Laporan Kasus
Astenopia, Astigmat myopia dan
Amblyopia Refraktif
Oleh:
Ardian Pratama
112013216
Pembimbing :
dr. Michael Lesmana Sp.M
: Ardian Pratama
NIM
: 11-2013-216
Dr. Pembimbing
.............................
.............................
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS
Nama
: An. F
Umur
: 9 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
: Ciparenggu
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluhan tambahan :
Pusing dan mata terasa sakit jika melihat jauh dalam waktu lama
: tidak ada
2. Alergi
: tidak ada
3. DM
: tidak ada
b. Mata
4. Riwayat sakit mata sebelumnya
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: ada
: tidak ada
Asthma
: tidak ada
Alergi
: tidak ada
Riwayat Kebiasaan:
Suka melakukan aktivitas di siang hari
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital
: Nadi
: 80 x/menit
Respirasi
: 24 x/menit
3
STATUS OPTHALMOLOGIS
OD
0,4, pin hole 0,5
PEMERIKSAAN
OS
0,4, pin hole 0,5
Visus
0,6
N/palpasi
Orthoforia
Edema (-), Hiperemis (-)
TIO (digital)
Posisi Bola Mata
N/palpasi
Orthoforia
Edema (-), Hiperemis (-)
spasme (-)
Tenang
Jernih
Dalam
Bulat, sentral, refleks
Konjungtiva
Cornea
COA
spasme (-)
Tenang
Jernih
Dalam
Bulat, sentral, refleks
Iris/Pupil
langsung (+)
Jernih
Jernih
RF (+), Papil bulat, Batas
Lensa
Vitreus
langsung (+)
Jernih
Jernih
RF (+), Papil bulat, Batas
Funduskopi Direk
Palpebra
2:3, LC (+)
2:3, LC (+)
Tes Konfronttasi
Ke segala arah
IV.
Ke segala arah
PEMERIKSAAN LAIN
Tidak dilakukan
V.
RESUME
Anamnesis
Seorang anak laki-laki berumur 9 tahun datang ke poli mata RS FMC Os merasa
kesulitan melihat jauh sejak 4 bulan yang lalu. Os mengaku selalu memicingkan mata jika
4
ingin melihat jauh. Os juga merasakan rasa pusing dan sakit setelah setelah melihat jauh.
Keluhan Os hobi bermain game dalam waktu lama. OS mengatakan keluarganya banyak
menggunakan kacamata.
Dari status oftalmologis didapatkan :
OD
0,4, pin hole 0,5
PEMERIKSAAN
OS
0,4, pin hole 0,5
Visus
0,6
VI.
DIAGNOSIS KERJA
- Astenopia
- Astigmat miopia kompusitus OD
- Astigmat myopia simpleks OS
-Ambliopia Refraktif
VII.
DIAGNOSIS BANDING
-
VIII.
IX.
PEMERIKSAAN ANJURAN
-
Autorefraktometer
Funduskopi indirek
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
-
Non medikamentosa
-
Edukasi:
1. Kurangi aktivitas bermain game
2. Pasien memakai kacamata yang telah dikoreksi
3. Control
IX.
PROGNOSIS
OCCULI DEXTRA (OD)
Ad Vitam
Bonam
Bonam
Ad Fungsionam
Dubia bonam
Dubia bonam
Ad Sanationam
Dubia bonam
Dubia bonam
Pendahuluan
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara
umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di
belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan
terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan
panjang sumbu bola mata. Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi
sehingga pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada
retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia
(rabun dekat), dan astigmat.1
6
Anamnesis
Keluhan utama digolongkan menurut lama , frekuensi, hilang-timbul dan cepat
timbulnya gejala, lokasi, berat, dan keadaan lingkungan saat timbulnya keluhan harus
diperhatikan, demikian pula setiap gejala yang berkaitan. Obat-obat mata yang dipakai
maupun pernah dipakai harus dicatat. Riwayat kesehatan terdahulu berpusat pada kondisi
kesehatan pasien secara umum dan, bila ada, penyakit sistemik yang penting. Gangguan
vaskular yang biasanya menyertai kelainan mata, seperti diabetes dan hipertensi, harus
ditanyakan secara spesifik. Alergi obat juga harus dicatat.
Riwayat keluarga berhubungan dengan sejumlah gangguan mata seperti strabismus,
ambliopia, glaukoma atau katarak, serta kelainan retina. Penyakit medis seperti diabetes juga
mungkin diperlukan.2
Pemeriksaan Fisik
Periksa visus
Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan
untuk melihat ketajaman penglihatan.
relaksasi
dan
tidak
berakomodasi.
2. Cara memeriksa :
o Kartu diletakkan pada jarak 5 atau 6 meter dari pasien dengan posisi lebih
tinggi atau sejajar dengan mata pasien.
Bila jarak 5 meter, maka visus normal akan bernilai 5/5 artinya mata normal
dapat melihat pada jarak 5 meter, pasien juga dapat melihat pada jarak 5 meter.
Bila berjarak 6 m, berarti visus normalnya 6/6. Satuan selain meter ada kaki =
20/20, ada juga log (logaritma).
o Pastikan cahaya harus cukup
o Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri harus ditutup dan
pasien diminta membaca kartu. (periksa mata kanan terlebih dahulu)
o Cara menilai visus dari hasil membaca kartu :
Bila pasien dapat membaca kartu secara berurutan pada baris dengan
visus 5/5 atau 6/6, maka tidak usah membaca pada baris berikutnya =>
visus normal
Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas visus
normal, cek pada 1 baris tersebut
dengan
false
2.
Bila tidak dapat membaca huruf pada baris ke 6, cek baris ke 5 dengan
ketentuan seperti di atas.
Bila tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, mka maju 1 m dan
lakukan penghitungan jari. Bila pasien dapat membaca, visusnya 5/60.
10
4. Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak tertentu, maka dilakukan pemeriksaan
penglihatan dengan lambaian tangan.
o Lambaian tangan dilakukan tepat 1 m di depan pasien.
Dapat berupa lambaian ke kiri dan kanan, atau atas bawah. Bila pasien dapat
menyebutkan arah lambaian, berarti visusnya 1/300
5. Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat
menggunakan 'pen light'
Bila dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/~. Tentukan arah proyeksi :
o Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang,berarti
visusnya 1/~ dengan proyeksi baik
Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk mengetahui apakah
tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal, superior, dan
inferior.
o Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti visusnya
1/~ dengan proyeksi buruk.
6. Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0
Uji Pinhole
Untuk membedakan gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi atau media
refraksi bisa menggunakan uji pinhole. Penglihatan kabur akibat refraksi (miopia, hiperopia,
astigma) disebabkan oleh banyaknya berkas sinar tak terfokus yang masuk ke pupil dan
mencapai retina. Ini mengakibatkan terbentuknya bayangan yang tidak terfokus tajam.
Melihat kartu snellen melalui sebuah plakat dengan lubang kecil mencegah sebagian besar
cahaya tidak terfokus untuk memasuki mata. Hanya sejumlah kecil berkas cahaya yg lebih
fokus yang bisa mencapai retina sehingga menghasilkan bayangan yang lebih tajam.
Sehingga pasien bisa membaca huruf pada satu atau dua baris dibawah barisan terakhir saat
tanpa menggunakan pinhole.2
11
Uji Pengaburan
Pasien diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang
paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90 yang jelas, maka tegak lurus padanya
ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180.
Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi
astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring
sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian
pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien
melihat jelas.7
Gambar No.4 Kipas Astigma
Pemeriksaan Penunjang
Secara umum Pemeriksaan refraksi terdiri dari 2 yaitu refraksi subyektif dan refraksi
obyektif. Refraksi subyektif tergantung respon pasien untuk mendapatkan koreksi refraksi
yang memberikan tajam penglihatan terbaik. Refraksi subjektif bisa dilakukan dengan
menggunakan Snellen
Refraksi obyektif dilakukan dengan mesin autorefraktor.Mesin autorefraktor adalah
mesin yang digunakan untuk mengukur kelainan refrakrif pasien secara cepat untuk
pembuatan kacamata dan kontak lens. Cara kerjanya adalah mengukur berapa cahaya masuk
kedalam retina. Pemeriksaan ini cepat, simpel, dan tidak sakit.1
Working Diagnosis
Miopia
12
Miopia disebut rabun jauh karena berkurangnya kemampuan melihat jauh tapi dapat
melihat dekat dengan lebih baik. Miopia terjadi jika kornea (terlalu cembung) dan lensa
(kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu panjang sehingga titik fokus
sinar yang dibiaskan akan terletak di depan retina.
Miopia ditentukan dengan ukuran lensa negatif dalam Dioptri. Klasifikasi miopia antara lain:
ringan (3D), sedang (3 6D), berat (6 9D), dan sangat berat (>9D).
Dikenal beberapa bentuk miopia seperti:
a. miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media seperti pada katarak intumesen
dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan
miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media
penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat
b. miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan
kornea dan lensa yang normal
miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya bila miopia lebih dari 6 dioptri diserati
kelainan pada fundus okuli dan pada pada panjangnya bola mata sampai terbentuknya
stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi
korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadangkadang terjadi ruptur membran bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya
neovaskularisasi subretina. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu
gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fudud mata miopa. Pada mata dengan
miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula dan
degenerasi bagian perifer.
13
Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai juling dan celah
kelopak yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya
untuk member efek pinhole. Pasien dengan miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat
segingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan
astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka mata penderita aka terlihat
juling ke dalam.
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina. Pada
mata dengan minus tinggi (baik salah satu mata maupun kedua mata) bisa menyebabkan
ambliopia.3
Etiologi
Beberapa faktor resiko terjadinya miopia diantaranya adalah:
1. Genetis. Cara pewarisannya kompleks karena melibatkan banyak variabel. Kelainan
refraksi, walaupun diwariskan tidak harus ada sejak lahir; berbeda dengan sifat
jangkung yang juga diwariskan dan harus ada saat lahir
14
2. Ras. Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan miopia yang lebih besar (70% 90%) dari pada orang Eropa dan Amerika (30% - 40%). Paling kecil adalah Afrika
(10% - 20%).
3. Kekurangan makanan bergizi pada masa pertumbuhan hingga usia 12 tahun.
4. pemberian Ketegangan berlebihan pada otot mata. Ketika Anda fokus pada
sebuah objek yang dekat untuk waktu yang lama, otot mata menjadi tegang. Bila hal
ini terus terjadi terus menerus dapat menyebabkan masalah dengan relaksasi mata.
Akhirnya, bisa mengakibatkan rabun jauh karena regangan berlebihan pada mata.
Beberapa kegiatan yang bisa membuat ketegangan pada mata adalah membaca pada
ruangan yang kurang cahaya, menonton TV, bermain video game, dll.2
Astigmatisma
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis
pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik.
Astigmatisme mencegah berkas cahaya jatuh sebagai suatu fokus titik di retina karena
perbedaan derajat refraksi di berbagai meridian kornea atau lensa kristalina.2
Klasifikasi
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang
saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya
bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat
koreksi lensa cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal.
Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu:
15
i.
ii.
16
Memiringkan kepala atau disebut dengan titling his head, pada umumnya keluhan
ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram.4
17
Ambliopia
Amblyopia berasal dari bahasa Yunani yaitu amblyos (tumpul) dan opia (penglihatan).
Dikenal juga dengan lazy eye atau mata malas. Amblyopia merupakan suatu keadaan
dimana The observer sees nothing and the patient very little. Amblyopia adalah penurunan
ketajaman penglihatan,walaupun sudah diberi koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau
bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata
maupun jaras penglihatan posterior. Amblyopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai
dengan gangguan/kelainan yang menjadi penyebabnya.
AMBLYOPIA STRABISMIK
Amblyopia yang paling sering ditemui ini terjadi pada mata yang berdeviasi konstan.
Konstan, tropia yang tidak bergantian (nonalternating, khususnya esodeviasi) sering
menyebabkan amblyopia yang signifikan. Amblyopia umumnya tidak terjadi bila terdapat
fiksasi yang bergantian, sehingga masing masing mata mendapat jalan/ akses yang sama ke
pusat penglihatan yang lebih tinggi, atau bila deviasi strabismus berlangsung intermiten maka
akan ada suatu periode interaksi binokular yang normal sehingga kesatuan sistem penglihatan
tetap terjaga baik.
18
AMBLYOPIA ANISOMETROPIK
Terbanyak kedua setelah amblyopia strabismik adalah amblyopia anisometropik,
terjadi ketika adanya perbedaan refraksi antara kedua mata yang menyebabkan lama
kelamaan bayangan pada satu retina tidak fokus. Jika bayangan di fovea pada kedua mata
berlainan bentuk dan ukuran yang disebabkan karena kelainan refraksi yang tidak sama
antara kiri dan kanan, maka terjadi rintangan untuk fusi. Lebih lebih fovea mata yang lebih
ametropik akan menghalangi pembentukan bayangan (form vision).
Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari bayangan kabur pada
perkembangan tajam penglihatan pada mata yang terlibat, dan sebagian lagi akibat kompetisi
interokular atau inhibisi yang serupa ( tapi tidak harus identik) dengan yang terjadi pada
amblyopia strabismik. Derajat ringan anisometropia hyperopia atau astigmatisma (1-2 D)
dapat menyebabkan amblyopia ringan. Myopia anisometropia ringan (< - 3 D) biasanya tidak
menyebabkan amblyopia, tapi myopia tinggi unilateral ( - 6 D) sering menyebabkan
amblyopia berat. Begitu juga dengan hyperopia tinggi unilateral ( + 6 D). Tapi pada beberapa
pasien (kemungkinan onset-nya terjadi pada umur lanjut), gangguan penglihatan, anehnya,
adalah ringan. Bila gangguan penglihatan amat sangat besar, sering didapat bukti adanya
malformasi atau perubahan degeneratif pada mata ametropia yang menyebabkan kerusakan
fungsional atau menambah faktor amblyogenik.
AMBLYOPIA ISOMETROPIA
Amblyopia isometropia terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak dikoreksi, yang
ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri.1 Dimana walaupun telah dikoreksi
dengan baik, tidak langsung memberi hasil penglihatan normal. Tajam penglihatan membaik
sesudah koreksi lensa dipakai pada suatu periode waktu (beberapa bulan). Khas untuk
amblyopia tipe ini yaitu, hilangnya penglihatan ringan dapat diatasi dengan terapi
penglihatan, karena interaksi abnormal binokular bukan merupakan faktor penyebab.
Mekanismenya hanya karena akibat bayangan retina yang kabur saja. Pada amblyopia
isometropia, bayangan retina (dengan atau tanpa koreksi lensa) sama dalam hal kejelasan/
kejernihan dan ukuran. Hyperopia lebih dari 5 D dan myopia lebih dari 10 D beresiko
menyebabkan bilateral amblyopia, dan harus dikoreksi sedini mungkin agar tidak terjadi
amblyopia.
19
AMBLYOPIA DEPRIVASI
Istilah lama amblyopia ex anopsia atau disuse amblyopia sering masih digunakan
untuk amblyopia deprivasi, dimana sering disebabkan oleh kekeruhan media kongenital atau
dini, akan menyebabkan terjadinya penurunan pembentukan bayangan yang akhirnya
menimbulkan amblyopia. Bentuk amblyopia ini sedikit kita jumpai namun merupakan yang
paling parah dan sulit diperbaiki. Amblyopia bentuk ini lebih parah pada kasus unilateral
dibandingkan bilateral dengan kekeruhan identik. Amblyopia oklusi adalah bentuk amblyopia
deprivasi disebabkan karena penggunaan patch (penutup mata) yang berlebihan. Amblyopia
berat dilaporkan dapat terjadi satu minggu setelah penggunaan patching unilateral pada anak
usia < 2 tahun sesudah menjalani operasi ringan pada kelopak mata.5
Astenopia
Astenopia, atau biasa disebut fatigue of eyes secara umum sebabkan oleh melihat
terlalu lama pada jarak dekat. Terdapat 2 jenis astenopia, astenia akomodatif (karena
regangan dari otot siliaris) dan astenopia muskularis (kelemahan dari otot ekstra okular). Cara
membedakannya yaitu dengat Patch test selama beberapa jam, jika membaik maka
penyebabnya adalah muskularis. Gejalanya bervariasi dari rasa tidak nyaman pada mata
hingga sakit kepala hebat.
Etiologi5
1. Gangguan refraksi yang tidak dikoreksi
2. Terlalu lama melihat pada jarak dekat
3. Pencahayaan yang tidak adekuat
4. Gangguan muskuler
5. Masalah pada retina
20
Tata Laksana
Kacamata dan lensa kontak
Kaca mata merupakan alat koreksi yang paling banyak dipergunakan karena mudah
merawatnya dan murah. Lensa gelas dan plastik pada kaca mata atau lensa kontak akan
mempengaruhi pengaliran sinar. Warna akan lebih kuat terlihat dengan mata telanjang
dibanding dengan kaca mata. Lensa cekung kuat akan memberikan kesan pada benda yang
dilihat menjadi lebih kecil, sedangkan lensa cembung akan memberikan kesan lebih besar.
Keluhan memakai kaca mata diantaranya, kaca mata tidak selalu bersih, coating kaca mata
mengurangkan kecerahan warna benda yang dilihat, mudah turun dari pangkal hidung, sakit
pada telinga dan kepala.
Selain kacamata, lensa kontak juga alat koreksi yang cukup banyak dipergunakan.
Lensa kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan di dataran depan kornea untuk
memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Lensa ini mempunyai diameter 8-10 mm,
nyaman dipakai karena terapung pada kornea seperti kertas yang terapung pada air. Agar
lensa kontak terapung baik pada permukaan kornea maka permukaan belakang berbentuk
sama dengan permukaan kornea. Permukaan belakang lensa atau base curve dibuat steep
(cembung kuat), flat (agak datar) ataupun normal untuk dapat menempel secara longgar
sesuai dengan kecembungan kornea. Perlekatan longgar ini akan memberikan kesempatan air
mata dengan mudah masuk diantara lensa kontak dan kornea. Air mata ini diperlukan untuk
membawa makanan seperti oksigen.1
Keuntungan dibandingkan dengan kaca mata biasa antara lain:
1. Pembesaran yang terjadi tidak banyak berbeda dibanding bayangan normal
2. Lapang pandangan menjadi lebih luas karena tidak banyak terdapat gangguan tepi
bingkai pada kaca mata.
21
Pemakai kontak lens beresiko terkena konjungtivitis, terlebih pada orang yang dengan
hygiene yang buruk, karena penyebab konjungtivitis tersering adalah kontaminasi pada
tempat kontak lensa tersebut. Pemakai lensa kontak harus mencuci tangan mereka sebelum
dan setelah mereka memasukkan dan melepaskan lensa mereka untuk membantu mengurangi
risiko infeksi. Selain itu, tempat lensa harus dicuci dalam air hangat bersabun dan dibiarkan
kering di udara.6
Lasik
Laser in situ keratomileusis adalah salah satu metode terpopuler untuk mengoreksi
kelainan refraktif seperti miopia, hipemetropia, dan astigma. Namun penyeleksian pasien
sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pasien harus menjalani syarat-syarat
yang ada sebelum melakukan lasik.
Indikasi lasik
Indikasi lasik yang paling umum saat ini adalah myopia selain hipermetropia dan
astigma. Indikasi lain adalah anisometropia yang disebabkan prosedur operatif seperti
penetrating keratoplasty, radial keratotomi atau operasi katarak. Bahkan baru-baru ini lasik
juga digunakan untuk mengobati presbiopi juga.
Myopia
Lasik telah digunakan untuk mengobati myopia dari -1 sampe -29 dioptri. Namun
koreksi maksimal hanya bisa sampai pada -12 dioptri (tergantung ketebalan kornea; pasien
dengan ketebalan kornea dibawah 500 mikrometer tidak bisa sampai -12) karena jika lebih
dari -12 dioptri memerlukan pemotongan bagian stroma yang luas sehingga beresiko
menyebabkan cornea ectasia.
Hipermetropia
Lasik bisa mengkoreksi +0.50 sampai +8.0 dioptri, namun hasilnya lebih dapat
diprediksi untuk mengkoreksi hipermetropias yang lebih dari +4 dioptri.
Astigma
22
Sekarang juga sudah dimungkinkan penggunaan lasik untuk mengobati miopia atau
hipermetropia astigma. Lasik bisa mengkoreksi astigma dari 0,5 sampai 10 dioptri. Mata
dengan kelainan astigma campuran biasanya memerlukan tindakan lasik lebih dari sekali.
Kontraindikasi Lasik
Tidak boleh dilakukan pada orang dengan Instabilitas refraksi, karena menyebabkan
hasil lasik tidak dapat diprediksi dan biasanya pasien tetap harus menggunakan kacamata
setelah operasi lasik. Pasien dengan Kondisi seperti penyakit cornea ectasis juga tidak juga
tidak diperbolehkan untuk lasik karena bisa memperburuk penyakitnya.
23
Orang yang memiliki kornea yang tipis (kurang dari <490 mikrometer) tidak
diperbolehkan untuk lasik karena bisa menyebabkan corneal ectasia, elevasi kornea posterior
juga tidak boleh kurang dari 40 mikrometer sebelum operasi. Lasik tidak boleh dilakukan
pada penderita glaukoma, karena penggunaan suction ring saat operasi dapat meningkatkan
tekanan bola mata, ini bisa mengakibatkan kerusakan pada nervus optikus. Ibu hamil dan
menyusui juga bisa membuat hasil lasik tidak bisa diprediksi karena bisa terjadi perubahan
hidrasi kornea dan refraksi. Penggunaan obat-obatan steroid jangka panjang atau hormon
replacement theraphy juga bisa memperlambat penyembuhan operasi.7
.Oklusi
Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan, yang
keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time) atau paruh
waktu (part-time).
24
B. Oklusi Part-time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan memberi hasil sama
dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya tergantung dari derajat
amblyopia. Amblyopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam penjelasan peranan
full-time patching dibanding part-time.
Idealnya, terapi amblyopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau tajam
penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing masing mata. Hasil ini tidak
selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan kemajuan, maka penatalaksanaan
harus tetap diteruskan.5
Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan amblyopia adalah dengan menurunkan kualitas
bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih buruk dari
mata yang amblyopia, sering juga disebut penalisasi (penalization). Sikloplegik (biasanya
atropine tetes 1% atau homatropine tetes 5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang
lebih baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur bila melihat dekat dekat.
ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya dengan patching
untuk amblyopia sedang (tajam penglihatan lebih baik daripada 20/100). ATS tersebut
dilakukan pada anak usia 3 7 tahun. ATS juga memperlihatkan bahwa pemberian atropine
pada akhir minggu (weekend) memberi perbaikan tajam penglihatan sama dengan pemberian
atropine harian yang dilakukan pada kelompok anak usia 3 7 tahun dengan amblyopia
sedang.3 Ada juga studi terbaru* yang membandingkan atropine dengan patching pada 419
orang anak usia 3-7 tahun,menunjukkan atropine merupakan pilihan efektif. Sehingga, ahli
mata yang tadinya masih ragu ragu, memilih atropine sebagai pilihan pertama daripada
patching.
Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi, yaitu tidak
mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi kosmetis. Dengan atropinisasi, anak sulit
untuk menggagalkan metode ini. Evaluasinya juga tidak perlu sesering oklusi. Metode
pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa positif dengan ukuran
25
tinggi (fogging) atau filter. Metode ini mencegah terjadinya efek samping farmakologik
atropine.
Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan metode non-oklusi pada pasien dengan
mata yang lurus (tidak strabismus) adalah kedua mata dapat bekerjasama, jadi
memungkinkan penglihatan binokular.8
Pencegahan
Karena sebagian besar kasus miopia merupakan kausa genetik, maka tidak ada
metode yang benar-benar efektif untuk mencegah miopia, namun karena beberapa penelitian
menemukan korelasi miopia dengan kegiatan mata yang berakomodasi terus menerus dalam
waktu lama sehingga mengurangi kegiatan yang memerlukan akomodasi terus menerus
mungkin bisa menahan progresivitas dari miopia.1
Epidemiologi
Sekitar 148 juta atau 51% penduduk di Amerika Serikat memakai alat pengkoreksi
gangguan refraksi, dengan penggunaan lensa kontak mencapai 34 juta orang. Angka kejadian
rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Jumlah penderita rabun jauh di
Amerika Serikat berkisar 3% antara usia 5-7 tahun, 8% antara usia 8-10 tahun, 14% antara
usia 11-12 tahun dan 25% antara usia 12-17 tahun. Pada etnis tertentu, peningkatan angka
kejadian juga terjadi walupun persentase tiap usia berbeda. Etnis Cina memiliki insiden rabun
jauh lebih tinggi pada seluruh usia. Studi nasional Taiwan menemukan prevalensi sebanyak
12% pada usia 6 tahun dan 84 % pada usia 16-18 tahun. Angka yang sama juga dijumpai di
Singapura dan Jepang.1
26
Daftar Pustaka
1. diunduh dari http://www.perdami.or.id/?page=news_seminat.detail&id=3, pada tanggal 23
maret 2013
2. Riordan-Eva P, Whiycher JP. Vaughan & Asbury General Opthtalmology. 17th Ed.
Terjh. Pendit BU. Oftalmologi Umum. Ed. 18. Jakarta: EGC; 2011
3. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive Errors,
Thieme, p. 127-136, 2000.
4. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Ed.4. Jakarta: FKUI; 2013
5. Greenwald, M.J; Parks, M.M; in Duanes Clinical Ophthalmology; Volume 1; Revised
Edition; Lippincott Williams & Wilkins; 2004; Chapter 10 p.1-19; Chapter
11 p1-8
6. Brooker C. Churcill Livingstones mini Encyclopedia of Nursing, 1st Ed. Terjh.
Hartono A, Pendit BU, Widiarti D. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC; 2009.h.
342
7. Vajpayee RB. Sharma N, Melki AS, Sullivan L. Step by Step Lasik. New Delhi:
Jaypee Broyhers Medical Publishers;2003.p. 9-12
8. American Academy of Ophthalmology; Pediatric Ophthalmology; Chapter 5 :
Amblyopia; Section 6; Basic and Clinical Science Course; 2005; p.63 70
27