STATUS PASIEN
1.
2.
IDENTITAS
Nama
: An. A
Jenis Kelamin
: Laki laki
Umur
Agama
: Islam
Alamat
Pekerjaan
: Pelajar
Tanggal pemeriksaan
: 02 Juni 2014
: 475298
ANAMNESIS
Keluhan utama
Pasien datang ke poliklinik Mata RSD Soreang dengan keluhan mata kiri merah sejak
3 hari yang lalu. Keluhan dirasakan semakin lama semakin berat. Keluhan disertai dengan
penglihatan buram secara tiba-tiba, nyeri, keluar kotoran di mata, pada kelopak mata terasa tidak
nyaman seperti ada pasir di mata dan silau pada mata kiri. Keluhan tidak dirasakan pada mata
kanannya.
Keluhan disebabkan saat pasien sedang sekolah, mata kiri pasien terkena debu saat bermain
dengan temannya, kemudian oleh pasien tidak langsung dicuci, hanya d lap saja dengan baju dan di
kucek-kucek. Keluhan dirasakan oleh pasien keesokan harinya setelah pasien bangun tidur. Nyeri dan
Karena keluhannya tidak berkurang maka pasien berobat ke RSD Soreang. Pasien tidak
Pasien baru pertama kali sakit seperti ini. Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus
disangkal.
Riwayat alergi
: Tidak ada
Riwayat pengobatan
: Tidak ada
3.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda Tanda Vital
Tekanan Darah
Nadi
Respirasi
Suhu
Kepala
Mata
: Tampak Baik
: Compos Mentis
: 110/80 mmHg
: 80 x/menit
: 20 x/menit
: 360C
: Normochepal
: (lihat status Oftalmologi)
Status Oftalmologi
Ocular Dextra (OD)
Orthoforia
Baik
Kesegala Arah
6/6
N/palpasi
Tidak Ada
Tidak Ada
Posisi Hirtcsburg
Gerakan Bola Mata
4/60
N/palpasi
Tidak Ada
Tidak Ada
Palpebra Superior
2
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Edema
Hiperemis
Entropion
Ektropion
Ptosis
Blefarospasme
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Palpebra Inferior
Edema
Hiperemis
Entropion
Ektropion
Tumor/Massa
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Konjungtiva Tarsal
Superior
Sekret
Hiperemis
Folikel
Papil
Sikatrik
Benjolan
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Konjungtiva Tarsal
Inferior
Sekret
Hiperemis
Anemis
Folikel
Papil
Sikatrik
Benjolan
Konjungtiva Bulbi
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliar
Subconjunctiva Bleeding
Pterigium
Pinguekula
Kornea
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
3
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Sikatrik
Infiltrat
Ulkus
Keratik Presipitat
Edema
COA
Kedalaman
Hifema
Hipopion
Iris/Pupil
Bentuk
Sedang
Tidak Ada
Tidak Ada
Bulat, Regular,Central
Isokor,
Tidak Ada
Positif
Positif
Jernih
Tidak diperiksa
Sinekia Anterior
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Cahaya Tdk
Langsung
Lensa
Vitreus Humour
Tidak dilakukan
Funduskopi
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Sedang
Tidak Ada
Tidak Ada
Bulat, Reguler, Central,
Isokor
Tidak Ada
Positif
Positif
: Tidak Dilakukan
: TidakDilakukan
4.
Jernih
Tidak diperiksa
Tidak dilakukan
RESUME
Seorang anak laki-laki berumur 12 tahun datang dengan keluhan mata kiri merah sejak
3 hari yang lalu. Keluhan disertai dengan penglihatan buram secara tiba-tiba, nyeri, keluar kotoran
di mata, pada kelopak mata terasa tidak nyaman seperti ada pasir di mata dan silau pada mata
kiri. Nyeri dan nganjel dirasakan sepanjang hari dan terus-menerus sehingga mengganggu
aktivitas, bertambah berat saat beraktivitas di bawah sinar matahari di siang hari, lebih ringan
saat istirahat di malam hari. Pasien juga mengaku matanya silau dan berair bila terkena sinar
matahari. Pasien sudah mengolesi matanya dengan salep mata namun tidak ada perbaikan.
Pasien baru pertama kali sakit seperti ini. Riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus
disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, status generalis dalam batas normal, sedangkan
status oftlamologis sebagai berikut:
VOD 6/6
4
5.
VOS
4/60
DIAGNOSIS BANDING
1. Keratitis Okuli Sinistra
2. Uveitis Anterior Okuli Sinistra
6.
DIAGNOSA KERJA
Keratitis Okuli Sinistra
7.
USULAN PEMERIKSAAN
Keratometri
Tujuannya untuk mengetahui kelengkungan kornea, tear lake. Dapat dilihat
dengan cara fokus kita alihkan kearah lateral bawah, secara subjektif dapat dilihat
tear lake yang kering atau yang terisi air mata.
Tes schirmer
Bila resapan air mata pada kertas schirmer <10 mm dalam 5 menit dianggap
abnormal.
Uji fistel
Untuk melihat kebocoran kornea akibat adanya perforasi kornea.
8.
Uji Flourescein
PENATALAKSANAAN
5
Edukasi untuk menjaga kebersihan mata setiap hari dan tidak mengucek-ngucek mata
9.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
BAB II
PEMBAHASAN
1.
2.
3.
1.
Dasar diagnosa:
Anamnesis :
Keluhan utama : mata merah
1. mata merah dengan visus normal misal; konjungtivitis
2. mata merah dengan visus turun misal; keratitis, glaukoma akut, uveitis anterior,
endoftalmitis, panoftalmitis
Keratitis
Glaukoma akut
Uveitis anterior
Endoftalmitis
Panoftalmitis
Peradangan
Penyakit
Peradangan
lokal kornea
neuropatik
mata depan
biasanya
infeksi
bola
trauma/bedah
dan
kapsul Tenon
MANIFESTASI KLINIK :
Mata
Mata
Sensasi
asing
Sakit mata
Fotofobia
pasir
Mual,
bengkak
muntah, Nyeri
Nyeri
demam
pd
pusing
(tekan/digerakkan) mata,
nyeri kepala
Fotofobia
Fotofobia
Fotofobia
Blefarospasme
Kelopak
Blefarospasme
Mata merah
bola Nyeri,
sakit
kepala, muntah
mata
Kelopak
mata
sulit
dibuka
Penglihatan
Tajam
Penglihatan
Tajam
Tajam
sedikit kabur
penglihatan
sedikit kabur
penglihatan
penglihatan
sangat turun
sangat turun
sangat turun
Pemeriksaan fisik :
Nama Penyakit
Pemeriksaan Fisik
Keratitis
Glaukoma akut
Uveitis anterior
Endoftalmitis
Panoftalmiti
sensitif
penglihatan kabur karena kornea keruh akibat infiltrasi sel radang dan
2.
Prinsip pengobatan :
Tujuan penatalaksanaan :
mengeradikasi penyebab keratitis
menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea
mempercepat penyembuhan defek epitel
mengatasi komplikasi
memperbaiki ketajaman penglihatan
Terapi diberikan sesuai etiologi.
Pada kasus ini :
Trophine 1x1 gtt OS obat siklopegia, merupakan siklopegik kuat dan bersifat
midriatik. Tujuan untuk menekan peradangan
Lefofloxacin drop 6x1 gtt OS antibiotik untuk bakteri gram positif, negatif
Vitamin mata (Cendovitam 1x1 tab) nutrisi bagi mata (indikasinya yaitu
mampu menangkal radikal bebas yang merusak sel-sel mata, mengurangi
kelelahan mata)
4.
Prognosa :
Quo ad vitam
: ad bonam
Dilihat dari status generalis, tanda vital, pemeriksaan fisik pada pasien ini
masih dalam batas normal.
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Karena fungsi penglihatan yang tampak dari hasil pemeriksaan visus, hal ini juga
didukung oleh berbgai keadaan yakni:
sampai mendapatkan terapi cukup cepat sehingga penyebaran infeksi belum meluas
dan bertambah berat.
9
Kornea adalah jaringan transparan tembus cahaya, menutupi bola mata bagian depan.
Kornea menempati 1/6 dari jaringan fibrosa bagian depan dari bola mata. Bagian anterior dari
kornea berbentuk elips dengan diameter horizontal 11,7 mm dan diameter vertical 11 mm.
Bagian posterior berbentuk sirkular dengan diameter rata-rata 11,5 mm. Kornea dewasa ratarata mempunyai tebal 0,52 mm di bagian tengah dan 0,65 mm di bagian perifer. Dari anterior
ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda : lapisan epitel, lapisan
Bowman, stroma, membran Descement dan lapisan endotel.
Lapisan kornea
1. Epitel
10
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih yang terdiri dari satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal
berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya
melalui desmosom dan makula okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur, sedangkan di bagian perifer
serat kolagen ini bercabang; terbentuknya serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak di anatara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
m.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium berlapis satu, berbentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula
11
okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk
sensai dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi
edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Pembiasan sinar terkuat dilakukan
oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea.
FISIOLOGI KORNEA
Kornea mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai medium refraksi dan untuk
memproteksi lensa intraokular. Kornea menjalankan dua fungsi utama ini dengan cara
mempertahankan sifat transparansi kornea dan pergantian dari jaringannya. Transparansi
kornea dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang uniform yang sifat
deturgescence-nya. Transparansi stroma dibentuk oleh pengaturan fisis special dari
komponen-komponen fibril. Walaupun indeks refraksi dari masing-masing fibril kolagen
berbeda dari substansi infibrilar, diameter yang kecil (300 A) dari fibril dan jarak yang kecil
diantara mereka (300 A) mengakibatkan pemisahan dan regularitas yang menyebabkan sedikit
pembiasan cahaya dibandingkan dengan inhomogenitas optikalnya. Sifat deturgescence di
jaga dengan pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi barrier dari epitel dan endotel.
Kornea di jaga agar tetap berada pada keadaan basah dengan kadar air sebanyak 78%.
Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang sangatlah
penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 43,25 dioptri dari total 58,6
kekuatan dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74% dari seluruh kekuatan dioptri mata
normal. Hal ini mengakibatkan gangguan pada kornea dapat memberikan struktur vital dari
mata dan oleh karenanya kornea sangat sensitif. Saraf-saraf kornea masuk dari stroma kornea
melalui membran bowman dan berakhir secara bebas diantara sel-sel epithelial serta tidak
memiliki selubung myelin lagi sekitar 2-3 mm dari limbus ke sentral kornea, sehingga
12
Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain,
serta higienis dan nutrisi yang tidak baik, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.
PATOFISIOLOGI KERATITIS
Terdapat beberapa kondisi yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya inflamasi
pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry eyes), penggunaan
lensa kontak, lagofthalmus, gangguan paralitik, trauma dan penggunaan preparat
imunosupresif topikal maupun sistemik. Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari
mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki
beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk reflex berkedip,
fungsi antimikroba film air mata (lisosom), epitel hidrofobik yang membentuk barrier
terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.
Epitel merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam
kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan lapisan bowman
menjadi mudah untuk mangalami infeksi dengan organisme yang bervariasi, termasuk bakteri,
amoeba dan jamur. Streptokokus pneumonia merupakan patogen kornea bakterial, patogenpatogen
yang
lain
membutuhkan
inokulasi
yang
berat
atau
pada
host
yang
Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi patogen akan
membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi kornea
Iritasi dari bilik mata depan bagian hipopion (umumnya berupa pus yang akan
berakumulasi pada lantai bilik mata depan)
Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membran descement yang
14
relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele dimana hanya membran descement
yang intak
Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membran descement terjadi dan
humor aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforata dan merupakan
indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan
visus progresif dan bola mata akan menjadi lunak
KLASIFIKASI
Terdapat bermacam-macam pembagian dari keratitis yaitu :
1. Menurut penyebabnya :
a. Keratitis bakterial
Bakteri-bakteri yang biasa menyebabkan keratitis bakterialis, yaitu :
Streptokokus pneumonia
Pseudomonas aeroginosa
Streptokokus hemolitikus
Moraxella liquefaciens
Klebsiella pneumoniae
b. Keratitis viral
Virus lain yang dapat menyebabkan keratitis, yaitu :
Herpes simpleks
Herpes zoster
Variola (jarang)
Vacinia (jarang)
c. Keratitis jamur
Jamur-jamur yang biasa ditemukan pada keratitis, diantaranya :
Candida
Aspergilin
15
Nocardia
Cephalosporum
d. Keratitis lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus dimana kelopak mata tidak dapat
menutup dengan sempurna sehingga mata terpapar dan terjadi kekeringan pada kornea
dan konjungtiva yang memudahkan terjadinya infeksi. Dapat dikarenakan parese Nervus
VII.
e. Keratitis neuroparalitik akibat kerusakan Nervus V
Keratitis neuroparalitik merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus, sehingga
terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea. Gangguan
saraf ke-5 ini dapat terjadi Herpes zoster, tumor fosa posterior cranium dan keadaan
lainnya. Pada keadaan anestesi kornea kehilangan daya pertahanannya terhadap iritasi
dari luar. Hal ini dapat menyebabkan kornea mudah terjadi infeksi sehingga
mengakibatkan terbentuknya ulkus kornea.
f. Keratokonjungtivitis sika
Suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Kelainan ini terjadi pada
penyakit yang mengakibatkan :
Defisiensi kelenjar air mata, misalnya sindrom Sjorgen, lakrimal kongenital, obat
diuretik, atropin, dan usia tua.
2. Menurut tempatnya :
a. Keratitis superfisial
Keratitis epitelial
Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan keratitis serta
pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan yang terlibat
16
Keratitis subepitelial
Lesi-lesi ini sering terjadi karena keratitis epitelial (misal infiltrat subepitelial
pada keratokonjungtivitis epidemika, yang disebabkan adenovirus 8 dan 19).
Umumnya lesi ini dapat diamati dengan mata telanjang namun dapat juga
dikenali pada pemeriksaan biomikroskopik terhadap keratitis epitelial.
Keratitis stromal
Respon stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang menunjukkan
akumulasi
sel-sel
radang;
edema
muncul
sebagai
penebalan
kornea,
Keratitis interstitial
Merupakan keratitis yang ditemukan pada jaringan yang lebih dalam, yaitu
keratitis nonsupuratif profunda disertai dengan neovaskularisasi. Terjadi akibat
alergi, infeksi luas, dan tuberkulosis.
Keratitis sklerotikans
Merupakan kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea, terlokalisasi, berbatas
tegas unilateral yang menyertai radang sklera atau skleritis. Kadang-kadang
mengenai seluruh limbus. Kornea terlihat putih menyerupai sklera. Diduga
terjadi karena perubahan susunan serat kolagen yang menetap.
Keratitis disiformis
Disebut juga keratitis sawah karena banyak mengenai petani. Keratitis
memberikan kekeruhan infiltrat yang bulat atau lonjong di jaringan kornea.
Diduga merupakan reaksi alergi ataupun imunologik terhadap virus Herpes
simpleks.
17
Selain keratitis yang dijelaskan di atas, masih terdapat beberapa jenis keratitis lainnya :
1. Keratitis pungtata superfisial
Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran infiltrate halus bertitik-titik pada
permukaan kornea, memberikan hasil positif pada tes fluorescein. Etiologinya adalah
sindrom dry eye, blefaritis, keratopati, lagoftalmus, keracunan obat topikal (neomycin,
tobramycin), sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan pemakaian lensa kontak.
2. Keratitis numularis atau dimmer
Keratitis numularis merupakan bentuk keratitis dengan ditemukannya infiltrat yang
bundar berkelompok dan tepinya berbatas tegas sehingga memberikan gambaran halo.
Keratitis ini berjalan lambat dan sering ditemukan pada petani sawah.
3. Keratokonjungtivitis epidemika
Keratitis ini terjadi akibat peradangan kornea dan konjungtiva yang disebabkan oleh
reaksi adenovirus tipe 8. Penyakit ini timbul sebagai suatu epidemik.
4. Keratitis marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus akibat
infeksi lokal konjungtiva. Bila tidak diobati dapat menyebabkan ulkus kornea.
5. Keratokonjungtivitis flikten
Merupakan radang kornea dan konjungtiva yang merupakan reaksi imun yang mungkin
sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Terdapat daerah
berwarna keputihan yang merupakan degenerasi hialin. Terjadi pengelupasan lapis sel
tanduk epitel kornea.
6. Keratokonjungtivitis vernal
Merupakan penyakit rekuren, dengan peradangan tarsus dan konjungtiva bilateral.
Penyebab belum diketahui, namun terutama terjadi pada musim panas mengenai anak
sebelum berumur 14 tahun. Mengenai kelopak atas dan konjungtiva pada daerah limbus
berupa hipertrofi papil yang kadang-kadang berbentuk Cobble stone.
7. Gonore
Kuman diplokokus gonore menyebabkan konjungtivitis purulenta yang akut disertai
blefarospasme. Adanya blefarospasme menyebabkan sekret yang purulenta dan penuh
dengan gonokok tertumpuk di bawah konjungtiva palpebra superior, ditambah lagi
gonokok mempunyai enzim proteolitik dan hidupnya intraseluler, sehingga dapat
18
menimbulkan kerusakan kornea yang hebat tanpa harus didahului dengan kerusakan
epitel. Ulkus yang dibentuk dalam dan dapat menimbulkan perforasi yang juga dapat
berakhir dengan kebutaan.
8. Ulkus mooren
Etiologinya belum diketahui, tetapi diduga autoimun. Ulkus ini termasuk ulkus
marginal. Pada 60-80% kasus unilateral dan ditandai ekstravasasi limbus dan kornea
perifer, yang sakit dan progresif, yang sering berakibat kerusakan mata.
GEJALA KLINIS
Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi
benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia)
serta sulit membuka mata (blepharospasme). Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena
kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea
superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit
diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai
media untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke
mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi
terletak sentral pada kornea. Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh
kontraksi iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena reflex yang
disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga mata berair
namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus
kornea yang purulen.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil pemeriksaan
mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adanya riwayat penyakit
kornea, misalnya pada keratitis herpetik akibat infeksi herpes simpleks sering kambuh, namun
erosi yang kambuh sangat sakit dan keratitis herpetik tidak, penyakit-penyakit ini dapat
dibedakan dari gejalanya. Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh pasien, karena
mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi bagi penyakit
19
bakteri, fungi, atau virus terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi
imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas,
selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda yang
kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari struktur
kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat
membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea
seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan
fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epitel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema
kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang ditemukan ini
juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan.
Sangat penting untuk melaksanakan penegakan diagnosis morfologis pada pasien yang
dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan dengan melihat tandatanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epitelial, perubahan epitel bervriasi secara luas
mulai dari edema ringan dan vakuolasi hingga erosi, pembentukan filamen maupun
keratinisasi partial. Pada keratitis stromal, respon struma kornea dapat berupa infiltrasi sel
radang, edema yang bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula dari stroma
lalu ke epitel kornea. Pemeriksaan fisik pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada
keratitis dilakukan melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan flouresent dapat
menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan inspeksi
biasa. Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan kornea, apabila tidak
terdapat alat tersebut dapat digunakan loup dan iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus
melihat jalannya refleksi cahaya sementara memindahkan cahaya dengan hati-hati ke seluruh
kornea. Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat terlihat.
Berikut ini merupakan jenis keratitis dan bentuknya :
No
1.
Jenis keratitis
Keratitis stafilokok
Bentuk keratitis
Erosi kecil-kecil terputus fluorescein; terutama
2.
Keratitis herpetik
3.
bulat/lonjong)
(pseudosendrit)
20
4.
Keratitis adenovirus
5.
terpapar
6.
Keratitis
7.
8.
9.
gaseri
Keratitis karena obat terutama Erosi kecil-kecil terpulas fluorescein dengan edema
10.
11.
(SPK)
Keratokonjungtivitis
superior
12.
13.
parotitis epidemika
Trachoma
14.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur dari flora kornea dilakukan selama
terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian selanjutnya akan tetapi hal tersebut
21
tidak begitu signifikan dalam penegakan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit keratitis
pungtata superfisial. Pemeriksaan pencitraan dengan menggunakan fotografi slit lamp untuk
mendokumentasikan inflamasi aktif dan periode inaktivitas dapat dilakukan tapi hal tersebut
juga tidak begitu penting dalam penegakan diagnosis maupun penanganan penyakit.
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan keratitis adalah mengeradikasi penyebab keratitis, menekan
reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat
penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki ketajaman penglihatan.
Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi :
rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat. Sebagian
besar pakar menganjurkan melakukan debridement sebelumnya. Debridement epitel kornea
selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar
epitelial sehingga obat lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi
subepitelial ghost opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik. Diharapkan
debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epitelial jika penyebabnya virus,
konsekuensinya reaksi radang akan cepat berkurang.
Penatalaksanaan pada keratitis pada prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan etiologi.
Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri gram positif
pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat
diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikan
jika terdapat sekret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan bakteri.
Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin atau fluconazol. Selain itu obat yang
dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada
keratitis ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa
nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat diberi air mata buatan,
siklopegik dan kortikosteroid. Pemberian air mata buatan yang mengandung metiselulosa dan
gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan memperpanjang
waktu kontak kornea dengan lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid pada KPS ini
bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terbentuknya jaringan parut pada
kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti fotofobia namun pada umumnya
22
pada pemberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat
memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari keratitis tersebut adalah virus.
Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis ini harus terus diawasi dan
terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk waktu lama dapat memperpanjang
perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan berakibat timbulnya katarak dan glaukoma
terinduksi steroid, menambah kemungkinan infeksi jamur, menambah berat radang akibat
infeksi bakteri juga steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain. Penggunaan
kortikosteroid pada keratitis menurut beberapa jurnal dapat dipertimbangkan untuk diganti
dengan NSAID. Dari penelitian-penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa NSAID dapat
mengurangi keluhan subjektif pasien dan juga mengatasi peradangannya seperti halnya
kortikosteroid namun lebih aman dari steroid itu sendiri karena tidak akan menyababkan
katarak ataupun glaukoma yang terinduksi steroid.
Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala, supaya dapat
melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan dengan palpebra, khususnya pada
kasus yang mengganggu. Pemberian siklopegik mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris
sehingga terjadi dilatasi pupil dan mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melemahkan
akomodasi. Terdapat beberapa obat siklopegia yaitu atropin, homatropin, dan tropikamida.
Namun atropin (0,5%-2%) merupakan siklopegik yang sangat kuat dan juga bersifat midriatik
sehingga biasanya tidak dijadikan pilihan terapi pada keratitis tertentu misalnya KPS. Efek
maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan bila telah terjadi kelumpuhan otot
akomodasi maka akan normal kembali dalam 2 minggu setelah obat dihentikan. Atropin juga
memberikan efek samping nadi cepat, demam, merah, dan mulut kering. Homatropin (2%5%) efeknya hilang lebih cepat disbanding dengan atropin, efek maksimal dicapai dalam 2090 menit dan akomodasi normal kembali setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan trokamida
(0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit, dengan efek maksimal dicapai setelah 2030 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini sering dipakai untuk melebarkan pupil pada
pemeriksaan fundus okuli.
Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma dapat ditambahkan lem
cyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya stroma. Bila tindakan tersebut gagal, harus
dilakukan flap konjungtiva; bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap konjungtiva hanya
dianjurkan bila masih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi descemetocele flap
23
: bentuk parut kornea berupa kekeruhan yang sangat tipis dan hanya dapat
dilihat dengan menggunakan kaca pembesar atau menggunakan slit lamp.
Makula
: parut yang lebih tebal berupa kekeruhan padat yang dapat dilihat tanpa
menggunakan kaca pembesar.
Leukoma
: kekeruhan seluruh ketebalan kornea yang mudah sekali terlihat dari jarak
yang agak jauh sekalipun.
Leukoma adherens : keadaan dimana selain adanya kekeruhan seluruh ketebalan kornea,
terdapat penempelan iris pada bagian belakang kornea (sinekia anterior).
Stafiloma kornea : bila seluruh permukaan kornea mengalami ulkus disertai perforasi, maka
pada penyembuhan akan terjadi penonjolan keluar parut kornea yang
disertai dengan sinekia anterior.
Bila ulkusnya lebih dalam dapat terjadi perforasi. Adanya perforasi dapat
membahayakan mata, oleh karena timbulnya hubungan langsung dari bagian dalam mata
dengan dunia luar, sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan menyebabkan
endoftalmis atau panoftalmitis. Dengan adanya perforasi, iris dapat menonjol keluar melalui
24
perforasi dan terjadi prolaps iris. Saat terjadi perforasi, tekanan intraokular menurun.
Keratitis subepitel/epitel
Sembuh tanpa
bekas
Sembuh dengan
parut kornea :
- Nebula
- Makula
Berlanjut menjadi
ulkus
operasi/
angkat
bola mata
Phtysis
A bulbi
Buta kornea
Buta permanen
DAFTAR PUSTAKA
1. Bruce J, Chris C, Anthony B. Lectures Notes Oftalmologi Edisi Kesembilan. Blackwell
Science. 2003
2. Fernando H. Bacterial Keratitis. Diunduh pada 25 April 2014. Tersedia dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1194028-overview
25
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI Jakarta. 2005. Hal 147158
4. Paul R.E, John P.W. Cornea. Vaughan & Asburys General Opthalmology Sixteenth
Edition. United States Of America. 2004. Hal 129-153
5. Sherwood L. Eye:Vision. Human Physiology. Sixth Edition. Hal 190-208. Thomson
Higher Education. United States of America.2007
26