Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL

BERESIKO ANEMIA

DOSEN PEMBIMBING:

Ns. Sunarsih, S.Kep., MM

DISUSUN OLEH :

Nama : SALSABILA INDAH PURWANINGRUM


NIM : 1914301013
Kelas : Tingkat 2 Reguler 1

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNG KARANG

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


TAHUN AKADEMIK 2021/2022

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO ANEMIA

DEFINISI
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau hitung eritrosit (red
cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah. Tetapi harus
diingat terdapat keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan massa
eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut, dan kehamilan. Oleh karena itu dalam diagnosis
anemia tidak cukup hanya sampai pada label anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar
yang menyebabkan anemia tersebut. (Sudoyo Aru,dkk 2009)
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr%
(Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II
(Saifuddin, 2002).
Dapat disimpulkan bahwa anemia adalah penurunan kadar sel darah merah (Hb) dibawah rentang
normal.

ETIOLOGI
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut
bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi (Safuddin, 2002). Menurut Mochtar (1998)
penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Kurang gizi (malnutrisi)
2. Kurang zat besi dalam diit
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain
KLASIFIKASI ANEMIA DALAM KEHAMILAN
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998), adalah sebagai berikut:
1. Anemia Defisiensi Zat Besi
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya yaitu,
keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah
pemberian tablet besi.
a. Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau
Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/
bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam
folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).
b. Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral, dan
adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua
(Wiknjosastro, 2002). Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000
mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat
yaitu 2 gr% (Manuaba, 2001).
Untuk menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil
anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan
keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat
dilakukan dengan menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu
trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Hb 11 gr% : Tidak anemia
b. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
c. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang
d. Hb < 7 gr% : Anemia berat
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekatai 800 mg. Kebutuhan ini
terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan
untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan
dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan
menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan
menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan perhitungan 288
hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi
masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba, 2001).
a. Gambaran Klinis
Curigai adanya anemia defisiensi zat besi bila terdapat:
1. Satu atau lebih factor-faktor predisposisi anemia
2. Kadar Ht < 30%
Konfirmasi diagnosis sebagai anemia defisiensi zat besi bila terdapat:
1. Morfologi menunjukkan SDM hipokrom mikrositik
2. Saturasi zat besi serum <15% setelah terapi zat besi pasien dihentikan selama satu
minggu.
b. Penatalaksaan skrining rutin
1. Pada kunjungan awal, tanyakan tentang riwayat anemia atau masalah pembekuan darah
sebelumnya.
2. Minta hitung darah lengkap pada kunjungaan awal.
3. Diskusikan pentingnya mengonsumsi vitamin prenatal (disertai zat besi).
4. Periksa ulang Ht pada 28 minggu kehamilan.
c. Terapi anemia:
1. Terapi oral ialah dengan pemberian : fero sulfat, fero gluconat, atau Na-fero bisitrat.
2. Bila Hb <10 g/dl dan Ht <30%, lakukan tindakan berikut:
Berikan konseling gizi.
 Tinjau diet pasien.
 Diskusikan sumber-sumber zat besi dalam diet.
 Berikan kepada pasien selebaran mengenai makanan tinggi zat besi.
 Rujuk ke ahli gizi.
3. Sarankan suplemen zat besi sebagai tambahan vitamin paranatal. Kebutuhan zat besi
saat kehamilan adalah 60 mg unsure zat besi.
 Tablet zat besi time-release merupaka pilihan terbaik, namun lebih mahal. Setiap
sediaan garam zat besi standar sudah mencukupi kebutuhan zat besi.
 Minum 1-3 tablet per hari dalam dosis yang terbagi.
 Zat besi diabsorbsi lebih baik pada keadaan lambung kosong. Minum 1 jam sebelum
makan atau 2 jam sesudahnya.
 Vitamin C membantu absorbs zat besi. Minum zat besi disertai jus yang tinggi vitamin
C atau tablet vitamin C.
 Antasid dan produk susu dapat mengganggu absorbs zat besi.
 Lebih baik mengkonsumsi zat besi bersama antasid atau makanan daripada tidak
mengkonsumsi sama sekali.
4. Bila Hb <9 g/dl dan Ht <27% pertimbangkan anemia megaloblastik. Kelola pasien ini
menurut panduan terapi anemia.
5. Bila kadar Hb <9 g/dl dan Ht ≤27% saat mulai persalinan, pertimbangkan pemberian
cairan IV atau heparin lock saat persalinan.
6. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 g%/bulan. Efek
samping pada traktus gastrointestinal relatif kecil pada pemberian preparat Na-fero
bisitrat dibandingkan dengan ferosulfat.
7. Kini program nasional mengajukan kombinasi 60 mg besi dan 50µg asam folat untuk
profilaksis anemia.
8. Pemberian preparat parenteral yaitu dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml)
intravena atau 2 x 10 ml/im pada gluteus, dapat meningkatkan Hb relatif lebih cepat
yaitu 2 g%. Pemberian parenteral ini mempunyai indikasi : intoleransi besi pada
gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan yang buruk. Efek samping utama
ialah reaksi alergi, untuk mengetahuinya dapat diberikan dosis 0,5 cc/im dan bila tak
ada reaksi, dapat diberikan seluruh dosis.
1) Anemia Megaloblastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik, jarang sekali karena
kekurangan vitamin B12.
Pengobatannya:
1. Asam folik 15 – 30 mg per hari
2. Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari
3. Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari
4. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan transfusi
darah.
a. Gambaran klinis
Gejala
1. Mual dan muntah
2. Anoreksia
Morfologi
1. SDM hipokrom makrositik
2. Kadar Hb dan Ht rendah serta tidak berespon terhadap terapi zat besi
Riwayat diet menunjukkan asupan rendah sayuran segar, protein hewani, atau keduanya.
b. Penatalaksanaan
1. Suplemen
 Vitamin prenatal yang mengandung asam folat dan zat besi
 Satu sampai dua milligram asam folat per hari untuk memperbaiki defisiens asam folat.
 Suplemen zat besi, dengan pertimbangan bahwa anemia megaloblastik jarang terjadi tanpa
anemia defisiensi zat besi.

2. Konseling gizi
 Kaji diet pasien
 Rekomendasikan sumber-sumber asam folat dalam diet
 Rujuk ke ahli gizi
3. Hitung darah lengkap
 Ulangi hitung darah lengkap dalam 1 bulan.
 Perhatikan adanya peningkatan hitung retikulosit sebesar 3-4% dalam 2-3 minggu, dan
sedikit peningkatan pada hitung Hb dan Ht.
2) Anemia Hipoplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah merah
baru. Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi
lengkap, pemeriksaan pungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi.
3) Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat
dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah,
kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.
Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh
infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun pada
beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Sehingga transfusi darah berulang dapat
membantu penderita ini.
4) Anemia: hemolitik didapat (acquired hemolytic anemia)
adalah suatu defek enzimatik yang terkait-kromosom X dan diturunkan, yang ditandai
dengan ketidak mampuan tubuh memproduksi enzim G6PD, yaitu enzim yang berfungsi
sebagai katalis penggunaan glukosa secara aerob oleh SDM. Anemia ini dapat ditemukan
pada keturunan Afrika-Amerika, Asia, dan Mediterania.
1. Insidens.
Dua persen dari semu wanta keturunan Afrika-Amerika menderita penyakit ini.
2. Etiologi.
Infeksi dan beberapa obat oksidik pada kondisi defisiensi G6PD akan memicu hemolisis
SDM yang megakibatkan anemia hemolitik ringan sampai berat.
3. Penatalaksanaan
a. Skrining: Pasien keturunan Afrika-Amerika yang mengalami anemia atau kerap mengalami
infeksi saluran kemih (ISK) berulang harus menjalani skrining G6PD.
b. Terapi
 Resepkan 1 mg asam folat setiap hari.
 Berikan daftar obat-obatan yang perlu dihindari.
 Bila pasien hamil, lakukan kultur dan sensitivitas (culture and sensitivity, C&S) urine
bulanan.
 Konsultasikan dengan dokter bila pasien dalam keadaan krisis atau mengalami anemia berat.
c. Pengobatan: Pasien harus menghindari obat-obat berikut:
 Aldomet
 Asam askorbat (dosis besar)
 Asam nalidiksik
 Asam para-aminosalisilat
 Aspirin
 Diafenilsulfon
 Fenasetin
 Isoniazid
 Kloramfenikol
 Kuinakrin (atabrine)
 Kuinidin
 Kuinin
 Kuinosid
 Methylene blue
5) Anemia: Pernisiosa
1. Defisiensi dan Etologi
a. Anemia pernisiosa disebabkan kekurangan faktor intrinsik pada asam lambung, yang
diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 dari makanan . karena B12 tidak dapat diabsorbsi, SDM
tidak matang dengan normal.
b. Kasus ini jarang dijumpai pada individu dibawah usia 35 tahun.
2. Gambaran Klinis
a. Anemia pernisiosa ditandai dengan SDM makrositik, yang bias juga normokrom atau
hipekrom.
b. SDM pada anemia sulit dibedakan dengan SDM pada defisiensi asam folat.
c. Terapi asam folat dapat menyamarkan anemia pernisiosa karena SDM menjadi normositik,
meskipun penyakit ini masih ada.
3. Diagnosis
a. Curigai adanya anemia pernisiosa bila setelah terapi asam folat, morfologi SDM menjadi
normal, namun hematokrit tdak meningkat.
b. Diagnosis ditegakkan bila terjadi perbaikan setelah percobaan terapi dengan 1000 mg
vitamin B12 per parenteral selama 3 bulan.
4. Penatalaksanaan
a. Kaji diet pasien terhadap produk hewani. Bila asupan dietnya kurang sumber-sumber
vitamin B12 berikan konseling gizi.
b. Berikan 1 cc (1000 ng) vitamin B12 parenteral per IM setiap bulan.
c. Tawarkan rujukan ke ahli gizi.
d. Ulangi hitung sel darah lengkap dalam 1 bulan.
1. Kondisinya membaik bila:
 Morfologi normal
 Kadar Ht meningkat
2. Bila tidak ada perubahan, konsultasikan ke dokter.
6) Anemia: Sel Sabit
1. Definisi dan Etiologi
a. Jenis
 Pada sifat (trait) sel sabit, ada satu gen normal dan satu gen Hb-S. gejala tidak tampak
kecuali pada keadaan deprivasi oksigen berat.
 Pada penyakit sel sabit, kedua gen adalah Hb-S. penyakit ini kronik dan melemahkan.
Angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi.
b. Insidens
 Satu dari 12 keturunan Afrika-Amerika membawa sifat sel sabit.
 Satu dari 500 keturuna Afrika-Amerika menderita penyakit ini.
2. Penatalaksanaan
a. Programkan skrining sel sabit pada semua pasien Afrika-Amerika:
 Bila uji negatif, kedua gen normal dan tidak ada masalah.
 Bila uji positif, minta pemeriksaan elektroforesis hemoglobin.
 Bila gen homozigot,pasien dianggap beresiko tinggi dan harus dirujuk ke dokter.
 Bila gen heterozigot, pasien dianggap beresiko rendah dapat dikelola secara normal selama
kehamilan dan persalinan.
b. Pertimbangkan kultur dan sensitivitas urine bulanan karena peningkatan resiko ISK selama
kehamilan.
c. Beri konseling kepada pasien:
 Jelaskan kepada pasien mengenai sifat sel sabit yang dibawanya.
 Sarankan pemeriksaan ayah bayi. Bila gen ayah juga heterozigot, ada kemungkinan bayinya
menderita penyakit ini.
 Rujuk pasien untuk konseling genetik bila perlu.

C. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus
yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan
ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system
retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang
sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel
darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma
(konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan
sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh
organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat
menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel
bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah,
Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).

B. PATWAYS

C.
Kekurangan Nutrisi

Pendarahan Hemolisis (destruksi sel darah merah)


Kegagalan sumsum tulang

Kehilangan sel darah merah

Anemia (HB)

Pertahanan sekunder tidak


adekuat

Resistensi aliran darah


perifer

Penurunan transport O2

Resiko infeksi

Hipoksia

Lemah lesu

Gg fungsi otak

Ketidakefektifan perfusi
Jaringan perifer

Intake nutrisi turun


anoreksia

Ketidak seimbangan nutrisi


Kurang dari kebutuhan
tubuh
Intoleransi aktivitas

D. GAMBARAN KLINIS
a. Riwayat:
1. Mentruasi berlebihan
2. Kehilangan darah kronik
3. Riwayat keluarga
4. Diet yang tidak adekuat
5. Jarak kehamilan yang terlalu dekat
6. Anemia pada kehamilan sebelumnya
7. Pika ( nafsu makan terhadap bahan bukan makanan )
b. Tanda dan Gejala
1. Keletihan, malaise, atau mudah megantuk
2. Pusing atau kelemahan
3. Sakit kepala
4. Lesi pada mulut dan lidah
5. Aneroksia,mual, atau muntah
6. Kulit pucat
7. Mukosa membrane atau kunjung tiva pucat
8. Dasar kuku pucat
9. Takikardi

E. TES LABORATORIUM
Hitung sel darah lengkap dan Apusan darah: untuk tujuan praktis, maka anemia selama
kehamilan dapat didefinisikan sabagai hemoglobin kurang dari pada 10 atau 11 gr/100 ml dan
hematokrit kurang dari pada 30% sampai 33% .
Apusan darah tepi memberikan evaluasi morfologo eritrosit, hitung jenis leukosit dan perkiraan
keadekutan trombosit.

F. PENATALAKSANAAN
a. Pada saat kunjungan awal, kaji riwayat pasien
1. Telusuri riwayat anemia, masalah pembekuan darah, penyakit sel sabit, anemia glukosa-
6-fosfat dehidrogenase (G6PD), atau peyakit hemolitik herediter lain.
2. Kaji riwayat keluarga
b. Lakukan hitungan darah lengkap pada kunjungan awal.
1. Morfologi
 Morfologi normal menunjukkan sel darah merah (SDM) yang sehat dan matang
 SDM mikrositik hipokrom menunjukkan anemia defisiensi zat besi
 SDM makrositik hipokrom menunjukkan anemia pernisiosa
2. Kadar hemoglobin (Hb) dan hematokrin (Ht) pada kehamilan
3. Kadar Hb lebih dari 13 g/dl dengan Ht lebih dari 40% dapat menunjukkan hipovolemia.
Waspada dehidrasi dan preklamsi
4. Kadar Hb 11,5-13 g/dl dengan Ht 34%-40% menunjukkan keadaan yang normal dan sehat.
5. Kadar Hb 10,5-11,5 g/dl dengan Ht 31%-32% menunjukkan kadar yang rendah, namun
masih normal.
6. Kadar Hb 10 g/dl disertai Ht 30% menunjukkan anemia
 Rujuk pasien ke ahli gizi atau konseling gizi,atau keduanya
 Berikan suplemen zat besi 1 atau 2 kali/hari, atau satu kapsul time-release, seperti Slow-
Fe setiap hari
7. Kadar Hb < 9-10 g/dl dengan Ht 27%-30% dapat menunjukkan anemia megaloblastik.
 Rujuk pasien ke ahli gizi atau konseling diet.
 Rekomendasikan pemberian suplemen ferum-sulfat 325 mg per oral, 2 atau 3 kali/hari.
8. Kadar Hb <9g/dl dengan Ht <27% atau anemia yang tidak berespon terhadap pengobatan di
atas, diperlukan langkah-langkah berikut:
 Periksa adanya pendarahan samara tau infeksi.
 Pertimbangkan untuk melakukan uji laboratorium berikut:
- Hb dan Ht (untuk meyingkirkan kesalahan laboratorium)
- Kadar kosentrasizat besi serum
- Kapasitas pegikat zat besi
- Hitung jenis sel (SDP dan SDM)
- Hitung retikulosit (untuk megukur produksi eritrosit)
- Hitung trombosit
- uji guaiac pada feses untuk medeteksi pendarahan samar
- Kultur feses untuk memeriksa telur dan parasit
- Skrining G6PD (lahat panduan untuk anemia: Hemolitik didapat) bila klien keturunan
Afika-Amerika.
 Konsultasikan dengan dokter
 Rujuk pasien ke ahli gizi atau konseling gizi.
c. Bila pasien hamil, periksa kadar hematokrin pda awal kunjungan , yaitu 28 minggu
kehamilan dan 4 minggu setelah memulai terapi.
1. Atasi tanda-tanda anemia (sesuai informasi sebelumnya pada poin IV-Penatalaksanaan B2).
2. Konsultasikan ke dokter bila:
a. Terdapat penurunan Ht yang menetap walaupun sudah mendapat terapi
b. Terdapat penurunan yang signifikan, dibandingkan dengan hasil sebelumnya (singkirkan
kesalahan labotaturium).
c. Tidak berespons trhadap terapi setelah 4-6 minggu
d. Kadar Hb <9,0 g/dl atau Ht <27%.

G. AKIBAT LANJUTAN
Pada ibu hamil yang anemia dapat mengalami:
1. Keguguran.
2. Lahir sebelum waktunya
3. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
4. Perdarahan sebelum dan pada waktu persalinan.
5. Dapat menimbulkan kematian.
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN ANEMIA
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994).
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada gangguan sistem reproduksi
sehubungan dengan anemia tergantung pada penyebab dan adanya komplikasi pada penderita.
Pengkajian keperawatan anemia meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik dan pengkajian psikososial.
1. Identitas Klien dan keluarga (penanggung jawab) :
a. Nama
b. Umur
Pada anemia,
c. Jenis kelamin
Biasanya wanita lebih cenderung mengalami anemia ,disebabkan oleh kebutuhan zat besi
wanita yang lebih banyak dari pria terutama pada saat hamil.
d. Pekerjaan
Pekerja berat dan super ekstra dapat menyebabkan seseorang terkena anemia dengan cepat
seiring dengan kondisi tubuh yang benar-benar tidak fit.
e. Hubungan klien dengan penanggung jawab
f. agama
g. Suku bangsa
h. Status perkawinan
i. Alamat
j. Golongan darah
2. Keluhan Utama
keluhan utama meliputi 5L, letih, lesu, lemah, lelah lalai, pandangan berkunang-kunang.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari anemia, yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan apa yang terjadi.
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab anemia. Penyakit-penyakit tertentu
seperti infeksi dapat memungkinkan terjadinya anemia. tulang
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit darah merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya anemia yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
6. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995)
7. Riwayat Bio-psiko-sosial-spiritual
Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan
semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan
istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri,
apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan.
Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda
lain yang menunujukkan keletihan.
b. Sirkulasi Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis
infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi
postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi
gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat
pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan:
pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin,
pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara
(DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi
kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut :
kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
c. Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan
transfusi darah.
Tanda : depresi.
d. Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran
urine.
Tanda : distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk
sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring).
Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas
mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya
(DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12).
Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas
(DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir
dengan sudut mulut pecah. (DB).
f. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi.
Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan
buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu
berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis :
perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa
getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
h. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
i. Keamanan Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada
radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak
toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan,
penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan
ekimosis (aplastik).
j. Seksualitas Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB).
Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

8. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan
klien.
2) BB sebelum sakit
3) BB saat ini
4) BB ideal
5) Status gizi
6) Status Hidrasi
7) Tanda-tanda vital:
a) TD
b) Nadi
c) Suhu
d) RR
b. Pmeriksaan head toe toe
1) KepalaTidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada
nyeri kepala.
2) Leher Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
3) MukaWajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk.
Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
4) MataTidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)
5) TelingaTes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
6) Hidung tak ada pernafasan cuping hidung.
7) Mulut dan FaringTak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
8) ThoraksTak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
9) Paru
Inspeksi ; Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit
klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi ;Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi ;Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
Auskultasi ; Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.
10) Jantung
Inspeksi; Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi; Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi ;Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
11) Abdomen
Inspeksi; Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi; Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi; Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi ; Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
12) Inguinal-Genetalia-Anus Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.
13) Ekstremitas ;
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Jumlah darah rutin. Sampel darah yang diambil dari urat di lengan dinilai untuk darah
hitungan. Anemia terdeteksi jika tingkat hemoglobin lebih rendah daripada normal.
b. Mungkin ada lebih sedikit sel darah merah daripada normal. Di bawah mikroskop sel
mungkin tampak kecil dan pucat daripada biasanya dalam kasus besi kekurangan anemia.
c. Ukuran kecil disebut microcytic anemia. Dalam vitamin B12 folat kekurangan sel mungkin
tampak pucat tetapi lebih besar daripada ukuran mereka biasa. Ini disebut macrocytic anemia.
d. Feritin toko-feritin adalah protein yang toko besi. Jika tingkat darah feritin rendah
menunjukkan rendah besi toko dalam tubuh dan membantu mendeteksi besi kekurangan
anemia.
e. Tes darah termasuk berarti sel volume (MCV) dan lebar distribusi sel darah merah (RDW).
f. Retikulosit adalah ukuran dari sel muda. Ini menunjukkan jika produksi RBC tingkat normal.
g. Vitamin B12 dan folat tingkat dalam darah-ini membantu mendeteksi jika anemia jika karena
kekurangan vitamin ini.
h. Analisis sumsum tulang untuk mendeteksi sel dewasa terlalu banyak seperti yang terlihat
dalam aplastic anemia atau kanker darah. Kurangnya besi dalam sumsum tulang juga
menunjuk ke arah besi kekurangan anemia.
B. Analis Data
no Pengelompokan data Masalah Etiologi
1 DS; Intoleransi
Klien mengatakan sesak Aktifitas
nafas saat beraktifitas.
Klien mengatakan lemah
dan lesu.
DO;
- TD kurang dari 120/80
mmhg
- tampak eritema
2 DS; Nutrisi
Pasien mengatakan tidak
ada nafsu makan
DO;
-Tampak kurang minat
terhadap makanan
- membran mukosa pucat
- bising usus

3 DS; Resiko infeksi


Pasien mengatakan.
DO;

4 DS; Ketidaefektifa
Klien mengatakan n perfusi
DO; jaringan
-tampak warna kulit perifer
membiru
- tampak kuku tumbuh
lambat
-ekstremitas dingin
-TD menurun
-Nadai lemah tidak teraba

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, anoreksia
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat (mis:
penurunan hemoglobin, eukopenia, supresi/penurunan respon inflamasi)
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan konsentrasi Hb dan darah,
suplai oksigen berkurang.

B. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx1: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
Tujuan/Kriteria hasil: Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas(termasuk aktivitas sehari-
hari.
Intervensi:
1. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan untuk melakukan tugas/AKS normal.
2. Kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.
3. Awasi tekanan darah, nadi, pernapasan selama dan sesudah aktivitas.
4. Berikan lingkungan tenang
5. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
6. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi.
Rasional:
1. Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan
2. Menunjukkan perubahan neurologi karena defesiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan
pasien/resiko cedera.
3. Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen
adekuat ke jaringan.
4. Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan
regangan jantung dan paru.
5. Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan
peningkatan resiko cedera.
6. Regangan/stres kardiopulmonal berlebihan/stres dapat menimbulkan kegagalan.
Dx2: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
Tujuan/Kriteria hasil: Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan
nilai laboratorium normal.
Intervensi:
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
2. Observasi dan catat masukan makanan pasien.
3. Timbang berat badan tiap hari.
4. Berikan makan sedikit dan frekuensi sering dan/atau makan diantara waktu makan.
5. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan gejala lain yang berhubungan.
6. Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi
halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang diencerkan bila mukosa
oral luka.
7. Kolaborasi :
1. Berikan obat sesuai indikasi, mis.Vitamin dan suplemen mineral, seperti sianokobalamin
(vitamin B12), asam folat (Flovite); asam askorbat (vitamin C),
2. Besi dextran (IM/IV.)
Rasional:
1. Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
2. Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
3. Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
4. Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah
distensi gaster.
5. Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
6. Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri,
meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan
bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
7. Kolaborasi :
1. Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan/atau adanya masukan oral yang
buruk dan defisiensi yag diidentifikasi.
2. Diberikan sampai defisit diperkirakan teratasi dan disimpan untuk yang tak dapat diabsorpsi
atau terapi besi oral, atau bila kehilangan darah terlalu cepat untuk penggantian oral menjadi
efektif.
Dx3: Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat
(mis: penurunan hemoglobin, eukopenia, supresi/penurunan respon inflamasi).
Tujuan/Kriteria hasil: Mngidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Intervensi:
1. Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh oemberi perawatan dan pasien.
2. Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/ perawatan luka.
3. Tingkatkan masukan cairan adekuat.
4. Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam
5. Kolaborasi: berikan antiseptic topical, antibiotic sistemik.
Rasional:
1. Mencegah kontaminasi silang.
2. Menurunkan resiko infeksi bakteri.
3. Membantu dalam pengenceran secret pernafasan untuk mempermudah pengeluaran dan
mencegah statis cairan tubuh.
4. Adnya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
5. Mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan
proses infeksi local.
Dx4: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan konsentrasi Hb dan
darah, suplai oksigen berkurang.
Tujuan/Kriteria hasil:
Intervensi:
1. Adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul.
2. Monitor adanya paretase
3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi
4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
6. Kolaborasi pemberian analgetik
D. IMPLEMENTASI
Dx1: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
Tujuan/Kriteria hasil: Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas(termasuk aktivitas sehari-
hari.
IMPLEMENTASI RASIONAL
1. Mengkaji kemampuan pasien untuk
1. Mempengaruhi pilihan
melakukan untuk melakukan intervensi/bantuan
tugas/AKS normal. 2. Menunjukkan perubahan neurologi
2. Mengkaji kehilangan/gangguan karena defesiensi vitamin B12
keseimbangan gaya jalan, kelemahan mempengaruhi keamanan
otot. pasien/resiko cedera.
3. Mengawasi tekanan darah, nadi,
3. Manifestasi kardiopulmonal dari
pernapasan selama dan sesudah upaya jantung dan paru untuk
aktivitas. membawa jumlah oksigen adekuat
4. Memberikan lingkungan tenang ke jaringan.
5. Mengubah posisi pasien dengan
4. Meningkatkan istirahat untuk
perlahan dan pantau terhadap pusing. menurunkan kebutuhan oksigen
6. Menganjurkan pasien untuk tubuh dan menurunkan regangan
menghentikan aktivitas bila palpitasi. jantung dan paru.
5. Hipotensi postural atau hipoksia
serebral dapat menyebabkan
pusing, berdenyut dan peningkatan
resiko cedera.
6. Regangan/stres kardiopulmonal
berlebihan/stres dapat
menimbulkan kegagalan.
Dx2: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
Tujuan/Kriteria hasil: Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan
nilai laboratorium normal.
IMPLEMENTASI RASIONAL
1. Mengkaji riwayat nutrisi, termasuk
1. Mengidentifikasi defisiensi,
makanan yang disukai. menduga kemungkinan intervensi.
2. Mengobservasi dan catat masukan
2. Mengawasi masukan kalori atau
makanan pasien. kualitas kekurangan konsumsi
3. Menimbang berat badan tiap hari. makanan.
4. Memberikan makan sedikit dan
3. Mengawasi penurunan berat badan
frekuensi sering dan/atau makan atau efektivitas intervensi nutrisi.
diantara waktu makan. 4. Makan sedikit dapat menurunkan
5. Mengobservasi dan catat kejadian kelemahan dan meningkatkan
mual/muntah, flatus dan gejala lain pemasukan juga mencegah distensi
yang berhubungan. gaster.
6. Memberikan dan bantu hygiene mulut
5. Gejala GI dapat menunjukkan efek
yang baik sebelum dan sesudah anemia (hipoksia) pada organ.
makan, gunakan sikat gigi halus untuk
6. Meningkatkan nafsu makan dan
penyikatan yang lembut. Berikan pemasukan oral, menurunkan
pencuci mulut yang diencerkan bila pertumbuhan bakteri,
mukosa oral luka. meminimalkan kemungkinan
7. Kolaborasi : infeksi. Teknik perawatan mulut
a. Memberikan obat sesuai indikasi, khusus mungkin diperlukan bila
mis.Vitamin dan suplemen mineral, jaringan rapuh/luka/perdarahan dan
seperti sianokobalamin (vitamin B12), nyeri berat.
asam folat (Flovite); asam askorbat
7. Kolaborasi :
(vitamin C), a. Kebutuhan penggantian tergantung
b. Besi dextran (IM/IV.) pada tipe anemia dan/atau adanya
masukan oral yang buruk dan
defisiensi yag diidentifikasi.
b. Diberikan sampai defisit
diperkirakan teratasi dan disimpan
untuk yang tak dapat diabsorpsi
atau terapi besi oral, atau bila
kehilangan darah terlalu cepat
untuk penggantian oral menjadi
efektif.
Dx3: Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat (mis:
penurunan hemoglobin, eukopenia, supresi/penurunan respon inflamasi).
Tujuan/Kriteria hasil: Mngidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
IMPLEMENTASI RASIONAL
1. Meningkatkan cuci tangan yang baik
1. Mencegah kontaminasi silang.
oleh oemberi perawatan dan pasien. 2. Menurunkan resiko infeksi bakteri.
2. Memoertahankan teknik aseptic ketat
3. Membantu dalam pengenceran
pada prosedur/ perawatan luka. secret pernafasan untuk
3. Meningkatkan masukan cairan mempermudah pengeluaran dan
adekuat. mencegah statis cairan tubuh.
4. Memantau suhu, catat adanya
4. Adnya proses inflamasi/infeksi
menggigil dan takikardia dengan atau membutuhkan evaluasi/pengobatan.
tanpa demam 5. Mungkin digunakan secara
5. Kolaborasi: Memberikan antiseptic propilaktik untuk menurunkan
topical, antibiotic sistemik. kolonisasi atau untuk pengobatan
proses infeksi local.

Dx4: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan konsentrasi Hb dan darah,
suplai oksigen berkurang.
Tujuan/Kriteria hasil:
IMPLEMENTASI RASIONAL
1. Adanya daerah tertentu yang hanya
peka terhadap panas, dingin, tajam,
tumpul.
2. Memonitor adanya paretase
3. Menginstruksikan keluarga untuk
mengobservasi kulit jika ada isi atau
laserasi
4. Menggunakan sarung tangan untuk
proteksi
5. Membatasi gerakan pada kepala, leher
dan punggung
6. Kolaborasi pemberian analgetik

D. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan
melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28)
Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau perkembangan klien dugunakan
komponen SOAP. Yang dimaksud dengan SOAP adalah:
S : data subyektif
Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan
keperawatan

O : data obyektif
Yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung kepada klien,
dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
A : analisis
Interpretasi dari data sunyektif dan data obyektif. Merupakan suatu masalah atau diagnosis
keperawatan yang masih terjadi, atau juga dapat dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi
akibat perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subyektif
dan obyektif.
P : planing
Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambahkan
dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya.
EVALUASI

Masalah Keperawatan Catatan Perkembangan


Intoleransi aktifitas S : klien mengatakan lemas
O: keluhan utama lemah
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

.
Masalah Keperawatan Catatan Perkembangan
Intoleransi aktifitas S : klien mengatakan lemas
O: keluhan utama lemah
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

Masalah Keperawatan Catatan Perkembangan


Intoleransi aktifitas S : klien mengatakan lemas
O: keluhan utama lemah
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

Masalah Keperawatan Catatan Perkembangan


Intoleransi aktifitas S : klien mengatakan lemas
O: keluhan utama lemah
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai