Anda di halaman 1dari 35

BAB I

LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTIFIKASI
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat

: Syaipul Bahri
: 61 tahun
: Laki-laki
: Jln. Anggrek Karang Asam Rt. 07 Rw. 03 Tanjung

Agama
Bangsa
Pekerjaan
Pendidikan
Ruangan
MRS

Enim Kab. Muara Enim


: Islam
: Indonesia
: Swasta
: Sarjana
: Yasmin D
: 09-09-2015

ANAMNESA
a. Keluhan Utama: Pasien dikonsulkan dari bagian atau Departemen
Penyakit Dalam RSMH untuk dilakukan pemeriksaan gigi dan
mulut untuk mengevaluasi dan tatalaksana bengkak pada gusi
pasien.
b. Keluhan Tambahan : Pasien mengeluhkan sulit untuk membuka
mulutnya.
c. Riwayat Perjalanan Penyakit: Pasien dirawat di bagian atau
departemen penyakit dalam RSMH dengan diagnosis Adeno Ca
Prostat + melena e.c gastric erosive e.c NSAID. Pasien
mengeluhkan bengkak pada gusi dan nyeri sehingga pasien sulit
untuk membuka mulutnya pada saat akan dilakukan tindakan
endoscopic

sehingga dilakukan pemeriksaan terhadap gigi dan

mulut untuk melihat ada tidaknya fokal infeksi. Sejak 10 tahun


SMRS penderita sering merasakan nyeri pada gigi nya, nyeri
tersebut dirasakan penderita berdenyut-denyut dan hilang timbul.
Os mengatakan tidak merasakan ngilu saat makan panas atau
dingin. Pasien selama ini tidak pernah memeriksaan gigi ke dokter

gigi. Penderita juga mengeluhkan giginya sering goyang, lalu


penderita sering menggoyangkan giginya tersebut hingga patah.
Sejak 1 bulan yang lalu penderita mengalami bengkak pada gusi
dan berobat ke dokter gigi di tanjung enim, penderita diberikan
obat kemudian bengkak tersebut hilang perlahan. Saat ini Os
kembali mengalami bengkak dan nyeri pada gusi, nyeri dirasakan
Os seperti ditusuk-tusuk dan terus menerus. Os mengatakan gigi
kiri belakang bawahnya ada yang goyang.
d. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik
Penyakit atau Kelainan Sistemik
Alergi : debu, dingin
Penyakit Jantung
Penyakit Tekanan Darah Tinggi
Penyakit Diabetes Melitus
Penyakit Kelainan Darah
Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H
Kelainan Hati Lainnya
HIV/ AIDS
Penyakit Pernafasan/paru
Kelainan Pencernaan
Penyakit Ginjal
Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah
Epilepsy
Penyakit/ Kelainan KGB

Ada

Disangkal

e. Riwayat Perawatan Gigi dan Mulut Sebelumnya


Riwayat cabut gigi (-)
Riwayat tambal gigi (-)
Riwayat trauma (-)
Riwayat membersihkan karang gigi (-)
f. Riwayat Kebiasaan
Pasien menggosok gigi 2x sehari saat mandi pagi dan mandi

sore, pasien tidak pernah menggosok gigi sebelum tidur.


Kebiasaan mencongkel gigi yang berlubang dengan tangan /
benda asing (-)

III.

Kebiasaan menggoyangkan gigi yang goyang hingga patah

sendiri.
Kebiasaan merokok (+)
Kebiasaan mengonsumsi permen atau coklat (-)

PEMERIKSAAN FISIK ( Selasa, 6 Oktober 2015)


a. Status Umum Pasien
Keadaan Umum Pasien
: Tampak sakit sedang
Sensorium
: Compos Mentis
Berat Badan
: 57 kg
Tinggi Badan
: 166 cm
Vital Sign
Nadi
: 80 x/menit, isi dan tegangan cukup
Respiratory Rate
: 20 x/menit
Temperatur
: 36,5 0C
Tekanan Darah
: 140/80 mmHg

b. Pemeriksaan Ekstra Oral:


Wajah
Inspeksi
: asimetris (+), trismus (+)
Bibir
: tidak ada kelainan
Pembesaran KGB : tidak teraba pembesaran
Temporo-mandibula Joint: Dalam batas normal, tidak ada
dislokasi dan clicking
c. Pemeriksaan Intra Oral:

Mukosa bukal

Mukosa palatum : Tidak ada kelainan

Mukosa labial

: Tidak ada kelainan

Palatum

: Tidak ada kelainan

Torsus palatinus : Tidak ada

Torsus mandibularis: Tidak ada

: Terdapat abses pada regio kiri bawah

Lidah

: Tidak ada kelainan

Dasar mulut

: Tidak ada kelainan

Ginggiva

: Gusi tampak merah, membengkak dan


mengeluarkan nanah (pus) disekitar gigi 3.7
dan gusi tampak merah terutama pada gigi
1.6, 3.6 dan 4.6

Malposisi

: (-)

Maloklusi

: (-)

Debris

: (+) di seluruh kuadran/regio

Plak

: (+) di seluruh kuadran/ region

Kalkulus

: (+) di gigi posterior pada seluruh regio.

Hubungan rahang : ortognati

Missing teeth

: (+), 2 7, 2 8, 4 7, 4 8

d. Status lokalis
Gigi

Lesi

Sondase

CE

Perkusi

Palpasi

Diagnosis

Tindakan

16

D4

Tidak

Karies Dentin

Pro

disertai

Ekstraksi

dilakukan

periodontitis
grade II
46

D4

Tidak

dilakukan

Karies Dentin

Pro

disertai

Ekstraksi

periodontitis
grade II
35

D6

Tidak

dilakukan

Gangren

Pro

Radiks

Ekstraksi

36

D4

Tidak

Karies dentin

dilakukan

Pro
Ekstraksi

disertai
periodontitis
grade II

37

D6

Tidak

Gangren

Pro

Radiks

Ekstraksi

Gangren

Pro

Radiks

Ekstraksi

dilakukan
44

D6

Tidak

dilakukan

D4

D4

IV

III

II

II

III

IV

IV

III

II

II

III

IV

D6

D6

D4

D6

ODONTOGRAM
IV.

TEMUAN MASALAH
o Abses periapikal pada gingival 3.7
o Plak di semua kuadran atau regio
o Calculus pada gigi posterior semua regio/ kuadran

o Gangren radiks pada gigi 3 5, 3 7, 4 4


o Karies Dentin disertai periodontitis grade II pada gigi 1 6, 3 6, 4 6
V.

RENCANA TERAPI
o Abses periapikal

: Insisi abses + Ab

o Gangren radiks pada gigi 3 5, 3 7, 4 4

: Pro ekstraksi

o Karies dentin disertai


periodontitis grade II pada gigi 1 6, 3 6, 4 6 : Pro ekstraksi +
konservatif
VI.

VII.

PROGNOSIS
o Gigi 1 6 Quo ad Vitam & fungsionam
o Gigi 3 5 Quo ad Vitam & fungsionam
o Gigi 3 6 Quo ad Vitam & fungsionam
o Gigi 3 7 Quo ad Vitam & fungsionam
o Gigi 4 4 Quo ad Vitam & fungsionam
o Gigi 4 6 Quo ad Vitam & fungsionam

: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

HASIL KONSUL
Terdapat fokal infeksi pada gigi pasien ditemukan abses e.c sisa
akar pada gigi 3.7 dengan diagnosis Gangren radix- pro ekstraksi,
ditemukan sisa akar pada gigi 3.5 pro ekstraksi, ditemukan sisa akar
pada gigi 4.4 pro ekstraksi, ditemukan karies dentin disertai
periodontitis grade II pada gigi 1.6, 3.6 dan gigi 4.6 pro ekstraksi+
konservatif.
Saran
o Sebaiknya dilakukan ekstraksi gigi 3 7 jika

keadaan umum

memungkinkan dan abses sudah mereda, untuk sementara pasien


diberikan antibiotika dan antiinflamasi sesuai TS.
o Disarankan untuk melakukan scaling untuk membersihkan
calculus.
VIII. LAMPIRAN FOTO PASIEN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI GIGI
Gigi merupakan bagian terkeras dari tubuh, gigi tersusun atas
beberapa bagian. Berikut bagian-bagian yang menyusun gigi:
a. Akar gigi adalah bagian dari gigi yang tertanam di dalam tulang rahang
dikelilingi (dilindungi) oleh jaringan periodontal.
b. Mahkota gigi adalah bagian dari gigi yang dapat menonjol di atas gusi
sehingga dapat dilihat.
c. Leher gigi adalah tempat bertemunya mahkota dan akar gigi

10

Gambar 1. Anatomi gigi normal

Gigi terdiri dari beberapa jaringan pembentuk. Secara garis besar,


jaringan pembentuk gigi ada 3, yaitu email, dentin, dan pulpa.
a) Email
Email adalah lapisan terluar yang melapisi mahkota gigi. Email berasal
dari epitel (ektodermal) yang merupakan bahan terkeras pada tubuh
manusia dan paling banyak mengandung kalsium fosfat dalam bentuk
Kristal apatit (96%).
Email merupakan jaringan semitranslusen, sehingga warna gigi
bergantung kepada warna dentin di bawah email, ketebaan email, dan
banyaknya stain pada email. Ketebalan email tidak sama, paling tebal
di daerah oklusal atau insisal dan makin menipis mendekati
pertautannya dengan sementum.
b) Dentin
Dentin merupakan komponen terbesar jaringan keras gigi yang terletak
di bawah email. Di daerah mahkota ditutupi oleh email, sedangkan di
11

daerah akar ditutupi oleh sementum. Secara internal, dentin


membentuk dinding rongga pulpa.
Dentin membentuk bagian terbesar dari gigi dan merupakan jaringan
yang telah mengalami kalsifikasi sama seperti tulang, tetapi sifatnya
lebih keras karena kadar garam kalsiumnya lebih besar (80%) dalam
bentuk hidroksi apatit. Zat antar sel organic (20%) terutama terdiri atas
serat-serat kolagen dan glikosaminoglikans, yang disintesis oleh sel
yang disebut odontoblas. Odontoblas membentuk selapis sel-sel yang
terletak di pinggir pulpa menghadap permukaan dalam dentin.
Dentin peka terhadap rasa raba, panas, dingin, dan konsentrasi ion
hydrogen. Diperkirakan bahwa rangsangan itu diterima oleh serat
dentin dan diteruskan olehnya ke serat saraf di dalam pulpa.

c) Pulpa
Pulpa gigi adalah jaringan lunak yang terletak di tengah-tengah gigi.
Pulpa berisi pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe. Tugas dari
pulpa adalah mengatur nutrisi/makanan agar gigi tetap hidup,
menerima rangsang, membentuk dentin baru bila ada rangsangan
panas, kimia, tekanan, atau bakteri yang dikenal dengan dentin
sekunder. Pulpa terdiri dari beberapa bagian, yaitu :
a. Ruang atau rongga pulpa, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada
bagian tengah korona gigi dan selelu tunggal. Sepanjang kehidupan
pulpa gigi mempunyai kemampuan untuk mengendapkan dentin
sekunder, pengendapan ini mengurangi ukuran dari rongga pulpa.
b. Tanduk pulpa, yaitu ujung dari ruang pulpa.
c. Saluran pulpa atau saluran akar, yaitu rongga pulpa yang terdapat
pada bagian akar gigi. Pada kebanyakan kasus, jumlah saluran akar
sesuai dengan jumlah akar, tetapi sebuah akar mungkin mempunyai
lebih dari sebuah saluran.

12

d. Foramen apikal, yaitu ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada
apeks akar berupa suatu lubang kecil.
e. Supplementary canal. Beberapa kar gigi mungkin mempunyai lebih
dari satu foramen, dalam hal ini, saluran tersebut mempunyai 2
atau lebih cabang dekat apikalnya yang disebut multiple foramina /
supplementary canal.
f. Orifice, yaitu pintu masuk ke saluran akar gigi. Saluran pulpa
dihhubngkan dengan ruang pulpa. Adakalanya ditemukan suatu
akar mempunyai lebih dari satu saluranpulpa, misalnya akar mesiobukal dari M1 atas dan akar mesial dari M1 bawah mempunyai 2
saluran pulpa yang berakhir pada sebuah foramen apikal.

Keberadaan gigi didukung oleh jaringan-jaringan lain yang berada


di dalam mulut yang disebut jaringan periodontal yang terdiri dari empat
komponen, yaitu sementum, gusi, tulang alveolar, dan ligament
periodontal.
a) Sementum
Sementum merupakan jaringan keras gigi yang menyelubungi akar.
Bila ada rangsangan yang kuat pada gigi maka akan terjadi
resorpsi/penyerapan sel-sel sementum pada sisi yang terkena
rangsangan dan pada sisi lainnya akan terbentuk jaringan sementum
baru. Pembentukan sementum yang baru mengarah ke arah luar.
b) Gingiva
Gingiva atau gusi adalah jaringan lunak yang menutupi leher gigi dan
tulang rahang, baik yang terdapat pada rahang atas maupun rahang
bawah. Fungsi gingival adalah melindungi jaringan di bawah
perlekatan terhadap lingkungan rongga mulut. Gingiva sehat biasanya
berwarna merah muda, tepinya runcing seperti pisau, tidak mudah
berdarah dan tidak sakit. Gingiva banyak mengandung pembuluh

13

darah sehingga sangat sensitive terhadap trauma atau luka. Secara


anatomi, gingiva dibagi atas tiga daerah :

Gambar 2. Struktur Gingiva


i.

Marginal gingiva (unattached gingiva), merupakan bagian


gingiva yang mengelilingi gigi seperti kerah baju dan tidak
melekat langsung pada gigi, biasa juga disebut juga dengan free
gingiva

ii.

Attached gingiva merupakan lanjutan dari marginal gingival dan


disebut juga mukosa fungsional.

iii.

Interdental gingival, merupakan bagian gingival yang mengisi


ruang interproksimal antara dua gigi yang bersebelahan.

c) Ligamentum Periodontal
Ligamentum periodontal merupakan struktur jaringan konektif
yang

mengelilingi

akar

gigi

dan

mengikatnya

ke

tulang

(menghubungkan tulang gigi dengan tulang alveolar). Ligamen


periodontal merupakan lanjutan jaringan gingiva yang berhubungan
dengan ruang sumsum tulang melalui saluran vaskuler. Fungsinya
seperti bantalan yang dapat menopang gigi dan menyerap beban yang
mengenai gigi.

14

d) Tulang alveolar
Tulang alveolar disebut juga prosesus alveolaris yg mencakup
tulang rahang secara keseluruhan, yaitu maksila dan mandibula yg
berfungsi membentuk dan mendukung soket (alveoli) gigi.

Bentuk-bentuk Gigi Permanen


Orang dewasa biasanya mempunyai 32 gigi permanen, 16 di tiap rahang.
Di tiap rahang terdapat:
a. Empat gigi depan (gigi insisivus) Bentuknya seperti sekop dengan tepi
yang lebar untuk menggigit, hanya mempunyai satu akar. Gigi insisivus atas
lebih besar daripada gigi yang bawah.
b. Dua gigi kaninus yang serupa di rahang atas dan rahang bawah. Gigi ini kuat
dan menonjol di sudut mulut. Hanya mempunyai satu akar.
c. Empat gigi pre-molar/gigi molar kecil Mahkotanya bulat hampir seperti
bentuk kaleng tipis, mempunyai dua tonjolan, satu di sebelah pipi dan satu di
sebelah lidah. Kebanyakan gigi pre-molar mempunyai satu akar, bebrapa
mempunyai dua akar.
d. Enam gigi molar Merupakan gigi-gigi besar di sebelah belakang di dalam
mulut digunakan untuk menggiling makanan. Semua gigi molar mempunyai
mahkota persegi, seperti blok-blok bangunan. Ada yang mempunyai tiga,
empat, atau lima tonjolan. Gigi molar di rahang atas mempunyai tiga akar dan
gigi molar di rahang bawah mempunyai dua akar.

15

Gambar 3. Gigi Permanen

Aspek pada gigi permanen


Macam-macam aspek pada gigi permanen:

Aspek incisal

: Tepi gigitan gigi geligi depan

Aspek oklusal

: Permukaan gigit.

Aspek labial

: Permukaan luar gigi geligi depan yang berkontak


dengan bibir.

Aspek radix

: Bagian gigi yang dilapisi jaringan sementum dan


ditopang oleh tulang alveolar dari maksila dan
mandibulla.

Aspek palatal

: Permukaan dalam gigi geligi atas yang berkontak


dengan palatum. Digunakan juga istilah lingual.

Aspek bukal

: Permukaan gigi geligi belakang.

Aspek mesial

: Permukaan proksimal gigi yang lebih dekat ke garis


tengah.

Aspek distal

: Bagian gigi yang terjauh dari garis tengah.

Aspek lingual

: Permukaan dalam gigi yang berkontak dengan lidah.

Aspek proksimal

: Permukaan gigi yang berkontak dengan gigi


tetangganya, biasa disebut permukaan distal.

16

B. ABSES PERIODONTAL
1) Definisi
Abses periodontal adalah suatu inflamasi purulen yang terlokalisir
pada jaringan periodonsium. Lesi ini disebut juga dengan abses
periodontal lateral atau abses parietal. Abses periodontal diketahui sebagai
lesi yang dapat dengan cepat merusak jaringan periodonsium terjadi
selama periode waktu yang terbatas serta mudah diketahui gejala klinis
dan tanda-tandanya seperti akumulasi lokal pus dan terletak di dalam saku
periodontal.
2) Klasifikasi
Abses periodontal dapat di klasifikasikan atas 3 kriteria, yaitu:
1. Berdasarkan lokasi abses
a) Abses gingival
Abses gingiva merupakan infeksi lokal purulen yang terletak pada
marginal gingiva atau papila interdental dan merupakan lesi
inflamasi akut yang mungkin timbul dari berbagai faktor, termasuk
infeksi plak mikroba, trauma, dan impaksi benda asing. Gambaran
klinisnya

merah,

licin,

kadang-kadang

sangat

sakit

dan

pembengkakan sering berfluktuasi.


b) Abses periodontal
Abses periodontal merupakan infeksi lokal purulen di dalam
dinding gingiva pada saku periodontal yang dapat menyebabkan
destruksi ligamen periodontal dan tulang alveolar. Abses
periodontal secara khusus ditemukan pada pasien dengan
periodontitis yang tidak dirawat dan berhubungan dengan saku
periodontal yang sedang dan dalam, biasanya terletak diluar daerah
mukogingiva. Gambaran klinisnya terlihat licin, pembengkakan
gingiva mengkilat disertai rasa sakit, daerah pembengkakan
gingivanya

lunak

karena

17

adanya

eksudat

purulen

dan

meningkatnya kedalaman probing, gigi menjadi sensitif bila


diperkusi dan mungkin menjadi mobiliti serta kehilangan
perlekatan periodontal dengan cepat dapat terjadi.
Abses periodontal sering muncul sebagai eksaserbasi akut dari
saku periodontal yang ada sebelumnya terutama terkait pada
ketidaksempurnaan dalam menghilangkan kalkulus dan tindakan
medis seperti pada pasien setelah perawatan bedah periodontal,
setelah pemeliharaan preventif, setelah terapi antibiotik sistemik
dan akibat dari penyakit rekuren. Abses periodontal yang tidak
berhubungan dengan inflamasi penyakit periodontal termasuk
perforasi gigi, fraktur dan impaksi benda asing. Kurangnya kontrol
terhadap diabetes mellitus merupakan faktor predisposisi dari
pembentukan abses periodontal. Pembentukan abses periodontal
merupakan penyebab utama kehilangan gigi. Namun, dengan
perawatan yang tepat dan perawatan preventif yang konsisten, gigi
dengan kehilangan tulang yang signifikan dapat dipertahankan
selama bertahun-tahun.
c) Abses perikoronal
Abses perikoronal merupakan akibat dari inflamasi jaringan lunak
operkulum, yang menutupi sebagian erupsi gigi. Keadaan ini
paling sering terjadi pada gigi molar tiga rahang atas dan rahang
bawah. Sama halnya dengan abses gingiva, abses perikoronal dapat
disebabkan oleh retensi dari plak mikroba dan impaksi makanan
atau trauma. Gambaran klinis berupa gingiva berwarna merah
terlokalisir,

bengkak,

memungkinkan

lesi

yang

terbentuknya

limfadenopati, demam dan malaise.

18

sakit

eksudat

jika

disentuh

purulen,

dan

trismus,

2. Berdasarkan jalannya lesi


a) Abses periodontal akut
Abses periodontal akut biasanya menunjukkan gejala seperti sakit,
edematous, lunak, pembengkakan, dengan penekanan yang lembut
di jumpai adanya pus, peka terhadap perkusi gigi dan terasa nyeri
pada saku, sensitifitas terhadap palpasi dan kadang disertai demam
dan limfadenopati.

b) Abses periodontal kronis


Abses periodontal kronis biasanya berhubungan dengan saluran
sinus dan asimtomatik, walaupun pada pasien didapatkan gejalagejala ringan. Abses ini terbentuk setelah penyebaran infeksi yang
disebabkan oleh drainase spontan, respon host atau terapi. Setelah
hemeostatis antara host dan infeksi tercapai, pada pasien hanya
sedikit atau tidak terlihat gejalanya. Namun rasa nyeri yang tumpul
akan timbul dengan adanya saku periodontal, inflamasi dan saluran
fistula.
3. Berdasarkan jumlah abses
a) Abses periodontal tunggal
Abses periodontal tunggal biasanya berkaitan dengan faktor-faktor
lokal mengakibatkan tertutupnya drainase saku periodontal yang
ada.

b) Abses periodontal multipel

19

Abses ini bisa terjadi pada pasien diabetes mellitus yang tidak
terkontrol, pasien dengan penyakit sistemik dan pasien dengan
periodontitis tidak terawat setelah terapi antibiotik sistemik untuk
masalah non oral. Abses ini juga ditemukan pada pasien multipel
eksternal resopsi akar, dimana faktor lokal ditemukan pada
beberapa gigi.
3) Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi abses periodontal dibagi atas 2, yaitu:
a) Abses periodontal berhubungan dengan periodontitis. Hal-hal yang
berhubungan dengan periodontitis adalah:
Adanya saku periodontal yang dalam dan berliku.
Penutupan marginal saku periodontal yang

dapat

mengakibatkan perluasan infeksi ke jaringan periodontal

sekitarnya karena tekanan pus di dalam saku tertutup.


Perubahan dalam komposisi mikroflora, virulensi bakteri, atau
dalam pertahanan host bisa juga membuat lumen saku tidak

efisien dalam meningkatkan pengeluaran suppurasi.


Pengobatan dengan antibiotik sistemik tanpa debridemen
subgingiva pada pasien dengan periodontitis lanjut juga dapat

menyebabkan pembentukan abses.


b) Abses periodontal tidak berhubungan dengan periodontitis. Hal-hal
yang menyebabkan abses periodontal yang tidak berhubungan
dengan periodontitis adalah:
Impaksi dari benda asing seperti potongan dental floss, biji
popcorn, potongan tusuk gigi, tulang ikan, atau objek yang

tidak diketahui.
Perforasi dari dinding gigi oleh instrumen endodontik.
Infeksi lateral kista.
Faktor-faktor lokal yang mempengaruhi morfologi akar dapat
menjadi predisposisi pembentukan abses periodontal. Adanya
cervical cemental tears dapat memicu pekembangan yang cepat
dari periodontitis dan perkembangan abses.

4) Manifestasi Klinis

20

Gejala utama abses gingiva adalah nyeri pada gigi yang terinfeksi,
yang dapat berdenyut dan keras. Pada umumnya nyeri dengan tiba-tiba,
dan secara berangsur-angsur bertambah buruk dalam beberapa jam dan
beberapa hari. Dapat juga ditemukan nyeri menjalar sampai ketelinga,
turun ke rahang dan leher pada sisi gigi yang sakit.
Pembentukan abses ini melalui beberapa stadium dengan masingmasing stadium mempunyai gejala-gejala tersendiri, yaitu:
1. Stadium subperiostal dan periostal
Pembengkakan belum terlihat jelas
Warna mukosa masih normal
Perkusi gigi yang terlibat terasa sakit yang sangat
Palpasi sakit dengan konsistensi keras
2. Stadium serosa
Abses sudah menembus periosteum dan masuk kedalam tinika
serosa dari tulang dan pembengkakan sudah ada
Mukosa mengalami hiperemi dan merah
Rasa sakit yang mendalam
Palpasi sakit dan konsistensi keras, belum ada fluktuasi
3. Stadium sub mukous
Pembengkakan jelas tampak
Rasa sakit mulai berkurang
Mukosa merah dan kadang-kadang terlihat terlihat pucat
Perkusi pada gigi yang terlibat terasa sakit
Palpasi sedikit sakit dan konsistensi lunak, sudah ada fluktuasi
4. Stadium subkutan
Pembengkakan sudah sampai kebawah kulit
Warna kulit ditepi pembengkakan merah, tapi tengahnya pucat
Konsistensi sangat lunak seperti bisul yang mau pecah
Turgor kencang, berkilat dan berfluktuasi tidak nyata
Gejala-gejala umum dari abses gingiva adalah :

Gigi terasa sensitif kepada air sejuk atau panas.


Rasa pahit di dalam mulut.
Nafas berbau busuk.
Kelenjar leher bengkak.
Bagian rahang bengkak (sangat serius).
Suhu badan meningkat tinggi dan kadang-kadang menggigil
Denyut nadi cepat atau takikardi

21

Nafsu makan menurun sehingga tubuh menjadi lemas (malaise)


Bila otot-otot perkunyahan terkena maka akan terjadi trismus
Sukar tidur dan tidak mampu membersihkan mulut
Pemeriksaan laboratorium terlihat adanya leukositosis

5) Patogenesis
Abses gingival sebenarnya adalah komplikasi daripada karies gigi.
Bisa juga disebabkan oleh trauma gigi (misalnya apabila gigi patah atau
hancur). Email yang terbuka menyebabkan masuknya bakteri yang akan
menginfeksi bagian tengah (pulpa) gigi. Infeksi ini menjalar hingga ke
akar gigi dan tulang yang menyokong gigi. Infeksi menyebabkan
terjadinya pengumpulan nanah (terdiri dari jaringan tubuh yang mati,
bakteri yang telah mati atau masih hidup dan sel darah putih) dan
pembengkakan jaringan dalam gigi. Ini menyebabkan sakit gigi. Jika
struktur akar gigi mati, sakit gigi mungkin hilang, tetapi infeksi ini akan
meluas terus menerus sehingga menjalar ke jaringan yang lain.
Penyebaran abses selanjutnya adalah:
1. Periostitis
Perjalanan pus ini mengalami beberapa kondisi, karena sesuai
perjalanannya, dari dalam tulang melalui cancelous bone, pus bergerak
menuju ke arah tepian tulang atau lapisan tulang terluar yang kita
kenal dengan sebutan korteks tulang. Tulang yang dalam kondisi hidup
dan normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi
dengan baik guna menutrisi tulang dari luar, yang disebut periosteum.
Karena memiliki vaskularisasi yang baik ini, maka respon keradangan
juga terjadi ketika pus mulai mencapai korteks, dan melakukan
eksudasinya dengan melepas komponen keradangan dan sel plasma ke
rongga subperiosteal (antara korteks dan periosteum) dengan tujuan
menghambat laju pus yang kandungannya berpotensi destruktif
tersebut. Peristiwa ini alih-alih tanpa gejala, tapi cenderung
menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat, bisa

22

timbul

pembengkakan,

peristiwa

ini

disebut

peiostitis/serous

periostitis. Adanya tambahan istilah serous disebabkan karena


konsistensi eksudat yang dikeluarkan ke rongga subperiosteal
mengandung kurang lebih 70% plasma, dan tidak kental seperti pus
karena memang belum ada keterlibatan pus di rongga tersebut.
Peiostitis dapat berlangsung selama 2-3 hari, tergantung keadaan host.
2. Abses Gingival

Port dentry Mikroorganisme (MO) dapat melalui karies yang


ada pada gigi. Kemudian MO ini berkembang-biak, mutiplikasi,
mengeluarkan

produk-produknya,

dan

menjalar

hingga

pulpa.

Kemudian terjadilah pulpitis. Bila tetap tidak mendapat perawatan,


MO ini akan terus berkembang biak dan menjalar hingga saluran akar
yang akhirnya dapat membuntu saluran ini (ditambah dengan adanya
produk-produk radang) sehingga pembuluh darah pun tidak bisa
memberikan nutrisinya dan terjadilah kematian pulpa oleh karena
nekrosis. Dari nekrosis ini, terjadilah spread of infection sehingga
timbul abses periapikal. Kemudian, terus multiplikasi bakteri dan
produk-produk radang tadi terus terjadi dan menjalar hingga tulang
dan terjadilah osteomyelitis (bila mengenai sumsum tulang, dan
komponen tulang alveolar lainnya). Tulang yang terkena infeksi ini
juga akan kekurangan nutrisi dari pembuluh darah dan akibatnya
terjadi penurunan densitas tulang. Bila tidak cepat ditangani, maka
infeksi terus menjalar hingg periosteum dan terjadilah periostitis.
Periostitis ini dapat menyebabkan trismus karena bakteri dapat
23

menyebar ke otot melalui periosteum. Bila port dentry melalui margin


atau sulkus gingival, maka keradangan terjadi di daerah ligamen
periodontal dan menyebabkan lebarnya periodontal space. Kemudian
penjalaran infeksi sampai pada bagian gingiva sehingga menimbulkan
gingival abses.
3. Abses subperiosteal
Abses subperiosteal terjadi di sela-sela antara korteks tulang
dengan lapisan periosteum, bedanya adalah di kondisi ini sudah
terdapat keterlibatan pus, alias pus sudah berhasil menembus korteks
dan memasuki rongga subperiosteal, karenanya nama abses yang
tadinya disebut abses periapikal, berubah terminologi menjadi
abses subperiosteal. Karena lapisan periosteum adalah lapisan yang
tipis, maka dalam beberapa jam saja akan mudah tertembus oleh
cairan pusyang kental, sebuah kondisi yang sangat berbeda dengan
peristiwa periostitis dimana konsistensi cairannya lebih serous.
4. Fascial abscess
Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari
dalam tulang tadi, maka dengan bebasnya, proses infeksi ini akan
menjalar menuju fascial space terdekat, karena telah mencapai area
jaringan lunak. Apabila infeksi telah meluas mengenai fascial spaces,
maka dapat terjadi fascial abscess.Fascial spaces adalah ruangan
potensial

yang

dibatasi/ditutupi/dilapisi

ikat. Fascial spaces dibagi menjadi :

Fascial spaces primer


1. Maksila
a. Canine spaces
b. Buccal spaces
c. Infratemporal spaces
2. Mandibula
a. Submental spaces
b. Buccal spaces
24

oleh

lapisan

jaringan

c. Sublingual spaces
d. Submandibular spaces

Fascial spaces sekunder


Fascial spaces sekunder merupakan fascial spaces yang
dibatasi oleh jaringan ikat dengan pasokan darah yang kurang.
Ruangan ini berhubungan secara anatomis dengan daerah dan
struktur vital. Yang termasuk fascial spaces sekunder yaitu
masticatory space, cervical space, retropharyngeal space, lateral
pharyngeal space, prevertebral space, dan body of mandible space.
Infeksi yang terjadi pada fascial spaces sekunder berpotensi
menyebabkan komplikasi yang parah.
Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial
spaceyang paling sering oleh karena penyebaran kuman dari
penyakit odontogenik terutama komplikasi dari periapikal abses.
Pus yang mengandung bakteri pada periapikal abses akan berusaha
keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke jaringan
sekitarnya, salah satunya adalah fascial spaces. Gigi mana yang
terkena periapikal abses ini kemudian yang akan menentukan jenis
dari fascial spaces yang terkena infeksi.

Canine spaces
Berisi muskulus levator anguli oris, dan m. labii superior.
Infeksi daerah ini disebabkan periapikal abses dari gigi
caninus maksila. Gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi
bagian depan dan hilangnya lekukan nasolabial. Penyebaran
lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang daerah
infraorbital dan sinus kavernosus.

Buccal spaces
Terletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi kelenjar
parotis dan n. fascialis. Infeksi berasal dari gigi premolar dan
molar yang ujung akarnya berada di atas perlekatan m.
25

buccinator pada maksila atau berada di bawah perlekatan m.


buccinator pada mandibula. Gejala infeksi yaitu edema pipi
dan trismus ringan.

Infratemporal spaces
Terletak

di

posterior

dari

maksila,

lateral

dari proc.

Pterigoideus inferior dari dasar tengkorak, dan profundus


daritemporal space. Berisi nervus dan pembuluh darah. Infeksi
berasal dari gigi molar III maksila. Gejala infeksi berupa tidak
adanya pembengkakan wajah dan kadang terdapat trismus bila
infeksi telah menyebar.

Submental space
Infeksi berasal dari gigi incisivus mandibula. Gejala infeksi
berupa bengkak pada garis midline yang jelas di bawah dagu.

Sublingual space
Terletak di dasar mulut, superior dari m. mylohyoid, dan
sebelah medial dari mandibula. Infeksi berasal dari gigi
anterior mandibula dengan ujung akar di atas m. mylohyoid.
Gejala

infeksi

berupa

pembengkakan

dasar

mulut,

terangkatnya lidah, nyeri, dan dysphagia.

Submandibular space
Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m.
platysma. Infeksi berasal dari gigi molar mandibula dengan
ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari pericoronitis.
Gejala infeksi berupa pembengkakan pada daerah segitiga
submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa
lunak dan adanya trismus ringan.

Masticator space
Berisi m. masseter, m. pterygoid medial dan lateral, insersi
dari m. temporalis. Infeksi berasal dari gigi molar III
mandibula. Gejala infeksi berupa trismus dan jika abses besar

26

maka infeksi dapat menyebar ke lateral pharyngeal space.


Pasien membutuhkan intubasi nasoendotracheal untuk alat
bantu bernapas.

Lateral pharyngeal space (parapharyngeal space)


Berhubungan dengan banyak space di sekelilingnya sehingga
infeksi pada daerah ini dapat dengan cepat menyebar. Gejala
infeksi berupa panas, menggigil, nyeri dysphagia, dan trismus.

Retropharyngeal space (posterior visceral space)


Infeksi berasal dari gigi molar mandibula, dari infeksi saluran
pernapasan atas, dari tonsil, parotis, telinga tengah, dan sinus.
Gejala infeksi berupa kaku leher, sakit tenggorokan,
dysphagia,
infeksifascial

hot

potato

spaces yang

voice

dan

serius

stridor.

karena

Merupakan

infeksi

dapat

menyebar ke mediastinum dan daerah leher yang lebih dalam


( menyebabkan kerusakan n. vagus dan n. cranial
bawah,Horner syndrome).
6) Penegakan Diagnosis
Penegakkan diagnosis abses periodontal harus didasarkan pada
evaluasi secara keseluruhan dan interpretasi dari keluhan utama pasien,
bersamaan dengan pemeriksaan klinis dan radiografis yang ditemukan
selama pemeriksaan rongga mulut.
Gejala yang paling menonjol dari abses periodontal adalah adanya
pembengkakan gingival di sepanjang sisi lateral dari akar gigi. Abses yang
terletak di dalam jaringan mungkin akan lebih sulit untuk diidentifikasi
berdasarkan pembengkakan pada jaringan lunak dan dapat terlihat sebagai
suatu pembengkakan yang difus atau cukup sebagai suatu daerah
kemerahan saja. Temuan lain yang umum ditemukan adalah supurasi, baik
daripada fistula atau yang paling sering dari poket.
Supurasi tersebut dapat bersifat spontan atau terjadi setelah
dilakukan penekanan pada permukaan luar gingival. Gejala klinis biasanya
27

meliputi rasa nyeri (mulai dari rasa ketidaknyamanan yang ringan sampai
rasa nyeri hebat), gingiva yang lunak, membengkak dan sensitif terhadap
perkusi pada gigi yang bersangkutan. Gejala lain yang berkaitan adalah
gigi yang ekstrusi dan meningkatnya kegoyangan gigi.
Selama

berlangsungnya

pemeriksaan

periodontal,

abses

periodontal biasanya ditemukan pada daerah dengan poket periodontal


yang dalam. Tanda-tanda yang biasanya terkait dengan periodontitis,
seperti pendarahan pada saat probing, supurasi dan kadang juga disertai
peningkatan

kegoyangan

gigi.

Pemeriksaan

radiografi

dapat

memperlihatkan adanya tampilan tulang interdental yang normal atau


kehilangan sebagian tulang hingga terjadinya kerusakan tulang yang parah
dan melibatkan sebagian besar gigi yang bersangkutan.
7) TATALAKSANA
Satu-satunya cara untuk menyembuhkan abses gingiva adalah
mengikuti perawatan gigi. Dokter gigi akan mengobati abses dengan
menggunakan prosedur perawatan abses gigi dalam beberapa kasus,
pembedahan, atau kedua-duanya.
a) Farmakoterapi

Analgesik
Abses gingiva sangat nyeri, tetapi dapat digunakan analgesik

Antibiotik untuk abses gingiva digunakan untuk mencegah


penyebaran infeksi, dan dapat dipakai bersama anaigesik.

b) Dental procedures
Langkah utama yang paling penting dalam penatalaksanaan abses
gingiva adalah incisi (dibuka) absesnya, dan didrainase nanah yang
berisi bakteri. Prosedur ini pada umumnya dilakukan apabila sudah
di anaestesi lokal terlebih dahulu, sehingga area yang sakit akan
mati rasa. Pada abses gingival, dokter gigi akan mengeluarkan
nanah (pus), dan secara menyeluruh membersihkan periodontal
pocket. Kemudian melicinkan permukaan akar gigi dengan scaling
28

dan garis gusi untuk membantu penyembuhan dan mencegah


infeksi atau peradangan lebih lanjut

c) Surgery
Jika terjadi infeksi berulang, harus dilakukan pembedahan yang
dapat membentuk kembali jaringan gusi dan memindahkan
periodontal pocket. Dalam beberapa kasus, infeksi abses gingiva
dapat terulang bahkan setelah prosedur pembedahan. Jika ini
terjadi, atau jika gigi telah pecah, mungkin perlu dipindahkan
semuanya.
Berikut adalah penatalaksanaan berdasarkan stadium terjadinya
abses :

Stadium periostal dan sub periostal Dilakukan trepanasi untuk


mengeluarkan nanah dan gas gangren yang terbentuk, kemudian
diberikan obat-obatan antibiotika, anti inflamasi, antipiretika,
analgesika dan roboransia. Dengan cara ini diharapkan abses tidak
meluas dan dapat sembuh

Stadium serosa Dianjurkan untuk kumur-kumur air garam hangat


kuku dan kompres panas, supaya abses masuk kearah rongga mulut

Stadium

submukosa

dan

subkutan Dilakukan

insisi

dan

dimasukkan kain gaas steril atau rubber-dam sebagai drainase,


kemudian

diberikan

obat-obatan

antibiotika,

antiinflamasi,

antipiretika, analgesika dan roboransia. Pencabutan gigi yang


terlibat (menjadi penyebab abses) biasanya dilakukan sesudah
pembengkakan sembuh dan keadaan umum penderita membaik.
Dalam keadaan abses yang akut tidak boleh dilakukan pencabutan
gigi

karena

manipulasi

ekstraksi

yang

dilakukan

menyebarkan radang sehingga mungkin terjadi osteomyelitis.

29

dapat

8) Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul karena abses periodontal meliputi
kehilangan gigi dan penyebaran infeksi, dibawah ini akan dijelaskan
secara rinci:
a. Kehilangan Gigi
Abses periodontal yang dikaitkan dengan kehilangan gigi biasanya
dijumpai pada kasus-kasus periodontitis sedang sampai parah. Abses
periodontal merupakan penyebab utama dilakukan ekstraksi gigi pada fase
pemeliharaan dimana terjadi pembentukan abses yang berulang dan gigi
mempunyai prognosis buruk.
b. Penyebaran Infeksi
Sejumlah literatur menyatakan bahwa infeksi sistemik dapat berasal dari
abses periodontal. Ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu: penyebaran
bakteri dalam jaringan selama perawatan atau penyebaran bakteri melalui
aliran darah karena bakteremia dari abses yang tidak dirawat.
Pada abses dentoalveolar yang berasal dari endodontik lebih sering
menyebabkan komplikasi penyebaran infeksi daripada abses periodontal.
Cellulitis, infeksi subkutaneus, phlegmone dan mediastinitis dapat berasal
dari infeksi odontogenik tetapi jarang berasal dari abses periodontal.
Namun, abses periodontal dapat berperan sebagai pusat infeksi non oral.
Abses periodontal bisa menjadi pusat dari penyebaran bakteri dan produk
bakteri dari rongga mulut ke bagian tubuh lainnya dan menyebabkan
keadaan infeksi yang berbeda. Pada perawatan mekanikal abses
periodontal bisa menyebabkan bakteremia seperti pasien dengan
endoprotesa atau imunokompromise dapat menyebabkan infeksi non oral.
Paru-paru bisa bertindak sebagai barier makanikal dimana bakteri
periodontal dapat terjebak dan dapat menyebabkan penyakit. Adakalanya
penyebaran bakteri periodontal dapat berakibat menjadi abses otak.
Sejumlah laporan kasus dari periodontal patogen bahwa pada abses otak

30

tersebut didapatkan adanya bakteri P.micros, F. nucleatum, pigmen hitam


pada bakteri batang anaerob dan Actinomyces spp, diantaranya merupakan
spesis bakteri periodontal anaerob yang diisolasi dari abses intra cranial.
Infeksi lain yang berhubungan dengan abses periodontal adalah cervical
nekrotizing fascitis dan cellulites pada pasien kanker payudara

BAB III
ANALISIS MASALAH
Tn. SB, 61 tahun dirawat di Bagian Penyakit Dalam RSMH Palembang
dengan diagnosis AdenoCarcinoma prostat + melena e.c gastric erosive e.c
NSAID dan sekarang sedang menjalani kemoterapi siklus ke 6. Pasien
dikonsulkan dari bagian atau Departemen Penyakit Dalam RSMH untuk
dilakukan pemeriksaan gigi dan mulut untuk mengevaluasi dan tatalaksana
bengkak pada gusi pasien. Pasien memiliki keluhan tambahan berupa sulit
membuka mulut akibat bengkak tersebut.
Riwayat perjalanan penyakit pada pasien yaitu sejak 10 tahun yang lalu
penderita sering merasakan nyeri pada gigi nya, nyeri tersebut dirasakan penderita
berdenyut-denyut dan hilang timbul. Os mengatakan tidak merasakan ngilu saat
makan panas atau dingin. Pasien selama ini tidak pernah memeriksaan gigi ke
dokter gigi. Penderita juga mengeluhkan giginya sering goyang, lalu penderita
sering menggoyangkan giginya tersebut hingga patah. Sejak 1 bulan yang lalu
penderita mengalami bengkak pada gusi dan berobat ke dokter gigi di tanjung
enim, penderita diberikan obat kemudian bengkak tersebut hilang perlahan. Saat
ini Os kembali mengalami bengkak dan nyeri pada gusi, nyeri dirasakan Os
berdenyut-denyut dan terus menerus. Os mengatakan gigi kiri belakang bawahnya
ada yang goyang.
Adanya keluhan bengkak pada gusi, nyeri disertai pipi yang juga ikut
membengkak merupakan pertanda telah terjadinya penjalaran abses. Untuk
memastikan penyebab dari terbentuknya abses tersebut maka diperlukan
pemeriksaan intraoral yang meliputi pemeriksaan inspeksi, sondase, chlor etil,

31

perkusi dan palpasi. Pasien mengeluhkan bengkak ini dialaminya untuk yang
kedua kali, sebelumnya penderita telah mengalami bengkak 1 bulan yang lalu, dan
sembuh setelah diberikan obat oleh dokter. Hal ini menunjukkan bahwa, fokus
infeksi dari penyebab abses ini belum hilang sehingga bengkak ini dapat berulang
kembali.
Pasien mengeluhkan adanya rasa sakit saat ia menggosok gigi, terkadang
juga gusi berdarah ketika menggosok gigi. Hal ini menandakan adanya proses
inflamasi pada jaringan lunak disekitar gigi baik itu dapat berupa gingivitis dan
periodontitis atau menggosok gigi ini memberikan stimulasi yang merangsang
serabut saraf sehingga rasa nyeri timbul seketika dan menghilang saat stimulasi
(menggosok gigi) tidak ada atau terus menerus ada walaupun stimulus telah
dihilangkan tergantung dari derajat inflamasi (mencakup luasnya jaringan
periodontal yang terlibat) dan kedalaman caries pada pasien. Adanya dugaan
keterlibatan inflamasi jaringan periodontal dikarenakan adanya kebiasaan oral
hygiene pasien yang buruk berupa kebiasaan gosok gigi 2 kali sehari, namun
setiap mandi pagi dan sore saja, pasien tidak pernah menggosok gigi sebelum
tidur, tidak pernah sama sekali memeriksakan gigi ke dokter gigi dan juga adanya
kebiasaan menggoyangkan giginya yang goyang hingga patah menggunakan
tangan. Faktor- faktor tersebut sangat berhubungan dengan mudahnya terbentuk
plak, calculus dan juga memberikan port dentry untuk mikroorganisme yang
nantinya akan menyebabkan caries dental dan inflamasi pada jaringan periodontal.
Secara umum, perjalanan abses dapat melalui 3 jalur yaitu jalur periapikal,
periodontal dan perikoronal. Jalur periapikal terjadi sebagai hasil dari nekrosis
pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal. Jalur periodontal, sebagai hasil
dari inokulasi bakteri pada periodontal poket; dan jalur perikoronal, yang terjadi
akibat terperangkapnya makanan di bawah operkulum tetapi hal ini terjadi hanya
pada gigi yang tidak/belum dapat tumbuh sempuna. Pada kasus ini, kemungkinan
abses terjadi melalui jalur periapikal karena adanya nekrosis pulpa berupa
gangrene radiks pada gigi 3.7, Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri
bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis
pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses

32

infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat
dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut sehingga dijumpai adanya
pembengkakan pada gingival seperti pada kasus. Ketika puncak akar ditemukan di
bawah otot mylohyoid (molar kedua dan ketiga) seperti pada kasus ini, pus
menyebar ke ruang submandibular dan terjadi pembengkakan ekstraoral.
Saat dikonsulkan ke Poli Gigi dan Mulut keadaan umum pasien tampak
kompos mentis, nadi 80 x/m, pernafasan 20 x/m, suhu 36,50 C dan tekanan darah
140/80 mmHg. Pada pemeriksaan ekstra oral dijumpai bentuk wajah yang
asimetris karena adanya bengkak pada pipi sebelah kiri pasien, pasien juga tidak
bisa membuka mulutnya secara lebar (trismus) hal ini kemungkinan dapat
diakibatkan oleh 2 hal yaitu akibat nyeri tersebut atau dapat diakibatkan oleh
penyebaran abses pada otot-otot di rongga mulut. Pada pemeriksaan intraoral
bagian mukosa bukal dijumpai adanya abses yang menyebar dari gingival.
Ditemukan Gingivitis marginalis generalisata yang berarti terdapat inflamasi pada
jaringan lunak disekitar gigi berupa gusi yang tampak merah, membengkak,
abrasi, dan mudah berdarah pada regio posterior gigi namun belum memberikan
kerusakan pada tulang. Pada pasien dijumpai plak (+) pada semua kuadran /
regio , didapatkan kalkulus pada gigi posterior atas dan bawah pada semua
kuadran, missing teeth (+) pada gigi 2.7, 2.8, 4.7, 4.8.
Pada status lokalis ditemukan adanya gangren radiks (+) pada gigi 3.5, 3.7,
4.4 yang berarti terdapat sisa akar pada gigi 3.5, 3.7 dan 4.4 yang merupakan
tempat subur bagi perkembangbiakan bakteri., Ditemukan adanya karies dentin
disertai periodontitis grade II gigi 1.6, 3.6, 4.6 hal tersebut didasarkan pada
pemeriksaan yang didapatkan hasil lesi mencapai D4 (dentin), pemeriksaan
sondase dan perkusi (+) pada gigi 1.6, 3.6, dan 4.6. Periodontitis Grade II
menandakan

terjadinya inflamasi pada jaringan periodontal yang telah

menimbulkan kerusakan pada tulang sehingga gigi tersebut pada pemeriksaan


mobilisasi dapat bergerak dalam arah vestibular maupun oral > 1 mm.
Dari anamnesis dan pemeriksaan ekstraoral dan intraoral didapatkan abses
pada regio gingival-buccal kiri dengan fokal infeksi terdekat berupa gangren
radiks pada gigi 3.7, plak pada semua regio, kalkulus pada gigi posterior pada

33

semua regio, gingivitis marginalis, gangren radiks 3.5, 4.4, karies dentin disertai
periodontitis grade II pada gigi 1.6, 3.6, 4.6. Rencana terapi yang diberikan pada
pasien ini adalah pro ekstraksi gangren radiks dan karies dentin dilanjutkan
dengan pro konservasi seperti penambalan gigi, kemudian juga dilakukan pro
scalling untuk membersihkan plak dan calculus. Selain dilakukan beberapa
rencana tindakan juga dilakukan perawatan dengan menjaga oral hygiene pasien.
Mengedukasikan kepada pasien mengenai oral hygiene untuk mengatasi adanya
komplikasi yang lebih lanjut. Edukasi juga dilakukan pada pasien dalam
pemilihan makanan seperti menghindari makanan yang keras, terlalu panas dan
yang mengandung banyak gula seperti yang dikonsumsi dalam intensitas sering
dan jumlah yang banyak, pasien juga diajarkan cara menyikat gigi yang benar dan
teratur serta pentingnya memberitahu kepada pasien mengenai kunjungan ke
dokter gigi setiap 6 bulan.

34

DAFTAR PUSTAKA

1. Brenda M, 2009 . Oral Health Care for Prognant Women : DHEC


(CR.009437)
2. Dalimunthe SH, 2001. Periodonsia. Edisi Revisi. Medan : 196-99.
3. Herrera D, Roldan S, Sanz M. The Periodontal Abscess : a review . Journal
of clinical periodontology. 2000 : 27: 377-386
4. Langlais, Robert P. 2014. Alih bahasa : Titi Suta . Atlas Berwarna Lesi
Mulut yang sering ditemukan. Ed. 4. Jakarta: EGC
5. Machfoedz, I & Zein, A.Y. (2005). Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut
Anak-anak dan Ibu Hamil. Yogakarta: Tramaya
6. Newman, MG., Takei, HH., Caranza, FA. 2002. Carranzas Clinical
Periodontology. 9th edition. Philadelpia: W.B. Saunders Company.
7. Newman, MG., Takei, HH., Caranza, FA., Klokkevold, PR. 2006.
Carranzas Clinical Periodontology. 10th edition. Philadelpia: W.B.
Saunders Company.
8. Prayitno SW,2003. Penatalaksanaan Gigi Goyang akibat Kelainan Jaringan
Periodonsium . Cermin Dunia Kedokteran : 115

35

Anda mungkin juga menyukai