"Aku mah kalau yang gratisan nggak pernah nolak."
jawabnya tersenyum.
Akhirnya Bulan bisa tersenyum lagi. Setelah membeli es
krim, aku dan Bulan duduk di taman dekat toko buku tadi.

10
"Dhito, kapan kamu mau cari pacar? Nggak bosen apa
kamu tiap hari ketemu aku?"tanya Bulan tiba-tiba.
"Uhuk, uhuk. Kok tiba-tiba kamu nanyain kapan aku cari
pacar sih? Kamu tuh nggak pernah pacaran dari orok, nggak
malu sama umur?" tanyaku meledeknya.
"Kenapa malu? Aku tuh beda sama kamu, kamu itu
jomblo, kalau aku itu single." jawabnya sambil memakan es
krim yang sisa setengah.
"Apa bedanya coba?" tanyaku heran.
"Ya bedalah! Jomblo itu terpaksa nggak punya pacar,
nah kalau single itu bukannya nggak laku, tapi emang kemauan
sendiri." jawabnya tersenyum bangga.
"Eh, tapi kamu belum bisa move on apa dari Putri?" tanya
nya lagi.
"Ya, aku udah move on kok." jawabku menegaskan.
"Ya udah, cepetan cari pacar, kalau aku nggak ada, eh,
kalau aku udah punya pacar gimana? Pasti aku nggak punya
banyak waktu buat pergi main bareng kamu." jelasnya.
"Cie lagi deket sama cowok, ya? Kok kamu nggak pernah
cerita sih?" tanyaku menggodanya.
"Udah sore nih, pulang yuk nanti aku dicariin mama."
jawabnya mengalihkan pembicaraan. Kalau sudah begitu dia
pasti malas ngebahas hal itu, jadi aku iyakan saja keinginannya
untuk pulang. Tante Ria pasti udah nyariin Bulan, tapi tumben

11
Tante Ria nggak nelpon kayak biasanya kalau Bulan telat
pulang.
Sesampainya di rumah aku langsung mandi dan ganti
baju, sepertinya masih ada waktu mencari buku untuk Bulan,
dia pasti senang aku dapat bukunya. Sekali lagi aku lihat diriku
di cermin.
"Bulan bener juga, kenapa aku nggak cari pacar, ya? Aku
kan ganteng." gumamku.
Kulirik jam di kamarku ternyata sudah jam 16:00 segera
aku turun ke bawah.
"Eh, sayang. Mau kemana lagi?" tanya mama saat aku
melewati ruang keluarga.
"Itu Ma, Dhito mau pergi cari angin, Ma." jawabku
menggaruk tengkuk ku yang nggak gatal.
"Oh, jangan lama-lama ya sayang." pinta mama.
"Iya Ma, beres!" jawabku tersenyum.
Sebelum mencari novel yang diinginkan Bulan, aku
duduk di bangku taman untuk browsing tempat yang menjual
novel tersebut. Setelah hampir setengah jam, akhirnya dapat
juga alamat toko yang menjual bukunya.
Ketika akan pergi tiba-tiba ponselku berdering, ternyata
dari Bulan.
Aku: Halo Lan, kenapa?
Bulan: Kamu sekarang di mana? Bisa temenin aku nggak?

12
Aku: Yah, Lan. Kayaknya nggak bisa deh, aku lagi.. ha!
Kayak yang kamu bilang aku harus cari pacar, sekarang aku
lagi cari pacar.
Bulan: Oh, ya udah.
Tut...tut...tut...
Tiba-tiba sambungannya terputus. "Aduh, jangan-
jangan Bulan marah nih sama aku, tapi nggak apa-apa deh,
kalau aku tunjukkin novelnya nanti pasti dia gak bakalan
marah sama aku, pasti dia seneng." batinku.
Kuhilangkan semua pikiran tentang Bulan. Kupacu
motorku menuju alamat yang menjual novel karya Siti
Syahrani itu, yang tempatnya jauh membuatku harus segera ke
sana sebelum gelap.
***
Paginya aku bangun seperti biasa, kalau biasanya aku
menggerutu karena Bulan yang akhir-akhir ini sering
menelponku untuk membangunkan dan menyuruhku untuk
menunggunya di gerbang. Tetapi, aku sekarang bangun dengan
semangat karena nggak sabar liat ekspresinya Bulan yang
kesenangan dapat apa yang diinginkannya. Tapi, kok Bulan
nggak nelpon, ya? Biasanya jam segini ponselku udah bunyi-
bunyi aja. Kulihat ponselku, ternyata mati, pantesan aja nggak
bunyi. Pasti Bulan ngomel-ngomel. Karena itu, aku segera pergi
ke kamar mandi dan bersiap-siap lalu turun ke bawah.

13
"Dhito, tadi mamanya Bulan nelpon katanya Bulan
bilang nggak usah nungguin dia lagi." kata mama memberi
tahu.
"Kenapa, Ma?" tanyaku.
"Enggak tahu." jawab mama.
"Aduh, kayaknya Bulan emang marah deh." batinku.
Aku pun langsung berangkat ke sekolah setelah pamitan
sama mama. Aku menunggu Bulan di depan gerbang sekolah,
tapi udah hampir bel masuk, Bulan nggak datang juga, hingga
akhirnya gerbang sekolah ditutup. Aku memutuskan untuk
masuk ke kelas, tapi aku kaget dengan suasana kelas yang haru,
teman-teman perempuan di kelasku menangis, apalagi Katty
dia paling kenceng nangisnya. Belum sempat aku bertanya Mrs.
Indri datang, segera aku duduk di kursi ku, kulihat kursi Bulan
kosong, perasaanku jadi enggak enak.
"Enggak, enggak mungkin mereka nangis ada
hubungannya dengan Bulan yang nggak masuk." batinku.
"Revand, pimpin doanya sebelum belajar." perintah Mrs.
Indri.
"Teman-teman, sebelum belajar marilah kita berdoa
menurut agama masing-masing, dan kita juga mendoakan
teman kita Komando Bulan agar tenang di sisi-Nya, berdoa
dimulai." pimpin Revand.
Deg...

14
Aku berdoa nggak tenang, tanpa terasa air mataku
jatuh.
"Apa mungkin Bulan, Bulan udah meninggal." batinku.
"Berdoa selesai." kata Revand mengakhiri doa. Setelah
selesai berdoa segera aku bertanya kepada Andi.
"Andi, emangnya Bulan kenapa?" desakku.
"Emangnya kamu nggak tahu, Dhit? Emangnya kamu
nggak dikasih tahu?" tanya Andi.
"Ya ampun Andi nggak usah bertele-tele, Bulan kenapa?
Kenapa cuma aku yang nggak tahu?" tanyaku lebih mendesak
Andi dan air mataku keluar lebih banyak.
"Bulan, Dhit, Bulan meninggal." jawab Andi yang
membuatku merasa kekurangan oksigen.
"Bulan meninggal? Jangan bercanda deh, Ndi! " tanyaku
tak percaya.
"Kamu tahu kenapa cewek-cewek sekelas tadi nangis?
Itu gara-gara mereka denger Bulan meninggal. Dia meninggal
jam 00:30" jawabnya menahan tangis.
"Tapi kenapa Bulan bisa meninggal? Kemarin dia baik-
baik aja kok sama aku." kataku masih tak percaya.
"Bulan meninggal gara-gara nggak ketolong saat operasi
pengangkatan tumor di otaknya, Dhito." sela Katty. Saat itu
juga seakan dunia berhenti berputar.

15
Agustina Ardiani Ega

M arkie datang menghampiriku di depan kelas setelah


selesai pengumuman kenaikan kelas. Ya, itu adalah
pertemuan terakhir kami. Markie adalah teman
keciku dia seorang yang berani, cerdas, dan pekerja keras.
Markie lahir dari keluarga yang kaya raya, lahir di Amerika
Serikat, 27 April 2002. Ia pindah ke Indonesia pada umur lima
tahun. Bernama Markie Fontein Werox. Ia percampuran dari
American – Nederland – Canadian. Markie pindah ke Indonesia
karena urusan perkerjaan ayahnya dan bisnis keluarganya.
“Ellise, lu yakin bakalan pindah ke Canada?” tanya
Markie kepada ku.
“ Iya, gue yakin ini sebuah keputusan yang berat Mark,
gue harus meninggalkan Indonesia dan gue gak t-tahu kapan
kembali lagi, bagaimapun pindah ke Canada ini adalah
keputusan dari orang tua gue, gue nggak bisa melawan.” Jawab
ku.
“ I know what you feel , umm kalau begitu boleh gak gue
ngasi lu hadiah ini terus album foto dan hoodie ini itung-itung
sebagai kenangan gitu, siapa tau lu kangen kan sama gue haha”
sambil tertawa Markie memberikan album foto dan hoodie
kepadaku.

16
“ Doain aja gue kangen sama lu haha, Mark gue nggak
bakalan ngelupain lu kok, bagaimanapun lu temen gue,
makasih loh udah repot-repot ngasi gue beginian”jawabku.
“Yaudah, take care of yourself ya, udah pergi lu sono
kasian Mbak Megan cantik jelita nungguin lu haha.”
“Cantikan gu.....” ucap ku terpotong
“ Ellise!Buruan ntar ketinggalan pesawat, lama banget
dah” ucap perempuan yang berada di seberangku dan Markie.
Dan ternyata itu adalah Megan cantik jelita yang merupakan
kakak perempuanku.
“ Iya baby Megan sebentar, 5 menit lagi!” ucapku sambil
teriak.
“Markie, makasih ya, gue ga bakalan ngelupain lu, gue
bakalan kangen sama lu. Bye!” ucapku sambil memeluk Markie
lalu pergi meninggalkannya.
“Ellise, tunggu lu ngelupain sesuatu”teriak Markie saat
ku memasuki mobil.
Aku menoleh kebelakang dan melihat, Markie berjalan
menuju mobiku dan memberikan hadiah tersebut, aku berkata
“makasih sekali lagi Mark, udah repot-repot, semoga kita bisa
bertemu di lain waktu, gue nggak bakalan ngelupain lu kok.”
Markie hanya tersenyum disertai matanya yang berkaca-kaca.
Lalu mobilku pun melaju meninggalkan gedung sekolahanku.

17
Danielle Birlem Monroe, Ellise mereka memanggil
ku. Aku berusia 16 tahun, berambut keriting pendek berwarna
blonde gelap, ya itu warna rambut asliku, dengan tinggi 168cm,
kulit putih bersih, lahir di Boston Amerika Serikat, 8 Agustus
2003. Dengan senyuman yang tak pernah mengisaratkan kalau
aku mampu mematahkan hati lelaki. Aku seorang blasteran
Canadian-Indonesian. Ayahku berasal dari Canada, sedangkan
ibuku berasal dari Indonesia. Sudah 4 tahun aku tinggal di
Canada ini, yang lebih tepatnya di Toronto, kota yang terletak
di pesisir utara Lake Ontario, dan merupakan kota terbesar di
Canada dan ibu kota dari Provinsi Ontario. Aku tinggal di
Toronto ini bersama kedua orangtua ku dan 2 saudara ku, yaitu
Jaden dan Megan. Jaden memang sudah lama tinggal di Toronto
ini, mungkin saat dia SD Jaden dia pindah ke Toronto bersama
dengan Tante ku. Jaden Hurey Monroe adalah kakak laki-laki
ku, selisih umur aku dan dia 5 tahun, lahir di Jakarta, 16 April
1998. Kalau Megan Amelie Monroe adalah kakak
perempuanku yang sangat cantik dengan rambut blonde
panjang, dengan mata coklat. Lahir di Rotterdam Belanda, 28
November 2001. Ayahku Sam Hootie Monroe adalah seorang
berkewarganegaraan Canada, tetapi melanjutkan kuliahnya di
Indonesia. Sedangkan ibuku Amelie Lauren masih keturunan
India. Karena nenek dari ibuku berasal dari India, sedangkan
kakek dari ibuku full Indonesia. Ibuku saat ini masih

18
berkewarganegaraan Indonesia, sedangkan aku, Jaden, Megan
dan ayahku sudah pindah kewarganegaraan dari Indonesia ke
Canada, karena urusan sekolah dan pekerjaan akan lebih
mudah.
*tringgg tringgg*
Alarm pagiku sudah berbunyi. Terdengar di bawah ibu
sedang memasak sarapan pagi. Huh hari ini hari pertama
masuk sekolah, karena liburan musim panas sudah berakhir.
“Mum, aku berangkat sekolah dulu ya” sambil
menyalami ibuku yang sedang menyiapkan bekal ku.
“Iya hati-hati ya Dani, nih bekalnya. Oh iya, kamu pergi
sekolah sama Megan, kan?” tanya ibuku. Oh iya, Dani adalah
nama panggilan kesayangan dari ibuku.
“Nggak mum, kak Megan katanya dijemput sama
temannya, mum daddy udah pergi ke kantor?” tanyaku
“Daddy sudah pergi tadi, kamu minta antar sama Jaden
aja ya, kalau enggak minta jemput sama Anthony mu itu.” Kata
ibuku.
“Anthony rumahnya di mana, aku rumahnya di mana,
yaudah deh mum, aku ke kamar Jaden dulu minta antar ke
sekolah.” Ucapku kesal, sambil pergi ke kamar Jaden.
*tok tok

19
“Jaden Hurrey Madison yang tercinta, anterin gue ke
sekolah buruan, gue tungguin di depan, cepetan ya.”Ucapku
sambil pergi ke depan.
“ Iya 5 menit lagi, tungguin aja di depan. Kalau mau lu
bisa langsung jalan kaki!!!’’ Ucap Jaden kesal.
“Pacar lu kemana dah, kok gak minta jemput haha, ups
ga punya ya?” tanya Jaden sedikit tertawa.
“ Diem lu, lu aja ga punya jadi gak susah saling
menghina,” jawabku sedikit kesal.
“Lu aja yang gak tau Danielle haha, turun lu udah sampe
tuh.”
“ Iya Jaden bodo amatlah, bye!” ucapku sambil keluar
dari mobil.

Sesampainya di kelas, aku langsung duduk di kursi


kesayanganku.
“Ellise” aku kaget medengar suara seperti lelaki dari
pintu kelas, dan ternyata itu adalah Anthony. Pada saat liburan
summer aku dan Anthony sangat jarang bertemu, karena jarak
rumahku dan rumahnya lumayan jauh. Palingan kalau ingin
bertemu hanya sekedar melepas rindu aku dan Anthony
bertemu di Starbuck atau di kafe dekat sekolahan yang
lumayan dekat jaraknya jikalau dari rumah masing-masing.

20
“Eyy , Anthony Revees d’Amelio, gimana liburan musim panas
lu?”tanyaku sambil berjalan menuju pintu kelas dan
memeluknya.
“Iya, ga jauh beda dari ekspetasi gue. Lu sendiri gimana?"
“Susahlah kalo dijelasin, soalnya gue nggak kemana-
mana. Palingan gue di rumah, terus bermain permainan papan,
menyelesaikan puzzle, minum coklat panas, bermain tic tac
zoe, menyelesaikan puzzle, bermain permainan papan, minum
teh panas, bermain tic tac zoe.”ungkapku sambil tertawa
bersama Anthony.
“Hahahaha, kocak lu, eh tadi gue liat di depan sepertinya
ada anak baru deh.”
“Udahlah biarin aja, anak baru atau anak lama gue nggak
peduli, kalaupun Markie pindah ke Canada, dan sekolah di sini
itu nggak mungkin haha.”
“Mungkin aja loh, ga ada yang ngga mungkin Ellise lagi
pula bener bener mirip si Markie lu itu” Ungkap Anthony kesal.
“Eh mana mungkin, di dunia ini kembaran kita ada 7 lho,
lu mana tau haha. Nih ya kalaupun iya, ya bagus deh.”
By the way, kenapa Anthony bisa tahu Markie, karena
Markie adalah teman kecil dia sebelum Markie pindah ke
Indonesia. Dulu Anthony tinggal di USA bersama keluarganya,
dan juga Anthony adalah tetangganya Markie. Anthony pindah
ke Canada bersamaan dengan Markie pindah ke Indonesia.

21
Bunyi bel sekolah yang menunjukan sudah pukul 08.30
yang tandanya untuk masuk ke sekolah. Aku dan Anthony
masuk menuju kelas dan tiba tiba ada ada seseorang yang
memelukku dari belakang dan berkata.
“Ellise tadi gue ngeliat cogan hahaha, keanya anak baru
deh tapi gue gatau.” Dan ternyata yang memeluk ku dari
belakang ialah Charlie teman baikku. Tepat beberapa meter
didepanku, aku melihat seseorang yang mirip sekali seperti
Markie yang sedang berjalan menuju arah kelas 11th
Chamberlain, dengan gaya slicked back atau memainkan
rambut yang membuat rambut tersisir kerah belakang.
“Ellise, itu dia. Whaaa dia kelas Chamberlain? Apakah
kita di kelas Chamberlain?” tanya Charlie kepadaku.
“Nahh, itu dia Ell, cowo yang gue bilang mirip si Markie
lu itu” ungkap Anthony kepadaku.
Sambil aku berbalik badan dan berkata kepada Anthony,
Thomas dan Charlie.
“ Wow, dia mirip banget sama Markie, sumpah! Eh Char
btw kita kelas 11th Borgese.”
“Yhaa beda dong, ya?” tanya Charlie.
“Engga Char, nggak beda, sama kok satu bangunan.” Ucap
Anthony kesal. Lalu aku, Charlie dan Thomas tertawa sambil
pergi berjalan ke kelas. Thomas adalah teman dekat Charlie,

22
mereka berteman sejak dari masih dalam kandungan haha,
merka memang nggak bisa dipisahkan, karena rumah mereka
yang cukup dekat dan karena memang sudah bersama sejak
kecil.

Aku, Charlie, dan Anthony pergi ke kantin sekolah.


Dengan tingkah gila kami tertawa dengan lelucon tidak lucu.
Namun, seperti biasa tidak ada yang peduli.
“Eh gue, mau ngambil sandwich dulu ya, lu pada mau
gak?” tanyaku kepada Anthony dan Charlie.
“Nggak” ucap Anthony dan Charlie serentak.
“Oh, ya udah.” Jawabku sambil pergi ke tempat kantin
yang menjual sandwich tersebut. Sambil berjalan menuju
kantin penjual sandwich aku memperhatikan seseorang yang
sangat mirip dengan Markie tersebut, tanpa aku sadari aku
menabrak dan…
Aku menabrak seseorang perempuan sampai aku dan
dia terjatuh.
“Astaga lu, nggak apa-apakan?” tanyaku sambil bangkit
berdiri.
“Iya, nggak apa-apa kok. Lu?”
“Iya nggak apa-apa, maaf ya gue udah nabrak lu, sumpah
gue nggak liat, maaf ya.” Ungkapku sekali lagi.

23
“Haha iya gue juga nggak liat tadi. Eh by the way nama lu
siapa?”tanya perempuan itu kepadaku.
“Gue Ellise, dari kelas 11th Borgese, salam kenal ya! Kala
lu?” tanyaku kembali, sambil mengulurkan tanganku.
“Gue Cynthia, kelas 11th Chamberlain, eh maaf gue ya
buru-buru, salam kenal.” Jawabnya sambil pergi meninggalkan
ku.
Dalam hatiku berbicara
Cynthia dari Chamberlain, berarti dia sekelas sama orang
yang mirip Markie, Wow!
Sesampainya di tempat pengambilan makanan, aku
mengambil satu sandwich dan tiba-tiba ada seseorang pria
yang mengambilnya juga, sontak aku menoleh dan
menatapnya.
Tiba-tiba dia berkata, “Buat lu aja”sambil melepas
sandwich dan memberikannya padaku.
“Makasih, lu Markie Fontain Werox, kan?” tanyaku
kepadanya.
“Iya, lu?”jawab pria tersebut dan menanyaku..
“Gue Dan...” Ucapku terpotong sambil mengulurkan
tanganku, aku kebingungan, apa yang terjadi?
“Diam biar gue tebak. Nama lu Danielle Birlem Monroe
kan di panggil Ellise kan?” Tanyanya kepadaku.

24
“Iya, jadi benerkan lu Markie Fontain Werok? Kenapa lu
bisa ada di sini?”
Markie menjelaskan kenapa dia bisa pindah ke Canada,
itu karena kedua orangtuanya bercerai. Dia di Canada bersama
ibu dan ayah tirinya serta dua kakak tirinya dan adik
perempuannya yang bernama Dylan Conrique Werox. Sebelum
Markie benar-benar memutuskan pindah ke Canada, dia
tinggal bersama neneknya di Belanda. Orang tuanya bercerai
sudah selama satu tahun lebih, ibunya menikah diam-diam
tanpa diketahui oleh keluarganya satupun yang tahu. Ibunya
menikah bersama teman kantornya yang itu dahulu adalah
mantan pacarnya. Semua itu terbongkar karena foto
pernikahan mereka tersebar karena tanpa sengaja suami baru
ibunya Markie memposting foto tersebut di account facebook
pribadinya, yang membuat keluarga besar Werox kaget dan tak
menyangka ini semua terjadi dengan begitu cepat. Sebenarnya
Markie belum seutuhnya benar-benar siap tinggal bersama
keluarga barunya, untuk saat ini Markie memilih untuk tinggal
di apartemen atau bolak-balik Canada-Belanda, karena tidak
siapnya untuk tinggal bersama keluarga barunya. Ayahnya
Markie juga sudah menikah bersama perempuan percampuran
Indonesia-Belanda, sejujurnya Markie lebih memilih untuk
tinggal bersama ayahnya dibandingkan ibunya, karena ibunya
terlalu memperdulikan keluarga barunya dibandingkan

25
Markie dan Dylan. Ayahnya Markie tinggal di Indonesia, karena
penghasilan terbesar ayahnya terdapat di Indonesia,
sedangkan di negara maju misalnya penghasilan ayahnya
Markie sangat berbeda drastis dengan penghasilan yang di
Indonesia. Sedangkan ibunya Markie bekerja sebagai dokter
gigi di Canada. Ibunya Markie melanjutkan sekolahnya di
Indonesia di Universitas Teknologi Bandung. Tetapi Markie
memilih di Jakarta daripada di Bandung. Dylan yang masih
sangat kecil tinggal bersama Ibunya di Bandung.
Tiga bulan berlalu, kini aku dan Markie sudah dekat
seperti layaknya adik kakak. Lagipun saat-saat itulah yang
membuatku merasa sangat senang kerena bisa bertemu
kembali dengan Markie. Kini aku punya sebuah grup
pertemanan yang beranggotakan aku, Markie, Anthony,
Charlie dan Cynthia. Hari ini aku dan teman-temanku
berencana pergi ke Niagara Falls, ya seperti namanya Niagara
Falls merupakan sebuah kota wisata yang terletak di tepi barat
Sungai Niagara, provinsi Ontairo, wilayah barat Canada. Di
seberang Sungai Niagara juga terdapat kota dengan nama
Niagara Falls tetapi merupakan wilayah negara bagian New
York, Amerika Serikat. Dari Sungai Niagara inilah mengalir air
terjun terindah di dunia. Air terjun Niagara sendiri terdiri atas
tiga air terjun yaitu Norseshoe Falls, American Falls dan Bridal
Veli Falls. Kami pergi ke Niagara Falls menggunakan mobil

26
pribadi, sesampainya di Niagara, mobil kami harus berhenti di
Niagara Falls Bus Terminal. Terminal ini sendiri jaraknya agak
lumayan jauh dari lokasi air terjun. Untuk mencapai air terjun
kami menggunakan shuttle bus yang rutin menjemput orang-
orang dari terminal ke lokasi air terjun. Sebetulnya bisa juga
berjalan kaki dari terminal ke lokasi air terjun yang memakan
waktu sekitar kurang lebih 30 menit. Sambil mendengarkan
penjelasan pemandu perjalanan tentang medan yang akan
kami tempuh di mana jarak yang ditempuh dari kota Toronto
yang kami lalui kira-kira memakan waktu 2 jam melalui jalur
darat. Sebenarnya aku sudah lama ingin datang ke Niagara
Falls, tetapi aku tidak mempunyai teman untuk pergi kesana,
karena Anthony tidak suka datang ke tempat seperti itu,
sedangkan Charlie karena ia memang tidak diberikan izin oleh
orangtuanya. Bagi Anthony, alam terbuka bukan tempat untuk
bersenang-bersenang, banyak yang datang ke alam tetapi tidak
bisa menjaganya. Anthony lebih senang jalan-jalan ke tempat
umum yang ramai daripada ia harus ke alam terbuka. Untung
aja ada Markie dan Cynthia dan beberapa orang teman Markie
yang ingin berlibur ke sana juga.
Perjalanan memasuki hutan dengan medan yang cukup
terjal, tetapi setelah sampai disana rasa lelah sepanjang
perjalanan akan terbayar. Air terjun dengan warna putih
bening kebiru-biruan. Kiri kanannya terdapat bebatuan besar

27
yang indah dan juga pohon-pohon tinggi yang menyebabkan
udara disekitar terasa sejuk. Sesampainya disana Niagara,
mata langsung tertuju kepada derasnya air terjun. Kami
melihat Niagara Falls dengan naik perahu, semacam kapal
ferry yang cukup besar. Tujuan kami kesana memang untuk
melihat Niagara Falls secara dekat. Bukan hanya untuk
menjadi pengalaman sekali seumur hidup, tetapi juga bisa
menyaksikan ketinggian air terjun tersebut yang sangat
berbeda dari ekspektasi kami sebelumnya. Kekuatan derasnya
air Niagara Falls membuat kami basah kuyup karena terkena
cipratan air terjun dan juga desarnya air yang turun membuat
kawasan Niagara Falls berkabut. Sangat beruntungnya kami
karena dapat melihat indahnya pelangi di air terjun.
Hari sudah pukul 22.05, kami berencana untuk
menginap di sekitaran Niagara Falls, sekalian melihat indahnya
Niagara Falls di malam hari. Aku keluar dari tenda seraya
memasangkan kaus kakiku, terasa udara dingin seolah-olah
memelukku. Cynthia sedang memasak untuk makan malam
bersama Chase dan Jacob, karena merekalah yang jago urusan
masak-memasak. Markie yang tendanya berada tepat di
samping tendaku hanya memperhatikanku yang sedang
menikmati indahnya Niagara Falls yang berada beberapa
meter di depanku dan dinginnya udara malam.

28
“ Yuk makan malam, ntar lagi ngelajutin halusinasinya.”
Ucap Cynthia yang tiba-tiba berada tepat di sampingku.
Cynthia setelah itu lalu pergi meninggalkan aku dan Markie
lagi.
Tiba-tiba Markie mengulurkan tanganya tepat di depan
ku dan berkata “Makan ntar keburu laper.”
Akupun berdiri dan mengikuti langkah Markie dan
meniggalkan tenda tanpa aku sadari tanganku dan tangan
Markie masih bergandengan sampai ke tempat makan. Di sana
banyak turis ataupun warga lokal sedang makan malam di
tepian Niagara Falls. Tepatnya dibawah pohon besar di tepian
Niagara Falls kami menyantap makan malam yang dibuat oleh
Cynthia, Chase dan Jacob, bersama dengan beberapa orang
warga lokal. Aku tahu Markie tidak terlalu suka makanan
Eropa karena lidah Markie lidah-lidah Asian yang tidak bisa
makan kalau tidak makan nasi dan pedas. Untung saja aku
membawa nasi dari rumah dan bon cabe yang aku beli di Asian
Mart sebelum berangkat. Aku menawarkan Markie nasi dan
boncabe, ternyata dia menolak ya menolak untuk tidak makan
nasi, aku dan Markie menyantap nasi dan sedikit makanan
yang dibuat Cynthia tadi. Ya ini adalah hal yang tidak akan
kulupakan seumur hidupku akibat ke konyolan Markie. Saat
yang lain masih sibuk menyantap makan malam aku dan
Cynthia pergi duluan ke tenda, karena kami sudah kelelahan

29
akibat bermalas-malasan tadi. Sesampainya ditenda Cynthia
bertanya kepadaku.
“Ellise, lidah lu lidah Asian banget ya?”
“Haha iya, soalnya dari kecil emang hidupnya di Asian
jadi ga biasa makan kalau nggak ada nasi dan makan makanan
yang nggak ada pedas-pedasnya.”Jawabku sambil tertawa.
“Oh iya, lu kenal sama Mark udah berapa lama sih?”
tanya Cynthia kepadaku.
Aku menjawab “Nih ya gue kenal sama Mark itu udah
lama banget, mungkin dari kecil, dari Mark masih ngomong
pake bahasa Belanda, sampe udah fasih pake bahasa Indonesia,
sampe bahasa daerah. Eh seinget gue Markie pernah pindah ke
USA, terus umur 9 tahun nggak salah gue dia balik lagi ke
Indonesia. Terus 4 tahun lalu gue pindah deh ke Canada. Terus
dia pindah deh ke Canada. Seneng banget gue pas tau kalau
cogan di Chamberlain itu Markie.”
“Lu pindah ke Canada kenapa?” tanya Cynthia.
“Gue pindah ke Canada karena, bisnis orangtua gue.
Terus karena saudara-saudaranya mommy gue pada pindah ke
Eropa, jadi udah nggak ada keluarga mommy gue yang tinggal
di Indonesia, terus mommy gue memutuskan buat pindah juga
ke Canada dan pindah kewarganegaraan juga, biar urusannya
mudah.”Jawabku.

30
“Oh gitu. Udah tidur lagi, udah larut.”Ungkap Cynthia
sambil menutup matanya.
Keesokan paginya kami bersiap-siap untuk kembali ke
Toronto. Perjalanan yang kami tempuh saat ini dengan jalan
kaki, karena kami mau mencari pengalaman baru. Sekitar 30
orang berjalan kaki bersama kami menuju terminal. Dari
Niagara Falls kami berangkat jam 04.30 pagi, karena kalau
sudah terbit matahari perjalanan akan terasa lebih jauh.
Sesampainya kami di terminal jam 05.15 pagi karena kami
banyak singgah untuk beristirahat. Sesampainya di terminal,
aku berjalan menuju tempat duduk di bawah pohon rindang
bersama dengan Cynthia dan Chase.

Sedangkan Jacob sedang pergi ke toilet umum, tiba-tiba


Markie menghampiriku dan memberikanku satu botol air
mineral dan berkata, “Minum yang banyak Danielle, biar nggak
dehidrasi seperti Cynthia dan Jacob haha.”
Seketika kami semua tertawa karena lawakan Markie
“Nggak usah sok tahu deh lu Mark.”Ungkap Cynthia
kesal.
“Gue mau nyusulin Jacob dulu, Chase ikut nggak?” Tanya
Markie seraya berjalan ke arah toilet umum.
“Ikut woi, tunggu!” Jawab Chase sambil berlari kearah
Markie.

31
Tersisalah hanya aku dan Cynthia bersama tas traveling
mereka, karena aku dan Cythia tidak diperbolehkan oleh
Markie membawa tas, cukup mereka saja yang membawa.
“Ellise!” Cynthia memanggilku sambil menatapku.
“Hah? Iya?”jawabku penuh penasaran
“Danielle Birlem, lu tahu nggak?”
“Ya, nggaklah lu aja belum bilang.”
“Markie, mau membangun cinta, dan lu tahu itu dengan
siapa? Dengan lu Ellise.” Ungkap Cynthia, sambil menggengam
tanganku dan menatapku lebih tajam lagi dari sebelumnya.
Aku berusaha menenangkan dadaku sendiri. Ingin rasanya aku
meminta bantuan dari Anthony atau Charlie sekarang juga, tapi
apa boleh buat mereka jauh dan handphoneku sudah
kehabisan batre. Aku tidak bisa berkata-kata tetapi kali ini aku
tahu apa yang harus aku lakukan, aku langsung memeluk
Cynthia dan berkata,“ Cynthia, nggak ada yang tahu cinta
pastinya datang. Tapi kamu tahu kapan aku harus memulai.”
“Kapan?” tanya Cynthia sambil melepaskan pelukkan.
“Hari ini!” Jawabku sambil tersenyum.
Hari demi hari berlalu, selama seminggu ini aku tidak
pernah melihat ataupun bertemu dengan Markie di sekolah
maupun di luar sekolah. Akan tetapi aku cukup senang bisa
berbagi kebahagiaan dengan Anthony karena aku
menceritakan pengalamanku ke Niagara Falls, Anthony adalah

32
pendengar yang baik, ada suatu hal yang membuatku bingung,
yaitu tentang Markie. Markie tidak ada mengabariku sama
sekali sepulang dari Niagara Falls, ya aku tahu aku ini bukan
siapa-siapanya Markie, aku hanya sebatas teman dekat
dengannya. Aku benar-benar khawatir apakah dia baik-baik
saja. Ponselnya pun tidak dapat dihubungi, Chase dan Jacob
juga tidak tahu keradaan Markie saat ini. Aku, Chase dan Jacob
kemarin mengunjugi Apartemen yang ditinggalinya tetapi,
Markie tidak ada disana, kamipun bertanya kepada satpam
yang menjaga apartemen tersebut, kata satpam tersebut
Markie sudah dua minggu tidak ada balik ke apartemen, kami
mencoba pergi ke rumah orangtua Markie dan keadaan rumah
tersebut kosong dan sepertinya sudah tiga minggu tidak ada
ditepati. Pikirku mungkinkah Markie dan keluarganya pindah
ke Belanda ataupun USA, karena Markie pernah bilang
kepadaku kalau dia akan pergi ke USA dalam waktu dekat
untuk berlibur, atau apakah Markie pindah ke Indonesia lagi?
Mungkinkah? Anthony pernah menasehatiku, katanya
“ Ellise, apakah sebaiknya semakin lu dewasa, lu semakin
memiliki pertimbangan untuk memilih pasangan. Bukan asal
jatuh cinta dengan mudahnya sehingga mengakibatkan
mudahnya sakit hati dan terluka. Lu bukan anak kecil lagi.
Sudah tepat saatnya lu memilih pasangan untuk masa depan lu.
Karena dia yang menjadi ayah dari anak-anak lu kelak. Bukan

33
yang hanya bisa ninggalin lu dan pergi seenaknya tanpa rasa
bersalah dan nggak ngasih lu kabar sama sekali.” Sampai saat
ini aku masih memahami nasehat yang diberikan Anthony.
Sore itu, sepulang sekolah aku berjanji untuk menemani
Anthony mencari buku bekas di Doug Miller Books,
diperjalanan aku dan Anthony singgah di kafe sebelah Doug
Miller Books, karena kelelahan mencari dan kami sudah mulai
kelapaarn, tiba-tiba Anthony bertanya kepadaku,
“ Gimana kemarin di Niagara Falls, seru gak
kencannya?”sontak aku terkejut karena dia menepuk
pundakku.
“ Kencan apaan? Siapa yang kencan?”jawabku sambil
kebingungan.
“Lu sama Markie!”
“Nggak usah ngarang lu!”
“Abisnya gue liat lu sama Markie cocok, haha.”
“Diem lu, nggak ada yang kencan! Dan nggak ada satupun
kecocokan gue sama Mark.”
“Lahh, kenapa dah lu sama Markie.”Tanya Anthony
kaget.
“Jadi gini...” Akupun menceritakan apa yang terjadi pada
aku dan Markie dari awal sampai akhir.
“Yaudah terus sekarang lu mau gimana sama Mark?”
Tanya Anthony kebingungan.

34
“Hmm, sekarang ini gue lagi males berurusan sama
manusia yang namanya Markie. Toh sekarang dia aja udah
pergi ninggalin gue tanpa rasa bersalah sama sekali, aku nggak
mengerti apa maksud dan tujuan serta visi misi dia ninggalin
gue, apa karena ada yang baru dan lebih asik dari gue.”
Ungkapku dengan mata berkaca-kaca.
Sesampainya di rumahku aku membuka Instagram, aku
melihat snapgram Markie. Dan ternyata dia sedang ada di
California bersama keluarganya, tetapi aku melihat ada suatu
yang janggal pada mention di snapgramnya, terdapat nama
instagram Cynthia yaitu @cynthia.park.
Dalam benakku bertanya ‘Apakah Cynthia menyusul
Markie? Atau mereka pergi liburan bersama sama atau Cynthia
diajak oleh keluarga Markie untuk liburan bersama-sama
ataukah Cynthia dan Markie bersaudara? Tetapi Markie
ataupun Cynthia tidak pernah menceritakannya’. Sungguh aku
tidak habis pikir, tiba-tiba saja ada notif SnapChat dari Charlie.
Aku membukanya dan aku melihat, bertapa terkejutnya aku,
ternyata Cynthia dan Markie berpacaran. Aku tidak
menyangka tentang apa yang aku lihat. Aku teringat kalau
Cynthia memang orang kulit putih USA lebih tepatnya di
Califonia. Setelah aku telusuri lebih dalam dan karena memang
banyak yang memberi tahuku kalau mereka memang benar
berpacaran dan ternyata mereka berpacaran sudah cukup

35
lama, selama kurang lebih satu bulan. Tetapi kenapa mereka
diam-diam berpacaran? Karena Markie tidak ingin melihatku
sakit hati, tetapi mengetahui satu fakta ini lebih membuatku
sakit hati, yaitu ternyata mereka dijodohkan oleh orangtua
mereka, karena untuk menebus hutang-hutang ibunya Markie,
ibunya Markie berhutang kepada ayahnya Cynthia sangatlah
banyak maka dari itu cara terbaik adalah mereka harus
dijodohkan. Karena saat ibunya Markie bercerai, ibunya sudah
tidak lagi menjadi dokter gigi, karena suatu hal yang sangat
fatal, yang mengharuskan ibunya Markie untuk berhenti
bekerja sebagai dokter gigi. Lalu ibunya datang mengunjungi
ayahnya Cynthia untuk meminjam uang untuk pernikahannya.
Karena ketidaksanggupan untuk membayar akhirnya, Markie
lah yang harus merelakan dirinya untuk dijodohkan bersama
Cynthia.
Satu fakta yang aku ketahui saat ini, yaitu ternyata
kedatangan Markie ke Canada itu karena dia mau dijodohkan,
dia tidak ingin dan tidak mau, tetapi dia sangat senggan untuk
menolak perjodohaan ini tetapi apa boleh buat. Semua itu aku
ketahui dari Dylan dan Charlie. Ya mereka yang menemani dan
memberitahuku tentang kasus Mrkie menghilang dan
meninggalkanku sampai khasus perjodohan ini. Di sini aku
tidak membenci satupun di antara mereka Markie ataupun
Cynthia karena Tuhan tidak mengajarkan umatnya untuk

36
membenci. Sakit hati atau kecewa itu ada, mau kecewa sama
siapa? Tidak ada yang perlu dikecewakan karena itu sudah
berlalu dan itulah pilihan terbaik yang diberikan oleh Tuhan
kepada Markie, karena Tuhan dan pilihan orang tua adalah
pilihan yang terbaik, meskipun caranya lewat perjodohan ini.
Kenangan manis antara aku dan Markie tidak akan ku lupakan,
dari awal kita bertemu sampai sekarang.
Dua tahun berlalu, kini Cyntia dan Markie sudah
menikah, aku turut bahagia melihat teman baikku dari kecil
sudah menikah. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu.
Sekarang semuanya terasa lucu bagiku karena aku akan
menikah bersama Chase haha, jujur aku tidak tahu kenapa aku
bisa jatuh cinta dengan Chase. Chase berasal dari keluarga yang
dibilang cukup kaya raya, tinggal di Toronto, lahir dan
dibesarkan di Stockton California. Bernama asli Chase Hudson,
anak dari Cole Hudson dan Tamora Hudson. Memiliki dua
saudara perempuan, lahir pada 15 May 2002, berzodiakan
Taurus. Berwarna mata biru. Ya Chase suka memakai Jeans
robek, suka menggunakan hoodie dan sweater, Chase lebih
suka menghabiskan waktu di laut, dan juga dia suka binatang.
Sedangkan Anthony? Dia menemukan pendamping yang tepat,
yaitu Dylan adiknya Markie. Sedangkan Jacob ya sudah jelas dia
bersama Charlie. Sebuah pertemuan yang tidak akan
terlupakan.

37
Aku melupakan sesuatu. Ya buku yang diberikan oleh
Markie haha. Isinya adalah sedikit ucapan selamat natal, kata-
kata dari kotak sereal, baju musim dingin, foto-foto kecilku dan
foto-foto bersama dia, aku tidak tahu di mana Markie
mendapatkan semua foto-foto itu. Hadiah yang diberikan
Markie masih kusimpan dengan baik, sebagai kenang-
kenangan yang tidak pernah akan kulupakan.

38
Ain Rumadan Miarpi

A lina Putri itulah namanya. Teman-temannya


memanggilnya Alin. Alin dari keluarga yang harmonis
dan sederhana. Alin anak kedua dari tiga bersaudara.
Kakaknya bernama Azlina putri dan adiknya bernama
Muhammad Arka. Sekarang Alin kelas XI IPA 1. Dia bersekolah
di SMA CENDIKIA JAKARTA, yaitu sekolah terfavorit dan
terkenal di Jakarta. Alin mendapatkan beasiswa pendidikan,
oleh karena itu dia bisa bersekolah di SMA tersebut. Alin
mempunyai dua orang sahabat sejak kelas X, namanya
Anatasya Elina biasa di panggil Ana dan yang satunya lagi
bernama Asteria Lestari biasa di panggil Ria.
Paginya Alin sudah siap dengan seragam putih abu-
abu. Hari ini adalah hari Senin di mana dia harus berangkat
lebih awal dibanding hari lainnya.
“Alin cepat turun, kita sarapan dulu.” Kata Mama Alin
“Iya ma sebentar lagi Alin siap langsung ke bawah kok.”
Kata Alin
Setelah selesai mengemaskan semua barang sekolahnya,
Alin pun langsung menghampiri keluarganya di ruang dapur
untuk sarapan bersama.
“Pagi Ma, Pa.” Alin pun langsung menciumi pipi kedua
orang tuanya.

39
“Pagi juga sayang, buruan sarapan ntar kamu telat.”
kata Mama Alin
“ Iya mamaku sayang.”
Alin pun segera mengambil makanan yang ada di atas
meja makan. Setelah selesai sarapan Alin pun langsung
berangkat ke sekolah, tak lupa menyalimi tangan kedua orang
tuanya sebagai doa dan restuku hingga ke sekolah. Jarak antara
rumah Alin dengan sekolah lumayan jauh karena dia
menggunakan sepeda. Sesampainya di sekolah, Alin pun
memarkirkan sepedanya di tempat khusus sepeda. Alin
menyimpan sepeda paling ujung sebelah kanan.
“ Alinnnnnnnnnnn.” Alin pun langsung menoleh ke
sumber suara tersebut. Ternyata suara tadi berasal dari suara
sahabatnya Ana dan Ria. Mereka pun langsung
menghampirinya
“ Yuk, kita ke kelas! Sepuluh menit lagi upacara akan
dimulai.” Kata Ana.
Mereka pun langsung menuju kelas yang berada paling
ujung. Setelah selesai upacara Mereka pun langsung menuju
kelas yang berada di ujung koridor bawah.
“ Aduh pegal banget kaki gua , kayaknya urat betis gue
terik ni, gara-gara Bu Dayu ni ceramahnya panjang amat lagi
nyampai kali satu jam. Udah itu, panas banget lagi di luar.” kata
Ria

40
“ Iya ni gue juga capek dari tadi berdiri mulu. Tuh guru
kayaknya pegen kita semua sakit urat betis.” Kata Ana
“ Emang ada sakit urat betis? “ tanya Alin
“ Adalah ni buktinya urat betis gue sakit ,” jawab Ria.
“ Iyain ajalah. Emm… bukan sakit rematikkan lo
berdua? “ tanya Alin kepada mereka berdua.
“ Yaa enggaklah Lin mana mungkin kita berdua sakit
rematik. Iya gak, Ana?”
“ Benar banget tu apa kata Ria. Ya kali kita punya
penyakit rematik, kita kan masih remaja ya kali kena begituan.”
Kata Ria melanjuti omongan Ana.
Kelas yang semulanya ribut tiba tiba senyap begitu
saja karena di pelajaran pertama ada pelajaran kimia di mana
guru yang mengajarnya adalah guru killer.
“ Selamat pagi anak-anak.”kata guru tersebut
“ Pagi, Bu.” Jawab satu kelas serempak
“ Pagi ini kita akan mempelajari tentang Alkana,
Alkena, dan Alkuna. Buka buku kalian halaman 102.”
“ Baik bu.” Jawab semua murid XI IPA 1 serempak lagi
Kringggg……. Kringgg…… kringggg…… bel istirahat pun
berbunyi. Alin, Ana, dan Ria langsung pergi menunuju ke
kantin sekolah yang berada di atas kelas mereka yaitu dekat
kelas XII IPA 5. Sesampainya di kantin kami pun langsung

41
mencari meja yang kosong. Mereka langsung mengedarkan
pandangan mereka untuk mencari meja yang masih kosong.
“ Lin, Na, itu ada meja yang kosong buruan ke sana
sebelum diambil orang tempatnya.” Kata Ria.
Mereka bertiga pun langsung menuju ketempat meja
kosong itu. Meja kosong itu berada di paling pojok kanan, tepat
bersebelahan dengan meja anak Ravispa. Ravispa adalah
sekumpulan anak geng motor, tapi mereka tidak pernah
mencari ribut duluan kalau tidak ada yang buat ulah sama anak
Ravispa.
“ Siapa ni yang bakalan pesen makanan?” Tanya Ria
“Sini gue aja yang pesen kalian duduk di sini aja, jaga
tempat duduk gue jangan sampai ada orang yang duduk
tempat gue.” Kata Alin
“Kalian mau pesan apa?” Tanya Alin
“Samain ajalah dengan punya lo. Iya kan, Na?” Kata Ria
“ Iya samain ajalah.” jawab Ana
“ Oke. Mana uang kalian biar sekalian langsung gue
bayar,” kata Alin
Mereka berdua pun langsung mengambil uang yang
ada di saku mereka masing-masing dan langsung
memberikannya kepada Alin. Setelah mengambil uang dari
tangan mereka Alin pun langsung memesan makanan di
warung Bu Gendok. Dari arah sebelah kiri muncul gengnya

42
anak Ravispa langsung memasuki area kantin dan langsung
duduk dimeja khusus meja anak ravispa, yaitu persis di sebelah
kiri meja kami bertiga. Alin pun selesai dengan pesanannya air
teh 3, bakso 3 porsi untuk Dia, Ana, dan Ria.
“Nih udah gue bawain pesanan kalian berdua. Tadi tu
hampir aja bakso lo tumpah kena tuh orang, gue gak kenal
orangnya siapa. Gua marah sama dia eh malah dia marahin gue
balik sebel banget gua tuh orang.” Kata Alin sambil memberi
bakso pada Ana.
“ Emang… gimana kejadiannya?” Tanya Ana
“Kan gue dah selesai dengan pesanan gue tuh, eh pas
gua balik mau kesini, dia tiba-tiba nabrak gue dari belakang ,ya
gue langsung marahlah sama dia gue bilang gini, eh lu kalo
jalan tuh lihat-lihat dong jangan sampai nabrak orang kayak
gini, untung nih bakso ndak sampai jatoh, kalo sampai jatoh
awas aja lu. Eh dia langsung jawab gue kayak gini, elo yang
salah dah tau gue mau mesan makanan jangan halangin gue,
siapa suruh lo ada di situ yaa kena tabrakkan lo sukurin.
Hahaha, udah dia bilang gitu sama gue, dia langsung pergi gitu
aja tanpa rasa bersalahnya sama sekali benci gue lihat dia.
Awas aja tu orang kalo gue ketemu lagi sama, gue cincang-
cincang tuh orang biar tau rasa!” kata Alin sambil emosi
“ Emang tu orang siapa sih? Resek banget jadi orang.
Awas aja kalo sampai gue tau tu orang siapa.” jawab Ana

43
“ Udahlah buruan makan sebelum ni makanan dingin.”
Kata Ria
Mereka berdua pun mengangguk sebagai jawaban,
setelah itu mereka bertiga pun langsung memakan makanan
yang tadi sudah di pesan oleh Alin. Mereka pun selesai dengan
makanan mereka, masih ada waktu untuk istirahat sekitar 15
menit lagi.
“ Eh eh eh itu orangnya yang tadi nabrak gue.” Kata Alin
heboh
“Mana mana? Itu orangnya yang bawa mangkok kuah
bakso sama kentang goreng itu? “ tanya Ana
“ Iya itu orangnya gue masih ingat. Gila… gaya benar tu
orang sok kegantengan lagi.”
“ Emang ganteng kali. Ganteng banget malahan.” Kata
Ria sambil menatap muka orang itu.
“ Lo gak tahu dia siapa Lin?” Tanya Ana
“Mana gue tahu siapa tu orang . Lagian gak penting buat
gue.” Jawab Alin masih dengan melihat lelaki itu.
“ Ya ampun Alin.. dia itu Reano biasa orang-orang
memanggilnya Rean. Dia tuh ketuanya anak ravispa masa lo
gak tahu sih?”
“ Mana gue tahu. Gue gak takut tu sama tu orang awas
aja pas dia lewat sini gue marahin dia habis-habisan.” Kata Alin
sambil mengepalkan tangannya

44
“ Ett… mau kemana lo?” Tanya Alin kepada Rean
“ Yaa mau duduk lah. Minggir.” Kata Rean sambil
mendorong tubuh Alin sampai ke belakang. Alin pun langsung
kaget karena dia langsung mendorong Alin secara tiba-tiba.
“ Dasar orang gak punya etika, gak ada sopan-sopannya
jadi orang!” balas Alin dengan suara yang cukup keras.
“ Udah lah Lin udah, ndak usah di ladenin orang kayak
gitu gak ada gunanya juga.” Kata Ria
“ Udah Lin, mending kita balik ke kelas aja ya.” Kata Ana
Mereka pun langsung menuju ke kelas yang berada di
lantai bawah. Saat Alin berpapasan dengan Rean, Alin
melihatnya sekilas dan Rean pun melirik Alin langsung saja
Alin pelototi lelaki itu, Rean sih hanya masa bodoh dengan Alin.
“ Dasar cowok aneh.” Kata Alin sambil berlalu
melewatinya.
“ Siapa sih tu cewek ngatain lu aneh Re , padahal dia
yang aneh.” Kata Bima temannya Rean.
“ Mana gue tau siapa tu cewek.” Kata Rean.
“ Emang kenapa sih Re?” tanya Rendi.
“ Tadi gak sengaja gue nabrak tadi pas mesan makanan.
Dia marah sama gua karena nabrak dia, ya gue marah baliklah
sama dia ngapain coba dia di situ kan gue mau ambil pesanan
gue.” Kata Rean tanpa merasa bersalah.

45
“ Lah elo yang salah kali Re karena nabrak dia, kasian
banget tuh cewek, mana cantik lagi.” Jawab Bima
“Lah kok lo malah belain tuh cewek.” Protes Rean
dengan perkataan Bima.
“ Kan lu memang salah Re.”
“Terserah lu dah gue mau cabut.”
“ Mau kemana lo, Re?” tanya Rendi.
“ Ya… mau ke kelaslah, lo gak dengar bunyi bel?” jawab
Rean sambil berlalu melewati mereka
Sesampainya di kelas, Alin, Ana, dan Ria mereka pun
langsung duduk di meja mereka masing-masing. Mereka duduk
saling berdekatan dan mereka bertiga duduk di barisan paling
depan dan sekarang masuk jam pelajaran ke 2, mata pelajaran
biologi.
“Isss.. lama amat tu guru masuk kan gue mau belajar.
Pas gue lagi gak mood belajar biologi tu guru masuk, pas gue
pengen sekali belajar biologi ehhhh …. malah tu guru gak
masuk.” Kata Ana.
“ Yaelah lu masa mau belajar aja pas ada moodnya
doang.” Kata Alin
“ Yee biarin, emm… bagus deh kalo tuh guru kagak
masuk, gue udah gak mood lagi sama pelajaran dia.” Jawab Ana.

“ Yeee dasar,” kata Ria.

46
“ Guys... hari ini guru rapat!” teriak Rio, sambil joget-
joget di depan kelas. Dia adalah ketua kelas kami. Seketika,
kelas pun menjadi ribut dengan suara teriakan penghuni kelas.
Ada yang bernyanyi-nyanyi dengan sapu sebagai mikrofon, ada
juga yang sampai salto saking senangnya.
***
Kringgggg…… bel pulang pun berbunyi.
Alin pun bergegas memasukan buku-bukunya ke dalam
tas, setelah selesai Alin, Ana dan Ria mereka pun segera ke luar
kelas sambil menuju ke parkiran. Saat sampai di parkiran
mereka bertiga pun berpisah. Alin langsung menuju parkiran
sepeda yang berada di paling ujung. Alin pun segera
mengambil sepedanya dan langsung pulang kerumah. Saat di
perjalanan pulang Alin singgah di sebuah ruko di pinggir jalan
karena hujan yang cukup deras. Saat menunggu hujan reda,
Alin melihat sebuah motor ninja hitam menuju ke arahnya.
Seorang lelaki. Lelaki itu pun langsung berteduh di sebelah
Alin. Saat lelaki itu membukakan helmnya dan ternyata dia
adalah cowok yang tadi menabrak Alin saat di kantin tadi, ya
itu adalah Rean.
“ Elo! Ngapain lo di sini ? Jangan bilang lo ngikutin gue
lagi.” seru Alin.
“Jangan kegeeran lo, gue di sini cuman numpang
teduh.” Kata Rean.

47
“ Emmm… by the way perkenalkan nama gue Reano
Alexsander Devitsa, lo bisa panggil gue Reano. Karna gue abang
kelas lo, lo panggil gue Kak Rean.” Katanya sambil
mengulurkan tangannya kepada Alin. Alin langsung menjabat
tangannya.
“ Nama gue Alina putri, Kak Rean bisa panggil gue Alin.”
Kata Alin sambil melepaskan jabatan tangan.
Tidak ada pembicaraan setelah itu. Saat hujan sudah
mulai mereda mereka pun langsung pulang ke rumah masing-
masing. Saat sampai di rumah Alin pun segera menuju ke
kamar mandi untuk membersihkan diri. Saat selesai Alin pun
langsung mengenakan baju dan langsung menuju ke kasurnya
yang sangat nyaman dan empuk. Alin pun langsung mengambil
benda pipih yang berada di atas ranjangnya. Alin pun langsung
mengotak-atik benda pipih tersebut, ternyata ada pesan
masuk dari grupnya , Ana, dan Ria.

~Three girls unyu (Group Chat)

Ana : Tes… Masih ada orang?

Ria: Ya, masihlah. Kenapa lo? Kurang kasih sayang?

Alin : Makanya cari pacar kalian!

Ana : Hm maaf kak, jomblo sejati in here.

Ria : Same with you.

Alin : Hahaha teriak jomblo. Gue juga sih. Cheers!


48
Setelah itu mereka pun larut dalam candaan di grup itu.
Setelah selesai chat-an, Alin pun langsung menyimpan benda
pipih tersebut dan langsung tidur. Paginya Alin pun sudah
selesai dengan seragamnya dan langsung sarapan menuju
meja makan dan menemui keluarganya yang sedang
menyantap makanan mereka masing – masing.
“ Selamat pagi semuanya.” Kata Alin sambil berteriak
menuju meja makan
“ Aduh kak pagi pagi aja udah ribut, kuping gue sakit
dengarnya” kata Raka, adik Alin.
“ Tau lo dek pagi pagi aja udah ribut.” Kata Lina, kakak
Alin.
“ Hehehehe maaf.”
“ Udah udah, nih makan dulu habis itu langsung
berangkat.” Kata Mama Alin melerai mereka.
“ Iya, ma.”
Setelah selesai sarapan Alin pun langsung berangkat
ke sekolah dengan menggunakan sepedanya.
“ Ma, Alin berangkat dulu ya ma,assalammualaikum.”
“ Iya,waalaikumsallam,hati-hati di jalan!”
“Iya ma, Alin berangkat dulu.”
Setelah mengucapkan itu Alin pun langsung pergi
meninggalkan rumahnya dan langsung menuju ke sekolah.

49
Sesampainya di sekolah, Alin pun langsung menuju kelasnya.
Saat di parkiran Alin tidak berjumpa dengan sahabatnya, jadi
dia berjalan sendiri menuju ke kelas. Sesampainya di kelas,
saat Alin mau masuk kelas, Alin mendengarkan suara
seseorang memangilnya dan itu adalah Rio ketua kelas Alin.
“ Lin, lo dipanggil sama Bu Dayu tuh.” Kata Rio
“ Emang ada apa? ” tanya Alin.
“ Ya mana gue tau. Cepat sono ntar dia marah lagi gara-
gara lama nunguin lo.” jawabnya
“ Ya udah gue simpan tas dulu.”
“ Ya udah cepat sono.”
“ Iya, iya.”
Setelah Alin menyimpan tasnya di kelas, Alin pun
langsung menuju ruang guru. Sesampainya di ruang guru, Alin
pun langsung masuk dan tak lupa mengetuk pintu terlebih
dahulu.
“ Permisi bu, apakah ibu memanggil saya?.” Tanya Alin.
“ Iya ibu yang panggil kamu, ibu memangil kamu ke sini
karana ibu mau minta bantu kamu.” Jawab Bu Dayu.
“ Minta bantuan apa bu?” Tanya Alin

***
~ Kemarin~
Tok tok tok

50
“ Ibu memanggil saya?” Tanya Rean.
“ Iya ibu manggil kesini karena ibu sangat kecewa sama
kamu, nilai kamu semuanya hancur total, ibu sangat kecewa
sama kamu, mau jadi apa kamu dengan nilai yang segini? Bisa-
bisa kamu tidak naik kelas Rean! Ibu sudah sangat bingung
harus bilang sama kamu seperti apa lagi. Sebagai wali kelas
kamu, ibu sangat peduli dengan kamu. Sekarang kamu mau
berbuat apa dengan nilai kamu segini?” Tanya Bu Dayu.
“ Terserah ibu aja gimana baiknya buat nilai saya.” Kata
Rean santai.
“ Kalo begitu kamu akan ibu kasih guru les privat untuk
kamu. Nanti yang mengajari kamu itu adalah anak kelas XI IPA
1, dia anak yang sangat tekun dan pandai, kamu akan diajari
oleh dia.” Kata Bu Dayu.
“ Apa bu? Saya les privat sama anak kelas XI? Berarti
adek kelas saya dong bu, aduh ibu… kan saya malu bu belajar
sama adek kelas bu, mau taruh di mana muka saya bu diajarin
sama adek kelas.” Protes Rean tidak setuju
“ Kamu ini main protes aja, kan kamu yang bilang
terserah ibu, kan?”
“Iya, tapikan bu…”
“ Tidak ada tapi-tapian, mulai minggu depan kamu
harus les sama dia!”
“ Iya-iya bu. Emm bu emang dia siapa bu?” Tanya Rean.

51
“ Adalah, nanti ibu kasih tahu.” Jawab Bu Dayu.
“ Em… Baiklah bu, saya permisi dulu bu.” Setelah itu
Rean pun langsung ke luar dari ruangan tersebut dan langsung
menghampiri teman temannya.
“ Muka lo kenapa Re? Kusut benar kayak belum di
setrika.” Kata Rendi .
“ Tadi gue di panggil sama Bu Dayu, katanya nilai gue
jelek semua.” Jawab Rean.
“ Terus yang buat muka lo kayak gini apa?.” Tanya
Rendi lagi.
“Gue di suruh Bu Dayu buat les privat sama adek kelas,
malas banget gue.” Kata Rean sambil menyedot minuman yang
ada di atas meja.
“Wah parah sampai segitunya, by the way adek
kelasnya cewek apa cowok ni?”
“ Gak tau gue, gue gak ada tanya.” Jawab Rean.
“ Gimana sih lo seharusnya tanya dong, kalo cewekkan
lo juga yang enak bisa sambil modus hehehe.” Kata Baim
sambil nyengir gak jelas.
“ Yee elo pikiran lo ke cewek mulu.” Kata Bima sambil
duduk di sisi Aska.
“ Datang-datang nyempit aja lo.” Kata Aska.
“Hehehe gapapa lah.”Kata Bima .

52
***
Setelah dari kantor Alin pun langsung menuju ke
kelasnya. Pelajaran pertama sudah dari tadi berlangsung dan
Alin masuk kelas saat jam pertama sudah mau selesai.
TOK TOK TOK
“ Permisi pak, apakah saya boleh masuk?” Tanya Alin .
“ Iya silakan, kamu tadi dari mana Alin?” Tanya Pak
Sapri.
“ Saya tadi dipanggil sama Bu Dayu, pak.” Pak Sapri
hanya mengangguk, setelah itu Alin pun langsung duduk di
bangkunya.
Jam pertama pun sudah selesai.
“ Baiklah bapak sudahi dulu pelajaran pada pagi hari
ini, selamat pagi.” Kata Pak Sapri sambil meninggalkan kelas.
“ Pagi.” Jawab semua murid serempak.
Alin pun langsung mengemaskan buku-bukunya yang
ada di atas meja.
“Lin, ngantin.” Kata Ana.
“ Iya bentar, lagi beresin buku dulu.” Jawab Alin
Saat Alin selesai mengemas bukunya mereka bertiga
pun langsung menuju kantin. Saat sampai di kantin mereka
pun langsung mencari tempat duduk dan langsung memesan
makanan.

53
“ Lin tadi lo di panggil sama Bu Dayu kenapa?” Tanya
Ria
“ Oh, tadi Bu Dayu manggil gue cuman disuruh bantu
dia buat jadi guru privat.”
“ WHAT?! Lo di suruh Bu Dayu buat jadi guru privat?”
Kata Ana syok. Alin pun hanya mengangguk untuk mengiyakan
jawabannya.
“ Siapa yang elo ajarin, Lin?” Tanya Ria
“ Gak tau juga sih tapi kata Bu Dayu dia abang kelas
gue.” Jawab Alin
“ Wah parah nih. Hati- hati lo Lin entar lo di apa apain
lagi sama tu abang kelas.” Kata Ana su`uzon.
“ Gak mungkin lah, kalo dia ngapa-ngapain gue, gue
tinggal bilang sama Bu Dayu.” Balas Alin santai.
“ Tau lo Na, su`uzon mulu lo sama abang kelas.” Kata
Ria.
“ Ya…kan siapa tau.” Kata Ana sambil nyengir gak jelas.
Makanan mereka pun sampai dan langsng menyantap
makanan mereka masing masing. Setelah selesai mereka pun
langsung pergi dari kantin menuju kelas. Saat sampai dikelas
Rendi pun memanggil Alin, katanya Bu Dayu memanggilnya.
Alin pun langsung pergi menuju ke kantor. Saat sampai
dikantor, Alin pun langsung masuk dan mendapatkan ada Kak
Rean yang sedang duduk manis bersama Bu Dayu. Pikiran Alin

54
pun langsung melayang, apa jangan jangan kak Rean yang akan
aku ajari, huh semoga saja tidak. Tapi kenapa kak Rean ada di
sini? Tanyanya dalam hati
“ Permisi bu,ibu manggil saya?” Tanya Alin
“ Iya ibu yang panggil kamu , silakan duduk.” Kata Bu
Dayu. Alin pun langsung duduk di sebelah Kak Rean karena Bu
Dayu yang menyuruhnya untuk duduk di samping Rean.
“ Baiklah perkenalkan Rean,ini Alin adek kelas kamu.”
Kata Bu Dayu.
“ Udah kenal bu.” Jawab Rean
“ Kamu juga sudah kenal sama dia Alin?” Tanya Bu
Dayu.
“ Iya bu,sudah.” Kata Alin.
“ Bagus lah,kalau begitu jadi ibu tidak perlu capek-
capek lagi memperkenalkan kalian masing-masing lagi. Jadi,
ibu memangil kalian berdua karena Alin akan menjadi guru
privat kamu Rean,dan kamu Rean akan menjadi muridnya
Alin.” Kata Bu Dayu panjang lebar.
“ Jadi, dia yang akan mengajari saya bu?” Tanya Rean.
“Iya Rean, gak ada yang boleh protes sama keputusan
ibu.”
“Tapi bu…”
“ Tidak ada tapi-tapian kalian harus akur satu sama
lain! Dan untuk kamu Alin kalo dia macam-macam, atau dia gak

55
mau belajar sama kamu apalagi kalo dia sampai kabur kamu
lapor saja sama ibu, ibu akan kasih dia hukuman yang sangat
berat.”
“ Ya Allah ibu tega amat sama saya.” Kata Rean dengan
muka memelasnya.
“ Ya sudah untuk tempat belajarnya terserah kalian
mau di rumah siapa.”
“Di rumah gue aja.” Kata Rean dingin.
“ Tapi gue gak tau rumah lo di mana “
“ Entar gue kirim alamatnya, sini nomor lo mana “
“ Nih…” aku pun langsung memberikan ponselku
padanya.
“ Oke entar gue kirim alamatnya.”
“ Baiklah kalo begitu kalian berdua kembali ke kelas
kalian masing-masing.”
“ Baik bu.” Jawab kami berdua serempak, dan kami pun
langsung ke luar kantor.
Saat sampai di kelas aku pun langsung mendudukkan
bokong ku ke kursi. Ana dan Ria pun langsung menghampiriku.
“ Gimana Lin? Siapa yang jadi murid lo?” Tanya Ana
tidak sabaran.
“Oh itu, yang jadi murid gue itu kak Rean.” Jawab Alin
santai.
“ Apa? Kak Rean? Kok bisa?” Tanya Ana sambil teriak .

56
“ Ana lo bisa diam gak sih, suara lo udah kayak toa
masjid tau gak!” Kata Alin sambil menutup mulut Ana dengan
kedua tangannya.
“ Tau lo Na suara lo nggak bisa di kecilin apa?” tanya
Ria.
“ Ya..kan gue syok dengarnya.. hehehe. Beneran kak
Rean, Lin? Seriusan Kak Rean, ketua Ravispa itu?” tanya Ana
lagi dengan suara yang lebih pelan.
“ Iya gue juga nggak nyangka kalo kak Rean yang bakal
gue ajarin.”
“ Wah, berita bagus ini.” kata Ana.
“Bagus apaan?” tanya Alin.
“Ya bagus lah Lin,kan lo jadinya bisa dekat sama kak
Rean , gimana sih lo, seharusnya elo itu senang.”
“ Iya juga sih, dia juga ganteng hehehe.” Mereka pun
larut dalam obrolan.
Bel pulang pun berbunyi Alin pun langsung pulang
kerena hari sudah hampir gelap karena hujan mau turun.
Sesampainya dirumah, Alin pun langsung menuju kamar
mandi setelahnya Alin pun langsung menggunakan baju
setelan dengan baju berwarna putih dan celana selutut
berwarna krim. Alin pun langsung pergi keluar rumah dengan
menggunakan sepedanya. Dia harus cepat cepat sampai karena
awan semakin gelap. Saat sampai di tujuan Alin pun langsung

57
memencet bel yang ada di depan rumah. Alin melihat rumah
yang sangat mewah dengan warna putih dan diselingi emas itu
sangat indah dan megah. Pintu gerbang pun terbuka
menampakan seorang satpam.
“ Cari siapa mbak?” Tanya satpam tersebut
“ Saya mau cari Kak Rean pak, apa benar ini
rumahnya?” Tanya Alin balik.
“ Oh mas Rean, ada kok mbak. Mbak temannya Mas
Rean?”
“ Iya pak saya temannya ada Kak Reannya pak?”
“ Oh ada kok Mas Reannya, masuk aja mbak.”
“ Iya pak, makasih.”
Setelah itu Alin pun langsung masuk ke rumah besar
itu. Saat sampai di depan pintu Alin sangat ragu untuk
mengetuk. Alin pun langsung menarik napas dan langsung
mengetuk. Tok tok tok. Saat pintu terbuka menampakkan
seorang pembantu rumah ini.
“ Bu, ada Kak Reannya?”
“ Oh ada non ntar ibu panggilkan, silakan masuk non.”
Kata ibu tadi dan aku pun langsung masuk.
“ Non tunggu sebentar ya ibu mau panggil Mas Rean
dulu, silahkan duduk non.”
“ Iya makasih bu” Aku pun langsung duduk di ruang
tamu tersebut saat aku menunggu aku melihat di sekelilingku

58
penuh dengan barang barang mewah pasti sangat mahal pikit
ku. Seseorang pun turun dari tangga dan ternyata itu Kak Rean.
“ Datang juga lo, gue kira lo nyasar tadi coba aja tadi lo
nyasar aja kan gue jadi gak repot buat belajar.” Kata Rean
sambil berjalan ke arahku.
“Kalo bukan karena Bu Dayu gue ogah ngajarin lo.”
“ Oke, sekarang kita mau belajar apa?” Tanya Rean.
“ Emang lo mau belajar apa?”
“ Emm gue mau belajar fisika aja, gue benar-benar gak
ngerti sama tu pelajaran.”
“Oke.” Kami pun larut dalam pelajaran.
“ Gimana udah ngerti?” Tanyaku, seketika mata kami
pun bertemu. Saat aku menatap matanya ada perasaan yang
aneh yang menjalar di tubuhku. Setelah sadar aku pun
langsung memutuskan pertemuan mata itu.
“ Emm iya-iya lumayan lah.”
“ Aduh jantung gue kenapa begini, kayak nya gue harus
periksa ke dokter ni gejala jantung berdetak kencang karena
bertatapan dengan wanita.” Kata Rean dalam hati
“ Yaudah besok kita lanjutin lagi.” Kata Alin.
“ Ehh lanjutin kayak tadi? Ogah banget gue mau tatapan
sama lo lagi.” Kata Rean
“ Bukan itu maksud gue, gue juga ogah. Maksud gue
belajarnya.”

59
“ Ohhh kirain.”
“ Yaudah gue pulang dulu.”
“ Yakin lo mau pulang hujan hujan gini ntar lo
sakit.”kata Rean
“ Cieeee yang perhatian.”
“ Cih siapa juga yang perhatian gue cuman bilang .”
“ Iya deh iya yang gak mau ngaku.”
“ Egggh yaudah deh lo pulang sono.”
“ Wih ngusir ni, kan lo yang blang tadi di luar hujan ntar
gue sakit.”
“ Terserah lo dah” Alin pun menunggu hujan sampai
reda.
“Bi, buatkan susu hangat dua ya bi.”
setelah itu pun susu yang di pesan Rean sama bibi pun
sudah selesai.
“Nih mas, non, silakan.”
“ Makasih, bik.” Kata Alin
“ Iya sama-sama, silakan diminum.”
Setelah itu pun bibi pergi meninggalkan mereka berdua
di ruang tamu. Tidak ada pembicaraan di antara kami, dan aku
langsung membuka pembicaraan.
“ Emm Kak Rean.”
“ Tumben lo panggil gue Kak Rean.”
“ Ya emang kenapa? Gak suka?”

60
“ Gak papa.”
“ Kak, orang tua kakak dimana kok gak kelihatan.”
Tanya Alin.
“ Orang tua gue lagi tugas ke luar negeri.” Jawab Rean
“ Oh, pantasan sepi nih rumah.”
Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan di antara kami.
Aku pun langsung menyeduh minuman yang tadi sudah
dibuatkan. Saat aku mengambil minumanku, aku tak sengaja
menyengol minuman milik Kak Rean dan gelas di atas meja
pun terjatuh. Aku pun langsung memunguti beling-beling yang
berserakkan di lantai.
SREAK
“Aaawww“ kataku dan tanganku pun langsung
mengeluarkan darah segar.
“ Lin, tangan lo berdarah, makanya lain kali hati-hati.
Ceroboh benar jadi orang.” kata Rean sambil memasang wajah
paniknya.
“ Yaa… kan gue gak gak sengaja.” Kataku sambil
meringis kesakitan
“ Tunggu bentar gue mau ambil obat dulu” kata Rean
langsung berlari menggambil kotak P3K di kamarnya. Setelah
itu Rean pun langsung turun kebawah dengan kotak P3K di
tangannya.

61
“ Sini tangan lo. Gue bersihin dulu darah lo tapi ini
sedikit perih lo tahan yaa.” Alin pun hanya mengangguk sambil
menahan perih lukanya saat alkohol mengenai lukanya. Luka
di tangan Alin cukup besar, darahnya pun keluar banyak
sampai-sampai mengenai baju putihnya.
“ Pelan-pelan dong perih tauk.” Kata Alin
“ Iya-iya bawel amat lu, ni juga udah pelan gue
bersihinnya.”
Setelah selesai membersihkannya Rean pun langsung
memberi betadin untuk luka tersebut. luka Alin berada tepat di
telapak tangan dan tergores cukup besar sampai mendekat
kearah antara jempol dan telunjuk.
“ Aduh sakit banget kak hiks hiks” kata Alin.
“ Iya gue juga tau kalo ini sakit, tapi jangan nangis juga
kali kan gue jadi kasian lihat lo.”
“ Kak hiks sakit hiks “ tanpa pikir panjang Rean pun
langsung meniup tangan Alin yang luka.
“ Gimana udah mendingan?” Tanya Rean sambil
menatap mata sembab Alin dan masih tak hentinya
mengeluarkan air mata.
“ Udah jangan nangis lagi.” Kata Rean sambil mengusap
air mata Alin. Mata mereka berdua pun bertemu.

62
“ Udah udah entar ada bibi yang beresin ini semua lo
tenang aja ya.” Alin pun hanya mengangguk. Mereka pun belum
berhenti untuk saling bertatap tatapan
“ Cantik juga ni cewek, imut banget kalo lagi nangis.”
Kata Rean dalam hati. Tanpa diduga Rean pun langsung
menciumi kening Alin lama. Alin pun menikmatinya dan Alin
langsung memeluk tubuh Rean erat.
“ Jangan nangis lagi ya, sayang!” Alin pun hanya
mengangguk dan mereka berdua pun langsung tersenyum satu
sama lain.

63
Apriadi Rusli

N
amaku Panji Syaifudin, orang-orang sering
menyebutku Begeng. Aku juga bingung kenapa
orang-orang memanggilku begitu. Mamaku bilang
sih karena aku dulunya waktu masih kecil sangat bandel. Aku
punya hobi bermain game. Aku sering menghabiskan waktu
luang, agak heran aku sering disebut Gamer. Aku juga sering
ikut turnament game dan nggak jarang mendapatkan juara.
Aku tinggal di gang-gang sempit kota Jakarta, jadi aku
sering disebut anak Gang. Teman-teman ku adalah anak-anak
gang sekitar. Sesama anak gang kami membuat komunitas
yang diberi nama PERAGA ( Persatuan Anak Gang ). Di
komunitas kami, kami sama-sama suka bermain game
terutama ML (mobile legend). Nama Squad ML kami adalah
GAGER (Gang Gamers).
Dalam komunitas kami, aku menemui orang-orang yang
sangat luar biasa seperti Ryan teman paling akrabku. Dia
orangnya agak menjengkelkan tapi dia asyik. Ada juga Edo,
ketua gang kami, dia sangat baik dan penuh tanggung jawab.

64
Satu lagi ada Ito, dia ahlinya dalam mengutak-atik komputer,
dia bisa berbagai teknik hacking, kalian bisa sebut dia Hacker.
Hari ini squad kamimengikuti turnamen ML. Banyak
sekali para gamers yang datang untuk mengikuti turnamen
tersebut. Usai pertandingan, tim kami memperoleh juara 2
dalam turnamen tersebut. Kami dikalahkan oleh squad IDC
yang mana anggotanya cewek semua.
Nah, ceritaku berawal dari sini .
“ Yan !” aku memanggil Ryan.
“ Ada apa Geng? ” jawab Ryan.
“Coba lihat cewek-cewek yang itu! ” sambil menunjuk ke
arah seorang wanita.
“Oh cewek yang lagi duduk sendiri itu”
“Kamu suka sama dia?” tanyanya padaku.
“Mungkin” jawabku.
“Ya udah samperin aja” katanya padaku lagi.
Dengan penuh percaya diri aku pergi untuk menemui
cewek tersebut dan duduk disampingnya.
“Kok sendiri, yang lain mana?” ucapku mulai
pembicaraan .
“Udah pulang.” Jawabnya singkat.
“Nama kamu siapa” tanyaku.
“Angel” Jawabnya.

65
Namanya Angel Partiantita, panggilannya Angel. Ini
adalah cewek yang termasuk dalam squad IDC yang
mengalahkan kami di final.
“Oh.” Jawabku tak kalah singkat.
“ Kamu siapa?” tanyanya.
“Panggil aja aku Begeng.” jawabku.
“Begeng ?” ulangnya sambil tertawa kecil.
“Kok ketawa?” tanyaku.
“Nama kamu lucu, ”jawabnya.
“Lucu gimana?” tanyaku .
“Ya, lucu, soalnya nama kamu jadul” jawabnya.
“Kamu orangnya asyik, ya?” potong ku.
“Maksudnya ?” tanyanya bingung.
“Kita baru kenalan aja udah kayak orang akrab” jawabku.
Tiba-tiba terdengar suara yang memotong percakapan
kami.
“Begeng!” Ryan memanggilku.
“Ada apa Ryan?” jawabku.
“Pulang yuk! Mama aku udah telepon” jawabnya.
“Iya, tunggu sebentar.”
“Jas!” panggilku sambil menghadap ke arahnya.
“Ada apa?” Tanyaku.
“Aku pulang dulu.” pamitku kepada Angel.
“Hati-hati, ya!” jawab Angel.

66
“ Boleh minta nomor WA?” tanyaku.
“Nggak ah” jawabnya sambil memasang muka enggak
serius.
“Serius ?” tanyaku lagi.
“Iya” jawabnya.
“Ya udah , aku pergi dulu” sambil berbalik badan dan
mulai melangkah.
“Tunggu! Tunggu!” serunya sambil meraih tanganku.
“Ada apa?” tanyaku.
“Ini catat!” sambil ia menyodorkan Ponselnya.
“Nanti aku tes ya?” tanyaku.
“Iya,” jawabnya.
“Aku pulang dulu” jawabku sekali lagi.
“Iya hati-hati!” serunya.
Aku pun pergi ke arah Ryan yang mengajak ku sejak tadi
untuk pulang.
“Gimana Geng?” tanya Ryan.
“Gimana, apanya?” tanyaku bingung.
“Itu, cewek yang tadi?” tanya Ryan kembali.
“Oh itu, dia namanya Angel” dan tiba-tiba, Angel
memanggilku “Geng!, Begeng!, tolong aku!” katanya sambil
memegang tanganku.
Menyusul Angel, datang juga seorang laki-laki, “aku bisa
jelasin!” seru laki-laki tersebut sambil menarik tangan Angel.

67
“Ini pacar baru aku !” seru Angel sambil makin erat
memegang tanganku.
“Kamu bohong Angel” jawabnya. Angel menginjak
kakiku dan menatapku dengan mata lebar dengan maksud
menggodaiku. Untung saja aku mengerti maksud Angel.
“Tunggu dulu mas, ini ada apa ?” tanyaku kepada laki-
laki tadi.
“Mas jangan ikut campur urusan saya” jawabnya.
“Gimana nggak ikut campur, ini pacar saya!” jawabku.
“Jangan bohong mas, akulah pacarnya Angel” jawabnya
lagi.
“Bohong, kita udah putus.” jawab Angel memotong
percakapan kami.
“Mas dengar kan apa yang dikatakan Angel. Jadi
sekarang mas pergi dan jangan ganggu Angel lagi !” seruku.
“Tega kau Angel, dasar cewek sialan. Dan kau, kita punya
urusan yang belum selesai!” serunya sambil ia menunjuk ke
arah kami dan sambil ia pergi.
“Kamu nggak apa-apa kan Angel?” tanyaku kuatir.
“Cie... kuatir ya” jawabnya bercanda.
“Aku serius !” seruku.
“Iya nggak apa-apa kok” jawab Angel.
“Itu tadi siapa?” tanyaku.
“Bukan siapa-siapa” jawab Angel.

68
“Oh, tadi kamu mau pulang, pulang aja sana” seru Angel.
“Kamu pulang sama siapa?” tanyaku.
“Sendiri” jawab Angel.
“Aku antar pulang, ya ?” Pintaku.
“Nggak usah “ jawabnya.
“Nanti orang tadi ganggu kamu lagi?” tanyaku.
“ Terserah kamu aja” jawab Angel.
“Oke aku antar pulang, ya? “ tanyaku lagi.
“Iya” jawab Angel.
Kemudian aku berpamitan sama Ryan, “ Yan, aku antar
Angel pulang dulu ya?”
“Iya hati-hati “ jawab Ryan.
Aku pun mengantar Angel pulang dengan motor antikku.
Walau di atas motor kami sempat berbincang-bincang.
“Angel, aku nggak tahu rumah kamu” Tanyaku.
“Ya pastilah, aku kan belum kasih tahu” candanya.
“Oh iya, nanti kamu tunjukkan jalannya, ya?”
“Iya.”
“Ngomong-ngomong yang tadi itu siapa?” tanyaku.
“Yang mana?” tanyanya bingung.
“Yang marah-marah tadi?” tanyaku lagi.
“Oh, itu mantanku” jawab Angel.
“Kamu tadi bilang aku ini pacar kamu ya. “ candaku.
“Kepedean banget jadi orang” jawabnya.

69
“Ya nggak apa-apa, tapi tadi benarkan kamu bilang
bahwa aku pacar kamu di depan mantanmu tadi ?” tanyaku
lagi.
“Itu tadi kan akting! Jangan anggap serius dong!” serunya
agak kesal.
“Itu di depan belok kanan, di depan rumah yang warna
hijau, berhenti di situ!” serunya sambil menunjuk rumah.
“Oh,itu rumah kamu” jawabku sambil memberhentikan
motor.
“Iya,” jawabnya sambil turun dari motor.
“Aku pulang dulu!” seruku.
“Nggak mampir ke rumah dulu?” tawarnya.
“Kapan-kapan aja” jawabku sambil menghidupkan
motor.
“Hati-hati ya?” seru Angel.
“Iya”, jawab ku sambil mulai jalan.
Sepulang dari rumah Angel, aku merasa seperti ada yang
membuntutiku , sekitar ada tiga atau empat motor. Aku sempat
curiga tapi akhirnya aku berpikir mungkin orang-orang ini juga
satu arah denganku. Tetapi setelah aku memasuki gang sepi
mereka memberhentikanku. Aku pun turun dari motor dan ku
lihat seorang dari antara lima orang itu memuka helmnya dan
mendekati aku, ternyata orang itu adalah mantannya Angel
yang marah tadi.

70
“ Jadi kamu pacarnya Angel?” serunya.
“Iya, memangnya kenapa?” jawabku.
“Berengsek!” serunya sambil berlari dan mengayunkan
tangannya ke arahku. Pukulannya tepat dipipiku yang
membuat aku mundur beberapa langkah.
“ Tunggu dulu, ini masalahnya apa?” tanyaku.
“Gara-gara kamu, Angel mutusin aku!” jawabnya.
“Angel mutusin kamu karena salah kamu sendiri”
jawabku.
“Bacot lu” serunya sambil melontarkan tinjuannya ke
arahku. Aku pun menghindar dan melontarkan tinjuanku ke
pipinya dan disusul tendanganku yang terkena tepat di
perutnya, seranganku itu membuat dia terkapar.
“Hajar dia!” serunya dan teman-temannya datang
melontarkan tinjuannya kepadaku, beberapa serangan dapat
kutangkis, tetapi mereka menang jumlah. Mereka
menghajarku habis-habisan hingga aku terjatuh dan pingsan.
Sebangun aku dari pingsanku aku melihat sudah berada
di rumah sakit dan aku lihat anak-anak PERAGA berdiri
mengelilingiku.
“Udah bangun lo?” tanya Ryan.
“Nggak gua masih tidur” jawabku bercanda.
“Lu bukan tidur tapi lu ngigau.” jawabnya sambil
tertawa.

71
“Emang yang nyerang kamu tadi siapa sih ?” tanya Edo
ketua Geng kami.
“Mantannya Angel” jawabku.
“Siapa Angel? Cewek baru lu?” tanya Edo.
“Itu gebetan Begeng yang gua ceritain tadi” potong Ryan.
“Oh.” jawab Edo sekenanya.
“Kok lu sampai bisa pingsan sih?” tanya Ryan.
“Dia nggak sendiri, mereka berlima.” jawabku.
“Kurang ajar mereka harus kita balas!” seru Ryan.
“Dia anak Geng Venork” jawabku.
“Gua tahu anak Venork, markasnya di mana. Malam ini
kita akan serang mereka . Kamu Ryan jagain Begeng “ kata Edo.
“Iya” jawab Ryan.
“Kami pergi dulu” pamit Edo sambil keluar dari kamar
rawatku.
“Hati-hati” saranku.
Keesokan harinya, dokter sudah mengijinkan aku
pulang, jadi sebelum pulang ke rumah, aku dengan Ryan
mampir ke markas geng kami.
“Gimana semalam?” tanyaku.
“Kami udah tahu nama orang yang babak belurin lu”
serunya.
“Siapa?” tanyaku.
“Ya mantannya Angel, siapa lagi!” potong Ryan.

72
“Iya tahu, maksudnya namanya Yan.” jawabku.
“Namanya Edward” jawab Edo.
“Terus semalam gimana menang nggak?” tanya Ryan.
“ Menang sih udah pasti tapi yang membuat aku kesal
ketua Gengnya nggak ada di markas semalam “. Jawab Edo.
“Emangnya kenapa kalau ketua gengnya nggak ada, kan
yang penting Edwardnya ada?” tanyaku.
“Ketua Geng Venork musuh bebuyutan Edo.” potong
Ryan menjawab pertanyaanku.
“Terus Edward kalian apain?” tanyaku.
“Dia berhasil kabur.”
Tiba-tiba telepon berbunyi dari saku celanaku,kemudian
aku angkat telepon
“Halo...iya...iya...ma...” kututup teleponnya.
“Siapa Geng?” tanya Ryan.
“Ibuku, suruh aku pulang” jawabku.
“Ya udah ayo pulang.” kata Ryan.
“Kami pulang dulu.” pamitku kepada anak-anak
PERAGA.
“Iya hati-hati” jawab mereka.
Sekitar jam 7 malam aku mendapat telepon dari Angel.
“Halo!” mulaiku berbicara dalam telepon.
“Halo, ha ha ha ini bukan Angel ini Edward” jawabnya
sambil tertawa.

73
“Angel mana?” tanyaku.
“Lu mau tahu Angel di mana , nih dengerin, tolong...!”
terdengar suara Angel berteriak.
“Berengsek lu, jika lu berani apa-apain Angel, lu akan
tahu akibatnya” seruku kasar.
Tut tut.
Teleponnya dimatikan sepihak.
Usai percakapan tersebut aku segera bergegas pergi ke
markas PERAGA karena aku tahu itu bisa melacak keberadaan
ponsel Angel.
Sesampainya di markas Geng, “Teman-teman tolongin
aku!” ucapku buru-buru.
“Ada apa Geng?” tanya Ryan.
“Angel diculik!”
“Apa?” tanya Ryan .
“Iya, jadi aku punya rencana.”
“Rencanyanya apa?” tanya Ryan.
“Nanti Ito melacak keberadaan nomor ponsel
Angel,”kata ku.
“Mana nomornya?” tanya Ito.
“Ini” jawabku sambil menyodorkan ponselku.
“Oke aku coba.” jawab Ito.
“Nanti Ryan panggil Polisi untuk menyusul kami, yang
lain ikut aku. Nanti setelah sampai di sana aku duluan masuk

74
sendiri, Edo dan teman-teman lain sembunyi ngawasin aku
dari belakang, jika aku diapa-apain baru kalian serang” jelasku.
“Dapat alamatnya di jalan Sentura Blok A,” potong Ito.
“Coba kulihat, oh ini bangunan kosong tingkat dua di
Jalan Sentura” jawab Edo.
“Ayo cepat kita kesana!” seruku. Kamipun bergegas
berangkat.
Sesampainya di rumah kosong, aku melangkah maju
dengan sangat hati-hati. Teman-temanku menyusul di
belakangku. Saat aku masuk ruang pertama, teman-temanku
bersembunyi di pintu masuk.
Tiba-tiba terdengar suara tepukan tangan.
“Hebat... hebat” terdengar suara dari tangga untuk naik
ke ruangan atas.
“Siapa itu?” tanyaku.
“Kamu lupa sama aku,” jawabnya sambil turun tangga.
“Edward sialan,” jawabku sambil kutatap wajahnya .
“Tak kusangka kau tahu tempat ini, santai dulu jangan
marah-marah” jawabnya sombong sambil mendekatiku.
“Sialan lu!” serentak dengan ucapanku tanganku
terlontar ke arah wajahnya dan disusul dengan tendanganku
yang mengenai perutnya . Seranganku itu membuat ia
terpelanting beberapa meter dari hadapanku.

75
“Belum apa-apa lu udah serang gua” jawabnya sambil
bangkit berdiri.
“Itu pelajaran buat lu yang udah nyulik Angel.”
“Rasakan ini!” serunya sambil maju dan melontarkan
tinjuannya kearahku. Aku menghindar dari pukulannya dan
memukul perutnya kemudian memukul wajahnya yang
membuat ia mundur beberapa langkah.
“Serang dia!” serunya sambil menaiki tangga .
Usai ucapannya itu, segera turun banyak orang dari
tangga. Serentak Edo dan teman-teman yang lain memasuki
ruangan. Seketika ruangan menjadi sangat gaduh karena
pertarungan antara dua geng yaitu PERAGA dan Venork.
Di tengah keributan aku berlari sampai diatas aku
melihat dua orang yang berdiri di samping wanita yang diikat
di kursi yang mana wanita itu adalah Angel. Angel berteriak
saat melihatku, tanpa berpikir panjang, aku segera maju dan
melontarkan tinjuanku ke mata Edward. Tetapi dari
sampingku seseorang sudah menerjangku hingga membuatku
terkapar. Saat aku mencoba untuk bangkit, Edward
menendangku dan menarik leher bajuku kemudian
memukuliku bertubi-tubi. Kemudian Edo datang dan
menendang Edward hungga terpelanting dariku setelah itu
Edo membantuku untuk berdiri.

76
“Edo rupanya, udah lama kunanti waktu yang seperti
ini” seru orang yang tak ku kenal di antara orang yang berdua
yang ku jumpai di lantai dua, orang itu adalah musuh
bebuyutan Edo.
“Tak kusangka kau pengecut, masa menculik
perempuan” seru Edo membalasnya.
Edo dan orang itu saling mendekat dan sepertinya
mereka berdua memasang kuda-kuda untuk berkelahi. Edo
memulai perkelahian, perkelahian berlangsung begitu sengit .
kembali kutatap ke arah Edward , aku pun berlari dan
melontarkan pukulan ke arah mukanya. Pukulanku itu
membuat Edward mundur beberapa langkah, kemudian
kupukul lagi dipipinya kemudian disusul oleh terjangan
kakiku yang membuat ia terkapar. Ia bangkit dari jatuhnya dan
langsung mengeluarkan pisau dari saku celananya. Ia maju
mendekatiku dan melontarkan tinjuan tangan kirinya tetapi
bisa kuhindari . Kemudian disusul ayunan tangan kanannya
yang terdapat pisau dan mengenai lengan kiriku. Kemudian
disusul tendangannya yang mengenai perutku yang
membuatku jatuh terkapar.
Edward berlari ke arahku dengan membawa pisau,
kulihat disampingku ada sebuah balok, saatku mencoba
bangkit berdiri, aku meraih balok tersebut saat Edward
mendekatiku aku mengayun balok tersebut hingga mengenai

77
wajahnya yang membuat ia tersungkur ke lantai dan tidak
sadarkan diri. Kulihat kembali ke arah pertarungan Edo dan
sepertinya pertarungan dimenagkan Edo. Setelah itu aku
berlari ke arah Angel yang terikat di kursi dan aku langsung
membuka tali pengikatnya. Angel langsung memelukku
sampai nangis. Kulihat Polisi datang memborgol para anggota
geng Venork. Kulepaskan pelukan Angel dan memegang kedua
bahunya sambil menghapus air matanya.
“Kamu nggak apa-apa?” tanyaku.
“Nggak apa-apa.” jawabnya sambil masih agak nangis .
“Oke, sekarang kamu udah aman, ayo kita pulang”. Angel
pun mengangguk , aku pun mengantar Angel pulang.

78
Ayu Yuseva

D
i desaku ada seorang anak bernama Putri, orang-
orang memanggilnya Puput, ia anak yang baik dan
tidak sombong. Puput juga anak tunggal sewaktu ia
duduk di bangku kelas tiga SD orang tua Puput berpisah dan
bahasa kasarnya bercerai . Puput nampak sedih karena seusia
puput yang masih kecil ia sudah merasakan masalah yang
sangat besar di keluarganya, aku tahu betul bagaimana
perasaan puput.
Puput adalah anak yang tangguh, ia sangat sabar
menghadapi masalah yang di hadapinya, suatu hari ketika aku
pulang berbelanja aku bertemu dengan si Puput, ia
menyapaku dan kami pun sempat berbincang di dekat
rumahnya dan puput menceritakan pengalaman hidupnya

79
padaku sepertinya aku adalah orang yang puput percayai
untuk berbagi keluh kesahnya.
‘’Put..., kamu kenapa kok kelihatan sedih sekali hari ini?”
tanyaku.
“Gini Mon aku sedih kenapa ya kok masalah ini harus
terjadi sama aku” jawab Puput.
“Sudahlah Put jangan terlalu di pikirkan, oh ya kalau
kamu lagi ada masalah kamu jangan sungkan cerita sama aku
siapa tahu aku bisa bantu kamu.”
“Iya Mon aku tidak tahu harus cerita sama siapa lagi
selain sama kamu.”
“Ya sudah Put jangan sedih lagi, aku pulang dulu ya
daaa...”
Ketika Puput sudah duduk di bangku kelas tiga SMP
Puput tampak bahagia dari sebelumnya Ibu Puput menikah
lagi dan Puput punya ayah baru. Puput sangat beruntung ia
punya aayah tiri yang baik padanya, aku juga ikut bahagia
melihat Puput bahagia.
“Mon sekarang aku punya Ayah baru tapi aku tidak tahu
kenapa aku tak sebahagia dulu, sewaktu Ayah dan Ibu
kandungku belum berpisah” tanya Puput padaku dengan raut
wajah yang kurang bersemangat.

80
“Iyalah Put kan emang beda rasanya dengan ayah
kandung dengan ayah tiri, tapi aku lihat ayah tirimu baik
kepadamu,” jawabku
“Iya sih Mon, ayah tiriku baik bahkan jika aku melakukan
kesalahan ayah tiriku menegurku dan menasehatiku.”
Keesokan harinya aku dan Puput mengerjakan tugas
kelompok pandanganku tak lepas pada Puput, ia sangat
dewasa meskipun umurnya belum cukup dewasa tapi aku rasa
kedewasaan tak di lihat dari umur tapi dari tingkah laku.
Sebelum mengerjakan tugas kelompok tanpa disuruh Ibunya ia
mengerjakan pekerjaaan rumah terlebih dahulu dari situlah
aku melihat bahwa Puput anak yang rajin dan bersifat dewasa,
meskipun Puput anak tunggal ia tak manja seperti anak tunggal
pada umumnya, setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah,
kamu mengerjakan tugas kelompok kami sambil menyantap
makanan ringan yang diberikan Ibu Puput pada kami.
Beberapa jam kemudian kami sudah selesai
mengerjakan tugas kelompok dan kami saling bercanda tawa
bersama-sama. Kami sangat bahagia hari itu, namun
sayanagnya waktupun cepat berlalu sehingga aku dan Puput
harus mengakhiri percandaan kami karena hari sudah mulai
gelap dan aku harus pulang Puput tak mau aku pulang bahkan
ia menyuruhku menginap di rumahnya, sayangnya aku tak bisa
karena belum izin kepada orang tuaku.

81
***
Dan ketika aku dan Puput sudah duduk di bangku kelas
satu SMA kami berpisah sekolah namun aku dan Puput tidak
pernah putus berkomunikasi, pada saat libur kami juga sering
kali bertemu pada saat itulah kami memanfaatkan waktu
untuk saling berceritadan sebagainya. Waktu sore hari aku
bertemu Puput di pasar aku diajak Puput pergi ke
kontrakannya.
“Hai, Mon! Apa rencanamu selesai SMA?” tanya Puput.
“Aku ingin melanjutkan pendidikanku Put, kalau kamu
gimana Put?” tanya balikku pada Puput
“Sama Mon aku juga ingin melanjutkan pendidikanku.”
“Cita-cita mu mau jadi apa Put?”
“Aku mau jadi polwan Mon hehehe...”
“Wah mantap itu Put.”
Haripun sudah malam aku harus pulang dan Puput
mengantarku ke kontrakanku di perjalanan kami sangat
bahagia berbincang-bincang seolah-olah kami tak ada masalah
kami jalani hidup dengan santai. Sesampai kami di
kontrakanku kami melanjutkan pembicaraan
“Mon aku rasa aku harus bisa menerima kenyataan ini
aku lelah seperti ini” ujar si Puput.
“Seharusnya begitu Put kamu harus bisa terima
semuanya” jawabku.

82
“Selama ini aku berusaha Mon buat terima semuanya.”
“Put aku tahu aku mengerti apa yang kamu rasakan aku
yakin kamu bisa menerimanya.”
“Hah...iya Mon aku bisa dan aku harus bisa menerima
kenyataan yang aku alami selama delapan tahun silam.”
“Nah gitu dong Put, semangat terus, ya!”
Tak terasa hari sudah larut malam dan Puput pun pulang
dari kontrakanku, setelah Puput pulang aku meneteskan air
mataku karena aku rasa jika aku seperti Puput mungkin aku
tak akan kuat menjalaninya, aku salut dengan Puput ia
melewati masalahnya dengan sabar dan ia serahkan semuanya
pada Tuhan. Dan keluarga segalanya bagi Puput, Puput sangat
menyayangi keluarganya tak pernah lupa Puput selalu
mensyukuri atas apa yang terjadi hari ini dan seterusnya,
Puput pernah bilang jika punya masalah tetaplah tegar
menjalaninya.
Sudah beberapa tahun aku dan Puput telah lulus SMA
dan seperti yang kami janjikan bahwa kami ingin melanjutkan
pendidikan yaitu kuliah . Waktupun berjalan dan terus
berjalan namun yang kami inginkan hanya inginkan membuat
keluarga bangga kepada kami, terutama Puput keinginannya
menjadi seorang polwan demi kebahagiaan keluarganya .

83
Kini kami sudah menjadi mahasiswa kami kuliah di
Universitas yang cukup bagus, lagi-lagi aku dan Puput bertemu
layaknya seperti permen karet.
“Hahaha Mon begini ya rasanya menjadi mahasiswa.”
ujar Puput sambil tersenyum.
“Hehehe beginilah Put, kita harus mengejar cita-cita kita
setinggi langit yang ingin menjadi polwan dan menjadi guru.”
Jawabku.
“Iya Mon semoga tercapai, amin.”
“Amin Put buat orang tua bahagia itu prioritas utama.”
“Yoii Mon aku kepengen orang tuaku bangga kepadaku
meskipun mereka sudah berpisah setidaknya aku berniat buat
mereka bahagia.”
“Ya sudah Put ayo berangkat, semangat dong!”
“Siap Monalisa alias Mona.”
***
Hari demi haripun berlalu kini kami masih berada di
setengah perjalanan untuk mengapai keinginan. Begitu juga
Puput yang saat ini ingin membuktikan kepada orang tuanya
bahwa ia bisa seperti orang-orang yang sukses. Bahkan
rencana ke S2 demi keinginannya.
Malampun telah tiba dimana saatnya aku dan Puput
akan beristirahat namun anehnya aku mendengar suara

84
tangisan dari arah kamar kami perlahanku hampiri suara itu,
ternyata Puput sedang menangis di pojokan kamar.
“Puput kenapa, apa yang terjadi Put?” tanyaku sambil
memeluknya .
“Mon apa aku sudah membuat orang tuaku bahagia atau
malah membuat mereka susah di kampung?” jawab Puput
sambil menangis.
“Yaaa jelas, kamu sudah membahagiakan mereka
sekarang kamu kuliah hampir setengah perjalanan kamu gapai
keinginanmu, lalu kenapa kamu menangis dan berpikir seperti
ini”
“Gini Mon, aku takut aku tak bisa membanggakan
mereka, apalagi ayah kandungku hanya seorang sopir dan ayah
tiriku juga seorang sopir lalu apa cukup uang mereka untuk
memenuhi keinginanku sedangkan biaya kuliah saja mereka
agak kurang mampu meskipun tampak mampu, aku yakin
mereka lagi kesusahan di sana.”
“Sudah Put jangan mikir seperti itu ingat tujuanmu
hanya membahagiakan orang tuamu cobalah untuk tidak
membuat semangat orang tuamu patah Put, mereka akan
melakukan apa saja buat kamu demi keinginan mu, Put.”
“Aku merasa kasihan melihat mereka Mon aku tidak tahu
apa yang mereka lakukan demi aku.”

85
“Nah, maka dari itu kamu harus bisa buktikan bahwa
suatu saat kamu akan membalas jasa mereka meskipun jasa
orang tua tak mampu di balas.”
Puput pun berhenti menangis dan ia memelukku
dengan erat sambil tersenyum, ia begitu sedih jika memikirkan
masalah itu lagi namun aku begitu berusaha menenangkannya
sangatlah susah membujuk seorang Puput.
“Terimakasih Mona, kamu selalu ada di saat aku susah
maupun senang”
“Sama-sama Put kan kita sudah seperti keluarga sudah
kewajibanku menjagamu”
“Iya Monalisa yang baik dan cantik hehehe”
Setelah itu kami makan di meja dapur aku menyiapkan
makan malam kami, lagi-lagi Puput melamun entah apa yang
di pikirkannya namun aku mencoba bertanya perlahan-lahan.
“Put ada apa kok melamun?” tanyaku dengan nada
rendah.
“Hehehe nggak ada kok Mon” jawab Puput .
“Jangan bohong sayangku.”
“Iya beneran kok Mon aku nggak apa-apa kok.”
“Cerita dong Put.”
“Iya deh iya cerita, Mon apa orang tua kita makan enak
juga di sana seperti kita di sini?”

86
“Aku juga tidak tahu put, gimana kalau kita telpon saja
orang tua kita?”
“Aku lagi bokek hehehe, nggak ada pulsa.”
“Ya sudah kita chat aja Put.”
Setelah makan kami mencoba untuk tidur untuk melepas
lelah yang sangat berat. Aku harap Puput tidur malam ini dan
tidak memikirkan masalah yang bisa membuatnnya menangis,
aku tak sanggup melihatnya sedih seakan-akan aku gagal
menjadi sahabat yang telah di anggap seperti kelurga bagi
Puput, ia sudahku anggap seperti adikku, sungguh di
sayangkan jika ia menangis lagi karena masalah keluarga.
Kini aku dan Puput sudah wisuda Puput mengharapkan
ibu, ayah kandung dan ayah tirinya untuk melihatnya di hari
bahagia itu, namun sayangnya ayah kandungnya tidak bisa
datang
“Mon apa ayahku akan datang?” tanya Puput dengan
penuh harapan.
“Mudah-mudahan datang Put, berdoa saja” jawabku
sambil membujuk.
“Kenapa jam segini ayah belum datang ya, Mon?”
“Put, coba kamu telpon sana.”
“Iya sebentar ya Mon.”

87
Beberapa menit kemudian Puput selesai menelpon Ayah
kandungnya dan sudah kuduga Puput akan menangis setelah
keluar dari toilet dan aku mencoba bertanya.
“Put, gimana?” tanyaku.
“Mon, ayahku tidak bisa datang, ayah sibuk bekerja”
jawab Puput sambil menangis.
“Ya sudah Put jangan memaksakan keadaan ayahmu, dia
kerja keras karenamu, ingatlah keinginanmu itu sangat tinggi.”
Aku mencoba untuk menenagkannya dan kuhapus air
matanya dengan saputangan yang kuberikan padanya. Ia
memelukku sambil menangis, aku juga bisa merasakan apa
yang sedang dia rasakan saat ini sangat berat untuknya.
***
Ketika Tuhan telah mengabulkan doa kami. Kini aku dan
Puput sudah benar-benar mewujudkan cita-cita kami menjadi
polwan dan guru, wajah orang tua kami begitu bahagia melihat
kami menggunakan seragam profesi kami dengan nama kami
yang tertempel di baju tersebut.
“Wah, akhirnya Mon!” ujar Puput dengan wajah cerianya.
“Iya,Put. Kita sukses sekarang,” jawabku dengan
bersemangat.
Aku dan Puput saling berpelukan kini sebentar lagi kami
akan berpisah menunaikan tugas kami masing-masing betapa
bahagianya kami gadis desa bisa menjadi seorang polwan dan

88
seorang guru, antara bahagia dan sedih kami harus berpisah
demi cita-cita kami, inilah arti sebuah keluarga dan
persahabatan.

89
Daniel Karo Karo Kaban

S
eorang anak berusia belasan tahun yang hidup
bersama saudaranya. Sejak orangtuanya telah tiada
anak ini hidup dengan abangnya itu. Ibunya meninggal
dunia ketika Kojang masih berusia dua tahun. Dan setelah
beberapa tahun kemudian, Kojang dan abangnya diterpa
kesedihan yang mendalam karna Ayahnya juga meninggal
dunia akibat penyakit yang dideritanya. Mulai sejak saat itulah
Kojang dan Kajang hidup berdua saja. Beruntung, abangnya
Kajang sudah lulus SMA, sedangkan adiknya Kojang masih SMP
atau lebih tepatnya kelas satu SMP. Oleh karena itu, mau tidak
mau abangnya, Kajang harus pergi ke kota untuk mercari
pekerjaan, agar ia dapat membiayai hidup mereka dan
membiayai sekolah adiknya.
Dalam seminggu ia mencari pekerjaan, ia langsung
diterima di subuah perusahaan besar. Kajang dengan
mudahnya diterima diperusahaan tersebut karena ia memiliki
sikap yang baik, berintregritas serta pengetahuannya yang luas
atau bisa dikatakan Kajang adalah anak yang cerdas, walaupun
hanya lulusan SMA. Semasa ia masih sekolah Kajang selalu
90
masuk peringkat tiga besar, di kelas XI dan XII ia pernah
menjadi juara 1 kelas. Kajang mendapat beasiswa untuk kuliah,
namun ia tidak mengambilnya karena dia berpikir ingin
bekerja untuk memenuhi kebutuhannya dan menyekolahkan
adiknya. Kajang memiliki harapan bahwa ia dan adiknya harus
menjadi orang sukses.
Sejak abangnya sudah bekerja di kota, Kojang hidup
sendiri dirumahnya. Ia harus belajar hidup mandiri, namun ia
selalu tidak rapi dan tidak dapat mengatur pelajarannya
dengan baik. Untuk kebutuhannya sehari-hari, Kojang
menggunakan uang yang abangnya beri setiap bulannya,
karena satu bulan sekali abangnya pulang ke kampung, namun
hanya satu atau dua hari saja, karena ia harus kembali ke kota
untuk bekerja.
Kajang selalu berpesan kepada adiknya itu, katanya,
“Kojang jangan pernah kamu hiraukan apa kata orang, jika apa
yang mereka katakan itu bermaksud untuk mengejek atau
menghinamu...selau tanamkan dalam hatimu bahwa masa
depanmu, bukan apa kata mereka tetapi apa katamu tentang
dirimu...”
“Iya Kak Jang...terima kasih selalu menasihatiku, akan
selalu kuingat itu.” Kojang menjawabnya.
“Iya...itu memang tugasku, yang terpenting jadilah anak
yang baik.” jawab Kajang.

91
“Iya Kak Jang.”kata Kojang.
Meskipun Kojang kurang mendapt kasih sayang dan
didikan dari orangnya, namun ia memiliki sikap yang baik, ia
tidak pernah membantah apa yang katakan abangnya
kepadanya.
Ketika di sekolah sering sekali Kojang dibicarakan oleh
teman-teman sekelasnya.
“Lihat Kojang itu malang sekali nasibnya, harus hidup
sendiri.”kata temannya.
Lalu disahut lagi oleh temannya yang lain, “Iya tu, lihat
pakaiannya kotor, berantakan,dan mikirnya lama lagi..siapa
coba yang mau berteman dengannya.”
Bisik temannya lagi, “Ya...jelas tidak ada yang maulah.”
Begitu sakitnya hinaan dari teman-temannya itu, tetapi
Kojang sama sekali tidak tersinggung oleh hinaan-hinaan itu, ia
tidak menghiraukannya. Memang Kojang tidak seperti
abangnya yang cerdas, bisa dibilang dia agak lambat atau lama
untuk mengerjakan tugas dan memahami apa yang guru-guru
jelaskan, sehingga saat diberikan tugas, teman-temannya
sudah pulang duluan, ia masih di kelas bersama gurunya yang
menunggu ia menyelesaikan tugasnya itu.
“Bagaimana Kojang apa sudah selesai?” tanya gurunya.
“Be...belum Bu” jawab Kojang gugup.

92
“Makanya lain kali kalau guru jelaskan kamu dengar
baik-baik, kalau belum mengerti tanyakan lagi.” saran gurunya
itu.
“I...iya Bu, maafkan saya, ini tugasnya sudah selesai.”
jawab Kojang sambil menyerahkan tugasnya kepada gurunya.
“Iya..,saya maafkan. Lain kali jangan diulangi lagi!” jawab
gurunya.
“Iya Bu, saya akan berusaha. Terima kasih,Bu.” jawab
Kojang sambil ia menyalami tangan gurunya itu.
“Iya sama-sama.” kata gurunya.
Kojang pun pulang ke rumah dengan wajah yang lelah
karena aktivitas-aktivitas di sekolah tadi.
Pernah sekali ia dimarahi gurunya, karena saat diberikan
tugas selalu saja dia yang belum selesai.
“Kojang ... Kamu terus yang belum selesai, meskipun
jawabanmu benar, tapi sebaiknya tepat waktu lebih baik
bukan?” kata gurunya.
“I...iya Bu..maaf.” jawab Kojang merasa bersalah.
“Selalu maaf! Sudah berapa kali kamu minta maaf? Yang
ibu mau kamu itu berubah bukan hanya terpaku pada kata
maafmu saja!” kata gurunya dengan nada kesal dan agak
marah.
“Iya bu, ini untuk yang terakhir kalinya bu, ini tugasnya”
kata Kojang merasa sangat bersalah.

93
Setelah kejadian itu, Kojang tidak pernah lagi lambat
mengerjakan tugasnya, namun nilainya menjadi kurang baik
sehingga pada waktu penerimaan laporan hasil pembelajaran
di kelas VII, VIII, dan IX SMP dia mendapat peringkat terakhir.
“Selalu kamu yang yang mendapat peringkat terakhir,
bahkan sampai lulus pun masih kamu juga, jika kamu ingin
melanjutkan SMA nanti, kamu harus bisa merubah cara
belajarmu yang mungkin selama ini tidak baik.” saran dari wali
kelas kepada Kojang.
“Iya Pak… saya juga mau menjadi orang yang berhasil”
jawab Kojang.
Sesudah itu dari perjalanan pulang ke rumahnya Kojang
merasa bersedih dan putus asa. Ia merasa bahwa ia telah
mengecewakan abangnya yang sedah membiayai sekolahnya
dan ia sempat berpikir tidak mau untuk melanjutkan
pendidikannya lagi karena ia merasa tidak mampu.
Saat itu kebetulan abangnya Kajang pulang ke kampung
seperti biasa setiap bulannya. Sesampainya di rumah, Kojang
langsung bertemu abangnya itu.
“Maaf, Kak Jang aku tidak bisa membanggakanmu.” kata
Kojang meminta maaf kepada abangnya itu dengan tetesan air
mata yang keluar dari matanya.
“Kenapa kamu berbicara seperti itu?” tanya Kajang yang
keheranan.

94
“Ini Kak.” jawab Kojang sambil memberikan laporan
hasil pembelajarannya.
Kajang mengambilnya dan membukanya, ia melihat dan
membacanya dalam hati, kemudian ia berkata, “Tidak apa-apa,
mendapat peringkat terakir itu bukan kegagalan, karena
meskipun hasilnya kurang memuaskan kamu juga lulus,
peringkatmu dapat kamu tingkatkan, dengan belajar lebih giat
lagi di SMA nanti,”.
Mendengar abangnya berkata ‘di SMA nanti’ lalu Kojang
langsung menjawab abangnya,
“Aku tidak mau SMA Kak Jang, aku rasa aku tidak
mampu”.
“Jangan menyerah duluan Kojang, Kak Jang yakin kamu
pasti bisa, kamu mau jadi orang sukseskan?” tanya abangnya.
“Iya Kak Jang aku mau jadi orang sukses, tapi aku selalu
mendapat peringkat terakhir.” jawab Kojang merendahkan
dirinya.
“Tapi itukan masa lalumu, tidak usah dipikirkan,biarkan
masa lalumu itu, kamu jadikan pelajaran untuk menghadapi
masa yang akan datang supaya kamu lebih bijaksana lagi.” kata
Kajang.
“Apa Kak Jang yakin aku bisa?”tanya Kojang ragu.
“Iya kamu pasti bisa! Kamu juga masih mau sekolah
bukan?” tanya abangnya itu.

95
“Iya Kak aku masih mau.”jawab Kojang yang sudah agak
tenang.
“Itu sangat baik. Selagi niatmu masih ada, kamu pasti
dapat melakukannya.” kata Kajang menyemangati adiknya itu.
“Iya kak, terimakasih telah menyemangatiku. Tapi kak,
aku nanti SMAnya di mana?Di kampung kita kan belum ada
SMA?” tanya Kojang yang bingung.
“Iya sama-sama, telah mau mendengar nasihatku. Untuk
SMAmu, kamu akan ikut kakak ke kota dan kamu akan sekolah
di sana, kebetulan juga rumah yang kakak sewa lumayan dekat
dengan SMAnya” jawab Kajang dengan perasaan bahagia.
“Sekali lagi terimakasih banyak Kak Jang,sudah sangat
peduli denganku, meskipun aku tidak pernah membanggakan
Kak Jang, tapi Kakak tetap peduli denganku.” jawab Kojang
terharu sambil ia memeluk abangnya itu.
“Iya, itu memang sudah menjadi tugas Kak Jang, sebagai
saudaramu yang paling tua.” jawab Kajang yang juga terharu
melihat adiknya itu.
Sejak saat itu, Kojang dan Kajang yang sudah berkemas
tadinya, akan segera berangkat ke kota menggunakan motor
Kajang yang dibelinya dengan gajinya. Kojang mersa sangat
berat untuk meninggalkan kampung halamannya itu karena
ada banyak kenangan yang telah terukir di situ.

96
“Kenapa mukamu kelihatan sedih?” tanya Kajang sambil
ia mengendarai sepeda motornya, karena ia melihat muka
Kojang yang terlihat sedih dari spion motornya.
“Aku merasa berat meninggalkan kampung.” jawab
Kojang.
“Iya memang seperti itu, tapi kita kan mau jadi orang
yang maju, jadi kita harus bergerak, pergi ke tempat kemana
kita bisa pergi, tidak hanya diam disitu saja. Nanti juga kalau
ada waktu, kita bisa kembali ke kampung.” kata Kajang pada
adiknya itu.
“Benar Kak?” tanya Kojang.
“Iya.” jawab Kajang.
Sesampainya di kota, Kojang melihat begitu ramainya
orang yang berlalu lalang, gedung-gedung yang menjulang
tinggi, ia belum pernah melihat itu sebelumnya. Banyak hal-hal
baru yang Kojang lihat di kota, membuatnya semakin
bersamangat untuk mengetahui semuanya itu.
Kojang yang dulunya tidak rapi dan berantahkan,
sekarang berubah menjadi seorang lelaki yang bersih dan rapi,
dari ujung kaki hingga kepala. Karena abangnya yang
mengajarinya untuk menjadi orang yang rapi, sehingga Kojang
terlihat sangat tampan. Memang Kojang dan Kajang adalah
anak yang tampan, tapi dulu ketampanan Kojang mungkin
belum terlihat karena ia tidak merawat dirinya dengan baik,

97
tidak rapi dan berantahkan. Sedangkan abangnya Kajang, saat
ini ada banyak wanita yang ingin mendekatinya, namun ia
belum mau dan hanya menganggap mereka sebatas teman
saja.
“Nah, kalau rapi beginikan kamu terlihat lebih tampan.”
Kajang memuji adiknya.
“Kak Jang bisa aja.” jawab Kojang agak malu.
Kojang bukan saja mengubah penampilannya, namun
sikapnya juga berubah. Sekarang ia sangat rajin belajar, jika
ada waktu luang ia sempatkan untuk membaca buku untuk
memperluas wawasannya.
“Aku pasti bisa melakukan yang terbaik untuk diriku dan
Kak Jang” kata Kojang dalam hatinya. Kojang terus berusaha
untuk berubah menjadi anak yang baik.
***
Pagi itu Kojang terlihat sangat rapi dengan mengenakan
seragam putih biru SMPnya dulu yang sudah agak sempit
untuknya. Juga dengan sepatu dan menggendong tasnya, ia
tampak sangat bersemangat. Ternyata Kojang hendak
mengikuti tes masuk SMA, di SMA yang abangnya katakan dulu,
yaitu di SMA Harapan Bangsa dengan didampingi abangnya
Kajang. SMA Harapan Bangsa adalah salah satu sekolah terbaik
di kota itu. Saat itu sekolah sangat ramai, karena ada banyak
sekali calon siswa-siswi baru yang akan mengikuti tes serta

98
orang tua yang medampingi. Tepat pukul 08:30 bel sekolah
berbunyi, semua calon siswa-siswi baru diminta untuk
berkumpul dilapangan.
“Kak Jang, aku kumpul dulu ya.” kata Kojang pada
abangnya.
“Iya semangat Kojang semoga sukses!” Kajang
menyemangatinya.
Kojang menganggukkan kepalanya sambil ia berlari
menuju barisan, saat berkumpul Kepala Sekolah
memberitahukan tentang pembagian ruangan untuk
dilaksanakannya tes bagi murid baru. Setelah itu semua calon
peserta didik baru masuk kedalam ruangan tes mereka
masing- masing. Bel berbunyi lagi tanda bahwa tes dimulai.
Berbagai soal-soal dikerjakan oleh mereka semua. Kuota untuk
penerimaan murid baru yaitu 500 orang, sedangkan yang
mendaftar ada 1000 orang dan beruntungnya Kojang adalah
salah satu dari 500 orang yang diterima disekolah itu dan juga
yang lebih membanggakan, Kojang mendapat peringkat 10
dari 500 murid yang diterima.
“Kojang, Kak Jang sangat bangga padamu, kamu telah
melakukan yang terbaik.” kata Kajang yang sangat bangga pada
adiknya itu.

99
“Ini semua karena Kak Jang, kalau bukan Kak Jang yang
selalu mementoriku, aku tidak akan bisa seperti ini.” kata
Kojang yang menahan air matanya yang ingin menetes.
“Iya, semuanya ini juga karena kamu yang mau dengar
dan melakukan apa yang Kak Jang nasihatkan.” kata Kajang
menatap wajah Kojang dengan terharu.
“Aku sangat bangga punya abang seperti Kak Jang.” kata
Kojang sambil ia memeluk Kajang dengan air mata yang
menetes.
“Iya, Kak Jang juga bangga padamu.” kata Kajang yang
juga tidak dapat menahan air matanya.
Kojang sudah diterima menjadi murid di SMA Harapan
Bangsa, ia sangat tidak sabar untuk masuk sekolah. Waktu
libur ini Kojang banyak menghabiskan sisa-sisa liburan untuk
selalu belajar. Ada banyak hal-hal indah yang Kojang rasakan
di SMAnya, meskipun ada beberapa temannya yang tidak suka
padanya. Begitu juga dengan Kajang, ia sepertinya telah
menemukan wanita yang berhasil mencuri hatinya.

100
Dwi Putra Matondang

F
ree fire merupakan game yang sangat populer
dikalangan anak muda. Free fire juga merupakan game
yang sering mengadakan turnamen-turnamen yang
hadiahnya lumayan cukup bagi kalangan anak muda.
Game free fire ini memiliki pesaing yaitu game PUBG.
Saking populernya kedua game ini, ada saja pemain-pemain
yang saling menghina kedua game ini. Pemain PUBG berkata
‘game kok delapan bit udahlah delapan bit gak ada pintu pula’.
“Main game kok main game yang banyak bot, terus
gamenya dikatain game haram pula,” kelakar pemain free fire
sambil tertawa. Kedua pemain game tersebut saling adu mulut

101
hingga mereka memutuskan untuk pulang ke rumahnya
masing-masing.
Keesokan harinya terjadilah pertemuan antara pemain-
pemain free fire region Sanggau di Boot Camp. Pemain-pemain
free fire ini bernama Goy,Yan, Egi, Abdul, Bay, Ndo, dan gua
sendiri. Para pemain ini free fire ini membicarakan untuk
mengadakan turnamen free fire battle ground yang bertempat
di Sekayam.
Goy berkata, “nah inikan rakyat PUBG sering ngata-
ngatain game yang kita mainin ni ya, jadi gimana kita membuat
turnamen game free fire aja biar kita kasi tahu ke mereka,
bahwa game free fire ini bisa membawa keuntungan bagi
pemain-pemainnya”.
“Gua setuju banget sama itu, tapi lu Goy sama Abdul dan
Bay yang jadi panitianya,”kata Yan.
“Nah iya, biar gua sama anak anak yang lain jadi
pemainnya,”Kata gua ke Goy.
“Lu semua setuju gak?” Tanya si Yan.
“Gua sama anak-anak yang lain setuju banget
pastinya.”Jawab gua kepada Yan.
“Jadi, lu semua pada setujukan? Ntar malam gua akan
urus persyaratan turnamen free fire ke garena supaya
turnamennya legal”. Kata si Goy.

102
Kami pun membantu si Goy untuk melengkapi
persyaratan turnamen dan mencari sponsor demi menunjang
terlaksananya turnamen free fire ini. Suatu hari si Goy
memanggil kami kembali untuk berkumpul dan berdiskusi
tentang turnamen free fire region Sanggau ini.
“Gimana dengan sponsor-sponsor, udah ada gak?” Tanya
si Goy.
“Tenang, sponsor udah gua atur dan udah ada lima guild
yang bersedia menjadi sponsor. Lima sponsor itu ada XG
Sultan, Dayak ID, PTM, Amfibi, dan O2N Squad Daranante.
Mereka udah ngasi uang nya sama gua dan masing-masing
sponsor ngeluarin dana tiga ratus ribu rupiah dan uangnya
udah terkumpul sama gua udah ada satu juta lima ratus ribu
rupiah.” Jawab Gua.
“Oke bagus, jadi kita mau buka berapa slot untuk
turnamen free fire region Sanggau ini?” Tanya si Goy.
“Tujuh puluh dua slot aja Goy dan uang pendaftaran
turnamen ini per tim seratus ribu rupiah. Supaya total price
nya tujuh juta dua ratus rupiah dan ditambah most kill.” Jawab
Yan dengan panjang lebar.
“Oke-oke, fix ya kita buka slot turnamen free fire ini
sebanyak tujuh puluh dua slot dan pendaftarannya seratus
ribu per tim “. Kata si Goy.

103
Lama kelamaan slot turnamen free fire ini pun sudah
penuh sebelum hari pertandingan dimulai. Ini dikarenakan
banyak sekali peminat game free fire ini. Kami pun tak kalah
saing untuk mengikuti turnamen ini. Kami pun mendaftarkan
tim kami untuk mengikuti turnamen free fire region Sanggau
ini. Kami mendaftarkan tim kami yang bernama XG Mr SSQ
Soloco itu lah nama tim kami yang diketuai si Yan dan
anggotanya ada gua sendiri, Bay, dan Egi. Selama satu minggu
lebih pada setiap malam selalu kami gunakan waktu itu untuk
selalu latihan turnamen game free fire ni. Di tim kami, kami
membagi bagi tugas di dalam tim kami dan tugas itu adalah gua
dan Yan menjadi rusher sedangkan Egi dan Bay mengcover gua
dan Yan.
***
Pada suatu hari sebelum turnamen dimulai akan
diadakan technicall meeting dan pelunasan administrasi
pendaftaran tim. Pada technicall meeting tersebut digunakan
untuk pelunasan uang pendaftaran turnamen dan melengkapi
data data pemain yang akan mengikuti turnamen free fire
region sanggau ini. Technicall meeting akan dilakukan pada
jam tujuh malam di café TJ. Pada saat pelunasan pendaftaran
tim turnamen akan diadakan pembagian pot bagi masing
masing tim. Tim kami tergabung dalam pot A bersama-sama
dengan tim si Ndo. Tim si Ndo selalu meremehkan tim kami

104
dikarenakan mereka merupakan pemenang turnamen online
free fire.
“Yan, tim kalian pasti rata kalau ketemu tim gua.” kata si
Ndo dengan nada sombong sekali.
“Belum tentu Ndo, tim kami udah latihan semaksimal
mungkin untuk menghadapi tim yang lebih baik dari tim
kami.Intinya tim kami takkan gentar menghadapi tim yang
lain,”jawab Yan dengan nada tinggi terhadap si Ndo.
“Kita tunggu aja pas turnamen nanti,”kata si Ndo dengan
sombonng.
“Oke.” jawab Yan.
Hari turnamen pun tiba, pot A dijadwalkan main pada
jam sepuluh pagi, pot B main pada jam dua belas siang, pot C
main pada jam dua siang,dan pot D main pada jam empat sore.
Final akan diadakan pada jam tujuh malam . Pada jam Sembilan
lewat tiga puluh pagi tim kami sudah berkumpul di kafe
TJ,tempat dimana turnamen free fire diselenggarakan. Panitia
pun mengintruksikan untuk memasuki room yang telah dibuat
dengan id dan password yang sudah ditentukan.
Si Ndo pun berkata, “Siap-siap ya kalian! Tim lu semua
akan gua ratain”.
“Oke, kita lihat aja nanti.” jawab gua.

105
“Match pertama akan kita mulai dengan hitungan
mundur tiga, dua, satu. Oke match pertama sudah dimulai,”
kata salah satu panitia.
“Lu yang jadi pilot Yan,”suruh gua ke Yan.
“Oke-oke.Kita turun di Clock Tower ya, sepi kok disini”
kata si Yan.
“Kita main aman aja dulu disini.”kata si Egi.
“Oke.” jawab si Bay.
Tak lama kemudian zona pun mulai bergerak. Kami
terkejut saat ada musuh yang tiba-tiba ada di depan kami.
‘‘Ada musuh oi ada musuh,” kata gua.
“Arah mana arah mana?” Tanya si Bay.
“Itu arah SW.”Jawab si Egi.
“Ayo kita rush Yan, Gua flank kiri lu flank kanan!”
Perintah gua ke Yan.
“Cepat-cepat sebelum mereka ngelihat kita!” perintah
Yan.
“Cepat! Gua sama Bay ngecoverin lu berdua “kata si Egi.
Ketika Yan dan gua nge-rush, tiba tiba musuhnya melihat
Bay dan Egi dan langsung menembaki mereka berdua.
“Ini kesempatan kita Yan ngeratain mereka”. Kata gua ke
Yan.
“Mumpung mereka sibuk menembaki Bay dan Egi, jadi
kita nyaman ngebokongin mereka,” kata si Yan.

106
Ketika gua masuk dalam rumah, gua ngeliat mereka lagi
berperang, dengan cepat gua tembak mereka dari belakang
menggunakan senjata MP empat puluh dan gua berhasil
ngenocking dua orang.
“Knock satu knock dua . Gi,Bay maju-maju kesini!”
Perintah gua.
“Knock satu kena gua.” Beri tahu Yan.
“Satunya kemana ?” Tanya si Egi.
“Oh ini-ini dibalik sutet.” Jawab gua.
“Lu flank kiri Bay!” Perintah gua
“Gua flank kanan.”
“Gua nge-end musuh yang udah knock aja” kata si Yan.
“Oke, rata-rata.” Kata si Bay.
Gua ngantongin dua kill, si Yan dan Bay masing-masing
satu. Ketika highground kami melihat dua tim yang lagi
berperang.
“Sampahlah kill mereka!” Perintah Yan.
Dengan enaknya kami menembaki mereka dan Gua
mendapat dua kill lagi, Yan dua kill, Bay satu dan Egi dua kill.
Jadi, total kill yang kami dapat sekarang adalah sebelas.
Ketika zona sudah mengecil tertinggal lah dua tim lagi.
Tim itu adalah tim gua dan tim Ndo. Tim itu adalah tim kami
dan tim si Ndo . Ketika kami berperang melawan tim Ndo disitu

107
tim kami kalah dan kami berada dalam posisi kedua dan tim
Ndo berhasil booyah.
“Kan udah gua bilang kalian pasti rata kena tim gua,”kata
si Ndo sambil tertawa.
“Selow aja Ndo, masih match pertama ini Ndo.” Jawab
gua.
“Kita lihat aja nanti!” kata si Yan.
Match kedua pun dimulai, kami pun turun di Brazillia
untuk me-looting. Tak terasa zona sudah mulai mengecil dan
tersisa empat tim lagi. Kami sudah meratakan satu tim dan
mendapat empat kill.
“Itu ada yang lagi war di bawah,”Egi memberitahu.
“Oh,iya bener.”kata si Bay.
Zona pun berpihak di kami yaitu di atas.
“Hantamlah, mumpung zona ada di kita.”
“Knock satu,” kata gua.
“Knock-knock,”kata Yan.
“Ending end aja langsung!”Perintah gua.
Pada saat war kami pun mendapat keuntungan zona.
Kami pun berhasil mendapat booyah pada match kedua dengan
kill sepuluh. Pada saat kami booyah, si Ndo pun berteriak.
“Aaaaanjaayyyy”.
Ndo pun mendatangi kami dan berkata ,“Kami sengaja
kayak gitu, biar kalian senang makanya kami mati kena kalian”.

108
“Terserah lu aja lah Ndo”jawab Gua.
Pada match ketiga tim kami berhasil mendapat hastag
kedua dan mendapat kill sembilan. Tim si Ndo pun mendapat
hastag ke empat dengan kill enam. Pada perhitungan point
kami mendapat seribu tiga ratus enam puluh point. Tim Ndo
berhasil mendapat seribu seratus sepuluh point. Tim kami dan
tim Ndo berhasil masuk final turnamen free fire region
Sanggau pada malam nanti pada jam tujuh malam. Pada sangat
ingin bubar, si Ndo mendatangi tim kami lagi.
“Tunggu aja kalian di final nanti , pasti mati terus tim
kalian kalau ketemu tim kami”.
Kami pun bubar dan pulang untuk menunggu hasil
selanjutnya . Pada jam enam malam si ketua panitia yaitu si Goy
memberikan informasi tentang daftar tim yang lolos masuk
final paqa jam tujuh malam nanti. Daftar tim itu adalah SG Mr
SSQ Soloco, Tim Ndo yaitu Born To Kill, O2N DNT, O2N Sanggau
,PSSC, PTM Sungau Jaya, JUZ ID, Dayak ID, Phantom R, PP
Hydra, O2N Memeng, dan Roda Berputar.
Pada saat jam enam lewat tiga puluh para pemain sudah
berkumpul ditempat terlaksananya turnamen free fire region
sanggau ini. Kami berempat yaitu Gua, Yan, Egi, dan Bay sedang
latihan strategi yang baru dalam free fire . Saat tim Ndo
melewati tim kami yang sedang latihan, salah satu pemain
mereka berkata.

109
“Ngapain lu pada? Latihan?”
“Iya, lagi latihan,”Jawab Bay.
“Udahlah gausah latihan tim lu pada gak bakal menang
kok.”Kata salah satu pemain dari tim Ndo. Tim kami hanya
mengiyakan saja perkataan mereka yang sombong itu.
“Ayo semuanya login dan membuat room sendiri!” Seru
panitia.
Kami pun langsung membuat room yang memuat empat
orang.
“Semuanya dengarkan baik-baik. Id room costumenya
adalah 33151729 dan passwordnya adalah angka satu sampai
enam.” Perkataan ketua panitia.
“Nanti, kalau game udah dimulai lu pada jangan main
nafsu ya, bilang-bilang dulu kalau ada musuh dan arahnya
.”Kata Yan.
“Game akan dimulai dari hitungan mundur tiga dua
satu…..”Seru panitia
Ketika game dimulai, kami turun di tempat paling ujung
kebetulan di tempat kami terdapat satu squad musuh.
“Nge-loot aja dulu kalau udah ada senjata langsung war
aja!” Perintah Yan .
Ketika kami sudah menemukan senjata langsunglah gua
dan Yan menge-rush musuh dan Bay serta Egi mengcover Gua
danYan. Kami berhasil meratakan squad PSSC dan kami

110
berhasil mendapatkan masing-masing satu kill. Pada saat zona
kedua berjalan banyak sekali pertempuran yang terjadi. Pada
saat kami berjalan di high ground kami melihat terjadinya
pertempuran dua squad.
“Itu ada yang war di low ground,” beritahu gua ke temen-
temen gua.
“Arah mana woi?”Tanya Yan.
“Arah SW itu di low ground.”Gua memberitahu mereka.
“Oh iya-iya gua lihat.”Kata si Yan.
“Ayo sampahin!” Perintah si Bay.
Dengan nyamannya kami menyampah kill dari war dua
squad tersebut dan kami berhasil mendapat enam kill dari
menyampah dua squad tersebut. Pada saat itu kami sudah
mengantongi sepuluh kill. Saat kami menelusuri di low ground
ternyata musuhnya berada di high ground dan itu menjadi
keuntungan di pihak musuh. Pada saat war, Egi dan Yan harus
terkill oleh musuh tapi gua sendiri berhasil mengekill dua
orang dari musuh. Pada saat gua mau ngerush lagi, ternyata
Bay terkill oleh musuh dan menyisakan gua sendiri dan kedua
musuh. Saat gua berhasil mengekill satu musuh lagi, kepala gua
berhasil terheadshoot oleh musuh. Pada saat musuh booyah,
kami baru menyadari bahwa musuh yang booyah tersebut
adalah timnya si Ndo.

111
Usai dari match pertama si Ndo langsung menghampiri
kami dan berkata,“Udah gua bilang kan?Lu semua gak usah
latihan, sedangkan lu latihan aja masih tetap gak bisa booyah.”
“Ayo kita tunjukin di match selanjutnya.”Kata Yan sambil
menantang.
Goy sebagai ketua panitia memanggil gua dan
berkata,“Ngapain si Ndo tadi?”
“Menyombongkan dirinya karena booyah di match
pertama.”Jawab gua.
“Coba lu liat poin sementara di meja gua!” Suruh si Goy.
“Kok point tim gua lebih tinggi dari tim mereka?” Gua
bertanya karena bingung.
“Wajarlah, mereka booyah tapi cuma ngekill empat
musuh aja sedangkan tim lu hastag kedua tapi ngekill tiga
belas.” Jawab si Goy.
Pada match kedua tim kami turun di kota Brazillia dan di
dekat kami terdapat dua squad. Saat nge-loot gua ketemu
senjata favorit gua yaitu MP-40 dan gua juga mendapat vest
serta helm level tiga.
Pada saat itu gua berkata,“Ayo war!” Seru gua dengan
semangat.
“Ayo!” Jawab Yan tak kalah semangat.
Saat memasuki salah satu rumah gua melihat satu squad
sedang mengamati keluar. Dengan cepat gua keluar dari

112
rumah itu dan gua melakukan spam granat ke dalam rumah itu
dan gua berhasil mengknocking tiga orang musuh.
“Ayo masuk rumah ini!” Perintah gua.
Ketika Yan masuk, ia berhasil mendapatkan satu kill dari
rumah tersebut dan tim kami berhasil meratakan satu squad.
Setelah meratakan satu squad kami menelusuri sebagian dari
kota Brazillia ternyata masih terdapat satu squad musuh. Saat
Gua dan Yan ngerush Egi berhasil mengekill salah satu anggota
tim musuh dan ternyata musuh yang di kill Egi merupakan
anggota tim si Ndo. Pada pertempuran squad gua dan squad
Ndo, squad gua berhasil meratakan squad Ndo tetapi salah satu
anggota squad gua harus terkill oleh si Ndo. Dari kedua
pertempuran itu kami berhasil mengantongi delapan kill.Pada
zona terakhir tim kami harus rata oleh tim PP Hydra dan kami
hanya mampu mendapat sebelas kill saja dan mendapat hastag
kedua. Pada saat istirahat Yan pun berkata,“Match ketiga ini
kita harus booyah.Oke?”
“Oke.” jawab kami dengan serentak.
Match ketiga pun dimulai dan kami turun di Clock Tower.
Tempat dimana orang biasanya bermain bar-bar. Pada saat
lootan kami sudah mencukupi, kami pun bergerak ke area
factory. Pada saat gua melihat ke kiri ternyata ada empat orang
yang sedang mengeloot tanpa melihat kehadiran squad kami.
“Oi, lu semua kesini! Ada musuh.” Perintah gua.

113
“Nah, kita tembak satu-satu ya!” Perintah Yan.
Kami pun berhasil mendapat kill masing-masing
mendapat satu kill. Saat kami bertolak ke arah Pochinok kami
bertemu satu squad lagi dan berhasil meratakan squad
tersebut.Hasil sementara tim gua udah mengantongi delapan
kill.
Saat zona terakhir Yan pun berkata,“Ini zona terakhir,
jadi kita harus booyah!” Perintah Yan.
Saat melihat musuh gua pun berkata,“Arah dua ratus
sepuluh ada musuh satu squad.”
“Tembak woi mereka di tempat open!” Perintah Bay.
Akhirnya satu squad terakhir pun rata terhadap kami.
Kill yang terkumpul adalah dua belas kill dan kami mendapat
booyah. Kami pun mendapat tambahan poin lima ratus empat
puluh poin. Dengan tambahan poin tersebut kami pun menjauh
ke atas.
“Oi, ayo fokus lagi lebih semangat, dua match lagi!” Seru
Yan dengan nada keras.
“Oke, misalnya kita booyah match keempat ini, otomatis
kita udah pasti juara satu, dan match kelima nanti kita boleh
main bar-bar”. Kata gua sambil bersemangat.
“Match keempat akan kita mulai dengan hitungan satu
sampai tiga. Satu…dua…tiga. Match keempat kita mulai.”Kata
ketua panitia yaitu Goy.

114
Match keempat ini kami turun di area forge yang
lootingannya lumayan bagus. Setelah dari forge kami bertolak
ke area Ski Lodge untuk melengkapi lootingan kami. Ketika
sampai di area Ski Lodge kedatangan tamu satu squad . Kami
berhasil meratakan satu squad musuh tersebut tetapi kami
harus kehilangan salah satu rekan setim kami yaitu Yan yang
terkill squad musuh. Gua berhasil mendapat dua kill sedangkan
Egi dan Bay mendapatkan kill masing masing satu kill.
Di match kali ini gua ngerasa lebih sulit karena gua harus
lebih gesit lagi dalam bermain terutama dalam pengerushan
karena Yan telah terkill tadinya oleh squad musuh. Pada saat
kami bertolak ke area fields ternyata ada dua squad yang
sedang war dan kami pun menyampahi lagi hasil warnya dan
kami squad kami berhasil mendapatkan lima kill dalam
penyampahan tersebut. Zona mulai berjalan ke arah Brazillia
dan kami secara pelan pelan mengambil daerah yang high
ground untuk membuat kami lebih mudah untuk menembaki
musuh.Di situ kami hanya menunggu musuh yang lewat saja.
“Gua rasa zona nanti di arah kita deh.” Kata Gua.
Ternyata benar saja, jadi kali ini kami mendapatkan
keuntungan yang sangat baik sekali karena zona berada di area
kami dan kami mendapatkan tempat high ground. Pada saat
musuh berjalan ke arah zona dengan enak saja kami

115
menembaki squad musuh dari area high ground dan kami pasti
mendapatkan kill lagi.
“Woi, ada musuh jalan ke arah kita ni!” beritahu gua ke
teman-teman gua yang masih hidup.
“Ayo tembak!” Perintah Bay dengan bersemangat
“Oke, udah knock satu “ Egi memberitahu kami.
Ketika gua mau maju melakukan mengerush ternyata
udah rata aja musuhnya terkena tembakan Bay dan Egi.
“Woi, masa gua cuma dapat kill aja karena lu
berdua.”kata gua ke Egi dan Bay.
“Sorry ya , soalnya mudah aja ngekill nya hehe.”jawab
Bay dengan tertawa.
Ketika zona terakhir berjalan kami pun bertolak ke
tempat yang lebih aman dan nyaman melihat musuh di area
high ground.
“Woi, lu pada harus booyah yah!” Perintah Yan kepada
kami.
“Oke kapten yang udah mati hehehe.” jawab Bay dengan
tertawa .
“Woi Bay sebelah kanan lu Bay ada musuh.” Yan
memberitahu kami.
“Oke Yan, tenang aja lu di situ, gua good gamers kok
hehehe”jawab Bay dengan tertawa.

116
“Oi, lu pada coverin gua, gua mau maju ngerush squad
musuh !” Perintah gua ke Bay dan Egi .
Gua pun ngerush dan berhasil ngeknocking dua musuh
yang gua rush barusan. Ketika Gua mau ngerush yang di
sebelah kiri ternyata udah booyah aja kena Bay dan Egi. Squad
kami berhasil booyah yang kedua kalinya dan kami
mengantongi banyak kill yaitu tujuh belas kill. Dari hasil match
free fire yang keempat ini kami sudah dipastikan mendapat
juara satu pada turnamen game free fire ini yang diadakan di
Sekayam ini.
Pada saat squad kami ingin main bar-bar pada match
kelima ini ternyata match tidak dilanjutkan karena sudah salah
satu tim yang berhasil booyah dua kali secara berturut turut.
Ketika panitia sedang menghitung poin keseluruhan dari
empat match tersebut, gua, Yan, Egi, dan Bay pun menghampiri
Ndo si sombong itu .
“Gimana Ndo? Lu sama temen-temen lu pasti dapat juara
gak?” Tanya gua ke Ndo dengan nada yang sombong.
“Sok lu semuanya.” Jawab si Ndo kepada kami.
“Makanya lu jangan sombong diawal dan ngeremehin
orang lain.” Kata Yan kepada Ndo.
Ketika pengumuman juara sekaligus most kill, tim yang
juara dibacakan dari belakang yaitu dari juara tiga. Juara tiga

117
adalah diduduki oleh tim O2N DNT, juara dua diduduki oleh
tim PP Hydra , dan juara pertama adalah tim XG MR SSQ Soloco.
“Yang juara bisa maju tapi hanya perwakilannya saja.”
Panggil si Goy terhadap para pemenang .
“Gua yang maju ya bro.”Kata gua ke tim gua .
“Oke-oke mentang mentang lu yang paling banyak
ngekill di sini.”Kata Yan.
“Iya dong.”Jawab gua kepada teman-teman gua.
Ketika sudah penerimaan piala dan amplop berisikan
uang, sekarang adalah penentuan most kill yaitu player yang
paling banyak ngekill di final turnamen free fire Region
Sanggau ini.
“Yang menjadi most kill pada turnamen kali ini adalah
yang memiliki nick name XG Aura Sultan.” Kata ketua panitia
yaitu, Goy.
Gua terkejut karena gua bisa mendapat most kill di ajang
turnamen free fire region Sanggau ini. Gua gak nyangka bisa
jadi most kill dan mendapat tambahan uang sebesar lima ratus
ribu rupiah.
Ketika acara selesai, kami pun menghampiri si Ndo.
“Makasih Ndo ,akibat kesombongan lo , tim kami bisa
mendapat juara satu plus most kill juga. Thanks, ya!”
“Sombong banget si lu pada!” Jawab si Ndo.
“Sombong apaan?” Tanya si Bay.

118
“Baru sekali juara aja udah belagu sama sombong.”
Jawab si Ndo.
“Yang sombong itu elo, belum juga apa-apa udah
sombong duluan “. Jawab Egi.
“Udah-udah yang penting kita udah juara satu dan dapat
hadiah nya.” Kata Gua sambil tertawa.
Ketika kami membuka amplop juara ternyata isinya
uang sebesar empat juta rupiah. Kami pun langsung bagi rata
uang tersebut . Kami membagikannya sama rata yaitu satu
orang mendapat masing-masing satu juta rupiah. Kami pun
sangat senang sekali. Dan ini juga pelajaran untuk kami untuk
selalu berusaha dan jangan sombong duluan.

119
Eligia Pintauli Sitompul

S
uatu hari di musim dingin, salju yang menutupi kota
dengan tebal, ditambah udara yang semakin
memburuk karena diberitakan bahwa setengah jam
lagi akan terjadi badai salju. Semua orang diharapkan jangan
berkeliaran hanya cukup berdiam diri di rumah, tetapi siapa
sangka seorang gadis terlihat di pinggiran jalan, dia terlihat
sangat kedinginan.
Bruk.
Gadis itu terjatuh dan pingsan.
Di waktu yang tepat, datang seorang lelaki pejalan kaki.
Dia sendiri pulang dari sebuah restoran karena sebuah bisnis.
Karena mobil tidak dianjurkan saat musim salju, dia pun
berjalan kaki, lagipula restoran tersebut tidak jauh dari
rumahnya.
Lelaki yang melihat gadis itu langsung mengangkatnya,
tanpa memikirkan apapun dia membawa gadis itu ke
rumahnya. Dia membaringkan gadis itu di kasur dan
menyiapkan sebuah minuman hangat untuk dia minum

120
sewaktu sadar nanti. Tiga puluh menit kemudian,bangunlah
gadis itu.
“Sudah bangun.”kata pria itu.
“Di mana aku? Kenapa aku bisa di sini?”pekik gadis itu
sembari kebingungan.
“Tenang saja, tidak perlu khawatir. Tadi aku menemukan
mu tergeletak di pinggir jalan, sepertinya kamu kedinginan dan
akhirnya pingsan,”jawab pria itu
“Terimakasih.”Hanya sepatah kata itu yang keluar dari
mulutnya
“Dasar gadis bodoh! Apa yang kau lakukan di pinggir
jalan saat musim salju melanda seperti ini. Apa kau tidak
waras?”kata pria itu lagi.
Menangislah gadis itu. Dan pria itu heran mengapa dia
menangis.
“Kenapa lalu nangis?”
Gadis itu belum menjawab pertanyaan dari lelaki itu,
sampai lelaki itu memeluknya, gadis itu pun kaget.
“Tenang lah, tidak perlu menangis, ceritakan padaku.
Mungkin aku bisa membantumu.”
Wanita itu mulai menghapus air matanya dan mulai
bercerita.

121
“Aku diusir ayahku dari rumah, karena aku tidak
mengikuti kemauannya. Dia akan menjodohkanku pada orang
pilihannya tetapi aku menolak.”
“Siapa lelaki itu?”
“Aku juga tidak tau siapa dia, yang jelas dia merupakan
anak teman ayahku, tetapi aku mengetahui wajah teman
ayahku itu,”jawabnya.
“Tinggallah di rumahku dan kau bisa sambil berlindung
di sini,”perintah pria itu.
Setelah bercerita, akhirnya pria itu menanyakan siapa
nama wanita itu.
“Aku lupa menanyakan siapa namamu.”
“Oh iya. Namaku Melo Arlina, panggil saja Melo”
“Oke Melo, nama aku Andhika Kasela, panggil saja
Andhika.”
Sepertinya aku pernah mendengar nama itu. Pikir Melo.
Setelah berpikir keras, akhirnya dia ingat siapa sebenarnya
lelaki itu.
“Hah!!Kamu beneran Andhika Kasela? Anak dari
pengusaha terkenal tuan Rio Anggara, kan?”dengan suara yang
keras,dia mengatakan itu.
“Telingaku sakit. Wanita gila!”tegas Andhika
“Maafkan aku.” Melo cengengesan.

122
-Apa aku bermimpi, bisa ditolongin sama orang ganteng
seperti dia-pikir Melo sambil senyum-senyum sendiri.
“Hei, jangan senyum-senyum sendiri, seram amat.”
“Hehe.”
“Istirahatlah dulu, kau baru saja pulih.”
“Hm... Baiklah.”Jawab Melo
***
“Selamat pagi dunia!”
“Hai!”Kata Andhika,ternyata dia sudah berdiri di depan
pintu kamar tempat Melo tidur.
“Hm..Selamat pagi Andhika”
“Selamat pagi juga Melo cantik,”goda Andhika
“Apa yang kau baru saja bilang?”
“Eh nggak ada apa-apa.”
Melo pura-pura tidak mendengar perkataan Andhika,
dan dia sengaja menyuruh Andhika mengulangi kata-katanya.
“Aku mau mandi dulu,”kata Melo
“Baiklah, sehabis mandi jangan lupa sarapan. Aku sudah
menyiapkan makanan untukmu.”
“Oke.”
Turunlah Andhika dan dia duduk di meja makan sembari
menunggu Melo mandi. Setengah jam kemudian turun lah Melo
dari tangga. Terlihat pelayan yang sedang bersih-bersih

123
ruangan rumah Andhika. Hanya Andhika dan bibi pelayan itu
yang sedang ada di rumah. Dia pun menyapa pelayan itu.
“Selamat pagi, Bik!”
“Selamat pagi juga non, temannya tuan Andhika
kah?”tanya bibi itu.
“Hehe iya Bik, Andhika nya di mana ya Bik?”
“Oh iya,Tuan Andhika sedang ada di ruang makan,tadi
sepertinya dia baru selesai masak. Tumben-tumben loh
seorang Andhika Kasela masak. Dan dia juga beruntung punya
teman seperti nona, udah cantik,baik lagi,”puji bibi itu
“Ah bibi bisa saja. Yaudah aku ke ruang makan dulu.Yang
semangat bik kerjanya.”
“Siap non!”
Di ruang makan terlihat Andhika yang sedang
menunggu Melo.
“Eh,udah selesai mandi ternyata.”
“Hehe.”
“Ayo duduk! Aku udah masakin sesuatu khusus buat
kamu.”
“Ada apa ni? Biasanya lelaki malas masak loh,”ejek Melo
“Kamu ya, jangan salah. Aku bukan seperti lelaki lainnya,
yaudah mau makan atau mau cerita dulu?”
“Iya-iya.”

124
Ternyata masakan yang dimasak Andhika lumayan
enak, baru kali ini Melo merasakan makanan dari lelaki yang
dikenal tampan ini. Dia merasa sangat beruntung.
“Masakanmu enak sekali”puji Melo dengan nada tulus
tanpa dibuat-buat.
“Jangan memuji,ntar aku terbang lho.”
“Kan kenyataan. Yaudahlah masakanmu nggak
enak,”kata Melo sambil pura-pura berhenti makan.
“Eh kok berhenti. Aku cuman bercanda.”Andhika berkata
demikian sambil memeluk Melo.

Melo membalas pelukan Andhika yang begitu lembut.


“Oh iya. Kalian berdua saja di rumah?” tanya Melo.
“Iya. Ayah dan Ibuku sedang berlibur di luar kota. Dan
mereka akan balik dua hari lagi.”
“Yang benar saja. Berarti yang mengurus perusahaan
selama ayah mu pergi itu kamu.”
“Iya dong, siapa lagi?”
“Mantap juga. Kerja yang bagus, biar hasilnya juga
bagus!”perintah Melo
“Siap bos!”
Siang harinya, Andhika mengajak Melo untuk jalan-jalan
ke taman kota sambil membeli es krim di sekitaran taman.
Mereka berdua kelihatan senang sekali, dan setelah itu mereka

125
menuju mall yang ada di kota tersebut. Andhika akan
membelikan Melo baju.
“Eh kita ke mall mau ngapain?tanya Melo.
“Ntar aja liat.”
“Hmm.”
Sesampainya di tempat penjualan baju. Melo kaget,dia
berpikir Andhika bakalan membelikan baju untuknya, ternyata
benar.
“Mau baju yang mana? Pilih saja. Aku bayarin kamu”
“Aku tidak enak,”jawab Melo
“Jangan begitu. Aku serius!”Ucap Andhika sambil
memilih baju yang cocok untuk Melo.
Terlihat baju gaun yang indah berwarna biru muda
dengan pita di pinggangnya. Gaun itu tampak bersinar.
“Ini, cobalah!”kata Andhika
“Hm, baiklah.”
Dua menit kemudian, Melo keluar dari ruang ganti. Melo
terlihat cantik dengan gaun tersebut. Andhika tidak bisa
mengalihkan pandangannya.
“Hei mengapa melamun? Apakah tidak cocok?”
Terlihat Andhika yang masih menatap Melo dengan
wajah yang tertarik.
“Hei!”panggil Melo sekali lagi, sambil dia mencubit
tangan Andhika.

126
“Hehh...Ada ap..pa?”Ucap Andhika tergagap.
“Jelas-jelas kau melihat aku sambil melamun.”
“Gitukah?”
“He eh.”
“Kau terlihat cantik Melo.”puji Andhika.
“Bisa aja.”Kata Melo dengan pipi memerah karena malu.
Mereka pun memilih baju itu, dan memilih lagi baju yang
lain. Tanpa disadari mereka berjalan sudah empat jam. Waktu
sudah menunjukkan pukul enam sore, mereka akhirnya
pulang. Saat di mobil Melo kelihatan lelah dan tidur. Tanpa
disadari,Andhika memandanginya dengan penuh rasa
ketertarikan.
“Kau sangat cantik sekali.”Ujar Andhika.
Andhika kelihatannya sangat menyukai Melo. Karena
baru kali ini dia sepeduli ini sama wanita, padahal mereka baru
saja kenal.
Sesampainya di rumah, Andhika langsung
menggendong Melo ke kamar karena Melo sudah tidur lelap,
dia tidak tega membangunkannya. Dia pun membiarkan Melo
istirahat.
***
Seminggu kemudian, waktunya kedua orang tua Andhika
pulang dari liburannya di luar kota. Dan sesampainya di
rumah,mereka kaget adanya perempuan lain di rumah mereka.

127
“Siapa wanita yang tadi?”Tanya ayah Andhika yang
melihat Melo lewat tadi kepada pelayan.
“Oh,itu temannya nak Andhika tuan.”jawab pelayan itu.
“Sudah berapa lama dia di sini?”Sambung pertanyaan
dari ibu Andhika.
“Sudah seminggu berlalu tuan, dia ditolong oleh nak
Andhika, karena dia tergeletak di pinggiran jalan kota, padahal
hari itu akan ada badai salju.”
“Panggil Andhika ke sini,cepat!”Perintah ayah Andhika.
“Baik tuan.”
Tak lama kemudian, Andhika pun datang, dan ayahnya
terlihat tidak senang. Andhika yang baru turun pun langsung
menyapa ayah dan ibunya.
“Ayah?Ibu?Kapan kalian sampai?”Tanya Andhika
“Baru saja.”Kata ibu Andhika.
“Aku bertanya denganmu, siapa wanita yang kau bawa
ke rumah ini?”
“Dia pacarku, yah.”Kata Andhika. Padahal dia dan Melo
tidak ada hubungan apa-apa.
“Apa?Pacar?Tidak boleh. Ayah sudah menentukan jodoh
yang pas untukmu, jadi putuskan dia sekarang dan usir dia dari
rumah ini!”
Ayahnya pun mengancam Andhika. Tanpa disadari
Melo mendengar pembicaraan mereka.

128
-Ternyata Andhika menjadikanku pacar di depan
ayahnya, aku merasa senang mendengar hal itu, tetapi ayahnya
tidak setuju kalau aku dekat dengan Andhika-
“Kalau begitu, aku sendiri yang akan keluar dari rumah
ini, tanpa sepengetahuan Andhika.”Kata Melo berbicara
sendiri.
Ayahnya pun segera memanggil satpam untuk mengusir
Melo.
“Satpam!”
“Iya tuan?”
“Segera usir gadis lain di rumah ini!”
“Baik tuan,”jawab satpam itu
“Tunggu Pa. Silakan usir dia, tetapi aku juga akan ikut
bersamanya.”kata Andhika
“Berani kamu, ya!”Kata Ayah Andhika dan dia ingin
menampar Andhika, tetapi untungnya ibunya mencegah.
“Tidak apa-apa bu, biarkan Ayah menamparku.”Pekik
Andhika sambil menunjuk pipinya agar ditampar. Tetapi
ayahnya langsung menurunkan tangannya.
Melihat hal itu Andhika langsung lari, dan pergi
menemui Melo.Alangkah kagetnya dia, ternyata Melo tidak ada
di kamar. Dan semua barang-barangnya kosong.
“Melo di mana kau?”teriak Andhika

129
Andhika berpikir kalau Melo benar mendengar
pembicaraan dia dengan ayahnya tadi. Andhika pun segera
mengeluarkan mobilnya. Tepat juga karena musim saljunya
sudah berakhir kemaren, jadi hari ini dia bisa mencari Melo
dengan mobilnya.
***
“Melo di mana kau sekarang? Aku khawatir sama kamu.”
Sudah keliling Andhika mencarinya tapi tidak ketemu-
ketemu. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang dan pasrah.
Di waktu yang sama, ternyata Melo tinggal di rumah
temannya. Kebetulan rumah temannya tidak begitu jauh dari
rumah Andhika. Saat hendak menuju rumah temannya, ada
orang yang ternyata mengikuti Melo dan menculiknya. Melo
teriak karena dia takut, tetapi orang itu tetap menariknya
dengan paksa ke mobil nya , tangan Melo diikat dan mulutnya
dilakban.
Akhirnya mobil itu berhenti,dan kagetnya Melo saat tau
mereka berhenti di depan rumahnya sendiri. Melo tidak bisa
berbuat apa-apa.
Sesampainya mereka di dalam rumah, ternyata di ruang
tengah ayah Melo sudah menunggu.
“Kerja yang bagus, kalian boleh keluar,”kata ayah Melo
sambil memberikan uang kepada orang itu.

130
“Ternyata ini semua kerjaan ayah,”ujar Melo sambil
menangis.
“Apa yang salah denganku?Aku ini ayahmu,aku tahu
yang terbaik untuk mu. Jadi,ikuti arahanku!”perintah ayah
Melo.
Melo tidak menjawab pertanyaan ayahnya dan dia
masih menangis.
“Kau akan tunangan tepat hari ini juga!”
“Apa?Aku tidak mau yah!”teriak Melo
“Jangan melawan!”
Melo menangis semakin kencang, dan Ayah Melo
ternyata sudah mendatangkan penata rias untuk mendandani
Melo.
“Pelayan!”
“Iya tuan.”
“Panggilkan penata riasnya!”perintah ayahnya
“Baik tuan.”
Penata rias pun datang dan ayahnya menyuruh pelayan
membawa paksa Melo ke kamar.
Di sisi lain, saat Andhika sampai di rumah, ayahnya
langsung menyuruhnya untuk bersiap-siap. Andhika sempat
menolak, tapi ayahnya mengancam bakalan menculik Melo.
Apa boleh buat, Andhika pun setuju.

131
Satu jam kemudian, siaplah Andhika dan mereka segera
berangkat. Di perjalanan Andhika hanya diam saat ditanya oleh
ayahnya. Saat sampai di tempat tujuan Andhika pun baru
mengeluarkan suara.
“Ke mana kau akan membawaku?”Dengan rasa kecewa
dia berkata seperti itu.
Ayah Andhika tidak merespon. Mereka pun masuk dan
di situ ayah Andhika memanggil seseorang.
“Tuan Steve!”teriak ayah Andhika.
“Hai!Selamat datang Tuan Rio, senang bertemu dengan
anda.”kata Tuan Steve sambil menyalam mereka.
“Siapa dia, yah?”Tanya Andhika heran.
“Kau belum mengenalkan dia padaku? Aku adalah calon
ayah mertuamu, Andhika. Dan sebentar lagi kau akan
bertunangan dengan putriku,”ketus Tuan Steve.
Betapa kagetnya Andhika. Dan dia mengepalkan
tangannya, saat itu Ayah Andhika yang melihatnya langsung
kembali mengingatkan ancaman yang dia katakan tadi.
Andhika pun tidak bisa berbuat apa-apa dan langsung lari. Ibu
Andhika yang baru saja menyusul ke pesta itu langsung
menghampiri Andhika dan mencoba menarik perhatiannya.
“Andhika?”kata ibunya.
“Hm.”
“Apa kau marah dengan ayah dan ibu?”

132
Andhika tidak menjawabnya.
“Aku tahu,kau sangat marah, tetapi dengar ayah dan ibu
memilih wanita yang baik untukmu. Dan itu akan menjadi
masa depan mu.”
Andhika masih tetap tidak menjawab. Dan saat
itu,berkumpullah segala tamu-tamu undangan, dan tiba-tiba
seorang gadis turun dari tangga. Alangkah kagetnya Andhika,
ternyata itu Melo. Ayah Andhika juga langsung kaget.
Bagaimana bisa yang di rumah mereka itu anak Tuan Steve.
“Melo!”teriak Andhika,dan dia langsung lari ke arah Melo
dan langsung memeluknya.
“Andhika!”jawab Melo, dan mereka dua saling
berpelukan.
Semua tamu yang ada di situ langsung heran. Ayah Melo
pun tercengang,dan tidak menyangka bahwa mereka saling
kenal.
“Melo,ternyata kita dua dijodohkan. Aku baru tahu, dan
aku sempat memusuhi ayah dan ibuku sendiri,”bisik Andhika
pada Melo.
Melo menangis karena refleks.
“Aku sebenarnya punya rasa selama ini ke
kamu.”perkataan Andhika itu membuat Melo kaget.
“Sebenarnya aku juga mulai tumbuh rasa sama kamu,
aku juga merasa bersalah pada ayahku.”jawab Melo lagi.

133
Mereka pun akhirnya setuju buat bertunangan dan
meminta maaf kepada orang tua mereka masing-masing.
Mereka baru tahu kalau orang tua mereka merupakan teman
dekat dan mereka dijodohkan. Ayah Andhika pun menyesal,
karena tidak mengetahui kalau itu putri temannya.
Akhirnya mereka bertunangan, mereka terlihat
bahagia. Pada pukul sembilan malam acara pun selesai,
Andhika mengecup kening Melo dan pamitan untuk pulang.

134
Endang Aprinah Simanjuntak

D
ia duduk di depan rumahnya sambil ditemani
dengan segelas teh. Dia sedang menunggu beberapa
panitia perayaan natal nanti untuk membahas apa
yang akan dilaksanakan saat perayaan natal nanti. Karena
mereka sudah berjanji untuk berkumpul dirumahnya, dia
sudah menunggu selama 30 menit belum juga ada yang datang
“mengapa mereka lama sekali ya?” pikirnya.
Ketika dia ingin masuk ke dalam rumah, salah satu
panitia ada yang datang, dia langsung bertanya kepada Eci
yang adalah salah satu panitia perayaan natal, “kenapa lama
sekali datang nya?”
“Saya tadi masih banyak kerjaan di kantor,” kata Eci.
Dan beberapa saat kemudian panitia yang lain pun
datang, mereka langsung masuk dan duduk di ruang tamu nya
dan membicarakan apa yang akan ditampilkan saat perayaan

135
natal ataupun siapa yang akan diundang dan bagaimana
dekorasinya nanti.
Mereka berbincang-bincang tentang perayaan natal
nanti, “ Kira-kira siapa yang akan kita undang saat perayaan
natal?” tanya Jepri. Jepri adalah ketua panitia natal.
“Kita akan mengundang gereja-gereja yang ada di sini.”
kata dia.
“Terus dekorasinya akan seperti apa nanti?” Kata Eci .
“Saya akan mengurus semua dekorasinya sendiri, saya
akan membuat perayaan natal ini menjadi meriah.” kata dia.
“Baiklah kalau begitu, tetapi jangan terlalu berlebihan
ya, kita berikan saja yang terbaik,” kata Eci.
Setelah mereka rapat bersama semua panitia pulang. Dia
mulai merencanakan dekorasinya dia menyediakannya
sematang mungkin. Pada keesokan harinya para remaja gereja
datang ke gereja untuk latihan buat perayaan natal nanti, salah
satu remaja gereja datang menghampiri dia yang sedang
duduk di kursi.
Remaja itu kemudian bertanya kepadanya.“Mengapa
sendiri di sini, Bu?” tanya Dwi yang seorang ketua remaja
gereja itu.
“Saya sedang memikirkan bagaimana dekorasi untuk
natal nanti.”katanya.

136
“Oh... apakah kami boleh membantu untuk
mempersiapkannya?”
“Kalian tidak perlu membantu saya, saya bisa
menyelesaikannya sendiri, saya juga akan menyewa orang
yang profesional untuk mendekor gereja kita, saya yakin
semuanya akan sempurna,” kata dia.
“Kalian fokus saja pada latihannya untuk perayaan natal
kita nanti.”
“Oke lah kalau begitu.” kata Dwi.
Pada malam hari dia berangkat ke toko penjual barang
barang untuk natal, dia membeli beberapa pernak-pernik
hiasan untuk natal. Setelah satu minggu kemudian dia mulai
mendekor gereja sedangkan panitia yang lain ada yang
menyebarkan undangan dan ada pula yang sedang
menyiapkan menu apa yang akan disajikan untuk natal nanti.
Saat dia sedang mempersiapkan semuanya dan saat dia
mendekor gereja untuk perayaan natal nanti, dia terjatuh dari
tangga karena terlalu terburu buru naik turun tangga sehingga
dia masuk ke rumah sakit, dia keseleo pada kakinya sehingga
membuatnya susah untuk berjalan.
“Kamu harusnya hati-hati saat naik turun tangga,” kata
Eci .
“Harusnya kamu tidak usah terlalu berlebihan saat
mempersiapkan semuanya,” kata Jepri.

137
Karena memang benar yang dia lakukan sangatlah
berlebihan, padahal kalau sederhana pun akan terlihat baik
kalau kita benar benar tulus melakukannya. Tetapi, dia merasa
bahwa semua yang dia lakukan tidaklah berlebihan dan
semuanya baik baginya.
Pada suatu hari dia mengalami kecelakaan lagi karena
dia terlalu sibuk saat mempersiapkan semuanya dan dia juga
merasa lelah, itu semua karena dirinya yang terlalu egois dia
tidak ingin dibantu siapapun.
Salah satu panitia berkata kepadanya, “Kamu tidak perlu
terlalu sibuk mempersiapkan semuanya, biarkan kami
membantumu, karena kalau kamu mempersiapkannya
sendirian kamu tidak akan mampu,” kata Jepri .
“Baiklah kalian bisa melanjutkan semuanya, maaf kalau
saya terlalu berlebihan saat mempersiapkan semuanya, saya
hanya ingin yang terbaik.” kata dia.
“Kita bisa kok menyediakan yang terbaik walaupun
sederhana,” kata Eci.
“Kita tidak perlu terlalu berlebihan.”
Lalu semua panitia bekerja sama untuk menyiapkan
semuanya, mulai dari undangan, dekorasi dan konsumsi
semuanya berjalan dengan baik hingga hari perayaan natal
tiba. Saat perayaan natal, semuanya berjalan baik dan
sempurna. Para tamu undangan datang semua, dekorasi gereja

138
sangat cantik dan rapi semuanya berjalan baik saat perayaan
natal.
“Kita sudah melaksanakan semuanya dengan baik,
terimakasih atas kerjasama panitia natal, semoga di natal ini
kita diberikan karunia oleh Tuhan Yesus Kristus, saya
mengucapkan selamat hari natal untuk kita semua.” kata Jepri.
Indahnya malam natal pada saat itu membuat semua orang
tersenyum, berkumpul bersama dan menikmati hadirat Tuhan
pada hari natal.

139
Fathurrahman Rahmadi Juliansyah

P anggil saja dia Ucok, ia adalah seorang preman yang


disegani warga desaku. Penduduk desaku memandang
Ucok seperti singa, dengan badannya yang besar, dan
penuh tato sangat layak dijuluki singa kelaparan.
Ucok adalah seorang anak yatim piatu yang tidak
mempunyai ayah dan ibu. Ia hanya anak tunggal yang hidup
sendiri, yang hidupnya penuh dengan kegelapan. Apabila dia
lapar dia pergi ke warung makan dan langsung mengancam si
penjual tersebut. Warga hanya bisa terdiam dan melihat ragam
Si Ucok tersebut.
Desaku letaknya di perbatasan Malaysia. Banyak orang
orang luar yang berdatangan di desaku, cuman ingin melihat
keragaman dan budayanya. Mereka biasa disebut Hotel Balai
Indah. Pada saat ucok berjalan, aku sempat menegurnya
walaupun agak segan.
“Mau kemana kau Cok?”tanyaku.
“Lapar mau cari makan.”Ucok menjawab dengan mata
seram.
140
“Ini ada sedikit makanan buat kamu Cok.”Tawarku
dengan muka yang agak segan.
“Sini-sini tahu aja saya lagi lapar.”Sahutnya dengan muka
yang bahagia.
“Hehe iya, Cok.”Sahutku kembali.
Ucok langsung pergi dengan keadaan senang.
***
Aku sangat ingin menanyakan padanya,mengapa dia
suka menjadi preman kampung . Pada saat aku berjalan di desa
tiba tiba Ucok memanggilku,”Oi, sini kau! Ada duit gak ?”.
“Nggak ada Cok, aku lagi krisis uang, tadi jak sempat
ngutang dengan warga kampung hehe.” Jelasku.
Ucok langsung memegang bajuku dan menariknya.
“Kau mau dibunuh hah?” Katanya dengan suara yang
lantang.
Aku pun langsung minta tolong, dan warga pun
mendengarnya, Ucok langsung melepas tangannya dan kabur.
Semua warga mengejarnya, termasuk aku. Ucok pun terjebak
di jalan buntu,dan langsung dikerumun warga. Dengan wajah
yang menyesal Ucok langsung minta maaf padaku.
“Maaf dek, gue gak mau jadi preman lagi, gue mau
tobat.’’Katanya dengan wajah yang menyesal.
“Iya Cok, gak apa-apa , anggap aja ini pelajaran buat
kamu Cok.”

141
Dengan muka yang babak belur, dia pun pulang dalam
keadaan menangis .
***
Keesokan harinya, saat aku mau bayar hutang ,aku pun
bertemu dengannya. Penampilan Ucok sangat berbeda seperti
biasanya,yang dulunya berpakaian compang-camping yang ala
preman. Sekarang dia sudah berpakaian rapi.
“Alhamdulillah. Cok penampilan kamu sudah
beda.”Ucapku.
“Iya, gue sadar kalau jadi preman itu sangat merugikan.’’
jawabnya dengan senyuman tulus.
“Gitu dong, ini baru namanya Ucok yang aku kenal hehe.”
“Emang lu mau ke mana?’’tanyanya.
“Mau bayar hutang ni ,abis tu sholat magrib’’,jawabku.
“Eh sama dong, gue juga mau sholat.’’Sahutnya.
“Yaudah yuk ,tapi antar aku bayar hutang dulu,
ya.’’ajakku.
“Ahsyiapp haha,’’jawabnya dengan bahagia.
Kami pun sholat magrib bersama pada saat itu.
***
Pada saat Ucok mau ke masjid, ada seorang yang
bernama Marucup, datang menghampiri kami.
“Woi,Cok!’’
“Eh lu ngapain ke sini?’’tanya Ucok kaget.

142
“Ini siapa Cok?’’Bisikku ke Ucok.
“Itu teman lama gue.’’jawabnya.
“Eh emang lu mau ngapain ke sini Cup?’’tanya Ucok
penasaran.
“Gue dengar lu udah tobat Cok.’’
“Iya nih, nyesal gue jadi preman lagi Cup,gue mau ke
jalan yang benar aja hehe,’’kata Ucok
“Gue juga gitu sih udah tobat jadi preman, cuman gue
sekarang lagi gak ada teman Cok hehe.”Tuturnya dengan ragu-
ragu.
“Oh, ya udah ikut kita aja, insyaallah lo akan merasa
hidup lo itu tenang tidak ada beban,’’ajak Ucok dengan
senyuman.
***
Suatu hari Ucok berencana untuk pulang kampung,
katanya dia rindu sama neneknya di kampung.
“Eh, gue mau pulang kampung,soalnya rindu sama nenek
gue di kampung,’’kata Ucok sedikit tertawa.
“Eh emang kamu punya nenek ya Cok?”Tanyaku dengan
kaget.
“Iyaa punyaa hehe,’’jawabnya.
“Oh iya lah,hati-hati Cok,’’sahutku.

143
“Makasih ya, selama ini lu udah ngerubah gue,kalau gak
ada lu,mungkin beda lagi ceritanya,”katanya dengan
senyuman.
“Iya cok sama-sama hehe,”jawabku agak lega.
Ucok pun pulang dengan hidup baru yang sudah
bertaubat.

144
Fitri Fransiska

S
edang nyaman aku duduk di ruangan yang bertulisan
ruang tunggu. Karena diriku sedang menunggu antrian
unutk melamar sebuah pekerjaan yang ada di
perusahaan itu. Terkejut aku merasakan getaran dari saku
celanaku, segera aku merogoh sakuku untuk mengambil smart
phone yang bergetar itu.
“Ternyata ibu,” gumam ku setelah melihat nama yang
tertera di layar smartphoneku .
“Ada apa bu?”
“Bisakah kamu pulang sekarang nak?”
“Ada apa?” tanya ku bingung.
“Pulanglah nak, ada hal yang sangat penting,yang harus
kita bicarakan,suara ibuku bergetar seperti orang yang sedang
menangis , aku bingung harus berkata apa, karena jika aku
pulang ke kampungku sekarang mungkin aku akan tiba di sore
hari, tetapi jikalau aku tidak pulang bagaimana dengan ibuku?”
“Baiklah ibu, aku akan segera pulang.”
Segera aku bangkit dari duduk yang bertepatan dengan
keluarnya wanita dari sebuah ruangan,sambil memanggil
145
namaku, aku segera melangkahkan kakiku bukan untuk
menghampiri wanita itu, melainkan berlalu pergi dari ruangan
itu karena ibuku lah yang penting saat ini.
Setelah aku selesai mengemasi perlengkapanku untuk
pulang ke desaku, tiba-tiba saja ada suara ketukan di pintuku,
segera aku membukanya.
“Iya bu, ada apa?” tanyaku.
Ternyata yang mengetuk adalah ibu kos.
“Tidak ada apa-apa, hanya memastikan saja. Apa kamu
akan pulang?” ujarnya.
“Iya bu, tidak akan lama kok bu.”
“ Baiklah hati-hati,nak.” ujar ibu itu dengan senyuman.
“Baik bu, terima kasih banyak.”
“Kalau begitu ibu pergi dulu,ya!”
“Iya bu,” jawabku sambil melihat kepergiannya.
***
Dan akhirnya, di sinilah aku berdiam, di dalam bus
umum yang akan menghantarkan aku ke halte persimpangan
kampungku. Aku duduk bersebelahan dengan orang yang tidak
aku kenal, orang itu pendiam, mukanya sangat sangar, tapi
pakaian nya sangat rapi seperti anak sekolah. Setelah sampai
di pemberhentian bus, anak itu turun sambil tersenyum
padaku.

146
Akhirnya bus yang aku tumpangi pun kembali melaju
dengan kecepatan sedang, saat aku tidur di bus itu tiba-tiba
saja bus itu berhenti mendadak dan sukses membuat kepalaku
terantuk di kursi penumpang yang ada di depanku.
“Aduh!” lirih ku sambil memegang kepalaku yang terasa
pening.
“Kenapa berhenti?” tanya seorang penumpang kepada
sang sopir.
“Maafkan saya saudara-saudara karena saya baru saja
menabrak kucing, mohon tunggu sebentar.” ujar pak sopir.
‘hah menabrak kucing’ gumamku didalam hati. Aku
segera teringat akan perkataan ibuku ‘jika kalian pergi kemana
saja dan tanpa sengaja saat dalam perjalanan itu kalian
menabrak kucing, itu artinya ada hal buruk yang akan tejadi.’
Setelah itu, perasaanku menjadi tidak enak.
“Kucingnya mati pak!” teriak kernet bus itu
memberitahukan sopir yang didengar oleh penumpang.
“Baiklah saudara-saudara, tenang ya santai saja, karena
kita harus melanjutkan perjalanan kita.” ujar pak sopir itu
berusaha menenangkan para penumpang dan akhirnya bus
yang aku tumpangi melaju kembali.
“Ada apa ini?” ujarku.
“Lebih baik positif thinking saja.” kataku menepiskan
persaaan aneh itu.

147
Setelah sekian lama perjalanan, akhirnya bus yang aku
tumpangi sampai di tempat tujuanku. Saat aku mencari
dompet di dalam tasku, aku tidak menemukannya, “Apa iya aku
meninggalkan nya di kos?” tanya ku dalam hati.
Lalu aku teringat akan anak yang tadi duduk didekatku
“Oh.... jangan-jangan pencopet!” teriakku yang membuat
orang-orang yang ada disekitarku heran tidak terkecuali juga
kernet bus yang sedang menunggu aku membayar.
“Kau kenapa nona?” tanya kernet bus itu
“Maafkan saya tuan karena saya habis kecopetan,
sekarang saya tidak punya uang tunai, kecuali jika anda mau
menunggu saya menarik di bank di ujung sana.”
“Wah.. itu pasti lama sekali.... ya sudah pergilah karena
kami tidak bisa menunggu karena masih banyak penumpang
yang harus kami antarkan, ” kata kernet bus itu sambil berlalu
menaiki bus itu, aku hanya terdiam melihat bus itu pergi .
“Sial, buat malu saja. Dasar anak sok polos keterlaluan!”
kataku dengan rasa kesal. Aku segera pergi dari tempat itu
menuju bank terdekat untuk menarik uang tunai agar aku bisa
melanjutkan perjalanan ke kampungku.
“Kenapa antriannya panjang sekali?” gerutuku dalam
hati. Aku segera berdiri mengantri dibelakang seorang ibu
yang sedang mengendong anaknya yang berusia sekitar 4-5
tahun. Anak itu berambut coklat keriting-keriting imut dia

148
seorang anak wanita yang cantik tapi aneh nya matanya selalu
memandang ke arahku dengan sinis. Aku heran. “Apakah ada
yang salah denganku?” ujarku.
“Ibu,turunkan aku.” anak itu minta diturunkan oleh
ibunya setelah anak itu diturunkan oleh ibunya ia segera
berjalan ke arahku .
“Kakak kalau jalan jangan bawa yang berat-berat apalagi
gendong orang besar.” ujar anak itu lalu pergi ke arah ibunya
lagi
Bulu kudukku merinding dan kurang mengerti dengan
perkataan anak itu,”Menggendong orang besar?”gumamku.
“Jika memang ada kenapa aku tidak merasakan ada
sesuatu di pundakku. Rasanya ringan-ringan saja.” aku segera
menepiskan pikiran-pikiran aneh itu.
“Tentu saja kamu tidak merasakan apa-apa karena dia
hanya menumpang, tidak menindihmu.”
Aku terkejut dan segera menoleh ke arah suara.
“Maksud kamu?” aku segera menghampiri pria tersebut.
Pria tersebut segera duduk di kursi yang ada didekatnya
“Sepertinya kau akan dalam masalah hari ini dengan mereka.”
Aku terperangah mendengar penuturan pria itu,“Apa
maksud mu?”
Aku semakin penasaran dengan penuturan pria tersebut.
pip-pip-pip

149
Aku terkejut dan segera menoleh ke arah sumber suara
tersebut. Ternyata hanya suara alarm mobil orang yang
mungkin tak sengaja tersentuh sehingga membuatnya
berbunyi. Saat aku menoleh kembali ke arah pria yang tadi
berbicara denganku, aku terkejut karena pria tersebut sudah
tidak ada.
“Hah kemana pria tadi?” aku segera mengingat
bagaimana ciri-ciri pria tadi, seingatku dia bertubuh tinggi,
dengan rambut yang bewarna coklat dan mata kebiru-biruan,
yang membuat ia tampan “Apa dia keturunan Belanda, ya?
Hemm tampan sekali, tapi aneh.”
Aku segera pergi untuk melanjukan perjalananku ke
kampungku.
“Bang ke kampung baru, ya!” ujarku kepada seorang
tukang ojek yang kebetulan sedang mangkal tidak jauh dari
tempatku berdiri.
“Siap, neng!” ujar tukang ojek itu dengan semangat.
Segera kami berangkat menyusuri jalan yang kadang
lurus dan kadang berbelok ke kiri dan ke kanan. Jalan ini tidak
cukup besar dan tidak juga terbilang kecil karena sering juga
diriku melihat mobil-mobil besar yang lewat berpapasan
dengan kami.

150
“Loh bang kenapa lurus? Jalan ke kampung baru kan
belok ke kanan?” tanyaku pada tukang ojek itu, karena diriku
merasa tukang ojek ini salah jalan.
“Entahlah neng saya juga tidak tahu, stang motorku tidak
bisa dibelokkan dan direm, motor saja juga tidak bisa di
kendalikan.” jawab tukang ojek itu .
“Lalu bagaimana ini bang?” tanyaku panik.
“Tenang neng saya rasa ada yang membawa kita ke suatu
tempat neng, lebih baik kita ikuti saja agar mereka tidak
marah.”
“Hah mereka, siapa mereka?” aku semakin penasaran
dengan apa yang disampaikan tukang ojek tersebut. Tapi
tukang ojek itu hanya diam dan kendaraan kami semakin jauh
masuk kedalam. Saat sudah hampir sampai pada pohon
beringin yang besar disitu motor yang kami naiki mulai
perlahan dan akhirnya berhenti tepat di bawah pohon itu, dan
yang benar saja mesin kendaraan yang kami tumpangi
langsung mati.
“Loh kok mati,pak?” tanyaku panik.
“Saya juga tidak tau neng.”ujar bapak itu sambil
berusaha menghidupkan mesin kendaraan motornya.
“Neng bisa turun sebentar.” pinta bapak itu.

151
Akupun segera turun dari motor bapak itu dengan
anehnya motor itu langsung menyala tapi saat aku menaiki
motor itu, motornya mati lagi, begitu terus berulang-ulang kali.
“Aduh neng, sepertinya ini memang pekerjaan mereka
neng.”
“Bapak ngomong apa sih? Dari tadi bilang pekerjaan
mereka, mereka itu siapa sih pak?”
“Neng,percaya nggak sama setan?Ini itu pekerjaan
mereka neng.”
“Apa sih pak? Itu hanya mitos.”
“Neng nggak sadar ya sama apa yang kita alami dari
persimpangan yang akan menuju kampung baru tapi stang
motornya nggak mau dibelokkan dan tidak mau direm… neng
sadar nggak?”
Aku hanya diam mendengar penjelasan dari bapak
tukang ojek itu “Jadi kita harus bagaimana pak? Sekarang
sudah hampir magribh.”
“Saya juga tidak tahu neng, tapi sepertinya mereka
maunya eneng. Lihat saja, neng turun mesinnya bisa hidup,
sedangkan saat neng naik mesinnya langsung mati dan tak mau
hidup neng.”
“Lalu saya harus bagaimana?”
Bapak tukang ojek hanya mengangkat bahunya tidak
tahu.

152
“Baiklah saya akan jalan saja. Ini uangnya, pak!” Aku pun
segera menggendong tas ranselku.
“Baiklah neng, hati-hati neng dan sepertinya saya juga
harus segera pulang neng, kasihan anak dan istri saya di rumah
pasti mereka nungguin saya di rumah.” senyum bapak itu
terukir di wajahnya saat ia menyebutkan kata anak dan
istrinya.
“Iya pak, terimakasih!”
Bapak itu pun segera pergi ke arah jalan yang tadi kami
lewati. Sekarang tinggal aku sendirian di bawah pohon
beringin ini
“Aduh, sial banget sih nasib aku hari ini, ” gumamku.
Tiba-tiba saja bulu kudukku merinding dan sayup-sayup
aku mendengar suara orang yang berbisik-bisik di belakang ku.
Perasaanku semakin tidak enak karena yang aku tahu yang ada
di belakangku ini adalah pohon beringin yang besar itu. Secara
perlahan aku menoleh ke arah belakang ku. “Yang benar saja…
aaaa”
Aku segera berlari meninggalkan pohon itu.
“Yang benar saja!Apa itu,apa nyata adanya di dunia ini
....seram sekali.” Aku terus berlari ke arah jalan yang tadi kami
lalui. Aku hanya terkejut dengan benda tadi yang aku lihat
sesosok wanita berambut panjang dengan balutan kain

153
putih.Aku bingung apa tadi itu kuntilanak atau pocong karena
tidak memiliki tangan tapi rambutnya terurai.
“Ah lelah sekali,lebih baik aku istirahat dulu.”
Aku segera duduk di rerumputan di tepi jalan, tak terasa
hari sudah gelap.Untung saja ada penerangan yang dipasang di
pinggir jalan ini.
“Hei,kamu ngapain duduk di situ?”
Aku segera menoleh ke arah sumber suara.
“Kamu sendiri kenapa bisa ada disini? Terus kamu pakai
apa kesini?”
Seingatku ini adalah lelaki yang tadi aku temui di dekat
ATM. Dan bisa ada di sini,tepat berdiri di samping tiang lampu
yang ada di dekat ku.
“Nggak penting kesini aku pakai apa.”
Dia terus memperhatikan ku.
“Pasti mereka sudah mengganggumu, ya?Sepertinya aku
terlambat.”
Lelaki itu tersenyum padaku.
‘Kenapa manis sekali?’ ujarku dalam hati saat aku melihat
senyumnya yang memamerkan dua buah gingsulnya.
“Ya sudah, ayo aku antarkan pulang!”
“Tidak usah.... tidak perlu,aku bisa pulang sendiri.”

154
Aku segera bangun dari dudukku dan segera pergi
meninggalkan pria aneh yang ingin mengantarkan aku pulang
.
“Kamu tidak akan tahu apa yang akan kamu hadapi
selanjutnya jika kamu tidak aku antar pulang sekarang.”
“Biarin.”
Aku terus berjalan tanpa menoleh ke arah pria tadi. Tiba-
tiba saja bulu kuduk ku merinding lagi seperti sebelunya di
mana aku melihat sosok aneh tadi “hmmm...jangan lagi aku
mau pulang.”
Lalu mataku terus saja menjelajah jalan yang ada di
depan ku, tak sengaja mataku menangkap dua cahaya seperti
bola mata yang bercahaya berwarna merah.
“Apa itu?”
Aku sangat penasaran dan perlahan-lahan aku
mendekati cahaya itu dan betapa terkejutnya aku saat aku
melihat sebuah wajah seseorang dengan mata bercahaya dan
dua buah taring yang sangat tajam keluar dari sela-sela giginya
dan terdapat darah di sekitar giginya.
Karena ketakutan dan tidak mampu berlari lagi,
pandanganku menggelap.
***

155
Aku terbangun, saat mataku menjelajahi seluruh
ruangan aku tersadar ternyata aku ada di kamarku tepatnya
dia atas tempat tidurku.
”Hah inikan kamarku.” ibu ke segera masuk menyimpan
tas-tas yang aku bawa semalam.
“Semalam ada seorang pria yang mengantarmu pulang
nak, dia bilang kalian habis jalan-jalan mungkin kamu
kecapekan lalu tertidur di dalam mobilnya.”
‘Oh, jadi dia pakai mobil, ’ pikirku mengingat kejadian
semalam .

156
Fiorella Amanda Jan Carissa

N
amaku Manda. Aku berusia lima belas tahun. Aku
tinggal di Jakarta bersama kedua orang tuaku,
ayahku seorang dokter yang bekerja di rumah sakit
kencana yang ada di Jakarta, sedangkan ibuku bekerja sebagai
ibu rumah tangga. Aku mempunyai saudara laki-laki yang
sekarang sedang melanjutkan kuliahnya di Bandung.
Sedangkan aku ingin melanjutkan smaku disalah satu sekolah
yang ada di Jakarta.
Senin tanggal 2 Juli aku mendaftarkan diri di SMA Negeri
2 Jakarta. Aku tidak sendiri. Aku ditemankan ketiga sahabat
SMPku . Kami berempat mendaftarkan diri di SMA yang sama.
Kami berempat pun mulai mengisi segala formulir yang sudah
disiapkan dari sekolah tersebut , kami pun mulai memilih
jurusan masing-masing.
“Eh Lau, kamu ngambil jurusan apa?” tanya Rasky pada
Laura.
“Aku ambil jurasan IPA aja deh.” Jawab Laura.

157
“Ya udah, kita berempat ambil jurusan yang sama aja,
siapa tahu kita bisa sekelaskan.” Suci menimpali.
Setelah mengisi persyaratan yang ada kami berempat
pun pulang, tetapi kami tidak langsung pulang ke rumah kami
pun mampir untuk makan siang di suatu cafe yang tidak jauh
dari sekolah tersebut. Kami pun menghabiskan waktu bersama
dicafe tersebut. Tidak terasa hari pun sudah malam kami
berempat pun segera pulang .
Seminggu sesudah itu kami pun bersama-sama untuk
melihat hasil apakah kami diterima atau tidak. Ternyata, kami
diterima tapi salah satu dari kami berempat tidak diterima di
jurusan IPA. Dia adalah Suci, salah satu sahabatku.
Kami berempat pun kecewa karena yang direncanakan
tidak sesuai rencana di awal. Suci pun memilih untuk pindah
sekolah. Kami sedih mendengar keputusannya,tapi kami tidak
bisa memaksakan kehendak dia. Kami sebagai sahabat hanya
bisa mendukung keputusannya .
Tanggal sembilan Juli, kami pun masuk sekolah. Di
sekolah itu tidak ada yang terlalu aku kenal. Kami bertiga pun
selalu bersama, kemana –mana selau bersama sampai di mana
waktu yang kami takutkan pun datang. Pembagian kelas mulai
berlangsung . Satu persatu nama siswa dipanggil sesuai kelas
masing-masing. Tidak terasa dari sekian banyak siswa,
namaku dipanggil untuk menentukan di kelas mana aku di

158
tempatkan. Ternyata aku di tempatkan di kelas 10 IPA 1
sedangkan Rasky dan Laura di tempatkan di kelas 10 IPA 2,
yang bersebelahan dengan kelasku.
Tak terasa sudah hampir satu bulan aku di sekolah
tersebut. Aku pun mulai mengenal hal baru dan teman baru.
Kami bertiga pun mulai merasa jauh karena kami bertiga beda
kelas,sedangkan Suci menghilang dari. Dia mulai lose contact
dengan kami. Sedangkan di sini kami bertiga mulai jauh dan
jarang untuk kumpul lagi.
“Eh Lau, kamu ngerasa ada yang beda gak dari kita
bertiga?Apa lagi Rasky aku lihat dia udah jarang kumpul. Dia
juga udah agak cuek.”Aku berkata pada Laura.
“Iya, dia juga udah jarang ngomong sama aku di kelas.”
Laura menjawab.
“Aku juga ngerasa kita udah mulai jauh. Kita juga udah
mulai sibuk sama urusan masing-masing.”
Laura hanya menganggukkan kepalanya.
***
Aku mengikuti ekstra badminton pada Hari Minggu di
GOR yang dekat dengan sekolah ku. Sebelum ekstra itu dimulai
kami pun absen terlebih dahulu. Di tengah permainan
berlangsung, ada salah satu siswa yang bernama Reza yang
merupakan anak 10 IPA 2. Dia meminjam salah satu dari raket

159
yang kubawa. Setelah ekstra berakhir, aku pun segera
mengemas barang-barangku.
“Hey raketmu , terimakasih ya!”Reza memberi raket itu
kepadaku sembari tersenyum tipis.
“Iya sama-sama.”
“Oh iya, nama kamu siapa?”
“Namaku Manda, kamu?”
“Reza, bukannya kamu anak 10 IPA 1, ya?”
“Iya.”
Sehabis kami berkenalan kami pun pulang. Di perjalanan
pulang,tidak sengaja tas raketku terjatuh.Reza dengan heran
menatapku. Kami pun saling bertatapan , betapa malunya aku
dan ingin secepat mungkin lari dari tempat itu.
***
Keesokan harinya tepat pukul sembilan malam,
terdengar suara dari ponselku. Aku pun dengan cepat
membukanya.
Ternyata Reza menghubungiku, dia mengirim pesan
kepadaku. Dari situ kami mulai berbincang-bincang dan kami
juga saling bertukar nomor whatsapp.
Tak terasa saking asiknya kami chatan, sudah jam
sebelas malam. Kami mengakhiri chat dengan ucapan selamat
malam.

160
Setelah pertemuan kami pada hari itu , kami pun mulai
sering bertemu hingga banyak menghabiskan waktu berdua.
Seiring berjalannya waktu, kami mulai saling nyaman dan
mencoba membangun suatu hubungan.
Tapi, pada saat kami mau membangun hubungan, ada
saja halangan. Salah satunya,teman sekelasku ada yang
menyukai dia. Aku pun mulai tidak enak hati.
Pernah pada suatu hari, dia tidak sengaja melihatku
dengan Reza pulang bersama-sama. Keesokan harinya, dia
begitu membenciku dan marah.
Aku berusaha meminta maaf dan ingin melepas Reza,
tapi Reza menolak dan dia berusaha menyakinkan Ori untuk
tidak memaksakan perasaannya.
Dan untungnya Ori mengerti, bahwa perasaan sesorang
tidak dapat dipaksakan.
***
Ini bukan kisah tentang Reza saja, ini juga tentang di
mana aku menemukan sahabat-sahabat yang baru yaitu Ega,
Ori , dan Ayu.
Mereka teman sekelasku, sekaligus sahabatku. Kami pun
mulai sering bersama –sama dan aku bahagia memiliki
mereka. Mereka baik dan mengerti keadaanku.
Kembali lagi ke kisahku dan Reza.

161
Malam minggu aku mendapatkan kabar yang membuat
aku kecewa akan Reza. Aku mendengar malam itu Reza
berbohong kepadaku, dia membohongiku dengan alasan ingin
foto dengan temannya.Tapi ternyata dia jalan bersama
perempuan lain.
Rasanya sakit tapi aku bisa apa, aku bukan siapa-siapa ,
hanya sebatas teman yang saling nyaman tanpa ada status apa
pun.
Aku berusaha untuk tidak mengingat dia lagi, tapi setiap
malam aku selalu menerima notifikasi darinya. Dia mulai
mencoba untuk menyakinkan aku kembali.
“Man, aku tahu kamu marah, tapi tolong jangan jauhi
aku, ya! Mungkin ini berat tapi tolong buat Manda
mempertimbangkan ini semua. Karena Reza tau di lubuk hati
Manda yang paling dalam Manda sayang sama Reza.”
Aku hanya terdiam dan menundukkan kepala.
“Please, Manda jawab,” lirihnya.
“Aku butuh waktu.” Aku pergi menjauh dari Reza.
***
Dari kejadian itu, kami berdua semakin dekat. Aku mulai
memahami bahwa yang suka terhadap Reza bukan aku saja,
tetapi banyak.

162
Setiap hari aku diantar pulang oleh dia dan semakin hari
aku merasa begitu nyaman bersama dia. Dia sering membuat
aku tertawa dengan sifat konyolnya.
Malam tahun baru kurayakan bersama Reza.
Aku diajak ke rumahnya dan aku bertemu kedua orang
tuanya. Malam itu aku sangat bahagia sampai sekarang pun
aku masih merasakannya.
Malam itu aku dan Reza menerbangkan lampion tepat
pukul dua belas malam pergantian tahun. Aku memohon untuk
kami berdua, semoga diberi rencana yang indah untuk
hubungan kami.
Tapi di balik kebahagiaan kami, Reza menyembunyikan
suatu hal yang besar, yang membuat hubungan kami kembali
renggang.
Pada saat itu tepat pada bulan kelahiranku dia pun
kembali membuat aku bahagia dengan dia merayakan hari
ulang tahunku. Tapi, di balik itu semua, dia kembali membuat
aku sakit.
Aku pun membuat keputusan untuk menjauhi dia,
setelah aku mendengar bahwa dia kembali dekat dengan
wanita itu.
Namun, semakin aku menjauh, semakin besar rasa takut
yang aku rasakan. Dia juga memcoba untuk menyakinkan aku ,
bahwa dia tidak ingin kehilanganku.

163
Beberapa bulan kemudian, hubungan kami baik-baik
saja, sebelum aku tahu dia kembali mendekati wanita itu lagi.
Aku tidak tahu apa yang dia inginkan, aku pun memutuskan
untuk melepaskan dia.
Pada waktu itu, aku berhenti sejenak untuk
menenangkan diri dan melepas dia satu bulan. Aku mencoba
untuk tidak mengingat dia, tapi entah kenapa itu sulit. Setelah
libur yang panjang aku kembali menghubungi dia dan mencoba
untuk membangun hubungan kami tapi entah kenapa susah
sekali bagi dia untuk menerima aku kembali.
Akhirnya di malam itu aku tahu ternyata dia masih saja
mendekati wanita lain, aku pun mulai lelah dengan sikap dia.
Aku tidak tahu apa yang dia inginkan dariku, aku mulai
bertemu dengan dia di sekolah. Aku berbicara dengan dia.
Kami berbicara apakah hubungan kami kembali bisa
lanjut atau tidak? Dia mau melanjutkan hubungannya dengan
diriku, aku harap ini yang terakhir. Aku hanya berdoa supaya
kami baik-baik saja, jangan sampai ada orang lain masuk ke
dalam hubungan kami lagi.

164
Inen

S
aat itu tahun 2015, aku duduk di bangku kelas 1 SMP,
dimana masa-masa SMP adalah masa yang
menyenangkan dan masa yang penuh dengan
keceriaan. Pada bulan Desember, aku menemukan dua orang
teman yang ternyata keponakan abang sepupuku, awalnya
mereka berdua sangat pemalu dan saat bertemu pasti seakan-
akan tidak mau menampakan diri mereka.“Padahal aku juga
malu ha...ha...ha...”dan itu tanpa mereka sadari, setelah
berminggu-minggu tinggal di kampung halamanku mereka
masih saja terlihat malu-malu saat bertemu.
Sehingga, pada malam harinya di kampung halamanku,
ada acara di mana pada saat itu adalah beberapa hari
menjelang hari natal, dan pada saat itu juga hari natal sudah
tiba. Di sana juga mereka berdua menyaksikan acara tersebut,
di depan balai desa sangatlah ramai dengan orang-orang. Aku
mulai mendekatkan diri kepada mereka, karena aku sangat
ingin sekali berteman dengan mereka. Ya, bisa dikatakan
seperti orang yang telah jatuh cinta kepada seorang laki-laki
yang amat tampan.

165
Kemudian aku memberanikan diri untuk berkenalan dan
aku bertanya padanya, “Siapa nama kamu?”
Dia menjawab.“Nama aku Monica Elizabeth”
“Dan itu siapa?”
“Oh itu adikku, namanya Lidya Desy.”
“Wah nama yang bagus. Kalian sudah berapa lama
disini?’’
“Kira-kira sekitar dua minggu.”
“Oh, sudah lumayan lama, ya.’’
“Iya.”
Pada keesokan harinya aku pergi berkunjung ke rumah
yang mereka tinggali,ternyata mereka ada di rumah. Aku sudah
punya rencana akan mengajak mereka pergi jalan-jalan sore
dan lagi pula pada sore itu ada acara pertandingan bola voli di
kampung halamanku.
Senang sekali ya rasanya berteman dengan mereka dan
ternyata mereka orangnya baik dan ramah, mereka berkata
kalau mereka takut panas, sampai-sampai harus menggunakan
jaket dan payung untuk melindungi dari sinar matahari,
setelah itu kami berjalan menuju lapangan bola voli. Saat itu,
manusia juga ramai sekali menyaksikan pertandingan bola
voli.

166
Jam tujuh malam mereka main ke rumahku, kami
mengobrol bareng sampai-sampai waktu sudah menunjukan
pukul sebelas malam.
***
Natal adalah hari kelahiran Sang juru selamat dunia.
Pada malam harinya kami ibadah di gereja sama-sama,
lagipula neneknya di sini sama agamanya denganku. Kami
ibadah bersama. Mereka lumayan lama berada di kampung
halamanku, setelah itu mereka pulang ke Malaysia.
Perpisahan itu sangat membuatku sedih, karena mereka
tidak berada di sini lagi. Sehari sebelum pulang, kami
menghabiskan waktu ngobrol bersama dan saling bercanda
bersama.
Pada keesokan harinya, mereka akan segera pulang ke
Malaysia.
Sebelum pulang, mereka memelukku dan berkata, “aku
akan merindukanmu.” dan kemudian aku menjawab , “aku
akan merindukanmu juga”.
Aku sangat sedih karena mereka akan pulang.
***
Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun,
kami berkomunikasi melalui sosial media.
Keseharian kami di malam hari, sering bercerita tentang
orang barat. Entah kenapa aku sangat menyukai orang barat,

167
apa lagi sama Shawn Mendes. Saat aku melihatnya, hatiku
bagaikan bunga yang tiba-tiba berdiri tegak dan akan
menumbuhkan bunga yang begitu sangat indah sekali.
Kemudian rasa ingin berteriak tetapi tidak enak sama orang
sekitarku.
Kemudian tahun demi tahun dan sekarang sudah tahun
2019. Kami sudah menjalankan persahabatan sekitar empat
tahun lamanya , kalau orang pacaran mungkin sudah di
rayakan.
Aku mendapat berita bagus sekali ternyata akhir tahun
ini mereka akan berkunjung lagi ke kampungku, aku sangat
senang sekali ,aku sudah duduk di kelas 11 SMA sekarang di
mana masa-masa remaja akan berlalu menjadi masa-masa
dewasa.
Aku bahagia, banyak sekali cerita bersama mereka.
Karena bagiku sahabat adalah orang istimewa setelah
keluarga. Aku tidak tahu bagaimana aku nanti, tetapi di
manapun aku berada aku harus bisa menyesuaikan diri.
Meskipun terpisah oleh jarak, aku dan mereka berdua selalu
berbagi cerita dan pengalaman lewat telepon dan SMS. Ya
hanya itu yang dapat kami lakukan untuk menjaga
persahabatan ini, aku tak ingin pertemanan yang melekat ini
menjadi renggang karena kurangnya komunikasi.

168
Jennifer Olivia

P
agi itu, aku dan temanku sedang rebahan di kamarku.
Ini Hari Minggu, aku dan temanku tidak ada jadwal
kuliah sama sekali. Jadi, kami memilih untuk
bermalas-malasan di rumahku.
Oh iya, aku belum memperkenalkan diri kan? Namaku
Odettania Chisela, panggil saja aku Tania. Dan yang sedang
bersamaku ini Nadine Alananda, kalian bisa memanggilnya
Nadine. Aku dan Nadine sudah bersahabat sejak SMA. Aku
merupakan anak baru di SMA Garuda. Saat itu aku tidak
mempunyai teman satupun karena aku adalah orang yang
sangat pemalu dan sulit bersosialisasi. Tetapi Nadine datang
dan mengajakku untuk berteman. Waktu itu, aku
memberanikan diri untuk ke kantin karena aku merasa lapar.
Saat aku hendak balik ke kelas sambil membawa snack untuk
dimakan di kelas, tiba-tiba saja aku tidak sengaja menabrak
Nadine. Minuman yang aku beli tumpah dan mengenai
seragam Nadine. Aku kira dia akan marah dan membullyku
seperti yang dilakukan orang lain, tapi ternyata tidak. Dia
malah membantuku membersihkan segala snack yang jatuh
berserakan. Sejak kejadian itu, aku dan Nadine bersahabat
169
sampai sekarang. Nadine adalah gadis yang cantik dan sangat
ceria, tidak heran temannya ada di mana-mana. Ok, sudah
cukup perkenalannya.
“Hhh.” helaku sambil memeluk erat guling di sebelahku.
“Kenapa, Tan?” tanya Nadine kepadaku.
“Apa kau benar-benar jadi ikut liburan itu?” tanyaku
sambil melihat Nadine.
“Jadi lah, kau kan tahu kalau aku pengen banget lihat
pameran itu.” jawab Nadine.
“Ih aku kan ingin ikut juga.” ucapku sambil cemberut.
“Ya mau gimana lagi, ayahmu tidak mengijinkanku untuk
membawamu.” jawab Nadine dengan tatapan prihatin
kepadaku.
“Makanya aku sedih, masa aku harus berangkat
sendirian ke kampus” ucapku masih dengan wajah cemberut.
“Yaelah, kan cuma satu semester, Tan. Bukan selamanya
aku di sana” jawab Nadine.
“Hm,iya. Jangan lupa oleh-oleh, ya!” seruku.
“Tenang aja, aku tidak akan melupakan pesananmu kok.
Eh, by the way, selama aku di sana aku akan memberimu misi.”
kata Nadine.
“Hah? Misi apaan?” tanyaku dengan wajah bingung.
“Kau harus bisa jadi populer dan mempunyai banyak
teman di kampus.” jawabnya dengan muka ngeselin.

170
“Aku tidak minat jadi populer, Nad. Aku sudah
mempunyaimu sebagai sahabatku, kenapa harus repot-repot
mencari teman lagi?” jawabku dengan muka bingung.
“Aku tidak selamanya berada di sampingmu, Tan. Kau
harus mencari teman lagi dan mungkin juga... pacar?”
jawabnya sambil meledekku.
“Apaan sih Nadine,” jawabku kesal.
“Jadi, yang pertama harus kau lakukan adalah kau harus
menyapa orang duluan. Yang kedua, cari teman untuk diajak
makan bareng. Yang ketiga, cari pekerjaan paruh waktu atau
pekerjaan sampingan. Dan yang terakhir, cari laki-laki tipe
idealmu. Bisa kan?” tanya Nadine.
“Yasudah, besok akan kucoba.” jawabku dengan pasrah
dan menutup mataku untuk tidur.
***
Keesokan harinya, aku berjalan ke kampus sendirian
karena Nadine hari ini harus berangkat pagi untuk liburannya.
Aku merenungi misi-misi yang diberikan Nadine.
“Menyapa orang duluan? Hm, sepertinya aku bisa.”
ucapku dalam hati.
Tiba-tiba saja di depanku ada perempuan, aku berpikir
untuk menyapanya. “H-hai.” panggilku pelan-pelan.
Dia menoleh dan tersenyum kepadaku, “Hai juga, ada apa
ya?” tanyanya dengan ramah.

171
Aku tersenyum lebar “Ah, aku Odettania Chisela kau bisa
memanggilku Tania. Hm, apakah aku bisa menjadi temanmu?”
tanya ku dengan tatapan penuh harap.
“Loh kenapa tidak? Namaku Jelsa Kim, kau bisa
memanggilku Jelsa.” Jawabnya tersenyum juga.
“Ah, hai Jelsa. Mau makan bareng gak nanti?” tanyaku
padanya sambil kami berjalan menuju kelas.
Aku baru mengetahui kalau dia sefakultas dengan ku.
“Mau kok. Aku harap kita bisa menjadi teman dekat
ya,Tan.” jawabnya. Aku menanggapinya dengan tersenyum
dan menggangguk.
Setelah kami makan bareng, aku memutuskan untuk
pulang duluan karena aku harus menjalankan misi yang ketiga
yaitu mencari kerjaan sampingan. Aku berjalan dari satu cafe
ke cafe yang lain untuk menanyakan pekerjaan. Akhirnya, aku
diterima di salah satu cafe dekat kampusku. Itu kafe biasa dan
aku akan bekerja sebagai pelayan di kafe itu. Yah tidak terlalu
ribet lah duduk menunggu di belakang kasir dan mengantar
minuman. Aku pikir itu mudah untuk dilakukan. Setelah
berbincang-bincang sebentar dengan pemilik kafe, aku
memutuskan untuk pulang karena langit sudah mulai gelap.

***

172
“Baiklah kita akhiri diskusi hari ini. Jangan lupa untuk
bikin kelompok beranggotakan 3 orang untuk tugas
selanjutnya, mengerti?” Kata dosen di depan.
“Mengerti, Pak.” jawab kami semua.
Aku terdiam memikirkan bagaimana aku akan
mengerjakan tugas ini jika teman untuk aku jadikan kelompok
saja aku tidak punya.
Saat aku terdiam, tiba-tiba ada yang menepuk pundakku.
“Hey, kenapa kau tidak pergi ke kelompokmu?” tanya
orang itu.
“Ah, aku tidak punya kelompok.” jawabku dengan wajah
murung.
“Kau ikut kelompokku saja, kebetulan kami kekurangan
satu orang.” katanya.
“Wah bolehkah? Terima kasih banyak.” jawabku dengan
semangat.
“Boleh kok,” jawabnya sambil tersenyum.
Saat kami sedang asik mengobrol, tiba-tiba datang
seorang laki-laki tampan.
“Ayo kita kerjakan tugasnya.” katanya.
“Eh, Gaf. Ini ada yang mau ikut kelompok kita. Kasihan
dia gak ada kelompoknya.” kata orang yang mengajakku tadi.
Si cowok yang dipanggil Gaf, ini melihatku, aku yang
menyadari tatapannya pun langsung memperkenalkan diri.

173
“Aku Odettania Chisela, panggil saja Tania. Aku tidak
punya teman untuk dijadikan kelompok, aku ikut kalian ya?”
tanyaku dengan tatapan penuh harap.
Dia menatapku balik dengan tatapan intens, aku jadi
ngeri sendiri.
“Aku Regaf Rolando, panggil saja Regaf. Kau boleh ikut
tapi jangan sampai menyusahkan kelompok ya. Ayo kita
kerjakan tugasnya biar cepat selesai.” jawabnya dengan
panjang lebar. Aku tersenyum lebar dan mengikutinya.
“Baiklah, aku janji tidak akan menyusahkan kalian.”
jawabku.
Sejak kerja kelompok itu, aku dan Regaf menjadi teman.
Awalnya dia sangat cuek dan jutek, selalu menjawab dengan
ketus setiap ngobrol denganku. Tapi makin lama aku makin tau
sifat aslinya, dia itu sama denganku. Pemalu. Sulit membuat
teman. Dia sebenernya baik kok, cuma kalau sama orang asing,
sifat cueknya akan keluar.
***
Ah, aku baru ingat! Hari ini kan hari pertama aku bekerja.
Aku harus bisa menjalaninya dengan baik. Akupun berjalan
dengan santai menuju cafe tempat aku bekerja. Kulihat cafenya
lumayan ramai. Aku jadi merasa gugup.
“Permisi...” ucapku sambil membuka pintu masuk.

174
Tiba-tiba datang pemilik kafe yang kemaren sempat
ngobrol sebentar denganku.
“Eh Tania, langsung saja ke tempatmu dan kerjakan
tugasmu, ya.” katanya.
“Baiklah.” jawabku dengan patuh.
Langit yang tadinya terang sudah berganti dengan gelap.
Aku masih berdiri di belakang kasir menunggu pesanan yang
akan ku antar. Saking asiknya menunggu, aku sampai tidak
sadar jika ada orang yang ingin memesan.
“Permisi.” panggil orang itu.
Akupun menoleh. Wah, baru kali ini aku melihat laki-laki
setampan ini.
“A-ah iya, mau pesan apan?” tanyaku sambil
menyembunyikan kegugupanku.
“Aku pesan capucino latte 1 ya.” jawabnya dengan
tersenyum. Aku jadi salah tingkah sendiri.
“I-iya t-tunggu sebentarya.” jawabku lalu pergi untuk
membuat capucino latte.
Setelah selesai, akupun bergegas untuk mengantarkan
pesanan itu.
“Permisi, ini capucino lattenya.” Ucapku sambil menaruh
pesanannya diatas meja.
“Ah terima kasih. By the way, siapa namamu?” tanyanya
membuatku kaget.

175
Hey! Lelaki tampan ini baru saja menanyakan namaku.
“Namaku Odettania Chisela, kau bisa panggil aku Tania.”
Jawabku sambil tersenyum manis.
“Hai, Tania. Aku Revan, Revan Adrian.” Jawabnya sambil
tersenyum juga.
“Oh, hai juga Revan. Aku lanjut bekerja dulu ya.” Ucapku
sambil berbalik menuju kasir.
Aku berjalan dengan senyum bahagia. Hm, sepertinya
aku menemukan tipe idealku.

***
Sejak hari itu, aku dan Revan menjadi teman dekat. Aku
nyaman di dekat Revan. Aku rasa aku menyukainya. Jadi, aku
memberanikan diri untuk mengungkapkan apa yang aku rasa
ke Revan. Pada malam itu, seperti biasa Revan datang dan
memesan capucino latte. Aku mempersiapkan diri untuk
confess ke Revan sekalian mengantarkan pesanannya.
“Ehm, Revan.” Panggilku.
“Iya Tan, kenapa? Sepertinya ada sesuatu yang penting
yang ingin kau bicarakan.” Jawab Revan.
“Iya nih. J-jadi s-sebenarnya a-aku...” belum selesai aku
ngomong tiba-tiba pintu cafe terbuka, ada yang datang.
Ah, itu Nadine!

176
“Tania, aku datang. Aku sangat mer..” tiba-tiba omongan
Nadine terpotong.
Tatapan matanya menuju ke Revan. Saat aku menoleh ke
Revan, tiba-tiba Revan berdiri dan jalan menuju Nadine.
Betapa terkejutnya aku saat Revan dengan tiba-tiba memeluk
Nadine.
“A-apakah kalian s-saling m-mengenal?” tanyaku
bingung dan terbata-bata.
“Tentu saja aku mengenalnya. Dia pacarku yang
kuceritakan itu, Tan. Kami bertemu saat liburan, tapi dia
duluan pulang ke sini.” Jawab Nadine tersenyum dan
tangannya masih memeluk Revan.
Aku terdiam lagi. Ingin menangis tapi tidak bisa. Ini
terlalu mengejutkanku. Bagaimana bisa Nadine dan Revan?
Saat aku sedang berpikir, tiba-tiba pintu kafe terbuka
lagi.
Kami semua menoleh dan menatap heran kepada sosok
di pintu. Regaf? Ngapain dia disini?
“Oiya Tan, tadi kamu mau ngomong apa?’ tanya Revan.
“Tan, katamu ingin confess ke seseorang. Mana
orangnya?” tanya Nadine dengan gembira.
Aku bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin kan
aku jujur ke Nadine kalau aku ingin confess ke pacarnya. Bisa-

177
bisa terjadi keributan disini. Tiba-tiba saja sesuatu terlintas di
benakku.
“A-aku sebenarnya m-menyukaimu... Regaf!” seruku
dengan mata berkaca-kaca.
Regaf yang mendengar itu hanya terdiam dan
menatapku dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan. Aku
tidak tahan berada disini lama-lama melihat kemesraan Revan
dan Nadine yang daritadi masih belum juga melepaskan
pelukannya. Aku pun berlari keluar dengan air mata
bercucuran. Semoga mereka tidak melihatnya.
***
Aku memilih untuk menenangkan diri di taman. Tiba-
tiba Regaf datang dan duduk di sampingku. Aku yang
melihatnya pun langsung kaget dan meminta maaf kepadanya.
“Gaf, maafin aku ya. Aku tidak bermaksud untuk
menyukaimu. Aku hanya spontan mengatakan itu.” Ucapku
sambil menunduk.
“Gapapa kok, Tan. Tapi, kamu juga harus tahu
tanggapanku soal itu.” Jawabnya.
“Hm? Maksudnya?” tanyaku dengan wajah bingung.
“Aku sebenarnya... juga menyukaimu, Tania.” Jawabnya
sambil menatap dalam kedua mataku. K-kenapa aku jadi deg-
degan?

178
“Maksudmu? Aku tidak mengerti.” Jawabku sambil
mencerna perkataannya tadi.
“Aku juga menyukaimu, Tania. Ayo berkencan!” Ucapnya
sambil tersenyum padaku.
Aku membelalakan mata, terkejut. Hey? Apa dia
bercanda?
“Haha kau pandai sekali bercanda, Gaf.” Jawabku sambil
tertawa canggung.
“Aku tidak bercanda, Tan. Aku serius.” Katanya dengan
wajah serius.
“Bagaimana bisa? Kau kan tahu aku menyukai Revan.”
Tanyaku dengan heran.
“Aku gak peduli, Tan.” Jawabnya dengan serius.
“T-tapi...” belum selesai aku bicara, dia sudah mencela.
“Begini saja. Anggap saja aku tidak menyukaimu. Nah,
kau kan sudah terlanjur bilang ke Nadine kalau kau
menyukaiku. Agar mereka percaya, bagaimana kalau kita pura-
pura pacaran saja?” tanya Regaf.
Ketika aku ingin menjawabnya, tiba-tiba ponselku
berbunyi. Ada pesan dari Nadine yang berisi ‘Aku sangat
senang karena akhirnya kita berdua memiliki pasangan
masing-masing. Aku akan menginap di rumahmu malam ini!’.
Aku pun menoleh ke Regaf.
“Gimana?” tanya Regaf dengan muka mengejek.

179
“Yaudah deh, akan kucoba.” Jawabku dengan pasrah.
***
“Heh, kenapa kau tidak memperkenalkanku pada
pacarmu?” tanya Nadine dengan wajah cemberut.
“Harusnya aku yang ngomong begitu. Kenapa kau tidak
menceritakan apa-apa kepadaku?” jawabku balik dengan
cemberut.
“Hehe, iya maaf deh. Eh tapi bagaimana kau dan dia bisa
berpacaran? Setahuku tipemu tidak seperti itu.” Tanya Nadine.
“Jadi gini, dia itu awalnya tidak suka tersenyum tapi
pelan-pelan dia jadi sering tersenyum. Dia menggenggam
tanganku dengan sangat erat saat pertama berkenalan. Dia
membantuku dalam situasi yang sulit sekalipun.” Jawabku
sambil tersenyum tipis.
“Wah, Regaf ternyata seromantis itu. Oh iya, kenapa kita
gak double date saja?” tanya Nadine dengan senyum lebar.
“Hah? Double date?” tanyaku dengan heran.
“Iya, double date. Hm, bagaimana kalau kita camping?
Besok jadwalmu kosong kan?” tanya Nadine memastikan.
“Iya, kosong kok.” jawabku.
“Okey, telepon Regaf sekarang juga. Ajakin camping
besok.” Serunya dengan semangat.
“T-tapi ini sudah maleam Nad, mungkin aja Regaf sudah
tidur.” Jawabku.

180
“Coba saja dulu, Tan. Siapa dia masih bangun” paksa
Nadine.
Dengan pasrah aku pun menelpon Regaf.
“H- halo Regaf?” panggilku dengan hati – hati.
“Iya, halo Tan. Ada apa menelpon malam - malam
begini?” tanyanya dari ujung telepon.
Baru aku ingin menjawab Regaf, tiba – tiba HP ku di rebut
Nadine.
“Halo Regaf, ini aku Nadine. Besok aku dan pacarku ingin
mengajakmu camping, kau tidak sibuk kan? Ayo ikut!” paksa
Nadine.
“Kebetulan besok jadwal kuliahku kosong dan aku
sedang tidak sibuk. Aku akan ikut kalian.” Jawab Regaf.
“Bagus. Besok pagi kita ketemu di depan cafe, ya?” tanya
Nadine.
“Baiklah.” Jawab Regaf lalu sambungan telepon pun
terputus.
***
Keesokan harinya. Aku, Nadine, dan Revan sudah berdiri
menunggu Regaf yang sedari tadi belum juga muncul.
“Tan, Regaf jadi ikut,kan? Dia ke mana sih?” tanya
Nadine.
“Jadi kok, gatau nih ke mana.” Jawabku.
“Coba kau telpon sana.” Suruh Nadine.

181
Baru aku ingin menelponnya, dia sudah berada di
seberang dan mulai berjalan menuju ke arah kami. Aku yang
melihatnya pun tersenyum lebar.
“Maaf aku terlambat, tadi ada barangku yang tertinggal
jadi aku terpaksa berbalik dan mengambilnya.” Jelasnya
meminta maaf.
“Iya, tidak apa – apa Gaf.” Jawabku.
Tiba - tiba Regaf berjalan ke arahku dan berdiri di
sampingku. Nadine yang melihat kami diam-diaman pun
merasa ada yang aneh tapi dia lebih memilih untuk
mengabaikannya.
“Ya sudah ayo berangkat.”Ajak Nadine.
Kami berempat pun berjalan dan memasuki mobil yang
akan kami gunakan untuk pergi ke lokasi camping.
Sesampainya disana, kami menyewa tenda untuk kami
tempati dan peralatan memasak. Setelah selesai membangun
tenda, kami berempat langsung memasak untuk makan malam.
Aku dan Regaf dapat tugas untuk memasak sop kimchi,
sedangkan Nadine dan Revan memanggang daging.
“Hmm, baunya enak sekali.” Ucap Nadine sambil
mencium bau dari sop kimchi.
“Ternyata kau pandai memasak ya, Gaf. Tidak kelihatan
dari mukamu hehe.” Puji Nadine. Regaf hanya tersenyum
menanggapinya.

182
“Bisa tolong ambilkan bawang bombay dari baskom itu?”
tanya Regaf.
Aku yang mendengar itu pun langsung menjawab “Biar
aku saja. Ini bawang bombaynya.” Jawabku sambil memberi
bawang bombay yang berada dalam baskom itu ke Regaf.
Regaf pun mengambil bawang itu dari genggamanku.
“Terima kasih” katanya.
Nadine yang peka akan keadaan pun berencana untuk
meninggalkan kami berdua.
“Ah, kita tidak punya tahu kan? Kata orang tahu harus
ada dalam sop kimchi. Bagaimana?” Aku dan Regaf hanya
terdiam.
“Okey aku yang akan membelinya. Revan ikut aku yuk?”
ajak Nadine.
“Yuk. Tan, tolong liatin dagingnya ya. Jangan sampai
gosong loh.” Ucap Revan memperingatkanku lalu pergi
bersama Nadine.
Aku hanya menatap kepergian mereka lalu menatap
Regaf canggung. Karena aku tak tahan dengan kecanggungan
ini, aku pun berusaha untuk mencairkan suasana.
“Wah, baunya sangat menggugah sekali.” Ucapku.
Melihat Regaf tidak menanggapi, aku pun memilih untuk
diam. Tiba-tiba Regaf bertanya.

183
“Apakah kau mau mencoba kuahnya?” mendengar
tawaran itu pun aku mengangguk cepat.
Regaf pun mengambil dikit kuah di panci dan
mengarahkan sendoknya kepadaku. Aku yang melihat itu pun
membuka mulut. Tapi setiap aku ingin meminum kuahnya,
Regaf selalu menjauhkan sendoknya dari mulutku.
Aku pun menatap Regaf dengan tatapan bingung. Regaf
pun menjawab “Aku mau kau memegang sendok ini dan
meminumnya sendiri.” Aku melotot kaget.
Demi menahan malu, aku pun dengan cepat mengambil
sendok itu dari tangannya dan meminum kuah dengan cepat.
“Bagaimana rasanya?” tanya Regaf.
Aku pun menjawabnya dengan cepat, “Enak kok.”
***
Setelah kami selesai makan, kami pun memilih untuk
bersantai dulu di dekat api unggun.
Nadine memecah keheningan.
“Haruskah kita bermain game?” tanya Nadine.
“Game apa?” tanya Revan.
“Game yang paling cocok dimainkan cewek dan cowok
saat camping.” Seru Nadine.
“Apa tuh?” tanya ku dengan penasaran.
“Game yang paling Nadine suka, Truth or Dare!” jawab
Nadine dengan semangat 45.

184
Aku dan Regaf saling bertatapan.
“Hm, bagaimana kalau kita bermain game yang lain?”
saranku.
“Tan, hari ini hari apa?” tanya Nadine dengan wajah
cemberut
.“Hari ulang tahunmu.” Jawabku dengan senyum tipis.
“Yup, bener sekali. Jadi, hari ini semuanya terserah
Nadine.” Ucap Nadine.
“Ayo mulai gamenya. Aku putar botolnya ya.” Seru
Nadine sambil memutar botol yang ada diatas meja.
Aku melihat botol itu dengan seksama berharap itu
tidak berhenti menunjukku. Ternyata botol itu berhenti
menunjuk Revan. Aku menghela napas lega. Nadine yang
melihat itu pun bertepuk tangan kesenengan.
“Revan, truth or dare?” tanya Nadine.
“Truth aja.” jawab Revan.
“Hmm, apakah ada yang punya pertanyaan buat Revan?”
tanya Nadine memandang kami.
Aku pun mengajukan diri untuk bertanya kepada Revan.
“Apa yang paling kau suka dari Nadine?” tanyaku.
“Hmmm... semua mungkin? Ketika kami bersama aku
merasa bahagia dan nyaman. Dan juga... dia cantik!” jawab
Revan sambil menatap Nadine.

185
Aku yang melihat itu hanya tersenyum tipis. Tiba-tiba
Regaf menggenggam tangan ku. Aku kaget dan langsung
menatapnya bingung, tapi dia tak menanggapinya.
“Baiklah, ini giliranku untuk memutar, kan?” tanya
Revan dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya. Revan
pun memutar botol itu dan berhenti tepat menunjuk... Regaf.
Nadine dengan cepat bertanya “Regaf, sebenarnya ada
sesuatu yang ingin kau sampaikan ke Tania kan?” tanya
Nadine.
“Iya, ada.” Jawab Regaf sambil memandangku.
“Aku menyukaimu, Odettania Chisela.” Ucapnya. Aku dan
Regaf saling bertatapan.
Aku terkejut dan langsung membuang pandangan ke
arah lain. Aku memutuskan untuk pergi ke toilet. Regaf yang
melihatku mengabaikannya hanya terdiam mematung dengan
tatapan kosong.
***
Aku kembali bertemu dengan Regaf di jembatan. Aku
tidak mau memandangnya karena terlalu malu. “Tidakkah kita
harus saling bertatapan ketika sedang berbicara dengan orang
lain?” tanya Regaf.
Aku pun memandangnya dengan pelan-pelan.
“Tentang apa yang aku bilang tadi...” belum selesai Regaf
ngomong, aku sudah mencelanya.

186
“Aku ngerti kok. Kau ngomong gitu agar tak ketahuan
oleh mereka, kan?” tanyaku sambil tersenyum tipis.
“Bukan, aku serius mengatakan itu.” Jawab Regaf
membuatku tercengang.
“Kau kan sudah tahu kalau aku...” belum selesai aku
ngomong sudah dicela balik oleh Regaf.
“Aku tidak peduli kalau kau menyukai Revan. Yang
penting aku adalah orang pertama yang menyukaimu.” Jawab
Regaf dengan tatapannya yang dalam. Aku hanya terdiam
menatapnya.
“Tapi kau sepertinya benar-benar cuma menganggapku
sebatas teman. Aku mencoba untuk mengabaikanmu dan
membencimu, tapi sepertinya aku tidak bisa untuk tidak
menyukaimu.” Ucapan Regaf membuat mataku berkaca – kaca.
“Itulah sebabnya aku confess tadi. Untuk menentukan
kita lanjut atau tidak. Tapi melihat reaksimu tadi, sepertinya
kita tidak perlu melanjutkan hubungan palsu kita.” Mendengar
ucapan Regaf membuat air mataku jatuh begitu saja. Regaf
berbalik dan pergi meninggalkan ku. Aku hanya terdiam dan
mematung sambil menangis berharap Regaf balik dan
memelukku.
***
Sejak kejadian itu, aku tidak pernah ketemu Regaf lagi.
Aku merasa bersalah dan memutuskan untuk pergi

187
kerumahnya dan meminta maaf. Sesampainya di depan rumah
Regaf, aku pun menelponnya. Sekali dua kali aku telpon tapi
tidak diangkat. Aku pun memutuskan untuk mengirim pesan
suara agar bisa di dengar olehnya nanti.
“Regaf, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu.
Aku di depan rumahmu. Tapi, jika kau tak ingin melihatku,
tolong dengarkan pesan ini nanti. Kau tahu tidak kalau aku
sebenarnya s-suka su-suka..” belum selesai aku ngomong, tiba
– tiba aku merasakan tepukan di pundakku.
Saat aku menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang
menepuk pundakku, betapa terkejutnya aku ketika tahu orang
itu adalah Regaf.
“Apa yang ingin kau katakan padaku?” tanya Regaf.
“Hm, kenapa kau tidak datang ke kampus?” tanyaku
penasaran.
“Aku sedang terkena flu. Tidak mungkin aku datang ke
kampus dengan keadaan sakit, yang ada orang lain bisa
tertular.” Jawabnya.
“Hanya itu saja yang ingin kau katakan?” tanya Regaf
sambil membuang pandangannya ke arah lain.
“Kau bilang jika sedang berbicara dengan orang lain
kalian harus saling bertatapan. Sekarang lihat aku.” Ucapku
membuat Regaf menatapku.

188
“Aku juga menyukaimu, Regaf Rolando. Maaf jika aku
terlambat menyadarinya. Apakah kau ingin mengulanginya
lagi? Kali ini bukan hubungan palsu, tapi hubungan yang
serius.” Jawabku dengan tatapan penuh harap.
Regaf maju selangkah mendekatiku dan berkata
“Sepertinya flu ku sudah sembuh.” Jawabnya sambil
memelukku erat. Sejak hari itu, aku dan Regaf menghabiskan
waktu bersama sampai cerita ini tamat.

189
Junita Sari Mestika Siregar

P
enduduk kampungku memberinya nama Kele. Kele
saja, tidak pakai tambahan apa-apa. Mungkin cuman
nama Kele yang tepat untuknya. Lagipula penduduk
kampungku memandang Kele bukan sebagai apa-apa,
melainkan hanya sebagai orang kurang waras yang
kehadirannya perlu dibelaskasihani.
Kele muncul begitu saja di kampungku tanpa diketahui
darimana asalnya. Hanya dalam waktu sekejap ia telah dikenal
oleh seluruh penduduk kampung.
Meskipun Kele orang kurang waras, tapi ia tetap
mempunyai tempat untuk dirinya beristirahat. Entah
darimana ia mendapatkannya, yang kutahu pasti tempatnya
beristirahat ialah di rumah pohon yang ada di ujung gang
kampungku. Kalau untuk makan sehari-hari setahuku Kele
mendapatkannya dari hasil ia sering membantu pembangunan
rumah ibadah yang sedang dibuat di kampungku.
Baiknya Kele meskipun ia kurang waras, tapi ia tidak
pernah mengganggu ataupun membuat kekacauan di

190
kampungku. Malahan, hampir setiap sore aku melihatnya
bermain bersama anak-anak di lapangan kampung.
Sekelompok anak-anak yang bermain di lapangan itu di
datangi nya semua untuk melihat apa yang mereka mainkan.
Tapi, jika Kele melihat sekelompok anak-anak yang bermain
sepak bola ia akan langsung masuk dan ikut bermain. Bahkan,
pernah aku melihat Kele dengan baik hatinya tanpa disuruh
akan mengambil bola yang melambung jauh dari lapangan.
Lama kelamaan anak-anak kampungku senang dengan
kehadiran Kele karna mau ikut bermain dengan mereka.
Bahkan anak-anak memberinya julukan "si kurang waras yang
baik hati."
Meskipun Kele orang kurang waras, bila diajak
berbicara ia mau menjawab walau tidak lancar dan sambil
cengar-cengir tertawa. Seperti sekarang ini, ketika ia sedang
duduk di bawah pohon yang ada di pinggir lapangan sambil
melihat anak-anak yang bermain layangan, akupun
mengajaknya berbincang-bincang.
"Sebenarnya asalmu darimana Kel?" tanyaku.
"He… he… he tidak tahu." jawabnya sambil cengar-
cengir
"Kenapa kamu bisa tiba-tiba ada di kampungku?"
"Kemarin kampungku terkena banjir bandang, jadi
banyak penduduk kampung yang mengungsi ke kampung

191
sebelah, karena terburu-buru aku jadi terpisah dengan
keluargaku lalu aku tidak tahu kenapa aku bisa menyasar ke
kampung ini."
"Apa kamu tidak ingat sama sekali nama kampungmu
Kel?"
"He...he...he tidak."
"Kalo nama orang tuamu ingat tidak?"
"He...he...he tidak juga."
"Siapa aja deh yang kamu ingat di keluargamu."
"Yang kuingat cuman Bi Garni."
"Apa kamu ingat dia kerjanya apa?"
"Dia sudah tiada." jawab Kele lesu.
"Oh, maaf."
"Ya." jawab Kele pelan.
"Kalau boleh tahu kenapa cuma Bi Garni yang kamu
ingat."
"Karena Bi Garni salah satu orang yang paling peduli
denganku." jawab nya pelan hampir tak kedengaran.
"Loh emang kedua orangtua mu tidak peduli
denganmu."
"Mereka hanya sibuk ke kebun."
"Selain Bi Garni siapa lagi yang paling peduli
denganmu."
"Nenek."

192
"Kamu mau tidak aku bantu cariin kampungmu?"
"Ya mau lah he..he..he."jawabnya senang.
"Ya sudah iya, kalo begitu aku pulang dulu ya Kel,besok
kalo ada kesempatan lagi kita berbincang-bincang."
"Oke." jawab Kele dangan muka cengar-cengir.
Akupun berjalan pulang ke rumah sambil berfikir
gimana cara membantu Kele agar ia bisa balik ke kampungnya
dan bisa berkumpul lagi dengan keluarganya. Saat sampai di
rumah, ibuku langsung memanggilku untuk membantunya
memasak di dapur. Sambil membantu mengaduk sop yang ibu
buat,ibu memberitahu bahwa besok akan diadakan lomba
sepak bola di lapangan kampung melawan kampung lain. Aku
pun bersikukuh di dalam hati bahwa besok aku harus nonton
dan ikut menyemangati.
"Keesokan harinya, tepat pukul tiga sore lapangan
sudah sangat ramai karna kedatangan penduduk kampung
lain. Akupun mencari tempat yang tepat untukku menonton.
Sambil berjalan-jalan keliling akupun melihat Kele di bawah
pohon tempat kami berbincang-bincang kemarin dan langsung
saja aku datangi Kele dan bertos ria karna berjumpa kembali.
Saat pertandingan dimulai Kele tidak henti-hentinya berteriak
menyemangati pemain kampungku.
"Ayo-ayo semangat!"
"Masuk... masukkin bolanya ke gawang."

193
"Kejar… kejar cepat bolanya."
"Gol... Gol." Hebohnya saat pemain kampungku baru
saja mencetak gol ke gawang lawan. Seperti tidak sia-sia
menyemangati, Kele tidak henti-hentinya melompat-lompat
kegirangan.
Permainan bola pun kembali dimulai. Saat ini aku
perhatikan Kele semakin heboh menyemangati para pemain
sehingga ia menjadi pusat perhatian orang-orang yang berada
di dekat kami. Aku berusaha untuk menegur Kele agar tidak
terlalu ribut. Ya, namanya orang kurang waras ditegur seperti
itu gak bakalan peduli lah biarpun ia menjadi pusat perhatian.
Ya sudahlah kubiarkan saja ia seperti itu, kuharap orang-orang
mengerti.
Tiba-tiba aku mendengar orang yang jaraknya kurang
lebih satu meter dengan kami membicarakan tentang orang
kurang waras yang hilang sambil menunjuk-nunjuk Kele.
Karna aku terlalu penasaran jadilah kudatangi orang itu lalu
kutanyai.
"Apa ada sesuatu yang membuat kalian tiba-tiba
membicarakan tentang orang kurang waras yang hilang?"
tanyaku
"Apa abang mengenal dia?" tanya balik salah satu
pemuda itu sambil menunjuk Kele.
"Iya." jawabku

194
"Apakah dia orang asli kampung ini?" tanya pemuda itu
lagi.
"Bukan, dia hanyalah orang kurang waras yang tiba-
tiba muncul di kampungku. Bahkan kami memberinya nama
karena ia sendiri tidak tau namanya saat kami tanya."
"Apa nama nya di kampung ini?"
"Kele." jawabku cepat.
"Apa kalian tahu asal Kele darimana?" tanya pemuda
itu.
"Kemarin saat aku berbincang dengannya,kutanya asal
nya darimana tapi ia menjawab tidak tahu."
"Sebenarnya Kele itu berasal dari Kampung Kotang
yang kemarin baru saja terkena banjir bandang, kemungkinan
saat orang-orang pada mengungsi ia jadi kesasar."
"Ya kemarin emang dia bilang seperti itu makanya dia
terpisah dengan keluarganya."
"Yang ku tahu,sekarang kampung itu sudah kembali
stabil dan tidak banjir bandang lagi." kata pemuda itu
memberitahu.
"Kalo boleh tahu, kamu siapa nya sehingga bisa kenal
dengan Kele?" tanyaku
"Aku mempunyai teman dari Kampung Kotang, nah
teman ku ini tetangganya orang tua Keel, jadi orangtua Kele
memberitakan tentang hilang nya Kele ke penduduk kampung

195
tersebut dan memintai tolong orang-orang untuk siapa yang
melihat Kele diberitahukan kepadanya. Teman ku ini ikut
membantu mencari dan memberitahu ku lewat telepon jadul
yang kami punyai." jelas pemuda itu panjang.
"Oh, begitu." kata ku sambil memanggut-manggutkan
dagu.
"Bagaimana kalau kita langsung saja memberitahu
orangtua Kele bahwa ia ada di kampung ini?" tanya pemuda itu.
"Wah boleh-boleh, kebetulan Kele juga sudah meminta
bantuan padaku untuk mencari kampungnya." kata ku.
"Sebentar aku telepon dulu dulu temanku itu." kata
pemuda itu.
Akhirnya, Kele sebentar lagi akan bertemu dengan
keluarganya, seruku dalam hati.
Aku pun kembali menonton bola sambil menunggu
pemuda itu teleponan dengan temannya.
"Temenku sudah memberitahu orang tua Kele dan
katanya orang tua Kele akan menjemput Kele esok hari saja
setelah meminjam kendaraan milik kepala desa setempat."
"Syukurlah, eh terima kasih banyak, ya!" kataku sambil
menjabat tangan pemuda itu.
Akupun kembali ke tempat Kele berada. Dan segera
memberitahu Kele bahwa besok keluarga nya akan datang

196
menjemputnya. Seketika Kele langsung senang minta ampun
sampai melompat dan berteriak kesenangan.

197
Lidia

N
amaku Cika, umurku 12 tahun, aku bersekolah di
SDN 12 Mempawah. Sekarang aku duduk di kelas VI.
Ayahku bernama Pak Budi dan ibuku bernama
Marta.
Kedua orangtuaku bertanya kepadaku,”Kemana kamu
akan melanjutkan sekolah mu nanti Cika ?”
Jawabku,”aku bingung mau melanjutkan sekolah
dimana”. Kedua orangtuaku pun hanya bisa terdiam
mendengar perkataanku tadi.
Seiring berjalannya waktu aku pun akhirnya lulus dari
tingkat Sekolah Dasar.
Orangtuaku pun bertanya kembali kepadaku, “Apakah
sudah ada tujuanmu melanjutkan sekolah dimana ?”
Kembali aku hanya bisa terdiam belum bisa menjawab
apa-apa. Ayah dan ibuku menawarkan kepadaku untuk tinggal
bersama Paman dan Bibiku di Batam dan bersekolah di SMPN
02 Batam. Tanpa berpikir lama aku langsung menjawab ya.
Kemudian ayahku langsung menelepon pamanku untuk
memberitahu bahwa aku mau tinggal bersama mereka dan
198
bersekolah disana. Empat hari kemudian aku dan ayahku
berangkat ke Batam untuk mendaftar sekolah sekalian
berkunjung ke tempat Paman dan Bibiku. Setelah beberapa
jam perjalanan, sampailah kami di sebuah warung, ayahku
mengajak untuk mampir sebentar, untuk menikmati makanan
dan minuman yang ada di warung itu.
Ayahku memanggil orang pemilik warung itu, “Mbak,
mbak !”
“Iya, saya”jawab mbak itu.
”Mau beli apa, pak?”
“Mau pesan kopi satu dan energen satu.”
“Iya, tunggu sebentar ya pak!” jawab mbak itu.
Sambil menunggu, ayahku bercerita kepadaku tentang
masa mereka di SMA bersama teman-temannya yang terkenal
pembuat onar didalam kelas maupun di luar kelas. Ayahku
bercerita tentang seorang temannya yang bernama Alvin,
orangnya sangat usil dan pelit dalam hal makanan. Ditengah
pembicaraan kami, tiba-tiba ada seorang lelaki yang
menghampiri aku dan ayahku di warung tempat kami
beristirahat setelah lelah menempuh perjalanan yang cukup
jauh. Awalnya ayahku tidak mengenali seorang laki-laki
tersebut, tetapi seorang laki-laki ini mengenali ayahku.
Seorang lai-laki ini pun bercerita tentang masa lalunya
bersama teman-temannya termasuk ayahku menjadi

199
temannya. Setelah laki-laki itu bercerita tentang teman-
temannya, ayahku pun akhirnya mengenal sosok seorang laki-
laki yang sedang duduk di hadapanku dan ayahku. Ternyata
sosok seorang laki-laki itu adalah teman baik ayahku waktu di
SMA.
Aku memanggilnya dengan panggilan Bang Alvin. Karena
sampai sekarang dia belum punya pasangan hidup. setelah
beberapa lama mereka bercerita, bang Alvin pun bertanya
kepada ayahku, katanya,”Sedang apa kau kemari?”.
Jawab ayahku,”mengantar putriku untuk daftar
sekolah.”
“Di mana kau hendak mendaftar putrimu bersekolah ?”
tanya bang Alvin kembali.
“Di SMPN 02 Batam.” Jawab ayahku lagi.
Singkat cerita ayahku dan Bang Alvin pun berpisah. Aku
dan ayahku pun melanjutkan perjalanan untuk pergi ke SMPN
02 Batam. Selama 2 jam perjalanan sampailah kami disana,
turunlah aku dan ayahku dari motor dan langsung menuju
tempat untuk mengambil formulir. Pas mengambil formulir,
ayahku kaget, ternyata orang yang menjaga tempat
pengambilan formulir itu adalah Bang Alvin. Bang Alvin hanya
tersenyum menatap ke arahku dan ayahku. Lalu Bang Alvin
memberi formulir dan aku langsung mengisi formulir itu.

200
Setelah selesai ayahku menyerahkan formulir yang sudah diisi
itu kepada Bang Alvin, aku dan ayahku pulang.
Beberapa hari kemudian aku dan ayahku balik lagi ke
Batam untuk mendengarkan pengumuman diterima atau
tidak. Hatiku berdebar begitu kencang seakan-akan tidak bisa
berhenti. Setelah beberapa jam menunggu akhirnya terdengar
suara guru berbicara di tengah lapangan, bunyinya, “ murid-
murid diharapkan berkumpul di lapangan atas sekarang!”
Kami semua pun bergegas menuju lapangan atas.
Setelah semuanya berkumpul, guru itupun membacakan
nama-nama murid yang diterima di SMPN 02 Batam. Guru pun
mulai membacakan nama-nama murid yang diterima.
Terdengar di telingaku bahwa guru itu menyebut namaku
pertama kali dan setelah itu menyebutkan nama-nama murid
yang lain.Setelah pengumuman itu selesai, guru memberitahu
tanggal masuk sekolah yaitu pada tanggal 23 Juni 2017.
Singkat cerita tiga minggu kemudian, aku harus berpisah
dengan ayah dan ibuku karena sebentar lagi akan masuk
sekolah.
Ayahku pun mengantarku ke Batam, sesampai di sana
aku tak ingin ayahku pergi, lalu bibiku memelukku dan
berkata, “ sudah jangan larang ayahmu balik ke kampung,
kasihan ibumu sendirian.” Aku pun akhirnya mengijinkan

201
ayahku pulang karena aku tak ingin ibuku sendirian di
kampung.

***
Siang, sore dan malam pun berlalu sampailah di tanggal
23 hari itu akan masuk sekolah. Bibiku membangunkan ku di
pagi hari dan menyiapkan sarapan buatku dan pamanku. Aku
pun akhirnya bangun dari tidurku dan bergegas menuju ke
kamar mandi. Di kamar mandi aku sempat tertidur sebentar,
tetapi karena aku kaget terkena percikan air, aku pun
terbangun dan langsung mandi. Setelah selesai mandi aku
memakai seragam sekolah dan segera keluar kamar untuk
sarapan. Setelah selesai sarapan, pamanku mengajak ku untuk
berangkat sekolah. Aku pamit kepada Bibiku.
Sesampai di sekolah aku pun langsung masuk menuju ke
tempat teman-teman yang sedang berkumpul, tetapi mereka
pun tidak ada yang menyapaku. Aku langsung pergi menuju
teman dan duduk sendirian. Aku berpikir aku di sini tidak ada
seorangpun yang aku kenal. Tiba-tiba terdengar suara lonceng
berbunyi, semua murid pun berlarian menuju ke kelas masing-
masing. Aku pun bergegas menuju ke kelas dengan muka
kebingungan karena aku tidak tahu dimana kelasku.
Aku berdiri di sebuah kelas tapi aku tidak tahu itu kelas
berapa, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang menghampiriku

202
dan bertanya kepadaku, katanya “ngapain kamu masih di sini,
orang sudah pada masuk semua ke kelas.”
Aku menjawab “aku bingung kelasku terletak dimana?”.
“Emang kamu kelas berapa ?” dia bertanya lagi.
“Kelas 1 SMP,” jawabku. Lalu dia menarik tanganku dan
mengantarku ke kelas.
Setelah sampai di kelas, seorang laki-laki ini pun
langsung pergi, tidak sempat aku mengucapkan terima kasih.
Lalu aku pun langsung masuk ke kelas. Di kelas tidak ada yang
mau mengajakku berbicara, aku duduk pun hanya sendirian.
Singkat cerita hari pertama masuk sekolah pun sudah berlalu.
Seiring berjalannya waktu, akhirnya ada juga orang yang
mau berkenalan denganku , namanya Siska. Siska satu kelas
dengan aku, pas istirahat Siska mengajakku ke kantin. Di
kantin aku melihat seorang laki-laki yang menolongku waktu
itu. Aku pun bertanya kepada Siska tentang lelaki yang ada di
meja sebelah dan Siska pun menceritakan tentang lelaki yang
ternyata namanya Kelvin dan dia kelas 3 SMP, abang kelasku,
kebetulan dia ketua OSIS di SMP ku.
Hari berganti hari, waktu itu pas hari Kamis Tanggal 28
Oktober, hari itu SMP kami merayakan Sumpah Pemuda.
Sekolah kami pun mengadakan banyak permainan. Waktu itu
aku ikut perlombaan sepak bola wanita, yang menjadi wasit
adalah Kelvin. Tanpa sengaja aku menabraknya dan dia pun

203
terjatuh, aku pun meminta maaf kepadanya. Singkat cerita aku
pun akhirnya dekat dengannya, dan dia pun menjadi temanku.
Seiring berjalannya waktu kamipun semakin dekat, tapi dia
sebentar lagi akan pergi dan akan melanjutkan ke jenjang yang
lebih tinggi. Hari demi hari berganti hubungan kami menjadi
renggang karena komunikasi kami terputus karena
kesalahpahaman. Singkat cerita aku pun menjalani hari-hari
sendirian. Dan sekarang aku sudah lulus di tingkat SMP, dan
aku pun akan melanjutkan sekolah di SMA 1 Air Besar dan aku
pun harus beradaptasi lagi dengan teman-teman yang baru.
Singkat cerita, aku pun masuk sekolah di hari yang
pertama. Di sekolah yang baru ini, aku berbeda dengan hari
pertama masuk SMP. Di hari pertama masuk SMA, teman-
teman yang menghampiri aku bukan aku yang menghampiri
mereka. Setelah beberapa bulan masuk sekolah, aku
mempunyai enam orang teman namanya, Vitalis, Sintiya,
Beata, Fanny, Putri dan Nata. Vitalis orangnya agak cuek dan
nggak suka olah raga, Sintiya orangnya heboh, yang nggak lucu
diketawakan. Sedangkan Beata, Fanny, Putri dan Nata, mereka
mempunyai sifat yang hampir sama yaitu pelit, suka marah dan
mudah benci sama orang. Dari ke enam orang temanku itu ada
satu orang yang cukup mengerti dengan aku, walaupun
orangnya pelit, suka marah dan mudah benci sama orang, tapi

204
hanya dia teman yang bisa mengerti dengan aku, namanya
Nata.
Seiring berjalannya waktu, kami lalui bersama-sama dan
tidak terasa kami sudah duduk di kelas 3 SMA. Sebentar lagi
kami lulus sekolah dan mungkin di antara kami berenam ada
yang ingin melanjutkan di tingkat yang lebih tinggi. Dan di
antara kami hanya aku dan Nata yang melanjutkan kuliah dan
tempat aku dan Nata kuliah ternyata sama di Universitas
Tribuana Tunggal Dewi yang terletak di kota Malang. Aku dan
Nata berencana tinggal bersama di kontrakkan agar biaya per
bulan cukup murah.
***
Singkat cerita, aku dan Nata sudah di semester 8 yaitu
semester terakhir. Sebentar lagi kami akan wisuda. Sampailah
kami di hari kami akan wisuda, setelah selesai wisuda, aku dan
Nata akhirnya berpisah karena berbeda tempat kerja. Tapi
komunikasi aku dan Nata berjalan dengan baik. Saat itu Nata
meneleponku, dia mengajak untuk liburan bersama dengan
teman-temanku yang lain, tetapi aku menolak karena aku
sibuk bekerja. Teman-teman kecewa dengan aku karena sudah
tidak ada waktu untuk bersama-sama dengan mereka. Tapi
aku memberitahukan kepada mereka kalau kehidupan
sekarang sudah berbeda. Sekarang saatnya harus fokus pada

205
pekerjaan dan harus membahagiakan kedua orang tua masing-
masing.
Aku sempat berpikir apakah aku bisa bekerja di
perusahaan Konservasi Lingkungan. Seiring berjalannya
waktu aku sudah banyak belajar tentang pelestarian
lingkungan. Akhirnya aku bisa menjadi seorang yang mandiri
dan tidak menyusahkan kedua orang tuaku lagi. Dari
keberhasilanku ini tidak lepas dari doa kedua orang tua yang
mendidik aku dari kecil hingga saat ini mereka mengajarkanku
untuk menghargai waktu karena waktu adalah uang dan uang
harus di hargainya.

206
Lisna

P
anggil saja dia Belle. Belle adalah anak yang pintar di
sekolahnya, setiap kenaikan kelas ia selalu mendapat
kan juara umum. Selain pintar, Belle juga memiliki
wajah yang cantik, dan wajahnya kebule-bulean, sehingga
menarik perhatiaan para lelaki. Belle tinggal di perumahan
yang dekat dengan sekolahnya sehingga iya tidak jauh
berangkat sekolah. Keluarga Belle bisa dibilang keluarga yang
kaya, karena papanya memiliki perusahaan terbesar di Jakarta,
sedangkan mamanya memiliki butik terbesar di London. Papa
Belle bernama Mahesya, mamanya bernama Aluna. Meskipun
Belle terlahir dari keluarga yang kaya tetapi ia tidak sombong,
ia tidak memilih-milih teman.
“Belle bangun, kamu udah kesiangan nak,” mamanya
berteriak dari ruang makan.
“Iya ma, ini Belle bangun,” astaga kok bisa terlambat sih.

207
“Ayo cepetan mandi sana, mama udah siapin makanan
buat kamu.”
“Iya ma.”
Setelah selesai makan dan berkemas, Belle pun bersiap.
“Ma, aku berangkat ya!” Belle tidak lupa menyalam
tangan mama nya.
“Oh iya ma, papa mana?”
“Tadi papamu buru-buru ke kantor, katanya ada meeting
mendadak di kantor, yaudah kamu berangkat sana,hati-hati ya
nak.”
“Iya ma.” Belle melambaikan tangannya.
Saat di depan gerbang Belle terburu-buru berjalan
sehingga ia tidak sengaja menabrak teman sekelasnya yang
jarang ia lihat. Dia bernama Arum, anak yang jarang bergaul
sama teman-temannya, dia anak pendiam jarang ngomong
juga. Arum adalah anak dari Pak Marto dan Ibu Marni, Pak
Marto berkerja sebagai kuli bangunan, dan Ibu Marni hanya
berjual kue dengan berkeliling demi mencukupi kehidupan
mereka. Hanya itu yang kutahu tentang kehidupan arum.
Di depan pintu gerbang.
”Eh,maaf-maaf aku nggak sengaja” sambil menatap
Arum.
“Iya nggak papa kok.”

208
Belum sempat Belle ingin menanyakan keadaan Arum,
Arum sudah pergi meninggalkan Belle yang penuh keheranan
melihatnya.Teng teng teng, bel berbunyi menandakan waktu
nya untuk istirahat.
“Oke anak-anak kita lanjut besok pelajaran nya, Selamat
Siang.” ibu guru pun meninggalkan ruang kelas.
“Selamat siang,bu.”
Anak-anak pun meninggalkan ruang kelas, ada yang ke
kantin, ke wc karna kebelet menahan kencing, dan ada juga
yang tetap tinggal di kelas.
Saat perjalanan ke kantin Meiva dan teman-teman nya
membully Arum.
“Sepertinya aku kenal orang iu.” belle menggumam
dalam hati.
“Eh lo udah miskin, nggak usah sok-sokan jajan disini
deh” Meiva mendorong Arum sehingga tubuhnya terhempas.
“Iya ni, udah dekil, miskin lagi, emangnya lo punya uang
untuk jajan disini ha!” sambung salah satu teman nya.
Mereka pun tertawa melihat Arum yang terjatuh, Arum
hanya terdiam menahan air mata nya yang akan menetes. Belle
pun datang dengan tangan yang mengepal kuat.
“Eh eh emang nya lo punya hak apa untuk melarang-
larang Arum untuk jajan di sini? Soal dia miskin, gue bangga
kok sama Arum, dia bisa nyari uang sendiri, lah lo semua hanya

209
minta dan ngabisin uang orang tua aja.” dengan muka
memanas menatap Meiva.
“Apa sih lo Bel, ikut campur aja urusan gue.” Meiva dan
teman-temannya pergi meninggalkan Belle dan Arum dengan
penuh kekesalan.
“Kamu nggak kenapa-kenapa kan, Rum?” Belle
membantu Arum berdiri.
“Iya aku nggak kenapa-kenapa kok, makasih ya Bel,
kamu baik banget sama aku”.
“Iya sama-sama Rum, lain kali kalau mereka bertingkah
seenaknya sama kamu, harus nya kamu membela diri bukan
malah diam kek tadi,” dengan nada lembut Belle berbicara
dengan Arum.
“Aku nggak enak aja buat melawan mereka tadi Bel,
mereka anak-anak yang berada, sedangkan aku orang yang
nggak punya apa-apa, kadang aku mikir aja Bel, ingin rasa nya
aku nyerah dengan semua keadaan ini, ingin rasa nya aku
berhenti sekolah Bel,” Arum menunduk, seketika air mata nya
menetes tanpa seizin dia.
“Arum, kita semua nya sama, sama-sama ciptaan Tuhan,
mau pun kaya, miskin, cantik, jelek kita semua semua nya sama
di mata Tuhan, jangan minder sama diri sendiri, jangan
gampang menyerah juga, tunjukkan ke mereka kalau kamu
bisa, syukuri apa yang ada, terus jangan berfikir mau berhenti

210
sekolah Rum, seharusnya kamu bersyukur udah bisa sekolah
seperti ini, di luar sana masih banyak orang-orang yang ingin
bersekolah, tetapi karena faktor keuangan mereka tidak bisa
bersekolah, semangat dong Rum menjalani hiruk-pikuknya
kehidupan ini, semua akan indah pada waktunya, asal kita mau
berusaha aja, Tuhan akan memberi yang terbaik untuk hamba
nya yang tidak gampang menyerah, dan selalu bersyukur
dalam segala hal,” Belle memeluk Arum dengan penuh keibaan.
“Iya makasih ya Bel, kata-kata mu membuat aku berfikir
lagi dengan apa yang kuucapkan tadi” Arum membalas pelukan
Belle.
“Iya sama-sama Rum, udah jangan sedih lagi, kan masih
ada aku”.
Langit terlihat mendung sekan-akan mewakili perasaan
Arum yang sedang rapuh.
Setelah Belle menenangkan perasaannya Arum, Belle
pun mengajak Arum jajan di kantin, mereka berdua terlihat
bahagia menikmati bakso yang beberapa menit yang lalu
mereka pesan.
“Sudah yuk kita ke kelas sebentar lagi bel masuk akan
berbunyi, tapi tunggu dulu, aku bayar dulu” Belle mengambil
uang di saku nya.
“Bel aku nitip bayar ya, ini uang nya.” Arum memberi
Belle uang.

211
“Biar aku aja yang bayar Rum.” Belle menolak uang yang
di beri oleh Arum.
“Nggak usah Bel, biar aku aja, aku ada bawa uang kok.”
“Udah biar aku aja yang bayar.”
“Beneran nih Bel?”
“Iya Rum, tunggu bentar ya” Belle menuju ibu kantin nya.
“Iya Bel, makasih ya Bel”.
“Iya-iya sama-sama Rum”.
Saat di perjalanan ke kelas Meiva dan teman-teman nya
menghampiri Belle dan Arum.
“Eh Bel, kok lo mau sih temenan sama si Arum, si miskin
itu?”.
“Suka-suka gue dong mau temenan sama si Arum, emang
nya lo siapa? Ngelarang-ngelarang gue buat temenan sama
Arum, lo nggak ada hak buat ngatur-ngatur sama siapa aja gue
temenan, gue nggak suka ya lo ngina-ngina Arum kek tadi!”
lagi-lagi Belle memanas ingin rasanya menampar Meiva yang
seenak jidat nya menghina Arum.
“Lo nggak usah bela-belain Arum deh Bel, lo kan orang
kaya, Arum nggak pantes temenan sama lo, lagian dia gadis
miskin yang hanya bisa bikin susah lo, hati-hati temenan sama
dia, dia temenan sama lo cuma mau uang lo doang Bel, mending
lo jauhin dia Bel, sebelum uang lo habis di porotin sama dia”.
PLAKKK! Belle menampar Meiva.

212
“Mulut lo dijaga Meiva, nggak pernah diajar tata krama
ya mulut lo itu,” seketika Belle menampar pipi kanan Meiva,
semua sontak kaget melihat Belle manampar Meiva. Tanpa
pikir panjang Meiva meninggalkan mereka dengan memegang
pipi kanan nya.
“Eh Meiva tungguin gue,” teman-teman nya berlari
mengikuti Meiva.
“Bel, kamu kok nampar Meiva sih? Kasian dia Bel” Arum
bertanya kepada Belle.
“Biarin aja Rum, biar tau rasa dia, aku gasuka aja mulut
Meiva yang ngata-ngatain kamu kayak tadi, yaudah yuk kita ke
kelas aja, jangan dibahas soal tadi” Belle menarik tangan Arum,
mengajak Arum ke kelas.
Bel pulang berbunyi, anak-anak bersorak-sorai sekan-
akan mendapatkan sembako gratis, mereka berhamburan
keluar dari kelas memenuhi jalanan teras sekolah. Arum duduk
melamun di halte.
“Rum pulang sama siapa?” Belle datang menepuk bahu
Arum, dan memecahkan lamunan Arum.
“Eh Bel bikin kaget aja, ini lagi nunggu oplet Bel, emang
nya kamu pulang sama siapa?” Arum balik bertanya.
“Aku lagi nunggu supir aku Rum, kamu pulang sama aku
aja Rum, dari pada kamu lama nunggu oplet kan.”

213
“Nggak usah aja Bel, aku pulang naik oplet aja Bel, kamu
duluan aja Bel.”
“Udah gapapa Rum pulang sama aku aja, ayo itu supir
aku udah datang,” Belle menarik tangan Arum menuju mobil.
Di dalam mobil Arum menatap jalanan melalui jendela
mobil, melihat luasnya Jakarta di penuhi gedung-gedung
bertingkat, kemacetan membuat orang-orang bersungut-
sungut, tambah lagi teriknya matahari membakar kulit mereka
yang beroda dua. Lamunan itu tersentak terhenti ketika Belle
menepuk bahu Arum dengan pelan.
“Eh Rum, liat deh anak-anak itu di sebrang jalan sana,
mereka bermain dengan bahagia banget” Belle menunjukkan
ke arah yang ia katakan, meskipun mobil melaju, tetapi Arum
dapat melihatnya dengan jelas.
“Iya Bel, mereka hidup tentram tanpa ada beban” Arum
melihat anak-anak itu.
“Seharusnya aku bersyukur bisa hidup tenang, dengan
segala kecukupan, punya rumah, orang tua yang lengkap,
sedangkan mereka, mereka tidurnya kadang di bawah
jembatan, dan kadang juga di tokoh-tokoh orang, mereka juga
orang tuanya ada yang tidak lengkap, tetapi mereka semangat
menjalani hidup, aku harus seperti mereka, semangat dan
selalu bersyukur dalam segala hal,” Arum bergumam dalam
hati nya.

214
“Rum, rumahmu di sebelah mana? Ini udah masuk gang”
Tanya Belle.
“Itu nggak jauh lagi Bel, di depan sana” Arum menunjuk
letak rumahnya.
“Oke Rum, pak di depan sana.”
“Baik non.”
“Makasih ya Bel, udah nganterin aku pulang” Arum
memeluk Belle.
“Iya sama-sama Rum, kamu jangan sedih-sedih lagi kan
masih ada aku” Belle membalas pelukan Arum.
“Iya, Bel”.
“Aku pulang dulu yaa, daaa Rum” Belle memasuki mobil
dan melambaikan tangannya ke Arum.
“Iya Bel, sekali lagi makasih ya Bel, daaa” Arum
membalas lambaian Belle.
Arum membuka sepatunya, dan meletakkannya di rak
sepatu dekat teras rumahnya, lalu membuka pintu dan melihat
orang tidak ada di rumah nya.
“Syalom Buk, Arum pulang” Arum membuka pintu,
melihat rumah nya yang kosong tidak ada orang.
“Ibu kemana ya, kok nggak ada di rumah? Apa dia belum
pulang jualan?” Arum bergumam dan bertanya dalam hati nya.
Arum berjalan menuju dapur, ia melihat dapurnya yang
berantakan.

215
“Kasihan ibu, bangun subuh bikin kue, nggak sempat
istirahat, aku harus membersihkan dapur ini, dan nanti aku
akan masak untuk ayah dan ibu biar kalau mereka pulang,
mereka langsung makan, tapi sebaiknya aku ganti baju dulu”
Arum menuju kamar nya dan mengganti baju nya.
Arum memulai nya dengan membereskan piring kotor
yang di atas meja makan, di dekat kompor, sampah yang belum
di buang semua ia bersihkan, tanpa mengenal lelah.
“Syalom Rum, kamu udah pulang sekolah?” sambil
membuka pintu.
“Iya buk.”
“Kamu udah makan?”
“Belum buk, aku nungguin ibu pulang makanya aku
belum makan, aku udah masakin ibu sama ayah makanan, ntar
kita makan sama-sama ya buk” sambil membawa barang
dagangan ibu nya ke dapur.
“Ayahmu ntar sore pulang nya, kita makan aja dulu kalau
nunggu ayahmu, ntar kamu kelaparan, tapi ibu mandi dulu ya,
selesai mandi kita makan.”
“Baik buk.”
Sambil menunggu ibu nya mandi, Arum menyiapkan
piring, sayur, nasi, dan lauknya di atas meja, dan tidak lupa juga
ia mengambil air putih. Ibunya Arum sudah selesai mandi dan

216
sudah memakai baju. Ibu Arum terkejut melihat dapur nya
yang bersih.
“Ini kamu yang bersihin semuanya,nak?”
“Iya buk, Arum yang bersihin” jawab Arum.
“Maafin ibu ya, ibu jadi ngerepotin kamu,” Ibu memeluk
Arum dengan penuh kehangatan.
“Nggak papa kok buk, itu kan memang udah tugas Arum
sebagai anak” Arum membalas pelukan ibu nya.
Arum mengambil nasi, sayur dan lauk untuk ibu nya,
mereka makan bersama dengan bahagia, walaupun ayah nya
belum pulang kerja, dan tidak bisa ikut mereka makan
bersama, tapi makan dengan ibu berdua saja sudah cukup bagi
nya. Dunia seakan milik berdua, betapa indah nya makan
bersama orang yang kita sayangi, tambah lagi yang masak kita
sebagai anaknya.

***

“Mah Belle pulang, ” Belle membuka pintu rumahnya.


“Tumben kamu pulang nya lambat, ada les ya nak?”
mamanya meletakkan koran yang ia baca.
“Tadi aku nganterin teman aku pulang mah,” Belle duduk
di samping mama nya.

217
“Temen mu yang mana?” tanya mamanya bingung
menatap belle.
“Arum mah, kasian dia mah, dia di bully sama Meiva dan
teman-teman nya di sekolah tadi”.
“Kok bisa? Emang nya dia buat salah sama mereka Meiva
dan teman-teman nya?” mama nya bertanya.
“Nggak mah, Arum nggak buat salah sama mereka, Arum
memang anak miskin, tapi kan Meiva nggak boleh gitu kan
sama Arum kan mah? Aku sedih aja mah Arum di gituin sama
mereka, kita sebagai manusia kan harus nya saling membantu,
bukan nya saling membully, menjatuhkan,” wajah Belle
berubah menjadi sedih saat dia bercerita tentang Arum kepada
mamanya.
Mamanya hanya terdiam melihat anaknya yang sekarang
sudah dewasa, menjadi anak yang peduli terhadap lingkungan
nya dan peduli terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya.
“Mama bangga punya anak sepertimu, nak.” mamanya
berkata dalam hatinya, dan tersenyum ke Belle.
“Mama kenapa senyum?” Belle menatap heran ke
mamanya.
“Mama bangga punya anak seperti kamu nak, kamu
peduli terhadap orang lain.”

218
“Kita memang harus peduli sama orang mah, mau dia
jahat baik sama kita, kita harus peduli, soal dia jahat itu urusan
nya sama Tuhan” Belle tersenyum dan memeluk mama nya.
“Good anak mama yang tersayang”.
“Mah aku boleh minta tolong nggak?” tanya Belle sambil
melepas pelukannya.
“Boleh dong sayang, minta tolong apa?” sambil menatap
Arum.
“Mah aku kasian sama Arum, mama bisa bantu nggak?’’.
“Bantu gimana,Bel? Papa dan mama nya Arum kerja apa
emangnya?”
“Papanya kerja sebagai kuli bangunan, sedang kan
mamanya menjual kue dengan berkeliling mah, itu pun nggak
cukup untuk mencukupi kebutuhan mereka mah.”
“Terus mama harus bantu apa?”
“Mah, kita jadi pindah ke Spanyol kan tanggal 15
Desember nanti?” Belle bertanya kepada mamanya soal
mereka akan pindah ke Spanyol.
“Iya jadi nak, emangnya kenapa?”
“Gini mah, aku mau kasi surprise ke Arum, tanggal 15
Desember nanti dia ulang tahun, dan tanggal 15 Desember kita
bakal pindah ke Spanyol, aku mau kita bantu dia, dengan cara
kita beliin mereka rumah kosong, dan kita isi dengan barang-

219
barang sembako gitu, biar mereka bisa jualan, dan dapat
penghasilan dari situ mah.”
“Bisa kok Bel, tapi mama tanya dulu ya sama papa”.
“Iya mah, makasih ya udah mau bantu Belle.” Belle
memeluk mama nya dan menangis di pelukan mama nya.
“Iya sama-sama nak, kamu jangan khawatir ya, mama
pasti bantu kok”ucap mama membalas pelukan Belle dan
mengelus-elus kepala nya.
Keesokan hari nya Belle berniat ingin menemui Meiva,
maksudnya ingin menasihatinya agar tidak berbuat semena-
mena terhadap Arum, karena tepat di tanggal 15 Desember
Arum berulang tahun yang ke 17 tahun, Belle ingin memberi
surprise, sebelum ia akan pindah ke Spanyol karena papanya
akan ditugaskan di sana untuk selamanya. Belle memang tidak
mau memberitahukan ke Arum perihal kepergiannya tepat di
tanggal kebahagiaan Arum, Belle nggak mau membuat Arum
sedih atas kepergiannya ke Spanyol. Belle menunggu dekat pos
satpam sekolah nya dan ngomong sendiri.
“Meiva mana ya? Nah itu dia, Meiva Meiva” Belle
memanggil dan melambaikan tangan ke arah Meiva.
“Kenapa Bel? Mau nampar pipi kiri gue lagi?” Meiva
memegang pipi kirinya.

220
“Nggak Mei, gue mau minta maaf sama lo soal kemarin,
gue sebenarnya nggak bermaksud nampar pipi lo, emosi gue
nggak bisa gue kendalikan.”
“Gue juga minta maaf sama lo, udah ngata-ngatain Arum
yang enggak-enggak” Meiva merasa bersalah kepada Arum,
membuat Arum merasa diasing kan di sekolah, ingin rasanya
dia bertemu dengan Arum dan menyampaikan permintaan
maaf dan memeluk Arum.
“Gue mau ngomong sesuatu sama lo, lo bisa bantu gue
kan, gue mau kasih Arum surprise tepat di hari ulang
tahunnya.”
“Bisa kok Bel, emang nya Arum ulang tahun tanggal
berapa Bel?”
“Tanggal 15 Desember, dan tanggal 15 Desember gue
bakal pindah ke Spanyol, sebelum gue pindah gue mau kasih
Arum surprise.”
“Lo mau pindah Bel? Lo udah kasih tau ke Arum soal
kepindahan lo? Nggak usah pindah dong Bel.”
“Iya gue mau pindah Mei, gue belum kasih tahu ke Arum
soal ini, gue pindah karena bokap gue ditugaskan di sana
untuk selamanya Mei dan gue harus ikut.”
“Gue bakal bantu lo, gue akan ajak temen-temen gue
yang lainnya.”

221
“Makasih ya Mei, udah mau bantu gue, gue udah bilang
sama nyokap gue buat ngebantu kita juga kok”.
“Iya sama-sama Bel”.
Mereka saling memeluk, artinya kedamaian ada di
tengah-tengah mereka, tidak ada lagi benci, tidak ada lagi
permusuhan, tidak ada lagi saling membully. Belle dan Meiva
pun ke kelas, dan meyusun rencana surprise mereka ke Arum.
Karena besok udah tanggal 15 Desember, Belle, Meiva dan
teman-teman Meiva sudah mempersiapkan semuanya.
Keesokan hari nya di tanggal 15 Desember, hari
kebahagiaan Arum, hari yang di tunggu-tunggu oleh Arum, tapi
tidak dengan Belle, Belle memang bahagia karena hari ini hari
kebahagiaan sahabatnya, tetapi ia harus meninggalkan orang
yang udah dia anggap sebagai saudara perempuannya, harus
meninggalkan sekolah tercintanya, meninggalkan rumahnya,
meninggalkan Indonesia, ia akan kangen suasana keributan di
kelas, kemacetan di Jakarta, keseruan berdua sama Arum, hari-
hari nya selalu di hiasi dengan Arum, semua akan hilang,
semua akan pudar, tetapi ia tidak akan lupa Arum, sekolahnya,
dan Jakarta yang banyak menyimpan kenangan-kenangan
yang tak di lupakan oleh Belle.
“Belle, kamu udah siap, barang-barang kamu di bawa
turun nak.”

222
“Iya mah, sebentar lagi Belle turun,” Belle menghapus air
mata nya, dan turun ke bawah membawa barang-barang nya
yang akan dia bawa ke Spanyol.
“Gimana udah siap nak?” mamanya bertanya kepada
Belle yang terlihat sedih sekali.
“Udah mah, tapi sebelumnya kita ke rumah Arum dulu
mah, di sana udah ada Meiva dan yang lainnya.”
“Iya nak.”
Di perjalanan menuju rumah Arum, mamanya memberi
Belle sesuatu.
“Nak, ini nanti kasi mama dan papanya Arum ya, ini kunci
rumah yang di sebelah rumah nya Arum, kebetulan rumah
yang di samping rumah arum kosong nak, kata nya dijual, jadi
mama dan papamu membeli nya untuk mereka, lagian dekat
juga dengan rumah Arum, udah mama isi dengan sembako kok
rumahnya, jadi mama dan papa Arum bisa langsung jualan,”
mama dan papa Belle memang sudah membeli rumah kosong
yang ada di samping rumah Arum, dan sudah membeli
sembako yang akan dijual.
“Ini seriusan mah? Makasih ya mah, ntar kalo udah
sampai di rumah Arum, aku kasih ini ke Arum” Belle menerima
kuncinya dan memeluk mamanya.

223
Mereka tiba di rumah Arum, Belle melihat rumah Arum
ramai dipenuhi dengan teman-teman sekolah nya. Belle pun
turun dari mobilnya.
“Belle!” Arum memanggil Belle dan memeluknya, Arum
menangis di pelukan Belle.
“Makasih ya surprise nya Bel, aku nggak nyangka kamu
udah nyiapin semuanya ini buat aku, sekali lagi makasih ya
Bel!” ucap Arum memeluk Belle dengan erat.
“Iya sama-sama,Rum,” Belle menahan air mata nya, ia
tidak tega ingin menyampaikan kepergiannya ke Spanyol.
“Ayo masuk Bel, yang lain udah nunggu,” Arum menarik
tangan Belle, tetapi Belle hanya terdiam dan tidak bergerak.
“Kenapa Bel, kamu nggak mau masuk ke rumah aku?”
Arum merasa bingung melihat Belle yang hanya terdiam.
“Rum, maafin aku ya, nggak bisa jadi teman yang terbaik
buat kamu, aku dan orang tuaku akan pindah ke Spanyol Rum
untuk selamanya” air mata Belle pun menetes dan membasahi
pipi nya.
“Apa? Kamu nggak bercanda kan Bel?” Arum
meyakinkan dirinya sendiri, bahwa Belle hanya bercanda.
“Aku nggak bercanda Rum, kamu jaga diri baik-baik ya di
sini, kalo ada waktu aku bakal main kok kesini, ini sesuatu
untuk kamu,” Belle memberi Arum kunci dan ada yang sudah
dia siapkan dari kemarin.

224
“Apa ini Bel, kunci? Untuk apa kunci Bel?” Arum
bertanya.
“Rum ini kunci rumah kosong yang di samping
rumahmu, kamu jaga baik-baik ya pemberian tante sama om,”
Mama Belle memeluk Belle dan Arum.
“Makasih ya tante, kalian sudah baik sama keluarga aku,
semoga kebaikan kalian dibalas sama Tuhan.”
Ibunya Arum pun datang memeluk mereka bertiga.
“Makasih ya buk, kalian memang baik sama keluarga
kami, Tuhan selalu menyertai keluarga kalian di mana pun
kalian berada”.
Semua yang melihatnya menjadi sedih, suasananya
menjadi berbeda.
“Rum aku pergi dulu ya, kamu jaga diri baik-baik!” Belle
memeluk Arum dengan isakan tangisnya.
“Iya Bel, kamu di sana juga harus jaga diri baik-baik!”
Arum pun menangis, dan menahan isakan tangisnya.
Satu persatu temannya, meyalami Belle dan memeluk
Belle, memberi semangat untuk Belle, karena disana dia harus
menyesuaikan lingkungan nya. Salam menyalam sudah selesai,
tibanya Belle masuk ke dalam mobil, dengan hati yang teriris-
iris Belle masuk ke mobil.

225
“Rum, aku pamit ya, tante, om, teman-teman semuanya,
aku sayang kalian,” Belle mengeluarkan air matanya dan
melambaikan tangannya ke arah mereka semua.
“Iya Bel, hati-hati di jalan, kami semua sayang lo juga”
sambung salah satu teman sekelas nya.
“Bel, hati-hati ya! Kamu adalah sahabat sekaligus
saudara perempuanku yang paling aku sayangi,” Arum
mengelap air mata nya.
Mobil Belle pun melaju meninggalkan mereka semua
yang ada di situ, meninggalkan segala kepahitan, dia akan
selalu merindukan semuanya, merindukan Arum, merindukan
sekolah nya, ruang kelas, dan teman-teman nya yang membuat
hari-hari Belle berwarna.
Belle berkata dalam hati dan tersenyum, “Semua
memang akan indah pada waktunya, sekarang aku, ayah dan
ibu sudah tidak susah lagi mencari uang untuk memenuhi
kebutuhan hidup, terima kasih Tuhan atas berkat dan
anugerah-Mu yang ajaib itu, dan terima kasih juga sahabatku
Belle, semoga Tuhan selalu melindungi kamu, mama, dan papa
mu di mana pun kamu berada semoga di tempatmu yang baru,
semangat belajarmu bertambah lagi, aku menyayangi kamu
Bel”.

226
Muhammad Rizqi Rifai

P
ada hari Senin, saya berangkat ke sekolah
menggunakan sepeda motor. Jarak antara rumah dan
sekolah saya sekitar 15 km atau sekitar 10 menit. Saya
berangkat dari rumah pukul 06:20, sesampainya saya di
sekolah pukul 06:30, sesudahnya saya memarkirkan sepeda
motor saya, saya langsung menuju ke kelas untuk menaruh tas
dan bersiap untuk upacara.
Waktu upacara jam 07:00, saya mulai memasang dasi
dan mengambil topi dari dalam tas saya. Bel pun berbunyi pada
pukul 07:00 pertanda bahwa upacara akan segera dimulai.
Saya langsung bergegas menuju lapangan upacara bersama
siswa dan siswi lainnya. Sesampainya kami di lapangan
upacara kami langsung membuat barisan sesuai kelas masing-
masing.

227
Setelah 15 menit berlalu, upacara pun selesai dan kami
seluruh siswa dan siswi langsung menuju ke kelas masing-
masing untuk menunggu pelajaran pertama di mulai. Pelajaran
pertama saya adalah Bahasa Indonesia, guru yang
mengajarnya bernama Bu Sofi. Setelah kami menunggu Bu Sofi
masuk ke kelas kami sekitar 10 menit, akhirnya Bu sofi pun
masuk ke Kelas kami.
Bu Sofi langsung duduk, kemudian membuka buku lks
dan dia menyuruh kami untuk embuka buku lks halaman 48.
“Anak-anak buka buku lks halaman 48, kita akan
membahas tentang cerpen.” Perintah Bu Sofi.
“Siap, Bu!” murid-murid menjawab serentak.
Setelah Bu Sofi selesai membahas materi tersebut, Bu
Sofi pun bertanya kepada kami kembali.
“Ada yang mau membaca contoh cerpen dengan judul
‘Udin’ tersebut?”
Kelas mendadak hening.
“Loh, kok pada diam? Yakin, gak ada yang mau maju ke
depan ni?”
Kelas masih diam dan hening.
Bu Sofi pun masih menunggu kami sekitar lima menit
dan dia bertanya kembali kepada kami.
“Hmm, kalau begitu, ibu tunjuk saja, ya?”
“Iya,Bu.”

228
“Kenny, silahkan maju!”
Saya pun terkejut karena Bu Sofi memilih saya, tapi mau
gimana lagi beliau sudah memilih saya.
Saya pun maju sambil dengan muka tegang saya. Tapi Bu
Sofi menenangkan saya.
“Kenny, jangan tegang ya. Santai aja.”
“Baik, Bu.”
Saya langsung membaca cerpen tersebut.Setelah saya
selesai membaca cerpen tersebut, saya di persilahkan duduk
kembali oleh Bu Sofi.
Dan pada waktu itu juga pelajaran Bu Sofi telah berakhir
pada pukul 09:00 dan bel istirahat pun berbunyi.
Bu Sofi pun keluar, kemudian kami pun juga keluar
untuk beristirahat.
***

Bel pelajaran kedua pun berbunyi pada pukul 09:30,


pelajaran kedua adalah ekonomi. Kami pun bergegas menuju
ke kelas untuk menunggu guru ekonomi tersebut masuk ke
kelas kami. Nama guru tersebut adalah Bu Miya.
Sekitar 10 menit, akhirnya Bu Miya pun sampai di kelas
kami. Dia menyuruh kami membuka buku paket halaman lima
puluh. Pembahasan kali ini adalah perkembangan ekonomi di
Indonesia.

229
Bu Miya telah selesai menjelaskan tentang materi
perkembangan ekonomi di Indonesia. Bu Miya pun bertanya
kepada kami tentang jumlah penduduk di Indonesia pada
tahun 2015.
Bu Miya bertanya, “di sini ada yang tahu tidak, berapa
jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2015?”
“Tidak tahu, Bu.” Jawab kami serempak.
“Kalau begitu ibu akan memberitahukan kepada kalian
berapa jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2015.
Jawabannya adalah 258,2 juta jiwa penduduk.”
“Oh.”
“Kalian ini hanya bisanya bilang ‘oh’ saja, dicatat gak
yang ibu bilang tadi?”
“Iya, bu.”
“Bagus kalau dicatat, kalau tidak yang rugi kalian , saat
ulangan nanti.”

Bel istirahat ke-2 pun berbunyi pada pukul 10:30 dan


pertanda bahwa pelajaran Bu Miya pun telah berakhir. Bu Miya
keluar dari kelas kami dan kami langsung keluar juga. Ada yang
ke kantin, ke toilet, dan lainnya.
***
Bel pun berbunyi pada pukul 11:00, pertanda bahwa
pelajaran ketiga akan segera dimulai dan istirahat kedua pun

230
selesai. Pelajaran ketiga, yaitu Sejarah Indonesia dan guru yang
mengajarnya bernama Pak John. Pak John pun masuk ke kelas
kami pada pukul 11:02, pelajaran sejarah kali ini membahas
materi tentang kedatangan bangsa asing ke Indonesia.
“Ada yang tahu negara mana saja yang pernah menjajah
bangsa Indonesia?” tanya Pak John.
Kami pun serentak menjawabnya, “Portugis, Belanda,
dan Jepang, pak.”
“Iya betul.”
Kami semua bertepuk tangan karena kami semua betul
dan Pak John juga ikut bertepuk tangan.

Bel berbunyi pada pukul 12:00 pertanda bahwa


pelajaran Pak John pun berakhir dan istirahat ketiga dimulai.
Istirahat ketiga ini adalah istirahat paling lama di sekolah,
biasanya ku gunakan untuk sholat atau pun tidur, waktunya
adalah 45 menit.
***
Bel berbunyi pada pukul 12:45, pertanda bahwa
pelajaran terakhir pun dimulai dan istirahat ketiga pun
berakhir. Pelajaran terakhir adalah pelajaran fisika. Guru yang
mengajarkannya bernama Pak Frank. Pada pelajaran kali ini
Pak Frank menjelaskan tentang gaya pegas.
Tak terasa materi yang ada di slide sudah habis.

231
Pak Frank pun bertanya kepada kami,“materi telah
selesai bapak jelaskan, kalian ingin nonton atau bapak cerita?”
“Nonton, pak.”
“Kalian mau nonton apa? Yang lucu atau yang seram?”
“Yang lucu aja, pak”
“Oke, yang lucu ya. Kalian udah nonton Gilang Dirga yang
menirukan suara Judika, belum?”
“Belum, pak.”
“Kalau belum, kita nonton ini aja ya anak-anak.”
“Iya, pak.”
Kami telah selesai menonton dan bel pun juga berbunyi.
Bel tersebut adalah bel pertanda bahwa seluruh pelajaran
selesai atau pertanda pulang sekolah.
Waktu kami pulang pukul 14:30, kami semua pulang dan
seperti itu lah keseharianku di sekolah setiap hari Senin
ataupun hari lainnya, walaupun mata pelajaran di hari lain
berbeda tetapi ya seperti itu saja keseharianku di sekolah.

232
Nabila Septyanti Devista

S
uatu hari aku dan Shiren ke kantin, kami membeli pop
mie dan es teh, itu jajanan favorit kita meski gak sehat.
Seperti biasa saatnya bayar jajanan kita, sesudah
Shiren bayar kini giliranku dan aku kaget, pas mau ambil uang
di saku, uangku ketinggalan di tas! Aku panik dan apesnya lagi
Shiren cuma bawa uang pas ya ampun!
Dan tiba-tiba ada cowo aneh!
Tapi ganteng bak pahlawan kesiangan langsung
ngomong gini ke ibu ibu kantin nya. “Bi, orang ini saya yang
bayarin.”
“Wah, ada pahlawan kesiangan nih haha.” Ucap Shiren
meledekku.
“Emang gak papa nih?” aku bertanya pada cowok itu.
“Tenang aja duit gue banyak haha.” Katanya sambil
tertawa gak jelas.
“Ya elah sombong amat. Cuma tujuh ribu juga!” balas
Shiren sedikit ngegas.

233
“Ya udah sih, sirik aja lu!”
“Ya udahlah Ren, kapan lagi coba?” bisikku pada Shiren.
“By the way, makasih ya lo udah bayarin gue.” Ucapku
sambil tersenyum.
“Santai aja.” Cowok itu beralih dari hadapan aku dan
Shiren.

***

Bel pulang sekolah pun berbunyi dan ya aku mulai


penasaran siapa sebenarnya si cowok aneh itu, apa
motivasinya buat ngebayarin aku kan ga kenal? Ya aku hampir
gak bisa tidur, cuma gara-gara ada rasa penasaran yang gak
penting itu. Mingguku seperti biasa di rumah aja gak ngapa-
ngapain paling nyuci baju sendiri. Gak kayak orang-orang jalan
sama pacarnya, aku hanyalah anak rumahan yang berbakti
kepada orang tua.
Di hari Senin, seperti biasa upacara di sekolah,
berhubung aku masih adik kelas, ya harus rapi dan kelihatan
niat. Aku di barisan paling depan, upacara pun berlangsung,
bendera sudah dikibarkan, dan ada segerombolan anak nakal,
mereka telat dan akhirnya dihukum. Mereka ditempatkan di
tiang bendera, pasti malu sih, dan aku sedikit kaget ternyata

234
ada si cowok aneh itu, anehnya dia selalu menatapku, dan itu
berlangsung sampai upacara selesai.
Upacara pun selesai kami semua di perintahkan ke kelas
masing-masing, aku, Laura,dan Shiren ke perpustakaan dulu
untuk meminjam novel. Kami suka banget membaca novel,
dan ya cowok aneh itu datang ke perpustakaan dan menjumpai
ku.
Dia langsung duduk di sampingku, lalu berkata, “Hai!”
“Hai.” Jawabku singkat karena fokus membaca novel.
“Oh, itu yang akhirnya si cowok meninggal, ya.” Ucapnya
nyengir.
“Oh, makasih. Gue gak perlu baca setebal ini, kalau udah
tahu akhirnya.”
“Nih.” Cowok itu memberiku sebungkus cokelat kecil.
“Apa ini?” tanyaku.
“Cokelat lah, masa tahi haha.” Jawabnya tertawa gak
jelas.
“Iya gue tahu, tapi buat apa?”
“Buat lo lah, masa buat dia, iya gak haha.” Ucapnya
sambil tertawa singkat menatap kedua temanku.
Aneh!
“Serius? Gue gak salah liat nih, maksud lo apa kasih gue
cokelat?”tanyaku bingung.
“I love you.”

235
What? Gue gak salah denger? Dia ngomong I love you?
Oke gue makin penasaran siapa sebenarnya cowok aneh itu
kenapa tiba-tiba datang dan pergi lagi terus-menerus?
Setelah ke perpustakaan karena udah tahu akhir
ceritanya, jadi kita langsung ke kelas, rasa penasaranku
semakin bertambah siapa sebenarnya cowok aneh bin gak jelas
itu? Dan ya, aku coba nanya ke Laura siapa tahu, dia tahu siapa
sebenarnya cowok itu.
“Lau ,lo tau gak si cowok yang tadi, di perpustakaan?’
“Si Galih?”
“Iya kali, emang namanya Galih yah?”
“Iya, dia itu tetangga gue, kelas 11 IPS 3.”
“Oh, terus dia itu kayak gimana sih orangnya?”
“Ya, bisa juga disebut nakal, yang suka malakkin adik
kelas, tapi dia baik, ganteng, keren lagi. Banyak cewek-cewek
suka sama dia, tapi dia selalu cuek, baru kali ini gue lihat dia
seperhatian itu sama lo, kayaknya dia suka deh sama lo haha.”
“Ah masa? Lo tahu dari mana dia suka sama gue?”
“Ya, dengan cara dia memperlakukan lo yang begitu
perhatian kayaknya dia bad boy deh haha kayak di novel-novel
gitu, haha.”
Dan ya akhirnya aku tahu siapa sebenarnya dia, rasa
penasaranku sedikit hilang, ya cuma sedikit.
***

236
Kepala sekolah sedang mengumumkan sesuatu,
“Assalamualaikum Wr Wb. Untuk siswa dan siswi SMA NEGERI
2, dimohon agar tetap tertib dan tidak ribut di kelas, karena
guru-guru akan rapat dari sekarang sampai tiga jam ke depan,
mohon kerja samanya. Terimakasih Wassalamualikum Wr
Wb.”
Mendengar pengumuman itu sontak semua kelas senang
dan berteriak. Siapa sih yang gak seneng ketika guru rapat
walaupun 3 jam haha. Bisa bebas tiduran dan lain sebagainya.
Cowok aneh itu datang ke kelasku, dan langsung duduk
di kursi sebelahku, dan langsung ngomong gini, “Hai,nama
kamu Hanna, ya?”
“Lah kok tahu?” tanyaku.
“Tuh.”jawabnya sambil nunjuk name tag di baju aku.
“Pulang sekolah gue anter lo pulang ya.”
“Gak usah, gue naik angkot.”
“Ayolah sayang duit lo, kalau sama gue kan gratis.”
“Ya udah deh, iya.”
“Nanti tunjukkin ya rumah lo dimana, biar gue tahu
sekalian main gitu haha.”
Dan ya, itu awal aku di antar pulang sama si cowok aneh
itu sambil jalan-jalan mengelilingi kota, setelah aku diantar
pulang, dan bilang makasih ke Galih, aku bergegas langsung
masuk ke rumah karena matahari sudah mulai tenggelam.

237
“Dari mana saja Han? Kok pulangnya sore, gak kayak
biasanya.” Tanya mama padaku.
“Aku tadi jalan dulu mah sambil makan di pinggir jalan,
oh iya tadi aku diantar sama Galih”
“Galih? Siapa Galih? Kamu kok gak pernah cerita ke
mama.”
“Aku ceritain ya mah, Galih itu pertamanya cowok aneh,
masa di kantin tiba-tiba dibayarin sama dia terus nyelongos
pergi aja.”
“Masa sih?”
“Iya mah, terus ya masa aku lagi baca novel terus dia
datang, tiba-tiba ngasih cokelat dan langsung pergi lalu bilang
I love you, gitu.”
“Terus-terus, mama jadi kepo ni hehe.”
“Gak tau lah mah gimana lagi, aku udah lupa yaudah mah
aku mandi dulu, gerah nih.” Pamitku pada mama.
“Ya udah, sana mandi! Dasar anak jaman sekarang
percintaannya aneh.”
***
Seperti biasa aku, Laura, dan Shiren, ke kantin untuk
membeli pop mie dan jajanan lainnya, kita bertiga duduk di
tempat duduk yang sudah kantin sekolah sediakan, tiba-tiba
Galih dan kawan-kawannya datang dan menghampiri kita.

238
“Hai! Kalian tahu gak?Aku suka Hanna.” Ucap Galih
sambil menatapku.
“Langsung tembak aja.” Cerocos salah satu teman Galih.
Aku hanya terdiam dan pipiku mulai memerah, teman-
temanku sibuk meledekku. Dasar teman resek.
Galih teriak mengambil perhatian orang yang ada di
kantin.
“Mohon perhatian.” Teriak Galih.
Seketika semua orang mendatangi dan memperhatikan
kita semua, apa maksudnya Galih untuk ngumpulin orang?
“Ada apa sih lo? Kok ngumpulin orang banyak
banget.”tanyaku bingung.
Galih mendengar perkataanku dan hanya tersenyum.
“Gue bakalan nembak Hanna disini sekarang juga.”
Seketika orang menganga apalagi para cewek yang nge
fans sama Galih, mungkin hari itu bakalan hari patah hati bagi
kaum hawa di sekolah.
“Gue udah lama suka sama lo, gue sayang sama lo, dari
pertama kita ketemu, gue udah mulai ada perasaan ke lo, lo
mau gak jadi pacar gue?” ucapnya sambil mengenggam
tanganku.
“Ga-Galih,lo gak lagi bercanda kan? Lo lagi sadar kan?”
“Gue serius, gak lagi bercanda, gue juga lagi sadar, hmm…
lo mau gak?”

239
“Gu-gue mau. Asal lo serius aja sama gue.” Jawabku
gugup.
“Serius? Lo mau jadi pacar gue? Thanks ya Han, gue janji
gak bakalan sia-siain lo.”
Seketika Shiren, Laura, dan teman-temannya Galih, dan
semua orang yang ada di kantin baper, dan itu adalah hari
patah hati cewek sesekolah.

240
Nadea Nelsa Putri

A
njing menggonggong bukan berarti membutuhkan
makanan, bisa jadi anjing menggonggong karena
melihat sesosok hantu.
Itu adalah kutipan film yang baru saja aku tonton.
Namaku Nadea, aku sangat gemar menonton film, sudah
banyak judul film yang aku tonton, aku tak bisa
menghitungnya. Drama korea, sebut saja drakor. Menyajikan
banyak adegan romantis, yang membuat para gadis sering
halu. Aku beralih pada drakor, judulnya “Melting Me Softly”
drakor yang baru saja dirilis pada bulan Oktober ini. Mataku
tertuju pada ketampanan Ji Chang Wook, pemeran utama
dalam drakor ini.
Tiba-tiba sesuatu terjatuh dari meja belajarku, suaranya
seperti buku yang terhempas ke lantai sontak membuat
jantungku berdebar. Rasanya tak ingin beranjak dari kasur,
namun rasa keingintahuanku meronta-ronta. Akupun
memberanikan diri untuk mencari saklar lampu dengan
meraba-raba dinding. Ketika sudah menemukannya, aku

241
langsung menekan saklar tersebut. Mataku menyipit karena
lampu menyinari kamarku yang tadinya gelap gulita. Kakiku
gemetaran saat hendak melangkah ke meja belajar. Aku
melihat buku harian Alicia tergeletak di lantai. Alicia adalah
sahabatku dari kecil, kami terlahir hanya berbeda dua jam saja.
Namun, sudah delapan tahun Alicia pergi meninggalkan kami
semua. Akibat kecelakaan mobil yang kami naiki, tetapi kami
baik-baik saja. Entah kenapa seat belt yang ia pakai terlepas
begitu saja, sampai membuat ia terhempas ke kaca jendela dan
membuat kepalanya mengeluarkan banyak darah. Napasnya
sudah terengah-engah dan ia langsung meninggal di tempat
kejadian.
Sampai saat ini aku trauma dengan kejadian
mengerikan. Ketukan pintu membuatku sadar, aku menghapus
air mata yang membasahi pipiku. Mama masuk dan
memberikan segelas susu dan sepiring biskuit. Mama
menyuruhku agar tak lupa menggosok gigi setelah menyantap
camilan malamku.
Jam handphone menunjukan pukul 22:45, saatnya aku
tidur. Dengan nafas segar sehabis sikat gigi akupun tidur. Hawa
dingin masuk dari ventilasi membangunkan tidur panjangku.
Aku diam sejenak dulu, semenit setelah itu aku langsung
merapikan kasurku.
***

242
Ketika aku membuka jendela, angin pagi menebar
embun membuat aku mengusap-usap kulitku. Kokokan ayam
yang terdengar samar memberikan semangat baru. Aku
merupakan siswi pindahan, orang tuaku pindah tugas dari
Jakarta ke Bogor. Baru dua minggu kami pindah ke sini,
daerahnya masih asri dan sejuk.
Aku menyapa seorang kakek yang sedang bersepedaan
sembari membawa cangkul di kursi belakang dari jendelaku.
Mungkin kakek itu hendak ke ladang. Kemudian aku bergegas
mandi, kunyalakan air sambil bernyanyi tanpa lirik. Badanku
segar setelah mandi, dengan handuk yang membalut badanku
aku memasuki kamar. Aku menyiapkan seragam putih abu-abu
yang masih berlogo sekolah lamaku. Mama menyiapkan
sarapan yang lezat pagi ini, harumnya sampai ke kamarku. Aku
menggendong tas ransel keluar kamar menuju meja makan.
Dengan lahap aku memakan nasi goreng buatan mama, tak
kusisakan sebutir nasi di piringku dan tak lupa aku meminum
segelas susu hangat.
“Nasi goreng mama memang yang terbaik.” Gumamku
dalam hati.
Aku hendak berangkat ke sekolah, namun sebelum itu
aku menyalami tangan mama. Aku pergi ke sekolah dengan
berjalan kaki. Di perjalanan aku melihat jajaran petani dengan
topi lebar berjalan menyusuri tanjakan bukit yang cukup terjal.

243
Langit biru melintang melukiskan semangatnya pagi ini.
Daerah tempat tinggal baruku memang tak jauh dari
perkotaan, alamnya masih terjaga dengan sangat baik.
Hamparan sawah membentang sepanjang perjalananku,
terlihat orang-orangan sawah di setiap bedengan. Hanya
membutuhkan waktu kurang lebih tujuh menit saja untuk
sampai, memasuki pagar besi sekolah sudah pukul 06:45. Tiba-
tiba Rachel mengagetkanku, ia menepuk pundakku. Dia adalah
teman pertamaku saat aku memasuki sekolah ini. Aku kelas
sebelas IPA 3 sedangkan dia kelas sebelas IPA 2, kelas kami
berdampingan.
“Hai!” Sapa Rachel.
“Eh...hai!” Aku balik menyapa. Ia memamerkan kawat
gigi yang baru ia pasang.
“Baru pasang?” Tanyaku dengan wajah datar.
“Iya nih, bagus gak?” Tanyanya.
“Bagus kok...kamu kelihatan lebih cantik” Aku tersenyum
tipis.
Aku dan Rachel berpisah di depan kelasnya, akupun
berjalan menuju ruang kelasku. Aku duduk di kursi belakang,
kaerna aku murid baru dan hanya kursi itu yang tersisa.
Namun aku tak sendirian, aku duduk bersama Rivael. Sejak
pertama kali aku masuk kelas, dia begitu dingin dan tak banyak

244
bicara. Ibu Anna memasuki ruang kelas, beliau merupakan
guru Bahasa Indonesia.
“Selamat pagi anak-anak.” Sapa ibu Anna pada kami.
“Selamat pagi, Bu” Satu kelas menjawab.
“Tolong kumpulkan ke depan dengan tertib.” Kata Ibu
Anna.
“Baik bu.” Kami menjawab.
Tak terasa sudah 2 jam Ibu Anna mengajar, pelajaran
Bahasa Indonesia pun telah usai. Bel istirahat berbunyi
sebanyak tiga kali. Rachel menghampiriku untuk mengajak
makan bakso di kantin. Kami berjalan melewati lorong, semua
orang tersenyum melihatku. Aku mulai berpikir bahwa ada
sesuatu di wajahku. Namun, aku mendengar ada suara orang
berlari dari belakang. Dari kejauhan aku sangat bingung
melihat Rivael berlari ke arahku dengan menggenggam jaket di
tangannya. Tiba-tiba ia menarik tanganku, aku melihatnya
begitu cemas. Dia melilitkan jaket itu di pinggangku.
“Yak. Ada darah di rokmu.” Nafasnya terengah-engah.
“Beneran?” Aku malu setelah menyadari hal tersebut.
“Iya seriusan, tapi gak banyak. Mendingan kamu ganti
dulu di toilet.” Saran Rivael.
“Bener tuh Yak. Kamu ganti dulu sana.” Kata Rachel.
“Oke.” Ucapku sambil memegang perutku yang mulai
terasa sakit.

245
Aku kembali ke kelas dengan tubuhku yang lemas, mata
dan bibirku mulai memucat. Kemudian, Rivael datang
menghampiriku yang sedang duduk. Dia menjelaskan bahwa
dia adalah seorang indigo, bulu kudukku berdiri mendengar
hal tersebut. Ia menjelaskan bahwa aku harus berhati-hati saat
datang bulan. Aku akhirnya mengerti kenapa dia menjadi
seorang yang pendiam. Setelah dipikir-pikir ternyata dia orang
yang enak diajak bicara dan begitu perhatian.
“Hentikan!” Tanpa disadari aku mulai-mulai senyum-
senyum sendiri dan tidak fokus belajar.
“Yaya, jangan melamun terus. Perhatikan ke depan!”
Rivael menyentil kepalaku dengan lembut, agar fokus pada
guru yang sedang menjelaskan pelajaran.
“I-iya, maaf.” Aku tersipu malu, karna sikap Ravael yang
berubah drastis.
“Aku benar-benar tak bisa fokus!” Kataku dalam hati.
Bel pulang pun berbunyi, aku menggerakkan kepalaku
ke kanan dan ke kiri supaya otot-ototku menjadi regang. Aku
membereskan semua buku pelajaran, Rivael sudah pulang
terlebih dahulu. Sepanjang perjalanan pulang, aku terus-
menerus memikirkan Rivael. Aku membuka hp-ku, tak ada
yang menelfon maupun mengirim pesan kepadaku. Namun,
saat aku sedang berkaca-kaca menggunakan kamera ponselku,
aku baru menyadari ada seseorang yang membuntutiku.

246
Akupun mempercepat langkah-langkah kakiku, semakin lama
aku mulai panik. Setelah beberapa saat, aku merasa lega
setelah melihat rumahku dari jauh. Sesampainya di teras
rumahku, aku langsung membuka tali sepatuku.
“Huh, untung aja udah sampai. Tapi kenapa yah orang itu
ngikutin aku. Horor banget!” Kataku sambil menyimpan
sepatuku di rak sepatu.
Tok tok tok.
Aku mengetuk pintu rumah.
“Ma, Yaya pulang .” Aku berpikir sepertinya tidak ada
orang di rumah. Akupun menjinjit dan meraba-raba ventilasi
yang tidak terlalu tinggi.
Aku masuk ke rumah lalu menghidupkan lampu. Tidak
ada orang di rumah, tiba-tiba ada pesan masuk dari mama.
Mama dan ayah sedang berkunjung ke tempat nenek di Jakarta.
Mereka akan bermalam dan baru pulang besok harinya. Hari
sudah mulai gelap aku menutup semua jendela setelah itu aku
bergegas untuk mandi. Selesai mandi, aku langsung
mengerjakan tugas. Tiba-tiba saja aku mendapat teror telepon
dari nomor yang tidak kukenal. Ketiga kalinya aku mengangkat
telepon sambil menahan kesal, namun tak ada sepatah katapun
yang terdengar. Perutku berbunyi, aku membuka kulkas dan
terdapat mie ramen dan telur. Aku merebus air hingga
mendidih, membuka bungkus mie lalu memasukannya ke

247
dalam panci. Setelah mienya lembut, aku memasukan bumbu
lalu memecahkan telur diatasnya. Aroma pedas tersebar,
baunya menusuk hidung. Sesekali aku mengaduk-aduk mie
agar bumbunya merata dan telurnya matang, kucicipi kuahnya
terasa pedas dan gurih. Langkah terakhir aku mengiris tipis
daun bawang untuk menambahkan cita rasa. Aku menuangkan
mie ke dalam mangkok yang tidak terlalu besar dan
memakannya dengan menggunakan sumpit kayu ala-ala orang
Korea.
Sesudah mengisi perut aku langsung meminum segelas
susu dingin untuk meredakan rasa pedas di mulutku. Aku
membereskan peralatan masak lalu mencucinya. Selalu
mengingat perkataan mama, aku langsung menggosok gigiku.
Usai menggosok gigi, aku masuk ke kamar dan melanjutkan
menonton “Melting Me Softly”. Tak habis menonton aku sudah
ngantuk berat, aku memejamkan mataku lalu tertidur pulas.

***

Hari pun berganti, aku telat bangun. Tak sempat sarapan


pagi, aku langsung saja berangkat ke sekolah. Namun, di
perjalanan maagku kambuh ditambah lagi sakit datang bulan.
Kepalaku mulai pusing, jalanku tak menentu arahnya ke kanan
ke kiri seperti orang mabuk. Aku tak sanggup menopang

248
tubuhku lagi, dengan pandanganku yang samar-samar aku
melihat seseorang berlari ke arahku, wajahnya tak begitu jelas,
namun yang pasti dia adalah seorang laki-laki. Ini pertama
kalinya aku jatuh di pelukan seorang laki-laki yang tidak
kukenal. Ia memanggil namaku berkali-kali, suaranya
terdengar samar di telingaku, aku tak dapat mengenalinya.
Pada akhirnya aku terbangun di ruangan sebuah rumah sakit.
Aku sangat benci bau karbol dan obat-obatan. Ibu dan ayah
datang menjengukku, mereka telihat khawatir tentang
keadaanku. Namun aku bilang bahwa aku baik-baik saja.
“Ma, kenapa aku bisa di rumah sakit?” Tanyaku dengan
bingung.
“Mama dapet telepon dari suster, katanya ada anak
cowok yang lihat saat kamu mau pingsan, dia memakai
seragam yang sama dengan kamu. Karna itu mama sama papa
langsung ke sini buat jenguk kamu sayang.” Mama memegang
tanganku dengan erat.
“Oh gitu.” Jawabku.
Aku masih penasaran dengan orang itu, aku berpikir
orang itu adalah Rivael, namun aku ragu.
***
Dua hari lamanya aku dirawat di rumah sakit. Walaupun
belum sembuh total, aku sudah bersekolah seperti biasanya,
ayah mengantarkanku ke sekolah.

249
“Daa…ayah. Love you.” Sambil mencium tangan ayah.
“Nanti kalo kamu kambuh lagi, kamu pulang saja ya,
nak.” Kata ayah.
“Oke...yah. Yaya masuk dulu, ya.” Akupun memasuki
gerbang sambil melambaikan tangan ke ayah.
Kelasku masih sepi hanya ada aku, Josephine, dan Niva si
ketua kelas. Tak lama setelah itu datanglah Rivael dengan
penampilan yang berbeda dari biasanya, dia memotong tipis
bagian pinggir rambutnya. Aura kegantengannya keluar saat
berjalan ke arahku, aku terpesona melihatnya, seperti ada
cahaya yang bersinar dari tubuhnya. Diapun menaruh tasnya
di kursi, dan menanyakan kabarku.
“Gimana kabarnya?” Tanyanya sambil tersenyum ke
arahku.
“Baik kok, jadi kamu yang gendongin aku sampe ke
rumah sakit?” Aku langsung tanya masalah dua hari lalu saat
aku pingsan di pinggir jalan.
“Hehe, kamu berat juga yah.” Dia tertawa kecil.
“Ya maaf, mana aku tau rupanya itu kamu. By the way,
makasi banyak yah. Aku gatau nasib aku kalo kamu ga dateng.”
Aku merasa bersalah.
“It’s oke, Yak. Get well soon yah!” Senyumnya begitu
manis, membuat pipiku menjadi kemerahan.

250
Ada rapat guru di sekolah, siswa-siswi dipulangkan lebih
awal dari biasanya. Rivael menemaniku pulang dengan
berjalan kaki. Banyak hal yang kami bicarakan sepanjang
perjalanan. Tiba-tiba di persimpangan jalan, ada mobil melaju
dengan kencang sehingga mengakibatkan kecelakaan
beruntun. Ada banyak sekali darah yang kulihat, traumaku
mulai kumat, dadaku semakin sesak, dan aku merasakan
kesakitan. Lalu dengan cepat Rivael memelukku dengan erat.
“Tenang, aku di sini. Kamu aman bersamaku.” Dia
berusaha menenangkanku.
“Aku takut.” Ucapku sambil menangis terbata-bata.
Dia membawaku jauh dari tempat kejadian
menyeramkan itu. Hari demi hari berlalu, sejak bersamanya
aku tak pernah merasa takut pada trauma yang aku alami.
Ternyata selama ini dialah orang yang selalu membuntutiku
selepas pulang sekolah, dia melihatku sampai aku benar-benar
masuk ke rumah. Tak kusangka dia sehangat itu padaku. Dia
berkomitmen untuk menjagaku, dan mama telah
mengijinkanku untuk menjalani hubungan percintaan
dengannya. Rivael juga belajar untuk menjadi seorang yang
ramah pada semua orang. Masa SMA adalah masa yang
menyenangkan bagiku.

251
Nur Ulfah Andeliani

P
ada saat itu langit masih gelap, jarum jam menunjuk
angka empat, mama pun membangunkanku dari
nyenyaknya tidur dan berkata, “Kak, bangun lagi udah
subuh.’’
Aku perlahan membuka mata sambil menggerakan
tubuhku dengan mengatakan, “Iya, ma’. Aku pun berjalan ke
arah air keran untuk mangambil wudhu. Selepas dari sholat
subuh aku dan mama pun membereskan rumah seperti
menyapu, mencuci piring , mencuci pakaian, dan hal lainnya.
Tak lama, waktu pun menunjukan untuk aku segera mandi, aku
pun bergegas ke kamar mandi agar tidak didahului adik-
adikku.
Selepas mandi aku pun ke kamar untuk bersiap diri, tak
sengaja aku pun menoleh ke arah dapur aku melihat mamaku
yang sangat sibuk untuk menyiapkan sarapan serta bekal
untuk adik-adikku dan aku. Di situ aku melihat perhatian
seorang mama terhadap anaknya, tidak semua berupa ucapan
atau pun pemberian barang, tetapi dengan memberi perhatian

252
bagiku itu adalah sebuah kasih sayang yang besar dari seorang
mama kepada anak-anaknya.
Sekitar dua puluh menit sebelum jam tujuh aku pun
meminta izin kepada mama dan meminta doa agar aku pergi
sekolah dengan selamat dan mendapatkan ilmu yang
bermanfaat. Kenapa hanya mama? Karena hanya ada mama
yang selalu ada di rumah menemani kami, sedangkan papaku
jarang di rumah karena sudah ditugaskan keluar kota sekitar
tiga tahun belakangan ini dan seminggu sekali pulang, di hari
weekend itulah kami bisa berkumpul semua.
Dan sebelum aku berangkat sekolah, aku juga mengantar
adik-adikku ke sekolah mereka masing-masing. Setelah itu ,
aku menjemput temanku yang bernama Nabila untuk turun
sekolah bersama dengan arah rumah yang sejalur dengan
sekolah adikku yang bungsu.
Nabila ini adalah sahabatku , di mana ada aku, di situ ada
dia, dia sudah seperti saudara bagi ku, tapi sayangnya dia tidak
bisa mengemudi motor, jadi aku dan teman-temanlah yang
menjemputnya sekolah, itu pun kalau aku sakit atau ada suatu
halangan. Kemudian, kami pun berangkat sekolah bersama-
sama, entah bagaimana nasib kami pada hari itu tidak
terbayangkan rasanya, aku ingat sekali itu adalah hari
terburuk kami berdua.

253
Tepat pada tanggal 20 Agustus 2019 kami menabrak
seorang bapak-bapak yang sedang mengantar anaknya ke-
sekolah. Pada saat itu, terasa mimpi, benar-benar mimpi. Yang
mana aku terbaring di atas aspal sambil melihat sekelilingku,
hampir terasa tergumam bahkan aku kira tidak ada orang
sama sekali, bagiku itu pertama kali aku terjatuh dari motor
dan kebetulan motor yang aku bawa pada saat itu adalah
motor baru hadiah ulang tahunku, itu juga yang membuatku
langsung tersadar dari lamunan dan aku segera mengangkat
motorku yang jatuh.
Intinya perasaan saat itu sungguh kacau. Sambil
mengangkat motor aku pun menoleh ke belakang melihat
temanku yang bernama Nabila bangun dari jatuhnya dan
mengambil sepatu yang terlempar jauh dari kakinya saat
terpental ke aspal. Aku dan Nabila pun menyeret motor itu ke
tepi jalan sambil melihat bapak dan anak yang aku tabrak
menepikan motornya juga dan segera menghampiriku.Begitu
ramai orang yang melihat kejadian pada saat itu.
Anak bapak itu menangis tanpa henti sambil
mengatakan, “Sakit… sakit.”
Aku pun merasa sangat bersalah sampai luka di tubuhku
pun tak terasa. Nabila dengan raut muka yang masih panik atas
apa yang baru dia alami itu tidak berhenti menggetarkan

254
tangan nya. Aku pun langsung meminta maaf padanya ,“Maaf
ya, Nab.”
Dan langsung menanyakan bagian tubuhnya yang sakit.
“Sakit….tapi urus bapak itu dulu ,baru urus kita.” Nabila
menjawabku dengan suara bergetar. Aku sangat paham
perasaannya, aku juga merasakannya.
Tak lama menghela nafas bapak yang kami tabrak itu
pun menghampiri kami lalu sambil mengatakan, “Kamu bisa
tidak pakai motor!’’
Dengan nada yang begitu tinggi, sambil melotot ke arah
mataku. Aku pun merasa semakin takut,di satu sisi aku
berpikir bagaimana aku mengadu kepada orang rumah
sedangkan papaku lagi tidak berada di rumah dan hanya ada
mama, kemudian di satu sisi aku takut atas kecelakaan itu dan
pertanggungjawabanku. Tanpa memikirkan hal lain aku pun
langsung meminta maaf kepada bapak yang aku tabrak atas
kejadian itu, “Pak, saya minta maaf.’’
Itulah kata yang aku ucapkan berulang-ulang kali dengan
suara yang bergetar menahan rasa takut dan sedihku sambil
menahan air mata yang ingin jatuh. Sontak tanpa memikir
panjang aku pun mengutarakan janjiku kepada bapak itu
bahwa aku akan bertanggung jawab atas kesalahan yang aku
perbuat serta akan mengganti rugi kerusakan motor dan uang

255
berobat untuk bapak itu dan anak yang dibawa ya, tetapi aku
meminta untuk diperbolehkan ke sekolah pada saat itu
“Pak saya minta maaf pak, saya benar-benar tidak
sengaja.’’
“Apa boleh saya ke sekolah, Pak? Saya sekolah di SMA 2,
saya akan bertanggung jawab ,saya juga tidak akan kabur atas
kejadian ini, Pak.” Tak sengaja terlintas di benakku, tak
mengerti kenapa aku bisa berbicara dengan semudah itu.
“Uang dari mana aku dapat ini?”
Itulah kalimat yang terbayang setelah aku mengutarakan
janji ku kepada bapak itu. Selepas dari kalimat itu aku pun
mengulurkan tanganku terhadap bapak itu , dengan keyakinan
akan dimaafkan dan diperbolehkan pergi tanpa lupa akan
janjiku.
Lalu entah apa yang dipikiran bapak itu, dia pun
mengulurkan tangannya juga. Aku pun merasa sedikit lega
karena aku pikir bapak itu memercayaiku. Pada saat di
perjalanan menuju sekolah, kami berdua masih syok dan
terbayang-bayang di pikiran kami atas kejadian yang baru saja
menimpa kami berdua, kami masih tidak bisa percaya kejadian
itu bisa menimpa kami pada hari itu.
Saat sampai di sekolah, raut muka kami tidak seperti
biasanya entah kenapa tiba-tiba kami tidak ingin berbicara

256
pada siapa pun, walaupun mereka sudah menegur kami yang
hendak berjalan mengikuti upacara.
Pada saat kami berjalan menuju arah barisan yang pada
saat itu tak lama lagi akan di langsungkan apel pagi seperti
biasanya, teman-teman yang lain sibuk mempersiapkan diri
untuk mengikuti upacara, tapi tak begitu dengan kami, yang
ada dibenak dan pikiran aku dan Nabila hanya kejadian tadi.
Sehingga kami berdua tidak menghiraukan teguran dari
teman-teman kami, mereka pun terheran akan tingkah kami
yang tidak seperti biasa sambil mengatakan, “Kenapa mereka
berdua, diam dari tadi seolah-olah ada banyak hal yang
dipikirkan.”
Tak lama ada salah satu dari mereka menyaksikan
kejadian itu dan menghampiri aku dan Nabila yang terjatuh
tadi
“Kalian tidak apa-apa?”
“Ada yang luka-luka tidak?’’
Sontak teman- temanku pun langsung menghampiriku
dan menanyakan apa yang terjadi, pada saat itu belum
terlaksananya upacara. Aku sangat bingung ingat menjawab
apa dan aku hanya terdiam kala itu ,kondisi kami berdua mulai
melemah dan muka memucat pada saat upacara.
Tak lama kami pun digotong oleh teman-teman ku untuk
istirahat di UKS .

257
Kondisi UKS saat itu lumayan ramai sehingga kami hanya
bisa terduduk. Sekitar sepuluh menit berada di UKS. Tak lama
datang seorang guru mengatakan “Ada disini yang namanya
Ulfah dan Nabila?’’ sontak jantung pun berdebar,dalam hatiku
mengatakan “Ada apa lagi ini?’’
Kami berdua diajak guru itu ke ruang tamu,dan dugaan
aku benar bahwa ada hal buruk lagi yang menimpa.
Seorang polisi duduk di ruang tamu itu, aku pun sontak
ketakutan jantungku tak berhenti berdegup kencang. Air
mataku pun tak sengaja keluar, tapi raut muka bapak polisi itu
sedikit meredamkan perasaan ku, dia menanyakan,“Apa benar
adek tadi yang kecelakaan di depan Jalan Cemara tadi?’’
Aku pun mulai takut kembali untuk menjawabnya, di
pikiranku aku takut kalau aku dipenjara. Pada saat itu aku
menangis sambil mengatakan, “Iya, Pak.’’
Guru yang tadi memanggilku pun sontak mengelus
kepala dan memelukku untuk menenangkan perasaanku, dia
mengatakan, “Tidak apa, jujur saja, nak. Kamu harus berani
bertanggung jawab, tidak apa, ibu ada di sini.”
Akupun merasa lebih tenang atas ucapan ibu itu.
Setelah lama berunding, aku pun diajak ke kantor polisi
untuk ditanya lebih rinci atas kejadian tadi.
Aku berpikir apa yang harus aku bilang ke orang tuaku,
pasti mereka syok mendengar nya. Sambil menuju parkiran

258
untuk mengambil motor,ada seorang satpam yang
menghampiriku dan bertanya, “Masih mampu bawa motor,
dek?’’
Dengan raut muka ragu aku menjawab, “Mampu, Pak.’’
Di perjalanan menuju kantor polisi aku berbicara dengan
Nabila bagaimana selanjutnya.
“Aku takut, Nab. Gimana ini?”
Sambil meneteskan air mata,temanku pun
menjawab,“Dah, kita hadapi aja, mau gimana lagi dah terjadi.”
Sesampainya kami di kantor polisi, satpam sekolah itu
pun mengarahkan kami untuk ke ruangan pertemuan nanti,d i
situ aku dan temanku duduk sejenak dan ada satpam itu
membisikkan dan berkata,“Dek panggil orang tuamu.’’
Aku dengan raut muka yang takut tidak berani untuk
memanggilnya. Tak lama kami duduk datanglah bapak yang
kami tabrak itu, aku pun langsung memberanikan diri untuk
memanggil mamaku dan ditemankan satpam sekolah tadi.
Sesampainya di rumah aku menghela nafas dan mulai
masuk rumah dengan mengatakan,“Assalamualaikum, Ma.’’
Mama pun mendengar ucapan salamku dan menjawab,
“Waallaikumsalam.”
Mama bingung melihatku yang setengah menangis.
“Ada apa, Kak?’’ tanya mama.

259
Saking kuatnya aku menangis, tak mampu rasanya
mengungkapkan itu ke mama, akhirnya bapak satpam sekolah
itulah yang menyampaikan kejadian tadi kepada mamaku.
Mama pun terkejut.
“Kan benar, makanya pakai motor itu pelan-pelan.” Muka
mama pun mulai berubah menjadi kecewa.
Mama memberitahu papaku yang lagi bertugas di luar
kota.
“Pak, lihat anakmu pak, nabrak orang !”
Muncul kerutan di kening papa seolah ingin mencubit
telingaku.
Tapi aku salah menilainya.
“Uul udah dibilang bah, pakai motor itu pelan-pelan, apa
gak yang mau dikejar.”
“Tapi baik-baik kan, ndak ada luka parah?’’
Dalam hati ku mengatakan, “Sangat perhatiannya papa
sama aku, tapi aku telah mengecewakan dia.”
Tapi aku tidak bermaksud seperti itu. Semua orang tidak
ingin musibah seperti itu. Setelah lama membujuk mama ,
akhirnya mama pun mau ikut bersama ku ke kantor polisi
untuk menyelesaikan urusan ini.
Papa dengan jarak jauh sibuk menghubungi rekan serta
temannya untuk membantu kami di kantor polisi.

260
Akhirnya datanglah teman-teman papa, ada juga yang
beberapa memang keluarga, dan kebetulan abang Nabila itu
adalah polisi di situ. Setelah menunggu lama prosesnya,
akhirnya kami disuruh berkumpul untuk menentukan hasil
puncak dari kejadian ini. Kami memakai penyelesaian secara
kekeluargaan. Sambil menunggu surat keterangan, di situ kami
berbincang sedikit bahwa di tempat terjadinya kecelakaan itu
bukan hanya kami, melainkan sudah banyak memakan korban
dan tidak pernah diselesaikan, hanya dibiarkan begitu saja.
Bapak ini sengaja melaporkan kejadian yang menimpa
dirinya agar ke depannnya tidak ada kecelakaan di daerah itu,
dan agar polisi bisa berjaga di daerah tersebut pada saat jam
masuk sekolah, karena anak yang menuju ke arah sekolah baik
itu SMP maupun SMA yang membawa motor sendiri pasti
mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, tak bisa aku
pungkiri aku pun menyadarinya dan melakukannya. Tapi
tidak, semua itu adalah kesalahan anak sekolah, banyak orang
tua yang mengendarai motor tanpa mengerti, contohnya ia
ingin menyebrang ke arah kanan tapi lampu sen motornya ke
arah kiri otomatis motor dari belakang itu tidak tahu mana
tujuan dari orang tersebut. Hal inilah yang membuat kasus
kecelakaan meningkat tiap tahunnya.
Akhirnya pun masalah yang aku hadapi selesai, surat
perjanjian diberikan kepadaku dan bapak itu agar sewaktu-

261
waktu tidak ada penuntutan lagi atau balas dendam karna
sudah diselesaikan secara damai. Tak lupa akan janjiku, dari
pihak orang tuaku memberi uang berobat dan servis motor
yang sedikit menguras dompat mamaku. Akhirnya aku disuruh
kembali ke sekolah dengan hati-hati, aku pun merasa lega.

262
Oktavianus Dedi

N
amanya Abdul Coeng, orang-orang memanggilnya
Coeng. Ia bersekolah di SMAN 02 Nusantara. Dia
anak pertama dari dua bersaudara. Ia mempunyai
seorang adik perempuan, namanya Amellia Chinta. Pada suatu
hari, tampaklah Coeng sedang merenungkan nasibnya yang
sudah menggagumi seorang wanita, namun ia sulit untuk
mengutarakan perasaannya. Kamis, pagi-pagi sekitar pukul
06.00 WIB, tampaklah Coeng sedang berangkat ke sekolahnya,
Coeng mengendarai motor yang biasanya ia gunakan.
Sesudah sampai di sekolahnya, Coeng selalu
membersihkan dan merapikan ruang kelasnya, karena pada
hari itulah jadwal Coeng piket kelas. Setelah selesai sekolah,
Coeng pun bergegas pulang, di tengah perjalanan Coeng
melihat seorang nenek yang ingin menyeberangi jalan raya,
namun nenek itu tampak kebingungan. Lalu berhentilah Coeng
dan ia membantu nenek itu untuk menyebrangi jalan raya
tersebut. Setelah membantu nenek itu, Coeng melanjutkan
perjalanannya, Coeng pun tiba di rumahnya. Setelah tiba di

263
rumahnya Coeng segera mengganti pakaiannya, lalu ia juga
tidak lupa untuk makan siang.
Sesudah selesai makan siang, Coeng segera membantu
ibunya merapikan barang-barang di tokohnya.
“Bu, apa yang bisa Coeng bantu?”
“Tidak perlu, nak.”
“Tidak apa-apa bu... Coeng senang kok kalau dapat
membantu ibu merapikan barang-barang di toko. Lagian kalau
Coeng di rumah, Coeng bosan bu… tidak ada kerjaan, masa
Coeng hanya duduk dan bersantai di rumah bu… sedangkan
ibu kewalahan merapikan barang-barang di toko sendirian.”
“Iya…iya.” jawab ibu kepada Coeng .
“Kamu angkat kardus itu bawa masuk ke dalam rumah.”
Setelah selesai merapikan barang-barang di toko, Coeng
terlihat sangat lelah. Ibu pun memberikan segelas es teh
kepada Coeng. Hari sudah malam, Coeng dan keluarganya
berkumpul seperti biasanya untuk makan malam bersama.
“Bagaimana dengan sekolahmu ?” tanya sang Ayah
kepada Coeng.
“Baik yah.” jawab Coeng.
“Oh… kalau kamu Chinta? Bagaimana dengan sekolahmu
?” tanya sang ayah kepada Chinta.
“Baik juga yah.” jawab Chinta.
“Udah lanjutin makannya.”

264
“Udah kenyang bu.Coeng ke kamar duluan bu, yah, dan
Chinta. Good night.”
“Chinta juga udah kenyang nih. Chinta ke kamar juga
mau tidur. Good night.”
“Iya. Good night.”Kata Ibu.
“Good night. Semoga mimpi yang indah.”Kata ayah juga.
***
Malam telah berlalu, hari pun sudah pagi, jarum jam
menunjuk pukul 05.30 WIB.
“Bu, Yah, Chinta, Coeng berangkat sekolah dulu ya.” kata
Coeng dengan suara yang nyaring.
Coeng terlihat sangat buru-buru sekali, sehingga ia tidak
sempat sarapan pagi. Di tengah perjalanan Coeng mengendarai
motornya sambil bernyanyi. Bahkan sampai di sekolahnya pun
Coeng tetap bernyanyi, ia tidak berhentinya bernyanyi
sehingga teman-temannya pun keheranan melihat Coeng.
“Coeng kamu kenapa ? Kok hari ini kamu kelihatan
bahagia sekali?” Tanya Sari kepada Coeng.
“Tidak kenapa-napa kok.” Jawab Coeng kepada Sari.
“Kok kamu kelihatan berbeda sekali hari ini, biasanya
kamu pendiam aja. Bahkan kamu tidak pernah bernyanyi.”
Ucap Chindy kembali kepada Coeng.
“Oh… kalian mau tahu kenapa gue bahagia hari ini?”
tanya Coeng kembali kepada Sari dan Chindy.

265
“Iya.”Jawab Sari dan Chindy serentak.
“Begini, sebenarnya gue udah lama menyimpan
perasaan suka sama seorang wanita yang membuat gue selalu
mengingatnya di dalam benak gue.”
“Siapa wanita itu ?” tanya Chindy dengan cepat.
Sebenarnya Chindy sudah lama menyimpan perasaan
suka sama Coeng. Namun ia takut untuk mengatakannya .
“Jangan bilang kalau lo suka sama Ghisel” tuduh Sari.
“Hm, kok lo tahu?” kata Coeng.
“Tahulah, Ghiselkan wanita paling terpopuler di sekolah
kita. Bukan hanya lo yang mengagumi Ghisel, bahkan mungkin
rata-rata semua lelaki yang ada di sekolah kita.”
“Oh, Ghisel.” jawab Chindy dengan wajah yang tidak ceria
lagi.
“Sebaiknya lo jangan dekat-dekat dengan Ghisel.” Saran
Sari kepada Coeng.
“Kenapa ?” tanya Coeng.
“Karena itu dapat membahayakan diri lo sendiri. Lo kan
tahu kalau Ghisel itu sudah pacaran dengan Luky, si anak Geng
motor pembuat keonaran itu.”
“Iya gue tahu, tapi gue nggak tahu harus bagaimana lagi.”
ucap Coeng.
“Lo harus bisa jauhin Ghisel, demi keselamatan diri lo.”
Saran dari Sari.

266
“Tidak bisa Sari. Cinta itu butuh perjuangan dan
pengorbanan. Jika gue harus berhadapan dengan Luky
pacarnya Ghisel itu, gue sanggup kok.”
“Lo tahukan kalau Luky itu paling ditakutkan di sekolah
kita.” Kata Chindy.
“ Iya gue tahu, tapi gue harus bagaimana lagi ?”
“Lo jauhin Ghisel, gue nggak mau lo kenapa-napa” Kata
Chindy dengan wajah yang penuh kecemasan. Kemudian ia
pergi meninggalkan Coeng dan Sari.
“Chindy!” Suara Coeng memanggil Chindy dengan
nyaring.
“Kenapa Chindy pergi, Sari ?”
“Gue juga nggak tahu, mungkin belum saatnya.” Sari
pergi mengejar Chindy dan meninggalkan Coeng.
“Belum saatnya. Mengapa Sari?” Tanya Coeng dengan
suara nyaring kepada Sari. Coeng pun kebingungan.
Saat Coeng, Sari, dan Chindy berbincangan, tanpa
sengaja ada teman Luky yang bernama Beni melihat, dan
merekam perbincangan mereka. Lalu segeralah Beni
melaporkan hal tersebut kepada Luky.
“Bos… bos.” Suara Beni yang kewalahan habis berlarian
memanggil Luky.
“Iya…ada apa ?” Tanya Luky.
“Ada kabar yang kurang baik bos.”

267
“Apa?”
“Tadi bos…”
“Iya, tadi kenapa ?”
“Tadi tanpa sengaja gue merekam perkataan-perkataan
Coeng”
“Hah? Coeng…siapa ?”
“Itu bos, anak kelas sebelah”
“Nggak kenal gue.”Kata Luky tak peduli.
“Ya udah nggak usah di pikirkan lagi. Nih dengar
rekamannya bos.” Beni menyerahkan rekamannya kepada
Luky.
Luky mendengarkan rekaman yang Beni berikan kepada
dia. Kemudian tampaklah muka Luky yang garang itu.
“Kurang ajar, berani sekali dia.” Kata Luky dengan
perasaan yang penuh emosi sambil memukul meja.
Beni pun terkejut melihat Luky yang penuh dengan
keemosian.
“Sabar bos.”
“Sabar…sabar…gimana gue mau sabar, lo tahukan kalau
Ghisel itu pacar gue. Terus dengan mudahnya dia mengatakan
dia suka sama Ghisel, pastinya gue nggak relalah kalau ada
cowok yang dekat-dekat Ghisel, dan berani sekali dia
menantang gue.”

268
“Iya gue tahu bos, tapi sebaiknya bos tenangkan pikiran
bos dulu dan kendalikan emosi bos.”
“Tahu apa lo? Sekarang juga lo ajak teman-teman
kumpul di base camp.”
“Tapi bos…”
“Tapi apa lagi? Gue suruh lo ajak teman-teman kumpul di
base camp.Cepat…”
“Iya bos.”
Beni segera mencari teman-temannya dan mengajak
teman-temannya berkumpul di base camp. Dimana base camp
itu sudah menjadi tempat untuk mereka berkumpul dan
menyusun rencana-rencana mereka. Base camp itu adalah
warung Bi Asih yang selalu ramai dipenuhi oleh siswa-siswa
SMAN 02 Nusantara. Tibalah Luky dan teman-temannya di
base camp, semua siswa yang ada di warung Bi Asih itu pergi
karena takut dengan Luky dan teman-temannya. Teman-teman
Luky adalah Juno, Aryo, Yudi, Hendra, Yayan, dan Angga,
termasuk Beni juga. Beni sebenarnya anak yang baik, pintar
dan kreatif, namun ia harus terpaksa ikut gengnya Luky karena
ia sering diancam oleh Luky.
Luky dan teman-temannya menyusun rencana untuk
menghajar Coeng, kecuali Beni ia tidak ikut karena ia tidak
suka dengan keonaran atau perkelahian.

269
“Ngomong-ngomong ada apa nih kita diajak
berkumpul?” Tanya Yayan kepada Luky.
“Oke, jadi begini, gue mengajak kalian berkumpul untuk
menyusun rencana.”
“Rencana apa lagi ?” Tanya Juno.
“Nih dengar.” Tanpa basa-basi Luky pun memutar
rekaman yang diberi oleh Beni.
“Oh, berani sekali dia ngomong seperti itu, belum tahu
dia siapa kita sebenarnya.”
“Hajar aja.”
“Gue setuju Yudi… Hajar aja.”
“Gimana geng setuju, kita hajar pulang sekolah nanti?”
tanya Luky kepada teman-temannya.
“Setuju.” Ucap Yudi sambil menunjuk tangan.
Teman-teman Luky sudah menyetujui rencana untuk
menghajar Coeng. Mereka akan menjalankan rencananya
pulang sekolah nanti.

270
Rachmenia Herdamayanti

P
agi-pagi sekali ia sudah berkemas ,menyiapkan
barang-barang yang hendak ia bawa kemudian
mengecek kembali barang-barang yang sudah ia
persiapkan. Jam sudah menunjukan pukul 04:15 ia pun keluar
dari kamar untuk mengambil wudhu, ia hendak sholat subuh.
Setelah keluar dari kamar mandi ia masuk kembali ia
masuk ke dalam kamar. Segera ia menggelar karpet yang biasa
dia gunakan untuk alas sholatnya. Ia duduk sejenak seraya
menimang kembali keputusan yang ia ambil. Tak lama
kemudian adzan subuh berkumandang. Setelah selesai,ia
merapikan tempat tidurnya kemudian dia menggendong tas
ranselnya. Randy pun keluar dari kamar saat jam sudah
menunjukkan pukul 04:45. Nama pemuda itu adalah Randy
seorang pemuda yang pantang menyerah, mandiri, dan gigih
dalam pendiriannya.
Setelah keluar dari kamar ia pun menuju ke dapur untuk
menemui sang bunda.
“Bu, Randy mau pamit.” ucapnya seraya menghampiri
sang bunda
271
“Sarapan dulu nak, Ibu sudah menyiapkan sarapan.” kata
sang bunda sambil menyendokkan nasi kuning spesial yang
sengaja ia buatkan untuk anak semata wayangnya. Randy pun
duduk dimeja makan bersiap untuk menyantap hidangan yang
telah bundanya siapkan. Setalah selesai, Randy diantar ibunya
ke teras depan rumahnya.
Randy pun berpamitan kepada ibu dan ayahnya ,karena
menurut Randy tanpa dukungan dan doa dari kedua orang
tuanya dia tidak bisa berbuat apa-apa, Randy pun mencium
tangan sang ibu sambil berkata,“Bu,doakan Randy agar semua
jalan yang akan dijalani diberikan kemudahan, doakan Randy
juga agar bisa membuat bangga ibu dan bapak.” Ucap Randy
kepada sang bunda.
“Iya nak, ibu selalu berdoa untuk kebaikan kamu,
semoga jalan yang sudah kamu pertimbangkan jauh
sebelumnya bisa membuat kami bangga.” ucap sang bunda
sambil meneteskan air mata.
Randy pun beralih berpamitan kepada sang
ayah,“Yah,doakan yang terbaik buat Randy, ya!” ucapnya
sambil mencium tangan sang ayah.
“Selalu nak, orang tua hanya bisa berdoa, membantu
apabila ada yang bisa dibantu.” Kata sang ayah .
Randy pun mengangguk menandakan bahwa ia paham
apa yang dikatakan ayahnya.

272
“Ya sudah, kalau begitu biar ayah yang antar ke halte.”
Ucap sang ayah seraya berdiri dari duduknya.
Ayah Randy pun mengeluarkan sepeda motor tua yang ia
miliki satu-satunya. Randy pun segera naik di boncengan sang
Ayah.
“Randy pergi dulu, bu!” ucap Randy saat meninggalkan
halaman rumahnya.
Tak butuh waktu lama ,Randy dan ayah pun tiba di halte
bus. Randy segera turun dari motor sang ayah.
“Ayah pulang dulu ya,Ran.” Kata sang ayah.
“Loh, ayah nggak nungguin sampe bus yang Randy pesan
datang?” Tanya Randy.
“Kan kamu udah besar masa nunggu bus harus
ditemanin.” goda sang ayah pada anaknya
“Ayah bisa aja ,ya sudah kalo begitu, hati-hati!” ujar
Randy sambil bersalaman lagi pada sang ayah.
“Iya, kamu hati-hati di sana jangan menyusahkan
paman.” Sang ayah berkata pada Randy. Randy pun
mengangguk tanda mengerti dengan ucapan ayahnya.
Setelah ayahnya pergi, Randy pun menuju ke halte
untuk menunggu kedatangan busnya. Tak lama setelah itu bus
yang ditunggunya pun akhirnya datang juga, Randy pun segera
masuk dalam bus memilih tempat duduk yang masih kosong.
Di pojok belakang bus ada tempat duduk yang masih kosong.

273
Ia pun menuju ke tempat duduk yang kosong tersebut.
Sesampainya di situ ia menyapa orang yang duduk di
sebelahnya.
“Mau kemana, mas?” sapa Randy.
“Mau ke tempat saudara mas, mau main ke sana.”
“Oh,daerah mana mas?” Tanya Randy lagi
“Di daerah Tanjung Priok mas.”
“Oh, daerah pelabuhan, ya?” ucap Randy sambil
tersenyum
“Iya, mas sendiri mau kemana?”
“Saya mau ke Jakarta mas, mau kerja.” kata Randy
“Oh, masih muda tapi jiwa pekerja keras ya, saya salut
sama orang seperti mas.”Kata pemuda yang duduk di
sampingnya itu.
“Hehe, iya mas mau bantu-bantu orang tua.” Ucap Randy
Randy merasa orang yang di sampingnya adalah orang
yang asyik untuk teman mengobrol dalam perjalanan mereka
berdua saling bertukar pengalaman. Tak terasa Randy sudah
berada dalam bus selama 1 jam, sebentar lagi dia akan sampai
di stasiun kereta. Tak lama kemudian bus berhenti tepat di
depan gerbang stasiun kereta. Randy pun segera turun dari bus
segera ia masuk ke dalam stasiun, Randy duduk di salah satu
kursi stasiun. Tak lama pun kereta datang. Randy bergegas
masuk ke dalam gerbong kereta dengan tujuan Yogyakarta-

274
Jakarta. Randy hendak merantau ke kota metropolitan, ia mau
bekerja dengan pamannya yang memilik toko bangunan di
Jakarta.
Setelah menempuh kurang lebih 8 jam perjalanan
akhirnya ia sampai di stasiun Kota Jakarta. Saat sampai di
stasiun Randy menelpon pamannya.
“Halo paman saya sudah sampai di stasiun, sekarang
saya di dekat pintu masuk.”
“Oh iya Ran, tunggu paman dulu, paman sudah mau
sampai ini.”
“Baik, paman.”
Randy kemudian memutuskan sambungan teleponnya.
Randy melihat ada warung di dekat gerbang masuk. Ia pun
menuju ke sana untuk sekedar membeli minuman dingin.
“Bu, air mineral botol yang dingin berapa?”
“5 ribu aja dek”
Randy pun menyerahkan selembar uang 5 ribu kepada
ibu yang memiliki warung itu. Sambil menunggu pamannya
Randy duduk di warung itu, Randy beristirahat sejenak. Tak
lama kemudian Randy melihat pamannya di parkiran mobil,
segera ia bergegas menghampiri pamannya.
“Paman!” Sapa Randy saat jarak mereka tinggal
beberapa langkah.

275
“Eh, kamu ternyata Ran, baru aja paman mau masuk
ternyata kamu udah di luar.” ujar pamannya.
“Habis beli air minum paman.” kata Randy sambil
menyalami pamannya.
“Ya sudah kalo begitu. Ayo kita ke mobil paman!Kita cari
makan dulu.”
Randy pun mengikuti pamannya menuju parkiran mobil.
Saat sudah sampai di mobil pamannya, Randy pun segera
masuk ke dalam mobil. Pamannya pun segera melajukan mobil
keluar dari stasiun kereta. Randy pun bercerita kepada
pamannya tentang perjalanan yang ia lalui dari kampung
sampai stasiun Jakarta.
“Jadi, gimana seru nggak perjalanannya?” Kata
pamannya.
“Seru sih paman, tapi ya agak was-was, kan ini pertama
kali naik kereta.” Ujar Randy sambil menoleh ke pamannya.
“Paman dulu juga beitu Ran, pas pertama naik kereta
tidur aja was-wasan bentar-bentar bangun,” ujar paman Randy
sambil terkekeh.
Mereka pun bercerita dan bertukar pengalaman tentang
kehidupan yang mereka alami.
Akhirnya mobil pamannya Randy singgah di rumah
makan khas Jakarta. Sesampainya di sana pamannya pun
langsung menyuruh Randy masuk. Randy pun mengikuti

276
arahan pamannya, saat masuk ke dalam rumah makan Randy
pun dihidangkan oleh makanan –makanan khas Jakarta.
“Ayo dimakan Ran,dirasakan gimana masakan Jakarta.”
Kata pamannya.
“Iya paman makasih.” Randy pun segera menyantap
hidangan-hidangan tersebut dengan lahap.
“Gimana rasanya Ran?” Tanya paman saat sudah selesai
makan.
“Wah, ndak kalah sama masakan Jogja paman.”Kata
Randy sambil tertawa.
“Iya, paman juga merasa begitu, ndak kalah enak.”
Selesai makan mereka melanjutkan perjalanannya kembali.
Kedatangan Randy di kota Jakarta tidak hanya disambut
dengan makanan khas Jakarta tetapi juga disambut dengan
tugu selamat datang di Kota Jakarta. Setelah menempuh jarak
kurang lebih 1 jam setengah akhirnya Randy sampai di
kompleks perumahan pamannya.
Tibanya di sana ia juga disambut dengan bibi dan juga
sepupu-sepupu dia yang lainnya. Randy pun menyalami
bibinya dan saudara-saudaranya yang lain. Randy pun
berbincang-bincang dengan keluarganya yang datang
menyambut dia.
Tak terasa malam sudah begitu larut, Randy pun
dipersilakan istirahat oleh bibinya. Ia sudah disiapkan kamar

277
oleh bibinya, nantinya saat ia sudah mulai bekerja, Randy akan
tinggal di rumah pamannya, karena pamannya tidak
mengizinkan dia menyewa kos, katanya menghemat biaya toh
katanya paman dan juga bibinya hanya tinggal berdua anak-
anaknya sudah pada bekerja di luar kota dan jarang pulang.
Sebelum tidur Randy membersihkan diri dulu. Setelah
itu ia mengemas baju yang ia bawa untuk dimasukkan ke
dalam lemari yang udah disiapkan untuk dirinya. Setelah
semuanya rapi ia pun bersiap untuk tidur.
Keesokan harinya, ia pun membantu bibinya
membereskan halaman belakang rumah pamannya. Setelah
pukul 08:00 bibinya pun mengajak ia sarapan. Sesampainya di
meja makan sudah banyak makanan yang tersaji di sana.
“Ayo dimakan Randy, makan yang banyak.” Ujar bibinya
ramah.
“Iya bi, ini udah cukup, maaf ya Randy merepotkan.”Kata
Randy sungkan.
“Ndak apa Ran, anggap seperti rumah sendiri aja, paman
di sini sebagai ayahmu, dan bibi sebagai ibumu juga.” Kata
paman.
“Iya paman terima kasih banyak,” kata Randy sambil
tersenyum .

278
Rencananya paman Randy akan mengajak Randy pergi
mengunjungi tokonya setelah sarapan nanti. Setelah sarapan
Randy dan pamannya bersiap untuk pergi ke toko pamannya.
Di dalam perjalanan, pamannya hanya memberi tahu
bagaimana prosedur kerja di toko miliknya. Tak butuh waktu
lama mereka pun sampai di toko pamannya, pamannya pun
mengajak Randy turun untuk melihat kondisi toko pamannya.
Pamannya pun menunjukkan kepada karyawan yang lain
bahwa Randy juga kan bekerja di sini. Pamannya pun mengajak
Randy berkeliling tokonya menunjukkan di mana bagian kerja
Randy kelak. Randy di tempatkan oleh pamannya di bagian
mendata barang yang masuk dan keluar. Setelah itu pun Randy
dan pamannya pulang, karena kata pamannya Randy harus
istirahat agar besok ia bisa bekerja. Sesampainya di rumah
paman dan Randy mengobrol di ruang tamu.
“Gimana Ran, cocok atau tidak sama posisi kerja kamu?”
Tanya paman.
“Saya sih cocok aja paman, nanti akan saya coba dulu,”
kata Randy sambil tersenyum.
“Ya sudah, kalau rasa kamu cocok ,nanti kalo ndak betah
kan bisa paman pindah ke bagian yang lain.” Kata pamannya.
“Ya sudah, kamu istirahat aja dulu sana biar besok pagi
bisa bekerja.” Saran paman Randy.
“Iya paman, Randy permisi dulu.”

279
Randy pun menuju ke kamarnya untuk istirahat. Tiba
malam hari Randi pun makan malam bersama paman dan
bibinya. Setelah itu dilanjutkan dengan mereka berbincang-
bincang.
Keesokan paginya Randy sudah bersiap-siap untuk
berangkat ke toko. Saat ia keluar dari kamar ia melihat bibinya
menyiapkan makanan untuk sarapan. Ia pun membantu
bibinya menyiapkan hidangan untuk sarapan. Setelah selesai
makan, Randy dan pamannya pun pergi ke toko.
“Bi, Randy pamit ke toko dulu, ya!”kata Randy sambil
mencium tangan si bibi yang sudah ia anggap sebagai ibunya
sendiri.
“Iya hati-hati Randy.”Jawab sang bibi.
Setelah itu mereka berangkat ke toko, sesampainya di
toko Randy bergegas menuju ke tempat di mana ia bekerja,
walaupun ia keponakan dari sang pemilik toko Randy tetap
mengikuti peraturan yang ada. Oleh sebab itu, banyak yang
menyukai sikap Randy yang tidak sombong dan selalu rendah
hati. Hari pertama ia bekerja semuanya berjalan dengan baik.
Sesampainya di rumah ia segera membersihkan diri dan
bersiap untuk makan malam. Sesampainya di meja makan
ternyata disana sudah ada bibi dan juga pamannya.
“Ayo kita makan dulu! Nanti selesai makan baru kita
ngobrol-ngobrol, ya.” Ucap bibinya .

280
Randy pun mengikuti anjuran sang bibi,setelah itu
mereka berbincang-bincang mengenai pekerjaan Randy di
toko.
Kehidupan Randy berjalan seperti biasanya ia tetap
bekerja di toko pamannya.
Tak terasa Randy sudah bekerja selama 1 tahun
ditempat sang paman, selama itu juga Randy pulang dan pergi
bekerja bersama pamannya. Selama 1 tahun bekerja Randy
rajin mengirim uang untuk orang tuanya di kampung halaman.
Randy anak yang rajin pamannya sangat salut dan bangga
kepada dia. Randy tidak pernah berfoya-foya menggunakan
sisa uang gaji dia. Randy pernah bilang kepada pamannya apa
bila uang sisa gajinya akan dia pergunakan membangun toko
bangunan di kampung halamannya alasannya agar ia bisa
tinggal bersana orang tuanya.
“Paman nanti kalau uang Randy udah cukup buat bikin
toko di kampung, paman tolong bantu mengatur bagaimana
bagusnya toko Randy, ya?” pinta Randy kepada pamannya.
“Iya Ran, selama itu bisa paman kerjakan nanti paman
akan bantu apa yang bisa paman bantu.” Kata sang paman
sambil tersenyum.
Pamannya juga merasa bangga kepada Randy ia anak
yang rajin, dan pantang menyerah. Kebanyakan pemuda di usia
dia masih senang bermain-main bersama teman-temannya,

281
tetapi tidak untuk Randy dia adalah sosok pejuang muda yang
sangat ulet dalam mengerjakan sesuatu hal apapun itu.
Tiba saatnya di mana keinginan Randy benar-benar
tercapai. Di tahun ketiga tepat saat ia mulai bekerja di tempat
pamannya, sekarang toko bangunan Randy hampir selesai
dibangun, itu semua berkat doa, dukungan kedua orang tuanya
tak lupa juga berkat paman dan bibinya yang selalu
mendukung Randy dan mendoakannya. Rencananya tokonya
akan dia resmikan tepat di hari ulang tahun pernikahan kedua
orang tuanya yang ke 25 tahun nanti. Randy persembahkan
toko itu untuk ayah dan ibunya.
“Bu, yah, toko yang Randy bangun itu, Randy
persembahkan kepada kalian, karena tanpa doa dan dukungan
ibu dan ayah Randy tidak bisa apa-apa,” ucap Randy dengan
sungguh-sungguh.
Ayah dan Ibu Randy sangat terharu dengan apa yang
sudah Randy capai diusianya yang masih dibilang muda.
“Nak, ibu dan ayah sangat bangga sama kamu,terima
kasih sudah membuat kami bangga.” Ucap Ibu.
Randy pun mengangguk tanda mengiyakan ucapan
ibunya.
“Sama-sama bu, Randy sengaja membuat toko itu di
kampung kita, agar Randy bisa tinggal sama ibu dan bapak, dan

282
supaya orang kampung sini tidak perlu jauh-jauh membeli
bahan-bahan bangunan,” ujar Randy dengan tulus.
Toko bangunan itu juga menjadi bukti bahwa Randy
pernah berjuang untuk membanggakan orang tuanya,
sekaligus toko itu menjadi saksi bukti perjuangan keras Randy
menjadi seorang pejuang muda.

283
Renny Natalia

S
iang itu hujan begitu deras, seorang gadis duduk di
halte bus dengan tas biru di punggungnya. Sebut saja
namanya Lia, gadis yang duduk di kelas dua SMA .
Setiap berangkat atau pulang sekolah ia selalu naik bus yang
searah dengan sekolah dan rumahnya. Ia memiliki kendaraan
sendiri namun ia memilih naik bus setiap harinya karena ia
merasa sangat nyaman saat berjuang pergi ke halte apalagi
saat tertinggal bus itu merupakan kesenangan tersendiri
baginya.
Tak beberapa lama ia menunggu bus, terdengar ketukan
sepatu yang mengarah dekat padanya. Dilihatnya tepat
seorang lelaki duduk di sampingnya, dengan seragam yang
sama dengan yang ia pakai. Ia sedikit mengerutkan dahi, ia
sama sekali belum pernah melihat lelaki itu.
“Deras juga hujannya,” ucap lelaki itu dengan rambut dan
baju yang tampak basah . Lia menoleh sembari tersenyum.

284
Tak beberapa menit bus pun datang. Mereka pun naik
bus tersebut. Tanpa sadar ternyata mereka duduk
bersebelahan. Mereka diam – diam menikmatinya, menikmati
dinginnya siang itu dan derasnya hujan yang seakan menjadi
saksi bisu di antara mereka, serta derai air hujan yang tampak
indah bila dilihat dari dalam bus . Bus pun sampai terminal
berikutnya dan hujan telah berhenti. Mereka pun turun.
“ Bolehkah aku tahu namamu?” tanya lelaki itu dengan
sedikit keras, karena Lia sudah agak jauh darinya.
Lia berbalik.
“Lia.” jawab Lia sambil tersenyum .
Lelaki itu tersenyum .
“Namamu ?” tanya Lia .
“Yogi.” jawab lelaki itu. Mereka pun mengawali
perkenalan dan perpisahan di persimpangan jalan .

***
Drrrrrt …….. drrrrrrt …….drrrrrrt
Ponsel Lia bergetar.
“Enghh..”erang Lia yang terbangun karena dering hp Lia
yang menandakan ada yang menelpon. Lia pun mengambil
ponselnya yang berada di meja belajar .
Ternyata Amel yang menelpon Lia. Amel ini sahabat Lia,
mereka temanan dari mereka masih TK hingga sekarang.

285
“Halo Mel.” kata Lia
“Lia lo kok lama banget angkat telfon gue? Lo nggak liat
sekarang udah jam berapa? Lo itu ya…” Lia menjauhkan
ponselnya dari telinganya karena suara Amel yang sangat cetar
membahana.
“Ish, iya Mel ni gue baru bangun.” Ucap Lia sambil
menguap.
“Apa? Lo baru bangun. Astaga Lia. Makan apa gue
semalem sampe gue punya temen yang kebo kayak lo.” Ucap
amel dengan kesal.
“Iya Amel. Huh udah ya marahnya , gue mau mandi ni,
ntar gue telat gara-gara lo nelfon gue lama-lama.” Lia pun pergi
ke kamar mandi buat mandi . Lima belas menit Lia baru keluar
dari kamar mandi.
“ Bangun pagi ku langsung mandi , tidak lupa charger
ponselku. Habis itu kupakai seragamku eww kok makin ngak
nyambung, ya?” ucap Lia pada dirinya sendiri.
Setelah Lia selesai menggunakan seragamnya , dia tidak
lupa memoles bedak bayi di wajahnya serta sedikit liptint . Lia
pun menghampiri Bi Imah yang sedang menyiapkan makanan.
Disini Lia tinggal sama Bi Imah,pembantu Lia. Dari kecil Lia
diurus sama Bi Imah karena orang tua Lia yang selalu pergi ke
luar kota. Katanya sih demi masa depan Lia . Tapi Lia tidak

286
memikirkan itu, yang Lia butuhkan hanyalah perhatian dan
kasih sayang dari orangtua Lia .
“Masak apa, Bi?”
“Eh non Lia , ini bibi masak nasi goreng kesukaan non
Lia.”
“Wah, nasi goreng. Makin laper Lia, Bi.” Ucap Lia sambil
tersenyum.
“ Sok, dimakan non. Bibi siram tanaman dulu di
belakang.”
“Iya, Bi.”
Bi Imah pun pergi ke belakang untuk menyiram
tanaman. Sementara Lia menghabiskan sarapannya.
“Ugh... kenyang.” Ucap Lia sambil mengelus perutnya
yang sudah sedikit buncit karena makanan yang ia makan tadi.
Setelah selesai makan , Lia berangkat ke sekolah. Hari ini
dia tidak naik bus karena busnya udah lewat dari jam 06:00
tadi, sementara sekarang udah jam 06:45.
07:10 Lia baru sampai di SMA 27 Ngabang. Jadi, di
sekolah ini masuknya jam 07:20. Emang agak lama, tapi
pulangnya juga lama
Lia turun dari mobil sport nya langsung menuju ke kelas.
Di sepanjang jalan banyak yang menyapa Lia, karena Lia
termasuk murid yang terkenal atau bahasa gaulnya most

287
wanted. Pas di belokan, Lia tiba-tiba terjatuh karena ada yang
menabraknya.
“Aduh.” kata Lia kesakitan karena bokongnya mendarat
di lantai akibat ditabrak tadi.
“Eh maaf gue nggak sengaja.” Ucap orang yang
menabrak Lia sambil mengulurkan tangannya bermaksud
menolong Lia.
Lia yang melihat ada tangan orang langsung
menyambutnya. Pas Lia lihat siapa yang menabraknya Lia
langsung kaget dan deg-degan.
“Eh iya emmm gue ngak kenapa-napa kok,” ucap Lia
sambil tersenyum untuk menutupi hatinya yang berdebar
serta bokongnya yang bisa dibilang sakit.
Yogi hanya diam menatap Lia.
Lia yang ditatap seperti itu bingung.
“Nih cowok kok diem ya, apa ada yang aneh dengan gue?
Eh tapi nggak mungkin dong kan baru kemaren kenalannya
masa udah lupa. Aneh ni cowok untung ganteng.”Ucap Lia di
dalam hati.
“Emm yaudah gue duluan, ya.” Setelah Lia mengucapkan
itu ia langsung pergi meninggalkan Yogi.
***

BRAKKK

288
Suara pintu yang didorong oleh Lia.
“Ya ampun Lia. Lo kalau mau masuk, selow dong jangan
dobrak pintu. Untung jantung gue nggak copot. Kalau sampai
copot ganti dengan jantung lo,” marah Amel ke Lia.
“Selow dong nggak usah marah-marah, nih ya tadi gue
ketemu sama cowok aneh bla bla bla..” Lia menceritakan
dengan sedetail-detailnya tentang Yogi cowok yang
berkenalan dengan nya kemarin sampai pertemuan mereka
dengan cara yang tidak menyenangkan.
“What! Pfff, aduh Lia… lucu banget tau nggak lo. Lo
sampai jatuh segala lagi hahaha.” ketawa Amel.
“Isss Mel lo kok ketawain gue sih, nggak lucu tahu.”
“Itu menurut lo, menurut gue itu lucu tahu.” Protes Amel.
“Jahat lo sama sahabat sendiri. Amel sahabat lo ini lagi
susah lo malah ketawa.”
“Hehehe maap ya.”
“Serah deng.”
***
“Eh eh eh lo kenal yang nama nya Yogi , nggak” Lia
bertanya kepada siswa yang di lewatinya.
“Hah Yogi?Oh, Yogi anak baru itu, iya gue kenal. Kenapa?”
tanya siswa itu.
“Lo lihat dia nggak?”

289
“Kemarin gue main bareng dia,tapi hari ini dia nggak
masuk.”
“Lah kok nggak masuk, dia kenapa?”
“Dia udah pindah.”
“Hah pindah?Maksud lo pindah sekolah?”
“Iya pindah,hari ini dia pindah sekolah.”
Lia pun terdiam. Ia merasa seperti ada yang mencubit
hatinya. Dia merasa kehilangan, kehilangan sosok Yogi yang
disukainya. Walaupun mereka baru kenalan. Ia juga merasa
kecewa karena dia belum sempat bertanya-tanya tentang Yogi.
Bagi Lia, setiap pertemuan pasti ada perpisahan, tapi Lia
tidak menyangka perpisahannya akan secepat ini.
Semenjak itu Lia menjalani hari-harinya seperti biasa,
namun Lia merasa hampa.

290
Sevti Ayu Azmi Wandira

D
i suatu taman tempat yang biasa kudatangi untuk
merenungi hariku dan tempat yang menjadi objek
fotografi. Aku melihat sosok anak kecil yang cantik,
manis dan lucu. Kulihat ia sedang memegang selembar kertas
dan sebuah pensil, ia begitu fokus pada kertas dan gedung yang
ada di hadapannya. Sepertinya ia sedang menggambar gedung
itu. saat aku ingin mendekati anak itu, tiba-tiba ada seorang
laki-laki yang mendekatinya lebih dulu. Dia terlihat manis
ketika ia tersenyum kepada bocah itu. Ia meraih kertas dan
pensil yang ada di tangan bocah itu.
Dan dia langsung duduk di samping anak itu, aku
memperhatikannya dari kejauhan. Ia terlihat seperti sedang
mengajari anak itu menggambar. Mungkin, anak kecil itu
belum pandai menggambar, jadi ia menghampirinya untuk
mengajarinya. Aku sangat penasaran dengan apa yang dia
lakukan pada anak itu. Lantas, aku langsung berdiri dari kursi
taman dan menghampirinya.
“Hey, kalian sedang apa di sini?” Sapaku.

291
“Aku mengajarinya menggambar, karena kulihat dari
gambarnya sepertinya dia belum pandai
menggambar,”jawabnya.
“Oh gitu, aku Shila, nama kamu siapa?” Tanyaku pada
lelaki itu, lalu aku langsung duduk di sampingnya.
“Aku Syarif. Oh ya, kamu sekolah di SMA Negeri 1, ya?”
Tanya Syarif.
“Iya, tahu dari mana?” Tanyaku.
“Ya, gak tahu dari siapa-siapa sih. Cuma dari seragamnya
aku kenal gitu.” Jelasnya.
“Oh, aku kira tahu dari siapa.” Kataku.
“Kamu ke sini sendirian, Shil?” Tanya Syarif.
“Iya, aku ke sini sendiri. Aku sering kok ke sini, ini tempat
favorit aku.” Jelasku.
“Oh, gitu ya, berarti kalo misalkan kamu lagi seneng atau
sedih kamu pasti ke sini dong?” Tanya Syarif.

“Iya.” Jawabku singkat.


“Ini kan udah sore juga kayaknya mending kita pulang
aja. Aku anter kamu pulang deh, gimana?” Tanya Syarif.
“Hmmm, aku udah biasa pulang sendiri gak usah dianter
juga gak papa kok.” Jelasku

292
“Oke, kalo gitu besok kan libur kita ke sini lagi gimana?
Aku yang jemput deh, nanti kirimin alamat kamu aja ke aku
lewat WA.” Ajaknya.
“Iya deh, boleh.” Jawabku.
Aku pun langsung pulang menuju rumahku dengan
kendaraan umum online.
***
Sampai di rumah aku langsung bergegas mandi dan
makan. Aku selalu lapar ketika sore hari. Setelah makan aku
membuka laptopku dan menonton film. Aku suka nonton film,
apalagi kalau itu film korea. Saat aku telah menekan tombol on
di laptopku, aku ingat untuk mengirim alamatku pada Syarif.
Aku langsung mengambil ponselku dari tempat tidur dan
memberinya alamat rumahku. Aku kembali memainkan
laptopku dan menonton film.
Saat durasi filmnya sudah sampai lima menit, ponselku
berbunyi. Aku pun membukanya, itu balasan WA dari Syarif.
Kami bercakap-cakap lewat WA dengan waktu yang lumayan
lama.
Tak terasa film yang kutonton sambil chat dengan Syarif
telah selesai. Aku menonaktifkan laptopku dan langsung
membaca buku. Setelah membaca buku aku merasa ngantuk,
aku pun langsung membereskan semua buku yang kubaca dan

293
juga tas sekolah yang tadi belum aku rapikan dan beranjak
tidur.
***
Aku terbangun di pagi hari pada pukul 05.00, aku pun
beranjak dari tempat tidurku lalu sholat subuh dan mandi.
Sesuai dengan janjiku pada Syarif, setelah mandi aku sarapan
dan bersiap-siap untuk pergi ke taman bersamanya. Saat aku
telah selesai berdandan Syarif sudah ada di depan rumahku,
aku pun langsung ke luar rumah untuk menemuinya. Aku dan
Syarif pun langsung pergi ke taman itu. Taman ini akan sangat
ramai ketika hari libur, dan aku pun langsung mencari-cari
kursi taman yang kosong.
“Kita duduk di situ, yuk!” Ajakku sambil menunjuk ke
sebuah bangku taman yang kosong.
“Oh, oke.” Jawabnya.
Aku dan Syarif pun langsung duduk di kursi taman itu.
Dan Syarif pun mulai membuka percakapan denganku.
“Aku mau nanya dong. Kamu tuh hobinya apa, ya?” Tanya
Syarif.
“Aku itu sukanya nulis sama nonton film. Emangnya
kenapa?” Tanyaku.
“Ya, gak papa sih cuma pengen nanya aja gitu.” Jawabnya.
Saat itu, aku dan Syarif menjadi begitu dekat. Kami
sering berkomunikasi satu sama lain, sampai pada suatu titik,

294
aku merasa bahwa aku selalu ingin bersamanya. Apa mungkin
aku jatuh cinta padanya? Tapi, kalo iya apa dia juga suka sama
aku? Entahlah, lagian gak mungkin juga dia suka sama aku.
Lagian aku itu kenapa sih, akhir-akhir ini jadi sering mikirin dia
terus. Kenapa aku selalu ngerasa nyaman kalau ada di dekat
dia.
***
Beberapa hari kemudian, Syarif mengajakku menonton
film dan aku pun mengiyakannya. Aku tak tahu film apa yang
akan kita tonton nanti, entahlah film apapun itu yang
terpenting sekarang dia mengajakku nonton. Aku langsung
mengganti bajuku dan bersiap-siap.
Sampai di sana Syarif langsung mengantri untuk
membeli dua tiket. Aku pun menunggunya di depan kursi di
dekat loket tiket. Kita berdua pun masuk ke bioskop dan
menyaksikan filmnya, jujur aku tak terlalu suka film ini. Tapi,
karena ini nontonnya bareng Syarif film ini jadi lebih seru.
Tak terasa filmnya pun telah selesai, aku dan Syarif
keluar dari ruangan itu. Tiba-tiba Syarif mengajakku ke suatu
tempat yang belum dia janjikan padaku. Aku tak tahu itu
tempat apa, tapi yang jelas aku senang bisa dekat sama Syarif.
“Shil, ada yang mau aku omongin nih ke kamu.” Katanya.
“Emangnya kamu mau ngong apa?” Tanyaku penasaran.

295
“Jadi gini Shil, sebenernya… Hmmm, sebenernya aku itu
suka sama kamu dari pertama kali kita ketemu!” Jelasnya.
“Kamu suka aku Rif?” Tanyaku terkejut.
“Iya, Shil aku suka sama kamu.” Katanya.
“Hmm… Aku juga suka sama kamu kok!” Jawabku.
“Kamu gak bercanda kan Shil? Kamu serius kan?” Tanya
Syarif penasaran.
“Iya, aku serius kok” Jawabku.
“Thanks yah Shil” Katanya sambil tersenyum.
Akhirnya pun kita berdua saling suka dan menjalani
hubungan ini. Tak kusangka ternyata bukan hanya aku yang
jatuh cinta, ternyata Syarif telah lebih dulu jatuh cinta padaku.

296
Tiara Destriani

A
wal pertemuan di mana aku bertemu dengannya dan
di situ aku hanya bisa berkata kenapa aku bertemu
dengan orang seperti dia yang sangat membuatku
kesal, dengan tingkah lakunya yang sangat menyebalkan.
Namanya Leo. Pertemuanku dengan Leo berawal dari temanku
yang juga temannya Leo, namanya Tini.
Tapi seiring berjalannya waktu, aku lalu menyukainya
tapi dia sudah mempunyai kekasih , di situ aku merasa sakit
hati yang pertama kalinya aku berusaha untuk melupakannya
tetapi itu sangat sulit bagiku. Konon katanya cinta pertama
sulit untuk melupakannya. Aku terus berusaha melupakannya
tetapi tetap saja sulit bagiku sampai akhirnya dia putus dengan
kekasihnya. Entah karena apa aku tidak terlalu
memikirkannya , tetapi lagi dan lagi aku sakit hati yang kedua
kalinya ,dia pun mempunyai kekasih baru. Tapi di saat itu aku
tidak terlalu ambil pusing , karena walaupun aku tidak dapat
memilikinya setidaknya aku bisa dekat dengannya , keakraban
kami di mulai dari acara pernikahan teaman kami namanya

297
Cristin. Saat itu dia mengajakku untuk mendatangi acara itu
bersama.
“Apakah kamu mau ikut denganku ?” Leo berkata.
“ Ke mana?” Kataku.
“Ikut undangan acara pernikahan Cristin.”
“ Boleh, tapi tunggu sebentar aku mau ganti baju.”
“ Oke jangan lama.” Kata Leo .
“ Iya sebentar.”Kataku.
Setelah acara itu itu selesai aku pun di antar pulang sama
Leo.

***
Seiring berjalanya waktu kami semakin dekat, tapi
perasaan aku tidak bisa dibohongkan aku masih tetap
menyukainya dan menginginkan dia menjadi milikku.
Pada akhir Desember tanggal 27 tahun 2017 waktu di
mana hari ulang tahunku dia berjanji akan membuat aku
bahagia di hari spesialku.
Pada malam nya aku diberi kejutan oleh teman-temanku,
di situ aku mencari Leo tetapi Leo tidak ada aku kecewa orang
yang aku anggap spesial tidak datang di hari ulang tahunku.
Pada pagi hari Leo datang untuk meminta maaf padaku .
“ Leona aku minta maaf semalam aku tidak datang.”
“Sudahlah, semua sudah berlalu.”Kataku.

298
“ Na, aku minta maaf sekali lagi.”
“Iya-iya aku maafin kok.”
“Makasih Na , aku janji aku akan nembus kesalahan aku,
pada malam pergantian tahun aku akan menemankan
kamu.”Kata Leo sembari membuatku tidak marah lagi.
“Iya, tapi jangan diulangi lagi.”Kataku.
“Iya aku janji.”Kata Leo membuatku percaya.
Dan pada malam pergantian tahun, Leo pun datang
menjemputku untuk menepati janjinya. Dia minta ijin pada
ayahku, ayahku pun mengijinkan.
Aku tak mengira pada malam itu aku bisa bersama Leo.
Pada malam itu aku menghabiskan waktu berdua bersama Leo
dan saat jarum jam sudah mendekati angka 12 , Leo berkata
pada ku untuk tetap mendampingiku. Aku tak merespon
pekataan Leo sampai akhirnya Leo menatapku untuk
mengulangi perkataannya.
“ Na, aku ingin bicara serius denganmu.”
“Kamu ingin bicara apa Leo?”
“Na, aku tahu kamu sudah lama menyimpan rasa pada
aku dan aku pun seperti itu aku menyukaimu, aku ingin
memilikimu.”
“Leo apakah kamu sudah punya pacar? Kenapa kamu
ingin aku bersama mu menjadi pacarmu? Aku tak mau jika
harus diduakan oleh kamu aku ingin kamu seutuhnya bukan

299
dibagi dengan dia dan aku sadar diri kamu sudah punya pacar
dan hubungan kita tidak akan pernah terjadi.”
“ Na, aku sudah tidak punya pacar lagi aku sudah tidak
dengan pacarku yang kemarin. Aku sekarang hanya
menginginkanmu.Na, apakah kamu mau menjadi pacarku ?
Leona aku mencintaimu, aku tidak bisa membohongkan
perasaanku… AKU SAYANG KAMU LEONA !”
“ Leo aku juga sayang kamu,aku sudah kama menunggu
hal ini , aku mau jadi pacar kamu.”
“ Ini benar? Terima kasih Leona.”
“Iya Leo, ini benar.”
“Makasih Na, aku janji akan tetap menjaga kamu dan
akan tetap mendampingimu.”
“ Iya, Leo.”
Dan mulai saat itu aku berpacaran dengan Leo aku sudah
mendapatkan cinta yang aku inginkan, yaitu Leo .
Setiap saat bersama Leo aku selalu merasa bahagia
semua waktu yang di lalui selalu terasa bahagia bersamanya ,
dan sampai pada saat aku harus mengejar impian ku aku harus
pisah dengan Leo lebih tepatnya LDR-an lah. Kami hanya bisa
mengirim pesan lewat sosial media. Walaupun jauh aku
dengan Leo masih tetap berhubungan baik.

300
Pada saat aku akan berangkat untuk persiapan aku akan
kuliah, aku harus berpisah dengan Leo karena aku harus
mengejar impianku .
Saat aku akan berangkat Leo datang menghampiriku .
“Na,” kata Leo tapi dia tidak melanjutinya.
“Iya Leo, kenapa?” Tanyaku.
“ Na, aku cuman mau bilang kalau nanti saat kamu di
lingkunganmu yang baru, kamu jangan lupakan aku ya.”
“ Iya Leo aku nggak akan lupain kamu kok.”
“Kamu jangan melirik cowok lain ya di sana.”
“Leo kamu ini mikirnya yang aneh-aneh, ya mana
mungkin aku melirik cowok lain, pacar aku kan kamu.”
“ Iya siapa tahu kan, lihat cowok ganteng dari aku kamu
tertarik sama dia.”
“ Ya nggaklah Leo, aku itu cintanya cuman sama kamu
nggak ada yang lain. Selain kamu, kamu jangan berpikiran yang
aneh-aneh, ya! Aku akan tetap setia kok sama kamu. Kamu
percaya ya sama aku .”
“Iya Na, aku bakal percaya kok sama kamu. Aku akan
tetap setia nunggu kamu sampai kamu lulus kuliah. Kamu yang
semangat ya kuliahnya biar kamu cepat lulus dan kita bisa
bersama-sama lagi.”
“ Iya udah dulu, ya! Aku mau berangkat lagi. Kamu baik-
baik, ya! Di sini aku bakal tetap setap setia sama kamu”

301
“ Iya hati-hati di jalan, ya!”
***

Empat tahun berlalu, akhirnya Leona pun tamat kuliah


dia pun pulang ke kampung halamannya untuk menemui
keluarga dan juga kekasihnya, Leo. Dan sesampainya di
kampung, dia menemui Leo untuk menanyakan bagaimana
keadaan Leo. Leo pun sangat senang dengan kedatangan Leona
yang menemuinya. Sesuatu yang tak diduga, ternyata Leo pun
akan segera melamar Leona untuk menjadi istrinya.
“Leona aku ingin serius denganmu, aku akan
melamarmu untuk menjadi istriku. Apakah kamu mau menjadi
istriku ?”
“Tentunya aku sangat senang bila kamu ingin
melamarku , aku siap menjadi istrimu .”
“Besok aku akan menemui orang tuamu, aku akan
melamarmu.”
“Iya Leo, aku akan menunggu kedatanganmu besok.”
Dan tibalah saatnya di hari yang di tunggu-tunggu,
akhirnya mereka pun disatukan dalam ikatan yang sah.
“Sekarang kamu sudah sah menjadi istriku . Akhirnya
aku sudah bisa memilikimu seutuhnya dan aku akan berjanji
untuk selalu menjagamu sampai maut yang akan memisahkan
kita berdua.”

302
“Iya sayang, terima kasih kamu telah memberi aku
cintamu dan aku berjanji akan selalu menjadi istri yang baik
untukmu.”
Dan akhirnya cinta mereka pun bersatu untuk
selamanya.

303
Tifani Antonia Pradhea

J
arum panjang dan pendek menunjukkan pukul dua belas.
Tepat tengah hari. Aku masih berkutat dengan setumpuk
buku sejarah yang mulai usang. Debu-debu yang berada di
atas meja tempatku menelengkupkan muka beterbangan
memenuhi penciumanku. Aku terbatuk. Kuedarkan pandangan
ke luar, hari sudah mulai gelap. Awan hitam mendominasi
langit Kota Bandung.
Suasana perpustakaan ini mulai menyeramkan. Harmoni
musik dari Beethoven menemani kesendirianku. Tetesan air
hujan dalam skala besar berjatuhan ke jalanan. Kilat
menyambar kaca jendela di depanku, membuatku hampir
terjungkal ke belakang kursi.

304
"Gisla? Belum pulang? " Suara yang hanya terdengar
seperti bisikan itu mengalun di telingaku. Aku mungkin
berhalusinasi. Sudah tiga hari ini tidurku tidak nyenyak.
"Halo? Gisla?" Lagi suara yang tidak asing itu terdengar.
Suara yang dulu sering menemaniku melewati segala emosi
yang ada. Aku menoleh ke belakang dan mendapati seorang
pria dengan postur tubuh tinggi tersenyum singkat ke arahku.
"Eh, Kak Dewa." Betapa kagetnya aku, ketika yang
kulihat adalah seorang manusia sungguhan. Dan aku mengenal
manusia itu. Dewa Arghana—mantan pacar sekaligus kakak
kelasku sewaktu SMA dulu, yang kini telah menjadi mahasiswa
tingkat tiga.
"Ada apa ya, Kak? Eh..." Aku tergagu, situasi ini sedikit
awkward.
"Eh apa, hmmm?" Lelaki itu duduk di sebelahku, dan
mengeluarkan beberapa lembar kertas yang basah.
"Kamu belum jawab pertanyaan saya. Kenapa belum
pulang?" Tuturnya halus.
"Masih hujan Kak, mau pulang nanti basah. Besok ada
ujian akhir, bahaya kalau sampai sakit." Aku berkata
sejujurnya. Toh memang benar hari ini hujan, dan aku paling
malas pulang dengan kondisi basah.
Kak Dewa hanya mengangguk sekilas dan sibuk dengan
lembaran putih di tangannya. Sunyi menemani kami. Aku diam

305
tak berkutik, mengetuk-ngetukkan jemariku sembari
menunggu hujan reda.

"Kakak tumben banget ke sini?" Aku memberanikan diri


memulai percakapan. Ini agak aneh, mahasiswa teknik datang
ke perpustakaan yang kental dengan buku-buku sejarah serta
sosial. Ini kan Gedung Merdeka, mana ada buku pemrograman
apalagi statistik!
"Oh itu, lagi pengen cari suasana baru aja sih." Dewa
menarik napas sejenak dan melanjutkan. "Kakak sibuk
belakangan ini, banyak rapat. Tugas menumpuk. Sampai
kurang tidur. Well ya, singgah ke sini sebentar, karena kangen
aja sama tempat ini.”
Aku mencoba memahami setiap kata yang diucapkan
Kak Dewa, jelas tergambar keletihan di nadanya. Wajar saja
mengambil jurusan teknik elektro di salah satu institut
teknologi ternama di Indonesia tidaklah mudah. Ada harga
yang harus dibayar.
"Capek banget, ya? Ada yang bisa aku kerjain gak?" Aku
menawarkan sebuah bantuan. Tugasku di perpustakaan ini
sudah selesai. Buku-buku sejarah yang akan aku bawa pulang
sudah tertumpuk rapi dan siap diangkut.
"Boleh. Bisa hitung probabilitas dalam tabel ini?"
Lontarnya.

306
Yang benar saja. Aku tidak menyukai matematika.
Pelajaran paling memuakkan yang pernah ada. Aku
mengernyitkan dahi, tanda tak suka.
" Enggak, enggak. Saya bercanda kok. Kamu salin kata
pengantar yang ini ke kertas itu, ya." Kak Dewa menunjukkan
beberapa deret kalimat pengantar kepadaku. Aku mengangguk
mengerti.
Beberapa kali Kak Dewa mengingatkanku untuk berhati-
hati dalam menyalin. Sepertinya ini sesuatu yang penting.
"Begini nih kalau perfeksionis. Semua harus serba
sempurna, " ujar Kak Dewa mengumpulkan kertas yang
terpisah dan mengurutkannya satu-persatu.

Seperti biasa, kesempurnaan. Batinku.


"Selesai. Ini kak." Aku menyerahkan salinan kata
pengantar yang menurutku telah kukerjakan dengan baik.
"Terima kasih, La. Oh iya, gimana kuliahnya? Lancar?"
"Sejauh ini lancar-lancar aja sih. Maklum maba." Aku
menjawab cepat.
"Oh gitu, ya. Kamu kurusan loh, La. Dua tahun berlalu
begitu cepat." Kak Dewa bertanya padaku lagi. Kak Dewa
melepas kacamatanya, dan mengerjapkan mata sejenak,
kemudian dipakai lagi.

307
Aku menatap netra hitam Kak Dewa. Dia tersenyum
singkat padaku, menunjukkan lesung pipi kirinya. Manisnya
mantanku. Masih sama seperti dulu.
"Efek adaptasi sama lingkungan baru hehe." Aku
berusaha menenangkan diri agar tidak semakin salah tingkah.

"Kamu kenapa sih? Yang kayak grogi banget dekat saya.


Gak usah gitu, ya! Kita sesama manusia. Sesama geek juga…
dulu." Ucap Kak Dewa menggeser kursinya. Ia kemudian
mengambil buku Guns, Germs, and Steel karangan Jared
Diamond dari dalam tasnya.
Beda dong , ngomong sama orang jenius gini. Mana dulu
pernah menjalin kasih lagi. Siapa sih yang gak grogi? Batinku
dalam hati.
“Udah pernah baca ini belum? Saya baru pinjam kemarin,
gak sempat baca.” Kak Dewa semakin dekat. Aku dapat
mencium aroma maskulin yang menguar dari tubuhnya.
“ Udah.” Aku menjawab sekenanya. Jantungku sudah
tidak karuan.
“Good. Boleh ceritakan intisarinya gak? Malas banget
baca buku kalau isinya kurang menarik.” Sial! Kak Dewa
semakin membuatku menggila. Posisi ini begitu meresahkan.
“Tinggal buka google aja sih kenapa. Dasar orang pintar!”
Kataku pelan. Semoga saja tidak terdengar.

308
“Saya hanya mau dengar opini kamu.” Kak Dewa
menimpali.
Pendengaran yang sangat tajam dari Dewa Arghana.
Kenapa hidupku semakin sulit sejak pertama bertemu
dengannya?
“ Isinya itu bermula dari pertanyaan orang Papua yang
ditanggapin serius sama si penulis. Nah, jadilah buku tersebut.
Aku enggak terlalu bisa simplifikasi isi buku. Intinya input,
proses, dan output dari pertanyaan tadi dijelasin di situ,”
terangku panjang lebar.
“ Alright. Looks interesting, sih.” Kak Dewa menjawab
sambil terkekeh. Dia tersenyum. Aku pun ikut tersenyum.
“ Iya, emang. Buruan baca, worth it! “ ucapku persuasif.
Hening. Setelah itu, kami hanya diam menatap satu sama
lain. Dengan jarak sedekat ini, aku dapat mendengar detak
jantung kami yang saling beriringan. Aroma mint darinya
berpadu dengan aroma vanilla kesukaanku. Aku sangat tenang
berada di dekatnya!
Perpustakaan semakin gelap. Suara guruh yang
bersahutan bergema menembus rak-rak buku. Tidak ada orang
dalam bilik ini, kecuali aku dan Kak Dewa. Aku memang
terbiasa mengambil bilik baca paling ujung dengan alasan
ketenangan. Hanya ada satu lampu baca di sini dan jendela
kecil bertirai bambu tempat cahaya matahari masuk. Kadang-

309
kadang bila mati listrik bilik ini bisa gelap gulita! Tidak ada
suara manusia. Tidak ada apa-apa. Jalanan di luarpun terlihat
sepi.
“ Jujur, saya kadang merasa kesal karena kita putus dulu.
Saya kelihatan egois. Kalau dipikir-pikir selama saya sama
kamu nyaman-nyaman aja. I feel connected,” lirih Kak Dewa.
Dia menatap intens mataku. Memastikan saat ini dia adalah
duniaku.
“ Enggak, Kak ! Semua manusia itu emang pada dasarnya
egois. Ya, namanya juga masih labil. Sekarang sama sih labil
juga, kadarnya aja yang berkurang. I will never ever regret what
happens in the past,” tuturku pelan.
“ Really? Kamu kangen kita, enggak?” Kak Dewa
memalingkan wajahnya dariku. Sebutir cairan bening lolos
dari netranya. Aku pun demikian.
“ Sometimes, iya.” Aku menggumam.
“ It’s been a long time, La. To be honest, saya kangen bedah
buku lagi sama kamu. Terlebih emosi yang kita bangun sama-
sama.” Bisiknya pelan. Hampir tak terdengar.
“ Me too. Masih sama seperti dulu kan prinsipnya? Aku
pikir keputusan untuk putus itu udah benar sih. Even if we have
same common sense, kita tetap dua orang yang punya tujuan
beda.” Ucapku menahan sesak.

310
“ You’re right. Saya jadi ingat kenapa dulu kita
mempertimbangkan untuk bangun hubungan. Semuanya
karena tujuan jangka pendek.” Kak Dewa berujar tegar. Dari
raut wajahnya, ia sangat kecewa.
“Iya. Aku benar-benar mendukung kakak untuk semua
harapan yang dipunya. Tapi, untuk balik lagi. Sorry, I don’t, ”
desahku pelan.
“ I apologize. Kamu benar-benar udah berubah, ya. It’s
okay. I’ll still love you in the same way.” Kak Dewa mengambil
kedua tanganku dan mengelusnya. Aku memeras perlahan
kedua telapak tangannya. Seolah menyalurkan sisa kekuatan
untuk tidak menangis bersama.
“ Enggak apa-apa. Enggak ada yang salah dari kita di
masa lalu, sekarang, ataupun masa depan. Kita udah jadi
sejarah. I have my own goals now, hope you can understand it. “
Kak Dewa hanya menatap wajahku. Memerhatikan setiap kata
yang keluar dari bibirku. Oh Tuhan, aku rindu dia!
“ Apa kita tetap bisa menjadi teman?” bisiknya di dekat
telingaku.
“ Of course.” Balasku tegas dengan mata tertutup
menahan rasa.
Seketika itu juga, pandanganku menggelap. Kepalaku
berdenyut nyeri. Aku mual. Rasa sakit menyelimuti sekujur
tubuhku. Dadaku sesak. Aku berusaha menghilangkan suara-

311
suara halus dalam pikiranku. Tidak! Aku tak seharusnya
memanggilnya lagi. Aku mencoba membuka mataku. Hal
pertama yang kulihat adalah kekosongan. Hanya ada aku
sendiri di bilik ini.
Dewa hanyalah fiktif. Dewa yang berbincang denganku
tadi adalah bagian dari alam bawah sadarku. Semua ini tidak
nyata. Dewa sudah meninggalkanku. Dewa tak ada lagi di dunia
ini! Yang ada hanya sisa rasa sayangku yang menciptakan
ketakrelaan. Menulis cerita-cerita panjang tentang harapan
dan sejarah yang pernah terukir tak cukup mengobati rasa
kehilanganku. Menyimpan memori tentangnya sungguh
menyakitiku. Aku harus mengikhlaskan dia!
Ting!
Ponselku berdenting. Ada sebuah pesan masuk dari
mama. By : Mama

Gisla sayang, kamu di mana, nak? Satu jam lagi


kamu harus konsul ke Tante Dhea. Mau mama
temankan?

Aku membalas seadanya pesan mama.

To: Mama

Enggak usah, Ma. Aku di perpustakaan


sekarang. Nanti aku pergi sendiri. Don’t worry!

312
Aku menghela napas panjang. Kumatikan ponselku
seusai mengirim pesan ke mama. Rasa nyeri di kepalaku mulai
pudar. Kuteguk sisa air putih dari botol minum yang aku bawa.
Aku mencoba menenangkan diri sejenak. Berada di tempat
yang mengungkit kenangan dengan seseorang di masa lalu
benar-benar membuatku gila. Aku memejamkan mata dan
menghirup napas sebanyak yang aku bisa. Kubuka sedikit tirai
jendela di dekatku, membiarkan cahaya matahari sore
terdifraksi memasuki bilik.
Setelah merasa sedikit nyaman. Aku mulai
membereskan alat tulis dan memasukkan buku ke dalam tas.
Aku menggendong tasku dan memeluk beberapa buku tebal di
tangan. Hari sudah mulai ramah kembali. Langit biru dan
bersih. Aku tersenyum. Setidaknya aku sudah berhasil
mengendalikan diri untuk berdamai dengan Dewa. Dulu aku
selalu membiarkan Dewa menguasai pikiranku dan merobek
luka lama. Sekarang tidak lagi, aku mulai belajar
mengendalikan keaadan di alam bawah sadarku.
Aku harus menceritakan kejadian hari ini pada Tante
Dhea. Ya, psikiaterku sejak dua tahun lalu.

313
Valena Grashelia Tarigan

S
enja mulai tampak di desa kecilku, aku yang dari tadi
termenung sampai tak ingat hari sudah semakin sore.
Aku memikirkan bagaimana nasibku setelah tamat
SMA yang tinggal menghitung bulan. Aku tak ingin setelah
tamat SMA langsung menikah seperti banyak orang di desaku.
Aku ingin menjadi seorang dokter, tapi aku pikir semua itu tak
mungkin terjadi.
"Hmmm..mana mungkin gadis di desa kecil sepertiku
bisa jadi dokter apalagi ayah hanya sopir pabrik kecil dan ibu
hanya buruh di pabrik," begitu pikiran yang muncul saat aku
termenung memikirkan masa depanku yang sampai hari ini
belum terlihat jalannya mau kemana.
Untuk makan saja sudah seadanya, apalagi tahun depan
adikku masuk SMP bersamaan dengan waktu aku lulus SMA
dan melanjutkannya. Ayah dan ibuku pasti memerlukan

314
banyak uang untuk adikku. Tak tega rasanya jika aku harus
menambah beban kedua orang tuaku apabila aku masuk ke
perguruan tinggi dan mengambil jurusan kedokteran. "Ya
Tuhan bagaimana nasibku..." gumamku dalam hati. Pikiranku
sudah beberapa hari ini terasa kacau karena dihantui pikiran
tentang masa depan.
Di saat aku asik termenung tiba-tiba ,"Ta...hari sudah
semakin sore nak, tidak baik duduk sendirian di waktu seperti
ini diluar,lebih baik kamu masuk. "
Ta, itulah sebutan ibuku untuk memanggilku. Namaku
Oktavena Andrina Grasita, teman temanku biasa memanggilku
Okta. "Setelah makan kamu belajar ya, Ga... Ajari adikmu juga
ya. Kita orang susah, ayah dan ibu tak ingin kalian berdua
menjadi orang susah karena tidak punya pendidikan seperti
ayah dan ibu, apapun akan ayah dan ibu lakukan untuk sekolah
kalian," kata ayah menasihati aku dan adikku pada waktu kami
makan bersama di dapur malam itu. Kata-kata ayah itu mampu
membuat semangat belajarku makin membara.
Setelah makan aku mengajak adikku untuk belajar. Tak
terasa jam di dinding ruang depan rumahku menunjukkan
pukul 09.30 malam. Sudah saatnya aku tidur. Aku masuk ke
dalam kamarku dan bersiap untuk berdoa membawa segala
perkara dan ucapan syukurku hari ini kepada Tuhan, setelah
berdoa aku langsung tidur.

315
***
Pagi itu di rumah sederhanaku. Ibu dan ayah sudah
bersiap siap untuk bekerja. Aku dan adikku pun sudah siap
untuk ke sekolah.
"Nak, bekalnya sudah dimasukkan ke dalam tas?"tanya
ibu kepada aku dan adikku.
"Sudah bu," jawab aku dan adikku serentak.
Kami setiap pagi disiapkan bekal oleh ibu, kami berdua
jarang diberi jajan karena tidak setiap hari ayah dan ibu punya
uang lebih untuk memberi kami jajan. Sebelum berangkat
sekolah tidak lupa aku bersama adikku bersalaman kepada
ayah dan ibu. Aku dan adikku berangkat sekolah dengan
berjalan kaki karena jarak dari rumah ke sekolah tidak begitu
jauh. Kami berdua berangkat lebih awal agar sampai ke
sekolah tepat waktu. Setelah memastikan adikku sampai di
sekolahnya, aku melanjutkan perjalananku ke sekolahku yang
tidak jauh dari situ
Riuh suara siswa siswi di sekolah mulai terdengar di
SMA Cahaya Negri, itulah nama SMA ku.
"Okta, bagi PR dong," rayu Dian dan teman teman lain
yang hampir tiap pagi kudengar. Aku termasuk siswa yang
cukup berprestasi di kelasku. Dari kelas 10 aku selalu
mendapat juara kelas dan juara umum di sekolahku. Aku juga
sering mengikuti perlombaan antar siswa di daerahku. Oleh

316
sebab itu, teman temanku selalu meminta jawaban PR
kepadaku.
"Hm... kalian ini setiap ada PR selalu begitu. Seharusnya
kalian juga harus berusaha mengerjakan PR," kataku sedikit
kesal pada teman temanku .
"Ini bukunya, lain kali aku gak mau kasih kalo kalian
masih saja tidak mau berusaha,”sambungku lagi pada Dian dan
teman-temanku yang lain yang tampak senang karena diberi
jawaban PR.
" Siap Okta cantik" rayu Dian.
"Baru memberi PR saja sudah bangga apalagi sering
mentraktir teman-teman sepertiku. " ucap Mita yang Sombong.
Mita adalah teman di kelasku yang tidak suka padaku
sejak kelas 10 karena merasa tersaingi. Dia adalah murid yang
cukup sombong karena dia adalah anak seorang juragan di
desaku. Mita juga cukup pintar, tetapi kesombongannya
membuat banyak teman tidak menyukainya. Orang-orang di
sekolah mau berteman hanya karena sering ditraktir. Aku
terdiam dan membalasnya dengan senyuman, karena aku
sadar aku tidak seperti dia yang sering mentraktir.
***
"Kring… kring... kring" bunyi bel sekolah, tanda
kegiatan di sekolah sudah berakhir.

317
Aku dan teman-temanku pun bersiap-siap untuk pulang.
Sepanjang jalan aku hanya memikirkan nasibku nanti yang
selalu saja menghantui pikiranku ditambah perkataan Mita
yang cukup pedas.
"Hey Okta, kok melamun sih? Entar kesambet lhoo..."
Seru Dian dari tadi menemaniku berjalan pulang sekolah
sambil menepuk pundakku.
"Ih Dian," kataku sambil terkejut.
"Makanya jangan melamun dong."
"Aku nggak melamun, cuma bengong aja hehe."
"Yee sama aja kali, pasti kamu ngelamunin Boy, ya?" goda
Dian.
"Hah Boy? Kok dia sih? Kamu ini ada-ada aja," jawabku.
"Boy kan suka sama kamu," kata Mita sambil tertawa.
Boy adalah salah satu siswa di kelas sebelah yang kata
teman-teman suka kepadaku. Tetapi dalam pikiranku, aku
hanya ingin menggapai cita-citaku dan tak ingin bermain
dengan cinta, karena cinta hanya bisa membuat hati patah.
Tak terasa aku sudah sampai di depan rumahku.
"Dian aku duluan ya kamu hati-hati di jalan!" ucapku
sambil berjalan ke arah rumah.
Aku masuk ke dalam rumah dan Dian melanjutkan
perjalanannya pulang ke rumah. Aku meletakkan tas dan
sepatuku pada tempatnya. Adikku tampak asyik duduk di kursi

318
sambil menonton televisi. Adikku sudah sejak 1 jam yang lalu
sampai di rumah, sedangkan ayah dan ibuku belum ada di
rumah karena belum pulang bekerja. Oleh karena itu, aku dan
adikku yang mengerjakan pekerjaan rumah seperti
membersihkan dan merapikan rumah serta memasak untuk
makan malam.
"Dik, kamu sudah makan?"tanyaku pada adikku.
"Sudah kak itu di meja ada sayuran dan ikan masakan
ibu tadi pagi sudah aku sisakan buat kakak," jawab adikku.
“Semuanya sudah selesai, nyapu udah, nyuci udah,
masak udah, hmm lebih baik aku belajar terus ngerjain PR,"
ucapku pelan.
Aku pun bergegas masuk ke kamar untuk belajar . Tak
terasa hari sudah semakin larut, ayah dan ibu pun sudah ada di
rumah. Setelah mandi dan makan aku dan keluargaku duduk di
depan televisi.
Ibuku bertanya kepadaku," Tamat SMA ini kamu pengen
lanjut ke mana? "
"Kalo kamu ingin kuliah ayah akan mencari pekerjaan
tambahan untuk kuliahmu," sambung ayah .
Aku sedih mendengar ucapan ayah, ia sangat ingin
melihat anaknya sukses hingga banting tulang seperti itu.

319
"Hm…entahlah bu, yah.. jika aku kuliah bagaimana
dengan adik yang sebentar lagi masuk SMP pasti ibu dan ayah
perlu banyak uang," jawabku pada ayah dan ibuku.
"Tenang nak... pasti ayah akan berusaha keras untuk
kalian berdua,"kata ayahku.
Aku menjawab ,"Lebih baik tamat SMA aku bekerja saja
untuk kuliah."
"Tapi nak..."
"Sudah yah aku enggak apa-apa kok," celetusku pada
ayah yang belum selesai mengucapkan perkataannya.
Biaya kuliah dan biaya tinggal di kota yang besar
membuat banyak anak di desa seusiaku lebih memilih tidak
melanjutkan dan memilih untuk menikah. Terbayang
dipikiranku aku menikah dan punya anak dan aku harus
menjadi petani karena tidak punya pendidikan.
"Huh aku nggak mau seperti itu," ucapku dalam hati, oleh
karena itu aku bertekad untuk bekerja dulu untuk mencari
biaya untuk kuliahku. Pikirkanku kacau, aku memilih beroda
dan meminta pertolongan pada Tuhan agar hatiku lebih
tenang. Aku pun masuk ke kamarku dan berdoa
***
Keesokan harinya pada saat jam istirahat kedua, kakak
kelas datang ke kelasku, "yang namanya Okta dipanggil kepala
sekolah."

320
Mita yang tengah duduk di atas mejanya sontak
menjawab,"Palingan karena nggak mampu bayar SPP" katanya
sambil tertawa kecil .
Teman-teman yang mendengar perkataannya hanya
terdiam. Aku hanya terdiam karena memang benar aku sudah
lama menunggak pembayaran SPP arena pada bulan bukan
sebelumnya ayah dan ibu memerlukan banyak uang karena
nenekku sakit dan akhirnya harus menunda pembayaran SPP.
Akupun berjalan menuju ke ruang kepala sekolah.
"Permisi pak, bapak panggil saya? Pak maaf pak ayah dan
ibu saya belum ada uang, kalo mereka ada yang nanti saya
langsung bayar kok pak," kataku pada kepala sekolah,
ketakutan dan memohon kepada kepala sekolah.
Pak kepala sekolah tertawa kecil dan menyuruhku
duduk.
"Kamu saya panggil bukan karena itu Okta."
“Lalu karena apa pak?" Tanyaku pada kepala sekolah.
"Saya mau memberi kabar gembira buat kamu, jadi
begini, dari pemerintah ada usulan untuk sekolah kita untuk
mengutus satu siswa untuk di tes di kota untuk memilih siswa-
siswa yang layak mendapatkan beasiswa kedokteran dan saya
mempercayakan ini kepadamu semoga kamu berusaha
semaksimal mungkin. Okta, kemungkinan tesnya akan

321
diadakan 2 hari lagi." kata bapak kepala menjelaskan
kepadaku.
Aku sangat bahagia mendengar ucapan kepala sekolah
sekolah itu,"Aku harus bisa lulus tes itu, akhirnya Tuhan
membukakan jalan untukku," ucapku dalam hati.
Setelah jam sekolah selesai, akupun pulang ke rumah
dan memberikan kabar baik itu pada orangtuaku. Orangtuaku
sangat menyemangatiku, akupun sangat bersemangat
menyiapkan segalanya. Tak lupa aku juga berdoa untuk
mengucap syukur kepada Tuhan atas apa yang terjadi pada
diriku dan meminta pertolongan agar semuanya dilancarkan
oleh Tuhan.
Dua hari telah berlalu, pada hari itu aku berangkat ke
kota untuk mengikuti seleksi itu. Aku sempat merasa tidak
percaya diri karena peserta yang lain nampak lebih pandai dari
ku, tetapi ingatanku tentang perjuangan ayah dan ibu
mengobarkan semangatku.
Tidak lama kemudian seleksi dimulai kami dites dengan
mengerjakan soal. Aku mengerjakan soal dengan sangat teliti.
Dua jam sudah berlalu, tes yang kukerjakan sudah selesai
semua dan sudah ku periksa beberapa kali. Aku pun
mengumpulkan soal tes milikku.
Pada saat pengumuman aku sangat deg-degan. Satu-
persatu nama siswa yang lolos disebutkan. Aku sangat kecewa

322
karena pada urutan ke 7 namaku belum juga disebutkan
karena yang diambil hanya 8 orang. Aku sangat sedih pikiran
ku mulai buyar. Tiba tiba "Oktavena Andrina Grasita dari SMA
Cahaya Negri " nyaring suara speaker, ternyata namaku berada
di urutan ke 8.
Terasa mimpi, Tuhan membukakan jalan untukku.
Betapa sangat tidak kusangka ,aku yang terlahir sederhana dan
dari desa bisa lulus tes dan menjadi orang satu-satunya yang
bisa kuliah dari desa dan berkuliah di fakultas kedokteran di
kota.
"Terima kasih Tuhan engkau mendengar
doaku,"gumamku dalam hati.
Aku tak sabar ingin pulang kerumah dan memberikan
kabar gembira ini pada keluarga kecilku.
Hari-hari berlalu aku pun lulus SMA, tak terasa saat yang
kutunggu tiba, aku harus meninggalkan desaku dan
keluargaku untuk mewujudkan mimpiku. Aku berjanji pada
diriku sendiri aku akan menggunakan kesempatan ini sebaik
mungkin dan pulang ke desa sudah menjadi dokter dan
membuat orang tuaku dan adikku bangga. Biarpun aku hanya
gadis desa tapi dengan bantuan Tuhan dan dukungan orang
tua membuatku yakin.

323
Yordanus Tikah

D
i desa tempat saya dibesarkan, saat-saat libur adalah
waktu yang paling ditunggu-tunggu untuk pulang,
kini saat yang ditunggu pun telah tiba.
Aku pun segera pulang sampai ke rumah, aku segera
mandi setelah mandi aku pun berkunjung kerumah temanku.
Percakapan dan dialong berlangsung singkat, tak terasa
hari pun mulai gelap kawanku pun mengingatkanku untuk
segera pulang.
“Ya hari sudah mulai gelap ni, aku harus segera
pulang.’’ujar dia dengan senyum.
“Iya, hati-hati nanti di belit janda hahaha,’’ketawa saya.
Malam pun mulai gelap, saya pun harus mandi, makan
terus tidur, seketika saya pun malah kepikiran tentang
pertanyaan mereka, pikir saya ada benarnya juga mereka.
Mata saya pun tertidur lelap, pagi pun tiba yang
membangunkan saya dari tidur panjang.
***
Setelah bangun, saya pun langsung mandi dan sikat gigi,
tidak lama kemudian muncul si Yudi, karena hari itu
324
merupakan hari minggu, Yudi pun datang dengan rapi dan
wangi yang sangat memesona.
“Yudi hari ini kita ada ibadah kah?’’tanya saya.
“Iya ada.’’ Jawab yudi.
“Oh iya, nanti sore kita ke kampung bibi saya, yuk!’’Ajak
saya.
“Memang ada kegiatan apa?”tanya dia.
“Bibi saya ada acara gawai di kampungnya , gimana
kamu mau gak?’’ Tanya saya lagi.
“Boleh kalau diizinkan,’’jawab Yudi, sambil kami
berjalan menuju rumah Tuhan.
Kini ibadah pun telah selelai kami pun langsung pulang
siap-siap untuk segera berangkat, bensin motor pun segera di
isi perlengkapan pun kami siapkan semua.
Hari mulai sore, saya dan Yudi pun langsung berangkat.
Tiga puluh menit kemudian kami telah sampai di pertengahan
jalan, tanpa harus memikirkan apa-apa, saya pun langsung
menarik gas seketika menaiki tanjakan tinggi.
Nah sesampainya diatas tanjakan, kami hanya
menempuh lima menit saja untuk mencapai kampung halaman
bibiku, setelah sampai kami pun langsung masuk ke rumah
sang bibi dan langsung menyalaminya.
Ternyata apa yang baru kami rencanakan kini telah
kami capai, berdiam di Kampung Badat namanya, yang di mana

325
kampung itu berada di atas gunung dengan ketinggian 2500 m
dari permukaan dataran rendah.
Dari situ kami dapat melihat kampung halaman kami.
Nah, hari pun mulai gelap aku dan teman-teman yang
lain pun segera pulang ke rumah. Tak lama kemudian waktu
telah menunjukan pukul 07:00 WIB, tandanya acara akan
segera dimulai, saya dan Yudi pun diajak sama kawan disana
ke balai adat atau rumah pentas, setelah acara pembukaan dan
acara lainnya selesai kini acara bebas pun akan segera dimulai.
Waktu berlalu, goyangan pun terus mengebor, eh malah
tak disangka datang dua orang gadis yang mengajak kami
bergoyang, rasanya jantung ini ingin meledak karna baru
pertama kali ini didekatin wanita, bisik saya dan Yudi sambil
tawa.
Entah kenapa perkenalan nama pun berlangsung, waktu
demi waktu pun berlalu, namun kini kami pun masih bersama-
sama saling menatap muka satu sama lain. Rasa lelah pun kini
mulai terasa kami pun istirahat sambil berbincang-bincang.
Setelah itu acara pun berlalu, namun perbincangan kami pun
semakin seru tetapi kami harus pulang ke rumah, mereka pun
kami ajak pulang kerumah bibi. Sampai di situ kami pun masuk
dan bercerita bersama paman dan bibi, tak lama kemudian hari
pun sudah senja .

326
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha
Esa. Karena atas berkat dan rahmat-Nyalah kami dapat
senantiasa sehat dan berbahagia.
Buku ini tidak akan pernah ada tanpa kontribusi dan
dukungan dari anggota kelas dan para guru. Terkhusus untuk
nama-nama di bawah ini :
1. Ibu Lusia Ahuilina, S.Pd. selaku guru mata
pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 11. Terima kasih untuk
bimbingannya dalam menyusun dan merevisi naskah cerita.
2. Ibu Ewalatha, S.Pd. selaku wali kelas Gatheon
tahun ajaran 2018/2019.
3. Ibu Siti Aminah, S.Pd. selaku wali kelas Gatheon
tahun ajaran 2019/2020.
4. Ibu Jenita Gani Murni, S.Pd dan Bapak Yohanes
Natalio Deovan, S.Pd. selaku wali kelas Gatheon tahun ajaran
2020/2021.
5. Teman-teman angkatan ke-14 SMA Negeri 2
Sekayam dan adik kelas yang kami cintai.
Kami juga menghaturkan terima kasih kepada semua
pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu-persatu. Kami
menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam buku ini,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi penyempurnaan buku ini. Semoga buku
kumpulan cerpen ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca dan memotivasi adik-adik kelas kami selanjutnya
dalam berliterasi.

327
Gatheon, begitu orang-orang menyebut kami. Gatheon
bukan hanya sekedar tempat, nama, atau formalitas kelas.
Gatheon adalah sebuah kehidupan.

Izinkan kami untuk memperkenalkan diri sejenak. Kisah


ini bermula dari Agustus 2018. Saat itu kami adalah siswa-
siswi yang baru saja lulus jenjang menengah pertama. Tak
banyak hal yang kami lakukan ketika nama kami dipanggil satu
persatu dalam pembagian kelas. Ada yang senang berada di
barisan pertama, ada pula yang sedih karena berpisah dengan
teman lama. Apapun perasaan kami saat itu, babak baru telah
dimulai. Kami dipertemukan dalam sebuah takdir Ilahi.
Banyak hal yang telah kami lewati bersama. Putih abu-
abu kami dipenuhi oleh canda, tawa, tangis, bahkan kenakalan
masa muda. Meskipun bersama hanya untuk satu setengah
tahun, momen kebersamaan kami akan selalu abadi. Kami
percaya angkatan kami adalah angkatan kuat. Kami tidak
pernah merasakan menjadi senior. Entah bagaimana rasanya.
Kami tidak menghabiskan detik-detik terakhir kami di sekolah.
Namun, kami yakin untuk apapun yang telah terjadi ada
maksud Tuhan di dalamnya.
Terima kasih untuk semua teman-teman seangkatan
yang telah bahu-membahu, saling menguatkan, untuk
melewati masa belajar dari rumah. Terima kasih untuk bapak
ibu guru yang senantiasa sabar dalam membimbing kami
menuntut ilmu. Terima kasih untuk kenangan yang pernah kita
lukis bersama. Kami bersyukur dan bangga telah menjadi
bagian dari kalian.

Untuk menutup perjalanan putih abu-abu ini, kami


persembahkan sebuah buku kumpulan cerpen. Sampai
328
berjumpa lagi! Kelak semua yang telah terjadi akan menjadi
cerita di masa depan.

Tertanda,
- Gatheon ( Galaxy the Science One)
Angkatan ke- 14 SMA Negeri 2 Sekayam

329
Sebagian foto kebersamaan Gatheon.

330
331
Coba nyalakan lampu pijar
Biar terang dilihat mata
Sekian lama kita belajar
Kini berpisah mengejar cita

See you, Gatheon-ers! 

Follow us!
Instagram : @gatheon.sky
Or scan QR code below :

332

Anda mungkin juga menyukai