Anda di halaman 1dari 23

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Kelainan hematologik dapat terjadi pada setiap sistem hematopoetik, yaitu pada
sistem eritropoetik, granulopoetik, trombopoetik, limfoetik, sistem retikulo endotelial
(RES).

Selain

pembagian

secara

morfologisnya

(anemia

mikrskopik,

normositik,makroskopik), klasifikasi lebih praktis ialah menurut etiologinya dan


berdasarkan sering nya keluhan terjadi keluhan dari penderita yaitu pucat (anemia).
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1
mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapat dalam 100 ml darah (Ngastia,
1997 ; 398). Anemia adalah berkurangnya volume eritrosit di kadar HB di bawah
batas nilai-nilai yang dijumpai pada orang sehat (Nelson; 838)
Menurut definisi, anemia adalah pengurangan julmal sel darah merah, kuantitas
hemoglobin dan volum pada sel darah merah (hematokrit) /100 ml darah (price,
1996).
B. Klasifikasi
1) Anemia Aplastik
Merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel darah dalam darah tepi ,
sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sum-sum tulang
belakang. Sistem limfopoetik dan RES sebenarnya dalam keadaan aplastik juga,
tetapi relatif lebih ringan dibandingkan dengan ketiga sistem hemopoetik lainya.
Aplasia yang mengenai sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia(anemia
hipoplastik), yang mengenai sistem granulopoetik disebut agranulositosis(penyakit
schultz) sedangkan yang mengenai sistem trombopoetik di sebut amegakariositik
trombositopenik, sedangkan jika mengenai seluruh sistem disebut panmieloloptisis

lazimnya disebut anemia aplastik.


a.

Penyebab
- Penyinaran yang berlebihan
- Sumsum tulang yang tidak mampu memproduksi sel darah merah.

b.

Gejala Klinis
- Pucat
- penurunan kadar HB
- Cepat lelah
- Lemah
- Gejala Icokopenia / trombositopeni
- anoreksia

c.

Pemeriksaan penunjang
Terdapat pensitopenia sumsum tulang kosong diganti lemak, neotrofil
kurang dari 300 ml, trombosit kurang dari 20.000/ml, retikulosit kurang
dari 1% dan kepadatan seluler sumsum tulang kurang dari 20%.

d.

Pengobatan
- Berikan transfusi darah Packed cell, bila diberikan trombosit
berikan darah segar / platelet concentrate.
- Atasi komplikasi (infeksi) dengan antibiotic, hygiene yang baik
perlu untuk mencegah timbulnya infeksi.
- Untuk anemia yang disebabkan logam berat dapat diberikan BAC
(Britis Antilewisite Dimercaprol)
- Transplantasi sumsum tulang
- istirahat
- Prednison dan testoteron
Prednison dosis 2-5 mg/kg BB/hari per oral
Testoteron dosis 1-2 mg/kg BB/hari secara parenteral
Hemopocitik sebagai ganti testoteron dosis 1-2 mg/kg BB/hari per

oral
Hendaknya memperhatikan fungsi hati

Iktisar gejala klinis dan hematologis anemia aplastik


Sumsum tulang

Darah tepi

Gejala klinis

Keterangan

Aplasia eritropoesis

retikulositopenia

Anemia (pucat)

Akibat
kadar

retikulositopenia
hb,hematokrit

dan

jumlah eritrosit rendah.


Akibat anemia : anoreksia,
Aplasia granulopresis

Granulositopenia,

Panas (demam)

leukopenia

pusing, gagal jantug,dll


Bila leukost normal, periksa
hutung jenis. Panas terjadi
karna

Aplasia trombopoetik

trombositopenia

Diatesis hemoragi

infeksi

sekunder

akibat granulositopenia
Perdarahan
berupa
ekomosis,epitaksis,

Relatif aktif limfopoesis

limfositosis

Relatif aktif RES

Mungkin terdapat sel -

perdarahan gusi
Limfosit tidak lebih dari
80%
-

plasma,monosit
bertambah
Gambaran umum : se sangat

Tambahan

kurang

,limpa,kel.getah

,banyak

jaringan

penyokong dan lemak

hepar
bening

tidak membesar dan tidak


ada ikterus

2) Anemia Defisiensi Zat Besi


a.

Definisi
Penyakit ini banyak ditemukan diseluruh dunia , tidak hanya mengenai
dewasa tapi juga pada anak yang sedang tumbuh dan pada ibu hamil yang
keperluan zat besinya lebih besar dari biasanya.
Anemia akibat defisiensi zat besi untuk sintesis Hb merupakan penyakit
darah yang paling sering pada bayi dan anak. Tubuh bayi baru lahir
mengandung kira-kira 0,5 b besi, sedangkan dewasa kira-kira 5 g. Untuk
mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 mg besi harus di absorbsi tiap hari
selama 15 tahun pertama kehidupan. Disamping kebutuhan pertumbuhan ini,
sejumlah kecil di perlukan untuk menyeimbangkan kehilangan besi normal
oleh pengelupasan sel. Karena itu, untuk mempertahankan keseimbangan
besi positif pada anak, kira-kira 1 mg besi hatu direabsorbsi setiap hari.
Besi diserap dua sampai tiga kali lebih efisien pada ASI daripada dalam
susu sapi, mungkin antar lain karena perbedaan kandungan kalsium. Selama
tahun

pertama

kehidupan,

karena

relatif

sedikit

makanan

yang

mengandungbesi dipasok, maka sering sulit dicapai jumlah besi yang cukup.
Atas alasan ini maka diet harus meliputi makanan seperti bubur bayi atau
formula yang telah diperkya besi, kedua-duanya sangat efektif untuk
mencegah defisiensi besi.
Formulan dengan 7-12 mg Fe/L untuk bayi cukup bulan dan formula
bayi prematur dengan 15 mg/L bagi bayi berat lahir kurang dari 1.800 g amat
efektif. Bayi yang semata-mata mendapat ASI harus mendapat tambahan besi
sejak umur 4 bulan . Paling banyak , bayi berada dalam situasi rawan dari
segi besi. Bila diet tidak adekuat atau kehilangan darah cukup banyak terjadi,
anemia akan muncul dengan cepat.
b. Patofisiologi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang paling banyak menyerang
anak-anak di Amerika Utara. Bayi cukup bulan yang lahir dari ibu

nonanemik dan bergizi baik, memiliki cukup persediaan zat besi sampai
berat badan lahirnya menjadi dua kali lipat, umumnya saat berusia 4 sampai
6 bulan. Anemia defisiensi basi biasanya tidak terlihat jelas sampai usia 9
bulan. Sesudah itu, zat besi harus tersedia dalam makanan untuk memenuhi
kebutuhan anak. Jika asupan zat besi dari makanan tidak mencukupi, terjadi
anemia defisiensi zat besi. Ketidakcukupan ini paling sering di sebabkan oleh
pengenalan makanan padat yang terlalu dini (sebelum usia 4 sampai 6
bulan), dihentikannya susu formula bayi yang di perkaya zat besi atau ASI
sebelum usia 1 tahun, dan minum susu sapi berlebihan tanpa tambahan
makanan padat kaya besi pada todler. Bayi yang tidak cukup bulan, bayi
dengan perdarahan perinatal yang berlebihan, atau bayi dari ibu yang kurang
zat besi dan kurang gizi, juga tidak memiliki cadangan zat besi yang
adekuat.bayi ini berisiko lebih tinggi menderita anemia defisiensi besi
sebelum berusia 6 bulan. Defisiensi besi pada ibu dapat mengakibatkan berat
badan lahir rendah dan kelahiran kurang bulan.
Anemia defisiensi besi dapat juga terjadi karena kahilangan darah yang
kronis. Pada bayi, hal ini terjadi karena perdarahan usus kronis yang
disebabkan oleh protein dalam susu sapi yang tidak tahan panas. Pada anak
semua usia, kehilangan darah sebanyak 1-7 ml dari saluran cerna setiap hari
dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Penyebab anemia defisiensi
besi lainnya meliputi defisiensi nutrisi, seperti defisiensi folat (vitamin B 12),
anemia sel sabit, talasemia mayor, infeksi, dan inflamasi kronis. Pada remaja
putri, anemia defisiensi besi juga dapat terjadi karena menstruasi yang
berlebihan.

c. Manifestasi klinis
1.

Konjungtiva pucat (hemoglobin [Hb] 6 sampai 10 g/dl).

2.

Telapak tangan pucat (Hb di bawah 8g/dl)

3.

Iritabilitas dan anoreksia (Hb 5 g/dl atau lebih rendah)

4.

Takikardia, murmur sistolik.

5.

Pika

6.

Latergi, kebutuhan tidur meningkat

7.

Kehilangan minat terhadap mainan atau aktivitas bermain.

d. Komplikasi
1.

Keterlambatan pertumbuhan (sejak lahir sampai usia 5 tahun)

2.

Perkembangan otot buruk (jangka panjang)

3.

Daya konsentrasi menurun

4.

Interaksi sosial menurun

5.

Penurunan prestasi pada uji perkembangan

6.

Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun.

7.

Memperberat keracunan timbal (penurunan besi memungkinkan

saluran
8.

gastrointestinal mengabsorbsi logam berat lebih mudah)

Peningkatan insidens stroke pada bayi dan anak-anak

e. Penatalaksanaan
Usaha pengobatan ditujukan pada pencegahan dan intervensi. Pencegahan
tersebut meliputi menganjurkan ibu-ibu untuk hanya memberikan ASI antar
usia 4 samapi 6 bulan, makan makanan kaya zat besi, dan minum vitamin
pranatal yang diperkaya besi (suplementasi dengan perkiraan 1 mg/kg besi per
hari). Suplementasi besi harus di mulai ketika bayi akan di berikan susu
pengganti. Terapi untuk mengatasi anemia defisiensi besi terdiri atas program
pengobatan berikut.
1.

Di usia 6 bulan, bayi yang mendapat ASI harus menerima 1 mg/kg


tetesan zat besi per hari.

2.

Untuk bayi yang mendapatkan ASI yang lahir prematur atau mangalami
berat badan lahir rendah, direkomendasikan mendapat tetesan zat besi
2-4 mg/kg (maksimum 15 mg) setiap hari yang dimulai sejak usia 1
sampai 12 bulan.

3.

Sampai usia 12 bulan, hanya ASI atau formula bayi yang diperkaya zat
besi yang harus diberikan.

4.

Antara usia 1 sampai 5 tahun, anak-anak tidak boleh mengonsumsi susu


kedelai, kambing, atau sapi lebih dari 680 gr per hari.

5.

Antara usia 4 sampai 6 bulan, bayi harus mendapatkan sereal yang


diperkaya zat besi sebanyak dua kali atau lebih.

6.

Pada usia 6 bulan, anak harus mendapatkan makanan sehari-hari yang


kaya vitamin C untuk meningkatkan absorpsi besi.
Zat besi diberikan melalui mulut. Semua besi yang dibentuk sama efektif

(ferous sulfat, ferous fumarat, ferous suksinat,ferous glukonat). Vitamin C


harus diberikan secara stimultan dengan zat besi ( asam askorbat meningkatkan
absorbsi besi).besi paling baik diabsorbsi bila dikonsumsi 1 jm sebelum makan.
Terapi besi harus dilanjutkan minimal untuk 6 minggu setelah anemia dikoreksi
untuk mengisi cadangan zat besi. Zat besi yang dapat diinjeksikan jarang
digunakan hanya jika terdapat penyakit malabsorbsi usus halus.
Remaja putri harus dianjurkan untuk memakan makanan yang kaya zat
besi. Strategi pencegahan lain meliputi penapisan komprehensif, diagnosis, dan
penanganan defisiensi besi
Sumber besi Bayi baru lahir yang sehat telah mempunyai persediaan besi
yang cukup sampai ia berusia 6 bulan, sedangkan bayi prematur (neonatus
kuang bulan) persediaan besinya hanya cukup sampai ia berusia 3 bulan.
Makanan yang mengandung banyak besi ialah hati, ginjal, daging, telur, buah
dan sayur yang mengandung klorofil. Untuk menghindari anemia defisiensi
besi, ke dalam susu buatan, tepumg umtuk makanan bayi dan beberapa jenis
makanan lainnya ditambahkan besi.
Akhir-akhir ini telah banyak dibicarakan bahaya hemokromatosis sebagai
akibat penambahan besi ke dalam makanan.
a. Penyebab
- masukan kurang (defisiensi diet relatif disertai pertumbuhan yang

cepat)
- absorbsi kurang (diare kronis, malabsorbsi)
- infeksi
- pengeluaran berlebih (perdarahan)
b. Gejala klinis
Anak tampak lelah dan lekas lelah, pucat, sakit kepala, iritabe dan
anak tidak tampak sakit karena perjalanan penyakit menahun, tampak
pucat terutama pada inukosa bibir, faring, telapak tangan dan dasar
kuku, konjungtiva okuler berwarna kebiruan atau berwarna putih
mutiara dan jantung agak membesar.
c. Pemeriksaan penunjang
Ferritin serum rendah kurang dari 30 mg/l, MCV menurun
ditemukan gambaran sel mikrositik hipokrom, Hb <10 g%; MCV <79 c;
MCHC <32%, hipokromik,poikilositosis,pemeriksaan sumsum tulang
belakang menunjukan sistem eritropoetik hiperaktif dengan sel
normoblas polikromatofilyang predominan dan eritrosit menurun,
(LAB)
d. Pengobatan
Makanan yang adekuat, dan dengan pemberian garam-garam
sederhana peroral (sulfat ferosus 3 kali 10 mg/kgbb/hari, glukonat,
fumarat), preparat, besi secara parenteral besi dekstram, jika anak
sangat anemis dengan Hb di bawah 4 gm/dl diberi 2-3 ml/kg packed
cell, jika terjadi gagal jantung kongestif maka pemberian modifikasi
transfusi tukar packed eritrosis yang segar, dapat pula diberi antelmintik
bila ada cacing penyebab defisiensi besi,diberikan 3 kapsul dengan
selang waktu 1 jam sebelum anak dipuasakan dan diberika laksan
setelah 1 jam pemberian kapsul ketiga diberikan, piranti pamoate 10
mg/kgbb dosis tunggal dan antibiotik bila perlu.

3) Anemia Hemolitik
Pada anemia heAnemia hemolitik dapat diklasifikasikan sebagai :
1.

Selular, akibat dari kelainan intrinsik membran,enzim, atau

hemoglobin
2.

Ekstarseluler, akibat dari anti bodi, faktor mekanik, atau faktor

plasma.
Kebanyakan kelainan seluler di wariskan (hemoglobinuria nokturnal
proksimal adalah akuisita), dan kebanyakan defek ekstraseluler
adalah akuisita (abetalipoproteinemia dengan akantosisi adalah
herediter).
Anemia Hemolitik oleh karena kekurangan enzim
Setiap gangguan metabolisme dalam eritrosit (yang terutama
hanya bergantung pada metabolisme karbohidrat), akan menyebabkan
umur eritrosit menjadi pendek dan timbul anemia hemolitik.
a.Defisiensi Glucose-6-Phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
Defisiensi G-6PD di temukan pada berbagai bangsa didunia.
Akibat kekurangan enzim ini maka glutation (GSSG) tidak dapat
direduksi. Glutation dalam keadaan tereduksi (GSH) diduga penting
untuk melidungi eritosit dari setiap oksidasi, terutama obat-obatan.
Defisiensi G-6PD ini di turunkan secara dominan melalui kromosom
X. Penyakit ini lebih nyata pada laki-laki.
Proses hemolitik dapat timbul akibat atau pada :
1. Obat-obatan (asetosal,piamidon,sulfa,obat anti malaria dan lain-lain.)
2. Memakan kacang babi (Vicia faba), dapat menyebabkan hemolisis
yang hebat. Kadang-kadang gejala hemolisis timbul akibat masuknya
serbuk bunga ke dalam jalan nafas. Dalam hal ini mungkin faktor
alergi memegang peranan.
3. Bayi baru lahir. Kadang-kadang proses hemolitik hebat sekali

sehingga
diperlukan transfusi tukar (eksanguinasi).
b.

Defisiensi Glutation reduktase


Kadang-kadang disertai trombopenia dan leukopenia dan sering

disertai kelainan neurologis.


c.Defisiensi Glutation
Penyakit ini di turunkan secara resesif dan jarang di temukan.
d.

Defisiensi Piruvatkinase
Pada bentuk homozigot, defisiensi ini dapat berat sekali (20-

30%), sedangkan pada bentuk heterozigot tidak demikian berat. Khas


untuk penyakit ini adanya peninggian kadar 2,3 difosfogliserat (2,3
DPG). Gejala klinisnya bervariasi dari yang ringan sampai yang berat
sekali sehingga pada bayi baru lahir tidak jarang haus dilakukan
transfusi tukar. Pada anak besar dan pada penyakit yang telah lama
berlangsung dapat ditemukan kelainan radiologis tulang. Pada
keadaan yang berat diperlukan transfusi darah.
e.Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
Gejala menyerupai sferositosis, tetapi tidak didapatkan peninggian
fragilitas osmotik dan hapusan darah tepi tidak ditemukan sferosit. Pada
bentuk homozigot keadaannya lebih berat dan umumnya bayi akan
meninggal dalam tahun pertama kehidupannya.
f. Defisiensi Difosfogliserat mutase
g.

Defisiensi Heksokinase

h.

Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

Ketiga jenis penyakit yang disebut terakhir ini mungkin diturunkan secara
resesif dan diagnosisnya hanya ditegakkan dengan pemeriksaan biokimia
molitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100120 hari).

A. Golongan dengan penyebab hemolisis yang terdapat dalam eritrosit


sendiri. Umumnya penyebab hemolisis dalam golongan ini ialah kelainan
bawaan (kongenital).
B. Golongan dengan penyebab hemolisis ektraseluler. Biasanya penyebabnay
merupakan faktor yang didapat (acquired).
Gejala umum penyakit ini disebabkan oleh adanya penghancuran eritrosit
dan keaktifan sumsum tulang untuk mengadakan kompensasi terhadap
penghancuran tersebut. Bergantung kepada fungsi hepar, akibat pengancuran
eritrosit yang berlebihan itu dapat menyebabkan peninggian kadar bilirubin
atau tidak. Sumsum tulang dapat membentuk 6-8 kali lebih banyak sistem
eritrpoetik daripada biasa, sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak sekali
eritrosit berinti, jumlah retikulosit meninggi, polkromasi. Bahkan sering
terjadi eritropoesis ekstramedular. Kekurangan bahan untuk pembentukan sel
darah seperti vitamin, protein dan lain-lain atau adanya infeksi dapat
menyebabkan gangguan pada keseimbangan antar penghancuran dan
pembentukan sistem eritropoetik, sehingga keadaan ini dapat menimbulkan
krisis aplastik.
Limpa

umumnya

membesar

karena

organ

ini

menjadi

tempat

penyimpanan eritrosit yang dihancurkan dan tempat pembuatan sel darah


ekstramedular. Pada anemia hemolitik yang kronis terdapat kelainan tulang
rangka akibat hiperplasia sumsum tulang.
A. Gangguan intrakorpuskuler (kongenital)
Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena adanya gangguan
metabolisme dalam eritrosit itu sendiri.
Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Gangguan pada struktur dinding eritrosit
2. Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam
eritrosit
3. Hemoglobinopatia

Gangguan struktur dinding eritrosit


A. Sferositosis
Kelainan kongenital yang dominan dan kronis ini jarang ditemukan pada
orang Asia. Lebih sering ditemukan pada orang Eropa barat. Pada penyakit
ini uumur eritrosit pendek, bentuknya kecil, bundar dan resistensinya
terhadap NaCl hipotonis menjadi rendah. Limpa membesar dan sering kali
disertai ikterus. Jumlah retikulosit dalam darah tepi meningkat.
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan
membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga
sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok dibandingkan
dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi
yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik.
Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama
menderita kelainan ini.
Pada 405-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.
Pengobatan
Transfusi darah terutama dalam keadaan krisis. Pengangkatan limpa pada
keadaan yang ringan dan anak yang agak besar (2-3 tahun).
Sebaiknya diberikan roboransia.
B. Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50%-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong).
Dalam keadaan normal bentuk eritrosit seperti ini ditemukan kira-kira 15%20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum Mendel.
Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang ditemukan
kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses
hemolisis dari penyakit ini.
C. A-beta lipoproteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur
eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut
disebabakan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.

D. Gangguan pembentukan nukleotida


Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya
pada panmielopatia tipe Fanconi.
Ada pula anemia hemolitik karena kelainan intrakorpuskuler yang
penyebabnya didapat (acquired). Misalnya pada defisiensi vitamin E yang
kadang-kadang ditemukan pada bayi. Kelainan ini juga menyebabkan umur
eritrosit menjadi pendek.
LANDASAN ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Biodata
1. Keluhan utama : Lemah badan, pusing anak rewel
2. Riwayat penyakit sekarang
Adanya lemah badan yang diderita dalam waktu lama, terasa lemah setelah
aktivitas, adanya pendarahan, pusing, jantung berdebar, demam,selera makan
menurun.
3. Riwayat penyakit keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita penyakit hematologis
4. Riwayat penyakit dahulu
a.
b.

Antenatal : Penggunaan sinar-X yang berlebihan

Natal
c.

: Obat-obat
Postnatal : Pendarahan, gangguan sistem pencernaan

d.

Activity daily life

e.

Nutrisi : nafsu makan menurun, badan lemah

f.

Activity : Jantung berdebar, lemah badan, sesak nafas,


penglihatan kabur

g.

Tidur
h.

: Kebutuhan istirahat dan tidur berkurang banyak

Eliminasi : Kadang-kadang terjadi konstipasi

5. Pemeriksaan

a)

Pemeriksaan umum

b) Keadaan umum lemah, terjadi penurunan tekanan sistol dan diastole,


pernafasan takipnea, dipsnea, suhu normal, penurunan berat badan.
c)

Pemeriksaan fisik

- Kepala : Rambut kering, menipis, mudah putus, wajah pucat, konjungtiva


pucat, penglihatan kabur, pucat pada bibir, terjadi perdarahan
pada gusi, telinga berdengung
- Leher : JVP melemah
- Thorax :

Sesak nafas, jantung berdebar-debar, bunyi jantung murmur


sistolik

- Abdomen : Sistem abdomen, perdarahan saluran cerna, hepatomegali dan


kadang-kadang splenomegali
- Extrimitas : Pucat, kaku mudah patah, telapak tangan basah dan hangat
d) Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan darah lengkap (LAB)
- Pemeriksaan fungsi sumsum tulang
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Perubahan perfusi jaringan b/d perubahan komponen seluler yang diperlukan
untuk mengirim oksigen atau nutrien ke sel
2) Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara pengirim dengan
kebutuhan oksigen
3) Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan untuk mencerna makan
atau absorbsi nutrisi yang diperlukan
4) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d perubahansirkulasi dan
neurologis gangguan mobilitas.
5) Resiko tinggi terjadi b/d perubahan sekunder tidak adekuat (menurunnya Hb)
3. RENCANA KEPERAWATAN
1) Dx : Perubahan perfusi jaringan b/d perubahan komponen-komponen seluler

yang diperlukan untuk mengirim oksigen atau nutrien ke sel


Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
Kriteria hasil :
- Tanda vital
- Membran mukosa merah
- Akral hangat
Intervensi
- Awasi TTV, kaji warna kulit atau membran mukosa dasar kulit
R/ Memberikan informasi tentang denyut perfusi jaringan dan membantu
menentukan intervensi selanjutnya.
- Atur posisi lebih tinggi
R/ Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi
- Observasi pernafasan
R/ Dispnea menunjukkan gejala gagal jantung ringan
-

Kaji untuk respon verbal melambatkan mudah terangsang gangguan

memori
R/ Mengindikasikan definisi dan kebutuhan pengobatan
- Kolaborasi dalam pemberian transfusi
R/ Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi,
menurunkan resiko tinggi pendarahan
2. Dx : Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara pengirim dengan
kebutuhan oksigen
Tujuan : Dapat melakukan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan
Kriteria hasil :
- Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
- Menunjukkan penurunan tanda-tanda vital
Intervensi
- Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan jaya jalan atau kelemahan
otot
R/ Menunjukkan perubahan neorologi karena defisiensi vitamin B12
mempengaruhi keamanan pasien atau resiko cidera.

- Awasi TD, nadi, pernafasan selama dan sesudah aktivitas


R/ Manifestasi kardiopulmunal dari upaya jantung dan paru untuk membawa
jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
- Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing
R/ Hipotensi atau hipoksia dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan
peningkatan resiko cidera
- Berikan bantuan dalam aktivitas atau ambulasi bila perlu
R/ Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan
sesuatu sendiri.
- Berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan
R/ Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan
menurunkan regangan jantung dan paru
3. Dx : Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidak mampuan untuk mencerna
makanan atau absorbsi nutrisi yang diperlukan
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
- Menunjukkan peningkatan berat badan
- selera makan meningkat
- Pasien tidak mual dan muntah
Intervensi
- Kaji riwayat nutrisi termasuk makan yang disukai
R/ Mengidentifikasi defisiensi
- Observasi dan catat masukan makanan klien
R/ mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan makanan
- Timbang berat badan tiap hari
R/ Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi
- Berikan makanan sedikit tapi sering
R/ Menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan mencegah disiensi
gaster
- Pantau pemeriksaan Hb, albumen protein dan zat besi serum
R/ Meningkatkan efektivitas program pengobatan termasuk diet nurtrisi yang

diberikan
4. Dx : Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d perubahan sirkulasi
dan neurologis gangguan mobilitas
Tujuan : Integritas kulit adekuat
Kriteria hasil :
- Mempertahankan integritas kulit
- Mengidentifikasi faktor resiko / perilaku individu untuk mencegah cedera
dermal
Intervensi
- Kaji integritas kulit catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat
lokal, eritema
R/ Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan mobilisasi
- Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak
bergerak atau tidur di tempat tidur
R/Meningkat sirkulasi kesemua area kulit membatasi iskemia jaringan atau
mempengaruhi hipoksia seluler
- Anjuran permukaan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun
R/Area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan organisme patogen, sabun dapat mengeringkan kulit secara
berlebihan dan dapat meningkatkan iritasi.
5. Dx : Resiko tinggi terjadi infeksi b/d perubahan sekudner tidak adekuat
(penurunan Hb)
Tujuan : Tidak adanya infeksi pada sistem tubuh
Kriteria hasil :
- Mengidentifikasi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi
- Meningkatkan penyembuhan luka, eritema dan demam
Intervensi
- Tingkatkan cuci tangan yang baik untuk pemberi perawatan dan pasien
R/ Mencegah kontaminasi silang atau kolonisasi bakteri
- Pertahankan teknik aseptik tepat pada prosedur perawatan luka

R/ Menurunkan resiko kolonisasi atau infeksi bakteri


- Pantau atau batasi pengunjung berikan isolasi bila memungkinkan
R/ Membatasi pemajaran pada bakteri infeksi
- Pantau suhu catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa
demam
R/Indikator proses inflamasi atau infeksi membutuhkan evaluasi atau
pengobatan

4. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Melakukan sesuai dengan intervensi atau perencanaan keperawatan yang
telah dibuat
5. EVALUASI KEPERAWATAN
1) Dx : Perubahan perfusi jaringan b/d perubahan komponen-komponen seluler
yang diperlukan untuk mengirim oksigen atau nutrien ke sel
- Tanda vital dalam batas normal
- Membran mukosa merah tidak sianosi
- Akral hangat
2) Dx : Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara pengirim dengan
kebutuhan oksigen
- keluarga atau klien Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
- hasil observasi tanda-tanda vital dalam batas normal
3) Dx : Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidak mampuan untuk mencerna
makanan atau absorbsi nutrisi yang diperlukan
- berat badan dipertahankan
- selera makan anak meningkat

- Pasien tidak mual dan muntah


4) Dx : Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d perubahan
sirkulasi dan neurologis gangguan mobilitas
- integritas kulit dapat dipertahankan
- Mengidentifikasi faktor resiko / perilaku individu untuk mencegah cedera
dermal
5) Resiko tinggi terjadi infeksi b/d perubahan sekudner tidak adekuat
(penurunan Hb)
- resiko infeksi tidak terjadi
- Meningkatkan penyembuhan luka, eritema dan demam
- tidak ada tanda-tanda infeksi

DAFTAR PUSTAKA

Ngastiah. 1997. Perawatan anak sakit, EGC, Jakarta


Nelson. 2003. Ilmu keperawatan anak, EGC, Jakarta
Cecily lynn betz. 2009. Keperawatan anak, EGC, Jakarta
Paulette haws. 2008. Asuhan neonatus, EGC, Jakarta
Staf FK universitas indonesia. 1985. Buku ajar ilmu kesehatan anak, Infomedika, Jakarta

3.

ANEMIA HEMOLITIK

3.1 Penyebab
3.1.1 Faktor instrinsik
-

Karena kekurangan bahan untuk membuat eritrosit

Kelainan eritrosit yang bersifat congenital seperti hemoglobinopati

Kelainan dinding eritrosit

Abnormalita dari enzym dalam eritrosit

3.1.2 Faktor ekstrinsik


-

Akibat reaksi non immunitas (akibat bahan kimia atau obat-obatan, bakteri)

Akibat reaksi immunitas (karena eritrosit diselimuti anti body yang


dihasilkan oleh tubuh itu sendiri)

3.2 Gejala klinis


Badan panas, menggigil, lemah, mual muntah, pertumbuhan badan yang terganggu,
adanya ikhterus dan spelenomegali.
3.3 Pemeriksaan penunjang
Terjadi penurunan Ht; penggian bilirubin inderik dalam darah dan peningkatan
bilirubin total sampai 4 mg/dl dan peninggian urobilin.
3.4 Penatalaksanaan
Tergantung dari penyakit dasarnya, splenoktomi merupakan tindakan yang harus
dilakukan.
Indikasi dan splenoktomi adalah :
-

Sferositosis konginital

Hipersplenisme

Limia yang terlalu besar sehingga menimbulkan gangguan mekanisme

Berikan kortikosteroid pada anemia hemolisis autoimum, transfusi darah dapat


diberikan jika keadaan berat.

Anda mungkin juga menyukai