Anda di halaman 1dari 17

DIAGNOSA KEPERAWATAN JIWA

DIAGNOSA SEHAT (WELLNESS)


1. Kesiapan peningkatan perkembangan infant (readiness for enhanced organized
infant)
2. KesiapanKesiapan peningkatan perkembangan toddler (Readiness for
enhanced
for organized toddler)
3. Kesiapan peningkatan perkembangan remaja (readiness for enhanced
organized teenage)
4. Kesiapan peningkatan perkembangan usia sekolah (Readiness for enhanced
organized School age)
5. Kesiapan peningkatan koping (Readiness for enhanced coping)
6. Kesiapan peningkatan perkembangan pre scholl (Readines for enhanced
organized pre school behavior)
7. Kesiapan perkembangan lansia (Readines forenhanced coping for elderly)
8. Kesiapan peningkatan perkembangan dewasa (Readines for enhanced coping
for adult)
9. Readines (for enhanced knowledge)
10. Kurang Pengetahuan (Defisitent knowledge)
11. Kesiapan perkembangan perawatan diri (Readiness for enhanced self care)
DIAGNOSIS RISIKO (RISK)
1. Berduka (grieving)
2. Keputusasaan (Hopelessness)
3. Ansietas (anxiety)
4. Ketidakberdayaan (Powerlessness)
5. Risiko penyimpangan perilaku sehat (Risk for prone
health behavior)
6. Gangguan citra tubuh (body image disturb)
7. Koping tidak efektif (infective coping)
8. Koping keluarga tidak efektif (Disable family coping

9. Sindroma post trauma


10. Penamnpilan peran tidak efektif (ineffective role
performance)
11. HDR Situasional (Situational Low Self Esteem)
DIAGNOSIS GANGGUAN (ACTUAL)
1. Gg sensori persepsi : Halusinasi (disturb sensory percention)
2. Berduka kompleks (Grieving Coplicated)
3. Defisit perawatan diri (self care deficit)
4. Isolasi social (Social isolation)
5. Regiment terapetik tidak efektif (infective therapeutic
regiment)
6. Waham (Disturb throught of procces)
7. Risiko bunuh diri (Risk for suicide)
8. Harga diri rendah kronik ( Cronic Low Self Esteem)
9. Kerusakan komunikasi verbal (Impaired Verbal Disturbance)
10. ]Resiko Perilaku kekerasan (Risk for other directed)
11. Tidak efektif regiment terapetik keluarga (Ineffective family
regiment therapeutic)
Konsep Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja
Masalah masalah psikologis yang dialami pada masa kanak kanak dan
remaja merujuk pada usia dan kebudayaan. Dimana perilaku yang dianggap normal
pada anak anak bisa saja tidak normal pada orang dewasa, contohnya malu dan takut
pada sesuatu hal. Takut terhadap tempat gelap akan dirasa wajar bila itu yang
mengalami pada anak anak namun akan tidak wajar bila itu yang mengalami
seseorang yang telah dewasa. Keyakinan keyakinan budaya membantu menentukan
apakah orang orang melihat perilaku tertentu sebagai normal atau abnormal. Orang
orang yang hanya mendasarkan pada normalitas pada standart yang berlaku pada
budaya mereka saja akan beresiko menjadi etnocentris ketika mereka memandang
tingkah laku orang lain dalam budaya yang berbeda sebagai abnormal. Perilaku

abnormal pada anak anak bergantung pada definisi orang tua mereka yang
dipandang dari kacamata budaya tertentu.
Gangguan perilaku juga ditandai dengan pola tingkah laku yang berulang
dimana hak dasar orang lain terganggu. Meskipun beberapa anak lebih bertingkah
laku baik dibandingkan dengan yang lainnya, anak yang berulangkali dan terusmenerus melanggar peraturan dan hak orang lain dimana dengan cara yang tidak
sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan perilaku. Masalah tersebut biasanya
dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau awal remaja dan lebih sering terjadi pada
anak laki-laki daripada anak perempuan. Penilaian pada perilaku harus melibatkan
lingkungan sosial anak tersebut ke dalam catatan. Penyimpangan perilaku terjadi oleh
anak sewaktu adaptasi dengan kehidupan di daerah peperangan, tempat kerusuhan,
atau lingkungan lain dengan stress tinggi bukan gangguan perilaku.
Gangguan prilaku ditandai dengan pola tingkah laku yang berulang dimana
hak dasar orang lain terganggu. Meskipun beberapa anak lebih bertingkah laku baik
dibandingkan dengan yang lainnya, anak yang berulangkali dan terus menerus
melanggar peraturan dan hak orang lain dimana dengan cara yang tidak sesuai dengan
usia mereka memiliki gangguan prilaku. Masalah tersebut biasanya dimulai pada
masa kanak-kanak akhir atau awal remaja dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada anak perempuan. Penilaian pada prilaku harus melibatkan lingkungan sosial
anak tersebut ke dalam catatan. Penyimpangan prilaku terjadi oleh anak sewaktu
adaptasi dengan kehidupan di daerah peperangan, tempat kerusuhan, atau lingkungan
lain dengan stress tinggi bukan gangguan prilaku.
1.

GEJALA
Pada umumnya, anak dengan gangguan prilaku adalah egois, tidak

berhubungan baik dengan orang lain, dan kurang merasa bersalah. Mereka cenderung
salah mengartikan perilaku orang lain sebagai ancaman dan bereaksi agresif. Mereka
bisa terlibat dalam pengintimidasian, ancaman, dan sering berkelahi dan kemungkinan
kejam terhadap binatang. Anak lain dengan gangguan prilaku merusak barang,
khususnya dengan membakar. Mereka mungkin berdusta atau terlibat dalam
pencurian. Melanggar peraturan dengan serius adalah biasa dan termasuk lari dari
rumah dan sering bolos dari sekolah. Anak perempuan dengan gangguan prilaku lebih
sedikit mungkin dibandingkan anak laki-laki untuk menjadi agresif secara fisik;

mereka biasanya kabur, berbohong, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, dan


kadangkala terlibat dalam pelacuran.
Sekitar separuh dari anak dengan gangguan prilaku menghentikan prilakunya ketika
dewasa. Anak yang lebih kecil ketika gangguan prilaku mulai, lebih mungkin akan
melanjutkan prilakunya. Orang dewasa yang tetap berprilaku seperti itu seringkali
menghadapi masalah hukum , secara kronis mengganggu hak orang lain, dan
seringkali didiagnosa dengan gangguan kepribadian anti sosial.

2.

KLASIFIKASI GANGGUAN PERILAKU


a. Gangguan Perkembangan Pervasif
Ditandai dengan masalah awal pada tiga area perkembangan utama: perilaku,

interaksi sosial, dan komunikasi. Gangguan ini terdiri dari :


1. Autisme
Adalah kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai pusat
dari dunia, percaya bahwa kejadian kejadian eksternal mengacu pada diri
sendiri. Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan
komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson, 1997). Gejalagejalanya meliputi kurangnya respon terhadap orang lain, menarik diri dari
hubungan sosial, dan respon yang aneh terhadap lingkungan seperti
mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan memukul-mukulkan kepala.
2. Reterdasi Mental
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan
fungsi intelektual secara signifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah
70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau lebih
(mis., komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari, keterampilan
sosial, fungsi dalam masyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan,
fungsi akademis, dan bekerja.
b. Gangguan perkembangan spesifik
Dicirikan dengan keterlambatan perkembangan yang mengarah pada
kerusakan fungsional pada bidang-bidang dan mempengaruhi tahap
perkembangan selanjutnya.

3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSE KEPERAWATAN


JIWA PADA ANAK DAN REMAJA
a.

Faktor-faktor psikobiologik.
Faktor-faktor psikobilogik biasanya akibat :
Riwayat genetika keluarga yang terjadi pada kasus retardasi mental,
autisme, skizofrenia kanak-kanak, gangguan perilaku, gangguan bipolar, dan
gangguan ansietas atau kecemasan. Struktur otak yang tidak normal.
Penelitian menemukan adanya abnormalitas struktur otak dan perubahan
neurotransmitter pada pasien yang menderita autisme, skizofrenia kanakkanak, dan ADHD. Pengaruh pranatal, seperti infeksi pada saat di
kandungan ibu, kurangnya perawatan pada masa bayi dalam kandungan, dan
ibu

yang

menyalahgunakan

zat,

semuanya

dapat

menyebabkan

perkembangan saraf yang abnormal yang berkaitan dengan gangguan jiwa.


Trauma kelahiran yang berhubungan dengan berkurangnya suplai oksigen
pada janin saat dalam kandungan yang sangat signifikan dan menyebabkan
terjadinya retardasi mental dan gangguan perkembangan saraf lainnya.
Penyakit kronis atau kecacatan dapat menyebabkan kesulitan koping bagi
anak.
b.

Dinamika keluarga.
Dinamika keluarga yang tidak sehat dapat mengakibatkan perilaku
menyimpang yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Penganiayaan anak. Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa kanakkanak awal, perkembangan otaknya menjadi terhambat (terutama otak kiri).
Penganiayaan dan efeknya pada perkembangan otak berkaitan dengan
berbagai masalah psikologis, seperti depresi, masalah memori, kesulitan
belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam membina hubungan (Glod, 1998).
Disfungsi sistem keluarga (misal kurangnya sifat pengasuhan orang
tua pada anak, komunikasi yang buruk) disertai dengan keterampilan koping
yang tidak baik antaranggota keluarga dan model peran yang buruk dari
orang tua. Sehingga menyebabkan gangguan pada perkembangan anak dan
remaja.

c.

Faktor lingkungan.
Lingkungan dan kehidupan sosial yang tidak menguntungkan akan menjadi
penyebab utama pula, seperti :

Kemiskinan.
Perawatan pranatal yang buruk, nutrisi yang buruk, dan kurang
terpenuhinya kebutuhan akibat pendapatan yang tidak mencukupi
dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan dan perkembangan
normal anak.

Tunawisma.
Anak-anak tunawisma memiliki berbagai kebutuhan kesehatan yang
memengaruhi perkembangan emosi dan psikologi mereka. Berbagai
penelitian menunjukkan adanya peningkatan angka penyakit ringan
kanak-kanak, keterlambatan perkembangan dan masalah psikologis
diantara anak tunawisma ini bila dibandingkan dengan sampel kontrol
(Townsend, 1999).

Budaya keluarga.
Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar
dapat mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya
dan masalah psikologik.

Intervensi Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja, Dewasa Dan Lansia
1.

Intervensi Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja


Intervensi keperawatan untuk klien yang mengalami OCD
a. Kembangkan hubungan terapeutik
b. Tawarkan dorongan, dukungan, dan bantuan
c. Jelaskan kepada klien bahwa anda percaya ia dapat berubah
d. Kurangi waktu klien secara bertahap untuk melakukan perilaku ritual
e. Diskusikan fungsi ritual dalam kehidupan klien, tanpa penilaian.
f. Klien menggunakan

teknik perilaku

imajinasi,

relaksasi

menghentikan pikiran, dan meditasi untuk mengurangi ansietas


g. Klien meminum obat-obatan yang diprogramkan dengan aman
h. Klien mengatakan keinginannya untuk tetap meneruskan terapi
i. Klien melakukan kembali aktivitas social, keluarga dan pekerjaan

progresif,

j. Keluarga memperlihatkan penurunan partisipasi dalam secondary gain klien


yang terkait dengan perilaku OCD dan meningkatkan perhatian selama
aktivitas non-OCD.
Analisis Pemecahan Masalah Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja
Masalah seorang remaja yang terlihat tidak gembira merupakan hal yang
biasa. Namun, perlu diwaspadai bila perasaan tidak bahagia tersebut terus
berlanjut sampai lebih dari dua pekan. Ada banyak alasan mengapa seorang
remaja merasa tidak bahagia. Lingkungan yang penuh tekanan dapat memicu
depresi dengan adanya depresi, dapat muncul perasaan merasa bersalah,
menurunnya ferforma disekolah, interaksi sosial, menyimpannya orientasi seksual,
maupun

terganggunya

kehidupan

remaja

dikeluarganya.

Yang

paling

membahayakan dari depresi adalah munculnya ide bunuh diri atau melakukan
usaha bunuh diri.
Masalah utama yang biasa dialami remaja berkaitan dengan perilaku
seksual, keinginan untuk bunuh diri, keinginan untuk lari dari rumah, perilaku
antisocial,

perilaku

mengancam,

keterlibatan

dengan

obat

terlarang,

hypochandriasis, masalah diit/makan, dan takut sekolah.


Untuk mencegah kesan remaja bahwa perawat memihak kepada orang
tuanya, maka sangat perlu diperhatikan perawat untuk melakukan kontak awal
langsung dengan remaja. Pengetahuan perawat tentang perkembangan normal
yang dialami remaja sangat diperlukan untuk dapat membedakan perilaku adaptif
dan menentukan masalah berdasarkan perilaku remaja merupakan langkah
pertama

dalam

merencanakan

asuhan

keperawatan.

Perawat

kemudian

menentukan tujuan jangka pendek berdasarkan respons maladaptive dengan


memperhatikan kekuatan yang dimiliki remaja, begitu pula tujuan jangka panjang.
(Ermawati,dkk.2009)
Tinjauan terhadap rencana asuhan keperawatan perlu dilakukan secara
berkala

untuk

memperbaiki

situasi,

catatan

perkembangan

dan

mempertimbangkan masalah baru. Sangat penting untuk mengkaji dan


mengevaluasi proses keperawatan pada remaja. Implementasi kegiatan perawat
meliputi: (Ermawati,dkk.2009)

a. Pendidikan pada remaja dan orang tua


Perawat adalah tenaga kesehatan yang paling tepat untuk memberikan
informasi mengenai kesehatan berkaitan dengan penggunaan obat terlarang,
masalah seks, pencegahan bunuh diri, dan tindakan kejahatan, begitu pula
informasi mengenai perilaku remaja dan memahami konflik yang dialami
mereka, orang tua, guru dan masyarakat akan lebih suportif dalam menghadapi
remaja, bahwakan dapat membantu mengembangkan fungsi mandiri remaja
dan orang tua mereka, akan menimbulkan perubahan hubungan yang positif.
b. Terapi keluarga
Terapi keluarga khususnya diperlukan bagi remaja dengan gangguan
kronis dalam interaksi keluarga yang mengakibatkan gangguan perkembangan
pada remaja. Oleh karena itu perawat perlu mengkaji tingkat fungsi keluarga
dan perbedaan yang terdapat didalamnya untuk menentukan cara terbaik bagi
perawat berinteraksi dan membantu keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi

kelompok

memanfaatkan

kecenderungan

remaja

untuk

mendapat dukungan dari teman sebaya. Konflik antara keinginan untuk


mandiri dan tetap tergantung, serta konflik berkaitan dengan tokoh otoriter,
akan mudah dibahas.
d. Terapi individu
Terapi individu oleh perawat spesialis jiwa yang berpengalaman dan
mendapat pendidikan formal yang memadai. Terapi individu terdiri atas terapi
yang bertujuan singkat dan terapi penghayatan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan perawat ketika berkomunikasi dengan remaja antara lain
penggunaan teknik berdiam diri, menjaga kerahasiaan, negativistic, resistens,
berdebat, sikap menguji perawat, membawa teman untuk terapi, dan minta
perhatian khusus, melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk
menciptakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan anak. Contohnya
adalah perawatan pranatal awal, program intervensi dini bagi orang tua dengan
faktor resiko yang sudah diketahui dalam membesarkan anak, dan
mengidentifikasi anak-anak yang berisiko untuk memberikan dukungan dan
pendidikan kepada orang tua dari anak-anak ini.
e. Startegi Pencegahan sekunder dengan menemukan kasus secara dini pada
anak-anak yang mengalami kesulitan di sekolah sehingga tindakan yang tepat

dapat segera dilakukan. Metodenya meliputi konseling individu dengan


program bimbingan sekolah dan rujukan kesehatan jiwa komunitas, layanan
intervensi krisis bagi keluarga yang mengalami situasi traumatik, konseling
kelompok di sekolah, dan konseling teman sebaya.
f. Dukungan terapeutik bagi anak-anak diberikan melalui psikoterapi individu,
terapi bermain, dan program pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak
mampu berpartisipasi dalam sistem sekolah yang normal. Metode pengobatan
perilaku

pada

umumnya

digunakan

untuk

membantu

anak

dalam

mengembangkan metode koping yang lebih adaptif.


g. Terapi keluarga dan penyuluhan keluarga penting untuk membantu keluarga
mendapatkan keterampilan dan bantuan yang diperlukan guna membuat
perubahan yang dapat meningkatkan fungsi semua anggota keluarga
h. Pengobatan berbasis rumah sakit

Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat


di rumah sakit jiwa. Pengobatan di unit-unit ini biasana diberikan untuk
klien yang tidak sembuh dengan metode alternatif yang kurang restriktif,
atau bagi klien yang beresiko tinggi melakukan kekerasan terhadap
dirinya sendiri ataupun orang lain

Program hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan


program sekolah di tempat (on-site) yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan khusus anak yang menderita penyakit jiwa.

Seklusi dan restrein untuk mengendalikan perilaku disruptif


masi menjadi kontroversi. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini
dapat bersifat traumatik pada anak-anak dan tidak efektif untuk
pembelajaran respon adaptif. Tindakan yang kurang restriktif meliputi
istirahat (time-out), penahanan terapeutik, menghindari adu kekuatan,
dan intervensi dini untuk mencegah memburuknya perilaku.

Defisit Perawatan Diri


1.Pengertian
Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas
perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan dan
BAB/BAK (toileting) (Fitria, 2009).
2. Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009)
adalah sebagai berikut:
a. Mandi/hygiene
Klien

mengalami

ketidakmampuan

dalam

membersihkan

badan,

memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air
mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk
dan keluar kamar mandi.
b. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian.
Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam,
memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik,
melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan
pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
c. Makan
Klien

mempunyai

ketidakmampuan

dalam

menelan

makanan,

mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,


menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka container,
memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah lalu
memasukkannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna makanan menurut
cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna
cukup makanan dengan aman.
d. BAB/BAK (toileting)

Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan


jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi
pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat,
dan menyiram toilet atau kamar kecil.
Menurut Depkes (2000) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) penampilan tidak rapi.
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Menarik diri, isolasi diri
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma
4) Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi
dan mandi tidak mampu mandiri.
1.3. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), Penyebab kurang perawatan
diri adalah kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000),
penyebab kurang perawatan diri adalah:
a. Faktor prediposisi
1.

Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien


sehingga perkembangan inisiatif terganggu.

2.

Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu


melakukan perawatan diri.

3.

Kemampuan realitas turun: Klien dengan gangguan jiwa dengan


kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan diri.

4.

Sosial: Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri


lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.

b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri.
Strategi Pelaksanaan Komunikasi
1. Pengertian Strategi Pelaksanaan Komunikasi
Strategi pelaksanaan komunikasi merupakan standar asuhan keperawatan
terjadwal yang diterapkan pada klien dan keluarga klien yang bertujuan untuk
mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani. Strategi pelaksanaan tindakan
keperawatan merupakan alat yang dijadikan sebagai panduan oleh seseorang perawat
jiwa ketika berinteraksi dengan klien (Fitria, 2009).
2. Tujuan Strategi Pelaksanaan Komunikasi Defisit Perawatan Diri
Tujuan strategi pelaksanaan komunikasi defisit perawatan diri menurut Purba (2009)
adalah sebagai berikut:
a. Pada Klien
1. Klien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.
2. Klien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik.
3. Klien mampu melakukan makan dengan baik.
4. Klien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.
b. Pada Keluarga
Keluarga mampu merawat anggota keluarga ysng mengalami masalah
kurang perawatan diri.
3. Pembagian Strategi Pelaksanaan Komunikasi Defisit Perawatan Diri

Pembagian strategi pelaksanaan komunikasi defisit perawatan diri menurut Purba


(2009) adalah sebagai berikut:
a. Kemampuan Merawat Klien
1. Strategi Pelaksanaan 1 (SP1)
a) Menjelaskan pentingnya kebersihan diri.
b) Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri.
c) Menbantu klien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.
d) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Untuk melatih klien dalam menjaga kebersihan diri dapat melakukan tahapan
tindakan yang meliputi:
a) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.
d) Melatih klien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.
2. Strategi Pelaksanaan 2 (SP2)
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b) Menjelaskan cara berdandan.
c) Membantu klien mempraktekkan cara berdandan.
d) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Tindakan melatih klien berdandan/berhias:
Klien laki-laki harus dibedakan dengan wanita. Untuk klien laki-laki
latihan meliputi: Berpakaian, menyisir rambut, bercukur. Untuk klien
wanita latihan meliputi: Berpakaian, menyisir rambut, berhias.
3. Strategi Pelaksanaan 3 (SP3)
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b) Menjelaskan cara makan yang baik.
c) Membantu klien mempraktekkan cara makan yang baik.
d) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan.
Untuk melatih klien dapat melakukan tahapan sebagai berikut:
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan.
b) Menjelaskan cara makan yang tertib.
c) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan.
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.
4. Strategi Pelaksanaan 4 (SP4)

a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.


b) Menjelaskan cara eliminasi yang baik.
c) Membantu klien mempraktekkan cara eliminasi yang baik dan
memasukkan dalam jadwal.
d) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Melatih klien BAB dan BAK secara mandiri sesuai tahapan berikut:
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK.
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK.
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.
b. Kemampuan Merawat Keluarga
1. Strategi Pelaksanaan 1 (SP1)
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri dan jenis
defisit perawatan diri yang dialami klien beserta proses terjadinya.
c) Menjelaskan cara-cara merawat klien defisit perawatan diri.
2. Strategi Pelaksanaan 2 (SP2)
a) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan defisit perawatan
diri.
b) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien defisit
perawatan diri.
3. Strategi Pelaksanaan 3 (SP3)
a) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat.
b) Menjelaskan follow up dan rujukan.
4. Evaluasi Strategi Pelaksanaan Komunikasi Defisit Perawatan Diri
Tanda- tanda strategi pelaksanaan komunikasi yang diberikan kepada
klien kurang perawatan diri berhasil menurut Purba (2009) adalah sebagai
berikut:
a. Klien dapat menyebutkan:
1. Penyebab tidak merawat diri.
2. Manfaat menjaga perawatan diri.
3. Tanda-tanda bersih dan rapi.
4. Gangguan yang dialami jika perawatan diri tidak diperhatikan.
b. Klien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri dalam hal:

1. Kebersihan diri
2. Berdandan
3. Makan
4. BAB/BAK
c. Keluarga memberi dukungan dalam melakukan perawatan diri:
1. Keluarga menyediakan alat-alat untuk perawatan diri.
2. Keluarga ikut seta mendampingi klien dalam perawatan diri.
Kemampuan Dalam Perawatan Diri
1. Pengertian Kemampuan
Kemampuan merupakan suatu ide generalitas dari satu ciri yang
dimiliki peserta didik dan dipengaruhi oleh pembelajaran yang berasal dari
praktek atau pengalaman sebelumnya yang disimpan dalam memori untuk
mengigat suatu petunjuk (Reilly, 2002). Kemampuan dalam penelitian ini
dimaknai dengan keterampilan motorik yang merupakan salah satu domain
dari prilaku. Domain keterampilan ini dikenal juga sebagai domain
psikomotor. Domain keterampilan mudah didentifikasi dan diukur karena
mencakup kegiatan berorientasi pada gerakan yang mudah diamati.
Pembelajaran pada domain ini meliputi penguasaan motorik halus dan kasar
dengan tingkat kompleksitas koordinasi neuromuskular semakin meningkat
untuk melakukan gerakan fisik, seperti berjalan, menulis, memegang alat-alat,
atau melaksanakan suatu prosedur (Bastable, 2002).
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya, kesehatannya, dan
kesejahteraannya sesuai dengan kondisi kesehatannya. Kemampuan untuk
melakukan perawatan diri: Perawat mengkaji kemampuan fungsional klien di
lingkungan rumah mereka maupun dalam pelayanan kesehatan, meliputi
aktivitas makan, berpakaian, perawatan diri dan berdandan (Potter & Perry,
2005).
2. Kemampuan Perawatan Diri
Adapun kemampuan perawatan diri berdasarkan kriteria hasil Nursing
Outcomes Classification dan intervensi Nursing Interventions Classification
menurut Wilkinson (2006) adalah sebagai berikut:
a. Mandi/Hygiene

Hasil yang disarankan NOC:


Perawatan

diri:

Aktivitas

kehidupan

sehari-hari

(AKS):

Kemampuan untuk melakukan tugas fisik paling dasar dan aktivitas


perawatan pribadi. Mandi (kemampuan untuk membersihkan tubuhnya
sendiri), hygiene (kemampuan untuk mempertahankan hygiene
dirinya).
Intervensi prioritas NIC:
Mandi (membersihkan tubuh yang berguna untuk relaksasi, kebersihan
dan penyembuhan). Bantuan perawatan diri mandi/hygiene (membantu
klien untuk memenuhi hygiene pribadi).
b. Berpakaian/Berhias
Hasil yang disarankan NOC:
Perawatan diri: Aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS): Kemampuan
untuk melakukan tugas fisik yang paling mendasar dan aktivitas
perawatan pribadi. Berpakaian (kemampuan untuk mengenakan
pakaian sendiri), berdandan (kemampuan untuk mempertahankan
penampilan yang rapi), hygiene (kemampuan untuk mempertahankan
higienenya).
Intervensi prioritas NIC:
Berpakaian (memilih, mengenakan dan melepas pakaian untuk orang
yang tidak dapat melakukan hal itu sendiri), perawatan rambut (adanya
peningkatan penampilan rambut yang bersih, rapi dan menarik).
Bantuan perawatan diri berpakaian/berhias (membantu klien dalam
berpakaian dan mengunakan tata rias).
c. Makan
Hasil yang disarankan NOC:
Perawatan diri: Aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS): Kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan yang paling dasar dan aktivitas perawatan
diri. Makan (kemampuan untuk menyiapkan dan memakan makanan).
Intervensi prioritas NIC:
Makan (memberi asupan nutrisi untuk klien yang tidak mampu makan
sendiri). Bantuan perawatan diri makan (membantu klien untuk
makan).
d. Toileting

Hasil yang disarankan NOC:


Perawatan diri: Aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS): Kemampuan
untuk melakukan aktivitas perawatan fisik dan pribadi paling dasar.
Eliminasi (kemampuan untuk melakukan aktivitas eliminasi sendiri).
Intervensi prioritas NIC:
Pengelolaan lingkungan (memanipulasi lingkungan sekitar klien untuk
keperluan terapeutik). Bantuan perawatan diri toileting (bantuan untuk
eliminasi).

Anda mungkin juga menyukai