Anda di halaman 1dari 100

1

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SIMULASI PENGGUNAAN FILTER AKTIF PARALEL


UNTUK MEREDAM HARMONISA STUDI KASUS
SISTEM KELISTRIKAN PT KALTIM PRIMA COAL

TUGAS AKHIR

DHANI WAHYU UTAMA PUTRA


L2F 009 087

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
SEMARANG
JULI 2014

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

NAMA

: DHANI WAHYU UTAMA PUTRA

NIM

: L2F 009 087

Tanda Tangan :
Tanggal

HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
NAMA
NIM
Jurusan/Program Studi
Judul Skripsi

:
:
:
:
:

DHANI WAHYU UTAMA PUTRA


L2F 009 087
TEKNIK ELEKTRO / S1
SIMULASI PENGGUNAAN FILTER AKTIF
PARALEL UNTUK MEREDAM HARMONISA
STUDI KASUS SISTEM KELISTRIKAN PT
KALTIM PRIMA COAL

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana pada
Jurusan/ Program Studi TEKNIK ELEKTRO/S1, Fakultas TEKNIK,
Universitas Diponegoro.

TIM PENGUJI
Pembimbing 1

: Ir. Agung Warsito, DHET

( ...............................)

Pembimbing 2

: Susatyo Handoko, S.T, M.T

(.................................)

Penguji 1

: Ir. Yuningtyastuti, M.T

(.................................)

Penguji 2

: Karnoto, S.T, M.T

(..................................)

Penguji 3

: Achmad Hidayatno, S.T, M.T

(..................................)

Semarang,

Juli 2014

Jurusan Teknik Elektro


Ketua,

Ir. Agung Warsito, DHET


NIP 195806171987031002

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Diponegoro, saya yang bertanda tangan di
bawah ini :
Nama
NIM
Jurusan/Program Studi
Departemen
Fakultas
Jenis Karya

:
:
:
:
:
:

DHANI WAHYU UTAMA PUTRA


L2F 009 087
TEKNIK ELEKTRO / S1
TEKNIK TENAGA LISTRIK
TEKNIK
Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Diponegoro Hak Bebas Royalti Noneksklusif (None-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
SIMULASI PENGGUNAAN FILTER AKTIF PARALEL UNTUK MEREDAM
HARMONISA STUDI KASUS SISTEM KELISTRIKAN PT KALTIM PRIMA
COAL
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas
Royalti/Noneksklusif ini Universitas Diponegoro berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di
Pada Tanggal

: SEMARANG
: Juli 2014

5
Yang menyatakan,

(DHANI WAHYU UTAMA P)


NIM. L2F 009 087
ABSTRAK
PT Kaltim Prima Coal (KPC) sebagai salah satu perusahaan penambangan batu bara
terbesar banyak menggunakan beban non linear dan peralatan yang berbasis elektronika daya,
salah satunya motor yang dilengkapi Variable Speed Drive (VSD). VSD berfungsi sebagai
pengatur kecepatan motor dalam proses produksi, terutama untuk perubahan batu bara mentah
menjadi briket dan penggerak conveyor belt. Namun penggunaan VSD dapat menimbulkan
masalah baru di dalam menurunkan kualitas daya sistem tenaga listrik yaitu munculnya
harmonisa. Harmonisa adalah komponen arus maupun tegangan yang memiliki frekuensi
kelipatan bilangan bulat dari frekuensi fundamental 50Hz.
Salah satu metode untuk mengatasi harmonisa adalah dengan pemasangan filter aktif.
Penelitian ini melakukan simulasi pemasangan filter aktif paralel untuk mengurangi harmonisa
pada bus Motor Control Center 380V Marine 2 Substation PT KPC dengan menggunakan
software Matlab/Simulink R2008a. Filter aktif paralel disimulasikan menggunakan rangkaian
pembangkit arus, berupa VSI 3 fasa dengan kontrol PWM sebagai pembangkit sinyal IGBT, yang
dirangkai paralel dengan beban. Teori daya aktif-reaktif sesaat (p-q theory) digunakan untuk
menentukan besar arus kompensasi harmonisa. Keluaran arus kompensasi ini yang akan
dijadikan sebagai sinyal referensi PWM untuk membangkitkan sinyal picu IGBT.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa pemasangan filter aktif paralel dapat memberikan kerja
yang baik dalam menurunkan harmonisa sistem. Hasil simulasi THD arus pengukuran sistem
sebelum pemasangan filter adalah sebesar 70,1%. Pemasangan filter aktif paralel dapat meredam
harmonisa sistem menjadi 10,65%. Selain itu, pemasangan filter aktif paralel mampu
memperbaiki faktor daya sistem dari 0,76 menjadi 0,99.
Kata kunci: Harmonisa, filter aktif paralel, p-q theory, THD arus

6
ABSTRACT
PT Kaltim Prima Coal (KPC) is one of the largest coal miners uses a lot of nonlinear loads
and many utilty based on power electrical, one of them is automatic motor control with Variable
Speed Drive (VSD). VSD is used to control motor speed which used in coal mining processing
specifically for coal production and conveyor belt automizer. However VSD makes new problem
those decrease power system quality called harmonics. Harmonics is current or voltage
component with frequency that are integer multiple of fundamental frequency 50Hz.
One method that is possible to be used to overcame harmonics problem is using active power
filter This research simulates the use of shunt active power filter (SAPF) to compensate current
harmonics in KPCs power system at 380V Motor Control Center Bus of Marine 2 Substation
using Matlab/Simulink R2008a. SAPF simulated using current source circuit, which is 3 phase VSI
with carrier-based PWM strategy for gating signal IGBT, that paralel connected with load. The
instantaneous active-reactive power theory (p-q theory) is applied to determine the reference
compensation current. This current compensations output used to be reference signal PWM.
The experimental result shows that using SAPF can give satisfactory performance in order to
decrease harmonics in power system. Current THD before connection SAPF is 70.1%. The value
can decrease until 10.65% by connection of SAPF. Furthermore SAPF capable of power factor
correction that increase the value from 0.76 to 0.99.
Keywords : harmonics, shunt active power filter, p-q theory, current THD

7
KATA PENGANTAR
Segala puji adalah hanya kepada Allah Dzat yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang yang sungguh tanpa kehendakNya tidak akan mampu penulis menyelesaikan tugas akhir ini.
Tugas akhir dengan judul Simulasi Penggunaan Filter Aktif Paralel
untuk Meredam Harmonisa Studi Kasus Sistem Kelistrikan PT
Kaltim Prima Coal ini diajukan untuk memenuhi syarat akhir
dalam menyelesaikan pendidikan Program Strata 1 pada Jurusan
Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang.
Rasa terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada
semua pihak yang telah membantu selama pelaksanaan tugas
akhir ini.
1. Bapak Ir. Agung Warsito DHET. selaku Ketua Jurusan Teknik
Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang.
2. Bapak Budi Setiyono,S.T.,M.T. selaku Koordinator Tugas Akhir.
3. Bapak Ir. Agung Warsito DHET. selaku Dosen Pembimbing I
dan

Bapak

Susatyo

Handoko,

S.T.,

M.T.

selaku

Dosen

Pembimbing II yang selalu sabar memberikan bimbingan dan


arahan kepada penulis.
4. Bapak Ery Witono dan Mas Nataliyanto selaku pembimbing
lapangan di PT.KPC, serta seluruh kru power yang memberi
bantuan tanpa batas.
5. Seluruh keluarga dan teman penulis serta semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu
dari awal hingga akhir dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan
Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena
itu kritik serta saran yang bersifat membangun akan penulis
terima demi kebaikan dan kesempurnaan penyusunan laporan di

8
masa yang akan datang. Semoga laporan tugas akhir ini dapat
memberikan manfaat dan menambah pengetahuan bagi kita
semua.

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................ii
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS.......................................iv
ABSTRAK.............................................................................................................v
ABSTRACT.........................................................................................................vi
KATA PENGANTAR.......................................................................................vii
DAFTAR ISI.....................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xi
DAFTAR TABEL.............................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................3
1.3 Pembatasan Masalah..................................................................3
1.4 Sistematika Penulisan.................................................................4
BAB II DASAR TEORI....................................................................................5
2.1 Konsep Daya..................................................................................5
2.1.1 Sistem 1 Fasa...........................................................5
2.1.2 Faktor Daya..............................................................8
2.1.3 Sistem 3 Fasa Seimbang.....................................9
2.2 Teori Dasar Harmonisa.............................................................10

10
2.2.1 Pengertian Harmonisa........................................10
2.2.2 Indeks Harmonisa................................................17
2.2.3 Standar Limit Harmonisa...................................18
2.3 Sumber Harmonisa....................................................................19
2.4 Pengaruh Harmonisa.................................................................21
2.4.1 Efek Seketika Harmonisa...................................21
2.4.2 Efek Jangka Panjang............................................22
2.5 Solusi Permasalahan Harmonisa..........................................24
2.5.1 Solusi Pencegahan...............................................24
2.5.2 Solusi Perbaikan....................................................25
2.6 Filter Aktif Paralel........................................................................28
2.6.1 Deteksi Arus Harmonisa....................................30
2.6.2 Pembangkitan Sinyal Kontrol...........................30
2.6.3 Fungsi DC link kapasitor....................................30
2.7 Teori Daya Aktif Reaktif Sesaat (Instantaneous p-q
Theory)...........................................................................................31
2.8 Voltage Source Inverter...........................................................33
2.8.1 Half Bridge VSI 1 Fasa........................................33
2.8.2 VSI 3 Fasa................................................................35
2.9 Kontrol Proporsional Integral (PI Controller).....................38
BAB III PERANCANGAN SISTEM.........................................................39
3.1 Sistem Kelistrikan PT. Kaltim Prima Coal (KPC)...............40
3.1.1 Konfigurasi Beban................................................40
3.1.2 Marine 2 Substation............................................41

11
3.2 Data Pengukuran Harmonisa.................................................42
3.3 Pemodelan Sistem Bus Marine 2 MCC................................43
3.3.1 Saluran Distribusi.......................................................44
3.3.2 Beban Nonlinear.........................................................45
3.4 Filter Aktif Paralel.............................................................................46
3.4.1 Blok VSI dengan DC-link Kapasitor................47
3.4.2 Blok Sistem Kontrol Pembangkit Sinyal PWM.........54
BAB IV SIMULASI DAN ANALISA........................................................60
4.1 Nilai Parameter Sistem Untuk Simulasi..............................61
4.2 Simulasi Sistem Tanpa Filter...................................................61
4.3 Simulasi Sistem dengan Pemasangan Filter Aktif Paralel................66
4.3.1 Arus Kompensasi Filter.......................................66
4.3.2 Arus Sumber Setelah Pemasangan Filter Aktif Paralel
....................................................................................68
4.3.3 Tegangan Sumber Setelah Pemasangan Filter Aktif
Paralel.........................................................................70
4.4 Perbandingan Kondisi Sistem Sebelum dan Sesudah Pemasangan
Filter Aktif Paralel.............................................................................72
4.4.1 Perbandingan Nilai Harmonisa...................................72
4.4.2 Perbandingan Nilai Faktor Daya.................................75
BAB V PENUTUP...........................................................................................76
5.1 Kesimpulan...................................................................................76
5.2 Saran.................................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................77

12
LAMPIRAN

13

DAFTAR GAM
Gambar 2. 1

(a) Tegangan, arus, dan daya pada sistem 1 fasa, (b) Daya aktif dan
reaktif pada sistem 1 fasa.................................................................7

Gambar 2. 2

Diagram segitiga daya......................................................................8

Gambar 2. 3

Gelombang tegangan dan arus pada beban linear..........................10

Gambar 2. 4

Gelombang harmonisa....................................................................11

Gambar 2. 5

Rangkaian pengganti (a) Aliran daya frekuensi fundamental; (b)


Aliran daya harmonisa...................................................................12

Gambar 2. 6

Komponen urutan positif...............................................................14

Gambar 2. 7

Komponen urutan negatif...............................................................14

Gambar 2. 8

Komponen urutan nol.....................................................................14

Gambar 2. 9

(a) Arus magnetisasi trafo satu fasa 25 kVA 12,5kV/240V. THDi =


76,1%. (b) Arus lampu fluorescent. THDi = 18,5 %. (c) Arus
microwave. THDi = 31,9 %...........................................................20

Gambar 2. 10 Arus yang ditarik pada dimmer atau regulator pemanas................20


Gambar 2. 11 Arus yang ditarik penyearah pada Power Supply Tipe Switch......21
Gambar 2. 12 Rangkaian filter pasif dalam sistem...............................................25
Gambar 2. 13 Jenis jenis filter pasif...................................................................26
Gambar 2. 14 Topologi filter pasif (a) Filter aktif paralel. (b) Filter aktif seri. (c)
Filter aktif hybrid...........................................................................27
Gambar 2. 15 Unjuk kerja filter aktif paralel........................................................29
Gambar 2. 16 Skema sistem kerja filter aktif paralel............................................29
Gambar 2. 17 Transformasi sistem vektor RST menjadi stasioner ..................31
Gambar 2. 18 Komponen daya sesaat dalam korrdinat 3 fasa..............................32
Gambar 2. 19 Half bridge VSI 1 fasa....................................................................34
Gambar 2. 20 Tegangan keluaran dan arus konduksi half bridge VSI 1 fasa.......34
Gambar 2. 21 (a) Teknik Kontrol PWM, (b) Tegangan Output............................35
Gambar 2. 22 Topologi VSI 3 fasa........................................................................36
Gambar 2. 23 Sinyal referensi, triangular, dan sinyal pulsa VSI 3 fasa................37

14
Gambar 2. 24 Tegangan saluran output per fasa VSI 3 fasa.................................37
Gambar 2. 25 Model kontrol PI............................................................................38
YGambar 3. 1

Diagram alir perancangan sistem................................................39

Gambar 3. 2

Single Line Diagram Kelistrikan PT. KPC....................................40

Gambar 3. 3

Single Line Diagram Marine 2 Substation.....................................42

Gambar 3. 4

Simulasi Jaringan Tegangan Rendah Bus Marine-2 MCC 380 V..44

Gambar 3. 5

Blok Simulasi Beban......................................................................45

Gambar 3. 6

Simulasi Jaringan Terkoneksi Filter Aktif Paralel..........................46

Gambar 3. 7

Blok Voltage Source Inverter Filter Aktif Paralel 3 Fasa...............47

Gambar 3. 8

(a) Single line blok VSI; (b) Vektor diagram tegangan dan arus
kompensasi.....................................................................................48

Gambar 3. 9

Rangkaian ekuivalen filter aktif paralel.........................................52

Gambar 3. 10 Switching ripple dari arus kompensasi..........................................53


Gambar 3. 11 Sistem Kontrol Pembangkit Sinyal PWM......................................54
Gambar 3. 12 Kontrol PI Untuk Menjaga Nilai Vdc............................................56
Gambar 3. 13 Blok Kontrol PI pada Matlab Simulink.........................................57
Gambar 3. 14 Rangkaian Dasar SPWM...............................................................58
Gambar 3. 15 Rangkaian PWM 6 Pulsa...............................................................58
Gambar 3. 16 Sinyal Referensi, Carrier, dan Pulsa Keluaran SPWM..................59
Gambar 3. 17 Pemodelan Matlab untuk Rangkaian SPWM.................................59
YGambar 4. 1

Single line diagram bus Motor Control Center 380V Marine 2


Substation.......................................................................................60

Gambar 4. 2

Pemodelan sistem bus MCC 380V Marine 2 Substation pada


Matlab Simulink.............................................................................61

Gambar 4. 3 Arus sumber sistem tanpa filter THD 71,01%...............................61


Gambar 4. 4

Spektrum frekuensi arus sumber sistem tanpa filter......................62

Gambar 4. 5 Tegangan sumber sistem tanpa filter THD 1,72%.........................62


Gambar 4. 6

Spektrum frekuensi tegangan sumber sistem tanpa filter..............63

Gambar 4. 7

Pemodelan sistem bus MCC 380V Marine 2 Substation dengan


filter aktif paralel............................................................................66

15
Gambar 4. 8

Gelombang arus kompensasi filter aktif paralel.............................67

Gambar 4. 9

Spektrum frekuensi arus kompensasi filter aktif paralel................67

Gambar 4. 10 Bentuk gelombang arus sumber setelah pemasangan filter aktif...68


Gambar 4. 11 Spektrum frekuensi arus sumber setelah pemasangan filter aktif
paralel.............................................................................................68
Gambar 4. 12 Bentuk gelombang tegangan sumber setelah pemasangan filter....70
Gambar 4. 13 Spektrum frekuensi arus sumber setelah pemasangan filter aktif
paralel.............................................................................................71
Gambar 4. 14 Diagram perbandingan harmonisa arus sebelum dan sesudah
pemasangan filter...........................................................................73
Gambar 4. 15 Diagram perbandingan harmonisa tegangan sebelum dan sesudah
pemasangan filter...........................................................................74

16

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komponen urutan fasa harmonisa dalam sistem 3 fasa seimbang........16
Tabel 2.2 IEEE Std 519-1992 Limit harmonisa arus (Sistem 120 V 69 kV).....18
Tabel 2.3 IEEE Std 519-1992 Limit harmonisa tegangan....................................19
Tabel 2.4 Filter aktif sebagai solusi permasalahan kualitas daya.........................28
Tabel 2.5 Mode operasi pada half bridge VSI 1 fasa............................................35
Tabel 2.6 Kondisi pensaklaran VSI 3 fasa................................................................
Tabel 3. 1 Daftar Substation pada sistem distribusi PT. KPC................................41
Tabel 3. 2 Hasil Pengukuran Distorsi Harmonisa Arus Tiap Orde........................43
Tabel 3. 3 Hasil Pengukuran Distorsi Harmonisa Tegangan Tiap Orde..............43Y
Tabel 4. 1 THD Arus Sumber Sistem Tanpa Filter................................................63
Tabel 4. 2 THD Tegangan Sumber Sistem Tanpa Filter.........................................64
Tabel 4. 3 IEEE Std 519-1992 Limit harmonisa arus (Sistem 120 V-69 kV)........64
Tabel 4. 4 IEEE Std 519-1992 Limit harmonisa tegangan....................................64
Tabel 4. 5 THD Arus Sumber Sistem Setelah Pemasangan Filter Aktif Paralel....69
Tabel 4. 6 THD Tegangan Sumber Sistem Setelah Pemasangan Filter Aktif Paralel
...............................................................................................................72
Tabel 4. 7 Harmonisa Arus Sumber Sebelum dan Sesudah Pemasangan Filter
Aktif Paralel...........................................................................................73
Tabel 4. 8 Harmonisa Tegangan Sumber Sebelum dan Sesudah Pemasangan Filter
Aktif Paralel...........................................................................................74
Tabel 4. 9 Nilai THD Sebelum dan Sesudah Pemasangan Filter Aktif Paralel......75
Tabel 4.10 Perbaikan Sistem Sebelum dan Sesudah Pemasangan Filter Aktif
Paralel....................................................................................................75

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Permasalahan kualitas daya merupakan salah satu topik yang ramai
diperbincangkan di dunia kelistrikan akhir akhir ini. Penggunaan beban berbasis
elektronika daya yang semakin pesat merupakan salah satu penyebab timbulnya
masalah kualitas daya listrik. Penemuan komponen elektronika daya tersebut pada
dasarnya merupakan keuntungan yang besar bagi dunia kelistrikan karena dapat
dihasilkan bentuk dan nilai tegangan yang sesuai keinginan. Komponen tersebut
seperti dioda, thyristor, transistor sebagai perangkat konversi AC-DC, DC-AC,
DC-DC, maupun AC-AC merupakan peralatan yang banyak digunakan
aplikasinya pada beban tegangan rendah seperti komputer, power supply, TV,
mesin fax dan printer, pengatur kecepatan motor listrik (VSD), mesin las, dan lain
sebagainya. Namun disamping itu penggunaan peralatan elektronika daya ternyata
menimbulkan permasalahan yang cukup serius yaitu timbulnya distorsi
gelombang tegangan maupun arus listrik. Sistem tenaga listrik pada dasarnya
didesain dengan frekuensi operasi 50 atau 60 Hz. Namun akibat penggunaan
beban nonlinear seperti komponen elektronika daya di atas muncul arus dan
tegangan dengan frekuensi kelipatan bilangan bulat dari 50 atau 60 Hz tersebut.
Gelombang dengan frekuensi tinggi ini akan menyebabkan distorsi pada
gelombang dasar sehingga bentuknya tidak lagi murni sinusoidal. Fenomena
inilah yang dikenal dengan nama harmonisa[].
Studi tentang harmonisa dan cara mengatasinya sudah banyak dilakukan
baik dalam skala nasional maupun internasional, diantaranya:
1. Studi Harmonisa Pengaruh Pemasangan Kapasitor Bank
Pada Sistem Kelistrikan PT. Chandra Asri Petrochemical,
Tbk, Abdurrahman Ghifari, tahun 2013. []

2. Desain Penggunaan Filter Aktif Seri Berbasis Fuzzy Polar


Untuk Mengurangi Harmonisa Pada PT. Tabang Coal, I
Wayan Adi Harimbawa, tahun 2010. []
3. Active Power Filter for Three-Phase Current Harmonic
Cancellation and Reactive Power Compensation, Siyu Leng
et al, 2009.[]
PT Kaltim Prima Coal (KPC) adalah salah satu perusahaan penghasil batu
bara terbesar di Indonesia yang merupakan anak perusahaan dari PT Bumi
Resources (Tbk) yang terletak di Kalimantan Timur. Dalam proses produksinya,
PT Kaltim Prima Coal banyak menggunakan motor yang dikendalikan oleh
Variable Speed Drive (VSD). VSD pada dunia kelistrikan dikenal sebagai salah
satu sumber terbesar harmonisa yang menyebabkan arus fundamental pada
jaringan tidak lagi berbentuk sinusoidal. Jika harmonisa terjadi pada suatu sistem
melebihi batas yang diijinkan akan menyebabkan beberapa masalah, diantaranya
timbul arus pada kawat netral, adanya rugi rugi pemanasan pada trafo dan
peralatan lain, penuaan umur beban beban linear, kesalahan

pada sistem

proteksi, penyimpangan penunjukkan alat ukur, dan menimbulkan rugi rugi


pada generator maupun transmisi tenaga listrik.
Pengaruh yang disebabkan adanya harmonisa sangat besar, oleh karena itu
diperlukan suatu usaha untuk menekan harmonisa yang timbul. Salah satu usaha
yang marak dilakukan beberapa tahun terakhir adalah penggunaan filter baik pasif
maupun aktif untuk mengkompensasi harmonisa. Penggunaan filter aktif memiliki
beberapa keuntungan dibanding filter pasif yang sudah banyak diaplikasikan di
dunia industri diantaranya sifatnya yang lebih dinamis dimana mampu merespon
perubahan beban dan kondisi harmonisa serta perbaikan faktor daya. Dengan
penggunaan filter aktif ini diharapkan harmonisa dominan yang terjadi dapat
ditekan sedemikian rupa sehingga berada pada nilai di bawah standar yang telah
ditentukan. Tujuan yang hendak dicapai adalah mempelajari kualitas daya dari
sistem kelistrikan di PT KPC, khususnya tentang beban pengguna peralatan
elektronika daya sebagai sumber harmonisa utama, memodelkan sistem dengan

dan tanpa filter aktif paralel menggunakan software Matlab R2008a, kemudian
menganalisa pengaruh pemasangan filter aktif tersebut terhadap nilai harmonisa.
Perancangan penggunaan filter aktif paralel ini diharapkan mampu
mengkompensasi harmonisa hingga berada di bawah batas standar Individual
Harmonics Distortion (IHD) yang dikeluarkan oleh Institute of Electrical and
Electronics Engineers (IEEE) yakni IEEE Std. 519-1992. Hasil yang diperoleh
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi PT. KPC pada khususnya dan bagi
dunia kelistrikan pada umumnya sehingga dapat diterapkan di dunia industri yang
memiliki permasalahan serupa yakni harmonisa. Disamping itu penelitian ini
diharapkan dapat meningkatkan penguasaan IPTEK di bidang Peningkatan
Kualitas Daya.
1.2

Tujuan
Tujuan Tugas Akhir ini adalah :
1. Melakukan analisa kemunculan harmonisa pada beban
penghasil harmonisa utama yakni motor motor dengan
VSD pada sistem kelistrikan PT Kaltim Prima Coal.
2. Melakukan simulasi penggunaan filter aktif paralel pada
sistem

kelistrikan

PT

Kaltim

Prima

Coal

untuk

mengkompensasi kemunculan harmonisa.


1.3

Pembatasan Masalah
Untuk menyederhanakan permasalahan dalam Tugas Akhir ini maka
diberikan batasan batasan sebagai berikut :
1. Simulasi dan analisa pada tugas akhir ini menggunakan software Matlab
R2008a.
2. Model sistem tenaga listrik yang digunakan untuk simulasi adalah sistem
kelistrikan PT Kaltim Prima Coal dengan lingkup pengukuran Marine 2
Substation untuk trafo beban MCC 380 V.
3. Tidak membahas fungsi biaya yang berkaitan dengan pemasangan filter
aktif paralel pada sistem tenaga listrik.

4. Penelitian hanya difokuskan pada pengurangan harmonisa, sedangkan


masalah tegangan notching, tegangan kedip dan tegangan transien yang
ditimbulkan tidak dibahas dalam penempatan filter aktif paralel.
5. Analisis sistem pada tugas akhir ini adalah analisis sistem dalam kondisi
tunak (steady-state).
1.4

Sistematika Penulisan
Laporan Tugas Akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, tujuan, batasan masalah, dan sistematika
penulisan penelitian tugas akhir ini.
BAB II DASAR TEORI
Bab ini berisi teori yang menjadi landasan dalam pembuatan tugas akhir
meliputi teori dasar harmonisa, filter aktif paralel, dan teori daya aktif-reaktif
sesaat.
BAB III PERANCANGAN SISTEM
Bab ini memuat tentang sistem kelistrikan yang ada di PT Kaltim Prima
Coal beserta hasil pengukuran harmonisa yang didapat, pemodelan filter aktif
paralel, serta desain kontrolnya.
BAB IV ANALISIS DAN SIMULASI
Memaparkan analisa kemunculan harmonisa pada sistem, desain simulasi
menggunakan Matlab R2008a dan menganalisa hasil simulasi dengan
membandingkan nilai harmonisa sebelum dan setelah pemasangan filter aktif
paralel.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil pemasangan filter aktif paralel dan
saran. Kesimpulan berupa perbandingan nilai kemunculan harmonisa pada sistem
sebelum dan setelah pemasangan filter aktif paralel.

BAB II
DASAR TEORI
2.1

Konsep Daya

Secara umum, konsep daya dalam tenaga listrik berhubungan dengan


proses transfer energi dari sumber ke beban yang melibatkan tegangan sistem,
arus yang mengalir, serta nilai beban. Konsep perhitungan ini dibagi dalam 2
sistem yang biasa digunakan, sistem tegangan 1 fasa dan sistem tegangan 3 fasa.
2.1.1 Sistem 1 Fasa
Tegangan atau arus sinusoidal pada sistem tenaga listrik bolak balik
dinyatakan dengan 2 parameter: nilai maksimum dan sudut fasanya. Untuk
tegangan yaitu[1]:
v ( t )=V max cos ( t+ v )

(2.1)

dimana Vmax adalah nilai maksimum dan v merupakan sudut fasa tegangan. Besar
tegangan yang terukur dalam sistem tenaga listrik dikenal dengan nilai efektif atau
nilai root-mean-square (rms) yang besarnya adalah
V
V = max
2

(2.2)

Arus pada sistem tegangan listrik muncul pada sistem yang memiliki
impedansi (Z), dengan besar
I=

V
Z

dengan nilai arus sesaat yang dinyatakan dengan[1]


i ( t )=I max cos ( t+ i )

(2.3)

(2.4)

dimana Imax merupakan nilai maksimum arus, i merupakan sudut arus. I adalah
nilai efektif (rms) arus yang besarnya
I
I = max
2

(2.5)

Daya dalam sistem tenaga listrik merupakan laju perubahan energi yang
diserap beban terhadap satuan waktu[1]. Satuan unit untuk daya adalah watt (J/s).
Besar daya sesaat yang diserap beban listrik merupakan hasil perkalian antara
tegangan sesaat dan arus sesaat yang dinyatakan dalam persamaan berikut

p (t )=v ( t ) i ( t )=V max I max [cos ( t+ v ) cos ( t +i ) ]

(2.6)

dengan mengacu pada sifat trigonometri maka persamaan (2.6) dapat kita
turunkan menjadi
1
p (t )= V m I m [ cos ( v i ) +cos ( 2t + v + i ) ]
2
v i
2 ( t + v )()

1
V m I m {cos ( v i ) + cos
2
1
V m I m [cos ( v i ) + cos 2 ( t+ v ) cos ( v i ) +sin 2 ( t + v ) sin ( v i ) ]
2
dengan memasukkan nilai rms arus dan tegangan ke dalam persamaan tersebut
maka akan kita peroleh persamaan yang baru sebagai berikut[3]
p (t )=VI cos [ 1+cos 2 ( t + v ) ] +VI sin sin 2(t + v )
pR (t)

(2.7)
p X (t )

dimana merupakan sudut beban, atau beda sudut antara tegangan dan arus
sebagaimana ditunjukkan Gambar 2.1[4](a), yang besarnya = v - i. Nilai sudut
ini tergantung pada jenis beban, bernilai positif jika beban bersifat induktif
dimana arus tertinggal dari tegangan (lagging) dan bernilai negatif untuk sifat
beban kapasitif dimana arus mendahului tegangan (leading).
Nilai daya sesaat pada persamaan (2.7) memiliki 2 komponen, yaitu pR(t)
yang menyatakan aliran energi sesaat yang dikirim ke beban dan pX(t) yang
menyatakan aliran energi sesaat yang dikirim dari dan ke beban. Apabila ditinjau
pada komponen yang pertama yaitu
pR ( t )=VI cos+VI cos cos 2 ( t +v )

(2.8)

bagian yang mengandung cos menunjukkan bentuk gelombang sinusoidal pada


daya sesaat dengan kondisi beban resistif. Jika dilihat pada Gambar 2.1(b) nilai
gelombang ini selalu positif dan memiliki nilai rata rata sebesar
P=VI cos

(2.9)
P dikenal dengan daya rata rata yang terukur dalam sistem tenaga listrik, disebut
juga dengan dengan daya aktif atau daya nyata (real power), dengan satuan watt
(W).

Gambar 2. 1(a) Tegangan, arus, dan daya pada sistem 1 fasa,


(b) Daya aktif dan reaktif pada sistem 1 fasa.[4]

Pada komponen kedua dari persamaan (2.7) yaitu


p X ( t )=VI sinsin 2(t + v )

(2.10)

bagian yang mengandung sin ini nilainya selalu berubah ubah negatif dan
positif sehingga nilai rata ratanya nol, sebagaimana ditunjukkan Gambar 2.1(b).
Komponen ini disebut daya reaktif sesaat dan menunjukkan aliran energi dari dan
ke beban akibat sifat induktif atau kapasitif beban.
persamaan ini dinyatakan dalam
Q=VI sin

Nilai maksimum dari

(2.11)
Q dikenal dengan daya reaktif dan biasa digunakan untuk menunjukkan unjuk
kerja dari sistem tenaga listrik[2].

Dalam sistem tenaga daya aktif dan reaktif akan lebih mudah dihitung
dengan mengidentifikasikan daya kompleks (S). Daya kompleks merupakan hasil
perkalian tegangan dan konjugate arus. Jika tegangan dan arus efektif dinyatakan
dalam bentuk polar maka besarnya daya kompleks ini adalah
S=V I =V v I i=VI ( v i )
VI cos + jVI sin

persamaan diatas menunjukkan komponen penyusun daya kompleks dimana


komponen nyata berupa daya aktif P dan komponen imajiner berupa daya reaktif
Q. Persamaan di atas dapat diubah menjadi
S=P+ jQ
dimana magnitude dari S yakni

|S|= P +Q
2

(2.12)
2

yang dikenal dengan nilai daya

semu, dengan satuan VA (volt ampere).


2.1.2 Faktor Daya
Jika dilihat pada persamaan persamaan di atas cos memegang peranan
yang penting dalam perhitungan daya aktif, oleh karena itu cos dikenal dengan
sebutan faktor daya atau pf (power factor)[3].

Dengan kata lain faktor daya

merupakan kosinus dari beda sudut fasa antara tegangan dan arus. Jika mengacu
pada persamaan (2.9) maka persamaan cos dapat dicari.
P=VI cos

cos=

P
VI

P
P
cos= = 2 2
S P +Q
(2.22)
Persamaan (2.22) di atas memberikan gambaran hubungan antara P, Q, S,
dan pf. Dalam sistem tenaga listrik hubungan tersebut dikenal dengan sebutan

segitiga daya. Diagram segitiga daya dapat dilihat pada Gambar 2.2[4] di bawah
ini.

Gambar 2. 2 Diagram segitiga daya[4].

Gambar 2.2 sekaligus menunjukkan pengaruh sudut faktor daya terhadap


nilai daya reaktif Q. Daya reaktif Q akan bernilai positif jika sudut fasa antara
tegangan dan arus bernilai positif (beban induktif, I lagging terhadap V). Q akan
bernilai negatif jika negatif juga (beban kapasitif, I leading terhadap V).
2.1.3 Sistem 3 Fasa Seimbang
Sistem 3 fasa seimbang tersusun dari 3 sistem tegangan satu fasa dengan
besar magnitude dan frekuensi yang sama tetapi berbeda sudut antara fasa satu
dengan yang lainnya sebesar 120o[2]. Terdapat 2 jenis konfigurasi pembebanan
pada sistem 3 fasa seimbang yaitu beban hubung Y dan hubung . Pada beban
hubung Y, tegangan fasa dinyatakan
V p=|V an|=|V bn|=|V cn|

(2.13)

adapun tegangan saluran (Vab, Vbc, Vca) besarnya adalah


V L = 3 V p

(2.14)

Arus yang mengalir pada saluran (a, b, atau c) adalah sama dengan arus fasanetralnya sehingga

I L =I p

(2.15)

Pada beban hubung , tegangan saluran dan fasa memiliki besar magnitude yang
sama

|V L|=|V p|

(2.16)

sedangkan arus yang mengalir pada saluran tidak sama dengan arus fasanya akan
tetapi besarnya

3 kali nilai arus fasa

I L = 3 I p

(2.17)

Total daya yang dikirim pada sistem 3 fasa merupakan penjumlahan dari
daya tiap fasanya sehingga

P3 =3 V p I p cos

(2.18)

dengan mensubstitusikan besar tegangan dan arus saluran pada persamaan (2.14)
dan (2.15) maka diperoleh besar daya 3 pada beban hubung Y adalah
P3 = 3V L I L cos

(2.19)

daya reaktifnya adalah


Q3 = 3V L I L sin
maka total daya semu (VA) dari beban adalah
2
2
| S 3 P 3 +Q3 =3 V L I L

(2.20)
(2.21)

Pada beban hubung berlaku juga persamaan daya (2.18). Nilai daya P, Q,
dan S pada beban hubung dapat dicari dengan mensubstitusikan persamaan
(2.16) dan (2.17) ke persamaan (2.18).
2.2

Teori Dasar Harmonisa

Penggunaan peralatan elektronika daya merupakan penyebab utama


kemunculan harmonisa saat ini. Karakteristik elektronika daya yang mampu
membentuk arus dengan gelombang sesuai yang diinginkan menjadi penyebab
kemunculan gelombang dengan frekuensi kelipatan fundamental. Pengertian
harmonisa beserta standar yang berlaku untuk batas maksimal harmonisa
dijabarkan dalam sub bab berikut.
2.2.1 Pengertian Harmonisa
Umumnya sistem tenaga listrik didesain pada frekuensi kerja 50 atau 60
Hz dengan bentuk gelombang tegangan maupun arus yang dihasilkan merupakan
gelombang sinusoidal murni. Namun kenyataannya sifat tersebut hanya muncul
pada arus yang dibangkitkan di beban linear sebagaimana terlihat pada Gambar
2.3 berikut.

Gambar 2. 3 Gelombang tegangan dan arus pada beban linear

Pada beban yang bersifat nonlinear bentuk gelombang tersebut tidak murni
sinusoidal melainkan dapat terdistorsi atau menjadi cacat. Hal ini timbul akibat
sifat beban nonlinear yang membangkitkan arus dengan frekuensi lebih tinggi dari
frekuensi dasar 50 Hz[6].
Harmonisa didefinisikan sebagai komponen sinusoidal dengan frekuensi
kelipatan bilangan bulat (integer) dari frekuensi dasarnya[5]. Orde harmonisa
menyatakan nilai kelipatan frekuensinya, harmonisa pertama adalah gelombang
dengan frekuensi dasar 50 Hz, harmonisa kedua adalah komponen sinusoidal
dengan kelipatan 2 kali frekuensi dasar yakni 100 Hz, begitu seterusnya. Ilustrasi
harmonisa dan pengaruhnya terhadap distorsi gelombang tegangan atau arus dapat
dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 menunjukkan pengaruh dari harmonisa orde ketiga (warna
hijau) terhadap gelombang dasar (merah). Ketika gelombang harmonisa
dijumlahkan terhadap gelombang dasar maka akan dihasilkan gelombang
kompleks dengan bentuk

Gambar 2. 4 Gelombang harmonisa

gelombang warna hitam. Pada beban nonlinear harmonisa yang muncul sangat
beragam hingga orde tak berhingga sehingga ketika dijumlahkan dengan
gelombang dasar bentuk gelombang kompleks yang muncul pada sistem tenaga
listrik akan mengalami distorsi menjadi tak sinusoidal.
Untuk memahami fenomena munculnya harmonisa dapat digambarkan
melalui rangkaian pengganti berikut[6]

(a)

(b)

Gambar 2. 5 Rangkaian pengganti (a) Aliran daya frekuensi fundamental; (b) Aliran daya
harmonisa.

Gambar 2.5[6] menjelaskan keadaan dimana sebuah generator menyuplai


beban resistif murni RL melalui saluran dengan impedansi ( Rsal + jXsal ) dan
sebuah konverter. Pada kondisi kerja dasar generator seperti gambar (a) tegangan
dibangkitkan pada frekuensi 50 Hz dan aliran daya mengalir sebagian besar
menuju beban meskipun ada rugi rugi daya dalam jumlah kecil yang berupa rugi

rugi saluran dan rugi daya yang dikonversi pada frekuensi non-fundamental di
dalam konverter.
Pada kondisi gambar (b) dimana aliran harmonisa terjadi, konverter
bertindak sebagai pembangkit harmonisa sehingga akan muncul arus dengan
frekuensi nonfundamental, generator yang merupakan sumber sinusoidal murni
yang hanya menyuplai daya pada frekuensi fundamental 50 Hz dianggap sebagai
rangkaian short circuit dengan impedansi diri. Pada kondisi ini sebagian kecil
daya fundamental akan diubah menjadi daya harmonisa (Ph), dimana daya ini
sebagian dialirkan menuju impedansi sistem dan generator (Psal-h + Pgen-h), dan
sisanya akan dialirkan menuju beban[4]. Oleh karena itu total rugi daya dalam
saluran terdiri dari rugi rugi saluran dan rugi yang diakibatkan aliran daya
harmonisa tersebut.
Arus dan tegangan pada beban beban nonlinear dalam deret Fourier
direpresentasikan menjadi tiga komponen[6], yaitu komponen fundamental,
I f (t)=I max f sin ( t +i )
(2.22)
komponen harmonisa,
n

I h(t )= I max h sin ( ht +i ) (2.23)


h=2

dan komponen DC
T

1
I 0 ( t)= I dt=I dc (2.24)
T 0
Pada sistem listrik AC sinusoidal komponen DC nilainya diabaikan sehingga
besar arus yang mengandung harmonisa adalah
n

I ( t)=I max f sin ( t+ i ) + I maxh sin ( ht +i )


h=2

I ( t )=I 1 sin t + I 2 sin 2 t + I 3 sin 3 t +... + I n sin nt

(2.25)

dengan nilai rms gelombang harmonisa adalah sebesar


I rms = I 1 rms2 + I 2rms 2 + I 3 rms 2 +....+ I nrms 2

(2.26)

Dalam sistem 3 fasa harmonisa yang dihasilkan sama dengan yang muncul
pada sistem 1 fasa. Nilai dari harmonisa genap biasanya diabaikan karena resutan
harmonisa ini dengan komponen fundamental menghasilkan bentuk gelombang
yang simetris. Oleh karena itu kebanyakan literature hanya membahas
kemunculan harmonisa ganjil pada pengaruh terhadap sistem tenaga listrik. Pada
sistem 3 fasa seimbang, arus arus harmonisa dapat dikelompokkan berdasarkan
arah putaran fasanya. Masing masing arus fasa RST terpisah sejauh 120 o. Jika
diasumsikan urutan fasa RST tersebut berarti putaran fasornya adalah fasa R akan
datang terlebih dahulu, dilanjutkan 120o kemudian muncul fasa S, dan yang
terakhir adalah fasa T. Urutan ini dikenal sebagai komponen urutan positif
(positive sequence components) yang terdiri dari 3 fasor yang sama besarnya,
terpisah satu dengan yang lain sebesar 120o dan memiliki arah putaran fasor yang
berlawanan dengan arah jarum jam (counterclockwise) seperti pada Gambar 2.6
berikut[7]:

Gambar 2. 6 Komponen urutan positif.

Sedangkan komponen urutan negatif (negative sequence components) terdiri dari


3 fasor yang sama besarnya, dengan beda sudut tiap fasa 120o, dan memiliki
urutan fasa berlawanan dengan komponen urutan positif, yaitu RTS sebagaimana
ditampilkan dalam Gambar 2.7 berikut:

Gambar 2. 7 Komponen urutan negatif.

Terdapat pula komponen urutan nol, yakni dimana ketiga fasa RST sama besarnya
dan tidak memiliki beda sudut antar ketiganya, dengan kata lain fasor RST adalah
sefase atau saling berimpit, sebagaimana ditunjukkan Gambar 2.8 berikut:

Gambar 2. 8 Komponen urutan nol.

Sebagaimana komponen fundamental, komponen harmonisa juga memiliki urutan


fasa. Urutan tersebut ditentukan juga berdasarkan sudut fasornya. Unuk sistem 3
fasa seimbang, masing masing fasa terpisah sejauh 120o atau sebesar
maka dapat kita tentukan urutan fasa harmonisa sebagai berikut:
I Rh=I h sin (ht)
(2.27)

2
3 rad,

I Sh=I h sin( ht

2h
)
3

(2.28)
ht

I Th =I h sin

(2.29)

Jika diambil 3 orde harmonisa, yaitu:


1. Harmonisa orde kedua
I R 2=I R 2 sin(2 t )
(2.30)

2 ( t120 )= I S 2 sin ( 2 t240 )


I S 2=I S 2 sin
I S 2=I S 2 sin(2 t +120 )
(2.31)

2 ( t+120 )= I T 2 sin ( 2 t+ 240 )


I T 2=I T 2 sin
I T 2=I T 2 sin(2 t120 )
(2.32)

dari persamaan (2.30), (2.31), dan (2.32) dapat dilihat bahwa untuk harmonisa
orde kedua memiliki urutan fasa yang berlawanan, sehingga harmonisa orde
kedua merupakan komponen urutan negatif.
2. Harmonisa orde ketiga
I R 3=I R 3 sin (3 t)
(2.33)
3 ( t120 )= I S 3 sin ( 3 t360 )
I S 3=I S 3 sin

I S 3=I S 3 sin(3 t )
(2.34)

3 ( t+ 120 ) = I T 3 sin ( 3 t +360 )


I T 3=I T 3 sin
I T 3=I T 3 sin(3 t )
(2.35)

dari persamaan (2.33), (2.34), dan (2.35) di atas dapat disimpulkan bahwa untuk
harmonisa orde ketiga tidak memiliki beda sudut antar ketiga fasanya. Oleh
karena itu harmonisa orde ketiga termasuk komponen urutan nol.
3. Harmonisa orde keempat
I R 4 =I R 4 sin(4 t )
(2.36)
4 ( t120 )= I S 4 sin ( 4 t480 )
I S 4 =I S 4 sin

I S 4 =I S 4 sin( 4 t120 )
(2.37)
4 ( t+120 )= I T 4 sin ( 4 t + 480 )
I T 4 =I T 4 sin

I T 4=I T 4 sin(4 t +120 )


(2.38)
dari persamaan (2.36), (2.37), dan (2.38) terlihat bahwa untuk tiap fasa RST
harmonisa memiliki beda sudut yang sama seperti urutan positif, dimana fasa S
tertinggal dan fasa T mendahului 120o. Oleh karena itu harmonisa orde keempat
merupakan komponen urutan positif.
Dari ketiga perhitungan di atas dapat disederhanakan seluruh komponen
urutan orde harmonisa seperti Tabel 2.1 di bawah. Semua orde harmonisa
kelipatan 3 (biasa disebut harmonisa triplen) adalah komponen urutan positif.

Orde harmonisa tepat setelah triplen adalah komponen urutan positif, orde tepat
sebelum triplen adalah komponen urutan negatif.
Tabel 2. 1 Komponen urutan fasa harmonisa dalam sistem 3 fasa seimbang.

Orde Harmonisa
2
3
4
5
6

Urutan Fasa
0
+
0

Pada sistem tak seimbang, masing masing harmonisa dapat memiliki


ururtan fasa positif, negatif, atau nol yang berbeda beda. Namun pada kasus
umumya pola urutan fasa mengikuti pola yang ditunjukkan Tabel 2.1 di atas.
Komponen urutan fasa tersebut memiliki efek yang berbeda beda terhadap
sistem tenaga listrik dan peralata. Harmonisa urutan nol dapat memberikan efek
tambahan kontribusi arus pada kawat netral. Harmonisa urutan negatif umumnya
menimbulkan torsi lawan pada motor listrik sehingga menimbulkan efek damping
yang dapat mengganggu kinerja motor. Sedangkan urutan positif umumnya
menimbulkan panas tambahan pada konduktor.
2.2.2 Indeks Harmonisa
Harmonisa merupakan suatu penyimpangan kondisi normal dari suatu
gelombang sistem tenaga listrik yang dapat diukur nilainya. Besaran yang biasa
digunakan dalam menyatakan harmonisa adalah THD dan TDD.
2.2.2.1

Total Harmonic Distortion (Faktor Distorsi)

Total Harmonic Distortion (THD) didefinisikan sebagai nilai rms total


harmonisa dibandingkan dengan nilai rms fundamental[7]. THD dituliskan dalam
persamaan berikut:
komponen harmonisa
THD=
komponenundamental

THDV =

n=2

V1

2
n

atauTHD I =

n=2

I1

I n2
(2.39)

dimana : Vn,In = komponen harmonisa tegangan/arus


V1,I1 = komponen fundamental tegangan/arus
k

= orde maksimum harmonisa yang diamati

Pada umumnya nilai THD dinyatakan dalam persen (%). Indeks ini
digunakan untuk mengukur deviasi gelombang periodik yang mengandung
harmonisa dari gelombang sinus murni. Untuk memperoleh gelombang sinus
murni pada frekuensi fundamental maka nilai THD = 0 (nol).
2.2.2.2

Total Demand Distortion

Total Demand Distortion (TDD) didefinisikan sebagai perbandingan nilai


rms komponen arus harmonisa dengan arus beban maksimum[7].

TDD I =

h=2

IL

I h2
(2.40)

dimana IL adalah arus beban maksimum (selama 15 atau 30 menit) pada frekuensi
fundamental di titik PCC (Point of Common Coupling), dihitung sebagai arus rata
rata dari beban maksimum untuk 12 bulan sebelumnya. Konsep TDD ini relevan
dengan aplikasi dari IEEE Standard 519-1992. Titik PCC adalah titik pengukuran,
atau titik terdekat dimana beban konsumen satu bertemu dengan konsumen lain,
atau titik pertemuan beban nonlinier dengan beban linier (untuk pelanggan
industri).
2.2.3 Standar Limit Harmonisa
Suatu sistem tenaga listrik dibutuhkan batas/limit untuk nilai THD yang
diijinkan. Limit tersebut tidak sama untuk setiap negara, tergantung standar yang
digunakan. Dalam hal ini diberikan contoh standar dari Institute of Electronics

and Electrical Engineering yakni IEEE Std. 519-1992. Pada standar ini diberikan
kriteria limit untuk dua jenis distrosi harmonisa, yakni harmonisa arus, dan
harmonisa tegangan.
Tabel 2. 2 IEEE Std 519-1992 Limit harmonisa arus (Sistem 120 V 69 kV).
Persentase Maksimum Distorsi Harmonisa Arus
Orde Harmonisa (Harmonisa Ganjil)

Isc/IL

<11

11h17

17h23

23h25

35h

TDD

<20

4.0

2.0

1.5

0.6

0.3

5.0

20<50

7.0

3.5

2.5

1.0

0.5

8.0

50<100

10.0

4.5

4.0

1.5

0.7

12.0

100<1000

12.0

5.5

5.0

2.0

1.0

15.0

>1000

15.0

7.0

6.0

2.5

1.4

20.0

Untuk limit harmonisa genap adalah sebesar 25% dari limit harmonisa ganjil di atas.
Distorsi arus yang muncul pada rugi komponen DC, seperti pada converter setengah
gelombang, diabaikan.
*Untuk peralatan pembangkit daya digunakan juga limit di atas untuk distorsi arus, dengan
tidak menghiraukan nilai Isc/IL .

Tabel 2. 3 IEEE Std 519-1992 Limit harmonisa tegangan.


Distorsi Tegangan
Total Distorsi
Tegangan Bus di Titik PCC
Tiap Orde (%)
Tegangan THD (%)
Dibawah 69 kV

3.0

5.0

69 kV sampai 161 kV

1.5

2.5

161 kV dan diatasnya

1.0

1.5

*Sistem tegangan tinggi dapat menanggung THD hingga 2.0% apabila


penyebabnya adalah terminal HVDC yang di-tap oleh user.

Tabel 2.2 di atas memuat standar limitasi untuk harmonisa arus. I sc adalah
nilai arus hubung singkat maksimum pada titik PCC. I L adalah arus beban
maksimum pada komponen frekuensi dasar 50 Hz. Rasio Isc/IL disebut juga sebagai
rasio hubung singkat.

2.3

Sumber Harmonisa[7]

Harmonisa diproduksi oleh beban nonlinier atau peralatan lain yang


menghasilkan arus nonsinusoidal. Sebagai contoh beban nonlinier adalah diode,
yang mana hanya mengijinkan arus untuk mengalir pada setengah periode
sinusoidal, positif atau negatif saja. Contoh lain adalah trafo pada kondisi saturasi,
dimana arus yang mengalir menjadi tidak sinusoidal. Akan tetapi sumber utama
harmonisa di dunia industri saat ini adalah penggunaan beban nonlinier yang
berupa rectifier dan VSD.
Penggunaan peralatan elektronika daya yang semakin pesat merupakan
sumber masalah utama dari munculnya harmonisa. Namun beberapa sumber
harmonisa berasal dari selain peralatan elektronika daya dan bahkan sudah ada
sejak waktu yang lama. Peralatan tersebut berupa:
Trafo dan mesin listrik dalam kondisi saturasi
Lampu fluorescent, dimmer.
Tanur busur listrik (Arc Furnace)
Beberapa penggunaan beban nonlinear sebagai sumber harmonisa pada
umumnya akibat dari pemakaian konverter seperti diode, thyristor, inverter,
rectifier untuk konversi energi listrik. Contoh umum pemakaian konverter tersebut
adalah:

Komputer
Perangkat elektronik rumah tangga seperti TV, microwave, pemanas,

vacuum cleaner.
Variable speed drive (VSD)
Uninterruptible power supply (UPS)
Charger baterai

Gambar berikut memperlihatkan arus yang ditarik oleh beberapa jenis beban
nonlinier[6][7] :

(a)

(b)

(c)
Gambar 2. 9 (a) Arus magnetisasi trafo satu fasa 25 kVA 12.5kV/240V. THDi = 76.1%. (b) Arus
lampu fluorescent. THDi = 18.5 %. (c) Arus microwave. THDi = 31.9 %.

Gambar 2. 10 Arus yang ditarik pada dimmer atau regulator pemanas.

Gambar 2. 11 Arus yang ditarik penyearah pada Power Supply Tipe Switch

2.4

Pengaruh Harmonisa[7][8][9][10]

Harmonisa sangat besar pengaruhnya bagi sistem tenaga listrik. Penurunan


faktor daya, overhating peralatan, kenaikan rugi daya adalah beberapa dampak
negatif munculnya harmonisa. Berkurangnya efisiensi sistem secara keseluruhan
yang pada akhirnya sistem menjadi kurang efisien baik secara teknis maupun
ekonomis merupakan akibat lain yang ditimbulkan. Pada umumnya pengaruh
negatif harmonisa dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu efek seketika
(instantaneous effect) dan efek jangka panjang (long-term effect) akibat
overheating[7].
2.4.1 Efek Seketika Harmonisa
Beberapa kerugian yang timbul dalam efek seketika contohnya adalah
kenaikan nilai rms terukur, munculnya arus netral akibat jenis harmonisa triplen,
kesalahan pembacaan alat ukur, serta disfungsi proteksi. Selain hal tersebut
diketahui bahwa harmonisa dapat menimbulkan interferensi pada saluran
komunikasi.
Kenaikan nilai rms terukur
Kemunculan arus dengan frekuensi kelipatan menyebabkan arus rms
terukur tidak hanya dihitung dari arus fundamental. Besarnya rms terukur pada
fenomena harmonisa merupakan resultan nilai arus arus fundamental dan
harmonisa. Jika bentuk arus yang muncul adalah sinusoidal tak urni, maka
besarnya arus terukur adalah sebagai berikut:
I rms = I 0 rms2 + I 1 rms2 + I 2rms 2 + I 3 rms 2 +....+ I nrms 2

2.41

Muncul arus netral


Arus netral pada dasarnya harus bernilai nol pada siste 3 fasa beban

seimbang. Namun hal ini tidak berlaku pada sistem yang mengandung harmonisa
orde ketiga atau kelipatannya (triplen). Pada orde ini frekuensi tiap arus adalah
kelipatan 3 dari frekuensi fundamental sebagaimana disebutkan dalam persamaan
(2.33), (2.34), (2.35). Maka pada harmonisa triplen tidak memiliki beda sudut
antar phasanya sehingga menyebabkan munculnya arus netral.

Kesalahan pembacaan alat ukur (missreading)


Alat ukur listrik banyak menggunakan jenis elektromekanis yang

menggunakan piringan induksi berputar, sebagai contoh kWh meter. Harmonisa


dapat mengganggu kinerja alat ukur jenis ini akibat torsi tambahan yang
ditimbulkan. Akibatnya putaran piringan akan lebih cepat atau terjadi kesalahan
pengukuran karena pada dasarnya alat ukur tersebut didesain untuk bekerja pada
frekuensi dasar 50 Hz.
Disfungsi proteksi
Peralatan proteksi seperti circuit breaker (CB) merupakan peralatan listrik
yang memiliki sifat sensitif dan harus beroperasi pada kondisi ideal/normal. Oleh
karena itu ketika muncul harmonisa kinerja CB akan lebih mudah mengalami
gangguan. Sistem kerja CB umumnya menggunakan panas untuk mentripkan
bimetal yang ada. Ketika arus harmonisa mengalir maka arus yang terbaca
melebihi dari rating sehingga CB menganggap arus yang lewat tinggi sehingga
melakukan proses tripping karena mendeteksi adanya arus peak.
2.4.2 Efek Jangka Panjang
Efek jangka panjang yang sering terjadi akibat harmonisa adalah akibat
proses overheating, misalnya pada kapasitor, transformator ataupun mesin
mesin listrik yang mana muncul akibat adanya rugi rugi energi tambahan oleh
harmonisa. Hal ini akan mengakibatkan umur peralatan semakin pendek akibat
pemanasan berlebih.
Efek pada kapasitor
Kapasitor bank sering digunakan sebagai perbaikan nilai faktor daya pada
sistem. Namun kehadiran kapasitor bank ternyata menimbulkan efek tersendiri
pada sistem lokal (daerah terbatas) yang disebut resonansi yang diikuti dengan
naiknya arus yang sangat besar yang dapat merusak kapasitor itu sendiri.
Resonansi ini terjadi akibat reaktansi kapasitif dan induktif yang besarnya sama
dengan salah satu frekuensi harmonisa sehingga mengakibatkan penguatan
harmonisa tersebut. Ada 2 jenis resonansi pada sistem tenaga listrik yakni
resonansi seri dan resonansi paralel. Resonansi seri mengakibatkan penguatan
tegangan sedangkan resonansi paralel menyebabkan penguatan arus. Penguatan

arus atau tegangan ini dapat menyebabkan pemanasan kapasitor bank akibat
bertambahnya rugi rugi besi, rugi isolasi, serta kenaikan temperatur.
Efek pada transformator
Harmonisa dapat mempengaruhi kerja trafo melalui 2 cara, harmonisa arus
dan harmonisa tegangan. Harmonisa tegangan akan menyebabkan terjadi rugi
rugi tambahan pada inti besi trafo akibat frekuensi tinggi yang muncul. Rugi ini
muncul dikarenakan trafo menjadi membutuhkan daya magnetisasi yang lebih
besar. Harmonisa arus memiliki penngaruh yang lebih besar, terutama pada
kumparan trafo, dimana harmonisa ini akan menghasilkan arus rms yang lebih
besar sehingga rugi rugi tembaga menjadi lebih besar karena nilainya sebanding
dengan arus dimana p=I2R. Harmonisa juga menaikkan rugi rugi hysteresis dan
rugi arus Eddy serta memberi efek jenuh pada isolasi trafo.
Efek pada mesin berputar
Efek harmonisa untuk motor hampir mirip dengan yang terjadi pada
transformator dimana harmonisa tegangan dapat mengakibatkan rugi tambahan
pada inti magnet dan rotor. Rugi hysteresis dan arus Eddy juga meningkat akibat
kenaikan frekuensi tegangan pada kumparan. Selain itu harmonisa juga
menyebabkan kenaikan rugi tembaga akibat nilai rms yang naik yang dapat
merusak isolasi sehingga mengurangi umur motor. Harmonisa juga memberikan
efek negatif pada operasi generator. Pada generator serempak akan timbul arus
urutan positif dan negatif akibat pengaruh harmonisa. Arus urutan positif-negatif
ini akan menghasilkan torsi putaran lawan dan getaran yang kuat pada sumbu
generator. Arus harmonisa yang terus muncul juga menimbulkan rugi panas pada
kumparan, serta menimbulkan permasalahan pengaturan tegangan akibat
perubahan besarnya tegangan terminal generator.

2.5

Solusi Permasalahan Harmonisa

Solusi untuk mengatasi harmonisa dapat dikelompokkan menjadi 2


kategori, solusi pencegahan (preventive solution) dan solusi perbaikan (remedial
solution)[7].

2.5.1 Solusi Pencegahan


Tindakan untuk mengatasi harmonisa melalui pencegahan difokuskan
dengan cara meminimalisasi harmonisa arus yang diinjeksikan kedalam sistem
tenaga listrik. Beberapa tindakan yang bisa dilakukan adalah
Perancangan sistem tenaga listrik yang sesuai standar IEEE Std 519.
Phase Cancellation.
Penggunaan konverter 12 pulsa untuk lebih ditekankan daripada 6 pulsa
karena kebanyakan harmonisa yang paling banyak dampaknya muncul
pada orde kelima dan ketujuh, dan apabila orde tersebut dihilangkan
melalui metode ini maka pengaruh harmonisa dapat ditekan. Hal ini
dikarenakan pada konverter 12 pulsa tidak muncul harmonisa dibawah
orde 10. Caralain menanggulangi akibat dari konverter 6 pulsa adalah

dengan penggunaan trafo pembagi fasa.


Menekankan penggunaan beban minim distorsi. Misalnya penggunaan 12
pulsa ASD, penggunaan lampu fluorescent rendah distorsi, dan

sebagainya.
Mensimulasikan sistem dengan komputer. Hal ini penting agar dapat
diketahui akibat dari beban beban penghasil harmonisa yang akan dibeli
dan dipasang.

2.5.2 Solusi Perbaikan


Yang termasuk dalam tindakan perbaikan dalam upaya menghilangkan
harmonisa adalah sebagai berikut
Circuit Detuning.
Penggunaan kapasitor bank dapat menyebabkan munculnya resonansi
apabila penempatannya tidak tepat. Oleh karena itu perlu optimasi ulang
penempatan kapasitor pada sistem untuk menekan terjadinya fenomena

resonansi.
Penggunaan filter pasif.
Ini adalah metode yang saat ini paling banyak digunakan di dunia industri
untuk menekan munculnya harmonisa, terutama harmonisa orde kelima

dan ketujuh. Filter pasif merupakan peralatan yang tersusun dari


komponen komponen pasif berupa R, L, dan C. Prinsip kerja filter pasif
adalah mengalihkan arus harmonisa yang tidak diinginkan dalam sistem.
Selain untuk kompensasi harmonisa, filter pasif juga digunakan untuk
mengkompensasi kerugian daya reaktif akibat adanya harmonisa.

Gambar 2. 12 Rangkaian filter pasif dalam sistem.

Gambar 2.12 di atas menunjukkan rangkaian filter pasif untuk


mengalihkan harmonisa sistem. Nilai komponen R, L, maupun C ditala
sesuai dengan kebutuhan kompensasi daya reaktif dan kompensasi
frekuensi orde harmonisa melalui frekuensi resonansi dimana X L=Xc. Jenis
filter pasif dibagi berdasarkan topologinya, seperti diperlihatkan pada
Gambar 2.13 berikut.

Gambar 2. 13 Jenis jenis filter pasif.

Gambar 2.13 memperlihatkan beberapa jenis filter pasif yang umum


beserta konfigurasi impedansinya. Single-Tuned filter atau Bandpass filter
adalah yang paling umum digunakan. Filter ini digunakan untuk mentapis
satu orde harmonisa. Dua buah Single-Tuned filter atau Double-Tuned
filter akan memiliki karakteristik yang mirip dengan Double Bandpass

filter, digunakan untuk mentapis dua orde harmonisa. High-Pass filter


digunakan untuk mentapis harmonisa yang memiliki range frekuensi tapis

yang luas.
Penggunaan filter aktif.
Filter aktif merupakan terobosan baru di dunia kelistrikan dalam upaya
kompensasi harmonisa. Prinsip kerja filter ini menggunakan peralatan
elektronika daya berupa konverter yang menginjeksikan gelombang
harmonisa dengan besar yang sama dengan harmonisa sistem namun
berlawanan 1800 agar saling meniadakan. Dibanding dengan filter pasif
filter jenis ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya tidak perlunya
melakukan tuning frekuensi harmonisa karena unjuk kerja filter aktif
adalah dinamis yang mampu mengkompensasi seluruh orde harmonisa.
Selain

untuk

kompensasi

harmonisa

filter

aktif

juga

mampu

mengkompensasi daya reaktif dan mengatur keseimbangan tegangan


dalam sistem. Filter aktif dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe
konverter, topologi, sistem kontrol, dan karakteristik kompensasinya. Yang
paling populer pengklasifikasin filter aktif adalah berdasarkan topologinya
yakni paralel, seri, dan hybrid[6]. Konfigurasi hybrid merupakan kombinasi
dari filter aktif dan pasif. Gambar 2.14 berikut menunjukkan perbedaan
topologi filter aktif.

Gambar 2. 14 Topologi filter pasif (a) Filter aktif paralel. (b) Filter aktif seri. (c) Filter aktif
hybrid.

Filter

aktif

paralel

(Gambar

2.14(a))

biasa

digunakan

untuk

mengkompensasi harmonisa arus, daya reaktif, dan arus beban tak


seimbang. Selain itu filter aktif jenis ini juga dapat digunakan sebagai
static VAR generator untuk menjaga kualitas tegangan. Filter aktif seri
(Gambar 2.14(b)) dikoneksikan secara seri melalui trafo kopling, filter ini
digunakan untuk mengeliminasi harmonisa tegangan dan menjaga
kestabilan dan regulasi tegangan pada beban maupun saluran. Filter aktif
hybrid mengombinasikan filter aktif seri dan filter pasif (Gambar 2.14(c)).
Filter pasif LC yang digunakan pada topologi hybrid ini digunakan untuk
menkompensasi harmonisa orde rendah dan daya reaktif. Namun
penggunaan ketiga jenis filter aktif ini tidak selalu dioperasikan sesuai
keunggulan topologinya, oleh karena itu filter aktif paralel atau seri

umumnya dapat mengatasi permasalahan kualitas daya secara spesifik


seperti dipaparkan dalam Tabel 2.4 berikut ini.
Tabel 2. 4 Filter aktif sebagai solusi permasalahan kualitas daya.
Perbaikan filter terhadap
Perbaikan filter pada
Topologi Filter Aktif
sistem akibat pengaruh
saluran
beban
Filter harmonisa arus
Kompensasi daya reaktif
Paralel
Arus tak seimbang
Tegangan flicker
Filter harmonisa arus
Tegangan sag/swell
Kompensasi daya reaktif
Tegangan tak seimbang
Arus tak seimbang
Harmonisa tegangan
Seri
Tegangan flicker
Tegangan interruption
Tegangan tak seimbang
Tegangan notching

2.6

Filter Aktif Paralel[11]

Filter aktif paralel merupakan salah satu jenis filter aktif bila ditinjau dari
topologinya dimana filter ini disusun paralel dengan sumber tegangan. Prinsip
kerja dari filter aktif paralel adalah dengan mengkompensasi harmonisa arus yang
ada pada sumber tegangan dengan menginjeksikan arus kompensasi yang sama
nilainya namun berbeda sudut 180o (berlawanan) dengan arus harmonisa. Dengan
demikian harmonisa arus yang terkandung di dalam arus beban akan hilang
sehingga arus sumber tetap sinusoidal dan sefase dengan tegangan sumber.
Kinerja filter aktif paralel ini dapat diaplikasikan ke dalam berbagai macam jenis
beban yang mengandung harmonisa arus. Lebih dari itu dengan skema pengaturan
yang tepat filter aktif paralel mampu memperbaiki faktor daya dari beban.
Ilustrasi kompensasi filter aktif paralel dapat dilihat pada Gambar 2.13 berikut.

Gambar 2. 15 Unjuk kerja filter aktif paralel[12].

Gambar 2. 16 Skema sistem kerja filter aktif paralel.

Sistem kerja dari filter aktif paralel adalah membangkitkan arus harmonisa
yang sama nilainya namun berbeda sudut 180o (berlawanan) dengan arus
harmonisa sistem melalui inverter. Oleh karena itu komponen utama yang terdapat
di dalam filter aktif paralel adalah unit kontrol untuk pembangkitan sinyal pemicu
inverter. Komponen utama di dalam unit kontrol ini dibagi dalam 2 bagian,
deteksi arus referensi harmonisa dan pembangkitan sinyal kontrol. Secara umum
sistem kerja filter aktif paralel ini dapat dilihat pada Gambar 2.14 di atas.

2.6.1 Deteksi Arus Harmonisa


Deteksi arus harmonisa merupakan proses awal yang ada di dalam filter
aktif paralel. Yaitu proses dimana arus referensi dibangkitkan berdasarkan
gelombang sistem yang terdistorsi. Banyak teori/metode dalam melakukan proses
deteksi ini, diantaranya teori daya aktif-raktif sesaat (instantaneous p-q theory),
teori arus Id-Iq sesaat(d-q theory), metode kontrol frieze, metode kontrol PLL
dengan logika fuzzy, metode jaringan neural, dan lain sebagainya. Dari beberapa
teori tersebut, lebih dari 60% penelitian mengenai filter aktif paralel ini
menggunakan metode p-q theory dan d-q theory untuk deteksi arus referensi
harmonisa dikarenakan kelebihan dari 2 metode ini dalam akurasi hasil dan
kemudahan perhitungan.[7]
2.6.2 Pembangkitan Sinyal Kontrol
Sinyal kontrol yang dibangkitkan di dalam filter aktif ini digunakan untuk
memicu pulsa dari komponen utama filter aktif yaitu inverter. Beberapa metode
juga telah diterapkan dalam pembangkitan sinyal picu inverter ini seperti
sinusoidal PWM, triangular PWM, kontrol arus hysteresis, kontrol arus adaptif
hysteresis, modulasi space vector , kontrol arus hysteresis dengan space vector,
dan lain lain.
2.6.3 Fungsi DC link kapasitor
Penggunaan kapasitor pada sisi DC inverter di dalam filter aktif paralel
memiliki 2 tujuan:
(i)
Untuk menjaga tegangan DC dengan riak sekesil mungkin dalam
(ii)

kondisi steady state, dan


Sebagai penyuplai perbedaan daya aktif antara sumber dan beban

selama masa transient agar keseimbangan daya tetap terjaga.


Pada kondisi steady state daya nyata yang dikirim harus sama dengan yang
diserap beban ditambah rugi rugi yang muncul di dalam filter aktif. Sesaat
ketika adanya perubahan beban akibat koneksi filter aktif ke dalam sistem maka
keseimbangan daya antara sumber dan beban terganggu. Perbedaan daya nyata
inilah yang akan dikompensasi oleh DC link kapasitor. Nilai tegangan DC harus

dijaga pada nilai konstan yang telah dihitung. Namun ketika sistem DC link ini
bekerja nilai tegangan awal jauh dari nilai konstan tersebut, maka diperlukan
pengaturan secara proporsional agar kesetimbangan sistem tidak terganggu.
2.7
Teori Daya Aktif Reaktif Sesaat (Instantaneous
p-q Theory)[8][17]
Metode ini merupakan salah satu dan termasuk dari yang pertama
digunakan dalam menentukan arus referensi harmonisa untuk filter aktif.
Didasarkan pada teori yang ditemukan oleh H. Akagi[8] beserta beberapa artikel
dan referensi lain, teori ini merupakan sebuah teori baru dalam dunia kelistrikan
dimana sistem daya sesaat tenaga listrik akan dinyatakan dalam domain waktu.
Teori ini dapat diterapkan pada sistem 3 fasa dengan atau tanpa kawat netral, dan
pada kondisi steady state maupun transient.
Inti dari teori ini adalah mentransformasikan sistem 3 fasa RST menjadi sistem 2
fasa stasioner . Vektor tegangan maupun arus RST ditransformasikan menjadi
koordinat menggunakan matriks transformasi Clark, untuk kemudian dihitung
nilai komponen daya aktif-reaktif sesaatnya.

Gambar 2. 17 Transformasi sistem vektor RST menjadi stasioner .

Matriks transformasi Clark untuk tegangan dan arus RST adalah sebagai berikut
1 1
uR
1
u
2
2
2
=
u
3
3 3 S
u

0
uT
2
2

[]

(2.42)

][ ]

dimana u bisa berupa tegangan (v) atau arus (i). Setelah diperoleh arus dan
tegangan dalam koordinat kemudian dicari nilai daya aktif dan reaktif
sesaatnya melalui perhitungan berikut.
p = v v i
q
v v i

[][

][ ]

(2.43)

atau dapat disederhanakan menjadi


p = v .i + v .i
(2.44)

q = v .i - v .i
(2.45)

dimana p merupakan daya aktif sesaat dan q merupakan daya reaktif sesaat.
Ilustrasi kedua besaran ini dapat dilihat pada Gambar 2.16 berikut dalam
koordinat 3 fasa.

Gambar 2. 18 Komponen daya sesaat dalam korrdinat 3 fasa[17].

Komponen komponen pada Gambar 2.16 dapat dijelaskan sebagai berikut[17]


p0 = yaitu nilai rata rata dari daya urutan nol sesaat, yang

menyatakan transfer energi dalam satuan waktu yang ditransfer dari

sumber menuju beban melalui komponen tegangan dan arus urutan nol.
~
p0 = yaitu nilai bolak balik dari daya urutan nol sesaat, yang
menyatakan transfer energi dalam satuan waktu yang ditransfer
bergantian dari sumber ke beban maupun sebaliknya melalui komponen
tegangan dan arus urutan nol. Daya urutan nol ini hanya muncul pada
sistem 3 fasa dengan kawat netral.

= nilai rata rata dari daya aktif sesaat, menyatakan energi yang

ditransfer dalam satuan waktu dari sumber ke beban melalui koordinat


abc/RST dalam kondisi seimbang (merupakan komponen daya yang

dibutuhkan).
~
p = nilai bolak balik dari daya aktif sesaat, menyatakan energi
yang ditransfer dalam satuan waktu dari sumber ke beban dan

sebaliknya, melalui koordinat abc/RST.


q = nilai daya reaktif sesaat, yang menyatakan komponen daya yang
berpindah diantara ketiga fasa. Komponen ini tidak berpengaruh secara
langsung terhadap proses perpindahan energi antara sumber dan beban
akan tetapi berhubungan dengan kemunculan arus yang tak diinginkan,
yang mana tersebar pada ketiga fasa.
p yang dibutuhkan oleh sistem, yang

Pada kondisi normal, hanya nilai

merupakan daya aktif yang diserap beban. Oleh karena itu diperlukan filter untuk
menghilangkan komponen komponen daya lain. Setelah dipilih komponen daya
yang akan dihilangkan, maka nilai arus referensi harmonisa dapat diperoleh
dengan menggunakan transformasi balik Clark. Arus referensi tersebut diperoleh
melalui perhitungan berikut.
ic
1
v v ~
p
=
ic ( v + v ) v v q

[ ]

][ ]

(2.46)

Kemudian ditransformasikan Clark balik dengan perhitungan berikut.

[ ][

1
ic R
1
2
ic S =
2
3
1
ic T
2

0
3 ic

2
ic
3
2

[ ]

(2.47)

Maka sudah diperoleh arus referensi yang akan digunakan untuk


mengkompensasi harmonisa. Arus referensi ini kemudian digunakan untuk
membangkitkan pulsa pada inverter.

2.8

Voltage Source Inverter[11]

VSI merupakan perangkat elektronika daya yang mengkonversi tegangan


DC menjadi AC dengan menggunakan sumber tegangan DC (kapasitor) sebagai
input pada sisi DC nya. Secara topologi VSI dibagi menjadi 3 jenis, half bridge
VSI 1 fasa, full bridge VSI 1 fasa, VSI 3 fasa. VSI banyak diaplikasikan pada
perangkat 1 fasa seperti power supply dan UPS 1 fasa.
2.8.1 Half Bridge VSI 1 Fasa
VSI 1 fasa jenis half bridge adalah inverter yang paling sederhana
sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.17. Terdiri dari 2 saklar (switching
device) S1 dan S2 serta 2 dioda antiparalel D1 dan D2 sebagai jalan arus untuk
kembali ke sisi DC apabila dibutuhkan. Prinsip kontrol pada VSI ini adalah
seperti pada Gambar 2.18 di bawah.
Saklar S1 dan S2 tidak boleh ON secara bersamaan untuk menghindari
short circuit pada rangkaian. Grafik tegangan output adalah seperti pada Gambar
2.18 di atas, ketika S1 ON maka tegangan output adalah VDC/2 maka arus mengalir
melalui S1 apabila bernilai positif atau mengalir melalui D 1 apabila bernilai
negatif, sedangkan ketika S2 ON maka tegangan output adalah VDC/2 maka arus
mengalir melalui S2 apabila bernilai positif atau mengalir melalui D 2 apabila
bernilai negatif. Tabel 2.5 berikut.

Gambar 2. 19 Half bridge VSI 1 fasa.

Gambar 2. 20 Tegangan keluaran dan arus konduksi half bridge VSI 1 fasa.

Tabel 2. 5 Mode operasi pada half bridge VSI 1 fasa.

Kondisi saklar
S1 ON
S1 ON
S1 OFF
S1 OFF

S2 OFF
S2 OFF
S2 ON
S2 ON

V output

I output

Vdc/2
Vdc/2
-Vdc/2
-Vdc/2

+
+
-

Komponen yang
dikonduksi
S1
D1
S2
D2

Proses kontrol pensaklaran dapat dilakukan dengan teknik modulasi PWM (Pulse
Width Modulation) yaitu dengan membandingkan sinyal referensi (sinyal yang
dikehendaki) dengan sebuah sinyal carier (triangle). Prinsip kerja PWM dapat
digambarkan seperti pada Gambar 2.19 berikut.

Gambar 2. 21 (a) Teknik Kontrol PWM, (b) Tegangan Output

2.8.2 VSI 3 Fasa


VSI 1 fasa hanya diaplikasikan pada rating daya rendah sedangkan untuk
rating daya menengah keatas diperlukan VSI 3 fasa. Tujuan utama dari topologi
VSI 3 fasa ini adalah untuk menghasilkan sumber tegangan 2 fasa yang mana
amplitudo, fasa, dan frekuensinya dapat dikontrol [6]. VSI ini banyak digunakan
pada peralatan ASD, UPS, FACTS, var compensator, active filters, dan voltage
compensator.
Standar topologi dari VSI ini adalah seperti Gambar 2.20 di bawah, dimana
digunakan 6 buah saklar dan 6 dioda antiparalel.

Gambar 2. 22 Topologi VSI 3 fasa.

Sebagaimana pada VSI 1 fasa, tiap pasangan saklar tidak bisa dipicu
bersamaan (S1 dan S4, S3 dan S6, atau S5 dan S2) karena dapat menimbulkan short

circuit pada suplai DC link. Prinsip pensaklaran dari VSI 3 fasa dapat dilihat pada
Tabel 2.6 berikut.
Tabel 2. 6 Kondisi pensaklaran VSI 3 fasa.

Kondisi saklar
S1, S2, S6 = ON dan S4, S5, S3 = OFF
S2, S3, S1 = ON dan S5, S6, S4 = OFF
S3, S4, S2 = ON dan S6, S1, S5 = OFF
S4, S5, S3 = ON dan S1, S2, S6 = OFF
S5, S6, S4 = ON dan S2, S3, S1 = OFF
S6, S1, S5 = ON dan S3, S4, S2 = OFF

Vab
vi
0
- vi
- vi
0
vi

Vbc
0
vi
vi
0
- vi
-vi

Vca
- vi
- vi
0
vi
vi
0

Gambar 2. 23 Sinyal referensi, triangular, dan sinyal pulsa VSI 3 fasa.

Kontrol PWM pada VSI 3 fasa mirip dengan VSI 1 fasa, hanya saja pada
VSI 3 fasa diperlukan 3 buah sinyal referensi yang masing masing mempunyai
beda fase 120o. Proses kontrol dengan teknik PWM dapat dilihat pada Gambar

2.21. Dari hasil switching tersebut maka akan dihasilkan bentuk gelombang
keluaran dari VSI 3 fasa seperti Gambar 2.22 berikut.

Gambar 2. 24 Tegangan saluran output per fasa VSI 3 fasa.

2.9

Kontrol Proporsional Integral (PI Controller)

Salah satu tugas komponen kontrol adalah mereduksi sinyal kesalahan,


yaitu perbedaan antara sinyal setting dan sinyal aktual. Hal ini sesuai dengan
tujuan sistem kontrol yaitu mendapatkan sinyal aktual senantiasa (diinginkan)
sama dengan sinyal setting. Semakin cepat reaksi sistem mengikuti sinyal aktual
dan semakin kecil kesalahan yang terjadi, semakin baiklah kinerja sistem kontrol
yang diterapkan.
Kontrol proporsional memiliki keluaran yang sebanding/proporsional
dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan
besaran aktualnya). Secara lebih sederhana dapat dikatakan bahwa keluaran
kontrol proporsional merupakan perkalian antara konstanta proporsional dengan
masukannya. Perubahan pada sinyal masukan akan segera menyebabkan sistem
secara langsung mengubah keluarannya sebesar konstanta pengalinya.
Kontrol integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki
kesalahan keadaan mantap nol. Apabila sebuah plant

tidak memiliki unsur

integrator (1/s), kontrol proporsional tidak akan mampu menjamin keluaran


sistem dengan kesalahan keadaan mantabnya nol. Dengan kontrol integral, respon
sistem dapat diperbaiki, yaitu mempunyai kesalahan keadaan mantab menjadi nol.
Kontrol proporsional integral (PI) menggabungkan kedua fungsi ini. Persamaan
fungsi transfer kontrol PI adalah sebagai berikut.

U (s)
Ki
=Kp+
E (s )
s
(2.47)

Gambar 2. 25 Model kontrol PI.

BAB III
PERANCANGAN SISTEM
Pada bagian perancangan sistem ini dibahas mengenai perancangan sistem
secara keseluruhan yang meliputi pengambilan data, perbandingan nilai THD
terukur dengan standar yang digunakan, pemodelan sistem tegangan rendah objek
penelitian, serta perancangan filter aktif paralel untuk mereduksi harmonisa.
Pengukuran harmonisa dilakukan dengan menggunakan alat ukur Fluke Power
Quality Analyser 435B. Diagram alir perancangan sistem dalam tugas akhir ini
dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3. 1 Diagram alir perancangan sistem

3.1

Sistem Kelistrikan PT. Kaltim Prima Coal (KPC)

3.1.1 Konfigurasi Beban


PT. Kaltim Prima Coal mendapat pasokan daya dari pembangkit utama
PLTU 2x5 MW milik pribadi dengan cadangan PLTD 3x2.3 MW, serta PLTD
dengan total daya terpasang 15 MW dari kontraktor. Pembangkit pembangkit
tersebut digunakan untuk memasok total beban puncak wilayah kerja KPC yang
mencapai 23 MW. Sistem transmisi dan distribusi kelistrikan PT. KPC dibagi
menjadi 2 wilayah utama yaitu Tanjung Bara Area dan CPP-Mine Site Area.
Sistem kelistrikan PT. KPC secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Beban di Tanjung Bara Area didistribusikan langsung dari output generator


11 kV melalui SUTT 11 kV untuk memenuhi kebutuhan 7 substation di wilayah
tesebut. Sebagian besar beban di wilayah ini adalah motor motor besar sebagai
penggerak konveyor, trestile, reclaimer, serta peralatan pendukung pengangkutan
batubara menuju kapal, sedangkan sisanya adalah beban office dan perumahan di
wilayah tersebut. Lebih dari setengah beban puncak PT. KPC berada di wilayah
ini.

Gambar 3. 2 Single Line Diagram Kelistrikan PT. KPC

Area CPP-Mine Site terpisah sejauh 13 km dari pusat pembangkit di


Tanjung Bara sehingga tegangan listrik dinaikkan menjadi 70 kV terlebih dahulu
melalui Tanjung Bara Switchyard 11/70 kV kemudian ditransmisikan melalui
SUTT 70 kV menuju CPP Industrial Switchyard 70/11 kV untuk didistribusikan
melalui 3 substation di wilayah tersebut. Pembebanan di wilayah ini meliputi
motor motor penggerak dalam proses persiapan batubara, area workshop alat

alat berat, serta kompleks pusat perkantoran PT. KPC. Daftar substation yang
dimiliki PT. KPC dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 3.1.
Hampir seluruh beban motor besar yang digunakan PT. KPC terutama di
area Tanjung Bara menggunakan VSD sebagai pengatur kecepatannya. VSD
tersebut merupakan sumber harmonisa utama di sistem kelistrikan PT. KPC, hal
ini dibuktikan dengan tingginya nilai pengukuran THD untuk tiap tiap beban
VSD.
Tabel 3. 1 Daftar Substation pada sistem distribusi PT. KPC.

Area Beban

Nama Substation

Kapasitas Total Trafo Terpasang

Tanjung Bara

OLC-1

10.5 MVA

OLC-2

9 MVA

Marine-1

6.5 MVA

Marine-2

4 MVA

Marine-3

5.2 MVA

Jetty

9.5 MVA

Cooling Water

3 MVA

CPP-1

6.5 MVA

CPP-2

4 MVA

Non Industrial

4.7 MVA

CPP-Mine Site

3.1.2 Marine 2 Substation


Marine 2 Substation merupakan salah satu substation baru di area PT.
KPC yang memikul beban beban pada area Port Handling and Storage 2 di area
Tanjung Bara. Beban untuk substation ini dibagi menjadi 2 trafo pembebanan
yaitu Trafo T15-04 11/0.69 kV dengan kapasitas 2500 kVA untuk memikul beban
motor pada Marine Transfer Conveyor 2x615 kW, dan Trafo T11-10 11/0.38 kV
dengan kapasitas 1500 kVA untuk memikul seluruh beban di bus MCC 380 V
Marine-2 Substation. Single Line Diagram untuk Marine-2 Substation dapat
dilihat pada Gambar 3.2 . Total VSD terpasang pada substation ini adalah 2 buah
VSD untuk motor 690 V dan sebuah VSD pada beban 380 V. VSD pada sistem

380 V dipilih sebagai objek utama penelitian dikarenakan topologinya yang


mengacu pada konsep Point of Common Coupling (PCC) sehingga memudahkan
analisis. Detail pembebanan bus Marine-2 380 V MCC dapat dilihat pada Gambar
3.3.

Gambar 3. 3 Single Line Diagram Marine 2 Substation

3.2

Data Pengukuran Harmonisa

Pengukuran nilai THD dilakukan pada sisi sekunder trafo T11-10 sebagai
titik PCC. Pengukuran dilakukan dengan Power Quality Analyser 435B dan
diambil nilai sesaatnya. Hasil pengukuran diperoleh nilai THDi sebesar 71.8%
dan THDv sebesar 2.7%. Nilai distorsi harmonisa arus untuk tiap orde dapat
dilihat pada Tabel 3.2 berikut. Nilai berikut hanya data THDi satu fasa saja karena
sudah mewakili data yang diperlukan untuk simulasi Matlab/Simulink.

Tabel 3. 2 Hasil Pengukuran Distorsi Harmonisa Arus Tiap Orde

Orde

Orde

Harmonisa
2

Magnitude
3.4

Harmonisa
9

Magnitude
1.0

3.1

10

0.8

2.8

11

21.1

51.8

12

0.4

0.6

13

13.3

41.4

14

0.6

1.1

15

0.5

THDi

70.1%

Tabel 3. 3 Hasil Pengukuran Distorsi Harmonisa Tegangan Tiap Orde

Orde

Orde

Harmonisa
2

Magnitude
0.2

Harmonisa
9

Magnitude
0.1

0.2

10

0.1

0.1

11

0.8

1.6

12

0.0

0.0

13

0.3

1.5

14

0.1

0.1

15

0.0

THDv
3.3

2.7%

Pemodelan Sistem Bus Marine 2 MCC

Pada bagian ini dibuat desain simulasi untuk trafo pembebanan Marine 2
MCC dengan menggunakan software Matlab/Simulink R2008a. Trafo dianggap
sebagai sumber tegangan, menyuplai beban nonlinear yang disimulasikan dengan
rangkaian R-L paralel dengan sumber arus yang nilainya ditentukan sesuai dengan
data harmonisa terukur. Saluran disimulasikan dengan rangkaian R-L seri dengan
nilai sesuai penggunaan kabel di lapangan. Gambar 3.4 berikut merupakan hasil
simulasi Matlab/Simulink untuk sistem tanpa filter aktif paralel. Detail penjelasan
blok sistem dibahas pada bagian selanjutnya.

Gambar 3. 4 Simulasi Jaringan Tegangan Rendah Bus Marine-2 MCC 380 V

Trafo distribusi disimulasikan dengan blok sumber tegangan 3 fasa.


Dengan data trafo sesuai nameplate maka dapat ditentukan parameter yang
dibutuhkan. Parameter yang dibutuhkan untuk blok sumber tegangan 3 fasa di
simulink adalah sebagai berikut.
-

Kapasitas daya 1500 kVA


Tegangan primer/sekunder: 11/0.38 kV
Maka tegangan rms antar fasa adalah 380 V

Frekuensi 50 Hz
Impedansi Short Circuit Zsc: 7%
Rasio X/R: 7.1
Resistansi dan induktansi sumber pada blok ini dapat ditentukan
dengan 2 cara: diisi langsung nilai Rs dan Ls atau dengan memasukkan
level hubung singkat 3 fasa pada tegangan dasar. Karena nilai
resistansi dan induktansi tidak tertera dalam datasheet maka dihitung
nilai level hubung singkat 3 fasa pada tegangan dasar sebagai berikut,
dengan tegangan dasar 380 V.
MVA sc=

3.3.1

MVA base 1.5 MVA


=
=21.428 MVA
Zsc
0.07

Saluran Distribusi
Blok saluran distribusi yakni kabel dalam Matlab/Simulink berupa

impedansi R-L seri. Nilai impedansi ini diperoleh dari datasheet kabel N2XY 1
Core 3x240 mm2 sepanjang 20 m dengan R = 0.099 /km dan L = 0.253 mH/km.
Perhitungan impedansi saluran sepanjang 20 m adalah sebagai berikut:
Z saluran=

{ 0.099 +0.253 H }
1000

x 20

1.98 x 103 + 5.06 x 106 H

3.3.2

Beban Nonlinear
Beban nonlinear dibuat menggunakan rangkaian R-L paralel dengan

sumber arus sebagai penghasil arus harmonisa. Gambar 3.5 menunjukkan simulasi
beban pada Simulink.

Gambar 3. 5 Blok Simulasi Beban

Komponen R diperlukan untuk memperoleh nilai arus fundamental


jaringan karena nilai arus hasil pengukuran bukanlah arus fundamental melainkan
merupakan arus total penjumlahan arus fundamental dengan total arus harmonisa.
Arus rms terukur jaringan sebesar 142 A untuk fasa R, maka arus fundamentalnya
dapat ditentukan sebagai berikut:

I rmstotal= I 1+ I n
2

142= I 12+ I 25 + I 27 + I 211 + I 213

142= I 12+(0.51 I 1 )2+(0.41 I 1)2 +(0.21 I 1 )2+(0.13 I 1)2


I 1 =115.868 A
Dari arus fundamental yang diperoleh maka dihitung nilai resistor yang
diperlukan untuk menghasilkan arus tersebut.
R=

Vrms
220
=
=1.8987
Irms 115.868

Sumber arus digunakan sebagai penghasil arus harmonisa dengan frekuensi >50
Hz. Misalkan diambil harmonisa orde ke-5 dengan nilai magnitude sebesar
51.8%, hal ini berarti besar arus harmonisa orde ke-5 tersebut nilainya 51.8% dari
arus fundamental.
I 5 =51.8 x I 1=0.51 x 115.868 A=60.019 A
Pada blok sumber arus di Simulink parameter yang dibutuhkan adalah nilai arus
puncak, maka besarnya adalah
I 5 = 2 x 60.019=84.88 A dengan frekuensi 250 Hz.
Nilai sumber arus untuk orde yang lain dihitung dengan menggunakan cara yang
sama. Nilai L dipilih sebesar 1 H untuk memperoleh faktor daya kurang dari 0,8.
3.4 Filter Aktif Paralel
Simulasi keseluruhan sistem untuk jaringan yang telah dikoneksikan
dengan filter aktif paralel dapat dilihat pada Gambar 3.6. Filter aktif paralel
tersusun atas blok voltage source inverter (VSI) dan blok sistem kontrol
pembangkit sinyal PWM. Penjelasan dari tiap blok akan dijelaskan pada bagian
selanjutnya.

Gambar 3. 6 Simulasi Jaringan Terkoneksi Filter Aktif Paralel

3.4.1 Blok VSI dengan DC-link Kapasitor


Blok diagram untuk Voltage Source Inverter secara jelas dapat dilihat pada
Gambar 3.7. Blok VSI ini tersusun atas blok Universal Bridge yang dipilih berupa
IGBT dengan diode antiparalel dan tersusun pada konfigurasi jembatan penuh,
dihubungkan secara seri dengan induktor untuk mengurangi harmonisa yang
ditimbulkan akibat proses switching VSI, serta DC-link kapasitor pada sisi DC
inverter.

Gambar 3. 7 Blok Voltage Source Inverter Filter Aktif Paralel 3 Fasa

Desain penyusunan blok VSI pada filter aktif paralel ini mencakup 3
parameter utama[14][15][16], yakni

Penentuan nilai kapasitor DC (Cdc)


Penentuan nilai filter induktor (Lf), dan
Penentuan nilai referensi tegangan kapasitor sisi DC (Vdc,ref) berdasarkan teori
yang dikenalkan Akagi et al (1984), (1986).
3.4.1.1
Penentuan Nilai Tegangan Referensi Vdc [14]
Nilai tegangan referensi kapasitor Vdc,ref ditentukan berdasarkan kapasitas
kompensasi daya reaktif dari filter aktif. Agar diperoleh hasil yang diinginkan
nilai VC (dalam hal ini Vdc,ref) harus lebih besar daripada nilai tegangan sumber Vs.
Penentuan nilai tegangan ini dapat dijabarkan melalui Gambar 3.8[14] di bawah.

(a)

(b)
Gambar 3. 8 (a) Single line blok VSI; (b) Vektor diagram tegangan dan arus kompensasi

Diumpamakan arus yang dihasilkan beban adalah IL1 yang lagging


terhadap tegangan sumber sinusoidal sebesar Vs=Vm sin t. Prinsip kerja filter
aktif paralel adalah menginjeksikan arus kompensasi IC1 untuk mengurangi daya
reaktif yang dihasilkan beban. Maka dengan tujuan untuk menjaga arus sumber I S1
agar tetap sefasa dengan tegangan VS, filter aktif harus mengkompensasi seluruh
daya reaktif yang dihasilkan beban. Vektor diagram pada Gambar 3.8 (b)
menunjukkan besar IC1 yang dibutuhkan untuk menjaga arus sumber agar tetap
sefasa tegangan sumber.
Dari vektor diagram Gambar 3.8(b) diperoleh
V C 1=V S + j L f I C 1
(3.3)
dari persamaan (3.1) tersebut maka untuk mendapatkan arus kompensasi yang
diinginkan nilainya adalah sebesar
I C 1=

V C 1V S
Lf

V C1
V
1 S
Lf
V C1

(3.4)
Untuk sistem

3 fasa daya reaktif yang harus dikirim filter aktif (untuk

mengkompensasi daya reaktif sistem) besarnya adalah


QC 1=Q L1=3 V S I C 1

3VS

VC1
V
1 S
Lf
V C1

(3.5)
Dari persamaan (3.3) dapat ditarik kesimpulan

Jika VC1 > Vs , maka QC1 positif, dan


Jika VC1 < Vs , maka QC1 negatif

Oleh karena itu filter aktif hanya akan mengkompensasi daya reaktif sistem jika
VC1 > Vs. Untuk VC1 < Vs maka kerja filter justru akan menyerap daya reaktif dari
sistem.
Nilai batas atas VC1 ini dicari berdasarkan nilai maksimum kapasitas filter
aktif, yang mana besarnya
d QC 1
=0
d VS
2
d 3V S V C1 3V S

=0
d V S Lf
Lf

V C 1=2 V S
(3.6)
Maka filter aktif akan menyuplai daya reaktif maksimum pada kondisi VC = 2VS.
Dengan mensubstitusi persamaan (3.4) ke dalam (3.3) maka diperoleh
QC 1,max =

3 V S2
Lf

(3.7)
Oleh sebab itu nilai VC1 (dan Vdc) harus diatur sesuai kapasitas yang dibutuhkan
sistem. Dari persamaan persamaan di atas range nilai VC1 adalah sebesar
V S <V C 1 2 V S
(3.8)

Semakin besar nilai VC1 berarti makin besar nilai Vdc. Apabila inverter diasumsikan
beroperasi pada kondisi linear dimana indeks modulasi bevariasi antara 0 dan 1,
maka besarnya indeks modulasi adalah sebesar
m a=

2 2 V C 1
V dc

(3.9)
Jika indeks modulasi diasumsikan bernilai 1 maka nilai Vdc adalah sebesar
V dc =2 2 V C 1

(3.10)

Maka berdasarkan persamaan (3.10) besar tegangan DC-link kapasitor


(Vdc) pada penelitian ini diset pada angka 1100 V, yang nilainya diperoleh dari
V dc =2 2 V smax=2.828 380=1074.8 V
3.4.1.2 Kapasitor DC
Seperti telah disebutkan dalam Bab 2, fungsi dari DC-link kapasitor adalah
sebagai elemen penyimpanan energi. Pada kondisi steady state daya reaktif dan
arus harmonisa beban akan di-charge dan discharge ke dalam kapasitor DC
selama periode tegangan sumber. Total daya reaktif dan harmonisa yang harus
dikompensasi adalah faktor utama yang menyebabkan perubahan nilai tegangan
kapasitor DC. Untuk memperoleh performa kompensasi filter aktif yang baik,
fluktuasi tegangan yang besar harus dihindari. Oleh karena itu diperlukan
pemilihan nilai kapasitor DC yang tepat. Penentuan nilai kapasitor ini didasarkan
pada prinsip keseimbangan energi, dimana kapasitas penyimpanan energi pada
kapasitor harus sama dengan perubahan energi secara tiba tiba pada beban untuk
tiap 1 siklus tegangan.
Dimisalkan Vdc(t) adalah tegangan sesaat sisi DC inverter (baik maksimum
maupun minimum), Vdc,ref adalah nilai tegangan referensi sisi DC, Vmax adalah nilai
puncak tegangan sumber, IL adalah perubahan nilai puncak arus beban, dan T
adalah periode tegangan sumber. Maka perubahan energi akibat perubahan beban
tiap 1 siklus tegangan adalah sebesar

1
E L ( t )= V s , max I L T
2
sedangkan energi yang disimpan dalam kapasitor adalah
1
2
2
EC ( t )= Cdc|( V dc ,ref ) ( V dc (t ) ) |
2
Karena energi yang disimpan dalam kapasitor harus mampu menyuplai perubahan
energi dalam 1 siklus tegangan maka
E L ( t )= EC ( t )
1
1
Cdc|( V dc, ref )2( V dc (t) ) 2|= V s , max I L T
2
2

(3.1)

Dari persamaan (3.1) nilai tegangan yang mengisi kapasitor Cdc dapat dijabarkan
dalam 3 kondisi berikut
i. Ketika terjadi kenaikan arus fundamental secara tiba tiba (Cdc1):
1
1
Cdc|( V dc, ref )2( V dc,min )2|= V s ,max I L T
2
2
dimana Vdc,min adalah nilai minimum tegangan DC.
ii.

Ketika terjadi penurunan arus fundamental secara tiba tiba (Cdc2):


1
1
Cdc|( V dc, max ) 2( V dc ,ref )2|= V s ,max I L T
2
2

iii. Ketika terdapat daya reaktif dan arus harmonisa pada beban (Cdc3):
1
1
2
2
Cdc|( V dc ) ( V dc ,ref ) |= V s , max I L T
2
2
dimana Vdc adalah nilai maksimum atau minimum tegangan DC.
Karena prinsip kerja filter aktif paralel adalah untuk kompensasi harmonisa dan
daya reaktif maka dipilih kondisi (iii) sehingga nilai dari kapasitor DC besarnya
adalah

V
V
( dc , ref )2
( dc ,max)2

V s I L T
C dc

(3.2)

Dari persamaan (3.2) kemudian ditentukan besarnya nilai Cdc untuk


penelitian ini. Parameter yang dibutuhkan adalah
Vs = 220 V(rms), IL = 520 A, T = 20 ms, Vdc,ref = 1100 V
dimana Vs adalah nilai rms tegangan sumber, IL adalah nilai maksimum arus
beban terdistorsi, T adalah periode gelombang tegangan sumber, dan Vdc,ref adalah
nilai tegangan maksimum DC-link kapasitor.
V
V
( dc , ref )2
( dc ,max)2

V s I L T
C dc

(1200) (1100)
22205200.02

14068 F

maka dipilih nilai Cdc sebesar 14000 F.


3.4.1.3 Penentuan Nilai Filter Induktor Lf
Gelombang arus kompensasi filter merupakan hasil keluaran dari
pengontrolan switching IGBT pada VSI. Besarnya switching ripple (isw) dari arus
kompensasi ditentukan oleh tegangan VSI yang melewati induktor, nilai dari
induktor tersebut, serta frekuensi switching VSI. Untuk memahami proses ini
dapat digambarkan melalui rangkaian ekuivalen filter aktif paralel berikut.

Gambar 3.9 menunjukkan bagaimana arus filter If dihasilkan oleh tegangan


filter vt yang melalui induktor Lf. Parameter yang berpengaruh terhadap nilai If
berdasarkan rangkaian tersebut ialah tegangan terminal vt, tegangan sumber vs,
resistor Rf dan induktor Lf sehingga
v t =v s + Rf i f + L f

d if
dt

(3.11)

Gambar 3. 9 Rangkaian ekuivalen filter aktif paralel

Tegangan terminal merupakan tegangan keluaran dari proses konversi


tegangan DC ke AC, sehingga nilainya dapat dijabarkan dalam komponen DC dan
komponen ripple switching berikut
v t ( t )=V t + v sw ( t ) , i f ( t )=I f + i sw (t )

(3.12)

Dimana vsw(t) dan isw(t) merupakan komponen ripple yang terdapat pada tegengan
vt dan arus if. Apabila persamaan (3.12) disubstitusikan ke persamaan (3.11) akan
diperoleh
v t + v sw ( t )=v s + R f [ I f + i sw (t ) ]+ Lf
dimana

v t =R f I f

d i sw (t)
dt

(3.13)

,dan
v sw ( t ) =v s + R f i sw (t )+ Lf

d i sw (t )
dt

(3.14)

Telah diketahui bahwa arus ripple merupakan komponen arus dengan frekuensi
tinggi dan nilainya sangat bergantung pada filter induktor Lf. Oleh karena itu nilai
vs dan Rf disini bisa diabaikan sehingga persamaan (3.14) menjadi

v sw (t ) Lf

d i sw (t )
dt

(3.15)

Gambar 3.9 di bawah menunjukkan hubungan vsw(t) dan isw(t) pada persamaan
(3.15). Diasumsikan vsw(t) sama dengan tegangan bipolar DC-bus (Vdc atau -Vdc).

Gambar 3. 10 Switching ripple dari arus kompensasi

Persamaan (3.15) diturunkan untuk mencari nilai peak-to-peak arus switching


yaitu
di sw (t ) v sw ( t)
=
dt
Lf
1
I sw , p p=
Lf

I sw , p p=

T sw /2

V sw ( t ) dt
0

V dc T sw
2 Lf
I sw , p p=

V dc
2 Lf f sw

(3.16)
Dimana fsw adalah frekuensi switching dan Isw,p-p adalah nilai peak-to-peak
switching ripple dari arus kompensasi. Nilai induktor minimum (Lf,min) dapat
diturunkan dari persamaan (3.16) tersebut yaitu

Lf , min =

V dc
2 I sw , p p f sw ,max

(3.17)

Untuk nilai Lf pada simulasi ini dicari dengan


memasukkan nilai frekuensi switching sebesar 4 kHz dan diharapkan arus
switching sekecil mungkin 100 A.
Lf , min =

1100
3
=1.375 x 10 H
2 100 4000

Maka dipilih nilai Lf sebesar 1.375 mH.


3.4.2

Blok Sistem Kontrol Pembangkit Sinyal PWM


Keseluruhan blok kontrol pembangkitan sinyal PWM dapat dilihat pada

Gambar 3.10. Blok ini tersusun dari pendeteksi arus referensi harmonisa, yang
disusun berdasarkan teori daya aktif-reaktif sesaat, blok kontrol PI untuk
pengaturan tegangan DC-link kapasitor, dan blok pembangkitan sinyal PWM.
Penjelasan tiap blok akan diutarakan pada bagian selanjutnya.

Gambar 3. 11 Sistem Kontrol Pembangkit Sinyal PWM

3.4.2.1

Blok Pendeteksi Arus Referensi Harmonisa


Sebagaiman disebutkan pada Bab 2, pada tugas akhir ini digunakan teori
daya aktif-reaktif sesaat untuk mendeteksi arus harmonisa. Teori ini diperkenalkan
oleh H. Akagi pada tahun 1983 dan merupakan salah satu teori yang paling sering

digunakan pada filter aktif karena hasilnya yang cukup akurat. Secara teori ada 5
tahap dalam menentukan arus referensi harmonisa. Pembahasan teori secara
lengkap sebagaimana diulas pada Bab 2.
Langkah pertama dari teori ini yaitu mengubah sistem besaran 3 fasa abc
menjadi besaran 2 fasa yang didasarkan pada transformasi Clark. Perubahan
dengan mengalikan arus maupun tegangan 3 fasa dengan matriks berikut.
Q=

1 1/2 1/2
0 3/2 3/2

[]

ia
i
= 2 /3 Q i b
i
ic

[]

]
dan

[]

va
v
= 2/3 Q v b
v
vc

[]

Sebagai input dari sistem kontrol keseluruhan adalah arus beban dan
tegangan sumber. Arus beban dipilih karena arus ini sebagai sumber harmonisa
sedangkan tegangan sumber dipilih sebagai referensi bentuk gelombang dan sudut
fasa agar gelombang arus yang dihasilkan dapat mendekati bentuk dan sefasa
dengan gelombang tegangan sumber. Hasil yang diperoleh dari blok Transformasi
Clark tersebut adalah arus dan tegangan dalam besaran 2 fasa . Arus dan
tegangan ini kemudian digunakan untuk memperoleh nilai daya aktif dan reaktif
sesaat. Besarnya daya aktif-reaktif sesaat tersebut dicari menggunakan persamaan
2.44 dan 2.45 sebagai berikut
p=v i + v i
q=v i v i
Daya aktif-reaktif sesaat yang diperoleh dalam simulasi ini merupakan
besaran daya yang memiliki komponen bolak-balik dan rata-rata yang dinyatakan
dalam persamaan berikut.
p= p + ~
p
q=q + ~
q

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab 2 bahwa komponen daya aktif


yang dibutuhkan beban hanyalah daya rata-rata
balik

sedangkan daya aktif bolak

~
p menyatakan daya yang timbul akibat arus harmonisa, sehingga harus

dihilangkan. Oleh karena ini komponen daya aktif

p dihilangkan melalui filter

karena tidak dibutuhkan dalam kompensasi filter aktif. Sedangkan komponen


q

daya reaktif, baik

maupun

~
q

keduanya harus dihilangkan dalam upaya

mencapai faktor daya unity sehingga keduanya dilewatkan agar diikutsertakan


dalam kompensasi filter aktif.
Blok keluaran P dihubungkan dengan low pass filter kemudian
dikurangkan dengan P total agar dihasilkan P harmonisa dengan frekuensi >50
Hz. Pemilihan LPF dibandingkan dengan langsung menggunakan HPF adalah
karena hasilnya lebih akurat[8]. Blok keluaran P harmonisa tersebut dijumlahkan
dengan Vdc dimana nilai Vdc ini adalah untuk menjaga daya yang hilang pada
proses switching VSI sehingga Ph kompensasi nilainya adalah Ph =

p + ploss.

Nilai Q harus dihilangkan seluruhnya karena Q merupakan komponen daya yang


~
tidak dikehendaki sehingga Q kompensasi nilainya adalah Q = q + q .
Langkah selanjutnya dari blok penghasil arus referensi harmonisa adalah
mencari besar arus yang harus diinjekkan ke jaringan. Pada blok ini besar daya P
maupun Q masih berada dalam dimensi besaran 2 fasa . Dari nilai P dan Q
yang diperoleh, maka arus referensi harmonisa besarnya adalah sebagai berikut.

[]

][ ]

i c
1
v v ph
= 2 2

q
i c v +v v v

Gambar 3.14 di atas untuk memperoleh arus referensi harmonisa yang


akan dikompensasi, dalam besaran 2 fasa . Hasil keluarannya berupa I ,ref dan
I,ref kemudian diolah untuk dijadikan besaran 3 fasa abc kembali. Pengolahan ini
menggunakan transformasi invers Clark, dimana persamaan yang digunakan
adalah sebagai berikut.

[] [

][ ]

I a
1
0
ic

I b = 2/3 1/2 3 /2
i
1/2 3 /2 c
I c

3.4.2.2 Blok Kontrol Vdc


Untuk menjaga nilai tegangan DC-link kapasitor tetap konstan pada nilai
referensi yang ditentukan diperlukan suatu sistem kontrol yang optimal. Pada
tugas akhir ini dipilih kontrol PI sebagai salah satu kontrol sederhana yang sering
digunakan dalam aplikasi industri. Detail sistem kontrol Vdc ditunjukkan pada
Gambar 3.16 dan 3.17 di bawah.

Gambar 3. 12 Kontrol PI Untuk Menjaga Nilai Vdc

Gambar 3. 13 Blok Kontrol PI pada Matlab Simulink

Nilai tegangan DC-link kapasitor mula mula dideteksi kemudian


dibandingkan dengan nilai Vdc referensi yang telah ditentukan. Hasil dari
perbandingan ini adalah sinyal error Vdc. Sinyal error inilah yang digunakan
sebagai input kontrol PI. Nilai konstanta Kp dan Ki dipilih dengan menggunakan
metode trial and error. Hasil keluaran PI yang akan menjadi nilai referensi Ploss
untuk menjaga kestabilan daya yang hilang akibat proses switching VSI.
3.4.2.3 Pembangkitan Sinyal PWM

Arus referensi (Iref) yang dihasilkan dari blok pendeteksi arus referensi
akan dibandingkan nilainya dengan arus aktual yang dihasilkan filter (arus
kompensasi Ic) menghasilkan error. Nilai error inilah yang digunakan sebagai
masukan PWM. Error disini berfungsi sebagai sinyal referensi PWM yang akan
diolah dengan dimodulasikan bersama sinyal carrier (triangular wave) yang
berupa sinyal gigi gergaji (saw tooth).
Sinyal error yang berbentuk sinusoidal akan dimodulasikan dengan sinyal
gigi gergaji sebagai carrier, oleh karena itu keadaan ini disebut dengan SPWM
(Sinusoidal Pulse Width Modulation). Dalam praktisnya, proses modulasi ini
dikerjakan oleh komparator. Inputan komparator terdiri dari 2 input yang
dilambangkan dengan kutub positif dan negatif. Sinyal yang akan dimodulasi
dimasukkan ke dalam input positif dan sinyal carrier ke kutub negatif. Output
dari komparator berbentuk pulsa on dan off. Prinsip dari komparator yaitu pulsa
output akan on jka sinyal yang dimodulasi lebih besar atau lebih positif dari sinyal
carrier-nya, begitu sebaliknya. Untuk lebih jelasya dapat dilihat pada Gambar
3.18 dan 3.19 di bawah ini.

Gambar 3. 14 Rangkaian Dasar SPWM

Dalam perancangan filter aktif ini digunakan sebuah rangkaian PWM 3


fasa 6 pulsa yang masing masing pulsa berfungsi menghasilkan sinyal pulsa
untuk menswitch inverter 3 fasa. PWM 6 pulsa terdiri atas 3 buah komparator
yang masing masing dari komparator tersebut menghasilkan 2 pulsa (tiap output
komparator menghasilkan 2 pulsa yang saling berkebalikan dengan cara memberi
rangkaian inverterting pada sisi outputnya). Antara sinyal yang dimodulasi
komparator 1 dan 2 berbeda fasa 120o. Gambar 3.20 di bawah adalah rangkaian
untuk SPWM 3 fasa sedangkan Gambar 3.21 adalah pemodelan SPWM 6 pulsa

pada MATLAB dimana diperlukan 1 sinyal segitiga dan 3 sinyal referensi


sinusoidal untuk dimodulasikan. Frekuensi sinyal segitiga pada penelitian ini
ditentukan sebesar 10000Hz. Semakin tinggi frekuensi sinyal segitiga maka akan
makin kecil harmonisa yang dihasilkan oleh PWM ini (akibat ripple inverter
makin kecil). Adapun sinyal referensi yang digunakan adalah sinyal error
perbandingan arus referensi harmonisa dengan arus kompensasi filter.

Gambar 3. 15 Rangkaian PWM 6 Pulsa

Gambar 3. 16 Sinyal Referensi, Carrier, dan Pulsa Keluaran SPWM

Gambar 3. 17 Pemodelan Matlab untuk Rangkaian SPWM

BAB IV
SIMULASI DAN ANALISA
Dalam

penelitian

ini

dilakukan

simulasi

dengan

menggunakan software Matlab Simulink R2008a. Beban yang


digunakan adalah beban pada trafo T11-10 bus Motor Control
Center dari Marine 2 Substation sistem kelistrikan PT Kaltim
Prima Coal. Kondisi beban pada bus ini dapat dilihat pada single
line diagram Gambar 4.1 berikut.

Gambar 4. 1 Single line diagram bus Motor Control Center 380V Marine 2 Substation

Dari kondisi beban seperti Gambar 4.1 di atas kemudian


sistem

disimulasikan

ke

dalam

Matlab

Simulink

dengan

parameter yang disesuaikan dengan data awal pengukuran.


Beban keseluruhan dimodelkan dengan rangkaian R (resistor)
dan L (induktor) paralalel untuk memperoleh nilai arus dan faktor
daya sistem. Beban nonlinear dimodelkan dengan rangkaian
sumber arus agar diperoleh nilai arus total sebagaimana arus
sistem

pengukuran

yang

terdistorsi.

Sumber

sistem

yang

digunakan berupa sumber tegangan 3 fasa V rms 220V/50 Hz

dengan

saluran

berupa

rangkaian

R-L

seri

yang

nilainya

didasarkan pada datasheet kabel di lapangan. Pemodelan sistem


dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4. 2 Pemodelan sistem bus MCC 380V Marine 2 Substation pada Matlab Simulink

4.1

Nilai Parameter Sistem Untuk Simulasi

Vrms = 220/380 V
Frekuensi kerja sistem = 50 Hz
Kabel saluran R = 1.98 x 10-3 ; L = 5.06 x 10-3 H
Beban 3 fasa, R = 1.8987 ; L = 1 H
Beban nonlinear, sumber arus H5 = 84.88A; H7 = 67.84A; H11 = 34.57A;
H13 = 21.79A.

4.2

Simulasi Sistem Tanpa Filter

Gambar 4.2 di atas menunjukkan kondisi sistem awal


sebelum ditambahkan filter aktif paralel. Dari model tersebut
kemudian dapat diketahui bentuk gelombang arus dan tegangan
dari sistem serta spektrum frekuensinya. Setelah itu akan
dilakukan analisa distorsi harmonisa arus dan tegangan.

Gambar 4. 3 Arus sumber sistem tanpa filter THD 71.01%

Gambar 4. 4 Spektrum frekuensi arus sumber sistem tanpa filter

Arus amplitude fundamental (50 Hz) = 163.2 A


Arus rms fundamental (50 Hz) =

163.2
2

= 115.4 A

Gambar 4. 5 Tegangan sumber sistem tanpa filter THD 1.72%

Gambar 4. 6 Spektrum frekuensi tegangan sumber sistem tanpa filter

Tegangan amplitude fundamental (50 Hz) = 310.1 V


Tegangan rms fundamental (50 Hz) =

310.1
2

= 219.3 V

Dari Gambar 4.3 dan 4.4 dapat dilihat bentuk gelombang


dan spektrum frekuensi arus pada sumber, sedangkan Gambar
4.5 dan 4.6 ditunjukkan bentuk gelombang dan spektrum
frekuensi sumber tegangan sinusoidal. Dari Gambar 4.4 diketahui
THDi sebesar 71.01% dengan persentase tertinggi terhadap arus
fundamental terjadi pada harmonisa kelima yaitu sebesar
51.93%. Untuk detailnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan 4.2.
Tabel 4. 1 THD Arus Sumber Sistem Tanpa Filter

Orde Harmonisa

Persen terhadap arus

Amplitudo arus (A)

fundamental
51.93%

84.75

41.49%

67.71

11

21.13%

34.48

15

13.31%

21.72

THD

71.01%

Tabel 4. 2 THD Tegangan Sumber Sistem Tanpa Filter

Orde Harmonisa

Persen terhadap tegangan

Amplitudo tegangan

fundamental
0.92%

(V)
2.85

1.03%

3.19

11

0.83%

2.57

15

0.62%

1.92

THD

1.72%

Tabel 4. 3 IEEE Std 519-1992 Limit harmonisa arus (Sistem 120 V-69 kV).

Persentase Maksimum Distorsi Harmonisa Arus


Orde Harmonisa (Harmonisa Ganjil)

Isc/IL

<11

11h17

17h23

23h25

35h

TDD

<20

4,0

2,0

1,5

0,6

0,3

5,0

20<50

7,0

3,5

2,5

1,0

0,5

8,0

50<100

10,0

4,5

4,0

1,5

0,7

12,0

100<1000

12,0

5,5

5,0

2,0

1,0

15,0

>1000

15,0

7,0

6,0

2,5

1,4

20,0

Untuk limit harmonisa genap adalah sebesar 25% dari limit harmonisa ganjil di atas.
Distorsi arus yang muncul pada rugi komponen DC, seperti pada converter setengah
gelombang, diabaikan.
*Untuk peralatan pembangkit daya digunakan juga limit di atas untuk distorsi arus, dengan
tidak menghiraukan nilai Isc/IL .
Tabel 4. 4 IEEE Std 519-1992 Limit harmonisa tegangan.

Distorsi Tegangan

Total Distorsi

Dibawah 69 kV

Tiap Orde (%)


3,0

Tegangan THD (%)


5,0

69 kV sampai 161 kV

1,5

2,5

161 kV dan diatasnya

1,0

1,5

Tegangan Bus di Titik PCC

*Sistem tegangan tinggi dapat menanggung THD hingga 2.0% apabila


penyebabnya adalah terminal HVDC yang di-tap oleh user.

Untuk melakukan analisis nilai harmonisa perlu dibandingkan nilai


harmonisa terukur terhadap Standar IEEE 519-1992 seperti disebutkan pada Tabel

4.3 dan 4.4 di atas. Standar harmonisa arus dibatasi berdasarkan nilai rasio Isc/IL.
Untuk itu diperlukan perhitungan nilai rasio Isc/IL pada sistem terlebih dahulu.
Pada penelitian ini titik PCC adalah Trafo T11 10 dengan kapasitas daya 1500
kVA, impedansi hubung singkat 6% dan tegangan rms antar fasa di sisi sekunder
0.38 kV. Nilai arus hubung singkat (Isc) diperoleh dari persamaan berikut:
I sc=

kVA x 100
%Z x 3 x kV

1500 x 100
6 x 3 x 0.38

37983,57 A

Sedangkan arus beban penuh (IL) nilainya


I L=

S
3 x V

1500
3 x 0.38

2279,01 A
Maka nilai rasio arus Isc/IL untuk penelitian ini adalah

37983,57 A
=16.67 .
2279,01 A

Dari Tabel 2.2 tentang standar harmonisa arus maka pada penelitian ini
dibandingkan dengan baris I pada tabel tersebut, dimana untuk orde <11 batasnya
4% dan orde 11 h 17 batasnya 2%.
Gambar 4.5 dan 4.6 adalah simulasi pengukuran untuk gelombang
tegangan dan spektrum frekuensinya dimana nilai nilai yang muncul masih
dibawah standar yang ditetapkan IEEE 519-1992. Gambar 4.3 dan 4.4 untuk hasil
simulasi gelombang arus distorsi harmonisa yang muncul adalah orde ke-5, 7, 11,
dan 13 hal ini disesuaikan dengan hasil pengukuran pada sistem bus MCC 380 V
Marine 2 Substation PT Kaltim Prima Coal. Untuk orde ganjil lainnya tidak
disimulasikan nilainya sebagai sumber arus dikarenakan nilainya sudah dibawah
standar.

Tabel 4.1 dan 4.2 adalah detail komponen harmonisa untuk gelombang
arus dan tegangan sumber pada tiap frekuensi kemunculan harmonisa serta
perbandingannya dengan nilai arus dan tegangan fundamental. Terlihat bahwa
arus sistem memiliki komponen harmonisa yang nilainya sangat jauh diatas
standar yang diberikan. Oleh karena itu diperlukan tindakan kompensasi nilai
harmonisa ini. Selain itu nilai faktor daya yang terukur pada sistem sebelum
pemasangan filter aktif paralel ini sebesar 0.76.
4.3 Simulasi Sistem dengan Pemasangan Filter Aktif Paralel
Dalam simulasi ini, cara untuk mengurangi nilai harmonisa pada sistem
dilakukan dengan menambahkan filter aktif paralel. Rangkaian sistem dengan
filter aktif paralel ditunjukkan pada Gambar 4.7. Filter dihubungkan secara paralel
dengan sumber. Filter aktif paralel ini berfungsi menginjeksikan arus kompensasi
harmonisa ke sistem untuk menekan nilai harmonisa sistem sekecil mungkin.
Kemudian akan diamati unjuk kerja sistem setelah diinjeksikan arus kompensasi
filter aktif paralel.

Gambar 4. 7 Pemodelan sistem bus MCC 380V Marine 2 Substation dengan filter aktif paralel

4.3.1 Arus Kompensasi Filter


Arus kompensasi merupakan arus output dari inverter yang telah melalui
komponen induktor. Arus ini yang nantinya diinjeksikan ke sistem distribusi

dengan terhubung paralel. Dari hasil simulasi akan dapat dilihat bentuk
gelombang dan spektrum arus kompensasi tersebut.
Gambar 4.8 menunjukkan bentuk arus yang diinjeksikan filter ke dalam
sistem. Waktu simulasi dipilih selama 1.5 s karena pada waktu ini sistem sudah
dalam kondisi steady state dimana Vdc sudah mencapai nilai referensi 1100V.

Gambar 4. 8 Gelombang arus kompensasi filter aktif paralel

Gambar 4. 9 Spektrum frekuensi arus kompensasi filter aktif paralel

Gambar 4.9 memperlihatkan spektrum frekuensi arus kompensasi filter


aktif paralel. Dapat dilihat dari gambar tersebut bahwa arus yang diinjeksikan
memiliki orde frekuensi harmonisa sebagaimana harmonisa sistem distribusi yang
akan dikompensasi. Terlihat orde harmonisa ke-5, 7, 11, 13 merupakan yang
dominan dalam arus kompensasi filter aktif. Hal ini sesuai teori dari unjuk kerja

filter aktif paralel yang mana menginjeksikan arus kompensasi yang besarnya
sama dengan arus harmonisa sistem.
Apabila diamati lebih jauh bahwasanya bentuk gelombang maupun
spektrum frekuensi dari arus kompensasi ini memunculkan harmonisa orde orde
lain. Hal ini disebabkan adanya distorsi pada arus kompensasi akibat output
inverter yang mengandung harmonisa. Harmonisa itu sendiri diakibatkan oleh
switching frekuensi tinggi yang terjadi pada inverter untuk memperoleh arus
referensi harmonisa. Salah satu fungsi induktor yang dipasang setelah inverter
adalah untuk mengurangi harmonisa arus ini.
4.3.2

Arus Sumber Setelah Pemasangan Filter Aktif Paralel


Pemasangan filter aktif paralel bertujuan untuk mengkompensasi nilai

harmonisa arus yang ada pada sistem sekecil mungkin sesuai standar IEEE Std
519-1992. Maka dapat diamati dalam simulasi hasil bentuk gelombang dan
spektrum frekuensi arus sumber setelah sistem disambungkan dengan filter aktif
paralel.

Gambar 4. 10 Bentuk gelombang arus sumber setelah pemasangan filter aktif

Arus amplitude fundamental (50 Hz) = 160.1 A


Arus rms fundamental (50 Hz) =

160.1
2

= 113.2 A

Gambar 4. 11 Spektrum frekuensi arus sumber setelah pemasangan filter aktif paralel

Gambar 4.10 menunjukkan bentuk gelombang arus sumber sesudah


pemasangan filter aktif paralel. Setelah pemasangan filter aktif maka gelombang
arus sumber bentuknya dapat hingga mendekati sinusoidal murni. Dibandingkan
dengan kondisi sebelum pemasangan filter (Gambar 4.3) maka dapat terlihat
perbaikan bentuk gelombang yang signifikan. Namun demikian, bentuk
gelombang pada Gambar 4.10 masih belum sempurna sinusoidal. Hal ini
dikarenakan karena output inverter masih terdapat harmonisa yang menyebabkan
gelobang tidak mulus sinusoidal. Semakin baik unjuk kerja filter aktif paralel
maka harmonisa ini makin dapat dihilangkan dan bentuk gelombang arus sumber
semakin mendekati sinusoidal mulus.
Gambar 4.11 menunjukkan spektrum frekuensi arus sumber setelah
pemasangan filter. Apabila dilihat kembali spektrum arus sumber sebelum
dipasang filter aktif yakni seperti Gambar 4.4 maka akan didapatkan perbedaan
yang cukup signifikan. Nilai nilai frekuensi orde harmonisa ke-5, 7, 11, 13 yang
sebelumnya mencapai 50% dari magnitude gelombang fundamental dapat ditekan
nilainya hingga dibawah 5% akibat pemasangan filter aktif paralel. Untuk lebih
jelasnya nilai nilai harmonisa arus ini dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4. 5 THD Arus Sumber Sistem Setelah Pemasangan Filter Aktif Paralel

Orde

Persen terhadap arus

Amplitudo arus

Harmonisa
3

fundamental
1.17 (%)

(I)
1.87

3.71

5.93

3.56

5.69

1.31

2.09

11

3.38

5.41

13

2.75

4.40

15

0.44

0.70

THD

10.65

Dari Tabel 4.5 didapatkan hasil reduksi tiap tiap orde harmonisa setelah
pemasangan filter aktif paralel. Nilai nilai harmonisa yang diatas standar IEEE
sebelum pemasangan filter aktif paralel yakni pada orde frekuensi ke-5, 7, 11, dan
13 terlihat dapat ditekan hingga dibawah 4%. Namun demikian dapat dilihat pula
kemunculan harmonisa orde ganjil lainnya yaitu orde ke-3, 9, dan 15. Hal ini
disebabkan oleh adanya harmonisa yang ditimbulkan inverter akibat proses
switching frekuensi tinggi. Akan tetapi hal ini tidak menjadi masalah karena
nilainya sangat kecil, hanya berkisar 1% dan masih bisa ditolerir. Nilai THD arus
dapat dilihat berkurang drastis dari sebesar 71.01% menjadi 10.65%. Hal ini
menunjukkan optimalnya kerja filter aktif dalam mengkompensasi harmonisa.
4.3.3

Tegangan Sumber Setelah Pemasangan Filter Aktif Paralel


Kerja filter aktif paralel adalah mengkompensasi harmonisa pada arus

saluran, oleh karena itu pengaruhnya secara langsung pada sistem adalah keadaan
arus sebelum dan sesudah pemasangan filter. Namun demikian dapat diamati pula
pengaruhnya pemasangan filter terhadap tegangan. Harmonisa tegangan yang
muncul sebelum pemasangan filter setelah diamati pada simulasi dapat berkurang
nilainya akibat pemasangan filter. Parameter yang diamati dari tegangan sumber
berupa bentuk gelombang dan spektrum frekuensinya.

Gambar 4. 12 Bentuk gelombang tegangan sumber setelah pemasangan filter

Tegangan amplitude fundamental (50 Hz) = 310.1 V


Tegangan rms fundamental (50 Hz) =

310.1
2

= 219.3 V

Gambar 4. 13 Spektrum frekuensi arus sumber setelah pemasangan filter aktif paralel

Gambar 4.12 menunjukkan bentuk gelombang tegangan sumber sesudah


pemasangan filter aktif paralel. Tidak terdapat perubahan yang signifikan antara
bentuk gelombang tegangan sebelum dan sesudah filter. Namun jika diamati lebih
detail pada Gambar 4.12 gelombang sesudah pemasangan filter aktif memiliki
gelombang yang tidak semulus sebelum pemasangan filter. Hal ini disebabkan
adanya harmonisa arus pada orde orde ganjil yang lain yang berinteraksi dengan
elemen resistif (Rs) dan induktif (Ls) sumber yang memunculkan distorsi pada

gelombang tegangan. Namun demikian nilai nilai harmonisa tersebut masih


dibawah standar dan dapat ditolerir.
Nilai nilai harmonisa tiap orde dari gelombang tegangan sumber dapat
dilihat pada Gambar 4.13. Jika dibandingkan dengan spektrum frekuensi pada
Gambar 4.6 terlihat bahwa nilai harmonisa per orde yang tinggi yakni orde ke-5,
7, 11, dan 13 dapat ditekan dari nilai 1% menjadi berkisar pada nilai 0.1%.
Selain itu dapat diamati pula kemunculan harmonisa orde lain akibat harmonisa
arus akan tetapi nilainya sangat kecil berkisar pada nilai 0.05%. Untuk lebih
detail nilai magnitude harmonisa tiap orde dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah

Tabel 4. 6 THD Tegangan Sumber Sistem Setelah Pemasangan Filter Aktif Paralel

Orde

Persen terhadap tegangan

Amplitudo

Harmonisa
3

fundamental
0.01 (%)

tegangan (V)
0.03

0.06

0.19

0.09

0.27

0.04

0.12

11

0.13

0.40

13

0.12

0.24

15

0.02

0.04

THD

2.13

Dari Tabel 4.6 di atas terlihat nilai nilai harmonisa tegangan tiap orde
setelah pemasangan filter aktif paralel. Orde orde yang memunculkan harmonisa
tinggi seperti pada Tabel 4.2 yakni orde ke-5, 7, 11, dan 13 dapat dikurangi
nilainya dari sebesar 1% menjadi berkisar pada nilai 0.1%. Nilai THD tegangan
bertambah dari 1.72% menjadi 2.13% akan tetapi hal ini tidak masalah karena
nilainya masih di bawah standar.

4.4 Perbandingan Kondisi Sistem Sebelum dan Sesudah Pemasangan


Filter Aktif Paralel
Tujuan simulasi pemasangan filter aktif paralel ini adalah untuk
memperbaiki kualitas dari jaringan distribusi bus MCC 380V Marine 2 Substation
dari sisi tingkat harmonisa dan juga faktor daya di sisi sumber. Maka akan
disederhanakan hasil hasil simulasi di atas pada tabel tabel berikut ini agar
terlihat perbaikan sistem yang diinginkan tersebut.
4.4.1

Perbandingan Nilai Harmonisa


Pemasangan filter aktif paralel dalam simulasi ini terbukti mampu

menurunkan nilai harmonisa arus bahkan juga menurunkan harmonisa tegangan.


Untuk mempermudah analisa berikut dipaparkan nilai THD sebelum dan sesudah
pemasangan filter. Persentase penurunan ditampilkan untuk memperlihatkan
efisiensi penggunaan filter dalam menurunkan harmonisa. Tabel 4.7 merupakan
data harmonisa arus dan Tabel 4.8 merupakan data harmonisa tegangan. Data
data pada Tabel 4.7 dan 4.8 di bawah kemudian dapat disajikan dalam bentuk
diagram untuk melihat perbandingan spektrum frekuensi sebelum dan sesudah.
Tabel 4. 7 Harmonisa Arus Sumber Sebelum dan Sesudah Pemasangan Filter Aktif Paralel

Orde

Harmonisa Arus

Persentase

Harmonisa

Sebelum Pemasangan
Filter

Setelah
Pemasangan Filter

Penurunan

51.93%

3.71%

92.86%

41.49%

3.56%

91.42%

11

21.13%

3.38%

84.00%

13

13.31%

2.75%

79.34%

Nilai Harmonisa Arus Sebelum dan Sesudah Pemasangan Filter


60.00%
50.00%
40.00%
% Magnitude 30.00%
20.00%
10.00%
0.00%

Sebelum
Column1
5

11

13

Orde
Harmonisa

Gambar 4. 14 Diagram perbandingan harmonisa arus sebelum dan sesudah pemasangan filter

Dari Tabel 4.7 dan Gambar 4.14 di atas terlihat penurunan nilai harmonisa
arus per orde setelah dipasang filter aktif paralel. Sebagaimana yang disebutkan
dalam standar IEEE Std 519-1992 seperti pada Tabel 4.3 bahwa untuk sistem
distribusi bus MCC 380V Marine 2 Substation ini nilai harmonisa arus untuk orde
10 nilainya harus <4% dan <2% untuk orde 11n17. Harmonisa orde 5 dan 7
nilainya sudah dibawah standar. Sedangkan untuk orde ke-11, dan 13 masih di
atas standar sehingga perlu optimasi filter aktif yang lebih baik. Namun demikian
dari hasil simulasi setelah pemasangan filter nilai harmonisa arus tiap orde dapat
turun hingga rata rata 86.9% untuk seluruh orde. Hal ini menunjukkan unjuk
kerja filter aktif yang sudah cukup baik.
Tabel 4. 8 Harmonisa Tegangan Sumber Sebelum dan Sesudah Pemasangan Filter Aktif Paralel

Orde

Harmonisa Tegangan

Persentase

Harmonisa

Sebelum Pemasangan
Filter

Setelah
Pemasangan Filter

Penurunan

0.92%

0.06%

93.48%

1.03%

0.09%

91.26%

11

0.83%

0.13%

84.34%

13

0.62%

0.12%

80.65%

Nilai Harmonisa Tegangan Sebelum dan Sesudah Pemasangan Filter


1.50%
1.00%

% Magnitude

Sebelum

0.50%
0.00%

Column1
5

11

13

Orde
Harmonisa

Gambar 4. 15 Diagram perbandingan harmonisa tegangan sebelum dan sesudah pemasangan filter

Tabel 4.8 dan Gambar 4.15 menunjukkan penurunan nilai THD tegangan
setelah pemasangan filter aktif paralel. Berdasarkan standar IEEE 519-1992 untuk
harmonisa tegangan seperti disebutkan pada Tabel 4.4 bahwa untuk bus dengan
tegangan di bawah 69 kV batas maksimum harmonisa tiap orde adalah 3%. Oleh
karena itu sebelum pemasangan filter aktif paralel sistem bus MCC 380V Marine
2 Substation ini nilai harmonisa tegangan sudah di bawah standar yakni rata rata
0.85%. Setelah pemasangan filter nilai harmonisa yang ada dapat ditekan menjadi
lebih kecil lagi hingga berkisar di rata rata 0.10% tiap ordenya. Penurunan nilai
harmonisa hingga sebesar 87.43% ini menunjukkan unjuk kerja yang cukup baik
dari filter aktif paralel terhadap harmonisa tegangan.
Tabel 4. 9 Nilai THD Sebelum dan Sesudah Pemasangan Filter Aktif Paralel

Besaran

Sebelum
Pemasangan Filter

Setelah
Pemasangan Filter

Persentase
Perubahan

THD arus

71.01%

10.65%

85.00%

THD tegangan

1.72%

2.13%

-23.84%

Tabel 4.9 menunjukkan penurunan yang baik dari harmonisa arus setelah
sistem dipasangi filter aktif paralel. Nilai harmonisa arus dapat berkurang hingga
sebesar 85.00% menunjukkan unjuk kerja filter aktif paralel yang optimal dalam
mengkompensasi harmonisa arus. Namun demikian nilai harmonisa arus setelah
pemasangan filter sebesar 10.65% masih diatas standar IEEE 519-1992 untuk

THD arus yakni maksimal 5%. Sedangkan untuk nilai THD tegangan meskipun
meningkat menjadi 2.13% nilai tersebut sudah dibawah standar IEEE 519-1992
yakni sebesar maksimal 5%.
4.4.2

Perbandingan Nilai Faktor Daya

Tabel 4. 10 Perbaikan Sistem Sebelum dan Sesudah Pemasangan Filter Aktif Paralel

Besaran

Sebelum Pemasangan
Filter

Setelah Pemasangan
Filter

Faktor Daya

0.76

0.99

Dari Tabel 4.10 di atas dapat dilihat perbaikan sistem setelah pemasangan
filter aktif paralel. Terlihat bahwa nilai faktor daya sistem yang sebelumnya 0.76
akibat adanya harmonisa dapat diperbaiki hingga mendekati faktor daya unity (1).

BAB V
PENUTUP
5.1

Kesimpulan

1. Berdasarkan pada analisis yang dilakukan, dapat diketahui bahwa


pemasangan filter aktif paralel dapat memberikan kerja yang cukup baik
dalam menurunkan harmonisa arus dari nilai awal THDi sebesar 71.01%
dapat ditekan hingga mencapai 10.65%. Nilai ini memang masih diatas
standar IEEE 519-1992 yaitu maksimal 5%.
2. Pada nilai THDv sebelum pemasangan filter aktif paralel nilainya sudah
dibawah standar IEEE 519-1992, yaitu 5 % untuk nilai THD tegangan.
Pemasangan filter aktif paralel mampu menekan harmonisa pada tiap orde
hingga masing masing bernilai sekitar 0.01%.
3. Unjuk kerja filter aktif paralel tidak hanya pada penurunan nilai harmonisa
tetapi juga pada perbaikan nilai faktor daya. Hasil simulasi menunjukkan
bahwa nilai faktor daya sistem sebelum pemasangan filter sebesar 0.76
dapat diperbaiki dengan pemasangan filter menjadi 0.99. Hal ini
menunjukkan kerja filter aktif paralel juga berpengaruh dalam
menurunkan harmonisa tegangan.

5.2 Saran
Penelitian berupa simulasi pemasangan filter aktif paralel ini masih belum
optimal terhadap penurunan nilai THD arus karena nilai THD yang diperoleh
masih diatas standar IEEE 519-1992. Sangat diharapkan dengan adanya studi
awal ini dapat dilakukan penelitian lanjut berupa simulasi filter aktif paralel
dengan metode kontrol lain maupun pengembangan metode ini agar diperoleh
hasil yang lebih baik lagi. Serta diharapkan pula adanya riset yang lebih aplikatif
berupa implementasi simulasi ini ke dalam hardware sehingga dapat diamati hasil
pemasangan filter aktif paralel ke dalam sistem tenaga listrik yang sesungguhnya.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Glover, J.D., Sarma, M.S., Overbye, T.J., Power System Analysis and
Design, Cengage Learning, USA: 2008.
[2] Grainger, J.J., Stevenson, W. D., Power System Analysis, McGraw-Hill:
1994.
[3] Saadat, Hadi, Power System Analysis, McGraw-Hill: 1999.
[4] El-Hawary, M.E., Basics of Electric Energy System Theory, Series Ed. Leo
Grigsby, Boca Raton: CRC Press LLC, 2000.
[5] Baggini, Angelo, Handbook of Power Quality, John Willey & Sons: 2008.
[6] Arillaga, Jos, Watson, N.R., Power System Harmonics, John Willey & Sons:
2003.
[7] Grady, Mack, Understanding Power System Harmonics, Dept. of Electrical
& Computer Engineering University of Texas at Austin: 2012.
[8] Ellis, R. G., Power Syste Harmonics, Allan-Bradley: 2001.
[9] Power System Harmonics Causes and Effects of Variable Frequency Drives,
Square D Product Data Bulletin, Raleigh: 1994.

[10] IEEE Recommended Practices and requirements for Harmonic Control in


Electrical Power Systems, Institute of Electrical and Electronics Engineers, New
York: 1993.
[11] Rashid, M.H., Power Electronics Handbook, Academic Press: 2001.
[12] Prusty, S.R., FPGA Based Active Power Filter for Harmonics Mitigation,
Thesis in Department of Electrical Engineering National Institute of Technology
Rourkela, India: 2011.
[13] Akagi, H., Nabae, A., Atoh, S., Control Strategy of Active Power Filters
Using Multiple Voltage-Source PWM Converters, IEEE Transactions on Industry
Applications, Vol. IA-22, No.3, May/June 1986.
[14] Kantaria, Rakesh, Unified Power Conditioner Using FACT Devices, Thesis
in Department of Electrical Engineering M.S. University of Baroda, India: 2012.
[15] Mercy E., Latha, Certain Investigations on Power Quality Using Shunt
Active Filter Configuration and FLC Based Current Estimation Techniques,
Thesis in Faculty of Electrical Engineering Anna University Chennai,
Chennai:2010.
[16] Jayakrishna, G., Power Quality Improvement in Distribution Systems Using
Fuzzy Logic Based Shunt Hybrid Active Power Filter, Thesis in Jawaharlal
Nehru Technological University Anantapur, India: 2012.
[17] Croitoru, D. Al., Ionescu, Fl., A Comparison Between The Command
Strategies of The Parallel Three Phased Active Power Filters, U.P.B. Sci. Bull.,
Series C, Vol. 69, No.2, 2007.
[18] Meliala, Selamat, Simulasi Filter Aktif Seri Sebagai Kompensasi Harmonisa
pada Sistem Saluran Tegangan Rendah, Jurusan Teknik Elektro Universitas
Sumatera Utara, Medan: 2011.
[19] Harimbawa, I Wayan A., Desain Penggunaan Filter Aktif Seri Berbasis
Fuzzy Polar untuk Mengurangi Harmonisa Pada PT Tabang Coal, Jurusan
Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya: 2010.
[20] Ghifari, Abdurrahman, Studi Harmonisa Pengaruh Kapasitor Bank pada
Sistem Kelistrikan PT. Chandra Asri Petrochemical, Tbk, Jurusan Teknik Elektro
Universitas Diponegoro, Semarang: 2013.

[21] Perdana, P.N, Penempatan Filter Pasif Paralel untuk ereduksi Harmonisa
Tegangan pada Jaringan Distribusi Menggunakan Metode Algoritma Genetika,
Jurusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro, Semarang: 2013.
[22] Setiyono, Simulasi Eliminasi Harmonisa Menggunakan Teori Daya Sesaat
PQ (Instantaneous Power pq Theory) pada Beban Seimbang dengan Matlab
Simulink, Seminar on Application and Research Industrial Technology ,
Yogyakarta: 2009.
[23] Leng, S., Liu, W., Chung, I., Cartes, D., Active Power Filter for Three
Phase Current Harmonic Cancellation and Reactive Power Compensation,
American Control Conference, USA: 2009.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai