Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Biokimia dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentag dasar kimiawi
kehidupan (Yn bios kehidupan). Sel adalah unit struktural makhluk hidup. Oleh karena itu,
biokimia juga dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang konstituen kimiawi sel hidup
serta reaksi dan proses yang dialami konstituen-konstituen tersebut. Berdasarkan definisi ini,
biokimia mencakup bidang biologi sel, bilogi molecular, dan genetika molecular.
Tujuan utama bikomia adalah pemahaman menyeluruh atas semua proses kimiawi yang
berkaitan dengan sel hidup pada tingkat molecular. Untuk mencapai tujua ini, para ahli bikomia
berupaya mengisolasi berbagai molekul yang terdapat di dalam sel, menentukan strukturnya,
dan menganalisis fungsi molekul-molekul tersebut.
Biokimia berkaitan dengan semua bentuk kehidupan, dari virus dan bakteri yang relatif
sederhana hingga manusia yang kompleks. Biokimia dan ilmu kedokteran berkaitan erat.
Kesehatan bergantung pada keseimbangan harmonis reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di
dalam tubuh, dan penyakit mencerminkan kelainan biomolekul, rekasi bikimia, atau proses
biokimia. Pendekatan biokimiawi sering menjadi dasar untuk memperjelas kausa penyakit dan
dalam merancang terapi yang sesuai.4
Asetilkolin atau Acetylcholine (ACh) merupakan neurotransmitter yang banyak
dilepaskan oleh sel saraf kolinergik. Ach yang keluar secara eksositosis dari ujung sinaps
kemudian akan berikatan dengan reseptornya. Pengikatan Ach dengan reseptornya akan
memicu terjadinya End Plate Potensial (EPP) dan potensial aksi untuk kemudian meneruskan
impuls atau merangsang kontraksi otot. Untuk menjamin adanya pensinyalan yang tidak
berlebihan, Ach yang tidak berikatan dengan reseptor serta Ach yang telah berikatan dengan
reseptor (kira-kira sepersejuta detik) akan berikatan dengan enzim Asetilkolinesterase (AChE).
Enzim ini akan memecah Ach menjadi asetil dan kolin yang kemudian akan kembali dijadikan
ACh.1
AChE merupakan kolinesterase yang termasuk ke dalam true cholinesterase, sedangkan
jenis kolinesterase lainnya yaitu pseudocholinesterase atau kolinesterase nonspesifik.
Butyrilcholinesterase (BChE) merupakan pseudocholinesterase yang dapat menghidrolisis
berbagai ester kolin. BChE dan AChE merupakan kolinesterase yang mirip, namun memiliki
beberapa perbedaan. AChE banyak terdapat di otak, otot, serta membran eritrosit sedangkan
aktivitas BChE paling banyak terdapat di hati, usus, jantung, ginjal dan paru-paru. AChE lebih

cepat dalam menghidrolisis ACh, sedangkan BChE lebih cepat menghidrolisis butyrilcholine.
AChE yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia yaitu yang bersifat hidrofilik,
membentuk oligomer yang dihubungkan dengan ikatan disulfida, serta terdiri dari lipid dan
kolagen. AChE dan BChE memiliki fungsi sebagai organofosfat dan karbamat yang sering
digunakan sebagai insektisida, pestisida, obat untuk penyakit glaukoma, infeksi parasit, dan
Alzheimer. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan dari aktivitas AChE yakni posisi
AChE pada celah sinaps, regulasi dan tempat asal, serta kepadatan AChE.1
Kolinesterase (asetil kolinesterase) adalah enzim yang menghapus asetilkolin
neurotransmitter kimia dari persimpangan antara sel-sel saraf. Kolinesterase berfungsi sebagai
switch off sistem saraf dan sangat penting untuk fungsi normal dari sistem saraf.1
Aktivitas kolinesterase dapat dihitung menggunakan metode Ellman. Metode ini
menggunakan suatu substrat buatan, yakni asetilkolin (ACT) yang kemudian dikatalisis
menggunakan AChE, kemudian menghasilkan tiokolin dan asetat. Setelah itu tiokolin
direaksikan dengan ditiobisnitrobenzoat (DTNB) kemudian tereduksi menjadi asam
tionitobenzoat yang berwarna kuning. Asam tionitobenzoat memiliki maksima absorpsi pada
412 nm dan koefisien ekstinksi 1,36 x 104 molar/cm. Konsentrasi asam tionitobenzoat inilah
yang akan nilai absorbannya menggunakan spektofotometer sebagai aktivitas kolinesterase.1
Butirilkolinesterase (BChE) merupakan enzim yang berperan dalam metabolisme
suksinilkolin. Perubahan aktivitas enzim mempengaruhi lama kerja suksinilkolin. tujuan
penelitian ini adalah untuk mendapatkan data distribusi fenotip BChE varian C5+ dan
hubungannya dengan peningkatan aktivitas enzim. Polyacrylamide Gel Electrophoresis
(PAGE) digunakan untuk mendeteksi BChE varian C5+. Penelitian ini dilakukan pada 246
individu suku bangsa Jawa yang tinggal di Jakarta. PAGE dilakukan menurut metode Laemmli,
dan pengukuran aktivitas BChE dilakukan menggunakan substrat benzoilkolin menurut metode
Kallow. Hasil PAGE menunjukkan 54 individu (22%) dari 246 sampel adalah varian C5+, dan
192 individu (72%) adalah C5-. Hasil pengukuran aktivitas BChE bervariasi antara 450-1360
u/l, sebanyak 19 individu (7,7%) menunjukkan aktivitas di bawah nilai normal. dikaitkan
dengan varian C5+ dan C5-, aktivitas enzim pada varian C5+ tampak lebih tinggi dari C5-.
Rata-rata aktivitas BChE SD pada C5+ dan C5- adalah 987,77 205,59 u/l dan 942,76
168, 69 u/l. Analisis statistik dengan uji-t tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara
aktivitas BChE pada varian C5+ dan C5-.1
Butyrylcholinesterase (juga dikenal sebagai pseudocholinesterase, kolinesterase plasma,
BCHE, atau Buche) adalah non-spesifik kolinesterase enzim yang menghidrolisis ester banyak

kolin yang berbeda. Pada manusia, ditemukan terutama di hati dan di kodekan oleh gen
BCHE.1
B.

Rumusan Masalah
1.

Apa yang dimaksud dengan Asetilkolin dan Asetilkolinesterase?

2.

Apa yang dimaksud dengan Butirilkolinesterase?

3.

Bagaimana cara menganalisis determinasi in vitro butirilkolinesterase pada serum dan

plasma?
C. Tujuan
Adapun tujuan dibuatkannya makalah ini yaitu:
1.

Menjelaskan tentang biokimia

2.

Menjelaskan tentang asetilkolinesterase dan butirilkolinesterase

3.

Menjelaskan tentang bagaimana menganalisis determinas in vitro dari

butirilkolinesterase pada serum dab plasma.


4.

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Biokimia

D. Manfaat
Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah:
a.Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang Biokimia.
b.Mahasiswa dapat mengetahui apa saja yang dimaksud sesuai dengan tema yang dibahas.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Definisi Asetilkolin dan Asetilkolinesterase


Asetilkolin atau Acetylcholine (ACh) merupakan neurotransmitter yang banyak

dilepaskan oleh sel saraf kolinergik. Ach yang keluar secara eksositosis dari ujung sinaps
kemudian akan berikatan dengan reseptornya. Pengikatan Ach dengan reseptornya akan
memicu terjadinya End Plate Potensial (EPP) dan potensial aksi untuk kemudian meneruskan
impuls atau merangsang kontraksi otot. Untuk menjamin adanya pensinyalan yang tidak
berlebihan, Ach yang tidak berikatan dengan reseptor serta Ach yang telah berikatan dengan
reseptor (kira-kira sepersejuta detik) akan berikatan dengan enzim Asetilkolinesterase (AChE).
Enzim ini akan memecah Ach menjadi asetil dan kolin yang kemudian akan kembali dijadikan
ACh.
AChE merupakan kolinesterase yang termasuk ke dalam true cholinesterase, sedangkan
jenis kolinesterase lainnya yaitu pseudocholinesterase atau kolinesterase nonspesifik. Ligan
dari reseptor kolinergik adalah neurotransmiter asetilkolin (ACh). Asetilkolin merupakan
molekul ester-kolin (choline ester) yang pertama diidentifikasi sebagai neurotansmitter. ACh
dibuat di dalam susunan saraf pusat oleh saraf yang badan selnya terdapat pada batang otak dan
forebrain, selain itu disintesis juga dalam saraf lain di otak. ACh beraksi pada sistem saraf
otonom di perifer dan di pusat, dan merupakan transmitter utama pada saraf motorik di
neuromuscular junction pada vertebrata.2
B.

Definisi Butiril dan Butirilkolinesterase


Butyrilcholinesterase

(BChE)

merupakan

pseudocholinesterase

yang

dapat

menghidrolisis berbagai ester kolin. BChE dan AChE merupakan kolinesterase yang mirip,
namun memiliki beberapa perbedaan. AChE banyak terdapat di otak, otot, serta membran
eritrosit sedangkan aktivitas BChE paling banyak terdapat di hati, usus, jantung, ginjal dan
paru-paru.

AChE lebih cepat dalam menghidrolisis ACh, sedangkan BChE lebih cepat

menghidrolisis butyrilcholine. AChE yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia yaitu
yang bersifat hidrofilik, membentuk oligomer yang dihubungkan dengan ikatan disulfida, serta
terdiri dari lipid dan kolagen. AChE dan BChE memiliki fungsi sebagai organofosfat dan
karbamat yang sering digunakan sebagai insektisida, pestisida, obat untuk penyakit glaukoma,
infeksi parasit, dan Alzheimer. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan dari aktivitas
AChE yakni posisi AChE pada celah sinaps, regulasi dan tempat asal, serta kepadatan AChE.

Kolinesterase (asetil kolinesterase) adalah enzim yang menghapus asetilkolin


neurotransmitter kimia dari persimpangan antara sel-sel saraf. Kolinesterase berfungsi sebagai
switch off sistem saraf dan sangat penting untuk fungsi normal dari sistem saraf.
Aktivitas kolinesterase dapat dihitung menggunakan metode Ellman. Metode ini
menggunakan suatu substrat buatan, yakni asetilkolin (ACT) yang kemudian dikatalisis
menggunakan AChE, kemudian menghasilkan tiokolin dan asetat. Setelah itu tiokolin
direaksikan dengan ditiobisnitrobenzoat (DTNB) kemudian tereduksi menjadi asam
tionitobenzoat yang berwarna kuning. Asam tionitobenzoat memiliki maksima absorpsi pada
412 nm dan koefisien ekstinksi 1,36 x 104 molar/cm. Konsentrasi asam tionitobenzoat inilah
yang akan nilai absorbannya menggunakan spektofotometer sebagai aktivitas kolinesterase.
Butirilkolinesterase (BChE) merupakan enzim yang berperan dalam metabolisme
suksinilkolin. Perubahan aktivitas enzim mempengaruhi lama kerja suksinilkolin. tujuan
penelitian ini adalah untuk mendapatkan data distribusi fenotip BChE varian C5+ dan
hubungannya dengan peningkatan aktivitas enzim. Polyacrylamide Gel Electrophoresis
(PAGE) digunakan untuk mendeteksi BChE varian C5+. Penelitian ini dilakukan pada 246
individu suku bangsa Jawa yang tinggal di Jakarta. PAGE dilakukan menurut metode Laemmli,
dan pengukuran aktivitas BChE dilakukan menggunakan substrat benzoilkolin menurut metode
Kallow. Hasil PAGE menunjukkan 54 individu (22%) dari 246 sampel adalah varian C5+, dan
192 individu (72%) adalah C5-. Hasil pengukuran aktivitas BChE bervariasi antara 450-1360
u/l, sebanyak 19 individu (7,7%) menunjukkan aktivitas di bawah nilai normal. dikaitkan
dengan varian C5+ dan C5-, aktivitas enzim pada varian C5+ tampak lebih tinggi dari C5-.
Rata-rata aktivitas BChE SD pada C5+ dan C5- adalah 987,77 205,59 u/l dan 942,76
168, 69 u/l. Analisis statistik dengan uji-t tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara
aktivitas BChE pada varian C5+ dan C5-.3
Butyrylcholinesterase (juga dikenal sebagai pseudocholinesterase, kolinesterase plasma,
BCHE, atau Buche) adalah non-spesifik kolinesterase enzim yang menghidrolisis ester banyak
kolin yang berbeda.
C.

Menganalisis determinas in vitro dari Butirilkolinesterase pada serum dan plasma.


Serabut otot skelet dipersarafi oleh serabut saraf bermielin alfa yang besar, yang berasal

dari neuron motorik besar di cornu anterius substansia grisea medullae spinalis atau dari nuclei
motorik nervi craniales. Pada saat serabut bermielin sampai ke otot skelet, seraut akan
membentuk banyak cabang. Jumlah cabang bergantung pada ukuran unit motoriknya.

Selanjutnya, sebuah cabang akan berakhir pada otot skelet di tempat yang disebut
neuromuscular junction atau motor end-plate.
Sebagian besar serabut otot hanya dipersarafi oleh satu motor end-plate. Saat mencapai
serabut otot, saraf kehilangan selubung mielinnya san membentuk cabang-cabang halus.
Masing-masing saraf berakhir sebagai akson yang terbuka dan membentuk unsur saraf dari
motor end-plate. Akson akan sedikit melebar serta mengandung banyak mitokondriadan
vesikel-vesikel (berdiameter sekitar 45nm). Pada motor end-plate permukaan serabut otot
sedikit meninggi untuk membentuk unsur otot dari plate, dan sering disebut sebagai sole
plate. Elevasi terjadi akibat akumulasi setempat sarkoplasma granular dibawah sarkolema serta
terdapat banyak inti dan mitokondria. Mitokondria menghasilkan ATP yang merupakan sumber
energi untuk sintesis transmitter asetilkolin (Ach).
Akson terbuka yang melebar terletak di sebuah alur dibentuk oleh lipatan sarkolema.
Alur ini dapat bercabang banyak, masing-masing cabang mengandung sebuah divisi dari akson.
Penting untuk disadari bahwa akson benar-benar terbuka; sel Schwann hanya bertindak sebagai
penutup atau atap dari alur dan tidak pernah menonjol ke dalamnya. Dasar alur dibentuk oleh
sarkolema yang terletak di dekat akson yang terbuka.
Membran plasma akson (aksolema atau membran prasinaptik) dipisahkan dari membran
plasma serabut otot (sarkolema atau membran pascasinaptik) oleh ruangan selebar 30 sampai
50 nm. Ruang ini merupakan celah sinaptik. Celah sinaptik terisi dengan basalis akson dan
serabut otot. Motor end-plate diperkuat oleh sarung jaringan ikat serabut saraf ( endoneurium ),
yang menyambung dengan sarung jaringan ikat serabut otot ( endomisium).
Suatu impuls saraf ( potensial aksi ), pada saat mencapai membrane prasinaptik motor
end-plate, membuka saluran voltage-gated Ca2+ yang memungkinkan ion ion Ca2+ masuk ke
dalam akson. Keadaan ini menstimulus penggabungan beberapa vesikel sinaptik dengan
membrane prasinaptik dan menyebabkan pelepasan asetilkoloin ke dalam celah sinaptik.
Selanjutnya asetilkolin dilepaskan ke celah sinaptik melalui proses eksositosis dan segera
menyebar ke dalam celah untuk mencapai reseptor asetilkolin tipe nikotinik di membrane
pascasinaptik junctional fold.membran pascasinaptik mempunyai banyakpintu saluran Ach.
Begitu pintu saluran Ach dibuka, membrane pascasinaptik menjadi lebih permeable
terhadap ion ion Na+ yang mengalir ke dalam sel sel oot dan terjadi potensial lokal yang
disebut potensial end-plate. ( pintu saluran Ach juga peka terhadap ion ion K + yang keluar
dari sel, namun dalam jumlah yang lebuh kecil). Jika potensial end-plate sudah cukup besar,
saluran votage-gated untuk ion ion Na+terbuka,dan timbul potensial aksi yang menyebar

sepanjang permukaan membrane plasma ( sarkolema). Gelombang depolarisasi diteruskan ke


serabut otot oleh system tubulus T menuju myofibril yang kontraksi otot.
Jumlah asetilkolin yang dilepaskan pada motor end-plate sesuai dengan jumlah impuls
-yang diterima di ujung saraf. Begitu melewati celah sinaptik dan memacu saluran - saluran
ion di membrane pascasinaptik, asetilkolin mengalami hidrolisis dengan cepat akibat adanya
enzim asetilkolinesterase (AChE) ( Gambar 3-34). Enzim tersebut melekat pada serabut
serabut kolagen membrane basalis di dalam celah, sebagian asetilkolin juga berdifusi keluar
dari celah. Asetilkolin melekat pada membrane pascasinaptik sekitar 1 milidetik, dan segerta
dihancurkan untuk mencegah terjadinya reeksitasi serabut otot.
Alat dan Bahan
Alat :
1.
2.
3.
4.

Cuvet
Mikropipet
Spektromanometer
Penangas air

Bahan :
1.
2.
3.
4.

Sediaan otot dan otak


Buffer/ chromogen
Blanko (aquades)
Standar

Cara Kerja
1. Memasukkan RI di dalam cuvvet dan di inkubasi dalam penangas air pada suhu 37 oC
selama 10 menit.
2. Menyiapkan 3 cuvvet :
- S1 = Otak
- S2 = Otot
- Blanko (aquades)
3.
4.
5.
6.

Menambahkan RI sebanyak 1500 ml pada setiap cuvvet dan R2 sebanyak 50 ml.


Setelah RI dan R2 dicampur, cuvvet dimasukkan ke spektromanometer.
Mengamati pengukuran pada detik ke 30, 60 dan 90.
Mencatat hasil pengamatan.

Hasil dan Pembahasan

Bahan

30 Detik

90 Detik

Satuan

0,239
0,414
0,395
0,234
0,439
0,535

0,255
0,429
0,413
0,245
0,445
0,531

Unit/Liter
Unit/Liter
Unit/Liter
Unit/Liter
Unit/Liter
Unit/Liter

BlangkoWaktu
1
Otot 1
Otak 1
Blangko 2
Otot 2
Otak 2
X Untuk waktu 30 detik

X Untuk Waktu 90 detik

X Blanko = 0,2365

X Blanko = 0,25

X Otot

= 0,4265

X Otot

= 0,437

X Otak

= 0,455

X Otak

= 0,472

Blanko = 90 S 30 S

Otak

Otot = 90 S 30 S

= 0,25 0,2365

= 0,437 0,4265

= 0,0135 Unit/Liter

= 0,0105 Unit/Liter

= 90 S 30 S
= 0,472 0,455
= 0,017 Unit/Liter

Semua hasil menunjukkan bahwa selisih (delta) sediaan otot dan otak pada cuvvet
dimasukkan ke spektromanometer selama 30 dan 90 detik, menunjukkan data yang lebih kecil
dibandingkan dengan selisih (delta) blanko. Sehingga apabila hasil sediaan otot dikurangkan
dengan hasil blanko akan menunjukkan hasil yang negatif. Begitu juga untuk hasil dari sediaan
otak. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi kesalahan pada saat praktikum, karena apabila
praktikumnya tepat akan menghasilkan hasil yang lebih besar
bandingkan dengan hasil dari blanko.

BABIII
PENUTUP
A. Kesimpulan

untuk otot dan otak di

Biokimia berkaitan dengan semua bentuk kehidupan, dari virus dan bakteri yang relatif
sederhana hingga manusia yang kompleks. Biokimia dan ilmu kedokteran berkaitan erat.
Kesehatan bergantung pada keseimbangan harmonis reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di
dalam tubuh, dan penyakit mencerminkan kelainan biomolekul, rekasi bikimia, atau proses
biokimia. Kadar Butyrylcholinesterase (CHE) lebih besar di sediaan otot dan otak dari pada
pada sediaan blangko (apabila praktikumnya dilakukan dengan benar).
*Catatan : Praktikum kemarin ada sediaan yang sudah kadaluarsa.

DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Panduan Praktikum Modul Neurosains. Jakarta: Medical Education Unit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2012-2013.
2. http://rinaherowati.files.wordpress.com/2012/03/materi-pokok-vi.pdf

3. http://www.univmed.org/2002/01/01/deteksi-butirilkolinesterase-varian-c5-dengan-

elektroforesis-poliakrilamid/
4. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper. 27th ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2006. 1-4

Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Neurobiokimia Pada
Butirilkolnesterase ini dengan lancar. Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas yang diberikan oleh dosen .
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami peroleh dari buku
panduan, serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan Neurobiokimia.
Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada pengajar mata kuliah Neurobiokimia atas
bimbingan dan arahan dalam penulisan tugas, juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah
mendukung sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami harap makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Memang makalah ini masih
jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan
menuju arah yang lebih baik.

Palangkaraya, April 2013

Penyusun

MAKALAH
Neurobiokimia

ii

Butirilkolinesterase

Disusun oleh :
Andi Ferdy Saputra
NIM: FAA 112 038
Kelompok : 1 (Satu)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2013

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................3
C. Tujuan...........................................................................................................................3
D. Manfaat .......................................................................................................................3
BAB II ISI
PEMBAHASAN...........................................................................................................................4
A. Definisi Asetilkolin dan Asetilkolinesterase................................................................4
B. Definisi Butiril dan Butirilkolinesterase......................................................................4
C. Menganalisis determinas in vitro dari Butirilkolinesterase pada serum dan plasma5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................10

iii

Anda mungkin juga menyukai