Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Sistem Pembiayaan Kesehatan Masyarakat di Indonesia (BPJS)


Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Community in Health Nursing

Kelompok 1 Kelas 2
Wahyu Nur Indahsah

135070201111027

Putri Perdana Sari

135070201111026

Inten Try Wahyuni

135070201111029

Faidhoturrohmah Dwi S

135070207111005

Ayu Meida K

135070201111025

Tri Heru Setyo Utomo

135070201111030

Deannisa N

135070207111006

Finisiska Dwi Asti Rahayu

135070201111028

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 diamanatkan bahwa tujuan negara adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Tujuan tersebut salah satunya dapat diwujudkan dalam
bentuk siastem jaminan sosial secara nasional. Untuk mewujudkan komitmen
global dan konstitusi, pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan
kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi
kesehatan

perorangan. Usaha

ke

arah

itu

sesungguhnya

telah

dirintis

pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di


bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT
Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima
pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak
mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun
demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya
kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali
Untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu dibentuk
badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum publik berdasarkan prinsip
kegotong-royongan,

nirlaba,

keterbukaan,

kehati-hatian,

akuntabilitas,

portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan


Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program
dan untuk sebesar-besarnya kepentingan Peserta. Maka dari itu pada tahun
2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib
bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui
suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).Undang-Undang No. 24
Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan
oleh., yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus
untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS
Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Secara operasional,

pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan


Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang
Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan
Nasiona
1.2 Tujuan Umum
1.2.1 Mengetahui area keperawatan komunitas: Sistem Pembiayaan Kesehatan
Masyarakat di Indonesia (BPJS)
1.3 Tujuan Khusus
1.3.1 Mengidentifikasi pengertian BPJS
1.3.2 Mengidentifikasi dasar hukum BPJS
1.3.3 Mengidentifikasi mekanisme pelayanan BPJS
1.3.4 Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan BPJS

BAB II
TEORI dan KONSEP
I. Pengertian BPJS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (UU NO.
24 TAHUN 2011 BAB 1 Pasal 1 ayat 1). BPJS bertujuan untuk mewujudkan
terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang
layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya, hal ini tercantum dalam
UU NO. 24 Tahun 20011. Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh
masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko atau peristiwa-peristiwa
tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari peristiwa-peristiwa
tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunya sebagian besar
penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan
keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta
jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak. Secara singkat jaminan sosial
diartikan sebagai bentuk perlindungan sosial yang menjamin seluruh rakyat agar
dapat mendapatkan kebutuhan dasar yang layak.
Di dalam program BPJS jaminan sosial dibagi kedalam 2 program
penyelengaraan, yaitu :
a. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, dengan programnya
adalah Jaminan Kesehatan yang berlaku mulai 1 Januari 2014.
b. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan, dengan
programnya adalah Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua,
Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian yang direncanakan dapat dimulai
mulai 1 Juli 2015.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah peleburan 4 (empat) badan
usaha milik negara menjadi satu badan hukum, 4 (empat) badan usaha yang
dimaksud adalah PT TASPEN, PT JAMSOSTEK, PT ASABRI, dan PT ASKES.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini berbentuk seperti asuransi, nantinya
semua warga indonesia diwajibkan untuk mengikuti program ini. Dalam mengikuti
program ini peserta BPJS di bagi menjadi 2 kelompok, yaitu untuk mayarakat
yang mampu dan kelompok masyarakat yang kurang mampu.

II.

Dasar Hukum BPJS


Landasan Hukum BPJS Kesehatan :
1. Undang-Undang Dasar 1945

UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan
khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama
guna mencapai persamaan dan keadilan.
3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat.

UUD 1945 PASAL 34 AYAT (2) AYAT (3)


2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.(****)
3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. (****)

2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial


Nasional.
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial .
III.

Mekanisme Pelayanan BPJS


1. Alur Pendaftaran dan Keanggotaan
Prosedur pendaftaran peserta JKN-BPJS kesehatan
A. Pendaftaran Bagi Penerima Bantuan Iuran / PBI
Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak mampu yang menjadi
peserta PBI dilakukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan

Pemerintahan di bidang statistik (Badan Pusat Statistik) yang


diverifikasi dan divalidasi oleh Kementerian Sosial.
Selain peserta PBI yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat,
juga terdapat penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah
berdasarkan SK Gubernur/Bupati/Walikota bagi

Pemda

yang

mengintegrasikan program Jamkesda ke program JKN.


B. Pendafataran Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah / PPU
1. Perusahaan / Badan usaha mendaftarkan seluruh karyawan
beserta anggota keluarganya ke Kantor BPJS Kesehatan
dengan melampirkan :
Formulir Registrasi Badan Usaha / Badan Hukum Lainnya
Data Migrasi karyawan dan anggota keluarganya sesuai
format yang ditentukan oleh BPJS Kesehatan.
2. Perusahaan / Badan Usaha menerima nomor Virtual Account
(VA) untuk dilakukan pembayaran ke Bank yang telah bekerja
sama (BRI/Mandiri/BNI)
3. Bukti Pembayaran iuran diserahkan ke Kantor BPJS Kesehatan
untuk dicetakkan

kartu

JKN ataumencetak

e-ID

secara

mandiri oleh Perusahaan / Badan Usaha.

C. Pendaftaran Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah / PBPU


dan Bukan Pekerja

Pendaftaran PBPU dan Bukan Pekerja

1. Calon peserta mendaftar secara perorangan di Kantor BPJS


Kesehatan
2. Mendaftarkan seluruh anggota keluarga yang ada di Kartu
Keluarga
3. Mengisi

formulir

Daftar

Isian

Peserta

(DIP)

dengan

melampirkan :

Fotokopi Kartu Keluarga (KK)

Fotokopi KTP/Paspor, masing-masing 1 lembar

Fotokopi Buku Tabungan salah satu peserta yang ada


didalam Kartu Keluarga

Pasfoto 3 x 4, masing-masing sebanyak 1 lembar.

4. Setelah mendaftar, calon peserta

memperoleh

Nomor

Virtual Account (VA)


5. Melakukan pembayaran iuran ke Bank yang bekerja sama
(BRI/Mandiri/BNI)
6. Bukti pembayaran iuran diserahkan ke kantor BPJS
Kesehatan untuk dicetakkan kartu JKN.
*Pendaftaran selain di Kantor BPJS Kesehatan, dapat melalui Website
BPJS Kesehatan

Pendaftaran Bukan

Pekerja Melalui

Entitas Berbadan

Hukum (Pensiunan BUMN/BUMD)


Proses
pensiunnya dikelola

pendaftaran
oleh entitas

pensiunan
berbadan

yang dana
hukum

dapat

didaftarkan secara kolektif melalui entitas berbadan hukum yaitu


dengan mengisi formulir registrasi dan formulir migrasi data
peserta.
2. Keanggotaan BPJS kesehatan
Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang
asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah
membayar iuran, meliputi :

Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin


dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai
ketentuan peraturan perundang- undangan.

Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI),


terdiri dari :
Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya
a. Pegawai Negeri Sipil;

b. Anggota TNI;
c. Anggota Polri;
d. Pejabat Negara;
e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
f. Pegawai Swasta; dan
g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima
Upah.
h. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat
6 (enam) bulan.
Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya
a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan
penerima Upah.
c. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6
(enam) bulan.
Bukan pekerja dan anggota keluarganya
a. Investor
b. Pemberi Kerja
c. Penerima Pensiun, terdiri dari :

Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak


pensiun;

Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti


dengan hak pensiun;

Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;

Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima


pensiun yang mendapat hak pensiun;

Penerima pensiun lain; dan

Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima


pensiun lain yang mendapat hak pensiun.

d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan;
f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau
Perintis Kemerdekaan; dan
g. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang
mampu membayar iuran.
3. Anggota Keluarga Yang Ditanggung
a) Pekerja Penerima Upah :

Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak


kandung, anak tiri dan/atau anak angkat), sebanyak-banyaknya 5
(lima) orang.

Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak
angkat yang sah, dengan kriteria:

Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai


penghasilan sendiri;

Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia


25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan
pendidikan formal.

b) Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat


mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).
c) Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang
meliputi anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua.
d) Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang
meliputi kerabat lain seperti Saudara kandung/ipar, asisten rumah
tangga, dll.

4. Hak dan Kewajiban Peserta


Hak Peserta
a)

Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh

b)

pelayanan kesehatan;
Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban
serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan

c)

yang berlaku;
Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang

d)

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan; dan


Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan
atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.

Kewajiban Peserta
a)

Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang

b)

besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku ;


Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan,
perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah

c)

fasilitas kesehatan tingkat I;


Menjaga Kartu Peserta agar

d)

dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak;


Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

tidak

rusak,

hilang

atau

5. Sistem Rujukan dan Pembiayaan


Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung
jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun
horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau
asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.
Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan
kesehatan dasar yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua
Pelayanan

kesehatan

tingkat

kedua

merupakan

pelayanan

kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau


dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan
teknologi kesehatan spesialistik.
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
Pelayanan

kesehatan

tingkat

ketiga

merupakan

pelayanan

kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis


atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan
dan teknologi kesehatan sub spesialistik
Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan
tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan
dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan
sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak
sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS
Kesehatan.

Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun


vertikal.

a. Rujukan horizontal
Rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu
tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara
atau menetap.
b. Rujukan vertikal
Rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda
tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah
ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Rujukan
vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau
subspesialistik;
Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke
tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :
Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai
dengan kompetensi dan kewenangannya;
Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama
atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;
Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat
ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih
rendah

dan

untuk alasan

kemudahan, efisiensi

dan

pelayanan jangka panjang; dan/atau


Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.

Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang

Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara


berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu:
a) Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh
fasilitas kesehatan tingkat pertama
b) Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka
pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
c) Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder
hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer.
d) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya
dapat diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan
faskes primer.
e) Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk
langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah
ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan
pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier
Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan
dalam kondisi:
a) Terjadi keadaan gawat darurat: Kondisi kegawatdaruratan
mengikuti ketentuan yang berlaku
b) Bencana: Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
dan atau Pemerintah Daerah
c) Kekhususan permasalahan kesehatan pasien: untuk kasus yang
sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya
dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
d) Pertimbangan geografis
e) Pertimbangan ketersediaan fasilitas
Rujukan Parsial
a) Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke
pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan
diagnosis atau

pemberian

terapi,

yang

merupakan

rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.

satu

b) Rujukan parsial dapat berupa:

Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang


atau tindakan

Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang

c) Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka


penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
Sistem Pembiayaan
1. Iuran
Iuran Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang
dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau
Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No.
12/2013 tentang Jaminan Kesehatan)
2. Pembayar Iuran
Bagi peserta pbi, iuran dibayar oleh pemerintah.
Bagi peserta pekerja penerima upah, iurannya dibayar oleh pemberi kerja

dan pekerja.
Bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja

iuran dibayar oleh peserta yang bersangkutan.


Besarnya iuran jaminan kesehatan nasional ditetapkan melalui peraturan
presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan

sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.


3. Pembayaran Iuran Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya
ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima
upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan
PBI). Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya,
menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan
membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan
secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10
(sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja
berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda
administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang
tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja. Peserta Pekerja Bukan
Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib membayar iuran JKN
pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh)

setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat


dilakukan

diawal.

BPJS

Kesehatan

menghitung

kelebihan

atau

kekurangan iuran JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal
terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan
memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran.
Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan
pembayaran Iuran bulan berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pembayaran iuran diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan.
4. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan akan membayar
kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi. Untuk
Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan membayar
dengan sistem paket INA CBGs. Mengingat kondisi geografis Indonesia,
tidak semua Fasilitas Kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Maka,
jika di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan
Kapitasi,

BPJS

Kesehatan

diberi

wewenang

untuk

melakukan

pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna. Semua


Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS
Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah
keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka
fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan akan membayar
kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah
memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di
wilayah tersebut.
5. Pertanggungjawaban BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan wajib membayar
Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling
lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap.
Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di
wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran
pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas
program JKN yang diberikan. Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan

oleh Menteri Kesehatan. Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat


tambahan berupa manfaat yang bersifat non medis berupa akomodasi.
Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi
daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi
kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang
dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat
peningkatan kelas perawatan, yang disebut dengan iur biaya (additional
charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI. Sebagai
bentuk

pertanggungjawaban

atas

pelaksanaan

tugasnya,

BPJS

Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk


laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1
Januari sampai dengan 31 Desember). Laporan yang telah diaudit oleh
akuntan publik dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada
DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Laporan tersebut
dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa
elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang
memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli
tahun berikutnya

IV. Analisis / Evaluasi Pelayanan BPJS (Kelebihan dan Kelemahan)


a. Kelebihan Sistem BPJS
Kelebihan sistem asuransi sosial dibandingkan dengan asuransi komersial
antara lain :
Asuransi Sosial
Kepesertaan bersifat wajib

Asuransi Komersial
(untuk Kepesertaan bersifat sukarela

semua penduduk)
Non Profit

Profit

Manfaat komprehensif

Manfaat sesuai dengan premi yang


dibayarkan.

a. Lebih menguntungkan dibandingkan asuransi komersial, yang mana


BPJS kepesertaanya wajib bukan sukarela, BPJS Kesehatan

bukan

profit (mencari keuntungan) tetapi bersifat non-profit, dan manfaat yang


didapat bersifat komprehensif.
b. Secara aturan BPJS Kesehatan memenuhi prinsip-prinsip jaminan
sosial.
c. Sistem gotong royong yang memunculkan kemandirian.
d. Asuransi berlaku seumur hidup dari anak baru lahir hingga lansia.
Pelayanan kesehatan yang dijamin meliputi :
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non
spesialistik mencakup :
Administrasi pelayanan
Pelayanan promotif dan preventif
Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non
operatif
Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama
Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi
b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan
kesehatan mencakup :
1) Rawat jalan yang meliputi :
Administrasi pelayanan
Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter

spesialis dan subspesialis


Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
Pelayanan alat kesehatan implant
Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi

medis
Rehabilitasi medis
Pelayanan darah
Pelayanan kedokteran forensik
Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
2) Rawat inap yang meliputi :
Perawatan inap non intensif
Perawatan inap di ruang intensif
Pelayanan kesehatan lain ditetapkan oleh Menteri.
b. Kekurangan Sistem BPJS

Pelayanan

kesehatan

BPJS

mempunyai

sasaran

didalam

pelaksanaan akan adanya sustainibilitas operasional dengan memberi


manfaat kepada semua yang terlibat dalam BPJS, pemenuhan kebutuhan
medik peserta, dan kehati-hatian serta transparansi dalam pengelolaan
keuangan BPJS. Perlu perhatian lebih mendalam dalam pelaksanaan
terhadap system pelayanan kesehatan (Health Care Delivery System),
system pembayaran (Health Care Payment System) dan system mutu
pelayanan

kesehatan

(Health

Care

Quality

System).

Mengingat

pelaksanaan BPJS dikeluarkan melalui Undang-Undang dimana bersifat


mengatur sedangkan proses penetapan pelaksanaan diperkuat melalui
surat keputusan atau ketetapan dari pejabat Negara yang berwenang
seperti peraturan pemerintah dan peraturan presiden setidaknya minimal
10 regulasi turunan harus dibuat untuk memperkuat pelaksanaan BPJS.
Masalah yang muncul dari implementasi BPJS (Gunawan, 2014)
yaitu :
1. Sistem Pelayanan Kesehatan (Health Care Delivery System)
a. Penolakan

pasien

tidak

mampu

pada

fasilitas

pelayanan

kesehatan, hal ini dikarenakan PP No. 101/2012 tentang PBI jo.


Perpres

111/2013

tentang

Jaminan

kesehatan

hanya

mengakomodasi 86,4 juta rakyat miskin sebagai PBI padahal


menurut BPS (2011) orang miskin ada 96,7 juta. Pelaksanaan
BPJS tahun 2014 didukung pendanaan dari pemerintah sebesar
Rp. 26 trliun yang dianggarkan di RAPBN 2014. Anggaran tersebut
dipergunakan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp.
16.07 trliun bagi 86,4 juta masyarakat miskin sedangkan sisanya
bagi

PNS,

TNI

menganggarkan

dan
biaya

Polri.

Pemerintah

kesehatan

Rp.

harus
400

secepatnya

milyar

untuk

gelandangan, anak jalanan, penghuni panti asuhan, panti jompo


dan penghuni lapas (jumlahnya sekitar 1,7 juta orang). Dan
tentunya jumlah orang miskin yang discover BPJS kesehatan harus
dinaikkan menjadi 96,7 juta dengan konsekuensi menambah
anggaran dari APBN.
b. Pelaksanaan

di

lapangan,

pelayanan

kesehatan

yang

diselenggarakan oleh PPK I (Puskesmas klinik) maupun PPK II

(Rumah Sakit) sampai saat ini masih bermasalah. Pasien harus


mencari-cari kamar dari satu RS ke RS lainnya karena alasan
penuh.
c. Sistem rujukan berjenjang. Untuk asuransi lain masyarakat bisa
langsung berobat ke RS yang bekerjasama, tapi pada BPJS
masyarakat harus dating ke pelayanan kesehatan tingkat 1
(klinik/puskesmas) agar dapat dirujuk ke RS yang bekerjasama
dengan BPJS.
2. Sistem pembayaran (Health Care Payment System)
a. Belum tercukupinya dana yang ditetapkan BPJS dengan real cost,
terkait dengan pembiayaan dengan skema INA CBGs dan Kapitasi
yang dikebiri oleh Permenkes No. 69/2013. Dikeluarkannya SE No.
31 dan 32 tahun 2014 oleh Menteri Kesehatan untuk memperkuat
Permenkes No.69 ternyata belum bisa mengurangi masalah di
lapangan.
b. Kejelasan area pengawasan masih lemah baik dari segi internal
maupun

eksternal.

Pengawasan

internal

seperti

melalui

peningkatan jumlah peserta dari 20 juta (dulu dikelola PT Askes)


hingga lebih dari 111 juta peserta, perlu diantisipasi dengan
perubahan system dan pola pengawasan agar tidak terjadi korupsi.
c. Pengawasan

eksternal,

melalui

pengawasan

Otoritas

jasa

Keuangan (OJK), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan


Badan Pengawas Keuangan (BPK) masih belum jelas area
pengawasannya.
3. Sistem mutu pelayanan kesehatan (Health Care Quality System)
a. Keharusan perusahaan BUMN dan swasta nasional, menengah
dan kecil masuk menjadi peserta BPJS Kesehatan belum
terealisasi mengingat manfaat tambahan yang diterima pekerja
BUMN atau swasta lainnya melalui regulasi turunan belum selesai
dibuat. Hal ini belum sesuai dengan amanat Perpres No. 111/2013
(pasal 24 dan 27) mengenai keharusan pekerja BUMN dan swasta
menjadi peserta BPJS Kesehatan paling lambat 1 Januari 2015.

Dan

regulasi

tambahan

ini

harus

dikomunikasikan

secara

transparan dengan asuransi kesehatan swasta, serikat pekerja dan


Apindo sehingga soal Manfaat tambahan tidak lagi menjadi
masalah.
b. Masih kurangnya tenaga kesehatan yang tersedia di fasilitas
kesehatan sehingga peserta BPJS tidak tertangani dengan cepat

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) adalah badan hukum
publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS
terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketengakerjaan. BPJS bertujuan
untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota
keluarganya. Semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan
kesehatan yang dikelola oleh BPJS termasuk orang asing yang telah bekerja
paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran. Peserta
BPJS Kesehatan ada 2 kelompok, yaitu PBI jaminan kesehatan danbukan
PBI jaminan kesehatan.
Besaran

pembayaran

kepada

fasilitas

kesehatan

ditentukan

berdasarkan kesepakatan BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas


kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh pemerintah. Sistem rujukan yang ada mengacu pada tingkat
strata pelayanan kesehatan dari yang rendah menenuju pada strata
pelayanan yang lebih tinggi.
Hak dan kewajiban serta landasan hukum dari BPJS terdapat UndangUndang Nomor 40 Tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional
dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 mengenai Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Asyhandie, Zaeni. 2013.Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di


Indonesia.PT.Raja Grafindo persada.Jakarta.
BPJS-Kesehatan.Di akses pada 26 April 2016.(online) www.BPJS-Kesehatan.go.id.
Draf UUD 1945.(online) www.BPJS-Kesehatan.go.id.
Draf UU NO.40 tahun 2004.(online) www.BPJS-Kesehatan.go.id.
Draf UU NO.24 tahun 2011.(online) www.BPJS-Kesehatan.go.id.
Gunawan. 2014. Analisa Kebijakan Undang-undang Implementasi BPJS. Jakarta:
Kompasiana. Akses: 26 April 2016 Pukul 15.31 WIB. (online) www.kompasiana.com
Panduan Resmi Memperoleh Jaminan Kesehatan dari BPJS-Cetakan 1. Jakarta :
Visimedia

Anda mungkin juga menyukai