Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Alkohol merupakan senyawa yang kita sering sebut dengan etanol, yang memiliki
istilah umum untuk senyawa organic yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada
atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hydrogen dam atau atom karbon lain. Dalam
kehidupan sehari-hari ,sering kali kita mendengar kata alkohol dan karbohidrat, namun dalm
minuman bersoda kadar alkohol yang tinggi dan rendah. alkohol adalah alkanol berasal dari
alkana dengan satu atom H alkana digantikan oleh gugus fungsi –OH,berdasarkan jenis atom
karbon yang mengikat gugus –OH ,alkohol dibedakan atas alkohol primer,alkohol
sekunder,dan alkohol primer.
Alkohol adalah zat psikoatif yang bersifat adiktif. Zat psikoatif adalah golongan zat
yang bekerja secara selektif, terutama pada otak, yang dapat menimbulkan perubahan pada
perilaku, emosi, kognitif, persepsi, dan kesadaran seseorang. Sedangkan adiksi atau adiktif
adalah suatu keadaan kecanduan atau ketergantungan terhadap jenis zat tertentu. Seseorang
yang menggunakan alkohol mempunyai rentang respon yang berfluktuasi dari kondisi yang
ringan sampai yang berat. Alkohol juga merupakan zat penekan susunan syaraf pusat
meskipun dalam jumlah kecil mungkin mempunyai efek stimulasi ringan (Budiman, 2009).
Bahan psikoaktif yang terdapat dalam alkohol adalah etil alkohol yang diperoleh dari proses
fermentasi madu, gula sari buah atau umbi-umbian. Nama yang populer alkohol di Indonesia
untuk konsumsi adalah miras, kamput, topi miring, raja jemblung, cap tikus, balo, dan lain
sebagainya. Minuman beralkohol mempunyai kadar yang berbeda-beda, misalnya bir dan
soda alkohol (1% -10% alkohol), martini dan anggur (10% - 20% alkohol), dan minuman
keras import yang biasa disebut sebagai whisky dan brandy (20% - 50% alkohol). Ethanol
atau yang lebih dikenal luas sebagai alkohol merupakan salah satu contoh dari senyawa non
esensial yang dikonsumsi oleh manusia.
Makanan yang kita konsumsi bukanlah sekedar kombinasi zat hidrat arang, lemak,
protein, vitamin dan mineral saja, tetapi ada ribuan senyawa lain yang terkandung dalam
makanan dan masuk ke tubuh kita meskipun kadarnya sangat rendah. Senyawa inilah yang

1
dikenal sebagai senyawa nonesensial. Pada kasus alkohol, meskipun tubuh dapat
mempergunakan sekitar 7 kalori per gram alkohol yang dikonsumsi, tetapi sebenarnya kalori
dapat diperoleh dari banyak bahan lain yang lebih berguna. Pada kenyataannya tidak ada
satupun proses biokimiawi tubuh manusia yang membutuhkan alcohol. Penyalahgunaan
alkohol telah menjadi masalah pada hampir setiap negara di seluruh dunia. Seringnya muncul
pemberitaan tentang tata niaga miras (minuman keras) setidaknya merupakan indikasi bahwa
minuman beralkohol banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Diperkirakan sebanyak 2,5 juta penduduk dunia meninggal setiap tahunnya akibat
penyalahgunaan alkohol (WHO, 2011). Secara medis, kematian akan didapatkan seseorang
jika kadar alkohol dalam darahnya sudah mencapai 400 mg/dL (Budiman, 2009). Kehalalan
produk pangan menjadi pertimbangan dalam membeli atau mengkonsumsi suatu produk.
Selama ini, keberadaan sertifikasi halal dari MUI dan labelisasi kehalalan suatu produk dari
Departemen Kesehatan RI, diharapkan dapat menghilangkan keraguan bagi umat Islam
Indonesia untuk mengkonsumsi produk pangan yang berlabel halal. Namun dalam
praktiknya, pengusaha bisa jadi hanya menempelkan label halal pada produknya, tanpa
adanya pemeriksaan dan pengujian (Budiman, 2009). Dalam perkembangannya, hingga saat
ini alat ukur kadar alkohol sangat langka keberadaannya. Kalaupun ada, pemakaiannya
terbatas untuk keperluan industri besar dan penelitian di laboratorium, dengan harga yang
tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat. Beberapa metode atau alat yang biasa digunakan
tersebut adalah analisis menggunakan GC (Gas Chromatography), analisis dengan HPLC
(High Performance Liquid Chromatography), metode berat jenis menggunakan piknometer
dan metode hidrometer alkohol.Berdasarkan permasalahan ini, perlu dibuat sebuah alat
pengukur kadar alkohol pada bahan pangan berbasis mikrokontroler ATMega 8535 dengan
keluaran tampilan LCD. Diharapkan keberadaan alat ini dapat membantu masyarakat dalam
memastikan kehalalan suatu produk pangan yang diindikasikan mengandung alkohol yang
beredar di pasaran dalam waktu yang relatif singkat dan hasil yang mendekati akurat.

2. Rumusan Masalah

1) Bagaimana analisa alkohol pada minuman ?


2) Bagaimana analisa alkohol pada makanan ?

2
3. Tujuan

1) Praktikan mengetahui seberapa besar kadar alcohol dari suatu bahan.


2) Praktikan dapat memahami cara mengidentifikasi alkohol.
3) Praktikan dapat mengetahui cara kerja dari rangkaian alat destilasi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Alkohol

Alkohol merupakan senyawa organik yang mempunyai gugus – OH yang terkait


pada atom C dari rangkaian alifatis atau siklik. Sebagaian alkohol digunakan sebagai pelarut,
mempunyai sifat asam lemah, mudah menguap dan mudah terbakar.
Alkohol Primer
Pada alkohol primer(1°), atom karbon yang membawa gugus -OH hanya terikat pada
satu gugus alkil.
Beberapa contoh alkohol primer antara lain :
CH3 – CH2 – Br CH3CH2 – CH2 – Cl CH3CH – CH2 – I

|
CH3
Alkohol sekunder
Pada alkohol sekunder (2°), atom karbon yang mengikat gugus -OH berikatan
langsung dengan dua gugus alkil, kedua gugus alkil ini bisa sama atau berbeda.
Contoh: CH3 – CH – CH3 CH3 – CH – CH2CH3

| |
Br Cl

Alkohol tersier
Pada alkohol tersier (3°), atom karbon yang mengikat gugus -OH berikatan langsung
dengan tiga gugus alkil, yang bisa merupakan kombinasi dari alkil yang sama atau berbeda.
Contoh: CH3 CH3

| |
CH3 − C −CH3 CH3 − C −CH2CH3
| |
Br Cl

4
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah
bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Apabila dikonsumsi
berlebihan, minuman beralkohol dapat menimbulkan efek samping gangguan mental organik
(GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan berperilaku. Timbulnya GMO
itu disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf pusat. Efek samping terlalu banyak
minuman beralkohol juga menumpulkan sistem kekebalan tubuh. Alkoholik kronis membuat
jauh lebih rentan terhadap virus termasuk HIV.
Seseorang yang sudah terbiasa meminum minuman beralkohol, apalagi dengan
takaran yang melebihi batas, setahap demi setahap kadar lemak di dalam hatinya akan
meningkat. Akibatnya, hati harus bekerja lebih dari semestinya untuk mengatasi kelebihan
lemak yang tidak larut di dalam darah. Dampak lebih lanjut dari kelebihan timbunan lemak di
dalam hati tersebut akan memakan hati sehingga selnya akan mati. Apabila tidak cepat
diobati akan terjadi sirosis (pembentukan parut) yang akan menyebabkan fungsi hati
berkurang dan menghalangi aliran darah ke dalam hati yang kemudian akan berkembang
menjadi kanker hati.
Gangguan tidak hanya pada bagian lever yang akan rusak atau tidak berfungsi,
bagian lain seperti otak pun bisa terganggu. Pemisahan etanol dari zat terlarutnya dilakukan
dengan cara destilasi, yaitu merupakan metode pemisahan yang didasarkan karena adanya
perbedaan titik didih antara komponen-komponen yang akan dipisahkan. Secara teoristis bila
perbedaan titik didih antar komponen makin besar maka pemisahan dengan cara destilasi
akan berlangsung makin baik yaitu hasil yang diperoleh makin murni.
Pada destilasi senyawa yang akan diambil komponen yang diinginkan dididihkan
dan uapnya dilewatkan melalui suatu pendingin sehingga mencair kembali. Proses
pendidihan erat hubungannya dengan kehadiran udara di permukaan. Bila suatu cairan
dipanaskan, maka pendidihan akan terjadi pada suhu dimana tekanan dari cairan yang akan
didestilasi sama dengan tekanan uap di permukaan.
Permasalahan yang ditemui dalam pemisahan dengan cara destilasi adalah
terbentuknya azeotrop yang merupakan campuran yang sulit dipisahkan karena akan
menguap secara bersama-sama dengan komposisi tertentu.

5
Gambar : peralatan destilasi sederhana

Pemisahan etanol (78,40C) dari minuman beralkohol dilakukan dengan cara destilasi
normal, yaitu digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang dapat menguap di bawah
1300C. Pada destilasi normal pendidihan akan terjadi bila tekanan uap dari cairan yang
dipanaskan sudah sama dengan tekanan udara di permukaan cairan.
Dalam proses destilasi yang menggunakan cairan sebagai media panas, maka
permukaan cairan yang akan didestilasi harus lebih rendah agar pemanasan merata sehingga
penguapan akan sempurna. Analisa pada minuman beralkohol secara kualitatif bertujuan
melihat ada atau tidaknya kandungan etanol dalam suatu sampel uji, dilakukan dengan
mereaksikan etanol dengan beberapa reagen antara lain dengan K2Cr2O7, FeCl3, serta
melihat uji nyala. Sedangkan analisa secara kuantitatif bertujuan untuk mengetahui kadar
etanol dalam suatu sampel uji, yang dilaksanakan dengan cara gravimetri menggunakan
piknometer serta spektrofotometri.

6
2. Analisa Alkohol Pada Minuman

Berdasarkan ketentuan Standar Industri Indonesia (SII) dari departemen


perindustrian RI, minuman berkadar alkohol dibawah 20 % tidak tergolong minuman keras
tapi juga bukan minuman ringan. Sedangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
86/Men.Kes/Per/IV/1977 tanggal 29 April 1977 yang mengatur produksi dan peredaran
minuman keras, yang dimaksud dengan minuman keras adalah semua jenis minuman
beralkohol, tetapi bukan obat yang meliputi 3 golongan sebagai berikut:
1) Golongan A (Bir), dengan kadar etanol 1% sampai dengan 5%. Golongan ini dapat
menyebabkan mabuk emosional dan bicara tidak jelas.
2) Golongan B (Champagne, Wine), dengan kadar etanol 5% sampai dengan 20%.
Golongan ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan, kehilangan sesorik, ataksia,
dan waktu reaksi yang lambat.
3) Golongan C (Wiski), dengan kadar atanol lebih dari 20 sampai 50%. Golongan ini
dapat menyebabkan gejala ataksia parah, penglihatan ganda atau kabur, pingsan dan
kadang terjadi konvulsi.
Alkohol banyak digunakan sebagai campuran, untuk makanan, minuman, dan obat-
obatan ada yang berpendapat bahwa alkohol boleh digunakan selama kadarnya kurang dari
satu persen. Anton Apriyantono dan Nurbowo berpendapat,26 “Suatu bahan yang
mengandung alkohol (kurang dari satu persen) dapat digunakan dalam pembuatan produk
pangan asalkan dalam produk pangan yang dibuat, alkohol sudah tidak terdeteksi lagi.”

I. Uji Kualitatif
1. Reaksi Beckman (K2Cr2O7)
Dasar Teori : Alkohol adalah komponen kimia yang merupakan senyawa organik yang
memiliki gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon. Alkohol terdiri atas
tiga bagian utama, yaitu alkohol primer, sekunder dan tersier, yang termasuk
alkohol primer adalah etanol dan metanol, alkohol sekunder adalah propan 2-
ol dan alkohol tersier adalah metilpropan 2-ol. Alkohol yang diijinkan untuk
dikonsumsi adalah etanol.
Prinsip : Alkohol primer dan sekunder dengan penambahan K2Cr2O7 dalam suasana
asam akan mengalami perubahan warna dari larutan berwarna orange
menjadi hijau. K2Cr2O7 merupakan oksidator kuat sehingga dalam hal ini
dia mengalami reduksi terhadap etanol yang terkandung dalam minuman.

7
Jumlah Cr2O72- yang direduksi oleh etanol menunjukkan kadar etanol dalam
suatu larutan.
Tujuan : Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan etanol dalam minuman beralkohol.
Reagent : K2Cr2O7 2% H2SO4 pekat
Sampel Uji : Arak Ketan Putih 14% merk “Gentong Mas”
Alat : Tabung reaksi Pipet pasteur Pipet mat Bulb
Prosedur :
1) Memasukkan ke dalam dua tabung reaksi yang berbeda sebanyak 2 mL
K2Cr2O7 2% dan kemudian menambahkan sebanyak 5 tetes H2SO4
pekat.
2) Mengomogenkan campuran dengan cara menggoyang-goyangkan.
3) Kemudian menambahkan pada tabung reaksi sebanyak 1 mL sampel uji.
4) Reaksi positif ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari jingga ke
hijau.
Hasil pengamatan : Positif (+) : terjadi perubahan warna dari jingga ke hijau. Reaksi :
3CH3CH2OH + Cr2O72- + 8H+ 3CH3CHO + 2Cr3+ + 7H2O
Pembahasan : Alkohol yang boleh dikonsumsi adalah alkohol dari golongan alkohol primer
yaitu etanol. Analisa kualitatif menggunakan reaksi beckman untuk
mengetahui ada tidaknya etanol dalam minuman. Hasil percobaan
menunjukkan bahan uji positif mengandung etanol dengan adanya perubahan
warna larutan dari jingga menjadi hijau.

2 Tes FeCl3
Dasar Teori : Alkohol dan fenol adalah senyawa yang sama-sama mengandung gugus OH.
Alkohol memiliki rantai karbon terbuka, fenol memiliki rantai karbon
tertutup/melingkar. Alkohol dan fenol bersifat asam lemah. Namun, sifat
asam pada fenol lebih kuat daripada alkohol karena fenol memiliki anion
dengan muatan negatif yang disebar oleh cincin karbon melingkar. Alkohol
adalah asam yang sangat sangat sangat lemah, hampir netral. Alkohol tidak
bereaksi dengan basa (karena sifatnya yang sangat lemah), sedangkan fenol
bereaksi dengan basa. FeCl3 meruopakan golongan garam normal yaitu
golongan garam yang tersusun dari ion positip logam dengan ion sisa asam.
Prinsip : Alkohol, tidak memiliki gugus fenolik bebas, apabila direaksikan dengan FeCl3
tidak akan memberikan perubahan warna menjadi hijau hingga ungu.

8
Tujuan : Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan alkohol atau fenol dalam suatu
minuman beralkohol.
Reagen : FeCl3 5%
Sampel Uji : Arak Ketan Putih 14% merk “Gentong Mas”
Alat : Tabung reaksi Pipet pasteur
Prosedur :
1) Sebanyak 20 tetes sampel uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
2) Sebanyak 5 tetes FeCl3 ditambahkan ke dalam tabung reaksi tersebut.
3) Reaksi positif ditandai dengan terjadinya perubahan dari warna kuning
terang menjadi hijau hingga ungu.
Hasil Pengamatan : Negatif (-) : tidak terjadi perubahan warna menjadi hijau hingga ungu,
campuran tetap berwarna kuning terang. Reaksi : CH3-CH2-OH + FeCl3
CH3-CH2-Cl + Fe(OH)3
Pembahasan : Sampel uji hanya mengandung etanol, tidak terdapat gugus fenol di dalamnya.
Etanol tidak dapat bereaksi dengan basa ataupun garamnya, sedangkan FeCl3
merupakan golongan garam normal. Fenol bereaksi dengan FeCl3
memberikan perubahan warna larutan dari kuning terang menjadi hijau
hingga ungu. Sehingga saat sampel uji direaksikan dengan FeCl3, larutan
tetap berwarna kuning terang.
3 Tes Uji Nyala
Dasar Teori : Alkohol apabila terbakar tidak menghasilkan asap. Alkohol apabila terbakar
menghasilkan lidah api berwarna biru yang kadang-kadang tidak dapat
terlihat pada cahaya biasa. Alkohol dapat dibakar, menghasilkan gas karbon
dioksida dan uap air dan energi yang besar.
Prinsip : Alkohol apabila terbakar menghasilkan lidah api berwarna biru yang kadang-
kadang tidak dapat terlihat pada cahaya biasa.
Tujuan : Mengetahui ada tidaknya alkohol di dalam suatu sampel uji.
Sampel Uji : Arak Ketan Putih 14% merk “Gentong Mas”
Alat : Beaker glass Pipet pasteur Tissue Korek api
Prosedur Kerja :
1) Beberapa tetes sampel uji dimasukkan ke dalam beaker glass dengan
pipet tetes
2) Sampel uji dibakar dengan tissue.
3) Amati warna nyala api.

9
Reaksi : C2H5OH + 3O2 2CO2 + 3H2O
Hasil Pengamatan : Positif (+) : terjadi nyala api dengan sedikit warna hijau Pembahasan :
Sampel uji mengandung etanol / alkohol, walaupun tidak terbentuk
nyala api berwarna biru melainkan berwarna hijau. Seperti dijelaskan
diatas bahwa terbentuknya lidah api berwarna biru kadang-kadang
tidak terlihat pada cahanya biasa.

II. Uji Kuantitatif


1 Gravimetri menggunakan piknometer
Dasar teori : Analisis gravimetri merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan
kuantitas suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur
berat komponen dalam keadaan murni setelah melalui proses pemisahan.
Analisis gravimetri melibatkan proses isolasi dan
pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Secara piknometri,
analisis dilakukan dengan menentukan berat jenis suatu zat. Berat jenis suatu
zat adalah perbandingan antara bobot zat dibanding dengan volume zat pada
suhu tertentu (200C). Analisa dengan cara ini didasarkan pada perbandingan
berat zat di udara pada suhu 200C terhadap berat air dengan volume dan suhu
yang sama.
Prinsip : Penentuan berat jenis dengan suhu tertentu dari larutan uji setelah dilakukan
proses destilasi dan kadar alkohol ditetapkan berdasarkan tabel yang dapat
menggambarkan hubungan antara berat jenis dan kadar alkohol. Metode :
Gravimetri menggunakan piknometer.
Tujuan : Untuk mengetahui kadar alkohol dalam minuman
Reagen : Aquadest Sampel Uji : Arak Ketan Putih 14% merk “Gentong Mas”
Alat : Labu destilasi Pendingin Leibig Labu ukur Pipet volume Piknometer
Prosedur :
1) Sebanyak 100 mL sampel uji dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam
labu destilasi.
2) Sebanyak 50 mL aquadest ditambahkan ke dalamnya, kemudian
didestilasi.
3) Hasil destilasi yang didapat ditampung pada labu ukur 100 mL.
4) Destilat di-add-kan sampai tanda garis.
5) Labu ukur yang berisi hasil destilat tadi dimasukkan ke dalam lemari es.

10
6) Berat jenis ditentukan pada suhu 200C dengan menggunakan piknometer.
Kalkulasi :
Penaraan piknometer
Bobot pikno kosong : 39,2459 gr
Bobot pikno + aquadest : 88,8370 gr
Bobot pikno + destilat alkohol : 88,5158 gr
Berat jenis aquadest 200C : 0,9890 gr

Volume Piknometer (x) = 88,8370−39,2459 / 0,9890 = 49,5911 / 0,9890 = 50,1427


Berat Jenis Alkohol (y) = 88,5158−39,2459/50,1427 = 49,2699/50,1427 = 0,9836
y1 = 0,9820 → x1 = 11,0
y2 = 0,9830 → x2 = 10,3
y−y1 / y2−y1=x−x1/ x2−x1
0 ,9826−0,98200/ 0,9330−0,9820= x−11,0 / 10,3−11,0
0,0006 / 0,001 = x−11,0 / 0,7
0 ,42 = −11,0
x = 10,58 %
Pembahasan : Menurut analisa kuantitaif metode gravimetri menggunakan piknometer,
diketahui bahwa kadar alkohol yang terkandung dalam sampel uji adalah
sebesar 10,58 %. Hal tersebut tidak sesuai dengan kadar yang tertera pada
etiket sampel uji yaitu sebesar 14 %. Kesalahan dapat terjadi karena kadar
alkohol yang tertera memang tidak sesuai dengan etiket sebenarnya,
mengingat sampel uji yang digunakan merupakan produk industri kecil
bukan pabrik besar. Namun tidak menutup kemungkinan kesalahan terjadi
saat analisa yaitu antara lain; menguapnya alkohol pada saat destilasi
karena proses pendinginan tidak sempurna, suhu pada saat penimbangan,
kesalahan dari intrumen neraca analitik itu sendiri.

2 Spektrofotometri
Dasar Teori : Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang
digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara
kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi
dengan cahaya. Peralatan yang digunakan dalam spektrofotometri disebut
spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV
11
dan inframerah. Dalam interaksi materi dengan cahaya atau radiasi
elektromagnetik, radiasi elektromagnetik kemungkinanan dihamburkan,
diabsorbsi atau dihamburkan. Secara sederhana Instrumen spektrofotometri
yang disebut spektrofotometer terdiri dari : sumber cahaya – monokromator
– sel sampel – detektor – read out (pembaca)
Zat yang ada dalam sel sampel disinari dengan cahaya yang memiliki
panjang gelombang tertentu. Ketika cahaya mengenai sampel sebagian akan
diserap, sebagian akan dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan.
Cahaya
yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya yang
hamburkan diukur sebagai transmitansi (T). Panjang gelombang yang
digunakan untuk melakukan analisis adalah panjang gelombang dimana
suatu zat memberikan penyerapan paling tinggi yang disebut λmaks.
Konsentrasi zat makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan makin
tinggi. Analisa alkohol dengan menggunakan spektrofotometer dilakukan
dengan cara kurva kalibrasi. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam
penentuan konsentrasi zat dengan kurva kalibarasi: 1. Matching kuvet :
mencari dua buah kuvet yang memiliki absorbansi atau transmitansi sama
atau hampir sama. Dua buah kuvet inilah yang akan digunakan untuk
analisis, satu untuk blanko, satu untuk sampel. 2. Membuat larutan standar
pada berbagai konsentrasi. Larutan standar yaitu larutan yang
konsentrasinya telah diketahui secara pasti. Konsentrasi larutan standar
dibuat dari yang lebih kecil sampai lebih besar dari konsentrasi analit yang
diperkirakan. 3. Mengambil salah satu larutan standar, kemudian ukur pada
berbagai panjang gelombang. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pada
panjang gelombang berapa, absorbansi yang dihasilkan paling besar.
Panjang gelombang yang menghasilkan absorbansi paling besar atau paling
tinggi disebut panjang gelombang maksimum (λmaks). 4. Absorbansi
semua larutan standar yang telah dibuat diukur pada panjang gelombang
maksimum. 5. Absorbansi yang dihasilkan dari semua larutan standar
dicatat, kemudian alurkan pada grafik absorbansi : konsentrasi sehingga
diperoleh suatu kurva yang disebut kurva kalibarasi. Dari hukum Lambart-
Beer jika absorbansi yang dihasilkan berkisar antara 0,2-0,8 maka grafik
akan berbentuk garis lurus, namun hal ini tidak dapat dipastikan. 6. Ukurlah

12
absorbansi larutan yang belum diketahui konsentrasinya. Setelah diperoleh
absorbansinya, masukan nilai tersebut pada grafik yang diperoleh pada
langkah 5.
Selain dengan cara diatas konsentrasi sampel dapat dihitung dengan
persamaan regresi linear: Y = Ax + c dengan ; Y = konsentrasi (%) X =
absorbansi
Prinsip : Alkohol dapat teroksidasi menjadi aldehida dan keton dalam suasana asam
dan dipercepat dengan pemanasan. Oksidator alkohol diantaranya adalah
K2Cr2O7.
Tujuan : Untuk mengetahui kadar alkohol dalam minuman. Metode : Spektrofotometri
Alat : Spektrofotometer, Hitter, Pipet mat, Tabung reaksi,
Reagen : Aquadest, K2Cr2O7 2,5%, H2SO4 pekat
Sampel : Arak Ketan Putih 14% merk “Gentong Mas”
Prosedur :
1) Sebanyak 1 mL sampel uji dipipet, kemudian diencerkan dengan
aquadest sebanyak 5 mL. Oksidator K2Cr2O7 2, 5 % sebanyak 2 mL
ditambahkan.
2) Sebanyak 1 mL H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam campuran.
3) Campuran dipanaskan selama 5 menit
4) Campuran didinginkan, kemudian digoyang-goyang hingga homogen.
5) Absorbansi campuran berwarna diukur dengan panjang gelombang 600
nm
6) Membuat larutan standart dengan prosedur sama dengan sampel uji,
konsentrasi yang digunakan 0, 5 %, 2 %, 3 %, 4 %, 5 %.
7) Membuat kurva standart antara absorbansi dengan konsentrasi,
kemudian dapatkan persamaan linearnya.
8) Konsentrasi sampel didapatkan dengan memasukkan nilai absorbansi
sampel pada persamaan linier kurva standart.
Kalkulasi :
Nilai absorbansi larutan standar :
0,5 % → A1 = 0,328 } 0,3160
A2 = 0,304 } 0,3160
2 % → A1 = 0,563 } 0,5545
A2 = 0,546 } 0,5545

13
3 % → A1 = 0,558 } 0,5590
A2 = 0,564 } 0,5590
4 % → A1 = 0,550 } 0,5484
A2 = 0,547 } 0,5484
5 % → A1 = 0,517 } 0,5180
A2 = 0,519 } 0,5180

Nilai absorbansi sampel uji :


Sampel 1 → A1 = 0,523 } 0,5170
A2 = 0,511 } 0,5170
Sampel 2 → A1 = 0,581 } 0,5890
A2 = 0,597 } 0,5890

Pembahasan : Kurva standar tidak dapat digunakan karena R2 < 0,99, yaitu hanya 0,368.
Selain karena kesalahan pada pembuatan larutan standar, kurang baiknya
kurva standar juga dipengaruhi karena panjang gelombang. Dalam analisa
seharusnya dilakukan uji coba terhadap panjang gelombang maksimal
terlebih dahulu.

3. Analisa Alkohol Pada Makanan

Berikut ini paparan fakta mengenai keberadaan alkohol (khamr) dalam berbagai
makanan :

1) Khamr Sebagai Penyedap Masakan


Dikenal ada beberapa khamr (arak) sebagai penyedap masakan Cina, Jepang, Korea,
dan masakan lokal yang berorientasi khamr. Khamr-khamr itu misalnya : (1) Ang
Chiu, sebagai penyedap masakan, berguna untuk mempersedap masakan daging, tim
ayam, sea food dan sayur mayur, (2) Lo Wong Chiu, digunakan sebagai saus
penyedap masakan, dan digunakan juga sebagai penyedap masakan daging, tim ayam,
sea food dan sayur mayur; (3) Anggur Beras Putih, sebagai rendaman obat Thionghoa
dan berbagai masakan.
2) Khamr dalam Kue Ultah

14
Dalam sebuah resep kue ulang tahun yang terdapat di majalah ternama terdapat
deretan bahan yang harus disiapkan. Salah satunya adalah “rhum”. Masyarakat
ternyata acuh tak acuh terhadap keberadaan bahan tersebut. Mereka perlu tahu bahwa
rhum adalah nama dari sebuah minuman keras dengan kadar alkohol sampai 30
persen.
3) Khamr dalam Makanan Bakaran
Dalam masakan ikan bakar, daging panggang atau barbeque, khamr sering digunakan
untuk melunakkan daging dan menciptakan aroma khas khamr. Khamr yang sering
digunakan adalah dari jenis arak putih atau anggur beras ketan. Memang tidak semua
ikan bakar atau daging bakar menggunakan bahan ini. Tetapi dari beberapa kasus
yang terjadi di restoran Jepang dan Cina, penggunaan khamr ini kadang-kadang
ditemukan. Ciri masakan bakar yang menggunakan khamr agak susah dideteksi.
Secara umum khamr dalam masakan bakar agak susah dideteksi. Secara umum daging
atau ikan yang direndam khamr biasanya lebih lunak, lebih empuk dan memiliki
aroma khas khamr. Tetapi tanda-tanda tersebut pada kenyataannya sulit dikenali,
karena daging yang lunak dan empuk juga bisa disebabkan oleh enzim papain dari
daun atau getah pepaya. Sedangkan aroma khamr sangat sulit dikenali, khususnya
bagi orang awam yang tidak terbiasa dengan aroma tersebut.
4) Khamr dalam Tumisan
Masakan yang menggunakan cara pemasakan tumis juga sering menggunakan khamr
sebagai bahan yang ditambahkan. Aroma khamr akan muncul pada saat tumisan
dipanaskan dengan api dan khamr dimasukkan ke dalam wajan.
5) Khamr dalam Mie
Mie goreng dengan berbagai rasa kadang-kadang ditambahkan khamr untuk
mencitarasakan khamr guna menambah selera. Seperti mie goreng ayam, mie goreng
sea food, mie goreng udang dan seterusnya. Khamr yang digunakan dalam masakan
ini biasanya adalah arak putih, arak merah atau mirin.
6) Khamr dalam Sea food
Jangan dikira setiap sea food pasti aman. Meskipun semua isi laut halal, tetapi cara
memasaknya sangat beraneka ragam. Nah, pemasakan sea food itulah yang kadang-
kadang menggunakan saus dan khamr untuk menghasilkan rasa dan aroma khas yang
konon mengundang selera.

15
Uji kadar Alkohol Pada Tapai Ketan Putih Dan Singkong Melalui Fermentasi Dengan Dosis
Ragi Yang Berbeda

Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Universitas Islam Negeri Raden Fatah
Palembang yang berlangsung pada bulan Agustus 2015.

Alat yang digunakan : Erlenmeyer, mortar dan alu, spatula, neraca ohauss, daun pisang,
magic com/pemasak, baskom, pisau, sendok, gelas ukur, gelas
beker, alat titrasi (stip dan biuret), dan pipet tetes.
Bahan yang digunakan : Beras ketan putih, singkong, ragi, larutan indikator fenolftalein 1 %
dan larutan NaOH 0,1 N, aquades, air.
Pembuatan Tapai Ketan Putih
Cara Kerja :
1) Ketan putih sebanyak 0,5 kg dibersihkan/dicuci.
2) Kemudian dimasak dengan panci atau bisa menggunakan magic
com. Setelah masak kemudian didinginkan di wadah.
3) Selanjutnya timbang ketan putih dibagi menjadi 3 bagian
masing-masing seberat 100 g untuk 3 perlakuan ragi.
4) Taburkan serbuk ragi masing-masing sebanyak 0,5%, 1 %, dan
1,5% b/b selanjutnya diaduk sampai rata.
5) Langkah selanjutnya dimasukkan kedalam wadah yaitu dari
daun pisang ditutup rapat. Difermentasi selama 3 hari pada suhu
kamar (28 – 30 oC).
Pembuatan Tapai Singkong
Cara kerja :
1) Singkong sebanyak 0,5 kg dibersihkan/ dicuci.
2) Kemudian dimasak/direbus dengan panci atau bisa
menggunakan magic com.
3) Setelah masak kemudian didinginkan di wadah.
4) Kemudian timbang singkong dibagi menjadi 3 bagian
masingmasing seberat 100 g untuk 3 perlakuan ragi.
5) Selanjutnya taburkan serbuk ragi masing-masing sebanyak
0,5%, 1 %, dan 1,5% b/b selanjutnya diaduk sampai rata.

16
6) Langkah selanjutnya dimasukkan kedalam wadah yaitu dari
daun pisang ditutup rapat. Difermentasi selama 3 hari pada suhu
kamar (28 – 30 oC).
Penghitungan Kadar Etanol
1) Massa bahan ditimbang sebanyak 10 gram, dimasukkan dalam
erlenmeyer ditambah larutan pp 3 tetes dan aquades 50 cc.
2) Setelah diaduk dititrasi dengan larutan NaOH sampai larutan
tapai berubah warna menjadi merah muda.
3) Setelah berubah warna titrasi dihentikan kemudian dilihat
volume larutan NaOH yang digunakan yang selanjutnya jumlah
tersebut digunakan untuk menghitung kasar kadar alkohol yang
terkandung dalam tapai.
4) Selanjutnya data-data yang diperoleh dimasukkan dalam
pengamatan, kemudian dihitung besarnya kadar alkohol dalam
tapai dengan rumus :

Analisis Data
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dan rancangan percobaan yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial terdiri dari dua faktor,
yaitu: Faktor 1 Jenis bahan tapai (T) : tapai ketan putih (Tk) dan tapai singkong (Ts). Faktor 2
Dosis ragi (D) : 0,5 %, 1 % dan 1,5 % (Raudah dan Ernawati, 2012). Data yang diperoleh
dianalisa dengan ANOVA (Analysis of Variances) dengan Rancangan Acak Lengkap dua
jalur. Bila dari hasil analisis dengan ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan antara perlakuan tersebut, maka dilanjutkan dengan uji BJND (Widiyaningrum,
2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Uji Kadar Alkohol pada Fermentasi Tapai Ketan Putih dan Singkong melalui Fermentasi
dengan Dosis Ragi yang Berbeda disajikan dalam tabel dibawah ini.

17
Tabel 1. Kadar Alkohol (%) pada Tapai Ketan Putih dan Singkong

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 1) menunjukkan bahwa setelah dilakukan


fermentasi menghasilkan kadar alkohol yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh dosis ragi yang digunakan pada saat proses fermentasi terhadap kadar alkohol pada
tapai. Dari hasil perhitungan kadar alkohol pada tapai ketan putih terlihat bahwa kadar
alkohol yang paling tinggi diperoleh pada pemberian dosis ragi 1,5% sebesar 0,67%,
kemudian diikuti dosis ragi 1% sebesar 0,58% dan yang yang paling rendah adalah pada
pemberian dosis ragi 0,5% sebesar 0,51%. Adapun kadar alkohol pada fermentasi tapai
singkong dimana kadar alkohol yang tertinggi diperoleh pada dosis ragi 1,5% dihasilkan
kadar alkohol sebesar 0,55%, kemudian diikuti dosis ragi 1% dihasilkan kadar alkohol
sebesar 0,41%, dan yang paling rendah adalah dosis ragi 0,5% dihasilkan kadar alkohol
sebesar 38%. Dilihat dari hasil penelitian yang menggunakan 3 dosis ragi yang berbeda
bahwa semakin tinggi dosis ragi yang diberikan maka semakin tinggi kadar alkohol yang
dihasilkan. Hal ini disebabkan dengan pemberian dosis ragi yang semakin banyak berarti
memiliki khamir yang semakin banyak pula. Khamir inilah yang berperan aktif dalam proses
fermentasi dengan merombak glukosa menjadi alkohol. Menurut Widiyaningrum (2009),
Tinggi rendahnya alkohol yang dihasilkan setelah proses fermentasi berhubungan
dengan adanya jumlah khamir yang ada, terjadinya pertumbuhan khamir berhubungan
dengan aktifitas enzim amilase yang mengubah pati menjadi maltosa, dan dengan enzim
maltase, maltosa akan dihidrolisis menjadi glukosa. Dengan adanya enzim-enzim ini
Saccharomyces cerevisiae memiliki kemampuan untuk mengkonversi baik gula dari
kelompok monosakarida maupun dari kelompok disakarida. Jika gula yang tersedia dalam
substrat merupakan gula disakarida maka enzim invertase akan bekerja menghidrolisis
disakarida menjadi monosakarida. Setelah itu, enzim zymase akan mengubah monosakarida
tersebut menjadi alkohol dan CO2.

18
Adapun hubungan pemberian dosis ragi yang berbeda terhadap kadar alkohol pada
tapai ketan putih dan singkong dapat dilihat pada Grafik 1 berikut:

Grafiik 1. Grafik Hubungan Pemberian Dosis Ragi yang Berebeda Terhadap Kadar Alkohol dalam Tapai Ketan
Putih dan Singkong

Selanjutnya jika dilihat dari grafik hubungan variasi dosis ragi terhadap kadar
alkohol pada tapai ketan putih dan singkong (Grafik 1) dapat diketahui bahwa tapai ketan
putih memiliki kemampuan menghasilkan alkohol paling tinggi bila dbandingkan dengan
tapai singkong. Hal ini disebabkan karena kandungan karbohidrat yang ada dalam setiap
bahan. Menurut Poedjiadi (1994) “dalam” Retno dan Nuri (2011), kandungan karbohidrat
(zat pati) pada masing-masing bahan fementasi akan menghasilkan kadar alkohol yang
berbeda. Kandungan pati dalam tapai ketan putih lebih banyak dibandingkan singkong.
Ketan putih mempunyai kandungan kabohidrat paling banyak (79,40 g per 100 g
bahan) (Direktorat Gizi dan Makanan, 1996 ”dalam” Sefriana, 2012) bila dibandingkan
karbohidrat pada singkong (34,7 g per 100 g bahan) (Direktorat Gizi, 1981 “dalam” Haryadi,
2013). Dimana kandungan karbohidrat inilah yang diperlukan oleh khamir Saccharomyces
cerevisiae dalam menghasilkan alkohol. Menurut Desrosier (1989) “dalam” Simbolon (2008),
semakin banyak jumlah glukosa yang terdapat di dalam suatu bahan, maka semakin tinggi
jumlah alkohol yang dihasilkan dari perombakan glukosa oleh jumlah khamir
(Saccharomyces cereviceae) yang tinggi dalam tape yang dibuat. Selanjutnya dilakukan
penghitungan analisis variansi pola RAL dua jalur dengan 6 perlakuan dan 4 kali ulangan.
Adapun hasil anlaisis tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Analisis Variansi RAL 2 Jalur

19
Berdasarkan hasil analisis data dimana hasil uji statisik dengan perlakuan dosis ragi
(antar kolom) menunjukkan bahwa F hitung = 40,71 dan nilai F tabel 1% = 6,01. Karena nilai
F hitung lebih besar dari nilai F tabel 1%, artinya perlakuan dosis ragi memberikan hasil yang
berbeda sangat nyata terhadap kadar alkohol pada kedua jenis tapai. Selanjutnya dilihat dari
faktor jenis bahan tapai ketan putih dan singkong (antar baris) menunjukkan bahwa nilai F
hitung = 82,14 dan nilai F tabel 1% = 8,29. Karena nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel
1%, artinya perlakuan jenis bahan memberikan hasil yang berbeda sangat nyata terhadap
kadar alkohol.
Hal ini menyatakan bahwa H1 diterima sedangkan H0 ditolak. Sedangkan untuk
interaksi kedua faktor tersebut menunjukkan bahwa F hitung = 1,43 dan F tabel 1% = 6,01.
Karena nilai F hitung lebih kecil dari F tabel memberikan hasil yang tidak nyata. Maka tidak
ada interaksi antara kedua faktor perlakuan tersebut. Selanjutnya untuk mengetahui
perbedaan pengaruh dari masing-masing perlakuan dilakukan uji lanjut dengan menggunakan
uji Beda Jarak Nyata Duncan (BJND) pada taraf 1% seperti pada tabel 3 berikut:

Tabel 3. Uji Beda Jarak Nyata Duncan (BJND) Kadar Alkohol pada Tapai Ketan Putih dan Singkong dengan
Dosis Ragi yang Berbeda

20
Selanjutnya pada uji lanjut BJND (Tabel 3) diketahui bahwa kadar alkohol dari
setiap faktor perlakuan TsD1, TsD2, TkD1, TsD3, TkD2, TkD3 saling berbeda nyata. Dari
uji ini diketahui bahwa dari kedua jenis bahan yang optimum untuk menghasilkan kadar
alkohol yang tinggi adalah tapai ketan putih dan dari ketiga jenis dosis ragi yang berbeda
yang optimum adalah dosis ragi 1,5%. Adapun mekanisme fermentasi tapai diawali dari pati
yang terdapat dalam tapai ketan putih dan singkong dihidrolisis menjadi glukosa. Menurut
Groggins (1958) “dalam” Utami dan Noviyanti (2010) dalam pembuatan tapai tahap hidrolisa
diwakili oleh tahap perebusan. Didalam proses hidrolisa terjadi penambahan molekul air pada
molekul penyusun pati. Reaksinya dapat dtuliskan sebagai berikut (Matz, 1970 “dalam”
Utami dan Noviyanti (2010):

Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan,
namun reaksi fermentasi berbeda-beda tergantung bahan dasar yang digunakan. Adapun
persamaan reaksi kimia pada fermentasi tapai (Matz, 1970 “dalam” Utami dan Noviyanti
(2010):

Dimana ketika terjadi proses fermentasi gula menjadi alkohol terdapat enzim yang
berperan dalam memecah glukosa menjadi alkohol dan CO2 yaitu enzim zimase yang
dihasilkan oleh Sacharomyces cereviseae. Menurut Haryadi (2013), proses ini terus
berlangsung dan akan terhenti jika kadar etanol sudah meningkat sampai tidak dapat diterima
lagi oleh sel-sel khamir.

21
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

a. Berdasarkan ketentuan Standar Industri Indonesia (SII) dari departemen perindustrian


RI, minuman berkadar alkohol dibawah 20 % tidak tergolong minuman keras tapi
juga bukan minuman ringan. Sedangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.86/Men.Kes/Per/IV/1977 tanggal 29 April 1977 yang mengatur produksi dan
peredaran minuman keras, yang dimaksud dengan minuman keras adalah semua jenis
minuman beralkohol :
Golongan A (Bir), dengan kadar etanol 1% sampai dengan 5%. Golongan ini dapat
menyebabkan mabuk emosional dan bicara tidak jelas.
Golongan B (Champagne, Wine), dengan kadar etanol 5% sampai dengan 20%.
Golongan ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan, kehilangan sesorik, ataksia,
dan waktu reaksi yang lambat.
Golongan C (Wiski), dengan kadar atanol lebih dari 20 sampai 50%. Golongan ini
dapat menyebabkan gejala ataksia parah, penglihatan ganda atau kabur, pingsan dan
kadang terjadi konvulsi.
b. Pada analisa alkohol pada minuman terdapat :
Uji Kualitatif : Reaksi Beckman (K2Cr2O7), Tes FeCl3 ,Tes Uji Nyala ,
Uji Kuantitatif : Gravimetri menggunakan piknometer, Spektrofotometri
c. Terdapat perbedaan sangat nyata terhadap kadar alkohol hasil fermentasi tapai ketan
putih dan singkong pada taraf signifikasi 1%. Dimana F hitung = 82,14 > F tabel =
8,29. 2. Ada pengaruh yang sangat nyata dari dosis ragi 0,5%, 1%, dan 1,5% terhadap
kadar alkohol tapai ketan putih dan singkong pada taraf signifikasi 1%. Dimana F
hitung = 40,17 > F tabel = 6,01.

22
DAFTAR PUSTAKA

Armadji S, 1989. Analisis Bahan Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.


Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia; ed III. Jakarta: Departemen kesehatan RI.
Dirjen POM, 1995. Farmakope Indonesia; ed IV. Jakarta: Departemen kesehatan RI.
Djide M, Natsir. 2003. Mikrobiologi Farmasi. Makassar: Fakultas MIPA Universitas
Hasanuddin.
Jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/biota/article/download/538/488
Journal.um-surabaya.ac.id/index.php/analis/article/download/793/593
Tim Dosen dan Asisten, 2006. Penuntun Praktikum Analisis Bahan Makanan Dan Minuman.
Makassar: Laboratorium kimia Farmasi, Fakultas MIPA
www.journal.unipdu.ac.id/index.php/edunursing/article/download/1089/742

23

Anda mungkin juga menyukai