Anda di halaman 1dari 5

RESUME PAPER

IMPLEMENTASI DAN PENGGUNAAN BENCHMARKING PADA


PEMERINTAH: STUDI KASUS PADA MENAGEMENT ACCOUNTING
INNOVATION (MAI)

Agustin Sugihartatik
Aryady Rianto
Asa Bhakti

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2016

Abstrak
Benchmarking merupakan Management Accounting Inovation (MAI) yang digunakan sebagai
pengukuran kinerja dan manajemen pada sector privat dan sector public. Walaupun penelitian
akuntansi sector publik melaporkan kesuksesan pada penggunaan benchmarking. Penelitian ini
menggunakan pedekatan studi kasus benchmarking pada pemerintah local. Peneliti menemukan
adanya hubungan antara masalah yang muncul pada implementasi benchmarking dan penyebab
kegagalan, sehingga akhirnya dapat dibentuk benchmarking yang lebih baik. Benchmarking akan
berguna jika actor menyadari bahwa benchmarking dapat dibuat lebih relevan dan low-cost.

Namun, walaupun actor tersebut memilliki pemahaman yang baik terhadap benchmarking, tetap
saja benchmarking tersebut muncul sebagai praktik yang kurang baik. Lebih jauh lagi, persepsi
terhadap kegagalan dan kesuksesan implementasi benchmarking disebabkan oleh beragamnya
dopsi dari benchmarking. Peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan benchmarking meningkaat
ketika actor menerapkan benchmarking sesuai dengan tujuan utamanya, dan meninggalkan
kepentingan dari initiator.

PENDAHULUAN
Benchmarking merupakan management accounting innovation (MAI) yang dapat digunakan
untuk mengukur kinerja manajemen baik di sector privat maupun publik. MAI dapat digunakan
untuk membandingkan hasil dari kinerja dan proses bisnis. Salah satu aspek yang membuat MAI
banyak digunakan oleh sebuah organisasi ialah karena dapat digunakan untuk membandingkan
performa dengan performa pada organisasi yang sejenis. Negara yang lama menggunakan MAI
adalah pemerintah United Kingdom, yang dimulai sejak tahun 1990 sebagai media untuk
meningkatkan performa organisasi sector publik maupun privat. Namun walapun banyak
penelitian yang mengemukakan kelebihan dari MAI, tidak sedikit pula penelitian yang
menjelaskan mengenai problem dalam implementasi MAI.
Paper ini hanya membantu menjelaskan dengan menggunakan pendekatan translasi agar
meningkatkan pemahaman mengenai pengunaan dari benchmarking pada organisasi sector
publik. Pendekatan translasi berarti penelitian yang membahas dari perspektif kritik dan social.
Paper ini juga membahas MAI secara umum, melainkan membahas praktik MAI pada sebuah
organisasi dalam meningkatkan performa. Dengan menggunakan pendekatan translasi, akan
menghasilkan teori yang menjelaskan hubungannya dengan organisasi lain dan isu teknoloogi
yang muncul akibat dari penggunaan MAI.

LANDASAN TEORI
Benchmarking: Definisi dan Desain Element
Menurut Moriarty and Smallman (2009, p. 498) benchmarking memiliki pengertian sebagai
berikut:
an exemplar driven teleological process operating within an organization with the
objective of intentionally changing an existing state of ffairs into a superior state of
affairs.
Banyaknya variasi membuat sulitnya mencari apa arti benchmarking. Untuk mengetahui
pengertian benchmarking, penting untuk mempelajari dari praktiknya langsung yang dilakukan
organisasi, terutama pada organisasi sector publik.
Bencmarking Sektor Publik
Benchmarking terbagi menjadi dua yaitu performance benchmarking dan process benchmarking.
Performance benchmarking merupakan aktivitas yang mengidentifikasi masalah yang terjadi
pada kinerja sebuah organisasi. Pengukuran kinerja ini biasanya menggunakan pengukuran rasio.
Rasio tersebut terdiri dari 4 jenis yaitu cost ratio, activities ratio, output ratio, outcome ratio.
Process benchmarking merupakan aktivitas pada organisasi untuk mempelajari gap atau masalah
yang muncul pada kinerja suatu organisasi, dengan cara melakukan penelitian atau kunjungan
pembelajaran. Penelitian menunjukkan bahwa proses benchmarking yang diakhiri dengan
performa benchmarking akan berakhir dengan peningkatan performa dari operasi sebuah
organisasi.
Adopsi dan Implementasi MAI
Organisasi yyang mengadopsi MAI seperti benchmarking membutuhkan proses translasi.
Implementasi dan penggunaan dari benchmarking membutuhkan proses yang cukup kompleks
dan tidak dapat diprediksi dimana ide benchmarking berhubungan dengan interaksi antara ide
dan actor yang memiliki kepentingan sendiri. Munculnya kekuatan dari actor ini karena
benchmarking bukanlah teknik umum tetapi lebih mudah digunakan untuk memenuhi kebutuhan
dari initiator.

METODOLOGI PENELITITAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus yang dilakukan di Swedia. Penelitin ini
fokus pada dua organisasi benchmarking terbesar di Swedia yaitu grup sosial dan grup
pendidikan. Data diperoleh melalui metode wawancara. Responden berjumlah 27 orang yang
dipilih berasal dari grup aktor yang mengimplementasikan benchmarking dengan teknik dan
kepentingan yang berbeda-beda.

PEMBAHASAN & KESIMPULAN


Kesimpulan pertama adalah terdapat hubungan antara masalah dan kegagalan
pada implementasi benchmarking dengan membangun jaringan benchmarking
yang

kuat.

Actor

biasanya

tidak

mau

memberikan

informasi

mengenai

benchmarking sesuai dengan kenyataan, mereka tidak ingin berpartisipasi pada


implementasi benchmarking. Mereka tidak ingin menerima peran mereka sebagi coworkers

dan tidak mau menjadi bagian dari jaringan benchmarking. Hal ini

disebabkan oleh initiator yang tidak mampu mengajak actor penting dalam
implementasi benchmarking. Adanya perbedaan kepentingan antara actor dan
initiator membuat mereka tidak dapat saling bekerja sama dalam mewujudkan
benchmarking.
Kedua, proses implemetasi benchmarking akan berjalan ketika actor menyadari
bahwa mereka bisa membuat benchmarking lebih relevan dan fokus pada lowcost.
Penelitian ini membuktikan implementasi benchmarking dipengauhi oleh ide
tentang kualitas dan proses benchmarking yang dijalankan sesuai dengan tujuan
actor untuk menurunkan biaya.
Ketiga, kesuksesan dalam mengimplementasikan benchmarking berhubungan
dengan menciptakan jaringan actor dengan kepentingan yang sama dan perilaku
yang baik.
Keempat, adanya beragam persepsi keberhasilan atau kegagalan implementasi
benchmarking yang berhubungan dengan variasi actor dalam mengadopsi MAI.
Manajer yang diambil sebagai sampel pada penelitian ini merasakan kesuksesan

benchmarking tanpa ikut berpartisipasi dalam proses implementasi. Ia berpendapat


bahwa kegagalan dan masalah yang muncul pada implementasi benchmarking
sangat rendah. Sehingga pemahaman yang ia peroleh hanya berdasarkan laporan
tertulis

yang diterima. Akibatnya, manajer seperti ini tidak dapat dijadikan

pimpinan pada proyek benchmarking selanjutnya.


Kelima, penggunaan benchmarking berhubungan dengan kepentingan actor. Para
pimpinan dan manajer departemen tertarik pada performa benchmarking ketika
rasio mengindikasikan kesuksesan atau ketika mereka berusaha memenuhi
kinginan dengan berbagai cara. Sebagai contoh, mereka menggunakan rasio dari
luar untuk melindungi biaya atau melakukan lobi dengan manajer terkait dengan
sumber daya dan relokasi aktifitas. Tetapi peneliti tidak menemukan hubungan
antara penggunaan benchmarking dengan negoisasi sumberdaya pada manajer
perusahaan. Beberapa manajer mengkritik pimpinan karena tidak menggunakan
rasio pada situasi ketika membutuhkan sumberdaya yang lebih.
Keenam, berkaitan dengan hubungan antara penggunaan benchmarking dan
persepsi informasi benchmarking secara fakta atau cukup fakta. Penemuan pada
penelitian akuntansi bahwa aktor tidak mau menggunakan pengukuran yang tidak
reliable. Peneliti menemukan penggunaan iinformasi benchmarking oleh beberapa
aktor

berhubungan

benchmarking.

dengan

Kegagalan

keraguan

dalam

mereka

tentang

menyampaikan

kenyataan

informasi

fakta,

informasi
membuta

pengguna benchmarking menjadi bingung.


Kesimpulan terakhir berkaitan dengan meningkatnya penggunaan benchmarking
mengikuti

translasi.

Peneliti

menemukan

bahwa

penggunaan

benchmarking

meningkat ketika aktor menjelaskan ide asli dari benchmarking dan menolak
kepentingan dari initiator dan controller. Beberapa aktifitas manajer dimotivasi oleh
manajer departemen yang memamksa mereka untuk memahami pentingnya
benchmarking sebagai proyek berkualitas.

Anda mungkin juga menyukai