1. Pengantar
Konten berita online kebudayaan di Indonesia memuat ragam berita klasik. Dalam
ragam berita klasik, rancangan dasarnya berlaku rumus 5W1H, seperti yang
diperkenalkan oleh Rudyard Kipling menjadi Metode Kipling. Unsur-unsurnya meliputi
pertanyaan what (bahan kajian dari peristiwa apa?); who (fokus peristiwanya siapa?);
when (waktu peristiwa berlangsung kapan?); where (peristiwa berlangsung di mana?);
why (mengapa peristiwa terjadi?); dan how (cara atau proses kejadian berlangsung
bagaimana?). Jawaban atas keenam pertanyaan itu dapat mempermudah penulis
mengidentifikasi naskah ke dalam format berita lempang atau lurus (straight news).
Penulis berita online, cyber (siber), dalam jaring (daring) memiliki ruang dan waktu
akses terbatas. Sifat berita yang ditulis selekas-lekasnya atau berita cepat
(kesegeraan), yang disebut breaking news mesti disampaikan dalam keadaan aktual
dan segar (fresh). Ada apa di balik berita, siapa, kapan, di mana, mengapa,
bagaimana penulisannya berorientasi pada kecepatan. Berita cepat-segera itu dapat
berunsur apa dan siapa saja. Kata kunci (keyword) tepat dan akurat akan membuat
berita online kebudayaan Indonesia mudah diklik oleh pengakses.
Keterbatasan waktu akses untuk menghasilkan berita segar sampai ke sidang
pembaca memerlukan beberapa jam. Bahkan berita cepat berlangsung dalam
beberapa menit, sesuai dengan aktualitas dan perkembangan peristiwa. Meski berita
cepat ini juga lekas basi, sifat tulisannya tetaplah awet. Karena itu, berita lengkap,
meski cepat dianggap tidak layak karena tida cukup lengkap untuk memenuhi rasa ingin
tahu dan kebutuhan pengakses. Bentuk tulisan feature jadi prioritas.
Dalam teori jurnalistik berlaku prinsip, penulis berita mumpuni belajar dari praktik
langsung turun ke lapangan. Penulis berita online kebudayaan Indonesia pun terjun
langsung ke lapangan untuk melaporkan peristiwa. Meski belum dianggap mumpuni,
Page 1
2. Langkah-Langkah Feature
Langkah awal menulis feature dengan memakai kail. Mulailah memakai kail atau mata
pancing untuk memberi penjelasan lebih lengkap dari judul utama (pengumpan). Judul
atau tema dapat diperoleh dari narasumber atau siaran pers kementerian kebudayaan.
Langkah kedua menyingkat uraian pemancing sebagai daya tarik pengakses untuk
mengeksplorasi dan membaca lebih lanjut. Langkah ketiga, meringkas isi (summary)
atau mengalimatkan dengan pertanyaan pemancing atas keingintahuan dan kebutuhan
pembaca melalui rima, aliterasi, dan kontras. Dasar ketiga langkah ini disebut deck
(geladak); standfirst, taiching (eye catcher), blurb sebagai kail atau mata pancing yang
memperkuat judul atau tema utama. Masalah paling besar media online (media cyber)
terletak pada judul utama. Secara teknis, judul tambahan atau deck (eye catcher) sama
dengan standfirst berjarak satu grid dari judul utama.
Bagaimana proses penulisan feature? Prosesi penulisan feature dilakukan dengan
meringkas isi. Ringkasan bersifat sementara sebagai pengantar saat menulis deck.
Sebelum melanjutkan tulisan, penulis terlebih dahulu memantapkan tujuan. Ada tiga
pemantapan menuju deck. Pertama, menghasilkan kejernihan tulisan. Kedua,
menghasilkan tulisan enak dibaca. Ketiga, menghasilkan tulisan bersih dari kesalahan
pemakaian kata, frase, bahasa, ejaan, tanda baca, kelancaran transisi paragraf,
kenyamanan dan kejelasan teks gambar/ilustrasi/foto. Namun, deck memiliki tujuan
utama bagi penulis, yakni mencapai kenikmatan (dalam konteks konvergensi media,
feature video budaya pun dapat menambah kenikmatan pengakses).
Fokus pada tema atau judul utama dapat menjadi pegangan. Penulis ketika menulis
memberi perhatian pada judul utama atau fokus pada tema. Kemudian merumuskan
Page 2
berdasarkan angle (sudut pandang). Keutamaan ini mirip penulis yang hendak memilih
mutiara dalam lumpur, nutgraph (kalimat pokok pikiran dalam paragraf), pemilihan kata
(bahasa gaul, dialek betawi atau bahasa asing) dan tone (chaty, netral) yang pas.
Selain itu, penulis perlu merepresentasikan informasi rasional, argumentasi masuk akal,
transisi antarparagraf mengalir lancar (smooth), memperhitungkan jumlah lembaran
akses, membaca bahasanya enak dengan memperhatikan in-house style atau gaya
selingkung dari web www.kebudayaanindonesia.net.
Dengan demikian, sejumlah tulisan yang berhasil diakses karena memiliki fakta menarik
(compelling fact) dengan realita kemanusiaannya. Konkret melalui kata atau istilah
tertentu. Melibatkan pembaca (engagement) melalui human interest dengan menyentuh
kebudayaan Indonesia. Mengutip ucapan narasumber dan menghibur demi kenikmatan
pembaca tanpa bermaksud mengajari dan menggurui.
3. Teras Berita Feature
Rumah tinggal rancangan arsitektur jika tanpa teras dapat diibaratkan ketika seseorang
bertamu ke rumah tetangga tanpa memberi salam takzim. Fungsi teras sebagai
kesempatan tamu berorientasi pada keadaan sekitar rumah tidak tercipta. Padahal,
tamu perlu mempersiapkan diri saat hendak menemui tuan rumah. Si tamu dapat
melihat-lihat keadaan di sekeliling teras. Bersiap diri menemui tuan rumah jauh lebih
tenang dan nyaman ketimbang si tamu langsung menyelonong masuk ke dapur
membuat mi instan. Keadaan ini dapat membuat si tamu dianggap tidak memiliki etika
sopan santun.
Dalam feature, teras berita bermanfaat sebagai persiapan pembaca untuk mulai
membaca tulisan lebih lanjut. Teras berita menjadi bagian penting dari tulisan menarik.
Ditulis dengan kalimat pendek-pendek, mudah ditangkap karena singkat padat. Kalimat
sederhana, tidak berbelit-belit. Secara teknis, teras berita ditulis dengan 25 kata, ini
jauh lebih baik. Lazimnya sifat bahasa Indonesia dianggap efektif antara 30 dan 45
kata.
Seiring perkembangan rumah vertikal di kota besar---seperti apartemen atau minimalis
berlahan sempit ibarat penghuni gang kelinci yang bersesakan---demikian pula teras
berita bisa berbahaya, jika tidak berhubungan dengan judul utama atau tema.
(Tentang teras berita konon ditetapkan oleh kantor berita Antara, 1977 sebagai kata
Inggris lead, sebutan lain intro.) Jadi, teras berita bila terlalu banyak pengalimatan
akan menjadi kalimat panjang! Meski demikian, jika pengalimatan perlu panjang, tak
apalah!
Page 3
Page 4
Page 5
bahasa untuk berkomunikasi di dunia maya, dunia virtual yang berada dalam
kebudayaan (subculture) yang berbeda.
Ada cara bijak untuk membuat feature lebih terasa lapang, lega dan nyaman sehingga
pengakses asyik menikmati tulisan. Sebut saja sebagai seni menyingkirkan. Upaya ini
sebagai langkah mudah menuliskan kalimat dan paragraf berdasarkan bahan
terkumpul. Kesulitan baru muncul manakala penulis memilih dan membuang kalimat
serta paragraf menurut bahan yang terkumpul. Karena itu, singkirkan saja tulisan yang
tidak berkaitan dengan pokok pembahasan.
Langkah terakhir feature dengan mencermati ragam paragraf, seperti posisi (pembuka,
isi, penutup), pola pernalaran (deduktif, induktif, gabungan), dan corak (deskripsi,
narasi, eksposisi, argumentasi). Suatu paragraf baik jika memiliki gagasan pokok hanya
satu, kalimatnya terjalin dengan padu secara logis dan gramatis, sudut pandang
terjaga, dan gagasan diuraikan secara tuntas.
Paragraf pembuka memuat ketentuan bahwa setiap ganti alur pikiran, buatlah paragraf
baru. Isi paragraf sesuai dengan kalimat topik. Kalimat topik atau pokok pikiran utama
pada paragraf pembuka (permulaan) dapat memudahkan pembaca.
Paragraf isi menjadi ringan ketika feature sesuai dengan jatah halaman. Konsisten
dengan pokok pikiran (tema). Namun, menjadi berat ketika feature tidak masuk akal,
tidak akurat, terlalu panjang, bertele-tele (out of topic), apalagi ada masalah unsur suku,
agama, ras dan antargolongan atau SARA dalam kebudayaan Indonesia. Tidak
mengherankan jika majalah TIME menulis ulang (rewrite) semua artikel demi menjaga
kekhasan nada (in-house style; langgam; gaya selingkung).
Paragraf penutup akan mengesan sebagai pesan terakhir paling diingat oleh
pengakses. Karena itu, penulis feature dapat menyampaikan pesan pada akhir kisah
atau cerita dengan menyesuaikan tulisan sesuai kebutuhan pembaca; menyentuh hati
pembaca dengan kepedulian; menyentuh atau membangun keterlibatan pembaca
(engagement4).
Dengan demikian, kreativitas feature memerlukan pertanyaan terus-menerus, mencari
hal yang tidak lumrah atau aneh dalam kehidupan sehari-hari, energetik dan jujur.
Membaca feature mirip membaca novel. Untuk itu, diperlukan sejumlah kebiasaan yang
perlu dibina, seperti mempunyai catatan harian, membaca aktif, menjelajahi Internet
kebudayaan Indonesia, memelihara jejaring kerja, memeriksa iklan atau promosi
budaya Nusantara, mengumpulkan rekan sejawat (grup blackberry messenger,
whatsapp, path, instagram, google+, linkedIn, facebook, twitter). Siapa yang dapat
Page 6
Page 7
cerita rakyat Nusantara mudah dipahami dan enak dibaca. Jadi, dua masalah itu yang
menjadi persoalannya.
Upaya untuk membentuk bahasa mudah dipahami memiliki beberapa syarat, seperti
pemakaian kata-kata konkret, kekhususan kata, kependekan kalimat, dan kehematan.
Kata-kata konkret lawannya kata abstrak. Kata konkret memudahkan pembaca untuk
mengidentifikasi sesuatu. Kalimat-kalimat pendek juga membantu untuk mewujudkan
kepopuleran sebuah feature anak.
Agar enak membaca isi feature anak diperlukan bahasa yang teratur, lancar, dan
hubungan kalimat terasa lebih hidup. Keteraturan berbahasa dapat dilihat dari
keruntutan feature anak yang disajikan secara terpadu.Selain itu, kelancaran bacaan
ditandai dengan kelincahan bahasa yang cepat beralih, dan hubungan kalimat lebih
terasa baik.
Agar feature anak menarik bagi pembaca, artinya menarik minat untuk membaca, maka
tulisan kreatif, selain dapat dinikmati karena enak dibaca dan mudah dipahami juga
disusun dengan bahasa yang benar tata bahasanya, sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia yang benar. Ia juga harus baik, meski tidak perlu indah seperti bahasa yang
dipergunakan oleh sastrawan yang mengarang karya sastra.
Kalimatnya disederhanakan agar tidak melelahkan pembaca sehingga menjadi lebih
singkat. Jadi, agar tulisan menarik dan kreatif harus enak dibaca karena teratur dan
lancar bahasanya.
Dalam perbaikan naskah, bahasa dan substansi naskah diteliti kembali dengan
seksama. Apakah tidak ada kata yang sama, yang sering dipakai? Apakah kata yang
sama dapat ditukar dengan kata lain agar kalimat yang membentuk alinea terasa
bervariasi? Apakah kata memiliki daya hidup yang menggambarkan suatu aksi?
Apakah ada kata yang terlalu umum, padahal yang ingin dinyatakan merupakan hal
yang istimewa? Jadi, kalimat pada feature anak tidak bersifat bombastis, seperti kata
setinggi gunung atau tersohor di seluruh dunia. Kata-kata itu tidak dipercaya oleh
anak, kecuali ragam sastra.
7. Penutup
Para admin dan satuan-satuan kerja di kementerian kebudayaan, tentu kini tahu
menyajikan feature secara menarik dan kreatif. Rancangannya memudahkan
pengembangan, perubahan dan penyajian feature yang dapat dinikmati terus-menerus.
Sifat feature tidak mudah kedaluwarsa. Namun, penulis yang fasih atau mahir
menyajikan feature memerlukan jam terbang. Semakin banyak jam terbang yang
Page 8
dimiliki, semakin mahir atau fasih pula penulis menyajikan feature berdaya tarik tinggi.
Hal ini bukan hanya logis dan alamiah, melainkan juga istimewa dan unik. Jadi, bukan
hal yang aneh jika pembaca aktif mengakses www.kebudayaanindonesia.net.***
-------------------1
Makalah ini untuk workshop pengelolaan website kebudayaan di Novotel Hotel, 27 November 2014.
Editor, tutor, dosen, kepala bidang bisnis dan seminar Forum Bahasa Media Massa.
3
Feature Writing for Newspaper oleh Daniel R. Williamson. 1979. Jakarta: Biro Pendidikan Majalah
Berita Mingguan Tempo.
4
25 Tahun LPDS, Berbakti untuk Jurnalisme dan Publik. Atmakusumah (Peny.). 2013. Jakarta: Lembaga
Pers Dr. Soetomo
2
Page 9