OLEH :
KELOMPOK 6
Irwanto
115080513111006
Sartika Tangguda
115080509111003
Dewi Susylowati
115080509111004
125080509111001
Teguh Pianuary
125080509111002
I.
PENDAHULUAN
Pakan merupakan kebutuhan dasar bagi semua organisme budidaya. Dalam kegiatan
budidaya, pakan menempati urutan pertama dalam hal alokasi sumber biaya produksi.
Pakan yang diberikan pada organisme digunakan untuk kelangsungan siklus hidupnya,
untuk pertahanan dirinya (maintenance), untuk pertumbuhannya, untuk kesehatannya, serta
untuk reproduksinya.
Pakan terdiri dari pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami adalah pakan yang
telah tersedia langsung di alam, contohnya mikro/makro alga dan mikro/makro bentos.
Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dari beberapa bahan yang kemudian diolah
menjadi bentuk khusus yang diinginkan dimana komposisi bahan dapat ditentukan sendiri,
contohnya tepung ikan, tepung kedelai, tepung darah, dan lain-lain. Pakan yang dikonsumsi
oleh organisme budidaya harus tersedia dalam jumlah yang optimal untuk mencukupi
kebutuhan energi.
Salah satu cara memenuhi ketersediaan pakan adalah memproduksi pakan alami
karena pakan alami mudah didapatkan dan tersedia dalam jumlah yang banyak serta untuk
memproduksi pakan alami tidak membutuhkan biaya yang mahal. Pakan alami juga memiliki
nilai nutrisi yang tinggi, mudah dibudidayakan, memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan
mulut larva, memiliki pergerakan yang mampu memberikan rangsangan bagi larva untuk
memangsanya serta memiliki kemampuan berkembang biak dengan cepat dalam waktu
yang relatif singkat (Rostini, 2007).
Plankton adalah salah satu pakan alami yang digunakan dalam usaha pembenihan.
Klasifikasi plankton menurut cara memperoleh makanan, terdiri dari dua kelompok besar
yaitu fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah kumpulan organisme plankton
dengan memanfaatkan unsur-unsur hara, sinar matahari, dan karbon dioksida sehingga
dapat memproduksi materi organik sendiri. Jenis fitoplankton yang digunakan sebagai pakan
alami adalah Nannochloropsis sp.. Zooplankton adalah kumpulan organisme plankton yang
bersifat heterotrofik, yang mana untuk hidupnya membutuhkan materi organik dari
organisme lainnya, khususnya dari fitoplankton. Jenis zooplankton yang digunakan sebagai
pakan alami adalah rotifera (Brachionus plicatilis).
Menurut Sari et al. (2012), alga merupakan organisme yang tersedia melimpah di alam
dan dibedakan menjadi 1.800 marga dan 21.000 spesies. Alga mikro mempunyai tingkat
pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan tanaman terestrial. Menurut Inansetyo dan
Kurniastuty (1995) dalam Sari et al. (2012), terdapat beberapa alga mikro yang berpotensi
untuk dibudidayakan baik sebagai pakan alami di bidang perikanan maupun sebagai
paper
yang
berjudul
Aplikasi
Pupuk
NPK
Terhadap
Pertumbuhan
Nannochloropsis sp..
II.
PEMBAHASAN
Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis sp.
Klasifikasi Nannochloropsis sp. menurut Adehoog dan Simon (2001) dalam Anon et al.
: Chromophyta
Kelas
: Eustigmatophyceae
Ordo
: Eustigmatales
Famili
: Eustigmataceae
Genus
: Nannochloropsis sp.
Nannochloropsis sp. memiliki sejumlah kandungan pigmen dan nutrisi seperti protein
(52,11%), karbohidrat (16%), lemak (27,64%), vitamin C (0,85%), dan klorofil A (0,89%).
Nannochloropsis sp. merupakan sel berwarna kehijauan, tidak motil, dan tidak berflagel.
Selnya berbentuk bola dan berukuran kecil. Organisme ini merupakan divisi yang terpisah
dari Nannochloris karena tidak adanya klorofil B. Nannochloropsis sp. merupakan pakan
yang populer untuk rotifer, artemia, dan pada umumnya merupakan organisme filter feeder
(penyaring) (Anon et al., 2009) dalam Fachrullah (2011).
Menurut Fachrullah (2011), Nannochloropsis sp. memiliki ukuran sel 2-4 mikron,
berwarna hijau dan memilki dua flagella (Heterokontous) yang salah satu flagella berambut
tipis. Nannochloropsis sp. memiliki kloroplas dan nukleus yang dilapisi membran. Kloroplas
memiliki stigma (bintik mata) yang bersifat sensitif terhadap cahaya. Nannochloropsis sp.
dapat berfotosintesis karena memiliki klorofil. Ciri khas dari Nannochloropsis sp. adalah
memiliki dinding sel yang terbuat dari komponen selulosa.
Nannochloropsis oculata merupakan salah satu jenis fitoplankton dari kelompok non
diatom. Ukuran diameter selnya berkisar antara 4 9 m. Pertumbuhan populasi N. oculata
dapat mencapai puncaknya rata-rata pada umur 4 7 hari. Menurut Arif et al. (2004) dalam
Restiada (2008), plankton jenis N. oculata umur 4 5 hari baik digunakan sebagai sumber
pewarna (green water) dalam bak pemeliharaan larva ikan kerapu lumpur karena dengan
warna air yang hijau dapat menghindari kematian larva mengapung dan menghindari
terjadinya larva bergerombol di suatu tempat sebab terlalu terang. Aslianti & Priyono (2003)
dalam Restiada (2008) menambahkan, untuk meningkatkan nilai nutrisi rotifer sebelum
diberikan, dapat diperkaya dengan N. oculata karena dapat meningkatkan kehidupan larva.
optimum untuk pertumbuhannya adalah 25-35 , dan suhu 25-30oC merupakan kisaran
suhu yang optimal. Mikroalga ini dapat tumbuh baik pada kisaran pH 8-9,5 dan intensitas
cahaya 100-10000 lux. Nannochloropsis sp. lebih dikenal dengan nama Chlorella sp. laut
dikultur untuk pakan Barchionus plicatilis atau Rotifer karena mengandung Vitamin B12.
Kepadatan optimum yang dapat dicapai untuk skala laboratrium 50-60 juta sel/mL, skala
semi massal 20-25 juta sel/mL dan massal 15-20 juta sel/mL dengan masa kultur 4-7 hari
(Anon, 2009 dalam Fachrullah, 2011).
Nannochloropsis sp. memiliki kandungan lipid yang cukup tinggi yaitu antara 31-68%
berat kering (Campbell, 2008; Kawaroe, 2007; Rao, 2008 dalam Fachrullah, 2011).
Persentase PUFA (Poly Unsaturated Fattc Acid) utama pada Nannochloropsis sp. tetap
stabil pada kondisi dengan keterbatasan cahaya, tetapi pada kondisi dengan intensitas
cahaya jenuh kandungan PUFA menurun yang diikuti dengan kenaikan proporsi SFA dan
MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid). Nannochloropsis sp. mengandung Vitamin B12 dan
Eicosapentaenoic acid (EPA) sebesar 30,5 % dan total kandungan omega 3 HUFAs sebesar
42,7%, serta mengandung protein 57,02%.
Pupuk
Menurut Noviani (2010), pupuk adalah bahan untuk diberikan kepada tanaman baik
pupuk dan zat pengatur tumbuh. Pemberian pupuk bertujuan untuk meningkatkan
ketersediaan unsur hara yang dapat diserap tanaman untuk pertumbuhan optimum.
Pupuk NPK
Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk lengkap. Pupuk majemuk adalah pupuk yang
mengandung lebih dari satu jenis unsur hara untuk menambah kesuburan tanah. Pupuk
NPK terdiri dari berbagai jenis tergantung dari komposisi nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium
(K) yang dikandungnya. Menurut Purwohadiyanto et al. (2006) terdapat 15 jenis pupuk NKP,
yaitu Amofoska I (12% N, 24% P, 12% K), Amofoska II (10% N, 20% P, 15% K), Amofoska
III (10% N, 30% N, 10% K), Nitrfoska I (15% N, 11% P, 26,5% K), Nitrfoska II (16,5% N,
16,5% P, 21,5% K), Nitrfoska III (17,5% N, 13% P, 22% K), Nitrfoska A (15% N, 30% P, 15%
K), Nitrfoska B (15,5% N, 15,5% P, 18% K), Rustika lengkap (10% N, 8% P, 18% K), Rustika
lengkap biru (12% N, 12% P, 20-21% K), Rustika lengkap merah (13% N, 13% P, 21% K),
Rustika lengkap kuning (15% N, 15% P, 15% K), Pupuk campuran (C,P) (14% N, 12% P,
9% K), Pupuk campuran (C,P) (13% N, 13% P, 9% K), dan Pupuk campuran (C,P) (15% N,
15% P, 10% K).
Menurut Wiroatmodjo et al. (2010), pemupukan nitrogen dan fosfor berpengaruh
terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman. Meskipun tidak nyata pemberian nitrogen dan
fosfor cenderung meningkatkan produksi minyak. Pengaruh nitrogen, fosfor, dan kalium
terhadap minyak tidak selalu bersifat konsisten karena dapat menaik-turunkan kadar
komponen mutu. Adapun aplikasi dari jenis pupuk padat dan cair yaitu dengan cara :
tiosulfat 50 g/ m3. Adapun jenis dan dosis pupuk yang digunakan adalah ZA: 80 g/ m 3, Urea:
10 g/ m3, TSP: 30 g/ m3, Na-EDTA: 5 g/ m3, dan FeCl3: 2,5 g/ m3. Semua bahan dicampur,
diaduk dan disebar merata kedalam bak kultur. Selanjutnya, bibit N. oculata dimasukkan ke
dalam bak kultur dengan menggunakan pompa celup yaitu sebanyak 30% (Restiade et.al.,
2010).
Nitrogen
Menurut Purwohadiyanto et al. (2006), di perairan N terdapat dalam bentuk antara
lain: N2 berupa gas, nitrit (NO2), nitrat (NO3), amonium (NH4), dan amoniak (NH3). Nitrogen
diserap oleh tumbuhan mikro dalam bentuk ion NO 3- dan NH4+. Pada umumnya, unsur
tersebut di perairan kadarnya < 5 ppm, sedangkan batas minimum bagi pertumbuhan
plankton nabati (algae) adalah 0,35 ppm.
Nitrogen di perairan diperoleh antara lain : N 2 bebas dari udara dengan cara berdifusi
ke dalam perairan dan fiksasi oleh biota perairan (mikroba) dan dekomposisi bahan organik.
Nitogen tersebut di perairan akan hilang atau berkurang dengan adanya pemanfaatan oleh
algae, denitrifikasi, dan diadsorbsi atau diikat oleh koloid tanah antara lain NH 4+
(Purwohadiyanto et al., 2006).
Menurut Kurniawan (2010), fungsi nitrogen antara lain :
1. Merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan
2. Merupakan bagian dari sel (organ) tanaman itu sendiri
3. Mensintesa asam amino dan protein dalam tanaman
4. Merangsang pertumbuhan vegetatif (warna hijau)
Phosfor
Di dalam perairan terutama kolam, phosfat terdapat dalam jumlah yang kecil yaitu
antara 0,05 0,20 ppm dan phosfor mempunyai mobilitas yang sangat kecil, ini terjadi jika
dasar perairan berupa lumpur atau liat (karena akan terjerap/teradsorbsi) dan jika keadaan
ini ditumpang oleh situasi asam atau basa, maka phosfat tidak tersedia bagi algae karena
segera terikat oleh Ca pada situasi basa menjadi Ca 3(PO4)2 dan pada situasi asam akan
menjadi Fe3(PO4)2 dan Al4(PO4).
Kebutuhan phosfat oleh algae hanya dalam jumlah tertentu, tetapi ini sangat
ditentukan oleh jenis algae. Jenis Diatomae akan mendominasi perairan yang mengandung
phosfat rendah yaitu antara 0,00 0,02 ppm, sedangkan pada kandungan phosfat 0,02
0,05 ppm perairan banyak didominasi oleh Chlorophyceae dan pada kandungan phosfat >
0,1 ppm yang banyak tumbuh adalah kelompok Cyanophyceae (Wetzel, 1975 dalam
Herwati, U.S., 1990, dalam Purwohadiyanto et al., 2006).
Phosfor dapat dimanfaatkan oleh algae, kebanyakan dalam bentuk ortophosfat (HPO 4). Fungsi phosfor bagi algae antara lain : pembelahan sel, penyusun lemak dan protein, dan
merupakan bagian dari inti sel (Saefudin S., 1986 dalam Purwohadiyanto et al., 2006).
Kalium
Kalium penting di dalam proses metabolisme tumbuhan, terutama dalam sintesa asam
amino dan protein dari ion-ion amonium. Menurut Saefuddin S. (1986) dalam Herawati, U. S.
(1990) dalam Purwohadiyanto et al. (2006) bahwa unsur kalium penting di dalam proses
fotosintesis dimana kalium sebagai katalis, sebab jika kekurangan kalium maka kecepatan
asimilasi CO2 akan menurun. Dapat dikatakan bahwa kalium berperan membantu
pembentukan karbohidrat dan protein. Di samping itu, kalium berperan untuk mengimbangi
penambahan unsur N dan P melalui pemupukan, karena jika unsur kalium kurang (tidak
cukup), maka efisiensi N dan P akan rendah.
Unsur kalium merupakan faktor pembatas dalam produksi antosianin dan kolesom
(Mualim et al., 2009). Menurut Ververidis et al. (2007), antosianin sebagai bagian dari
senyawa flavonoid
memiliki
efek antioksidan
yang
berfungsi
melindungi
jantung
(cardioprotectiv).
Menurut Hanafiah (2010), unsur K rata-rata menyusun 1,0% bagian tanaman. Unsur
ini berperan berbeda dibanding N, S, dan P karena sedikit berfungsi sebagai penyusun
komponen tanaman, seperti protoplasma, lemak dan selulosa, tertapi terutama berfungsi
dalam pengaturan mekanisme (bersifat katalitik atau katalisator) seperti fotosintesis,
translokasi karbohidrat, sintesis protein, dan lain-lain.
Secara fisiologis, unsur ini berfungsi dalam :
1. Metabolisme karbohidrat seperti pada pembentukan, pemecahan, dan translokasi pati.
2. Metabolisme nitrogen dan sintesis protein.
3. Pengaturan pemanfaatan berbagai unsur hara utama.
4. Netralisasi asam-asam organik penting.
5. Aktivasi berbagai enzim.
6. Percepatan pertumbuhan dan perkembangan jaringan meristem (pucuk, tunas).
7. Pengaturan buka-tutup stomata dan hal-hal yang terkait dengan penggunaan air.
meliputi unsur hara N, P, dan K yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan N. oculata.
Oleh karena itu, pupuk ini memberikan pengaruh yang terbaik terhadap laju pertumbuhan
populasi N. oculata dibandingkan dengan pupuk yang lain.
Berdasarkan hasil uji kadar lemak tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata kadar
lemak
tertinggi terdapat pada perlakuan dengan pemberian pupuk Allen-Miquel yaitu sebesar 45%
dari 3 gram sampel yang diujikan atau sebesar 1,35 gram. Selanjutnya rata-rata kadar
lemak dari 3 gram sampel yang diujikan secara berurutan ialah pada perlakuan pemberian
pupuk Walne sebesar 34,5% atau sebesar 1,035 gram, pupuk Guillard dan Ryther
Modifikasi f sebesar 31% sebesar 0,93 gram dan yang terendah ialah pupuk Teknis (TG)
sebesar 23,93% sebesar 0,7179 gram (Sari et al., 2012).
Pupuk Allen-Miquel mengandung kadar unsur hara makro yang cukup lengkap yaitu
unsur K, N, Na, P, dan Ca. Namun, pupuk tersebut tidak mengandung unsur hara S dan C
atau dapat dikatakan media kultur mengalami defisiensi unsur hara S dan C. Menurut Deng
et. al. (2011) dalam Sari et al. (2012), media kultur yang kekurangan unsur hara S dan C
dapat meningkatkan kadar lemak total.
Unsur S merupakan komponen essensial yang digunakan untuk sintesis protein,
sehingga kekurangan unsur ini akan menurunkan kadar sintesis protein. Hal tersebut
menyebabkan kadar protein dalam sel menjadi berkurang. Selain itu, proses sintesis asam
amino menjadi terganggu, karena sejumlah metabolit antara dalam pembentukan
karbohidrat yang dihasilkan oleh asimilasi asetat lebih banyak digunakan untuk sintesis
asam lemak dibandingkan untuk sintesis asam amino.
Menurut Widianingsih et al. (2011), nutrien pada media pemeliharaan merupakan
komponen yang paling penting dalam pertumbuhan mikroalga. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perubahan pengurangan prosentase nutrien fosfat dan nitrat berpengaruh terhadap
proses fisiologi mikroalga dan berdampak pada pertumbuhan N. oculata. Pada perlakuan
kontrol (K), nutrisi yang diberikan sesuai dengan formula Conway dan menghasilkan nilai
kepadatan yang paling tinggi (86 x 106 sel/mL). Sedangkan nilai kepadatan N. oculata yang
terendah (54 x 106 sel/mL) terdapat pada media pemeliharaan dengan komposisi nutrien
fosfat dan nitrat 25 % dari nutrien kontrol (C). Nilai kepadatan puncak hasil penelitian ini
lebih tinggi dari hasil penelitian Renaud et al. (1991) yaitu 49-59 x 106 sel/mL. Ketersediaan
nutrien yang cukup akan menghasilkan pertumbuhan dan nilai kepadatan yang tinggi
(Shiharan et al., 1990; Hu dan Gao, 2006).
Berdasarkan pengamatan Widianingsih et al. (2011), kadar lipid total terbesar
ditemukan pada N. oculata yang dikultur pada media dengan komposisi fosfat dan nitrat 25
% dari nutrien kontrol yaitu sebesar 67,7 % dw, artinya penurunan fosfat dan nitrat sebesar
75 % mampu meningkatkan kadar lipid total pada N. oculata. Semakin kecil komposisi
prosentase nitrat dan fosfat yang diberikan pada media kultur maka semakin besar
kandungan total lipidnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hu dan Gao (2006) yang
mengatakan bahwa semakin rendah konsentrasi nitrat yang berasal dari NaNO 3 dan fosfat
dari NaH2PO4 maka kandungan lipid total pada Nannochloropsis sp. semakin besar dan
dapat mencapai 62 2,8 % dw. Gouveia dan Oliveira (2009) mendapatkan bahwa
Nannochloropsis sp. yang dikultur pada media dengan nutrien (nitrat) tercukupi mempunyai
kandungan lipid total dengan nilai kisaran 28,729 % dw. Griffiths dan Harrison (2009)
mengatakan bahwa pada kondisi media dengan nutrien N tercukupi, Nannochloropsis sp
memiliki kandungan lipid total berkisar 27-31 % dw dan sebaliknya pada kondisi
keterbatasan nutrien N, Nannochloropsis sp. menghasilkan kandungan lipid total sebesar
35-46 % dw (Griffiths dan Harrison, 2009). Peningkatan NaNO 3 dan KH2PO4 pada media
kultur akan meningkatkan kandungan protein dan polyunsaturated fatty acids (PUFAs)
Nannochloropsis, tetapi akan menurunkan kandungan karbohidrat, lipid total dan Total Fatty
Acids (Hu dan Gao, 2006). Artinya jumlah populasi Nannochloropsis sp. tidak sebanding
dengan kandungan lipid pada mikro alga ini, dimana pupuk yang memiliki komposisi nutrien
fosfat dan nitrat 25% dari nutrien kontrol memiliki nilai kepadatan terendah namun kadar lipid
totalnya tertinggi.
III.
PENUTUP
Kesimpulan yang dapat diambil dari paper yang berjudul Aplikasi Pupuk NPK
DAFTAR PUSTAKA
Fachrullah, Muhammad Rezza. 2011. Laju Pertumbuhan Mikroalga Penghasil Biofuel Jenis
Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. yang Dikultivasi Menggunakan Air Limbah Hasil
Penambangan Timah di Pulau Bangka. Skripsi. Bogor: IPB. 102 hlm.
Hanafiah, Dr. Ir. Kemas Ali. 2010. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Kurniawan,
Deni.
2010.
Fungsi
Unsur
Hara
Makro
(N-P-K).
http://old.denidi.com/2007/11/fungsi-unsur-hara-makro-n-p-k.html.
Tersedia
pada
Diakses
pada