RMK
“HUMAN RESOURCE CONSIDERATIONS IN PUBLIC ACCOUNTING
FIRMS”
dan
REVIEW ARTIKEL
“DETERMINANT OF AUDITORS’ TURNOVER INTENTION FROM PUBLIC
ACCOUNTING FIRM”
OLEH KELOMPOK 4
KELAS : MAKSI 22B
A. PENDAHULUAN
Staf yang profesional merupakan aset paling berharga bagi Kantor Akuntan Publik.
Keberhasilan perusahaan tergantung dari bagaimana perusahaan mampu memotivasi,
mengembangkan pelatihan dan menjaga kesejahteraan karyawannya. Topik mengenai
pertimbangan sumber daya manusia di kantor akuntan publik ini merupakan bagian dari
akuntansi keperilakuan, yang membahas mengenai faktor-faktor yang mampu menciptakan
kondisi ideal dalam suatu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Keterangan:
Wi : Efek arahan menuju kegiatan yang berkaitan dengan evaluasi dimensi i
Esi : Harapan bahwa usaha mengarah pada kinerja yang efektif pada dimensi evaluatif i
E2i : Harapan untuk menjadi efektif pada dimensi evaluatif i mengarah ke penilaian
sebagai efektif pada dimensi i oleh atasan
E3i : harapan bahwa akan dinilai efektif pada dimensi evaluasi i berkontribusi untuk
evaluasi keseluruhan kinerja yang tinggi
Ij : penghargaan atas evaluasi keseluruhan kinerja yang tinggi untuk pencapaian
pekerjaan hasil j
Vj : keinginan (imbalan) pekerjaan hasil j
IAVj : nilai intrinsik atau keinginan terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan dimensi
evaluatif i
Sistem evaluasi dapat mempengaruhi baik turnover dan pengendalian mutu. Bukti
menunjukkan bahwa ketidakpuasan dapat disebabkan oleh proses penilaian dan mengarah
pada staf turnover. Selain itu, karena memenuhi time budget merupakan faktor penting dalam
evaluasi kinerja, hasilnya adalah adanya tekanan besar pada situasi ini. Beberapa konsekuensi
dari tekanan ini termasuk pengunduran diri pada prosedur audit yang belum selesai dan jam
kerja yang berlebihan.
Dari hasil proses penilaian di kantor akuntan publik, dan dalam rangka untuk
meningkatkan proses, Wright mengusulkan skala penilaian yang disebut Behaviorally
Anchored Rating Scale (BARS). Menjelaskan fungsi dari skala ini, Wright menyatakan:
“skala BARS mencoba untuk memberikan deskripsi bagi penilai untuk mengamati tindakan
staf daripada memaksa seseorang untuk menilai subyektif seseorang sebagai 'baik', 'di atas
rata-rata', atau 'di bawah rata-rata.'” BARS menyajikan insiden kritis yang jelas
menggambarkan apakah kinerja efektif ataupun tidak efektif.
M = [(E O) (V)]
Selanjutnya, model kedua mencakup tentang dua harapan dengan asumsi bahwa
individu biasanya akan bertemu dengan dua hasil atas kinerja yang sebenarnya dan hasil yang
didapatkan dari realisasi hasil pertama. Hal ini menunjukkan bahwa seorang individu akan
memperlihatkan perilaku tertentu dan tingkat upaya pada dasar atau harapan bahwa upaya
akan menghasilkan kinerja tugas dan atau harapan bahwa kinerja tugas akan memberikan
hasil tingkat kedua. Hal ini ditunjukkan dengan:
M = (E P) [(P O) (V)]
Sehubungan dengan kinerja, teori harapan menjelaskan bahwa prestasi kerja individu
(P) merupakan fungsi sendi dari kemampuan (A) dalam menjalankan peran (R) sehubungan
dengan pekerjaan dan juga motivasi (M) dalam melakukan pekerjaan. Dengan kata lain:
P = f (A, R, M)
Fungsi ini telah ditunjukkan sebagai perkalian atau aditif. Model Harapan juga telah
digunakan dalam menyatakan korelasi positif antara prestasi kerja dan kepuasan kerja. Model
kepuasan kerja pertama kali diuji dalam lingkungan akuntansi dikenal sebagai Lawler dan
Porter-Lawler. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model harapan bukan merupakan
prediktor yang baik dari kinerja staf audit tetapi merupakan prediktor yang baik dari
kepuasan karyawan.
Orientasi profesional lebih menekankan pada kode etik dan standar kinerja
profesional. Menurut Sorensen dan Sorensen (1974), ia menemukan bahwa akan
terjadi konflik antara profesionalisme dan organisasional apabila tujuan profesional
tidak sesuai dengan tujuan organisasi, sehingga menyebabkan ketidakpuasan kerja
karyawan. Hastings dan Hinnings (1970) menemukan bahwa akuntan manajemen
memiliki tingkat nilai profesional yang lebih rendah daripada akuntan publik. Aranya,
Pollock, dan Armenic mengembangkan model yang mengasumsikan bahwa terdapat
tiga faktor utama yang dapat mempengaruhi komitmen profesional untuk profesi,
yaitu komitmen organisasi, konflik organisasi profesional, dan kepuasan dengan
imbalan.
Belkaoui, Ahmed. 1989. Behavioral Accounting: The Research and Practical Issue.
REVIEW ARTIKEL
6. Hipotesis
1) H1: Kepuasan kerja memiliki pengaruh negatif pada turnover intention
2) H2: komitmen afektif memiliki pengaruh negatif terhadap turnover intention
3) H3: Komitmen berkelanjutan memiliki pengaruh negatif pada turnover intention
4) H4: kinerja memiliki pengaruh negatif pada turnover intention
5) H5: Konflik peran memiliki pengaruh positif terhadap turnover intention
6) H6: Ambiguitas peran memiliki pengaruh positif terhadap turnover intention
7. Metodelogi Penelitian
a. Variabel yang digunakan yaitu:
1) Variabel independen: kepuasan kerja, komitmen afektif, komitmen berkelanjutan,
kinerja, konflik peran, dan ambiguitas peran
2) Variabel dependen: turnover intention
b. Metode pengumpulan data:
1) Proses pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan metode survei
menggunakan kuesioner.
2) Penentuan sampel menggunakan teknik convenience sampling dengan total
kuesioner yang tersebar sebanyak 104 kuesioner kepada auditor yang bekerja
di Kantor Akuntan Publik di Jawa Timur yang terdaftar di direktori IAPI tahun
2015.
c. Teknik analisis yang digunakan yaitu Partial Least Square (PLS) melalui perangkat
lunak SmartPLS versi 2.0
8. Hasil dan Kesimpulan
Berdasarkan analisis diperoleh hasil penelitian sebagai berikut:
1) Hipotesis 1 menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh negatif terhadap
turnover intention. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai t-statistik adalah 0,2498
(<1,64), sehingga H1 tidak didukung. Hasil ini tidak mendukung discrepancy theory,
karena gagal menunjukkan kepuasan atau ketidakpuasan mereka terhadap berbagai
aspek pekerjaan. Mayoritas responden berusia antara 21-30 tahun sebanyak 53 orang.
Kisaran ini adalah auditor muda dan produktif di tempat kerja. Karena niat auditor
dalam sampel ini bukan untuk bekerja di perusahaan dalam jangka panjang. Auditor
hanya mencari pengalaman kerja atau mereka bekerja di perusahaan sambil
menunggu panggilan pekerjaan lain yang mereka inginkan.
2) Hipotesis 2 menyatakan bahwa komitmen afektif memiliki pengaruh negatif terhadap
turnover intention. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai statistik untuk hipotesis
2 adalah 2,4432 (> 1,64), yang berarti signifikan, sehingga H2 didukung. Nilai
koefisien -0,2939 menunjukkan bahwa komitmen afektif berpengaruh negatif
terhadap turnover intention. Berdasarkan pengujian hipotesis dapat dijelaskan bahwa
auditor akan terus bekerja dalam akuntansi publik untuk mempertahankan
keanggotaannya. Auditor akan mendukung tujuan dan nilai-nilai perusahaan.
3) Hipotesis 3 menyatakan bahwa komitmen berkelanjutan memiliki pengaruh negatif
terhadap turnover intention. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai t-statistik
untuk hipotesis 3 adalah 5,0445 (> 1,64), yang berarti signifikan, sehingga H3
didukung. Nilai koefisien -0,4879 menunjukkan bahwa komitmen berkelanjutan
memiliki pengaruh negatif terhadap niat turnover dari kantor akuntan publik. Hasil
empiris dari penelitian ini membuktikan bahwa komitmen berkelanjutan dapat
mempengaruhi turnover intention.
4) Hipotesis 4 menyatakan bahwa kinerja memiliki pengaruh negatif terhadap turnover
intention. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai t-statistik untuk hipotesis 4
adalah 0,0542 (<1,64), yang berarti tidak signifikan, sehingga H4 tidak didukung.
Berdasarkan hasil statistik hipotesis ini ditolak. Dapat dipahami bahwa kenyataan
pada sampel seharusnya tidak mempengaruhi kinerja pada niat turnover. Biasanya
auditor yang memiliki kinerja tinggi niat berhenti pada akuntan publiknya rendah,
karena auditor akan diberikan kesempatan promosi dan bonus oleh atasannya sebagai
imbalan atas kinerja.
5) Hipotesis 5 menyatakan bahwa konflik peran memiliki pengaruh positif terhadap
turnover intention. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai t-statistik untuk
hipotesis ini adalah 5,6404 (> 1,64), yang berarti signifikan, H5 didukung. Koefisien
0,5055 menunjukkan bahwa konflik peran memiliki pengaruh positif terhadap niat
turnover. Hasil empiris dari penelitian membuktikan bahwa konflik mempengaruhi
niat berpindah. Ini konsisten dengan teori peran bahwa masing-masing peran individu
memerlukan perilaku yang berbeda, kadang-kadang mereka mungkin memiliki lebih
dari satu peran (peran ganda).
6) Hipotesis 6 menyatakan bahwa ambiguitas peran memiliki pengaruh positif terhadap
turnover intention. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai statistik untuk hipotesis
6 adalah 0,7180 (<1,64), yang artinya tidak signifikan, sehingga H6 ditolak. Hasil ini
tidak mendukung teori peran. Teori peran menyatakan bahwa ambiguitas peran terjadi
karena kurangnya ketersediaan informasi yang diperlukan untuk memposisikan
organisasi tertentu karena kesenjangan pemahaman dan deskripsi pekerjaan yang
tidak jelas. Sehingga auditor memiliki persepsi yang tidak jelas tentang perannya
dalam menyelesaikan tugas.
9. Kritik/Future Research
1) Menurut kami hasil penelitian sudah mampu menjelaskan hipotesis yang digunakan.
Namun pada teknik penentuan sampel tidak dijelaskan mengenai teknik convenience
sampling.
2) Selain itu keterbatasan penelitian juga sudah dijelaskan seperti keterbatasan pada hasil
yang dapat digeneralisasi ke kantor akuntan publik hanya dari sampel penelitian ini.
Karena penelitian ini menggunakan convenience sampling dan peneliti tidak dapat
menggunakan teknik pengambilan sampel acak karena tidak tersedianya informasi
tentang jumlah auditor populasi yang bekerja dalam akuntansi publik di Jawa Timur.
3) Dan penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas tingkat generalisasi
penelitian tidak hanya pada KAP di Jawa Timur. Selain itu dapat menambah variabel
lain yang berkaitan dengan turnover intention.