Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Diera modern saat ini, alkohol telah beredar luas di masyarakat dan dapat

diperoleh dengan mudah. Alkohol mempunyai banyak manfaat dan digunakan


secara luas dalam industri dan sains sebagaia pereaksi pelarut dan bahan bakar.
Namun alkohol juga mempunyai dampak yang buruk bagi kesehatan tubuh
manusia. Tidak heran hal ini sering dibahas oleh pakar-pakar kesehatan karena
bnyak nya produk alkohol yang beredar luas di masyarakat sebagai bahan
konsumsi tubuh yang sangat merugikan.
Pengunaan alkohol terutama secara kronis dapat menimbulkan kerusakan
jaringan hati melalui beberapa mekanisme seperti melalui induksi enzim dan
radikal bebas. Efek terhadap hati akibat penggunaan alkohol secara akut
tampaknya lebih ringan bila dibandingkan dengan pengunaan alkohol secara
kronis, namun data yang pasti belum ada. Alkohol/etanol merupakan zat kimia
yang akan menimbulkan berbagai dampak terhadap tubuh oleh karena akan
mengalami proses detoksifikasi didalam organ tubuh.
Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan sebagai
kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan/injuri. Istilah toksisitas
merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tergantung
pada jumlah unsur kimia yang terabsopsi (Anonim, 2008a). Proses pengrusakan
ini baru terjadi apabila pada target organ telah menumpuk satu jumlah yang cukup

dari agent toksik ataupun metabolitnya, begitupun hal ini bukan berarti bahwa
penumpukan yang tertinggi dari agent tokis itu berada di target organ, tetapi bisa
juga ditempat yang lain.
Efek toksik sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran, maupun
mekanisme kerjanya. Umumnya toksikan hanya mempengaruhi satu atau
beberapa organ saja. Hal tersebut dapat disebabkan lebih pekanya suatu organ,
atau lebih tingginya kadar bahan kimia dan metabolitnya di organ. Toksisitas
merupakan sifat bawaan suatu zat, bentuk dan tingkat manifestasi toksiknya pada
suatu organisme bergantung pada berbagai jenis factor. Faktor yang nyata adalah
dosis dan lamanya pajanan. Faktor yang kurang nyata adalah species dan strain
hewan, jenis kelamin, umur, serta status gizi dan hormonal. Faktor lain yang turut
berperan yaitu faktor fisik, lingkungan dan sosial. Di samping itu, efek toksik
suatu zat dapat dipengaruhi oleh zat kimia lain yang diberikan bersamaan. Efek
toksik dapat berubah karena berbagai hal seperti perubahan absorpsi, distribusi,
dan ekskresi zat kimia, peningkatan atau pengurangan biotranformasi, serta
perubahahan kepekaan reseptor pada organ sasaran (Lu, 1995).
Toksisitas alkohol dapat terjadi karena pemakaian dalam jumlah yang
banyak dan jangka panjang dengan gejala tertentu yang sangat merugikan,
sehingga harus diketahui pencegahan dan penanggulangan yang harus dilakukan
untuk mengobati atau mengurangi efek toksisitas alkohol, sehingga penulis
menyusun makalah berjudul Toksisitas Alkohol.

1.2.

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud alkohol ?
2. Bagaimana klasifikasi alkohol ?
3. Apakah mafaat alkohol ?
4. Bagaimana toksisitas alkohol bagi tubuh manusia?
5. Bagaimana pengobatan toksisitas alkohol ?

1.3.

Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu alkohol.
2. Untuk mengetahui klasifikasi alkohol.
3. Untuk mengetahui manfaat alkohol bagi manusia.
4. Untuk mengetahui toksisitas pada alkohol.
5. Untuk mengetahui pengobatan alkohol.

1.4.

Manfaat

`BAB II
PEMBAHASAN

2.1.

Definisi Alkohol
Alkohol adalah salah satu dari sekelompok senyawa organik yang

dibentuk dari hidrokarbon-hidrokarbon oleh pertukaran satu atau lebih gugus


hidroksil dengan atom-atom hidrogen dalam jumlah yang sama; istilah ini meluas
untuk berbagai hasil pertukaran yang bereaksi netral dan mengandung satu atau
lebih gugus alkohol (Dorland, 2002).
Alkohol adalah derivat dari hidroksi yang mempunyai ikatan langsung
maupun rantai cabang dari alifatik hidrokarbon. Bentuk rantai alkohol yang sering
ditemukan adalah yang mengandung tiga gugus hidroksil dengan ikatan satu
gugus hidroksi dalam satu rantai karbon. Gugus fungsional alkohol adalah gugus
hidroksil yang terikat pada karbon hibridisasi sp3. Rumus kimia umum alkohol
adalah CnH2n+1OH.
Alkohol (C2H5OH) merupakan bahan alami yang dihasilkan dari proses
fermentasi yang banyak ditemui dalam produk bir, anggur dan sebagainya.
Sebutan alkohol biasanya diartikan sebagai etil alkohol (CH3CH2OH),
mempunyai densitas 0,78506 g/ml pada 250C, titik didih 78,40C, tidak berwarna
dan mempunyai bau serta rasa yang spesifik (Kartika,B., dkk, 1992).
Alkohol adalah minuman yang mengandung alkohol yang bila dikonsumsi
secara berlebihan dan terus menerus dapat merugikan dan membahayakan
jasmani, rohani maupun bagi kepentingan perilaku dan cara berpikir kejiwaan,
sehingga akibat lebih lanjut akan mempengaruhi kehidupan keluarga dan
hubungan masyarakat sekitarnya (Wresniwiro, 1999).

2.2.

Klasifikasi Alkohol
Alkohol dapat digolongkan atau diklasifikasikan berdasarkan:
a. Letak gugus -OH pada atom karbon
b. Banyaknya gugus -OH yang terdapat (jumlah gugus hidroksilnya)
c. Bentuk rantai karbonnya.
Berdasarkan letak gugus -OH pada atom C yang mengikat dibagi menjadi

3 jenis, yaitu:
1) Alkohol primer
Alkohol primer yaitu alkohol yang gugus -OH nya terletak pada C primer
yang terikat langsung pada 1 atom karbon yang lain.
Contoh :
CH3sekunder
OH
CH3CH2OH
2) Alkohol
Alkohol sekunder yaitu alkohol yang gugus -OH nya terletak pada atom C
Metanol
Etanol
sekunder yang terikat pada 2 atom C yang lain.

Gugus OH selalu diikat oleh CH. Oleh karena itu, secara umum rumus
struktur dari alkohol sekunder adalah seperti berikut:

3) Alkohol tersier
Alkohol tersier adalah alkohol yang gugus OH nya terletak pada atom C
tersier yang terikat pada tiga atom karbon yang lain.

Contoh:

Gugus OH selalu diikat oleh C. Oleh karena itu secara umum rumus
struktur dari alkohol tersier adalah seperti berikut:

Berdasarkan jumlah gugus -OH (hidroksil) terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:


1) Alkohol monovalen
Alkohol monovalen adalah alkohol yang hanya mempunyai satu gugus
fungsional. Terdapat 2 bentuk alkohol monovalen, yaitu cair contohnya metanol,
etanol dan padat contohnya setil alkohol.
2) Alkohol polivalen
Alkohol polivalen adalah jenis senyawa alkohol yang mempunyai gugus
fungsional (OH) lebih dari satu. Terdapat 2 bentuk alkohol polivalen, yaitu cair
contohnya propilenglikol, etilenglikol dan padat contohnya manitol, sorbitol.

Berdasarkan struktur atau bentuk rantai karbonnya, terbagi menjadi 3 jenis


yaitu:
1) Alkohol Alifatis
Alkohol alifatis adalah alkohol dengan rantai karbon terbuka. Terdapat 2
jenis alkohol alifatis, yaitu jenuh contohnya etanol dan tidak jenuh contohnya alil
alkohol.
2) Alkohol Aromatis
Alkohol aromatis adalah alkohol dengan rantai karbon dengan ikatan
rangkap selang-seling membentuk gugus benzena, terdapat 2 jenis yaitu alkohol
aromatis jenuh contohnya benzil alkohol dan alkohol aromatis tidak jenuh
contohnya sinamil alkohol.
3) Alkohol Siklik
Alkohol siklik adalah alkohol dengan rantai karbon tertutup. Terdapat 2
jenis alkohol siklik, yaitu monovalen contohnya mentol dan polivalen contohnya
piragalol.
2.3.

Toksisitas Alkohol dan Pengobatannya


Di balik kenikmatan sesaat setelah konsumsi minuman beralkohol, tubuh

akan mengalami serangkaian perubahan. Hal ini karena alkohol yang masuk ke
dalam tubuh akan langsung diserap dan menyebar melewati organ-organ tubuh
melalui aliran darah, dan sisanya masuk ke saluran pencernaan, mulai dari
kerongkongan, lambung, sampai ke usus untuk dialirkan ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Jantung akan memompa darah bercampur alkohol ini ke seluruh
bagian tubuh, sampai ke otak. Baru terakhir, hati (liver) akan membakar atau
menghancurkan alkohol dibantu dengan enzim khusus untuk dikeluarkan melalui
air seni dan keringat.

Alkohol mengganggu keseimbangan antara eksitantasi dan inhibisi di otak,


ini terjadi karena penghambatan atau penekanan saraf perangsangan. Sejak lama
diduga efek depresi alcohol pada SSP berdasarkan melarutnya lewat membran
Lipid. Efek alcohol terhadap berbagai saraf berbeda karena perbedaan distribusi
fosfoliid dan kolesterol di membran tidak seragam. Data eksperimental
menyokong dugaan mekanisme kerja alcohol di SSP serupa barbiturate.

2.3.1. Etanol
Etanol adalah bahan cairan yang telah lama digunakan sebagai obat dan
merupakan bentuk alkohol yang terdapat dalam minuman keras seperti bir,
anggur, wiskey maupun minuman lainnya. Etanol merupakan cairan yang jernih
tidak berwarna, terasa membakar pada mulut maupun tenggorokan bila ditelan.
Etanol mudah sekali larut dalam air dan sangat potensial untuk menghambat
sistem saraf pusat terutama dalam aktifitas sistem retikular. Aktifitas dari etanol
sangat kuat dan setara dengan bahan anastetik umum. Tetapi toksisitas etanol
relatif lebih rendah daripada metanol ataupun isopropanol.

Mekanisme Toksisitas
Secara pasti mekanisme toksisitas etanol belum banyak diketahui.
Beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa etanol berpengaruh langsung pada
membran saraf neuron dan tidak pada sinapsisnya (persambungan saraf). Pada
daerah membran

tersebut etanol mengganggu transport ion. Pada penelitian

invitro menunjukkan bahwa ion Na+, K+- ATP ase dihambat oleh etanol. Pada
konsentrasi 5 10% etanol memblok kemampuan neuron dalam impuls listrik,
konsentrasi tersebut jauh lebih tinggi daripada konsentrasi etanol dalam sistem
saraf pusat secara invivo.
Pengaruh etanol pada sistem saraf pusat berbanding langsung dengan
konsentrasi etanol dalam darah. Daerah otak yang dihambat pertama kali ialah
sistem retikuler aktif. Hal tersebut menyebabkan terganggunya sistem motorik dan
kemampuan dalam berpikir. Disamping itu pengaruh hambatan pada daerah
serebral kortek mengakibatkan terjadinya kelainan tingkah laku. Gangguan
kelainan tingkah laku ini bergantung pada individu, tetapi pada umumnya
penderita turun daya ingatnya. Gangguan pada sistem saraf pusat ini sangat
bervariasi biasanya berurutan dari bagian kortek yang terganggu dan merambat ke
bagian medula (lihat Tabel 1).
Tabel 1. Gejala yang diakibatkan oleh toksisitas etanol
Gejala klinis
1.
-

Ringan.
Penglihatan menurun
Reaksi lambat
Kepercayaan diri
meningkat
2. Sedang
- Sempoyongan
- Berbicara tidak
menentu
- Fungsi saraf motorik
menurun
- Kurang perhatian
- Diplopia
- Gangguan persepsi
- Tidak tenang
3. Berat

Konsentrasi alkohol dalam


darah (%)

Bagian otak
yang terkena

0,005 0,10

Lobus depan

Lobus parietal
0,15 0,30

Lobus ocipitalis

Serebellum
0,30 0,50

Gangguan
penglihatan
- Depresi
- Stupor
4. Koma
- Kegagalan pernafasan
Sumber: Gossel and Bricker, 1984

Lobus ocipitalis
Serebellum
Diencephalon
0,50

Medulla

Gambar 1. Lokasi otak yang terpengaruhi oleh toksisitas alkohol, dari pengaruh
ringan dan yang terberat
Sumber: Darmond, 2019
Absorpsi
Karena sifat etanol yang mudah larut dalam air dan lemak, penghantar
listrik yang lemah, ukuran molekul yang relatif kecil, maka etanol mudah sekali
masuk melalui membran sel dengan difusi. Alkohol mudah sekalit diabsorpsi
melalui dinding gastrointestinal, terutama bila kondisi lambung yang kosong.
Tetapi lokasi yang efisien dalam penyerapan etanol ialah didalam usus kecil dan
kurang efisien di dalam lambung dan usus besar. Walaupun etanol mempunyai

berat molekul yang kecil, agak lama etanol terlarut dalam lemak dan proses
pelarutannya adalah secara difusi pasif. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
proses absorpsi ini yaitu:
-

Kondisi lambung dalam keadaan kosong atau berisi. Hal ini sangat penting
dalam pengaturan absorpsi alkohol. Pada lambung keadaan kosong, absorpsi
sempurna terjadi dalam waktu 1 atau 2 jam, tetapi pada lambung keadaan
berisi penuh makanan absorpsi terjadi sampai 6 jam.

Komposisi larutan etanol yang diminum. Minuman bir lebih lambat diabsorpsi
dari pada anggur (wine) dan anggur lebih lambat daripada spiritus. Pada
umumnya minuman keras yang mengandung karbon diabsorpsi lebih cepat,
karena senyawa karbon dioksida (CO2) dapat mengambil alih isi lambung.

Distribusi
Setelah diabsorpsi, alkohol kemudian didistribusikan kesemua jaringan
dan cairan tubuh serta cairan jaringan. Keseimbangan terjadi diantara cairan
jaringan, darah dan kompartemen jaringan itu sendiri. Disamping itu etanol sangat
mudah sekali menembus jaringan otak dan plasenta. Akhir-akhir ini yang
menjadikan perhatian adalah ibu hamil yang menjadi peminum minuman keras
yang mengandung alkohol dan pengaruhnya terhadap fetus yang dikandungnya.
Distribusi alkohol antara alveoler paru dengan darah sangat bergantung pada
kecepatan difusi, tekanan gas dan konsetrasi alkohol dalam kapiler paru. Rasio
distribusi antara alveoler paru dengan darah adalah 1:2100.
Seorang peneliti Swedia mengembangkan metoda untuk memperkirakan
jumlah alkohol yang diperlukan sehingga dapat terdeteksi dalam darah.

Formulanya adalah:

Dimana: A= etanol (ml) yang diminum


W= berat badan (g)
r= rasio distribusi etanol: pria= 0,68 dan wanita= 0,55
CT= konsentrasi alkohol dalam darah
0,8= berat jenis alkohol
r: dihitung dari persentase alkohol dalam tubuh dibagi persentase alkohol dalam
darah
r= % alkohol dalam tubuh : % alkohol dalam darah
Penetapan rasio distribusi untuk pria = 0,68 dan wanita = 0,55, disebabkan
karena wanita biasanya kurang kendungan airnya dalam tubuh, tetapi lebih besar
kandungan jaringan lemaknya.
Pada pria dengan berat badan sekitar 68,1 Kg meminum minuman keras
sekitar 30 ml yang mengandung 50% etanol (whiskey) atau setara dengan 360 ml
beer yang mengandung 5% etanol. Setelah semua diabsorpsi tubuh ternyata
kandungan alkohol dalam darah ialah:
0,025% (2,5 mg%), perhitungaanya adalah sebagai berikut:
A=WrCT/0,8= 68,100X0,68X0,025% : 0,8= 11,58/0,8
A= sekitar 15 ml
Sedangkan untuk memperkirakan kandungan alkohol dalam darah (KAD),
untuk orang yang beratnya sekitar 150 pond, atau kandungan alkohol dalam

minuman keras sekitar 50%, maka KAD menjadi cukup proporsional. Dengan
formulasi dibawah ini akan dapat diperkirakan jumlah KAD maksimum.
150/bb X %EtOH/50 X Jumlah Alkohol yang diminum (ons) X 0,025% =
KADmaks
Pada kasus overdosis etanol akut, kadang formula tersebut diatas sangat
berguna untuk memperkirakan KAD dari si penderita, bilamana diketahui jumlah
minuman keras yang diminum. Sehingga jumlah ini dapat diperkirakan dengan
melihat gejala yang timbul dari si penderita (Walgreen, 1970).
Metabolisme
Mengetahui proses metabolisme etanol sangat berguna untuk meramalkan
atau menangani suatu kasus toksisitas etanol. Sekitar 90-98% etanol yang
diabsorpsi dalam tubuh akan mengalami oksidasi oleh enzim. Biasanya sekitar 210% diekskresikan tanpa mengalami perubahan, baik melalui paru maupun ginjal.
Sebagian kecil dikeluarkan melalui keringat, air mata, empedu, cairan lambung
dan air ludah. Tetapi perlu diingat bahwa konsentrasi alkohol selalu sama dengan
kandungan cairan jaringan atau disebut cairan tubuh.
Proses oksidasi enzimatik etanol pertama terjadi dalam hati kemudian
dalam ginjal. Proses metabolisme melibatkan tiga jenis enzim. Pada proses
pertama

etanol

dehydrogenase

dioksidasi
dan

menjadi

memerlukan

acetaldehyd

kovaktor

NAD

oleh

enzim

(nicotinamid

alkohol
adenin

dinucleotida). Enzim alkohol dehydrogenase dalam hati adalah enzim yang tidak
spesifik, enzim ini juga mengubah alkohol primer lainnya menjadi aldehyd, begitu
juga pada alkohol sekunder dan keton.

Pada tahap kedua acealdehyd diubah menjadi asam asetat oleh enzim
aldehyd dehydrogenase juga dibantu oleh kovaktor NAD. Tahap berikutnya
diubah lagi menjadi acetyl coenzim A (CoA), yang kemudian CoA masuk
kedalam siklus Krebs dan mengalami metabolisme menjadi CO2 dan H2O
(Gambar 2.1).

C2H5OH + NAD+ alkohol-dehydrogenase(ADH)->CH3CHO +NADH


Etilalkohol---------------------------acetaldehyd

CH3CHO + NAD+ aldehyd-dehydrogenase__CH3COOH + NADH


Acetaldehyd-----------------------asam asetat
CoA

AsetylCoA
siklus Krebs

CO2 H2O

Gambar 2.1. Proses biokimiawi metabolisme etanol

Proses metabolisme etanol mengakibatkan terjadinya pengubahan NAD


menjadi reduksi NAD (NADH). Hal tersebut menyebabkan penurunan rasio
antara NAD:NADH di dalam hati, sehingga terjadi gangguan metabolisme
karbohidrat (energi), karena intoksikasi dari etanol. Misalnya terjadinya gejala
hipoglikemia setelah terjadi intoksikasi alkohol secara kronis ataupun akut.

Walaupun terjadi gangguan metabolisme yang disebabkan

keracunan etanol

sangat komplek, tetapi dapat diduga bahwa hambatan proses glukoneogenesis


oleh etanol adalah akibat dari kekurangan NAD. Oleh sebab itu asam amino yang
biasanya masuk kedalam jalur glikolisis dan siklus asam trikarboksilat (TCA)
berubah kelain jalur. Sebagai akibatnya terjadi penurunan kandungan oksaloasetat
dan pyruvat dan terjadi penimbunan laktat dan ketoasit. Juga terjadi reduksi dalam
metabolisme gliserol yang mengakibatkan terjadinya penimbunan lemak didalam
hati.
Gejala Klinis
Gejala yang menciri dari keracunan etanol sangat bervariasi dari yang
sifatnya ringan yaitu ataxia (sempoyongan) sampai berat yaitu koma (tidak
sadarkan diri). Pada intoksikasi yang berat, penderita menunjukkan gejala stuppor
(tidak bereaksi) atau menjadi koma. Kulit teraba dingin, bau nafas tercium
alkohol, suhu tubuh dan frekwensi nafas menurun, kadang denyut jantung
meningkat. Kejadian koma karena keracunan alkohol biasanya KAD nya
mencapai 300 mg% atau 0,3 %. Pada konsentrasi kurang dari 100 mg%, lobus
frontal otak terpengaruh sehingga tidak berfungsi.
Gejala subyektif termasuk peningkatan percaya diri tidak mengikuti
peraturan dan daya penglihatan menurun. Bila KAD meningkat dari 0,1%
menjadi 0,2%, lobus parietal otak terpengaruh. Pada kondisi tersebut terjadi
penurunan daya syaraf motorik, bicara terbata-bata, tremor dan ataksia. Bila KAD
mencapai 0,3% akan berpengaruh terhadap serebelum dan juga lobus osipitalis
dan serebelum. Pada kondisi ini penderita akan terganggu keseimbangannya dan

persepsinya. Bilamana KAD mencapai LD50 (sekitar 0,45-0,5%), penderita akan


koma, pernafasan sesak, pembuluh darah tepi (perifer) tidak berfungsi. Pada
konsisi tersebut bagian medula otak terpengaruh dan kondisi menjadi sangat
kritis.
Pengobatan
Asuhan suportif umum harus diberikan. Melalui tindakan hati-hati untuk
melindungi jalan napas (termasuk instubasi endotrakea) dan membantu ventilasi ,
kebanyakan pasien akan pulih kembali setelah efek obat habis. Hipotensi biasanya
berespon terhadap terhadap penghangatan tubuh (jika tubuh kedinginan),
pemberian cairan intra vena, dan jika perlu dopamin. Tidak ada antidot untuk
etanol, barbiturat, atau sebagian besar hipnotik-sedatif lainya. Pasien penderita
intoksikasi yang berat, tubuhnya harus dijaga selalu hangat dan isi perut harus
segera dikeluarkan. Prioritas pertama yang dilakukan ialah dengan pemberian
pernafasan buatan, diberikan infus 10-50% dextrosa secara intravena untuk
menjaga kadar glukosa darah. Pemberian sodium bikarbonat cukup baik sebgai
antidotum untuk mencegah terjadinya asidosis. Perlakuan hemodialisis diperlukan
bila KAD mencapai 0,4%.

2.3.2 Metanol
Alkohol jenis ini mempunyai struktur paling sederhana, tetapi paling
toksik pada manusia dibanding dengan jenis alkohol lainnya. Metanol secara luas
digunakan pada industri, rumah tangga, pelarut cat, anti beku dan sebagai bahan
bakar. Terjadinya keracunan pada orang biasanya karena sengaja diminum, atau

produk yang mengandung metanol dan beberapa laporan terjadi keracunan


melalui kulit maupun pernafasan.
Keracunan metanol telah terjadi secara luas dan menyebabkan banyak
kematian dan angka kesakitan (mortilitas dan morbiditas). Banyak kasus terjadi
pada waktu terjadi peperangan. Kejadian akan bertambah banyak bilamana
metanol akan digunakan sebagai bahan bakar dimasa yang akan datang. Kejadian
metanol diminum karena erat hubungannya dengan kemiripannya dengan etanol,
baik dalam penampilan, bau, maupun harganya yang murah. Disamping itu orang
awam tidak begitu mengetahui bahwa metanol lebih berbahaya daripada etanol.
Dosis lethal sekitar 30 ml, tetapi telah dilaporkan dosis lethal dapat mencapai 500
ml, hal tersebut bergantung pada individu.
Mekanisme Toksisitas Metanol
Metanol diabsorpsi dan didistribusikan keseluruh tubuh seperti pada
etanol. Metanol juga dimetabolisir oleh enzim yang sama seperti etanol, tetapi laju
metabolismenya menyebabkan lambatnya pengaruh toksisitasnya.
Metabolisme metanol tidak bergantung pada konsentrasinya di dalam
darah. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa metanol dimetabolisme oleh
enzim alkohol dehydrogenase menjadi formaldehyd dan asam format.
CH3OH alkohol dehydrogenase CHCOHaldehyd dehydrogenaseHCOOH
-------CO2 + H2O
Dalam proses metabolisme, metanol teroksidasi menjadi formaldehyd
yang sangat toksik yaitu 33 X lebih toksik daripada metanol. Formaldehyd
sebagaian akan bereaksi dengan protein tubuh dan lainnya dioksidasi lebih lanjut.

Tidak semua metanol mengalami metabolisme, tetapi sejumlah besar metanol


mungkin dikeluarkan (diekskresi) tanpa terjadi perubahan melalui paru dan ginjal.
Tetapi, metabolisme adalah merupakan reaksi yang sangat penting.
Seperti halnya etanol, metanol didistribusikan keseluruh organ yang
proporsinya seimbang dengan air pada cairan jaringan. Hal inilah yang
menunjukkan bahwa organ mata mengalami gangguan yang sangat besar walupun
metanol yang masuk kedalam tubuh relatif kecil.
Gejala Klinis Toksisitas Metanol
Gejala diawali dengan menunjukkan tanda-tanda seperti intoksikasi etanol,
wlaupun gejalanya biasanya lebih ringan. Hal tersebut karena daya larutnya yang
rendah terhadap lemak. Gejala yang terlihat ialah euphoria dan lemah otot.
Kemudian diikuti dengan gejala nausea, muntah, sakit kepala, hilang ingatan,
sakit perut yang sangat dan dapat disertai diaree, sakit punggung, kelesuan
anggota gerak. Mata terlihat merah karena hiperemik.
Pada keracunan metanol yang berat, pernafasan dan denyut jantung
tertekan. Terjadi gejala asidosis dengan nafas perlahan dan dalam. Penderita akan
mengalami koma dan kematian terjadi dengan cepat. Pada saat menjelang ajalnya
penderita menunjukkan gejala konvulsi dan opithotonus.
Pada saat metanol teroksidasi menjadi formaldehyd dan asam formiat,
terjadi peningkatan konversi dari NAD+ menjadi NADH. Kelebihan NADH akan
menjadi asam laktat, sehingga terjadi acidosis yang diakibatkan oleh keracunan
metanol. Hal tersebut menyebabkan terbentuk dan terakumulasinya asam formiat
dan asam laktat. Sebagai akibatnya terjadi pengikatan perbedaan anion (perbedaan

antara total kation dan total anion). Pada kondisi normal selisih perbedaan tersebut
adalah 18 mmoles/L (dihitung dari [Na++K+]-[Cl-+HCO3-], selisih tersebut dapat
meningkat dua kali atau lebih diatas normal pada kondisi keracunan metanol.
Terjadinya kerusakan bola mata sering terjadi pada keracunan metanol.
Orang yang mengkonsumsi metanol sekitar 4 ml dapat menyebabkan kebutaan.
Dilaporkan bahwa terjadi peristiwa kebutaan karena keracunan metanol sampai
6% pada tentara Amerika waktu perng dunia ke II. Kerusakan mata adalah suatu
bentuk terjadinya kerusakan retina dan saraf optik yang mengalami degenerasi
yang disebabkan oleh akumulai formaldehyd dan berkembang menjadi asidosis.
Bila penderita dapat selamat, penderita akan mengalami buta total atau daya
penglihatannya dapat terganggu selama berbulan-bulan.
Pengobatan Toksisitas Metanol
Keracunan metanol berat biasanya dijumpai pada pecandu alkohol kronis
dan mungkin tidak dapat dikenal kecuali dijumpai gejala-gejala yang khas pada
sejumlah pasien. Karena metanol dan metabolit formatnya merupakan toksin yang
lebih kuat dari etanol, maka penting bahwa pasien yang keracunan metanol
dikenali dan diobati secepat mungkin.
Pengobatan pertama untuk keracunan metanol, seperti pada keadaan kritis
keracunan, ialah untuk menyelenggarakan pernafasan, dengan melakukan
trakeotomi bila perlu. Muntah dapat dibuat pada pasien yang tidak koma, tidak
mengalami kejang, dan tidak kehilangan reflex muntah. Bila salah satu dari
kontraindikasi ini ada, maka harus dilakukan intubasi endotrakeal dan bilasan
lambung dengan selang berdiameter besar setelah saluran nafas terlindungi.

Bermacam-macam obat untuk toksisitas metanol telah digunakan, yang


kebanyakan obat berfokus untuk mengobati gejala asidosis. Asidosis ini harus
diobati terlebih dulu karena dapat mengancam jiwa penderita. Gejala kerusakan
yang parah pada mata sangat bergantung pada kecepatan menetralkan gejala
asidosis ini. Infus dengan sodium bikarbonat segera harus dilakukan sampai pH
urine menjadi normal kambali.
Secara teoritis etanol adalah merupakan antidotum spesifik terhadap
toksisitas metanol, wlaupun efektifitasnya masih banyak dipelajari. Selama etanol
mempunyai daya gabung dengan alkohol dehydrogenase (ADH), dengan kekuatan
20 X lebih besar dari metanol, maka etanol merupakan pilihan utama sebagai
substrat untuk enzim ADH tersebut. Etanol diberikan secra oral atau melalui intra
vena sesegera mungkin. Dosis pemberian etanol dilakukan sampai mencapai
kadar 0,1% dalam darah. Bila etanol sudah cukup untuk mengurangi metabolisme
metanol sehingga kadar metabolisme toksik metanol berkurang, maka secara
keseluruhan dapat menurunkan daya toksisitas metanol. Pengobatan dengan etanol
ini harus dilakukan untuk selama satu minggu atau lebih sampai metanol
dikeluarkan dari tubuh.
Pengobatan dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis juga dapat
digunakan untuk mengeliminasi metanol. Dialisis ini dilakukan bila kadar metanol
dalam darah mencapai lebih dari 50mg%, serta terus dilakukan sampai kadarnya
kurang dari 20mg%
Obat lain yang juga dapat dipakai adalah:

Leucovorin kalsium: merupakan analog dari folat yang bertindak untuk


metabolisme formaldehyd menjadi karbon dioksida melalui sistem :
folat-dependent-enzim.
4-methyl pyrazole (4MP): Mempunyai daya hambat terhadap alkohol
dehydrogenase.

2.3.3 Amil Alkohol


Nama lainnya yaitu N-amyl alcohol; N-butyl carbinol; N-butyl carbinol;
Pentan-1-ol; N-pentan-1-ol; Pentanol; Pentyl alkcohol; 1-pentanol; Pentanol-1; Npentanol; Pentyl alcohol; 1-pentyl alcohol; N-pentyl alcohol; Primary amyl
alcohol. Berupa cairan tidak berwarna. Beraroma seperti alkohol. Berat molekul
88,15; Rumus molekul C5H12O; Titik nyala 33oC (91,40F); Titik didih 137 139
o

C; Titik lebur - 79oC (-110,2F); Berat jenis (air=1): 0,8146; Tekanan Uap 1,5

mm/Hg pada 20oC; Sedikit larut dalam air (2,7 g/100 mL @ 27 oC); Agak larut
dalam air dingin, air hangat; Larut dalam aseton, eter, alkohol, dan kebanyakan
pelarut anorganik. Digunakan sebagai pelarut pada sintesis senyawa organik dan
sebagai bahan peningkat rasa dan aroma pada pangan.
Efek Klinis
1.

Keracunan akut
Terhirup
Iritasi saluran napas, sensasi pedih pada mata sehingga menimbulkan

lakrimasi, hiperemia konjungtiva tanpa disertai luka kornea yang bermakna,


gangguan dan rasa tidak nyaman pada hidung, nyeri dada, mual, muntah.

Inhalasi uap berkonsentrasi tinggi dapat mempengaruhi otak, sistem saraf


pusat, sistem kardiovaskuler, penglihatan, pernapasan, hati, ginjal, menyebabkan
vertigo, delirium, ataksia, sedasi, pusing, mengantuk, sakit kepala, dispnea, batuk,
edema paru akut, depresi napas, hipotensi, disritmia jantung, pandangan ganda,
tuli, gagal ginjal akut, nekrosis tubuler akut.

Kontak dengan kulit


Jika diserap kulit dapat menyebabkan gejala yang mirip dengan akibat
terpapar bahan melalui jalur tertelan dan inhalasi. Dapat menyebabkan iritasi dan
dermatitis.

Kontak dengan mata


Uap bahan dapat menyebabkan iritasi mata. Kontak dengan mata dapat
menyebabkan iritasi mata, lakrimasi (berair), luka bakar, peradangan. Juga dapat
menyebabkan konjungtivitis dan kerusakan kornea.

Tertelan
Dapat menyebabkan iritasi saluran cerna disertai mual, muntah dan diare.
Dapat menyebabkan efek yang mirip seperti pada paparan secara inhalasi,
mempengaruhi

hati,

ginjal

(ketidaknormalan

fungsi

mioglobinuria, gagal ginjal akut, nekrosis tubuler akut)

2.

Keracunan kronik

ginjal,

glisouria,

Terhirup
Paparan berulang atau jangka panjang dapat menyebabkan edema paru,
cedera ginjal.
Kontak dengan kulit
Kontak berkepanjangan atau berulang dapat menyebabkan dermatitis.
Pengobatan
Pertolongan Pertama
Terhirup Segera pindahkan dari tempat paparan ke tempat yang berudara segar.
Jika terjadi kesulitan bernapas dapat diberikan oksigen. Segera bawa ke rumah
sakit atau fasilitas kesehatan terdekat. Terhirup bahan yang serius: Segera
pindahkan dari tempat paparan. Longgarkan bagaian pakaian yang kencang,
seperti kerah baju, dasi, ikat pinggang. Jika terjadi kesulitan bernapas dapat
diberikan oksigen. Jika korban tidak bernapas, dapat diberikan resusitasi jantung
paru (RJP). Peringatan: Kemungkinan timbul bahaya pada penolong jika
dilakukan RJP pada korban yang menghirup bahan beracun, menginfeksi, atau
korosif. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.
Kontak dengan kulit Segera siram kulit dengan banyak air. Dapat digunakan air
dingin. Tutup kulit yang teriritasi dengan emolien. Lepas pakaian dan sepatu yang
terkontaminasi. Cuci pakaian sebelum digunakan kembali. Bersihkan sepatu
sebelum digunakan kembali. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan
terdekat. Kontak kulit yang serius: Cuci dengan sabun desinfektan dan tutupi kulit
yang terpapar dengan krim antibakteri. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas
kesehatan terdekat.

Kontak dengan mata Lepaskan lensa kontak jika menggunakannya. Segera cuci
mata dengan air yang banyak (dapat digunakan air dingin) atau dengan larutan
garam normal (NaCl 0,9%), selama 15 20 menit, atau sekurangnya satu liter
untuk setiap mata dengan sesekali membuka kelopak mata atas dan bawah sampai
dipastikan tidak ada lagi bahan kimia yang tertinggal. Tutup dengan kain kassa
steril. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.
Tertelan Dapat berpotensi aspirasi jika tertelan. Jangan merangsang muntah atau
memberi minum bagi pasien yang tidak sadar/pingsan. Longgarkan bagian
pakaian yang melekat ketat, seperti kerah baju, dasi, atau ikat pinggang. Segera
bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat. Catatan untuk dokter:
Berikan pengobatan simptomatik dan penunjang.
Antidotum: Tidak terdapat antidotum spesifik
Penatalaksanaan
Stabilisasi
a. Penatalaksanaan jalan nafas, yaitu membebaskan jalan nafas untuk menjamin
pertukaran udara.
b. Penatalaksanaan fungsi pernafasan untuk memperbaiki fungsi ventilasi dengan
cara memberikan pernafasan buatan untuk menjamin cukupnya kebutuhan
oksigen dan pengeluaran karbon dioksida.
c. Penatalaksanaan sirkulasi, bertujuan mengembalikan fungsi sirkulasi darah.
d. Jika ada kejang, beri diazepam dengan dosis: Dewasa: 10 20 mg IV dengan
kecepatan 2,5 mg/30 detik atau 0,5 mL/30 menit, jika perlu dosis ini dapat diulang

setelah 30 60 menit. Mungkin diperlukan infus kontinyu sampai maksimal 3


mg/kg BB/24 jam. Anak-anak: 200 300 g/kg BB.

1.3.5

T-butil alkohol
Nama lainnya Trimetylcarbinol; tert-Butyl alcohol;, t-Butanol; tert-

Butanol; 2-Methyl-2- propanol; 2-Methylpropan-2-ol: 1,1-Dimethylethanol; tertButyl hydroxide; Trimethyl methanol; Dimethylethanol; Methyl-2-propanol;
Tertiary-butyl alcohol.
Berbentuk cairan; cairan tidak berwarna pada suhu di atas 78F, yang
membentuk kristal rhombik putih; Berbau menyerupai kamfer; Rumus molekul
(CH3)3COH; Berat molekul 74,12 g/mol; Titik didih 82,41C (180,3F); Titik
leleh 25,7C (78,3F); Titik nyala 11,1oC (52F); Kerapatan relatif 2,55 (udara =
1); Tekanan uap 4,1 kPa (@ 20C); Kerapatan uap 2,55 (udara = 1); Kerapatan (g
cm-3): 0,78; Batas ledakan 2,48%; Berat jenis 0,78581 (air = 1); Larut dalam air
dingin, air panas, ester, hidrokarbon aromatik dan alifatik, alkohol, dan eter.
Kegunaan utama t-butil alkohol adalah untuk pembuatan zat flotasi,
penghilang cat, metakrilat, dan penyedap rasa; dapat pula digunakan sebagai
denaturan untuk etanol, penggerak oktan pada bensin tanpa timbal, dan sebagai
bahan pembersih dan pelarut untuk farmasetikal, lilin dan lak. Perlengkapan
rumah tangga yang bahan utamanya t-butil alkohol seperti furnitur dan berbagai
produk dari karet, plastik, dan kaca. T-Butil alkohol juga digunakan sebagai
pelarut non-reaktif pada reaksi kimia, sebagai kompatibiliser non-surfaktan untuk
berbagai campuran pelarut, dan sebagai pelarut non-korosif; digunakan pada

polimerisasi radikal bebas untuk melarutkan monomer; digunakan sebagai kopling


tambahan dalam pembuatan pestisida dan pupuk dalam larutan tanpa membentuk
emulsi; sebagai pelarut reaksi, disamping sebagai zat antara untuk produk
peroksida organik dan logam alkoksida.
Efek Klinis
1. Keracunan akut

Terhirup
Menghirup bahan dalam konsentrasi tinggi dapat menimbulkan efek pada
sistem saraf pusat, yang ditandai dengan sakit kepala, pusing, dan iritasi saluran
napas. Menyebabkan iritasi pada saluran nafas, iritasi membran mukosa, dan
dispnea.

Kontak dengan kulit


Menyebabkan iritasi kulit, dapat terserap melalui kulit pada jumlah yang
membahayakan.

Kontak dengan mata


Iritasi mata.

Tertelan
Iritasi saluran cerna, dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal.
2. Keracunan Kronik

Terhirup Dapat mengakibatkan efek pada sistem saraf pusat yang ditandai
dengan sakit kepala, pusing, dispnea, dan tidak sadarkan diri. Dapat
berefek pada tindakan yang dikontrol oleh sistem saraf pusat seperti
konvulsi, kejang (seizure), dan gejala putus obat (withdrawal syndrome).
Kontak dengan kulit Paparan berulang atau jangka panjang dapat
menyebabkan defatting, yaitu terjadinya pelarutan kimia dari lemak pada
kulit dan dermatitis.

Kontak dengan mata Sama seperti efek yang dilaporkan pada jangka
pendek. Paparan berulang dapat mengakibatkan abnormalitas penglihatan,
termasuk penglihatan buram dan fotosensitivitas.

Tertelan Dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal, menyebabkan


mual, muntah, dan sakit kepala. Dapat menyebabkan depresi sistem saraf
pusat yang ditandai dengan sakit kepala, pusing, rasa mengantuk,
ataksia,.dan somnolen (tidak sadarkan diri). Berpengaruh pada sistem
saluran kencing, metabolisme, dan hati. Gejala lebih lanjut dapat meliputi
kolaps, tidak sadarkan diri, koma, dan bahkan kematian akibat kegagalan
saluran nafas.
Pengobatan
Pertolongan Pertama

Terhirup Jika terhirup, pindahkan korban ke tempat yang berudara bersih.


Jika korban tidak bernafas berikan pernafasan buatan. Jika terjadi kesulitan
bernapas, berikan oksigen. Jika terjadi gangguan inhalasi yang serius,
segera evakuasi korban ke tempat yang aman. Longgarkan pakaian, dasi,
atau ikat pinggang. Jika korban sulit
bernafas, berikan oksigen. Jika korban tidak bernafas, berikan resusitasi
dari mulut ke mulut. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan
terdekat.
Kontak dengan kulit Segera bilas kulit dengan air yang banyak. Dapat
digunakan air dingin. Lindungi kulit yang teriritasi dengan emolien.
Lepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Cuci pakaian dan
sepatu yang terkontaminasi. Jika terjadi kontak yang serius pada kulit, cuci
dengan sabun disinfektan dan olesi kulit yang terkontaminasi dengan krim
antibakteri. Bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.
Kontak dengan mata Periksa dan lepaskan kontak lensa, segera bilas
mata dengan air mengalir sekurangnya 15 menit dengan menjaga kelopak
mata terbuka. Dapat digunakan air dingin. Jangan menggosok atau
menutup mata. Bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat jika
diperlukan.
Tertelan Jangan menginduksi muntah, kecuali jika disarankan oleh dokter.
Jangan memberikan apapun melalui mulut pada korban yang tidak
sadarkan diri. Jika korban dalam kondisi sadar, bersihkan mulutnya lalu
berikan 2-4 cangkir air untuk diminum. Longgarkan pakaian, dasi, atau

ikat pinggang. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan


terdekat. Catatan untuk dokter: Berikan pengobatan simptomatik dan
penunjang.
Penatalaksanaan oleh Petugas Kesehatan

Stabilisasi
a. Penatalaksanaan jalan napas, yaitu membebaskan jalan napas untuk
menjamin pertukaran udara.
b. Penatalaksanaan fungsi pernapasan untuk memperbaiki fungsi ventilasi
dengan cara memberikan pernapasan buatan untuk menjamin cukupnya
kebutuhan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida.
c. Penatalaksanaan sirkulasi, bertujuan mengembalikan fungsi sirkulasi
darah.
Antidotum: Tidak ada informasi mengenai antidotum spesifik untuk
keracunan t-butil alkohol.
2.3.5 Alil Alkohol
Nama lainnya 2 Propen 1 ol; 1 Propenol; Allylic Alcohol; 3
Hydroxypropene; 2 Propenol; 2 Propenyl Alcohol; Propenol 3; 2 Propenol
1 Vinyl carbinol;
Berupa cairan jernih dengan bau tajam; Berat molekul : 58; Rumus
molekul C3H6O; Titik didih : 96 97 oC; Titik beku : 129 oC; Titik lebur :< - 500
o

C; Tekanan uap : 17 mm Hg 20oC; Rapat uap (udara = 1) : 2,0; Berat jenis (air

=1) : 0,852 0,855; larut dalam air.

Digunakan pada pembuatan alil glisidil eter, gliserol, akrolein, diallil ftalat
resin, farmaseutikal, parfum dan herbisida.
Efek Klinis
1. Keracunan akut
Terhirup: Iritasi, sakit kepala, sakit tenggorokan, mata berair, nafas pendek, batuk,
hemoptisis,

mengantuk,

mual,

muntah,

edema

paru

Kontak dengan kulit: Menyebabkan Iritasi, jika evaporasi dapat dicegah atau
dikurangi, terjadi luka bakar derajat pertama atau kedua yang diikuti dengan
blister/lepuh dan nekrosis superfisial. Absorbsi dalam jumlah kecil menyebabkan
tertundanya

nyeri

otot

yang

dalam

disekitar

area

yang

terpapar.

Kontak dengan mata: Uapnya menyebabkan Iritasi, mata berair, konjungtivitis,


penglihatan kabur, fotofobia, ulser pada kornea. Cairan yang diujikan pada mata
kelinci menyebabkan reaksi yang tidak parah, yaitu edema konjuntiva dan
hyperemia dengan transient clouding of cornea dengan tingkatan 5 dengan
skala sampai 10 selama 24 jam. Opasitas kornea menghilang dalam waktu 48 jam
dan

mata

kembali

normal

seperti

semula

setelah

seminggu.

Tertelan: Sakit tenggorokan, nyeri abdomen, mual, muntah, diare. Dosis tunggal
pada tikus menyebabkan depresi, sekresi yang tidak berwarna pada mata dan
scrawny appearance untuk beberapa hari setelah perlakuan. Kematian terjadi
dalam

waktu

jam

2. Keracunan kronik

sampai

hari

setelah

perlakuan.

Terhirup: Paparan pada tikus menyebabkan apathy, ecxitability, tremor, konvulsi,


diare, koma, kongesti paru dan Diare, kerusakan ginjal, kerusakan hati, konvulsi,
koma
Kontak dengan kulit: Terpapar secara berulang atau dalam jangka waktu lama
menyebabkan dermatitis.
Kontak dengan mata: Terpapar secara berulang atau dalam jangka waktu lama
menyebabkan konjungtivitis.
Tertelan: Terpapar secara berulang pada tikus 14 atau 28 mg/kg untuk 10 hari uji
secara mikroskopik menunjukkan bahwa terjadi pembengkakan pada hati, limfa
dan jantung, terjadi pembengkakan pada sel epitelium ginjal dan perubahan
nekrosis pada hati dan jantung. Pada studi yang lain, pemberian pada tikus
menyebabkan kehilangan berat badan, kelopak mata cepat memerah, nekrosis
lokal pada hati dan mual, diare, konvulsi, apathy, ataksia, lakrimasi dan koma.
Pengobatan
Pertolongan Pertama
Terhirup Segera pindahkan dari tempat pemaparan. Segera bawa ke rumah sakit
atau fasilitas kesehatan terdekat. Jika tidak bernafas berikan bantuan pernafasan ,
jika sulit bernafas berikan oksigen.
Kontak dengan kulit Segera lepaskan pakaian, perhiasan, dan sepatu yang
terkontaminasi. Cuci bagian kulit yang terkontaminasi dengan sabun atau detergen
lembut dan bilas dengan air yang banyak hingga tidak ada lagi bahan kimia yang

tertinggal (minimal 15-20 menit). Bila perlu segera bawa ke rumah sakit atau
fasilitas kesehatan terdekat.
Kontak dengan mata Segera cuci mata dengan air yang banyak atau dengan
larutan garam fisiologis (NaCl 0,9% b/v), sesekali membuka kelopak mata bagian
atas dan bawah hingga tidak ada lagi bahan kimia yang tersisa. Segera bawa ke
rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.
Tertelan Cuci mulut dengan air. Jangan merangsang muntah atau memberikan
suatu cairan kepada pasien yang tidak sadar. Bila terjadi muntah, posisikan kepala
lebih rendah daripada pinggul untuk menghindari aspirasi. Bila korban tidak
sadarkan diri, miringkan kepala menghadap ke samping. Segera bawa ke rumah
sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.

Penatalaksanaan
Stabilisasi
a. Penatalaksanaan jalan nafas: membebaskan jalan nafas untuk menjamin
pertukaran udara.
b. Penatalaksanaan fungsi pernafasan: ventilasi dan oksigenasi, yaitu memperbaiki
fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan untuk menjamin
cukupnya kebutuhan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida.
c. Penatalaksanaan sirkulasi, bertujuan mengembalikan fungsi sirkulasi darah.
d. Jika timbul kejang: beri diazepam dengan dosis sebagai berikut: Dewasa: 10
20 mg IV dengan kecepatan 2,5 mg/30 detik atau 0,5 mL/30 menit, jika perlu
dosis ini dapat diulang setelah 30 60 menit. Mungkin diperlukan infus kontinyu

sampai maksimal 3 mg/kg BB/24 jam. Anak-anak: 200 300 g/kg BB.
Antidotum: -

Anda mungkin juga menyukai