Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIKA

UNIT 6
MERANGKAI DAN MENGUJI
PENGUAT DAYA DENGAN TRANSISTOR KOMPLEMENTER
(PENGUAT DAYA DORONG TARIK PUSH PULL)

Nama
No. Mhs
Kel/Hari

: Aulia Inan Nur


: 13/350042/TK/41237
:
/Jumat siang

LABORATORIUM ELEKTRONIKA DASAR


JURUSAN TE-TI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GAJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
A. Dasar Teori

1. Rangkaian penguat daya


Secara etimologi, penguatan pada dasarnya berarti membuat menjadi lebih kuat.
Dalam bidang elektronika yang dimaksud dengan penguatan yaitu memperkuat
amplitude dari suatu sinyal. Terdapat dua tipe penguatan utama, yaitu :
1. Penguat tegangan yaitu penguat yang menguatkan tegangan dari sinyal masukan.
2. Penguat arus yaitu penguat yang menguatkan arus dari sinyal masukan.
3. Penguat daya yaitu kombinasi dari penguat tegangan dan penguat arus. Meskipun
pada kenyataannya semua penguat adalah penguat daya karena tegangan tidak
akan ada tanpa adanya daya kecuali jika impedansinya tak terhingga.
Efisiensi dari penguat daya didefinisikan sebagai perbandingan dari daya yang
diterima beban dengan daya yang diberikan oleh catu daya.
Rangkaian penguat, terutama untuk sinyal besar, dibedakan menjadi:

Penguat Kelas A
Penguat kelas A adalah penguat yang titik kerja efektifnya setengah

dari tagangan VCC penguat. Untuk bekerja penguat kelas A memerlukan bias
awal yang menyebabkan penguat dalam kondisi siap untuk menerima sinyal.
Karena hal ini maka penguat kelas A menjadi penguat dengan efisiensi
terendah namun dengan tingkat distorsi (cacat sinyal) terkecil.

Sistem bias penguat kelas A yang populer adalah sistem bias pembagi
tegangan dan sistem bias umpan balik kolektor. Melalui perhitungan
tegangan bias yang tepat maka kita akan mendapatkan titik kerja transistor
tepat pada setengah dari tegangan VCC penguat. Penguat kelas A cocok
dipakai pada penguat awal (pre amplifier) karena mempunyai distorsi yang
kecil.

Penguat Kelas B

Penguat kelas B adalah penguat yang bekerja berdasarkan tegangan


bias dari sinyal input yang masuk. Titik kerja penguat kelas B berada
dititik cut-off transistor. Dalam kondisi tidak ada sinyal input maka
penguat kelas B berada dalam kondisi OFF dan baru bekerja jika ada
sinyal input dengan level diatas 0.6Volt (batas tegangan bias transistor).

Penguat Kelas B
Penguat kelas B mempunyai efisiensi yang tinggi karena baru bekerja
jika ada sinyal input. Namun karena ada batasan tegangan 0.6 Volt maka
penguat kelas B tidak bekerja jika level sinyal input dibawah 0.6Volt. Hal
ini menyebabkan distorsi (cacat sinyal) yang disebut distorsi cross over,
yaitu cacat pada persimpangan sinyal sinus bagian atas dan bagian
bawah.

Penguat Kelas B push-pull


Penguat kelas B cocok dipakai pada penguat akhir sinyal audio karena
bekerja pada level tegangan yang relatif tinggi (diatas 1 Volt). Dalam

aplikasinya, penguat kelas B menggunakan sistem konfigusi push-pull

yang dibangun oleh dua transistor.


Penguat kelas AB
Penguat kelas AB merupakan penggabungan dari penguat kelas A
dan penguat kelas B. Penguat kelas AB diperoleh dengan sedikit
menggeser titik kerja transistor sehingga distorsi cross over dapat
diminimalkan. Titik kerja transistor tidak lagi di garis cut-off namun
berada sedikit diatasnya.

Penguat kelas AB merupakan kompromi antar efisiensi dan fidelitas


penguat. Dalam aplikasinya penguat kelas AB banyak menjadi pilihan
sebagai penguat audio.

Penguat kelas C
Penguat kelas C mirip dengan penguat kelas B, yaitu titik
kerjanya berada di daerah cut-off transistor. Bedanya adalah penguat
kelas C hanya perlu satu transistor untuk bekerja normal tidak seperti
kelas B yang harus menggunakan dua transistor (sistem push-pull). Hal
ini karena penguat kelas C khusus dipakai untuk menguatkan sinyal pada
satu sisi atau bahkan hanya puncak-puncak sinyal saja.

Penguat kelas C tidak memerlukan fidelitas, yang dibutuhkan


adalah frekuensi kerja sinyal sehingga tidak memperhatikan bentuk
sinyal. Penguat kelas C dipakai pada penguat frekuensi tinggi. Pada
penguat kelas C sering ditambahkan sebuah rangkaian resonator LC
untuk membantu kerja penguat. Penguat kelas C mempunyai efisiensi
yang tinggi sampai 100 % namun dengan fidelitas yang rendah
2. Rangkaian push pull
Pada system penguatan, rangkaian penguat kelas A memiliki efisiensi yang
terbilang kecil, akan tetapi hasil penguatan kelas A hanya mengalami sedikit distorsi
sehingga hasil penguatan kelas A mengalami cacat sinyal yang minim. Dalam rangka
untuk mendapatkan efisiensi hasil penguatan yang tinggi, maka dalam rangkaian push
pull, pada umumnya digunakan penguat kelas B dan kelas AB. Konfigurasi push pull
memungkinkan setengah periode sinyal positif dan setengah periode sinyal negatif
muncul di terminal output.
Pada penguat kelas B, transistor akan aktif hanya bila tegangan AC menyala,
karena tegangan bias DC nya mendekati nol atau titik kerja mendekati daerah cut off.

Cara kerja konfigurasi push pull

Terdapat beberapa macam konfigurasi push pull yang bisa digunakan.


Diantaranya adalah dengan menggunakan transistor komplementer. Pada konfigurasi
ini, digunakan dua buah transistor yang berbeda (pnp dan npn). Salah satu transistor
akan aktif saat tegangan input AC bernilai positif sehingga akan menguatkan sinyal
setengah periode bernilai positif sedangkan transistor kedua tidak aktif. Pada setengah
periode berikutnya, tegangan input AC bernilai negatif sehingga transistor pertama
tidak aktif dan transistor kedua aktif. Transistor kedua akan menguatkan setengah
periode tegangan input AC yang bernilai negatif. Maka, pada terminal output akan
didapatkan sinyal tegangan output yang gelombang penuh hasil penguatan dari
gelombang input.

Konfigurasi push pull dengan transistor komplementer


Keunggulan penguat kelas B dibandingkan dengan penguat kelas A antara lain:

Daya keluaran lebih besar, dalam orde watt hingga sepuluh watt.
Efisiensi daya lebih besar.
Rugi daya pada saat tidak ada isyarat dapat diabaikan.

Kekurangan penguat kelas B:

Distorsi harmonis dapat lebih besar.


Catu tegangan harus mempunyai regulasi yang tinggi.
Terdapat crossover distortion.

Distorsi pada penguat push-pull dapat disebabkan oleh:

Ketidaksesuaian sifat kedua transistor yang digunakan.


Ketidaklinieran transfer karakteristik kedua transistor.
Ketidaklinieran input karakteristik kedua transistor akibat adanya tegangan
threshold pada terminal base-emitter transistor, yang disebut crossover
distortion.

Crossover distortion
Dalam rangka mencegah terjadinya cacat silang (Cross Over Distortion), maka
digunakanlah penguat kelas AB, yaitu titik lengang berada dekat dengan daerah cutoff, sehingga pada saat tegangan input masih bernilai nol, sudah ada bias tegangan
yang dapat menembus threshold voltage transistor. Untuk itu, dapat digunakan dioda,
karena dioda mempunyai threshold voltage yang besarnya sama dengan threshold
voltage pada transistor. Pemasangan dioda memungkinkan keberadaan bias tegangan
yang dapat menembus nilai threshold voltage saat tegangan inputnya masih bernilai
nol.

Pengunaan dioda untuk menghasilkan bias tegangan


B. Alat dan Bahan
1. Bread Board
2. Papan PS 445
3. CRO
4. AFG
5. Probe (2 buah)

6.
7.
8.
9.

10.

11.
12.

13.

Kabel Jumper
Kabel penghubung
Multimeter
Kapasitor
C1= 1 F
C2= 10 F
C3= 1000 F
Transistor
Q1= Fcs 9012
Q3= BD 139
Q2= BD 140
Dioda D1N4148
Resistor
R1= 12 k
R2= 68 k
R3= 47 k
R4= 270
R5= 270
R6= 100
R7= 10
R8= 2
R9= 2
RL= 9 (pararel 2 resistor 18 )
Untai Tapis T

C. Analisa Gambar Rangkaian


1. Pengujian Tegangan dan Arus Ideal Penguat Daya tanpa Beban

Rangkaian yang digunakan pada pengujian di atas adalah rangkaian


penguat daya kelas B. Rangkaian penguat di atas transistornya hanya dapat bekerja
secara aktif pada satu bagian phase gelombang. Oleh karena itu pada rangkaian
tersebut diperlukan paling sedikit dua buah transistor agar kedua transistor tersebut
dapat bekerja secara bergantian. Karena bekerja secara bergantian inilah maka
rangkaian di atas bisa disebut dengan rangkaian push-pull.
Pada pengujian ini akan dilakukan pengukuran:

Vo menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok pada kaki

negatif dari C3 dan pada ground


I DC menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok titik MA dan

pada ground power supply


2. Pengujian Tegangan Statis Penguat Daya dengan Beban 9 Ohm

Rangkaian yang digunakan pada pengujian di atas adalah rangkaian


penguat daya kelas B. Rangkaian penguat di atas transistornya hanya dapat bekerja
secara aktif pada satu bagian phase gelombang. Oleh karena itu pada rangkaian
tersebut diperlukan paling sedikit dua buah transistor agar kedua transistor tersebut
dapat bekerja secara bergantian. Karena bekerja secara bergantian inilah maka
rangkaian di atas bisa disebut dengan rangkaian push-pull.
Pada pengujian kali ini, penggunaan multimeter sebenarnya tidak perlu
memperhatikan pencolok merah dan pencolok hitamnya. Karena jika terbalik pun,
tegangan yang terbaca adalah tegangan DC karena rangkaian dialiri tegangan DC
sehingga apabila nilainya adalah negatif, tinggal dihilangkan nilai minusnya saja.
Pada pengujian ini akan dilakukan pengukuran:

Vss menggunakan multimeter mengukur besar input pada power

supply
VA menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok

pada ground dan pada kaki negatif dari C2


VB menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok

pada ground dan pada kaki R5


VC menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok

pada ground dan pada kaki kolektor Q1


VD menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok

pada ground dan pada kaki anoda dari dioda


VO menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok

pada ground dan pada titik VO


VE1 menggunakan multimeter dengan menghubungkan

pencolok pada ground dan pada kaki emitor Q1


VE2 menggunakan multimeter dengan menghubungkan

pencolok pada ground dan pada kaki emitor Q2


VE3 menggunakan multimeter dengan menghubungkan

pencolok pada ground dan pada kaki emitor Q3


3. Pengujian Input dan Output Maksimum dengan Perubahan Vss dan RL

Rangkaian yang digunakan pada pengujian di atas adalah rangkaian


penguat daya kelas B. Rangkaian penguat di atas transistornya hanya dapat bekerja
secara aktif pada satu bagian phase gelombang. Oleh karena itu pada rangkaian
tersebut diperlukan paling sedikit dua buah transistor agar kedua transistor tersebut
dapat bekerja secara bergantian. Karena bekerja secara bergantian inilah maka
rangkaian di atas bisa disebut dengan rangkaian push-pull.
Pengujian kali ini dilakukan dengan menghubungkan rangkaian dengan
AFG dan CRO. Probe AFG dihubungkan dengan input rangkaian dan probe CRO
dihubungkan dengan output rangkaian. Sedangkan ground dari AFG, CRO, dan
rangkaian dihubungkan menjadi satu. Pada pengujian ini besar RL yang akan

digunakan adalah 9 Ohm dan 18 Ohm secara bergantian. Frekuensi pada AFG diatur
menjadi 1000 Hz dan besar Vss diubah sesuai yang ditentukan pada tabel pengujian.
Pada pengujian ini akan dilakukan pengukuran:

VOutMax menggunakan CRO dengan menghubungkan probe


CRO dengan titik output rangkaian dan ground CRO dengan ground

rangkaian.
VInMax menggunakan CRO dengan menghubungkan probe CRO
dengan titik input rangkaian dan ground CRO dengan ground

rangkaian.
I DC menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok

titik MA dan pada ground power supply


4. Pengujian Peroleh Daya dan Efisiensi

Pengujian ini menggunakan rangkaian penguat daya yang sama dengan


rangkaian sebelumnya. Pengujian ini dilakukan dengan menghubungkan rangkaian
dengan AFG dan CRO. Probe AFG dihubungkan dengan input rangkaian dan probe
CRO dihubungkan dengan output rangkaian. Sedangkan ground dari AFG, CRO, dan
rangkaian dihubungkan menjadi satu. Pada pengujian ini besar RL yang akan digunakan
adalah 9 Ohm dengan ditambahkan RS(1K5 ohm) yang dirangkai seri input rangkaian.
Frekuensi pada AFG diatur menjadi 1000 Hz dan besar Vss adalah 9 volt. Lalu amati V
Out pada layar CRO, kemudian atur amplitudo dari AFG sehingga gambar gelombang
terpancung.
Pada pengujian ini akan dilakukan pengukuran:
Vs menggunakan CRO dengan menghubungkan probe CRO dengan

titik Vs dan ground CRO dengan ground rangkaian.


VIn menggunakan CRO dengan menghubungkan probe CRO dengan

titik input rangkaian dan ground CRO dengan ground rangkaian.


I DC menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok titik
MA dan pada ground power supply

D. Hasil Pengujian
1. Pengujian tegangan dan arus ideal penguat daya tanpa beban

Vo
= 5,27 volt
I DC
= 1,87 mA
2. Pengujian tegangan statis penguat daya dengan beban 9 ohm
Vss
= 7,9 volt
VA
= 9 volt
VB
= 0,8 volt
VC
= 7,5 volt
VD
= 8,1 volt
VO
= 1,9 volt
VE1
= 7,9 volt
VE2
= 0,9 volt
VE3
= 3,2 volt
3. Pengujian input dan output maksimum dengan perubahan Vss dan RL
Vss

RL

V Out Mak.

Input Mak

I DC

(Volt)

(Ohm)
9

(mVolt)
272

(V)
4,9

(mA)
10,5

18

344

4,9

328

4,9

10,4

18

424

4,9

10,6

392

4,9

17,2

7,5

Gambar Gelombang

18

488

4,9

13,7

456

4,9

29,6

18

560

4,9

27

4. Pengujian perolehan daya dan efisiensi


Vs

V Input

I DC

Gambar

(Volt)

(Volt)

(mA)

Gelombang

Saat terpancung

1,067

3,58

118,8

Saat maksimum

0,69

2,05

86,5

5 Vpp

0,78

2,49

101,5

V Out

3 Vpp

0,45

1,40

64,3

1 Vpp

0,15

0,51

35,5

E. Analisa Hasil Pengujian


1. Pengujian tegangan dan arus ideal penguat daya tanpa beban
Pada pengujian di atas akan dilakukan pencarian nilai Vo dan I DC dengan
menggunakan nilai Vss sebesar 9 volt. Cara untuk mencari kedua nilai tersebut dapat
dengan menggunakan cara:
Vo menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok pada kaki

negatif dari C3 dan pada ground


I DC menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok titik MA dan
pada ground power supply
Hasil yang didapat pada pengujian di atas adalah:
Vo
= 5,27 volt
I DC = 1,87 mA
Seharusnya nilai Vo yang didapat memiliki besar setengah dari Vss. Karena

nilai Vss yang digunakan adalah 9 volt, maka nilai Vo yang benar adalah 4,5 volt.
Terdapat perbedaan nilai antara nilai pengujian dengan nilia perhitungan manual
sebesar 0,77 volt. Perbedaan tersebut dapat disebabkan ada kesalahan pada
pengukuran atau adanya hambatan pada kabel penghantar.
2. Pengujian Tegangan Statis Penguat Daya dengan Beban R 9 Ohm
Pada pengujian di atas akan dilakukan pencarian nilai Vss, VA, VD, VC, VB,
VO, VE1, VE2 dan VE3 dengan menggunakan nilai tegangan input sebesar 9 volt.
Cara untuk mencari nilai tersebut dapat dengan menggunakan cara:

Vss menggunakan multimeter mengukur besar input pada power supply


VA menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok pada ground

dan pada kaki negatif dari C2


VB menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok pada ground

dan pada kaki R5


VC menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok pada ground
dan pada kaki kolektor Q1

VD menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok pada ground

dan pada kaki anoda dari dioda


VO menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok pada ground

dan pada titik VO


VE1 menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok pada ground

dan pada kaki emitor Q1


VE2 menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok pada ground

dan pada kaki emitor Q2


VE3 menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok pada ground
dan pada kaki emitor Q3
Hasil yang didapat pada pengujian di atas adalah:
Vss
= 7,9 volt
VA
= 9 volt
VB
= 0,8 volt
VC
= 7,5 volt
VD
= 8,1 volt
VO
= 1,9 volt
VE1
= 7,9 volt
VE2
= 0,9 volt
VE3
= 3,2 volt
Seharusnya nilai Vss yang didapat memiliki besar yang sama dengan besar
tegangan input. Karena nilai besar tegangan input yang digunakan adalah 9 volt,
maka nilai Vss yang benar adalah 9 volt. Terdapat perbedaan nilai antara nilai
pengujian dengan nilai perhitungan manual sebesar 1,1 volt. Perbedaan tersebut
dapat disebabkan ada kesalahan pada pengukuran atau adanya hambatan pada kabel
penghantar.
Karena rangkaiannya cukup kompleks, beberapa pendekatan dapat diambil
untuk mempermudah perhitungan. Resistor R8 dan R9 sangat kecil (1 ohm), maka
drop tegangan akan kecil dan dapat didekati dengan rangkaian short circuit.
Resistor R7 (10 ohm) juga demikian. Sehingga persamaan yang berlaku:
V D V B=V diode

V B +V BE 2=V o

V C V BE 3=V o

V E 1 V ground (Karena nilai R7 yang relatif kecil menghasilkan tegangan

yang kecil).
Nilai V diode, V BE2, V BE3 pada persamaan di atas merupakan nilai threshold
voltage dari semikonduktor penyusun diode dan transistor. Untuk jenis diode
D1N4148 dan transistor Fcs 9012, semikonduktor yang digunakan adalah silicon
(Si) sehingga threshold voltage yang digunakan pada pengujian ini adalh 0,7 volt.
a. Maka persamaan yang akan didapat:

V D V B=0,7 volt

V oV B=0,7 volt
V C V o =0,7 volt
V E 1 0
b. Hasil pengukuran didapat:

V D V B=0,71 volt
V B V o=1,1 volt
V 0V c =5.6 volt
V E 1 7,9 volt
Seharusnya nilai yang didapat pada hasil pengukuran (b) memiliki besar nilai
yang mendekati nilai persamaan (a). Perbedaan hasil pengukuran (a) dengan
persamaan (b) bisa disebabkan karena adanya kesalahan pengukuran atau adanya
kesalahan pada rangkaian.
3. Pengujian Input dan Output Maksimum dengan Perubahan Vss dan RL
Pengujian kali ini dilakukan dengan menghubungkan rangkaian dengan AFG
dan CRO. Probe AFG dihubungkan dengan input rangkaian dan probe CRO
dihubungkan dengan output rangkaian. Sedangkan ground dari AFG, CRO, dan
rangkaian dihubungkan menjadi satu. Pada pengujian ini besar RL yang akan
digunakan adalah 9 Ohm dan 18 Ohm secara bergantian. Frekuensi pada AFG diatur
menjadi 1000 Hz dan besar Vss diubah sesuai yang ditentukan pada tabel pengujian.
Pada pengujian ini akan dilakukan pengukuran:

VOutMax menggunakan CRO dengan menghubungkan probe CRO dengan

titik output rangkaian dan ground CRO dengan ground rangkaian.


VInMax menggunakan CRO dengan menghubungkan probe CRO dengan titik

input rangkaian dan ground CRO dengan ground rangkaian.


I DC menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok titik MA dan
pada ground power supply
Dari pengujian didapatkan hasil:

Vss

RL

V Out Mak.

Input Mak

I DC

(Volt)
5

(Ohm)
9

(mVolt)
272

(V)
4,9

(mA)
10,5

Gambar Gelombang

7,5

18

344

4,9

328

4,9

10,4

18

424

4,9

10,6

392

4,9

17,2

18

488

4,9

13,7

456

4,9

29,6

18

560

4,9

27

Seharusnya pada Vss 6 volt, besar nilai I DC dengan RL 9 ohm lebih besar
daripada besar I DC dengan RL 18 ohm. Karena semakin besar nilai R yang digunakan

maka semakin kecil pula besar nilai arusnya. Hal ini dapat diketahui dari hukum ohm
yaitu:

V =I . R
Adanya kesalahan pada nilai I DC tersebut dapat disebabkan karena adanya kesalahan

pada pengukuran antara RL 9 ohm dan 18 ohm. Dari tabel hasil pengujian diatas, dapat
dilihat bahwa nilai Vout Max yang dihasilkan dengan RL 18 volt selalu lebih besar
dibandingkan nilai Vout Max yang dihasilkan dengan RL 9 volt. Hal ini sudah benar,
karena nilai R dan V berbanding lurus. Semakin besar nilai R maka semakin besar pula
nilai V. Nilai Input Mak adalah konstan pada pengujian ini karena tegangan sumbernya
tetap.
Berikut ini merupakan rumus untuk mencari gain tegangan:

AV =

V out max
V input max

dengan menggunkan rumus diatas, nilai gain yang didapat dapat dilihat seperti berikut:
Vss

RL

V Out

Input Mak

(Volt)

(Ohm)

Mak.

(V)

9
18
9
18
9
18
9
18

(mVolt)
272
344
328
424
392
488
456
560

4,9
4,9
4,9
4,9
4,9
4,9
4,9
4,9

5
6
7,5
9

AV (Vout/Vin)

0,055
0,070
0,0669
0,086
0,08
0,0995
0,093
0,114

Dari gambar gelombang pada table di atas dapat dilihat bahwa pada Vss 5 dan
6 volt tegangan outputnya masih mengalami crossover distortion, sedangkan pada
Vss 7,5 dan 9 volt tegangan output sudah membentuk gelombang sinus yang sudah
sempurna. Jadi pada Vss 7,5 dan 9 volt, tegangan keluaran mengalami crossover
distortion dalam jumlah sedikit.
Untuk gambar gelombang dengan RL 9 dan 18 ohm tidak ada perubahan pada
bentuknya. Yang ada perubahan hanyalah pada besar nilai Vppnya. Semakin besar
RLnya semakin besar pula Vppnya.
4. Pengujian Peroleh Daya dan Efisiensi
Pengujian ini menggunakan rangkaian penguat daya yang sama dengan
rangkaian sebelumnya. Pengujian ini dilakukan dengan menghubungkan rangkaian
dengan AFG dan CRO. Probe AFG dihubungkan dengan input rangkaian dan probe
CRO dihubungkan dengan output rangkaian. Sedangkan ground dari AFG, CRO, dan
rangkaian dihubungkan menjadi satu. Pada pengujian ini besar RL yang akan
digunakan adalah 9 Ohm dengan ditambahkan RS(1K5 ohm) yang dirangkai seri
input rangkaian. Frekuensi pada AFG diatur menjadi 1000 Hz dan besar Vss adalah 9

volt. Lalu amati V Out pada layar CRO, kemudian atur amplitudo dari AFG sehingga
gambar gelombang terpancung.
Pada pengujian ini akan dilakukan pengukuran:

Vs menggunakan CRO dengan menghubungkan probe CRO dengan titik Vs

dan ground CRO dengan ground rangkaian.


VIn menggunakan CRO dengan menghubungkan probe CRO dengan titik

input rangkaian dan ground CRO dengan ground rangkaian.


I DC menggunakan multimeter dengan menghubungkan pencolok titik MA dan
pada ground power supply
Vs

V Input

I DC

Gambar

(Volt)

(Volt)

(mA)

Gelombang

Saat terpancung

1,067

3,58

118,8

Saat maksimum

0,69

2,05

86,5

5 Vpp

0,78

2,49

101,5

3 Vpp

0,45

1,40

64,3

1 Vpp

0,15

0,51

35,5

V Out

Dari hasil di atas, teramati bahwa tegangan V input lebih besar daripada Vs,
seharusnya besar tegangan V input lebih kecil dibandingkan besar tegangan Vs. Vinput
lebih kecil daripada Vs disebabkan oleh drop tegangan yang diakibatkan oleh hambatan
Rs. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa ada kesalahan dalam pengukuran.
Kita dapat menghitung daya input, daya output, dan efisiensi rangkaian untuk tiga
buah nilai tegangan output yang diketahui, yaitu 5 Vpp, 3 Vpp, dan 1 Vpp. Persamaan
untuk menghitung daya input, daya output, dan efisiensi rangkaian:

Pi=V ss . I DC
V out maks2
P o=
RL
=

Po
x 100
Pi

Secara teoritis, untuk tegangan output yang terpancung dapat mencapai 75%.
Karena itulah rangkaian penguat daya ini sering disebut rangkaian large signal
amplifier, karena nilai arus, tegangan, dan dayanya memang relatif lebih besar.
F. Kesimpulan
1. Rangkaian yang digunakan pada pengujian kali ini adalah rangkaian penguat pushpull atau rangkaian penguat daya kelas B
2. Penguat kelas B adalah penguat yang bekerja berdasarkan tegangan bias dari sinyal
input yang masuk
3. Semakin besar nilai R yang digunakan maka semakin kecil pula besar nilai arusnya.
Hal ini dapat diketahui dari hukum ohm yaitu:

V =I . R

4.
5.
6.
7.

Hambatan dapat menyebabkan drop tegangan


Jika V Output lebih besar dari V input, maka bentuk gelombang akan terpancung.
Semakin besar RL, semakin besar nilai Vpp
Semakin besar nilai Vss, maka crossover distortion yang ada pada gelombang akan
mengecil

G. Jawaban Pertanyaan
1) Arus yang lewat diode dapat dicari dengan:
ID

V D V C
=6 mA
R6

Arus yang lewat R5 dapat dicari dengan:


I5

V A V B
=0,0303 A .
R5

Arus yang lewat di R4 adalah:


I4

V ss V A
=4,074 mA
R4

Sehingga:
I1=0
I2=1,9 A
I3=1,9 A

I6=6 mA
I7=0,47 A
I8=0,575 A
I9=0,575 A
Penguatan = 2
Daya output dapat dicari dengan:
Po max = Vout2/RL
Karena V out = 9 volt dan RL = 9 ohm, maka Po max = 9 watt.
2) Fungsi dari C1, Q1 dan diode:
a) C1 berfungsi sebagai blocking capacitor yang berfungsi memblok tegangan DC
dari sumber tegangan Vss sehingga tidak mempengaruhi sumber tegangan input
AC maupun rangkaian di luar terminal input.
b) Q1 berfungsi untuk menguatkan tegangan input AC untuk kemudian diteruskan
ke stage penguat push pull transistor 2 dan 3.
c) Dioda digunakan sebagai penghasil bias tegangan untuk melawan threshold
voltage pada transistor sehingga crossover distortion dapat dikurangi dan bentuk
tegangan input mendekati sinusoidal sempurna seperti tegangan inputnya.
3) Jenis penguat antara lain:
Penguat Kelas A
Penguat kelas A adalah penguat yang titik kerja efektifnya setengah dari
tagangan VCC penguat. Untuk bekerja penguat kelas A memerlukan bias
awal yang menyebabkan penguat dalam kondisi siap untuk menerima sinyal.
Karena hal ini maka penguat kelas A menjadi penguat dengan efisiensi

terendah namun dengan tingkat distorsi (cacat sinyal) terkecil.


Penguat Kelas B
Penguat kelas B adalah penguat yang bekerja berdasarkan tegangan bias
dari sinyal input yang masuk. Titik kerja penguat kelas B berada dititik cutoff transistor. Dalam kondisi tidak ada sinyal input maka penguat kelas B
berada dalam kondisi OFF dan baru bekerja jika ada sinyal input dengan

level diatas 0.6Volt (batas tegangan bias transistor).


Penguat Kelas B push-pull
Penguat kelas B cocok dipakai pada penguat akhir sinyal audio
karena bekerja pada level tegangan yang relatif tinggi (diatas 1 Volt). Dalam
aplikasinya, penguat kelas B menggunakan sistem konfigusi push-pull yang

dibangun oleh dua transistor.


Penguat kelas AB
Penguat kelas AB merupakan penggabungan dari penguat kelas A
dan penguat kelas B. Penguat kelas AB diperoleh dengan sedikit menggeser
titik kerja transistor sehingga distorsi cross over dapat diminimalkan. Titik

kerja transistor tidak lagi di garis cut-off namun berada sedikit diatasnya.
Penguat kelas C
Penguat kelas C mirip dengan penguat kelas B, yaitu titik kerjanya
berada di daerah cut-off transistor. Bedanya adalah penguat kelas C hanya
perlu satu transistor untuk bekerja normal tidak seperti kelas B yang harus

menggunakan dua transistor (sistem push-pull). Hal ini karena penguat kelas
C khusus dipakai untuk menguatkan sinyal pada satu sisi atau bahkan hanya
puncak-puncak sinyal saja.
4) Perbedaan antara masing-masing penguat antara lain:
Periode tegangan output dikuatkan
Posisi titik kerja (Q-point)
Efisiensi daya
Gain tegangan
Gain arus

Anda mungkin juga menyukai