Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Uveitis merupakan peradangan pada traktus uvea. Radang uvea dapat mengenai
hanya bagian depan jaringan uvea atau selaput pelangi (iris) yang disebut iritis.
Bila mengenai bagian tengah uvea maka disebut dengan siklitis. Iritis biasanya
akan diikuti dengan siklitis yang disebut dengan uveitis anterior. Uveitis anterior
merupakan penyakit mendadak yang biasanya terjadi selama 6-8 minggu. Bila
radang mengenai selaput hitam bagian belakang mata disebut koroiditis. Kelainan
inflamasi di traktus uvealis berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik dan
beberapa diantaranya mengancam nyawa bila tidak dikenali. Uveitis paling
banyak yaitu uveitis anterior sekitar 90,6% dari kasus uveitis.

Uveitis anterior kelihatanya tidak berbahaya, akan tetapi bisa menyebabkan


morbiditas yang berat bila tidak diterapi dengan benar. Uveitis menyebabkan
morbiditas yang berasal dari pembentuk sinekia posterior (perlengkatan antara iris
dan lensa) yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular dan kehilangan
saraf optik. Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan di dunia termasuk di
Indonesia. Kebutaan dapat terjadi akibat terapi yang tidak adekuat. Insiden uveitis
pada dewasa yaitu 15/100.000 orang kasus pertahun. Penderita uveitis dengan
kasus baru di Amerika Serikat sebanyak 45.000 pertahun dan 10% menyebabkan
kebutaan. Uveitis dapat terjadi pada semua usia, akan tetapi kebanyakan penderita
berusia 20-50 tahun dan insiden menurun pada usia 70 tahun. Uveitis lebih
banyak ditemukan di negara-negara berkembang dibandingkan di negara-negara
maju karena lebih tingginya prevalensi infeksi yang bisa mempengaruhi mata
seperti toksoplasmosis dan tuberkulosis di negara-negara berkembang.

Hal tersebut yang melatar belakangi penulis untuk membuat


referat ini. Dokter diharapkan dapat mendiagnosis uveitis dengan

benar,

minimalisasi

efek

samping

dari

uveitis

serta

metatalaksana uveitis. Untuk dapat berperan dalam hal tersebut


dokter perlu mengetahui segala aspek dari uveitis ini, meliputi
definisi, etiologi, gejala dan tanda, patofisiologi, diagnosis,
komplikasi, terapi. Penulis berusaha untuk menuliskan semua
aspek tersebut dalam tinjauan pustaka refarat ini dan diharapkan
dapat bermanfaat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan fisiologi uvea


Uvea terdiri dari iris, korpus siliare dan khoroid. Bagian ini adalah lapisan
vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Iris merupakan
bagian berwarna dari mata. Iris terletak antara lensa dan kornea. Iris mengandung
melanosit dan serat otot polos sirkular dan radial. Banyaknya melanin pada iris
menentukan warna mata. Mata terlihat hitam dan coklat ketika mengandung
banyak melanin, biru ketika melanin sangat rendah dan hijau ketika melanin
sedang. Iris berfungsi mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola
mata melalui pupil. Ketika cahaya terang akan menstimulasi saraf parasimpatis
dari nervus okulomotoris yang akan menstimulasi muskulus sirkular sehingga
pupil mengecil. Sebaliknya ketika cahaya gelap neuron simpatik akan
menstimulasi muskulus radial sehingga pupil membesar (dilatasi).
Korpus siliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang,
membentang ke depan dari ujung anterior khoroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm).
Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombakombak, pars plikata
dan zona posterior yang datar, pars plana. Prosesus siliaris berasal dari pars
plikata. Prosesus siliaris ini terutama terbentuk dari kapilerkapiler dan vena yang
bermuara ke vena-vena vortex. Kapiler-kapilernya besar dan berlobang-lobang
sehingga membocorkan floresein yang disuntikkan secara intravena. Ada 2
lapisan epitel siliaris, satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam, yang
merupakan perluasan neuroretina ke anterior, dan lapisan berpigmen di sebelah
luar, yang merupakan perluasan dari lapisan epitel pigmen retina. Prosesus
siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk aqueus
humor. Koroid adalah segmen posterior dari uvea dan terletak di antara retina

dan sklera. Koroid kaya akan pembuluh darah yang memberikan nutrisi untuk
segmen posterior dari retina.

Gambar anatomi bola mata


2. Uveitis
Uveitis adalah peradangan traktus uvea yang mengandung iris, korpus siliaris
dan koroid. Uveitis terbagi menjadi uveitis anterior, uveitis intermediet (pars
planitis) dan uveitis posterior. Traktus anterior terdiri dari iris dan korpus
siliaris, sedangkan traktus posterior terdiri dari koroid. Uveitis merupakan
peradangan dari komponen ini dan jaringan sekitarnya seperti sklera, retina
dan nervus optikus. Uveitis biasanya idiopatik tetapi mungkin biasa
dicetuskan oleh genetik, traumatik, imun atau mekanisme infeksi.
Uveitis anterior
Uveitis anterior atau iridosiklitis merupakan peradangan intraokular yang
paling sering dan menyebabkan mata merah yang nyeri. Iritis dan iridosiklitis
merupakan manifestasi klinik dari reaksi imunologi yang terlambat, dini atau
sel mediated terhadap jaringan uvea anterior.

Etiologi dan klasifikasi uveitis


Etiologi dari uveitis tidak diketahui secara pasti. Akan tetapi, genetik, trauma,
imun atau mekanisme infeksi dapat mencetuskan terjadinya uveitis. Penyakit
yang mendasari terjadinya uveitis dan biasanya masuk ke dalam unit gawat

darurat yaitu inflammatory bowel disease, rheumatoid arthritis, systemic


lupus erythematosus (SLE), sarcoidosis, tuberkulosis, sifilis dan AIDS.
Penyebab uveitis anterior dapat berupa autoimun (artritis idiopatik juvenil,
spondilitis ankilosa, sindrom relter, kolitis ulseratif, uveitis terinduksi lensa,
sarkoidosis, penyakit crohn dan psoriasis), infeksi (sifilis, tuberkulosis, lepra,
herpes zoster, herpes simpleks, onkosersiasis, leptospirosis), keganasan
(sindrom masquerade, retinoblastoma, leukemia, limfoma, melanoma
maligna) dan lain-lain (idiopatik, uveitis traumatika, ablasi retina, iridosiklitis
heterokromik fuchs,uveitis diinduksi lensa, krisis glaukomasiklitik).
Penyakit yang berhubungan dengan uveitis:
Uveitis pada penyakit persendian
Anak yang menderita arthritis idiopatik juvenile 20% diantaranya menderita
iridosiklitis nongranulomatosa bilateral kronik. Anak perempuan terkena 4-5
kali lebih sering dibandingkan anak laki-laki. Uveitis pada JIA biasanya
terdeteksi pada usia 5-6 tahun setelah timbulnya katarak (leukokoria),
perbedaan warna kedua mata (heterokromia), perbedaan ukuran dan bentuk
pupil (anisokoria) atau gangguan penjajaran mata (strabismus). Tanda utama
dari penyakit ini yaitu ditemukan sel dan flare dalam bilik mata depan,
keratic precipitate putih berukuran kecil sampai sedang dengan atau tanpa
bintik fibrin pada endotel, sinekia posterior yang sering menimbulkan
seklusio pupil dan katarak.
Selain itu, 50% pasien dengan spondilitis ankilosa (HLA B27) akan
mengalami uveitis anterior. Pasien pria biasanya jumlahnya lebih banyak dari
wanita dan pada umur muda. Uveitis yang didapatkan bervariasi dari ringan
hingga berat dan sering menimbulkan nyeri, fotofobia serta penglihatan
kabur. Injeksi limbus umum ditemukan. Keratic precipitate biasanya ada
tetapi bukan granulomatosa, nodul iris tidak ada.
Iridosiklitis Heterokromik Fuchs (Sindrom Uveitis Fuchs)
Iridosiklitis heteromik fuchs adalah penyakit yang jarang hanya terjadi pada
5% kasus. Penyakit ini biasanya terdapat pada wanita muda, biasanya
unilateral dan pasien mengeluh penglihatan kabur. Penyakit ini awalnya
samar dan muncul pada dekade ketiga atau keempat. Kemerahan, nyeri dan
5

fotofobia pada penyakit ini hanya minimal. Pasien biasanya mengeluhkan


penglihatan kabur yang disebabkan oleh katarak. Keratic precipitate pada
penyakit ini bentuknya stellata, kecil dan tersebar di seluruh endotel. Iris dan
korpus siliaris menunjukkan adanya atrofi sedang dengan depigmentasi
berbentuk bercak dan infiltrasi difus sel-sel plasma dan limfosit.
Uveitis terinduksi lensa
Uveitis terinduksi lensa (uveitis fakogenik) adalah suatu penyakit autoimun
terhadap antigen lensa (protein). Bila lensa mengalami katarak hipermatur
maka kapsul lensa bocor dan materi lensa masuk ke bilik mata depan dan
belakang. Materi ini akan menimbulkan reaksi radang yang ditandai dengan
penggumpalan

sel

plasma,

fagosit

mononuklear

dan

sedikit

sel

polimorfonuklear. Gejala khas uveitis anterior nyeri, fotofobia dan


penglihatan kabur sering ditemukan. Uveitis terinduksi lensa dapat terjadi
pasca trauma pada lensa atau pasca operasi katarak dengan sisa materi yang
tertinggal.
Uveitis secara klinis dibagi menjadi uveitis akut terjadi bila inflamasi kurang
dari 6 minggu dan gejala timbul secara tiba-tiba, sedangkan uveitis kronik
inflamasi yang sudah lebih dari 6 minggu (berbulan-bulan atau bertahuntahun).
Uveitis anterior berdasarkan presipitat keratik dapat berupa uveitis
granulomatosa dan non granulomatosa. Uveitis anterior granulomatosa berisi
sel-sel dominan berupa sebukan limfost dan makrofag dengan reaksi vaskular
yang minimal, tanpa adanya gejala nyeri, lakrimasi dan hiperemia. Penyebab
dari uveitis anterior granulomatosa akut yaitu sarkoiditis, sifilis, tuberkulosis,
virus, jamur ((histoplasmosis) atau parasit (toksoplasmosis). Uveitis anterior
nongranulomatosa

merupakan

reaksi

vaskular

yang

dominan

yang

mengakibatkan adanya injeksi silier, hiperemis, lakrimasi akibat banyaknya


sitokin yang keluar serta fotofobia. Pada uveitis anterior nongranulomatosa
juga terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang menyebabkan
transudasi bilik mata depan sehingga menyebabkan turunnya visus dari
penderita. Penyebab dari uveitis anterior akut nongranulomatosa yaitu berupa
diare kronis, trauma, penyakit reiter, herpes simpleks, sindrom Bechet,
6

sindrom Posner Schlosman, pascabedah, infeksi adenovirus, parotitis,


influenza dan klamidia. Uveitis anterior nongranulomatosa kronik biasanya
disebabkan oleh rhematoid artritis dan Fuchs heterokromik iridosiklitis.

Onset
Nyeri

Non granulomatosa
Akut
Nyata

Granulomatosa
Tersembunyi
Tidak ada atau

Fotofobia
Penglihatan Kabur
Merah

Nyata
Sedang
Nyata

ringan
Ringan
Nyata
Ringan

sirkumkorneal
Keratic precipitate

Putih halus

Kelabu

Pupil

(mutton fat)
Kecil dan tak teratur Kecil dan tak teratur

Sinekia posterior
Nodul iris
Lokasi

Kadang-kadang
Tidak ada
Uvea anterior

(bervariasi)
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Uvea
anterior,

Akut
Sering

posterior, atau difus


Kronik
Kadang-kadang

Perjalanan penyakit
Kekambuhan

besar

Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral dapat disebabkan oleh efek langsung
suatu infeksi atau fenomena alergi. Inflamasi dari iris dan korpus siliaris
menyebabkan rusaknya blood-aqueuous barrier sehingga terjadi peningkatan
protein, fibrin dan sel radang di dalam humor aquous yang tampak pada
penyinaran miring berupa flare. Fibrin yang harusnya dihasilkan untuk
menghambat gerakan kuman, justru mengakibatkan perlengkatan iris dengan
permukaan lensa (sinekia posterior). Sel radang (limfosit, makrofag, sel
plasma) akan melekat pada permukaan endotel kornea membentuk keratik
presipitat. Bila ukuran presipitat besa membentuk mutton fat. Akumulasi dari
sel radang juga dapat ditemukan di tepi pupil berupa koeppe nodules atau
dipermukaan iris berupa busacca nodules. Peradangan dapat merangsang otot

sfingter pupil sehingga pupil menjadi miosis dan adanya timbunan fibrin dan
sel radang terjadi seklusio atau oklusio pupil. Bila seklusio atau oklusio pupil
total maka cairan dalam bilik mata belakang tidak dapat mengalir yang
menyebabkan tekanan intraokular meningkat sehingga iris menggembung ke
depan (iris bombe) dan menyebabkan glaukoma.

Gambar Koeppe Nodul

Gejala dan tanda


Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, sakit,
penurunan tajam penglihatan ringan dan hiperlakrimasi. Nyeri pada uveitis
anterior akut biasanya terjadi selama beberapa jam atau hari kecuali pda kasus
trauma. Gejala uveitis anterior dalam keadaan kronis dapat ditemukan
penurunan penglihatan dan gejala mata merah dan nyeri yang minimal sekali,
meskipun proses radang yang hebat sedang terjadi. Penglihatan kabur
merupakan gejala yang paling sering dikarenakan oleh kekeruhan dari aquos
humour. Fotofobia juga termasuk gejala yang sering diakibatkan spasme
muskulus siliaris, namun infiltrasi selular bilik mata depan, edema epitel
kornea dan muskulus papillaris juga berperan dalam penyebab fotofobia.
Nyeri yang didapatkan juga berasal dari spasme muskulus siliaris. Nyeri yang
sangat biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokular.

Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa

Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit,


injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal
atau injeksi siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh-pembuluh darah
limbus. Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan
posterior kornea dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar.
KP adalah deposit seluler pada endotel kornea. Karakteristik dan distribusi
KP dapat memberikan petunjuk bagi jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di
daerah pertengahan dan inferior dari kornea. Terdapat 4 jenis KP yang
diketahui, yaitu small KP, medium KP, large KP dan fresh KP. Small KP
merupakan tanda khas pada herpes zoster dan Fuchs uveitis syndrome.
Medium KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis anterior akut maupun
kronis. Large KP biasanya jenis mutton fat biasanya terdapat pada uveitis
anterior tipe granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat berwarna putih
dan melingkar. Seiring bertambahnya waktu, akan berubah menjadi lebih
pucat dan berpigmen. Pupil mengecil dan mungkin terdapat kumpulan fibrin
dengan sel di kamera anterior. Jika terdapat sinekia posterior, bentuk pupil
menjadi tidak teratur.

Gambar keratic precipitat

Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa


Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan
berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah
sirkumkornea. Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk nongranulomatosa. Pupil sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya

sinekia posterior. KP mutton fat besar-besar dapat terlihat dengan slit-lamp di


permukaan posterior kornea. Tampak kemerahan, flare dan sel-sel putih di
tepian pupil (nodul Koeppe). Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat.
Nodul serupa di seluruh stroma iris disebut nodul Busacca.

Gambar nodul busacca


Diagnosa
Anamnesa
Pada anamnesa biasa pasien mengeluh mata sakit, merah, fotofobia,
penglihatan kabur atau menurun ringan. Tanyakan riwayat penyakit pasien,
misalnya pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, trauma mata dan
riwayat operasi mata. Riwayat penyakit sistemik yang mungkin pernah
diderita oleh pasien juga ditanyakan dan penyakit yang berhubungan dengan
uveitis anterior. Onset dari gejala juga ditanyakan, kebanyakan kasus uveitis
anterior akut memiliki onset yang tiba-tiba dari merah, nyeri dan fotofobia.
Riwayat keluarga juga ditanyakan tentang riwayat uveitis dalam keluarga atau
penyakit lain yang berhubungan seperti spondiloartopati atau yang
berhubungan dengan HLA-B27.

Pemeriksaan fisik

Visus
Visus biasanya normal atau sedikit menurun. Pada episode yang berat
visus dapat sangat rendah.
Tekanan intraokular

10

Tekanan intraokular bisa menurun dikarenakan penurunan produksi aquos


humour oleh korpus siliaris yang meradang. Tekanan intraokular juga
dapat meningkat akibat terhambatnya dari pengaliran keluar aquous humor
oleh sel radang atau perlengkatan yang terjadi pada sudut bilik mata,

biasanya terjadi pada kasus uveitis anterior viral.


Konjungtiva
Pada konjungtiva terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada

kasus yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva.


Kornea
Pada kornea terdapat keratik presipitat akibat penumpukan leukosit pada
endotel. Pada iritis nongranulomatosa KP biasanya kecil dan terletak pada
sebagian inferior kornea. Edema stroma kornea bisa sekunder dari

endotelitis viral atau infeksi endotel atau infeksi dari sitomegalovirus.


Camera oculli anterior
Pada COA dapat ditemukan sel-sel , flare dan/atau hipopion. Hipopion
biasanya berhubungan dengan HLA-B27 dengan penyakit behcet atau
infeksi dan biasanya terjadi pada kasus akut. Sel-sel pada cairan akuos
merupakan tanda dari proses inflamasi yang aktif. Jumlah sel yang
ditemukan pada pemeriksaan slitlamp dapat digunakan untuk grading.

11

Iris
Sinekia posterior biasanya ditemukan pada uveitis. Nodul inflamasi tidak
ditemukan pada iritis nongranulomatosa. Nodul koepe dapat ditemukan
pada Fuchs heterochromic iridocyclitis. Atrofi dari iris dapat ditemukan

pada uveitis yang disebabkan oleh herpes zoster


Lensa dan korpus vitreus anterior
Pada lensa dan korpus vitreus anterior dapat ditemukan lentikular
presipitat pada kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat
ditemukan bila pasien mengalami iritis berulang.

Diagnosa banding
Diagnosa banding dari uveitis dapat berupa konjungtivitis, keratitis atau
keratokonjungtivitis, glaukoma akut. Pada konjungtivitis penglihatan tidak
kabur, respon pupil normal, ada kotoran mata dan umumnya tidak ada rasa
sakit, fotofobia atau injeksi siliaris. Pada keratitis atau keratokonjungtivitis,
penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab
keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zoster biasanya juga dapat
menyertai uveitis anterior. Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak
ditemukan sinekia posterior.
Komplikasi
Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior maupun posterior.
Sinekia anterior dapat menganggu aliran keluar aquos disudut bilik mata dan
menyebabkan glaukoma. Sinekia posterior dapat menyebabkan glaukoma
sekunder sudut tertutup dengan terbentuknya seklusio pupil dan penonjolan
iris ke depan (iris bombe). Peradangan di bilik mata depan maupun belakang
akan menyebabkan terjadinya penebalan dan opasifikasi lensa. Hal ini
menimbulkan kelainan refraksi ringan misalnya miopia.

12

Gambar Sinekia Posterior


Penatalaksanaan
Pengobatan segera diperlukan untuk mencegah kebutaan. Terapi uveitis
anterior berfungsi untuk mengurangi nyeri dan fotofobia, menghilangkan
inflamasi mencegah sinekia posterior, glaukoma dan katarak sekunder,. Terapi
yang diberikan dapat berupa terapi suportif dan terapi medikamentosa.
Terapi utama uveitis adalah pemberian kortikosteroid dan agen midriatik/
sikloplegik. Pemberian steroid berfungsi untuk mengurangi reaksi inflamasi.
Steroid menghambat jalur siklooksigenasi dari reaksi inflamasi. Steroid dapat
diberikan pada siang hari dalam bentuk tetes dan malam hari dalam bentuk
salep. Steroid sistemik bila perlu diberikan dalam dosis tunggal selang sehari
yang tinggi dan kemudian diturunkan sampai dosis yang efektif. Steroid juga
dapat diberikan secara subkonjungtiva dan peribulbar. Komplikasi dari
pemberian steroid jangka lampa yaitu berupa timbulnya katarak, glaukoma
dan midriasi pada pupil. Obat kortikosteroid yang digunakan yaitu topikal
dengan dexamethasone 0,1% atau prednisolone 1%. Bila radang sangat hebat
atau konsentrasi maksimum dari obat topikal dalam waktu lama dengen efek
yang minal maka dapat diberikan steroid subkonjungtiva atau peribulbar
dengan deksamethasone fospat 4 mg, prednisolon succinate 25 mg,

13

triamnicolone acetonide 4 mg atau metilprednisolon asetat 20 mg. Bila belum


berhasil, tidak respon terhadap obat topikal saja dan uveitis menjadi bilateral
rekuren maka dapat diberikan secara sistemik yaitu prednisolone oral mulai
80 mg perhari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg/ hari.
Selain itu, terapi pada uveitis anterior yaitu sikloplegik atau midriatik yang
digunakan untuk mengurangi rasa sakit dengan mengimobilisasi iris, melepas
sinekia atau mencegah sinekia yang dapat mengakibatkan iris bombe dan
kenaikan tekanan intraokular, stabilisasi blood aquous barrier dan mencegah
pecahnya protein selanjutnya (flare) serta memberi istirahat pada iris yang
meradang. Obat midriatik atau sikloplegik menyebabkan paresis dari iris dan
muskulus siliaris membuat pupil mudah bergerak sehingga mencegah sinekia.
Midriatik yang biasa digunakan sulfat atropin 1% sehari 3 tetes, homatropin
2% sehari 3 tetes dan scopolamin sehari 3 tetes.
Terapi suportif yang dapat diberikan dapat berupa:
a. Penggunaan kacamata hitam
Kacamata hitam dapat digunakan untuk mengurangi fotofobia.
b. Kompres hangat
Kompres hangat diharapkan dapat mengurangi nyeri dan dapat
meningkatkan aliran darah sehingga reabsorbsi sel-sel radang dapat lebih
cepat.

14

BAB III
KESIMPULAN

1. Uveitis adalah peradangan traktus uvea yang mengandung iris, korpus


siliaris dan koroid. Uveitis terbagi menjadi uveitis anterior, uveitis
intermediet (pars planitis) dan uveitis posterior.
2. Uveitis dapat menyebabkan morbiditas yang berat bila tidak diterapi
dengan benar seperti sinekia posterior, glaukoma, katarak bahkan
kebutaan.
3. Tujuan dari terapi uveitis yaitu meredakan nyeri dan fotofobia, eliminasi
inflamasi, mencegah komplikasi struktural seperti sinekia posterior,
glaukoma dan katarak sekunder.
4. Terapi pilihan dari uveitis anterior yaitu kortikosteroid dengan terapi
suportif berupa midriatik dan sikloplegik.

15

DAFTAR PUSTAKA

Agrawal RV, Murthy S, Sangwan V dan Biswas J. 2010. Current Approach in


Diagnosis and Management of Anterior Uveitis.Indian J Ophtalmol.
58(1):1119.
Dahl

AA.

2015.

Uveitis,

Anterior,

Nongranulomatous.

Tersedia

dari:

Tersedia

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1209595-overview
Dahl

AA.

2014.

Uveitis,

Anterior,

granulomatous.

http://emedicine.medscape.com/article/1209505-overview
Ilyas S. 2010. Ilmu Penyakit mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Muchatuta
MN.
2015.

Iritis

and

Uveitis.

Tersedia

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/798323-overview
Tortora GJ dan Sandra RG. 2003. Principle of Anatomy and Physiology 10th
Edition. USA: John Wiley & Sons Inc
Vaughan DG dan Asbury T.Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC

16

Anda mungkin juga menyukai