KOLELITIASIS
KOLELITIASIS
faktor genetik, diet rendah serat, turunnya berat badan dengan cepat, penyakit
hemolitik kronis, reseksi ileum, nutrisi parenteral yang lama, pemberian obat (
Ceftriaxone ), investasi parasit seperti Ascaris lumbricoides2,45,8,9.
Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini adalah menjelaskan patogenesis serta
pendekatan klinis dan
kolelitiasis.
2. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM BILIER
2.1 Anatomi
Kandung empedu merupakan sebuah kantung berbentuk seperti buah alpukat,
panjangnya 7-10 cm dengan kapasitas 30-50 ml, ketika terdistensi dapat mencapai
300 ml. Kandung empedu berlokasi di lekukan pada permukaan bawah hepar,
yang secara anatomi membagi hepar menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Kandung
empedu dibagi menjadi empat area secara anatomi ; fundus, korpus,
infundibulum, dan leher
10
Duktus biliaris ekstra hepatik terdiri dari duktus hepatikus kanan dan kiri,
duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, dan duktus koledokus. Duktus
koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri ( bagian
duktus yang melebar ) sebelum bermuara ke duodenum. Bagian akhir dari kedua
saluran dan ampula, dikelilingi oleh serabut otot sirkular yang dikenal sebagai
Sfingter Oddi.
2
Asam ini berkonjugasi dengan glisin dan taurin dan disekresikan ke dalam
empedu dalam bentuk garam natrium atau kalium. Garam empedu ini berfungsi
membentuk kompleks-kompleks kecil dengan lemak yang disebut misel ( micelles
) sehingga menjadi mudah larut dan dapat diabsorbsi mukosa usus.
Garam
empedu di lumen kolon diubah oleh bakteri menjadi asam empedu sekunder
( asam deoksikolat dan asam litokolat ). Asam deoksikolat akan diserap dan
kembali ke hati melalui vena porta ( siklus enterohepatik ), sedangkan asam
litokolat sebagian besar dibuang melalui feses dan sebagian diubah oleh bakteri
usus menjadi ursodeoksikolat dan diserap kembali. Asam empedu di hati akan
mengalami konjugasi kembali dengan glisin atau taurin dan selanjutnya kembali
mengikuti siklus enterohepatik ( gambar 2.2 ). Asam litokolat
hampir tidak
ditemukan dalam cairan empedu, karena asam ini tidak masuk ke dalam siklus
entero-hepatik12.
Kelarutan kolesterol dalam cairan empedu tergantung pada konsentrasi
kolesterol sendiri dan perbandingan antara asam empedu dan lesitin. Lesitin
merupakan fosfolipid utama yang terdapat dalam cairan empedu. Hubungan
kolesterol, asam empedu dan lesitin dapat digambarkan dengan suatu segitiga
yang dikenal dengan Triangular Coordinats yang menggambarkan konsentrasi
kelarutan kolesterol dalam suatu campuran dengan lesitin dan asam empedu
( gambar 2.3). The maximum equilibrium solubility dari kolesterol ditentukan oleh
rasio kolesterol, lesitin dan asam empedu, yang dinyatakan dalam indeks saturasi
koleterol. Misel terbentuk jika titik potong konsentrasi relatif dari ketiga
komponen terletak pada area micellar. Keadaan ini dalam kondisi stabil untuk
mencegah terbentuknya batu. Jika titik potong konsentrasi empedu terletak di luar
area tersebut, maka empedu bersifat litogenik 2,11.
Beberapa penelitian mengenai analisis batu empedu telah dilakukan sejak awal
abad ke 20. Maka dibuat beberapa klasifikasi untuk membedakan jenis dari batu
empedu. Naunyn, tahun 1896, mengklasifikasikan batu empedu berdasarkan
faktor penyebabnya, yaitu batu empedu karena stasis atau karena infeksi.
Klasifikasi
ini
menambahkan
digunakan
sampai
pada
tahun
(tabel 3.1). The 1st National Institutes of Health (NIH) International Workshop
on Pigment Gallstone Disease yang diadakan pada bulan Mei 1981 di Universitas
Pennsylvania, dimana pada workshop tersebut, klasifikasi batu empedu dibuat
menjadi batu empedu kolesterol dan batu empedu pigmen, yang kemudian
dibedakan lagi menjadi batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat.
Gallstone Research Committee dari the Japanese Society of Gastroenterology
tahun 1986 membuat klasifikasi yang lain, dikenal dengan Japanese
classification, dimana batu empedu dibagi menjadi 3 kelompok yaitu batu
empedu kolesterol, batu empedu pigmen dan batu empedu yang jarang. Batu
empedu kolesterol dan batu empedu pigmen dibagi lagi berdasarkan komposisi di
dalamnya ( tabel 3.2 ).
Tabel 3.1. Klasifikasi penyebab batu empedu menurut Aschoff
1. Peradangan
2. Metabolik
a. Pigmen murni
b. Kalsium bilirubinat ( raspberry )
c. Kolesterin murni ( solitaire )
3. Batu kombinasi
Peradangan metabolik primer ( central nidus ) dan sekunder ( peripheral
encrustations )
4. Batu stasis
Primary in common duct ( Earthy )
1. Batu kolesterol
a. Batu kolesterol murni
6
b. Batu kombinasi
c. Batu campuran
2. Batu pigmen
a. Batu pigmen hitam
b. Batu kalsium bilirubinat
3. Batu yang jarang
Klasifikasi yang banyak digunakan saat ini adalah klasifikasi batu empedu
berdasarkan komposisi utamanya, sesuai dengan klasifikasi dari NIH.
Berdasarkan hal tersebut, batu empedu dibagi menjadi batu empedu kolesterol
dan batu empedu pigmen. Batu empedu kolesterol mengandung kolesterol lebih
dari 70 %, sedangkan pada batu empedu pigmen, kandungan kolesterol tidak
lebih dari 30%. Perbedaan batu empedu kolesterol dan batu empedu pigmen
( hitam dan coklat dapat dilihat pada tabel 3.3.
Klasifikasi batu empedu berdasarkan morfologinya, sesuai klasifikasi
Japanese Society of Gastroenterology, batu empedu dibedakan menjadi gambaran
luar ( warna dan bentuk ), struktur dalamnya ( cross sectional shape ). Batu
kolesterol murni pada potongan melintang, tampak struktur radial dari pusat ke
perifer. Kebanyakan batu empedu kolesterol memiliki pigmen di pusat dan kristal
kolesterol tampak nyata. Gambaran luar biasanya berbentuk
oval sampai
lingkaran, warna bisa putih sampai kuning, secara khusus dikenal dengan
bentukan mulberry.
Batu empedu campuran dan kombinasi berbeda pada sebaran kolesterol dan
komposisi lainnya. Potongan melintang batu kombinasi terbagi menjadi dua
bagian yaitu pada potongan luar mengandung pigmen, sedangkan bagian tengah
mengandung kolesterol. Bentuk luar batu empedu kombinasi adalah oval atau
lingkaran dengan warna kecoklatan atau coklat gelap karena mengandung
pigmen. Potongan permukaan batu empedu campuran adalah campuran bentuk
konsentris dan radial karena komponen utamanya kolesterol dan pigmen. Bentuk
permukaan batu empedu campuran bervariasi dari lingkaran sampai persegi,
dengan variasi warna putih kekuningan, coklat kekuningan, coklat kehijauan atau
coklat hitam.
Batu pigmen menurut klasifikasi Japanese Society of Gastroenterology,
dibedakan menjadi kalsium bilirubinat dan batu hitam berdasarkan potongan
permukaannya. Potongan melintang batu kalsium bilirubinat memiliki bentuk
Karakteristik
Batu Kolesterol
Warna
Coklat-oranye
Konsistensi
kecoklatan
Keras
Lembek
Jumlah,
ukuran,
halus
ketajaman
Komposisi
halus
Kolesterol
Keras
:<5
mm Multipel : 10-30 mm
Polimer
bulat, halus
pigmen Kalsium
bilirubinat
monohidrat
>50%, (40%),
glikoprotein,
kalsium
fosfat
Lusen
(2%),
50% Opak
(15%)
Lusen
s
Lokasi dalam Kandung empedu
Kandung empedu
Duktus
sistem bilier
Asosiasi
Duktus
Sindrom metabolik
Duktus intrahepatik
Hemolisis
Infeksi
klinik
Sirosis
Inflamasi
Nutrisis parenteral
( Stasis ,striktur )
( sekresi kolesterol
( ekskresi bilirubin
berlebihan )
berlebihan )
Radiodensita
),
kolesterol (15%),
kolesterol
4. PATOGENESIS
Terbentuknya batu empedu tergantung pada komposisi yang terkandung
didalamnya. Waktu yang diperlukan untuk timbulnya batu bervariasi rata-rata 3-5
mm pertahun dan pada keadaan tertentu dapat lebih cepat4. Pasien dengan nutrisi
parenteral total atau pada obesitas dengan penurunan berat badan yang cepat,
interval terjadinya batu dapat dalam hitungan minggu2.
Berdasarkan gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu empedu
dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
1. batu kolesterol, mengandung lebih dari 70% kolesterol
2. batu pigmen ( pigmen hitam dan coklat )
9
Nukleasi kolesterol
Pembentukan kristal kolesterol dapat dipicu dan dihambat oleh suatu zat
tertentu. Diperkirakan bahwa pemicu ( promoter ) dan penghambat ( inhibitor ) ini
berperan saat pembentukan inti kolesterol. Protein dapat bertindak sebagai
promoter dan inhibitor. Protein bilier merupakan suatu promoter, sedangkan
protein empedu suatu inhibitor. Faktor antinukleasi ( Apolipoprotein A-I dan
Apolipoprotein A-II ) dari protein tersebut menjaga kestabilan vesikel kolesterol
fosfolipid dalam empedu normal dan menghambat proses kristalisasi. Musin dari
11
sehingga
12
4.2.2
Batu pigmen coklat berbeda dengan batu pigmen hitam. Kelainan hemolitik
bukan merupakan faktor predisposisi batu pigmen coklat. Faktor predisposisi
terbentuknya batu coklat adalah infeksi dan kelainan anatomis saluran empedu
yang mengakibatkan stasis. Infeksi kronis pada duktus biliaris oleh karena bakteri
seperti Escherichia coli, Bacteroides spp, dan Clostridium spp, parasit
Opisthorchis veverrini, Clonorchis sinensis, dan Ascaris lumbricoides dikaitkan
dengan terjadinya batu pigmen coklat4,14,15.
Komposisi batu pigmen coklat didominasi oleh asam lemak bebas, terutama
palmitat dan stearat. Palmitat dan stearat tidak dijumpai bebas pada empedu
normal, dan biasanya diproduksi oleh bakteri. Keadaan kronis dan stasis empedu
dalam saluran empedu mengakibatkan bakteri memproduksi enzim glukuronidase yang kemudian memecah bilirubin direk menjadi bilirubin indirek.
Bakteri juga memproduksi phospholipase A-1 dan enzim hidrolase garam
empedu. Phospholipase A-1 mengubah lesitin menjadi asam lemak jenuh,
sedangkan enzim hidrolase garam empedu mengubah garam empedu menjadi
asam empedu bebas. Produk-produk tersebut akan mengadakan ikatan dengan
kalsium membentuk garam kalsium. Garam kalsium bilirubinat, garam kalsium
dari asam lemak ( palmitat dan stearat ) dan kolesterol membentuk suatu batu
13
2,15
empedu.
14
yang asimptomatis ini hanya 10% akan timbul gejala dalam 5 tahun, dan 5% yang
memerlukan tindakan bedah5,12.
empedu dengan sensitivitas tinggi melebihi 95% sedangkan untuk deteksi batu
saluran empedu sensitivitasnya relatif rendah berkisar 18-74%14.
6.1 Anamnesis
Gejala nyeri kolik bilier yang khas, kadang disertai mual muntah atau demam
( infeksi ), kuning pada mata dan kulit sering disertai gatal, kencing berwarna
seperti teh dan feses berwarna pucat dapat ditemukan pada anamnesis12,14.
6.2 Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda kolestasis yang ditemukan pada pemeriksaan fisik diantaranya
ikterus, yaitu pigmentasi berwarna kuning atau kehijauan pada kulit karena kadar
bilirubin di dalam plasma lebih dari 2,5 3 mg/dL. Nyeri di kuadran kanan atas
abdomen yang sering meluas hingga ke daerah epigastrium, berupa tanda klasik
dari Murphy yang menunjukkan nyeri yang nyata dan inspirasi yang terbatas pada
palpasi yang dalam di bawah arkus kosta kanan. Massa kandung empedu dapat
teraba pada 30% - 40% kasus12.
6.3 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan diantaranya :
a. Enzim hati seperti SGOT dan SGPT, pada obstruksi saluran empedu
ekstrahepatik akut, kadar SGPT meningkat lebih tinggi dibandingkan SGOT.
b. Alkaline Phosphatase ( ALP ) adalah enzym yang berasal dari jaringan, seperti
tulang, usus halus, hati dan plasenta. Obstruksi saluran empedu mengakibatkan
peningkatan dalam darah karena terjadi gangguan ekskresi. Peningkatan nilai ALP
> 4 kali normal kemungkinan disebabkan oleh kolestasis, kanker hati dan penyakit
Pagets.
c. -Glutamyltransferase ( GGT ) terutama terdapat di hati, ginjal, dan pankreas.
Aktivitas GGT meningkat pada semua bentuk penyakit hati. Tes ini lebih sensitif
daripada ALP, ALT maupun AST dalam mendeteksi ikterus obstruktif, kolangitis,
dan kolesistitis.
d. 5Nucleotidase ( 5NT ), enzim ini dihasilkan oleh bermacam-macam jaringan
dan peningkatan enzim ini dikaitkan dengan penyakit hepatobilier.
e. Lecithin-cholesterol acyltransferase ( LCAT ) adalah enzim yang berguna
untuk mengubah kolesterol bebas menjadi bentuk kolesterol ester. Penurunan
produksi LCAT, menyebabkan peningkatan kolesterol bebas dan fosfolipid dan
juga menyebabkan abnormalitas LDL yang dinamakan lipoprotein X ( LP-X).
16
LP-X mengandung kolesterol bebas dan fosfolipid yang tinggi. Peningkatan LP-X
menjadi indikator spesifik untuk keadaan obstruksi traktus bilier.
f. Kolesterol. Kolestasis intra ataupun ekstrahepatik akan mengakibatkan
peningkatan kadar kolesterol bebas, low density lipoprotein ( LDL ), serta
penurunan high density lipoprotein ( HDL ).
g. Asam empedu. Sel hati memproduksi asam empedu dari kolesterol untuk
menyerap lemak dari usus. Pemeriksaan asam empedu dipengaruhi oleh makanan
sehingga dianjurkan puasa sebelum dilakukan pemeriksaan. Asam empedu
sekunder ( litokolat, deoksikolat ) tidak terbentuk pada kolestasis, sehingga rasio
asam empedu primer ( asam kolat dan asam kenodioksikolat ) terhadap sekunder
sangat meningkat.
h. Bilirubin merupakan komponen dari cairan empedu yang dihasilkan oleh hati.
Bilirubin terkonjugasi meningkat karena adanya sumbatan pada saluran empedu
dan kerusakan hati.
i. Amilase dan atau lipase abnormalitasnya tidak dapat digunakan untuk diagnosis
batu empedu. Peningkatan kadar amilase dan atau lipase, dapat diduga ada
masalah pada hepar, duktus biliaris atau pankreas dan batu empedu, khususnya
obstruksi yang mendadak pada duktus pankreatikus.
j. Leucin Aminopeptidase ( LAP ) yaitu enzim intraseluler yang terdapat dalam
sistem hepatobilier dan dalam jumlah kecil pada pankreas dan usus halus. LAP
merupakan indikator sensitif terhadap adanya kolestasis. LAP juga dapat
digunakan untuk menyingkirkan diagnosis penyakit tulang pada penderita
kolestasis dengan ALP yang meningkat7,12,16.
k. Analisis batu empedu dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia yang
terdapat di dalamnya sehingga dapat diketahui penyebab dan faktor risiko sebagai
predisposisi terbentuknya batu empedu 13,17,18,19.
Spesimen batu empedu diperiksa bentuk, ukuran, berat dan warna masingmasing. Batu empedu yang ditemukan dalam jumlah yang banyak pada satu
pasien, maka batu yang dianalisis adalah yang ukurannya paling besar kemudian
diidentifikasi sebagai batu empedu kolesterol, batu empedu pigmen hitam atau
batu empedu pigmen coklat, secara makroskopis20.
Cara analisis batu empedu :
1. Batu empedu yang didapat setelah pembedahan ditempatkan pada wadah
yang steril dibiarkan di udara kering kemudian dicuci perlahan dengan
17
18
Analisis asam empedu dan asam lemak dilakukan dengan cara serbuk
batu dilarutkan dalam campuran kloroform-metanol ( 2:1 ) dan larutan etil
alkohol eter ( 3:1 ). Larutan dimasukkan ke dalam suhu 4C sampai siap
untuk dianalisis.
Kolesterol diestimasi dengan metode kolorimetrik enzimatik, total
bilirubin dengan Accurex Biomedical Pvt.Ltd, trigliserida dengan metode
kolorimetrik enzimatik, oksalat dengan metode kolorimetrik enzimatik,
kalsium dengan o-cresolphtalein complexone ( OCPC ), fosfolipid dan
fosfat
dengan
metode kolorimetrik,
kalium dan natrium dengan flame fotometric dan asam empedu dengan
metode kolorimetri17,18.
3. Analisis batu empedu di Laboratorium Patologi Klinik RS Dr. Soetomo
Surabaya.
Prinsip pemeriksaan : batu empedu direaksikan dengan reagen tertentu
akan menghasilkan warna, endapan, atau gas.
Cara pemeriksaan :
Batu ginjal/empedu yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam
tabung yang beratnya masing-masing 0,1 g. Pemeriksaan pH dilakukan
dengan cara menambahkan 1 mL aquadest kemudian dipanaskan sampai
mendidih. pH ditentukan dengan menggunakan pH indikator.
Kandungan karbonat dianalisis dengan menambahkan 1 mL HCl 10%,
bila terdapat karbonat, maka reaksi akan menghasilkan gas.
Kandungan oksalat dianalisis dengan menambahkan 1 mL HCl 10%,
kemudian dipanaskan sampai mendidih, kemudian menambahkan 0,1 g
MnO2. Apabila
terdapat
kandungan
oksalat,
maka
reaksi
akan
menghasilkan gas.
Kalsium dianalisis dengan cara menambahkan 1 mL 1N HCl,
kemudian dipanaskan sampai mendidih. Hasil reaksi akan terbentuk
kekeruhan setelah menambahkan 2 tetes ammonium oksalat jenuh.
Kandungan fosfat dianalisis dengan menambahkan 1mL HNO2 pekat
kemudian dipanaskan sampai mendidih, setelah itu menambahkan 2 tetes
ammonium molibdat 10% dan 2 tetes amoniak. Hasil reaksi akan
memperlihatkan warna coklat sampai kuning apabila terdapat kandungan
fosfat.
Kandungan
0,5 mL
19
kemudian
dipanaskan
sampai
mendidih,
kemudian
20
7. DIAGNOSIS BANDING
Rasa nyeri pada kuadran kanan atas perlu dipikirkan adanya penyakit lain
seperti pankreatitis akut, appendisitis retrosekal, perforasi tukak peptik, obstruksi
intestinal, abses hati dan karsinoma hepatoselular. Pleuritis diafragmatik dapat
juga disertai dengan nyeri pada daerah kandung empedu. Infark miokard, nyeri
alih dari lesi otot dan lesi di radiks spinalis dapat menyebabkan nyeri yang
serupa12.
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan pasien dengan batu empedu yang simptomatis bertujuan untuk
menghilangkan batu dari kandung empedu dan duktus biliaris dan mencegah
terjadinya komplikasi di kemudian hari4,12.
21
Batu kandung empedu tanpa gejala yang ditemukan secara tidak sengaja
melalui USG abdomen, umumnya dibiarkan saja. Sekitar 10% dari batu empedu
yang asimptomatik akan menimbulkan gejala dalam 5 tahun dan hanya 5% yang
memerlukan tindakan bedah12. Kolesistektomi profilaktif untuk batu asimptomatik
dengan alasan mencegah kanker kandung empedu tidak dianjurkan.
8.1 Pengobatan
8.1.1 Litolisis dengan asam empedu peroral
Dua asam empedu, asam kenodeoksikolat (AKDK) dan asam ursodeoksikolat
(AUDK) digunakan untuk pelarut batu empedu. Kedua obat ini dapat menekan
sintesis kolesterol di hati dengan menghambat hidroksi metil glutaril CoA (HMGCoA) reduktase dan meningkatkan aktivitas dari 7- hidroksilase sehingga
meningkatkan sintesis asam empedu. AUDK juga menurunkan absorbsi atau
resorbsi kolesterol di usus dan memperpanjang waktu nukleasi dari empedu.
Pelarutan sempurna terjadi dalam 6-12 bulan, dan dapat terjadi batu empedu
berulang pada 50% pasien dalam 5 tahun4,12.
Pemberian AUDK dapat menghilangkan
defisiensi
asam
empedu,
Angka kekambuhan jangka panjang terapi dengan ESWL cukup tinggi yaitu
15% pada tahun pertama dan 60% pada tahun ke lima14.
8.2 Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography ( ERCP )
ERCP terapeutik dengan melakukan sfingterotomi endoskopik untuk
mengeluarkan batu saluran empedu tanpa operasi. Batu dalam saluran empedu
selanjutnya dikeluarkan dengan balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar
menuju lumen duodenum sehingga batu dikeluarkan bersama feses14.
8.3 Terapi pembedahan
Beberapa rumah sakit saat ini sudah melakukan tindakan kolesistektomi
laparoskopik sebagai tindakan baku emas pada pasien kolelitiasis yang bergejala.
Kolesistektomi laparoskopik merupakan teknik pembedahan invasif minimal
dalam rongga peritonium yang memiliki keunggulan rasa nyeri yang minimal,
masa pulih yang cepat, masa rawat yang pendek, dan luka parut yang minimal
dibandingkan teknik bedah konvensional 8,14.
Alur diagnosis dan penatalaksanaan dapat dilihat pada gambar 8.12.
23
9. PROGNOSIS
Penderita yang memiliki ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG
diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa
menghilang secara spontan. Batu yang besar dapat berisiko terjadi karsinoma
kandung empedu ( ukuran lebih dari 3 cm )5.
Pasien yang ditangani secara medik dan mengalami remisi dari gejala akut
dalam kurun waktu 2 sampai 7 hari perawatan rumah sakit dilaporkan sekitar
75%. Kasus penyulit seperti empiema dan hidrops, gangren dan perforasi,
pembentukan fistula dan ileus batu empedu ditemukan pada 25% kasus, dimana
diperlukan penanganan tindakan bedah12.
10. KOMPLIKASI
Komplikasi batu empedu adalah :
a. Kolesistitis
Kolesistitis adalah peradangan pada kandung empedu dan saluran empedu
akibat adanya batu empedu yang menyebabkan infeksi. Migrasi batu ke dalam
leher kandung empedu akan menyebabkan obstruksi duktus sistikus yang akan
mengakibatkan iritasi kimiawi mukosa kandung empedu oleh cairan empedu
yang tertinggal, diikuti invasi bakteri.
b. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi
yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah terhalang oleh
adanya batu empedu
c. Hidrops
Obstruksi kronis dari saluran empedu dapat menimbulkan hidrops kandung
empedu. Hidrops biasanya disebabkan karena adanya obstruksi duktus sistikus
yang lama, biasanya oleh batu soliter yang besar.
d. Empiema
Kandung empedu berisi nanah yang diakibatkan oleh progresi kolesistitis akut
dengan obstruksi duktus sistikus persisten dan superinfeksi cairan empedu
yang stagnan dengan disertai pembentukan pus2,12.
11. PENCEGAHAN
Kolelitiasis dapat dicegah dengan mengubah gaya hidup, seperti pola dan
jenis makanan yang dikonsumsi. Makan yang banyak mengandung serat dapat
menurunkan risiko terbentuknya batu empedu. Menghindari penurunan berat
badan dalam waktu singkat karena meningkatkan rasio kolesterol dengan asam
24
25
Daftar Pustaka
1. Anonym. Gallstones. www.wikipedia.com . Dunduh pada tanggal 10 Mei 2015
2. Gustawan, I W. Aryasa, K.Nomor,et al. Kolelitiasis pada anak. Dalam majalah
Kedokteran Indonesia. Vol : 57 (10).Oktober 2007.pp. 354-363
3. Anonym. Gallstone. www.digestive.niddk.nih.gov . Diunduh pada tanggal 3 Juni
2015.
4. Reshetnyak,Vasiliy I. Concept of the pathogenesis and treatment of cholelithiasis.
World Journal of Hepatology. February 2012. Volume 4(2). pp.18-34
5. Shaffer, Eldon A. et al. Review : Epidemiologi of Gallbladder disease : Cholelithiasis
and cancer. Gut and liver. April 2012, volume 6(2), pp. 172-187
6. Ginting, Setiamenda. A Description Characteristic Risk Factor ot the Cholelithiasis
Disease in the Colombia Asia Medan Hospital 2011. Jurnal Darma Agung. 2011.pp.
38-45
7. Habib,Lubna, Masoom Rasa Mirza, et al. Role of liver function test in symptomatic
cholelithiasis. J. Ayub Med Coll Abbottabad. 2009.Vol : 21(2). pp. 117-119
8. Wittenberg, Henning MD, Senior Physician. Hereditary liver disease : Gallstones.
Best Practise and Research Clinical Gastroenterology. Elsevier. 2010. Vol: 24. pp.
747-756
9. Volzke , Henry, Sebastian E. Baumeister, et al. Independent Risk Factor for Gallstone
Formation in a Region with High Cholelithiasis Prevalence. Maret 2005. Vol : 71. pp.
97-105
10. Toouli James, Bhandari Mayank. Anatomy and Physiology of the Billiary tree and
Gallbladder and Bile Ducts. Diagnosis and Treatment Blackwell.2006. Second edition
chapter I.pp. 3-20.
11. Nusi, Iswan A. Sekresi Empedu dan Kolestasis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati.
Edisi pertama. Jayabadi. 2007. Bab : 3. pp.9-15
12. Nurman A. Batu Empedu dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi pertama.
Jayabadi. 2007. Bab :18. pp. 161-177
26
27