1
Ind
p
2012
ISBN 978-602-235-207-5
1. Judul
I. PHARMACOPOEIAS
PEDOMAN PENERAPAN
KAJIAN FARMAKOEKONOMI
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
2013
TIM PENYUSUN
Pengarah :
Dra. Sri Indrawaty, Apt, M.Kes
Penanggung Jawab :
Dra. Engko Sosialisne M.,Apt
Narasumber/Ahli :
Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH
Ahmad Fuad Afdhal. Ph.D
dr. Jarir At Thobari, Ph.D
Pelaksana :
dr. Zorni Fadia
Erie Gusnellyanti, S.Si, Apt, MKM
Rengganis Pranandari, S.Farm, Apt
Dina Sintia Pamela, S.Si, Apt
Dra. Agusdini B. Saptaningsih, Apt, MARS
Drs. Prih Sarnianto, M.Sc, Apt
Yusi Anggriani, Apt, M.Si
Vetty Yulianti, M.Si, Apt
Dra. Ardiyani, Apt, M.Si
Helsy Pahlemi, Apt, M.Si
Roy Himawan, S.Farm, Apt
Editor :
Drs. Prih Sarnianto, M.Sc, Apt
dr. Zorni Fadia
Erie Gusnellyanti, S.Si, Apt, MKM
KATA PENGANTAR
Memperhitungkan biaya obat dalam upaya mengendalikan biaya
kesehatan merupakan hal penting dalam pembangunan kesehatan. Untuk
menganalisa biaya obat dalam dekade terakhir ini ilmu farmakoekonomi
telah semakin berkembang, termasuk di negara negara Asia-Pasifik. Data
farmakoekonomi semakin dibutuhkan di banyak negara, seperti Thailand,
Korea Selatan, Filipina dan Taiwan, terutama sebagai bukti pendukung
dalam pengambilan keputusan obat apa saja yang akan dimasukkan dalam
daftar obat yang digunakan dalam jaminan kesehatan masyarakat, daftar
obat esensial atau untuk persetujuan obat baru. Sedangkan di Indonesia,
ilmu ini masih baru berkembang, sehingga penerapannya belum banyak
dilakukan dalam pengambilan keputusan penggunaan obat.
Dalam penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional pada tahun
2014, termasuk untuk jaminan kesehatan, dengan terbatasnya anggaran
yang tersedia, maka aspek pengendalian mutu sekaligus biaya obat,
menjadi salah satu hal penting yang mendapatkan perhatian. Sehingga
penerapan hasil kajian farmakoekonomi dalam pemilihan dan penggunaan
obat secara efektif dan efisien sangat dibutuhkan, bukan hanya oleh
Pemerintah, namun juga bagi industri, pendidikan, dan lain-lain. Oleh
karena itu, pada tahun 2011, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian telah
menyusun Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi dalam pelayanan
kesehatan. Pedoman ini merupakan langkah awal dari pemerintah dalam
menerapkan ilmu farmakoekonomi dalam pengambilan keputusan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun dan semua
pihak yang telah terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
penyusunan Pedoman ini. Semoga Pedoman ini dapat bermanfaat dan
menjadi sumber informasi dan referensi yang mendasar tentang kajian
farmakoekonomi bagi pihak yang membutuhkan. Diharapkan Pedoman ini
dapat dikembangkan lebih lanjut agar penerapan kajian farmakoekonomi
dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan akan optimal, sehingga
Visi Masyarakat Sehat dan Berkeadilan dapat terwujud.
Desember
Indonesia.
Saya berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah terlibat
dalam penyusunan pedoman ini. Melalui penggunaan obat berbasis
farmakoekonomi, pengendalian biaya pelayanan kesehatan yang
seimbang dengan luaran (outcome) terapi akan lebih mudah
dilakukan, sehingga semakin mewujudkan Masyarakat Sehat
yang Mandiri dan Berkeadilan.
Jakarta,
Desember 2012
DAFTAR ISI
Kata Pengantar------------------------------------------------------------------- i
Sambutan Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan--------------------- ii
Daftar Isi--------------------------------------------------------------------------- iv
Daftar Tabel----------------------------------------------------------------------- vi
Daftar Gambar-------------------------------------------------------------------- vii
BAB I. PENDAHULUAN------------------------------------------------------- 1
1.1 Latar Belakang------------------------------------------------- 1
1.2 Tujuan----------------------------------------------------------- 3
1.3 Sasaran--------------------------------------------------------- 3
1.4 Ruang Lingkup------------------------------------------------- 4
1.5 Publikasi-------------------------------------------------------- 5
1.6 Pengertian------------------------------------------------------ 5
BAB II. TINJAUAN TEORI FARMAKOEKONOMI------------------------------ 9
2.1 Perspektif Penilaian-------------------------------------------- 10
2.2 Hasil Pengobatan (outcome)---------------------------------- 11
2.3 Biaya------------------------------------------------------------ 12
2.4 Metode Kajian Farmakoekonomi----------------------------- 16
2.5 Analisis Minimalisasi-Biaya (AMiB)--------------------------- 17
2.6 Analisis Efektivitas-Biaya (AEB)------------------------------- 18
2.7 Analisis Utilitas-Biaya (AUB)---------------------------------- 23
2.8 Analisis Manfaat-Biaya---------------------------------------- 26
2.9 Penyesuaian Nilai (Discounting)------------------------------ 27
2.10 Analisis Sensitivitas-------------------------------------------- 28
BAB III. PENERAPAN KAJIAN FARMAKOEKONOMI DI INDONESIA------- 31
3.1 Langkah-langkah Pelaksanaan Kajian Farmakoekonomi-- 33
3.1.1 Tahap Persiapan--------------------------------------- 33
3.1.2 Tahap Analisis------------------------------------------ 34
3.2 Contoh Penerapan Kajian Farmakoekonomi---------------- 36
3.2.1 Analisis Minimalisasi Biaya---------------------------- 36
3.2.2 Analisis Efektivitas-Biaya------------------------------ 37
3.2.3 Analisis Utilitas-Biaya---------------------------------- 41
iv | Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi
Farmakoekonomi------------------------------------------------- 53
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 2.5
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram Efektivitas-Biaya---------------------------------- 22
Gambar 2.2 Diagram JTKD/QALY (Quality-adjusted life years)-------- 25
BAB I
PENDAHULUAN
BAB
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia. UUD 1945 menjamin bahwa
setiap penduduk Indonesia berhak mendapatkan pelayanan kesehatan
yang optimal sesuai dengan kebutuhan, tanpa memandang kemampuan
membayar. Sebagai anggota dari komunitas peradaban dunia, Indonesia
juga memiliki tanggung jawab untuk mencapai target Millennium
Development Goals (MDGs) 20002015. Komitmen pencapaian MDGs ini
telah dituangkan dalam berbagai target Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan periode 20102014.
Dengan pencapaian target MDGs, diharapkan terjadi peningkatan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Tetapi, sampai
saat ini Indonesia masih terbelit berbagai masalah di bidang yang strategis
tersebut. Jumlah penduduk miskin dengan status kesehatan yang rendah
masih sangat besar dan tekanan beban ganda penyakit semakin berat
dengan meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif di tengah insidensi
penyakit infeksi yang masih tinggi. Dengan masuknya berbagai teknologi
baru yang umumnya lebih mahal, membuat biaya pelayanan kesehatan
terus meningkat. Di sisi lain, anggaran kesehatan yang tersedia masih
terbatas dan belum memadai.
Peningkatan biaya pelayanan kesehatan yang tidak dapat
diimbangi dengan peningkatan anggaran tersebut membuat pencapaian
target MDGs, bahkan upaya pembangunan kesehatan secara umum,
menghadapi kendala. Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan reformasi di
bidang kesehatan, termasuk reformasi pembiayaan kesehatan.
Reformasi Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu prioritas
nasional dijabarkan dalam beberapa area perubahan yang antara lain
meliputi pembiayaan untuk pemenuhan kebutuhan dasar pelayanan medis
dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar promotif dan preventif;
penyediaan obat esensial KIA/KB, malaria, tuberkulosis, HIV/AIDS,
dan penyakit lainnya; serta penyediaan sumberdaya kesehatan untuk
pelayanan kesehatan dasar. Titik tolak reformasi kesehatan yang dilakukan
Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi | 1
1. 2 Tujuan
Secara umum tujuan pedoman ini adalah menyediakan acuan bagi
para pengambil kebijakan, baik di tingkat Pusat (Kementerian Kesehatan),
Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) maupun fasilitas pelayanan
(Rumah Sakit) dalam mengembangkan sistem pelayanan kesehatan
dengan menerapkan kajian farmakoekonomi, dalam rangka pemilihan dan
penggunaan obat yang efektif dan efisien.
Tujuan Khusus
1. Meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan dengan tetap
mempertahankan kualitas,
2. Memperluas akses terhadap obat dan pelayanan kesehatan
pada umumnya di tengah keterbatasan sumberdaya,
3.
4.
1. 3 Sasaran
Sasaran dari pedoman ini adalah para pengambil kebijakan di
bidang yang terkait dengan pelayanan kesehatan, terutama di sektor
publik. Tetapi, Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi ini dapat
pula digunakan oleh para pengambil kebijakan di sektor swasta maupun
peneliti dan profesional lainnya di bidang kesehatan yang membutuhkan.
Secara lebih rinci, kalangan yang termasuk dalam sasaran pedoman ini
adalah:
Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi | 3
1.
5.
6.
7.
1. 4 Ruang Lingkup
Pedoman ini mencakup penerapan kajian farmakoekonomi untuk
pengambilan keputusan pada seleksi dan/atau penggunaan obat pada
suatu daerah atau fasilitas pelayanan kesehatan. Prioritas pelaksanaan
kajian farmakoekonomi terutama pada penyakit yang mempunyai dampak
besar terhadap biaya kesehatan. Kajian farmakoekonomi dilakukan untuk
mengidentifikasi obat yang menawarkan efektivitas (effectiveness) lebih
tinggi dengan harga lebih rendah sehingga secara signifikan memberikan
efektivitas-biaya yang tinggi.
Pedoman ini memberikan contoh-contoh praktis analisis
minimalisasi-biaya (AMiB) dan analisis efektivitas-biaya (AEB). Penerapan
Pedoman Kajian Farmakoekonomi ini sangat dianjurkan. Pada lima tahun
pertama, penerapannya oleh instansi terkait bersifat sukarela, belum
merupakan keharusan. Kajian Farmakoekonomi dilakukan berdasarkan
perspektif pihak yang memprakarsai pelaksanaan kajian. Pada pedoman
ini intervensi kesehatan yang dikaji masih dibatasi untuk obat saja.
1. 5 Publikasi
Hasil kajian farmakoekonomi yang dilakukan oleh pihak Rumah
Sakit dan/atau Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota yang
disampaikan kepada Kementerian Kesehatan akan dianalisis lebih lanjut
untuk kepentingan bersama lintas-daerah dan lintas-institusi. Dengan
demikian, hasil kajian yang disampaikan tersebut dapat menunjukkan
capaian instansi yang bersangkutan.
Untuk mempermudah analisis lanjut, hasil kajian hendaknya
mencantumkan secara jelas perhitungan biaya dan penghematan yang
dapat dilakukan. Analisis yang dilakukan hendaknya mencakup segala
masalah yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan atau
keputusan, termasuk informasi epidemiologis (pola penyakit, prevalensi
dan insidensi penyakit, populasi pasien), dan pilihan terapi yang tersedia.
Bahan pertimbangan yang digunakan dalam analisis pada Kajian
Farmakoekonomi diambil dari publikasi ilmiah dalam jurnal yang peerreviewed. Studi dari dalam negeri yang belum dipublikasi dapat digunakan
sejauh metodologinya dapat dipertanggungjawabkan dan data yang
diperoleh dapat menunjang kajian yang akan dilakukan.
1. 6 Pengertian
Pedoman ini menggunakan istilah-istilah yang lazim dalam Kajian
Farmakoekonomi. Berbagai istilah tersebut dan pengertiannya adalah
sebagai berikut:
1.
2.
BAB II
TINJAUAN TEORI
FARMAKOEKONOMI
BAB
TINJAUAN TEORI
FARMAKOEKONOMI
Kesehatan) yang akan mulai diterapkan pada 2014 akan lebih banyak
mengambil perspektif penyedia pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhan riil masyarakat. Untuk seleksi obat dalam perencanaan,
misalnya, titik tolak awalnya adalah pola epidemiologis penyakit di daerah
terkait.
Tabel 2.1. Jenis Biaya Menurut Perspektif
Komponen biaya
Perspektif
Masyarakat
Pasien
Penyedia
yankes
Pembayar
- Biaya pelayanan
kesehatan
- Biaya pelayanan
kesehatan lainnya
2.3 Biaya
Dalam kajian farmakoekonomi, biaya selalu menjadi pertimbangan
penting karena adanya keterbatasan sumberdaya, terutama dana. Dalam
kajian yang terkait dengan ilmu ekonomi, biaya (atau biaya peluang,
opportunity cost) didefinisikan sebagai nilai dari peluang yang hilang
sebagai akibat dari penggunaan sumberdaya dalam sebuah kegiatan.
Patut dicatat bahwa biaya tidak selalu melibatkan pertukaran uang. Dalam
pandangan pada ahli farmakoekonomi, biaya kesehatan melingkupi lebih
dari sekadar biaya pelayanan kesehatan, tetapi termasuk pula, misalnya,
biaya pelayanan lain dan biaya yang diperlukan oleh pasien sendiri.
Dalam proses produksi atau pemberian pelayanan kesehatan,
biaya dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
12 | Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi
Biaya rerata adalah jumlah biaya per unit hasil yang diperoleh,
sementara biaya marjinal adalah perubahan biaya atas
penambahan atau pengurangan unit hasil yang diperoleh
(Bootman et al., 2005). Sebagai contoh, jika sebuah cara
pengobatan baru memungkinkan pasien pulang dari rumah
sakit sehari lebih cepat dibanding cara pengobatan lama
mungkin akan terpikir untuk menghitung biaya rerata rawat
inap sebagai penghematan sumberdaya. Kenyataannya,
semua biaya tetap yang terhitung ke dalam biaya tetap tersebut
(misalnya, biaya laboratorium tidak mengalami perubahan.
Yang berubah hanyalah biaya yang terkait dengan lamanya
pasien dirawat (biaya makan, pengobatan, jasa dokter dan
perawat, inilah biaya marjinal, biaya yang betul-betul megalami
perubahan.
3. Biaya total
lain termasuk depresi dan rasa sakit yang sangat sulit dikonversikan ke
unit moneter.
Secara umum, biaya yang terkait dengan perawatan kesehatan
dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Biaya langsung
Biaya langsung adalah biaya yang terkait langsung dengan
perawatan kesehatan, termasuk biaya obat (dan perbekalan
kesehatan), biaya konsultasi dokter, biaya jasa perawat,
penggunaan fasilitas rumah sakit (kamar rawat inap, peralatan),
uji laboratorium, biaya pelayanan informal dan biaya kesehatan
lainnya. Dalam biaya langsung, selain biaya medis, seringkali
diperhitungkan pula biaya non-medis seperti biaya ambulan
dan biaya transportasi pasien lainnya.
Karakteristik analisis
Efek dua intervensi sama (atau setara), valuasi/
biaya dalam rupiah.
Analisis manfaat-biaya
(AMB)
telah dibuktikan kesetaraannya melalui uji bioavailabilitasbioekuivalen (BA/BE). Jika tidak ada hasil uji BA/BE yang
membuktikan kesetaraan hasil pengobatan, AMiB tidak layak
untuk digunakan.
2.
Membandingkan dua atau lebih jenis obat dari kelas terapi yang
sama tetapi memberikan besaran hasil pengobatan berbeda,
misalnya dua obat antihipertensi yang memiliki kemampuan
penurunan tekanan darah diastolik yang berbeda.
1. Posisi Dominan
2. Posisi Didominasi
F)
3. Posisi Seimbang
Kolom E
Biaya sama
Efektivitas lebih
rendah
A
(Perlu perhitungan RIEB)
C
(Didominasi)
Efektivitas sama
Efektivitas lebih
tinggi
G
(Dominan)
I
(Perlu perhitungan RIEB)
Alat bantu lain yang dapat digunakan dalam AEB adalah diagram
efektivitas-biaya. Suatu alternatif intervensi kesehatan, termasuk obat,
harus dibandingkan dengan intervensi (obat) standar. Menurut diagram ini,
jika suatu intervensi kesehatan memiliki efektivitas lebih tinggi tetapi juga
membutuhkan biaya lebih tinggi dibanding intervensi standar, intervensi
alternatif ini masuk ke Kuadran I (Tukaran, Trade-off). Pemilihan intervensi
Kuadran I memerlukan pertimbangan sumberdaya (terutama dana) yang
dimiliki, dan semestinya dipilih jika sumberdaya yang tersedia mencukupi.
Suatu intervensi kesehatan yang menjanjikan efektivitas lebih rendah
dengan biaya yang lebih rendah dibanding intervensi standar juga masuk
kategori Tukaran, tetapi di Kuadran III. Pemilihan intervensi alternatif yang
berada di Kuadran III memerlukan pertimbangan sumberdaya pula, yaitu
jika dana yang tersedia lebih terbatas.
Jika suatu intervensi kesehatan memiliki efektivitas lebih tinggi
dengan biaya yang lebih rendah dibanding intervensi standar, intervensi
alternatif ini masuk ke Kuadran II (Dominan) dan menjadi pilihan utama.
Sebaliknya, suatu intervensi kesehatan yang menawarkan efektivitas lebih
rendah dengan biaya lebih tinggi dibanding intervensi standar, dengan
sendirinya tak layak untuk dipilih.
Obat A
membutuhkan biaya Rp6.000.000/100 pasien,
tingkat survival 3%
2. Obat B
membutuhkan biaya Rp22.000.000/100 pasien,
tingkat survival 5%
3. Obat C
membutuhkan biaya Rp30.000.000/100 pasien,
tingkat survival 1%
Biaya
per 100 pasien
Kematian yang
dihindarkan
per 100 pasien
6.000.000
6.000.000/3 =
2.000.000
22.000.000
22.000.000/5 =
4.400.000
30.000.000
30.000.000/1 = 30.000.000
2.
1. Utilitas (utility)
Analisis utilitas-biaya (AUB) menyatakan hasil dari intervensi
sebagai utilitas atau tingkat kepuasan yang diperoleh
pasien setelah mengkonsumsi suatu pelayanan kesehatan,
misalnya setelah mendapatkan pengobatan kanker atau
penyakit jantung. Unit utilitas yang digunakan dalam Kajian
Farmakoekonomi biasanya Jumlah Tahun yang Disesuaikan
(JTKD) atau quality-adjusted life years (QALY).
1
0,8
Utilitas
JTKD = 0,8 x 10
= 8
discounting. Untuk pengobatan jangka waktu kurang dari satu tahun tidak
memerlukan penyesuaian nilai atau discounting.
Untuk mendapatkan nilai sekarang atau nilai saat ini, diperlukan
penyesuaian nilai dengan faktor koreksi yang disebut discounting.
Tingkat diskonto (discounting rate) tidak sama dengan tingkat inflasi;
keduanya berbeda secara konsep. Inflasi menggambarkan perubahan
harga, sementara discounting terkait dengan preferensi waktu yang
diperhitungkan dengan nilai uang.
Artinya, penyesuaian nilai layak dilakukan manakala sebuah
program memiliki rentang waktu beberapa tahun walau tingkat inflasi 0%.
Jika tingkat diskonto dinyatakan 5%, sebuah intervensi kesehatan yang
setahun yang akan datang bernilai Rp 500.000 dihitung dari sisi biaya,
pada saat ini (tersesuaikan selama 1 tahun) adalah Rp 500.000/1,05 = Rp
476.190, berapa pun tingkat inflasinya.
Tabel 2.5. Perhitungan Penyesuaian Nilai
Tahun
biaya
Perkiraan biaya
discounting
Perhitungan
discounting
Tahun I
5.000
5.000/1
Tahun II
3.000
3.000/1,05
2.857
Tahun III
4.000
4.000/(1,05)2
3.628
Total
12.000
11.485
sehingga
prediksi
yang
BAB III
PENERAPAN KAJIAN
FARMAKOEKONOMI
DI INDONESIA
BAB
PENERAPAN KAJIAN
FARMAKOEKONOMI
DI INDONESIA
2. Tingkat Daerah
Kabupaten/Kota)
(Dinas
Kesehatan
Provinsi/
atau
membentuk
Tim
Kajian
b.
Bukti ilmiah terpublikasi mengenai efektivitas-biaya (Costeffectiveness), efikasi/efektivitas dari obat yang akan
dikaji, dan melakukan telaah kritis (penilaian) atas bukti
ilmiah tersebut. Untuk mengumpulkan bukti ilmiah dari
jurnal yang peer-reviewed ini dapat digunakan mesin
pencari (search engine) seperti pada Lampiran 5. Pada
Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi | 33
d.
4. Identifikasi biaya
Identifikasi biaya yang dikeluarkan untuk setiap pilihan
pengobatan, termasuk biaya langsung dan tidak langsung
serta biaya medis dan non-medis.
34 | Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi
a. Biaya langsung,
Yaitu biaya yang dikeluarkan atau terkait langsung dengan
hasil pengobatan yang dinikmati oleh pasien, antara lain
terdiri dari:
-
c.
7. Interpretasi Hasil
Obat yang didominasi oleh obat lain bukan merupakan alternatif
yang layak dipilih. Untuk alternatif obat yang memerlukan
perhitungan RIEB, hasil perhitungan yang diperoleh merupakan
gambaran besarnya biaya lebih yang harus dikeluarkan jika
dilakukan pemindahan dari obat standar ke alternatif. Di sini,
pemegang kebijakan harus mempertimbangkan apakah biaya
lebih yang dikeluarkan sebanding dengan efektivitas yang
diperoleh. Jika cukup sebanding, maka alternatif tersebut layak
untuk dipertimbangkan. Sebaliknya, jika tidak, maka alternatif
pengganti tidak dipertimbangkan, dan yang akan dipilih tetap
merupakan obat yang sudah standar.
Onkoplatin dosis
terbagi
Onkoplatin dosis
lengkap
+ antimual
29.640.000
29.800.000
400.000
1.600.000
800.000
Onkoplatin (rerata)
Antimual (rerata)
Jasa pemberian onkoplatin IV
Jasa klinik & kunjungan dokter
Biaya total per pasien
1.280.000
640.000
32.520.000
31.640.000
Dari struktur biaya terlihat, biaya rerata onkoplatin relatif sama untuk
kedua cara pemberian. Tetapi, pada kelompok onkoplatin dosis terbagi,
tidak ada biaya antimual karena tidak diberikan antimual. Sebaliknya, pada
pemberian dosis terbagi, biaya untuk jasa pemberian onkoplatin IV menjadi
dua kali lipat dari pemberian dosis lengkap. Begitu pula biaya untuk jasa
klinik dan kunjungan dokter, menjadi dua kali lipat. Dengan demikian, biaya
total pemberian dosis lengkap dengan tambahan antimual lebih murah
Rp880.000, atau 2,71%, dibanding pemberian onkoplatin dosis terbagi.
kasus rawat jalan yang diadaptasi dari Rascati et al. Dibandingkan 3 (tiga)
jenis intervensi dalam terapi asma, yaitu pemberian inhalasi kortikosteroid
tunggal, pemberian kombinasi inhalasi kortikosteroid dengan obat A dan
pemberian kombinasi inhalasi kortikosteroid dan obat B.
2.
3.
Langkah
Contoh
1.
Tentukan
tujuan.
2.
Buat daftar
cara untuk
mencapai
tujuan
tersebut.
Membandingkan:
Inhaler kortikosteroid + Plasebo (A)
Inhaler kortikosteroid + BreatheAgain (B)
Inhaler kortikosteroid + AsthmaBeGone (C)
Membandingkan jumlah pasien dari masingmasing terapi yang meningkatkan FEV (forcedexpiration volume)-nya > 12%
No.
3.
Langkah
Identifikasi
tingkat
efektivitas.
Contoh
Hasil studi literatur menunjukkan:
Efektivitas Pengobatan A = 35%
Efektivitas Pengobatan B = 60%
Efektivitas Pengobatan C = 61%
4.
Identifikasi dan
hitung biaya
pengobatan.
5.
Hitung dan
lakukan
interpretasi
efektivitasbiaya dari
pilihan
pengobatan.
No.
Langkah
Contoh
Efektivitasbiaya
Biaya lebih
rendah
Efektivitas lebih
rendah
A terhadap B
A terhadap C
(lakukan RIEB)
Efektivitas sama
C terhadap B
Efektivitas lebih
tinggi
c.
Biaya sama
Biaya lebih
tinggi
B terhadap C
B terhadap A
C terhadap A
(lakukan RIEB)
No.
Langkah
Contoh
6.
Interpretasi.
7.
Lakukan
analisis
sensitivitas
dan ambil
kesimpulan.
Langkah
Tentukan
tujuan.
Contoh
Menentukan
alternatif
program
untuk
penanggulangan malignant melanoma yang
memberikan utilitas -biaya, dalam QALY tertinggi
Program A: Tanpa uji, tanpa interferon
Program B: Uji SLN, interferon untuk pasien
yang positif
2.
3.
Buat daftar
cara untuk
mencapai
tujuan
tersebut.
Membandingkan:
Identifikasi
utilitas
masingmasing
alternatif.
No.
Langkah
Contoh
4.
Identifikasi
Biaya yang teridentifikasi menunjukkan:
dan hitung
Biaya rerata Program A = Rp 184.000.000/
biaya
pasien
pengobatan.
Biaya rerata Program B = Rp 242.000.000/
pasien
5.
Biaya lebih
rendah
Biaya
sama
Biaya lebih
tinggi
Utilitas
lebih
rendah
A
(lakukan RIUB)
C
(Didominasi)
Utilitas
sama
Utilitas
lebih tinggi
G
(Dominan)
I
(lakukan RIUB)
No.
Langkah
Contoh
c. Hitung rasio inkremental utilitas-biaya (RIUB)
pengalihan program.
RIUB Program B terhadap A :
=
Rp 187.096.774/QALY
Interpretasi.
Lakukan
analisis
sensitivitas
dan ambil
kesimpulan.
BAB IV
INSTRUMEN KAJIAN
FARMAKOEKONOMI
BAB
INSTRUMEN KAJIAN
FARMAKOEKONOMI
A.
VALIDITAS
1.
Tidak jelas
Tidak
Tidak jelas
Tidak
__________________________________________________________
__________________________________________________________
__________________________________________________________
__________________________________________________________
Tidak jelas
Tidak
Tidak jelas
Tidak
Tidak jelas
Tidak
untuk
mengantisipasi
Tidak jelas
Tidak
Tidak jelas
Tidak
B.
HASIL
Tidak jelas
Tidak
C.
PENERAPAN (APPLICABILITY)
Ya
2.
Tidak jelas
Tidak
Tarif/biaya
Tidak jelas
Tidak
Tidak jelas
Tidak
__________________________________________________________
__________________________________________________________
__________________________________________________________
__________________________________________________________
DAFTAR PUSTAKA
Afdhal, A. F. 2011. Farmakoekonomi: Pisau Analisis Terbaru Dunia
Farmasi, Sanitra Media Utama & Center for Socio-Economic Studies in
Pharmacy.
Brent, R.J., 2003, Cost-benefit Analysis and Health Care
Evaluations, hal. 298-299, Edward Elgar Publishing Ltd. : UK
Bootman J.L, et al, 2005, Principles of Pharmacoeconomics, 3rd
ed, Harvey Whitney Books Company : USA
Berger, M.L., Bingefors, K., Hedblom, E., Pashos, C.L., Torrance,
G., Smith, M.D., 2003, Health Care Cost, Quality, and Outcomes : ISPOR
Book of Terms, ISPOR: USA.
Drummond, M.F., M.J. Sculpher, G.W. Torrance, B.J. OBrien, and
G.L. Stoddard, 2005. Methods for the Economic Evaluation of Health Care
Programmes, 3rd Edition, Oxford University Press, Oxford.
Gattani, S.G., A.B. Patil, and S.S. Kushare, 2009.
Pharmacoeconomics: A Review, Asian Journal of Pharmaceutical and
Clinical Research, 2(3):1526.
Newby, D and S. Hill, 2003. Use of Pharmacoeconomics in
Prescribing Research. Part 2: Cost-minimization analysis when are
two therapies equal?, Journal of Clinical Pharmacy and Therapeutics,
28:145148.
Rascati, K.L., et al, 2009, Essentials of Pharmacoeconomics,
Lippincott Williams & Wilkies, Philadelphia.
Shafie, A.A., 2011, Introduction to Economic Evaluation,
disampaikan pada Workshop Farmakoekonomi dalam Pelayanan
Kesehatan, Universitas Pancasila, Jakarta
Wiedenmayer, K., R.S. Summers, C.A. Mackie, A.G.S. Sous, M.
Everard, and D. Tromp, 2006. Developing Pharmacy Practice: A Focus on
Patient Care, World Health Organization
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
DIEKTORAT JENDERAL
BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Kesatu
: KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN TENTANG
TIM PENYUSUN PEDOMAN PENERAPAN KAJIAN
FARMAKOEKONOMI.
Kedua
: Dra.
Sri
Indrawaty,
Apt,
M.Kes (Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan)
Penanggung Jawab :
Dra.
Engko
Sosialine
M.,
Apt (Direktur Bina Pelayanan
Kefarmasian)
Narasumber/Ahli
: 1. Prof. dr. Hasbullah Thabrany,
MPH, Dr.PH
2. Ahmad Fuad Afdhal. Ph.D
3. dr. Jarir At Thobari, Ph.D
Pelaksana
Ketua
Wakil Ketua
Sekretaris I
: Rengganis Pranandari,S.Farm
,Apt
Sekretaris II
Anggota
Sekretariat
Ketiga
Keempat
Kelima
Keenam
Ketujuh
Kedelapan
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 September 2011
DIREKTUR JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT
KESEHATAN,
LAMPIRAN 2
CONTOH FORMULIR PERHITUNGAN BIAYA AKIBAT SAKIT
Biaya langsung
1. Biaya kamar
2. Biaya obat
3. Biaya visit dokter
4. Biaya konsultasi dokter
5. Biaya operasi
6. Biaya pemeriksaan
penunjang
7. Biaya administrasi
8. Biaya lain-lain
Jumlah
(Rupiah)
Biaya tidak
langsung
1. Biaya transportasi
2. Biaya konsumsi
3. Biaya pendamping
4. Biaya kehilangan
pekerjaan
Jumlah
(Rupiah)
Catatan :
Untuk perhitungan biaya tidak langsung : komponen disesuaikan dengan
kebijakan institusi yang akan menggunakan.
LAMPIRAN 3
DAFTAR BEBERAPA ALAMAT SITUS INTERNET UNTUK
PENELUSURAN JURNAL/BUKTI ILMIAH
1.
Search engine :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
http://highwire.standford.edu
2.
3. Journal
http://www.bmj.com (British Medical Journal)
http://www.nejm.org (New England Journal Medicine)
http://www.thelancet.com (Lancet)
http://pediatrics.aappublications.org/
http://onlinelibrary.wiley.com/journal/10.1111/(ISSN)1524-4733
(Value in Health)
http://adisonline.com/pharmacoeconomics/Pages/default.aspx
Lampiran 4
Critical Appraisal Worksheet for Economic Analysis
The following questions will help focus your attention on the important
methodological issues related to articles on economic analysis. They are
divided into three sections: validity, results, applicability.
Note three types of economic analyses:
a. Cost - effectiveness analysis (CEA) is the most common,
and is used to compare cost differences between 2 clinical
strategies, it often reports cost per quality-adjusted lifeyear (QALY)
b. Cost-benefit analysis (CBA) is used to measure the full
economic costs and benefits of various strategies, where
benefits are measured economically (based on money
related to employment etc).
c. Cost-utility analysis (CUA) is a type of CEA which includes
patient preferences in the analysis. The terms CUA and
CEA are often used interchangeably
VALIDITY:
1. What was the structure of the model on which
the analysis was based? Did the model provide a
reasonable comparison of health care strategies?
An economic analysis is fundamentally based on a decision
model, which maps out the possible downstream effects of a clinical
decision.
Consider the following issues:
The timeline utilized and whether it is reasonable (e.g. 1
year, lifetime)
The clinical relevance and appropriateness of the
strategies
Look for a decision tree, on which the analysis is based
60 | Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi
Not Clear
used
(patient,
insurer,
No
What were the major strategies compared in the analysis? Are there other
important health care strategies that were not included? If so what were
they?
_______________________________________________________________
______________________________________________________________
_______________________________________________________________
Is there a decision tree or is it described? If so, does it reasonably reflect
the potential outcomes of each treatment strategy?
______________________________________________________________
______________________________________________________________
_______________________________________________________________
Whose viewpoint was used when considering costs? (Patient, In
Government, etc)
_______________________________________________________________
What is the timeline? (often lifetime) ________________________________
Not Clear
No
3.
4.
5.
Yes
Not Clear
No
RESULTS
1. What were the incremental cost and outcomes of
each strategy ?
This is the main result. Look for an overall result and how
it is expressed (usually cost per QALY in a CEA)
Look for whether the modal was robust in the substantially
analysis. This indicates that variations in important
variables did NOT subtanstially change the overall result.
Threshold values are values of variables which change the
result of the model
(usually meaning that the intervention crosses the line of :
cost-effectiveness)
Did the overall result (the cost estimates) change
substantially in the sensitivity analysis? Under which
conditions change?
What was the overall result? Describe how uncertainty changes the
incremental costs and outcomes of each strategy?
________________________________________________________
________________________________________________________
APPLICABILITY
1. Are the treatment benefits worth the harms and
costs?
Consider the following issues:
What was the magnitude of the benefit or harm?
Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi | 63
Yes
Not Clear
No
Patients
Prices/costs
Accessibility of resources
Yes
Not Clear
No
Deborah Korestein, MD
Department of Medicine
Mount Sinai School of Medicine
Lampiran 5
Adapted from:
Critical Appraisal Skills Programme (CASP), Public
Health Resource Unit, Institute of Health Science,
Oxford.
Drummond et al. Methods for the economic
evaluation of health care programmes. 2nd Edition.
Oxford: Oxford Medical Publications, 1997.
Yes
Cant
tell
No
valued
Yes
Cant
tell
No
Yes
Cant
tell
No
JARGON BUSTER.
Economic evaluation
Opportunity cost
Marginal costs
Incremental analysis
Sensitivity analysis
Discounting
Lampiran 6
DAFTAR KONTRIBUTOR
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Dra. Debbie Daniel, Apt, Rumah Sakit Umum Fatmawati, Jakarta
11. dr. Maya Rusadi, M.Kes, PT. Askes (Persero)
12. Dra. Rabiatul, Apt, PT. Askes (Persero)
13. Ully Adhie Mulyani, S.Si, Apt, Pusat Teknologi Terapan Kesehatan
dan Epidemiologi Klinik, Badan Litbangkes
14. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan
15. Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Kementerian Kesehatan
16. RSUD Kab Ciawi, Bogor
17. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat
18. Dinas Kesehatan Kota Bogor
19. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
20. Dra. Sadiah, Apt, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
21. dr. Zorni Fadia, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
22. Erie Gusnellyanti, S.Si, Apt, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
23. Dra. Ardiyani, Apt, M.Si, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
24. Helsy Pahlemy, Apt, M.Farm, Direktorat Bina Pelayanan
Kefarmasian
Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi | 71
25. Rohayati Rahafat, S.Si, Apt, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian
26. Roy Himawan, S.Farm, Apt, MKM Sekretariat Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alkes
27. Dina Sintia Pamela, M.Farm, Apt, MKM Direktorat Bina Pelayanan
Kefarmasian
28. Rengganis Pranandari, S.Farm, Apt, Direktorat Bina Pelayanan
Kefarmasian
29. Rizki Machdiawati, S.Farm, Apt, Direktorat Bina Pelayanan
Kefarmasian
30. Ria Astuti, S.Farm, Apt, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
31. Yenni, S.Si, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
32. Vitri Sariati, AMF, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian