Anda di halaman 1dari 45

1

BAB I
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
1.

Identitas Pasien
Nama

: Ny. S

Umur

: 45 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Buruh Tani

Alamat

: Dawung, Sambirejo, Sragen

Status Perkawinan : Menikah

2.

Tanggal Masuk

: 12 Agustus 2016

Tanggal Periksa

: 23 Agustus 2016

No RM

: 01313505

Keluhan Utama
Nyeri pada bagian pinggang

3.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengalami nyeri yang dirasakan pada daerah pinggang yang
sejak +/- 1 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan diseluruh bagian pinggang,
memberat terutama ketika pasien bangun dari posisi tidur atau duduk dalam
waktu yang cukup lama. Nyeri dirasakan tidak membaik meskipun sudah
beristirahat dan diberi munyak gosok. Pasien merupakan seorang buruh
petani yang sering bekerja sehari-hari di ladang, namun sudah satu tahun
belakangan pasien berhenti dari pekerjaan tersebut oleh karena pasien harus
keluar masuk RS akibat penyakit Psoriasis Pustul Generalisata.
Sekitar 2 hari SMRS pasien mengaku jatuh terpeleset saat akan
berjalan menuju ke kamar mandi, yang berakibat timbul luka pada bagian

bawah lutut sebelah kiri. Keadaan tersebut membuat pasien sedikit


kesulitan saat menggerakkan kaki bagian kiri.
4.

5.

6.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Keganasan

: disangkal

Riwayat sakit gula

: (+)

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

Riwayat trauma

: (+)

Riwayat operasi

: disangkal

Riwayat mondok

: (+)

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit serupa

: disangkal

Riwayat tensi tinggi

: disangkal

Riwayat sakit gula

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Riwayat merokok

:-

Riwayat minum alkohol

:-

Riwayat olahraga

: disangkal

Penderita makan 2-3 kali sehari dengan sepiring nasi, lauk pauk (tahu,
tempe, telur), dan sayur, jarang makan daging atau ikan. Pasien minum air
putih sebanyak 5-6 gelas belimbing pehari.
7.

Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita adalah seorang buruh tani yang memiliki 2 orang anak. Saat ini
pasien mondok di RSU Dr. Moewardi dengan menggunakan BPJS

II. PEMERIKSAAN FISIK


1.

Status Generalis
Keadaan umum sedang, compos mentis E4V5M6, gizi kesan lebih.

2.

3.

Tanda Vital
Tekanan Darah

: 130/80 mmHg

Nadi

: 80 x / menit, isi cukup, irama teratur, simetris

Respirasi

: 22x / menit

Suhu

: 36, C per aksiler

VAS

:3
Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-), spider
naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (+), hipopigmentasi (-), skuama (+)
4.

Kepala
Bentuk kepala mesochepal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut
hitam, mudah rontok, mudah dicabut, atrofi otot (-).

5.

Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak
lansung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-)

6.

Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)

7.

Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)

8.

Mulut
Bibir kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor (-),
stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-).

9.

Leher
Simetris, trakea di tengah, JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-)

10.

Thorax

Retraksi (-), bentuk normal, simetris

Jantung
Inspeksi

: Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus Cordis tidak kuat angkat

Perkusi

: Konfigurasi Jantung kesan tidak melebar

Auskultasi

: Bunyi Jantung I dan II intensitas normal, reguler,


bising (-)

11.

12.

Paru
Inspeksi

: Pengembangan dada kanan < kiri

Palpasi

: Fremitus raba kanan < kiri

Perkusi

: Redup mulai SIC IV/Sonor

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-)

Trunk
Inspeksi

: deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

Palpasi

: massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)

Perkusi

: nyeri ketok kostovertebrae (-)

Abdomen
Inspeksi

: Dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi

: Peristaltik (+) normal

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: Tympani, pekak beralih (-)

13.

Ektremitas
Oedem

14.

Akral dingin

Status Psikiatri
1.

Penampilan : Perempuan, tampak sesuai umur,


perawatan diri cukup

2.

Kesadaran : Compos mentis

3.

Perilaku dan Aktivitas Motorik

Normoaktif,

berkurang pada anggota gerak bawah bagian kiri


4.

Pembicaraan : Koheren

5.

Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata


cukup

15.

Status Neurologis
Kesadaran

: GCS E4V5M6

Fungsi Luhur

: dalam batas normal

Meningeal Sign

:-

Fungsi Vegetatif

: dalam batas normal

Nervus Cranialis
N. II dan III

: RC (+/+), PI (3 mm/ 3mm)

N III, IV dan IV

: gerak bola mata dalam batas normal

N. VII

: dalam batas normal

N. XII

: dalam batas normal

Fungsi Motorik
Kekuatan

Tonus

5/5/5 5/5/5

5/5/5 4/4/4

Fungsi Koordinasi

: sulit dievaluasi karena nyeri

Fungsi Sensorik

: dalam batas normal

Fungsi Otonom

: dalam batas normal

Fungsi Columna Vertebralis

: dalam batas normal

Reflek
a) Reflek fisiologis :
Biceps
Triceps
Patella
Achilles

Dextra
+2
+2
+2
+2

Sinistra
+2
+2
+2
+2

b) Reflek Patologis
Dextra

Sinistra

Hoffman-Trommer

Babinsky

Chaddock

Oppenheim

a) Tes Provokasi Nyeri (a/r lumbosacral)


Valsava

(-)

Naffziger

(-)

Lassegue

(-)

Bragard

(-)

Sicard

(-)

Patrik

(-)

Kontrapatrick (-)
16.

Range of Motion
NECK
Fleksi
Ekstensi
Lateral bending kanan
Lateral bending kiri
Rotasi kanan
Rotasi kiri
Ektremitas Superior

ROM Pasif
0 - 70
0 - 40
0 - 60
0 - 60
0 - 90
0 - 90
ROM Pasif
Dekstra

Sinistra

ROM Aktif
0 - 70
0 - 40
0 - 60
0 - 60
0 - 90
0 - 90
ROM Aktif
Dekstra

Sinistra

Shoulder

Elbow

Wrist
Finger

Fleksi
Ektensi
Abduksi
Adduksi
Eksternal Rotasi
Internal Rotasi
Fleksi
Ekstensi
Pronasi
Supinasi
Fleksi
Ekstensi
Ulnar Deviasi
Radius deviasi
MCP I Fleksi
MCP II-IV fleksi
DIP II-V fleksi
PIP II-V fleksi
MCP I Ekstensi

0-180
0-30
0-150
0-75
0-90
0-90
0-150
0-150
0-90
0-90
0-90
0-70
0-30
0-20
0-50
0-90
0-90
0-90
0-90

0-180
0-30
0-150
0-75
0-90
0-90
0-150
0-150
0-90
0-90
0-90
0-70
0-30
0-20
0-50
0-90
0-90
0-90
0-90

0-180
0-30
0-150
0-75
0-90
0-90
0-150
0-150
0-90
0-90
0-90
0-70
0-30
0-20
0-50
0-90
0-90
0-90
0-90

TRUNK
Fleksi

ROM Pasif
0-90

ROM Aktif
0-90

Ekstensi

0-15

0-15

0-35
Dextra 20 Sinistra 10

0-35
Dextra 20 Sinistra 10

Rotasi
Lateral fleksi

Ektremitas Inferior

Hip

Knee
Ankle

17.

0-180
0-30
0-150
0-75
0-90
0-90
0-150
0-150
0-90
0-90
0-90
0-70
0-30
0-20
0-50
0-90
0-90
0-90
0-90

Fleksi
Ektensi
Abduksi
Adduksi
Eksorotasi
Endorotasi
Fleksi
Ekstensi
Dorsofleksi
Plantarfleksi
Eversi
Inversi

ROM Pasif
Dekstra

0-120
0-30
0-45
0-45
0-30
0-30
0-120
0
0-30
0-30
0-50
0-40

Manual Muscle Testing (MMT)


NECK

Sinistra

0-120
0-30
0-45
0-45
0-30
0-30
sde
0
0-30
0-30
0-50
0-40

ROM Aktif
Dekstra

0-120
0-30
0-45
0-45
0-30
0-30
0-120
0
0-30
0-30
0-50
0-40

Sinistra

0-120
0-30
0-45
0-45
0-30
0-30
sde
0
0-30
0-30
0-50
0-40

Fleksor M. Sternocleidomastoideum
Ekstensor M. Sternocleidomastoideum

Fleksor
Ektensor
Rotator
Pelvic Elevation

TRUNK
M. Rectus Abdominis
Thoracic group
Lumbal group
M. Obliquus Eksternus Abdominis
M. Quadratus Lumbaris

Fleksor
Ekstensor
Abduktor
Adduktor
Internal Rotasi
Eksternal
Rotasi
Fleksor
Elbow

Wrist
Finger

Eksternsor
Supinator
Pronator
Fleksor
Ekstensor
Abduktor
Adduktor
Fleksor
Ekstensor

Ektremitas Inferior
Hip
Fleksor
Ekstensor
Abduktor
Adduktor
Knee
Fleksor
Ekstensor
Ankle
Fleksor
Ekstensor

5
5
5
5
5
Dekstra

Sinistra

M. Deltoideus anterior
M. Bisepss anterior
M. Deltoideu
M. Teres Mayor
M. Deltoideus
M. Biseps
M. Latissimus dorsi
M. Pectoralis mayor
M. Latissimus dorsi
M. Pectoralis mayor
M. Teres mayor
M. Infra supinatus

5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

M. Biseps
M. Brachilais
M. Triseps
M. Supinatus
M. Pronator teres
M. Fleksor carpi radialis
M. Ekstensor digitorum
M. Ekstensor carpi radialis
M. Ekstensor carpi ulnaris
M. Fleksor digitorum
M. Ekstensor digitorum

5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

Dekstra

Sinistra

5
5
5
5
Sde
Sde
5
5

5
5
5
5
sde
sde
5
5

Ektremitas Superior

Shoulder

5
5

M. Psoas mayor
M. Gluteus maksimus
M. Gluteus medius
M. Adduktor longus
Hamstring muscle
Quadriceps femoris
M. Tibialis
M. Soleus

18.

Pengukuran Skor Activity Daily Living (ADL) Menurut Index

Barthel
Activity
Feeding
0 = tidak bisa
5 = butuh bantuan memotong, mengoleskan mentega, dll, atau
membutuhkan modifikasi diet
10 = independen
Bathing
0 = dependen
5 = independen (atau menggunakan shower)
Grooming
0 = membutuhkan bantuan untuk perawatan diri
5 = independen dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur
Dressing
0 = dependen
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan sebagian pekerjaan
sendiri
10 = independen (termasuk mengancingkan resleting, menalikan pita,
dll.
Bowel
0 = inkontinensia (atau membutuhkan enema)
5 = occasional accident
10 = kontinensia
Bladder
0 = inkontinensia atau memakai kateter dan tidak mampu menangani
sendiri
5 = occasional accident
10 = kontinensia
Toilet use
0 = dependen
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal sendiri
10 = independen (on and off, dressing)

Score

10

Transfer
0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk
5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang, fisik), dapat duduk
10 = bantuan kecil (verbal atau fisik)
15 = independen
Mobility
0 = immobile atau < 50 yard
5 = wheelchair independen, > 50 yard
10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) > 50 yard
15 = independen (tapi dapat menggunakan alat bantu apapun, tongkat) >
50 yard
Stairs
0 = unable
5 = membutuhkan bantuan (verbal, fisik, alat bantu)
10 = independen
Total (0-100)
Interpretasi hasil :
0-20

: ketergantungan total

21-61

: ketergantungan berat

62-90

: ketergantungan sedang

91-99

: ketergantungan ringan

100

: mandiri

Status Ambulasi : ketergantungan ringan


III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah

Hb
Hct
Leukosit
Eritrosit
Trombosit

HBs Ag

20 Agustus

21 Agustus

Rujukan

Satuan

2016
7,4
34
8,0
3,44
66

2016
9,7
30
9,2
2,46
111

12,3-17,5
33-45
4,5-11,0
4,10-5,10
150-450

g/dl
%
Ribu/ul
Ribu/ul
Ribu/ul

Non reaktif

11

384

GDS

60-140

Mg/dl

B. Pemeriksaan Radiografi

Foto Lumbosakral AP/Lateral (19 Agustus 2016)


-

Tampak Listesis VS 1 terhadap VL 5 ke posterior, curve


melurus

Trabekulasi tulang normal

Superior dan inferior endplate tak tampak kelainan

Lipping VL 1-5 pedicle dan spatium intervertebralis


tampak baik

Tak tampak paravertebral soft tissue mass/swelling

Line of weight bearing jatuh pada bidang promontorium

Kesan :

IV. ASSESMENT

Lithesis VS 1 terhadap VL 5 ke posterior

Spondiloasis Lumbalis

12

Low back pain e/c Spondilolistesis VL 5- VS 1 grade 1

Carcinoma Cerviks 1B

Leukositosis ec keganasan hematologi dd paraneoplastik syndrome dd


infeksi

V. DAFTAR MASALAH
Masalah Medis :
Low back pain
Carcinoma Cerviks, prolaps uteri, hiperkalsemia, hiponatremia,
azotemia, leukositosis
Problem Rehabilitasi Medik
1.

Fisioterapi

: pasien sulit beraktivitas karena

nyeri pada punggung


bawah yang menjalar ke kaki kiri
2.

Speech Terapi : tidak ada

3.

Okupasi Terapi

: gangguan dalam melakukan

Sosiomedik

: memerlukan bantuan orang lain

aktivitas sehari-hari
4.
untuk melakukan
kegiatan sehari-hari
5.

Ortesa-protesa : pro korset untuk mengurangi nyeri dan


stabilisasi

6. Psikologi

: beban pikiran karena kesulitan melakukan kegiatan


sehari-hari.

VI. PENATALAKSANAAN
Terapi Non Medikamentosa

1. Bed rest tidak total

Terapi Medikamentosa

1.

Infus RL 20 tpm

13

2.

Injeksi Ketorolac 30 mg/12 jam

3.

Injeksi Metocloparmid 50 mg/24 jam

4.

Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam

5.

Injeksi Ceftriaxone 2 gr/24jam

6.

Paracetamol 300 mg dan codein 15 mg > 3 caps 1


Rehabilitasi Medik

1. Edukasi pasien dan keluarga mengenai penyakitnya tersebut


2. Fisioterapi :

Pemberian TENS Root L5-S1

IR Paralumbal

Exercise aktif

Strengthening excercise untuk ekstremitas (isotonik)

3. Speech Terapi : tidak ada


4. Okupasi Terapi :

Membiasakan good body mechanism pada penderita

5. Sosiomedik :

Edukasi keluarga untuk merawat dan membantu penderita

6. Ortesa-protesa :

Diberikan lumbosacral korset rigid

7. Psikologi :

Mengurangi kecemasan penderita, meningkatkan kepercayaan diri


penderita,

penguatan

psikologis

penderita,

dan

keluarga

diharapkan senantiasa memberikan dukungan dan perhatian.


VII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, dan HANDICAP
A. Impairment : Low back pain, prolaps uteri, hiperkalsemia, hiponatremia,
azotemia, leukositosis
B. Disabilitas

: keterbatasan melakukan ADL

C. Handicap

: keterbatasan melakukan kegiatan sosial dan kemasyarakatan

14

VIII. PLANNING
Planning Diagnostik : Cek GDT
Planning Terapi

: -

Planning Edukasi

- Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa terjadi


- Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan
- Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk melakukan terapi
IX. TUJUAN
1. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat lama perawatan
2. Minimalisasi impairment, disabilitas, dan handicap pada pasien
3. Mengembalikan penderita pada tingkat aktivitas normalnya
4. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat memperburuk keadaan
penderita (seperti kelumpuhan dan gagal nafas)
X. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanam

: dubia
: dubia

Ad fungsionam : dubia

15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
LOW BACK PAIN
Definisi
Nyeri pinggang bawah atau low back pain merupakan rasa nyeri, ngilu, pegal
yang terjadi di daerah pinggang bagian bawah. Nyeri pinggang bawah bukanlah
diagnosis tapi hanya gejala akibat dari penyebab yang sangat beragam.
Low Back Pain menurut perjalanan kliniknya dibedakan menjadi dua yaitu :
A. Acute low back pain
Rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba, rentang waktunya hanya
sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat
hilang atau sembuh. Acute low back pain dapat disebabkan karena luka
traumatic seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang
sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat
melukai otot, ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur
tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih sembuh sendiri. Sampai
saat ini penatalaksanan awal nyeri pinggang acute terfokus pada istirahat dan
pemakaian analgesik.
B. Chronic low back pain
Rasa nyeri yang menyerang lebih dari 3 bulan atau rasa nyeri yang
berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang
berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back pain dapat
terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus
intervertebralis dan tumor. Disamping hal tersebut diatas terdapat juga
klasifikasi patologi yang klasik yang juga dapat dikaitkan LBP. Klasifikasi
tersebut adalah :
1. Trauma
2. Infeksi
3. Neoplasma
4. Degenerasi

16

5. Kongenital
Epidemiologi
Nyeri pinggang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting pada
semua negara. Besarnya masalah yang diakibatkan oleh nyeri pinggang dapat dilihat
dari ilustrasi data berikut. Pada usia kurang dari 45 tahun, nyeri pinggang menjadi
penyebab kemangkiran yang paling sering, penyebab tersering kedua kunjungan
kedokter, urutan kelima masuk rumah sakit dan masuk 3 besar tindakan pembedahan.
Pada usia antara 19-45 tahun, yaitu periode usia yang paling produktif, nyeri
pinggang menjadi penyebab disabilitas yang paling tinggi.
Di Indonesia, LBP dijumpai pada golongan usia 40 tahun. Secara
keseluruhan, LBP merupakan keluhan yang paling banyak dijumpai (49 %). Pada
negara maju prevalensi orang terkena LBP adalah sekitar 70-80 %. Pada buruh di
Amerika, kelelahan LBP meningkat sebanyak 68 % antara thn 1971-1981. Sekitar
80-90% pasien LBP menyatakan bahwa mereka tidak melakukan usaha apapun untuk
mengobati penyakitnya jadi dapat disimpulkan bahwa LBP meskipun mempunyai
prevalensi yang tinggi namun penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya.
Anatomi
Anatomi Punggung Bagian Bawah Tulang belakang (vertebra) dibagi dalam
dua bagian. Di bagian ventral terdiri atas korpus vertebra yang dibatasi satu sama
lain oleh discus intervebra dan ditahan satu sama lain oleh ligamen longitudinal
ventral dan dorsal. Bagian dorsal tidak begitu kokoh dan terdiri atas masing-masing
arkus vertebra dengan lamina dan pedikel yang diikat satu sama lain oleh berbagai
ligament di antaranya ligament interspinal, ligament intertansversa dan ligament
flavum. Pada prosesus spinosus dan transverses melekat otot-otot yang turut
menunjang dan melindungi kolum vertebra . Kolumna vertebralis ini terbentuk oleh
unit-unit fungsional yang terdiri dari segmen anterior dan posterior .
1. Segmen anterior, sebagian besar fungsi segmen ini adalah sebagai penyangga
badan. Segmen ini meliputi korpus vertebrata dan diskus intervebralis yang
diperkuat oleh ligamentum longitudinale anterior di bagian depan dan
limentum longitudinale posterior di bagian belakang. Sejak dari oksiput,
ligament ini menutup seluruh bagian belakang diskus. Mulai L1 gamen ini

17

menyempit, hingga pada daerah L5-S1 lebar ligament hanya tinggal separuh
asalnya.
2. Segmen posterior, dibentuk oleh arkus, prosesus transverses dan prosesus
spinosus. Satu dengan lainnya dihubungkan oleh sepasang artikulasi dan
diperkuat oleh ligament serta otot. 14 Struktur lain pada nyeri punggung
bawah adalah discus intervertebra yang berfungsi sebagai penyangga beban
dan peredam kejut. Diskus ini terbentuk oleh annulus fibrosus yang
merupakan anyaman serat-serat fibroelastik. Tepi atas dan bawah melekat
pada end plate vertebra, hingga terbentuk rongga antar vertebra yang berisi
nukleus pulposus suatu bahan mukopolisakarida kental yang banyak
mengandung air.

Patofisiologi
Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus
menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri
disebut sebagai system nosiseptif. Sensitifitas dari komponen system nosiseptif dapat
dipengaruhi oleh sejumlah faktor dan berbeda diantara individu. Tidak semua orang

18

yang terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama.
Sensasi sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain.
Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespons hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak, dimana
stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik, termal. Reseptor nyeri merupakan jaras
multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya
pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah local. Sel-sel mast,
folikel rambut dan kelenjar keringat. Stimuli serabut ini mengakibatkan pelepasan
histamin dari sel-sel mast dan mengakibatkan vasodilatasi. Serabut kutaneus 15
terletak lebih kearah sentral dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan
rantai simpatis paravertebra system saraf dan dengan organ internal yang lebih besar.
Sejumlah substansi yang dapat meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi
histamin, bradikinin, asetilkolin dan substansi P. Prostaglandin dimana zat tersebut
yang dapat meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin. Substansi
lain dalam tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah
endorfin dan enkefalin yang ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam system
saraf pusat.
Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses sensori,
dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada system assenden harus
diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak
dalam kulit dan organ internal. Proses nyeri terjadi karena adanya interaksi antara
stimulus nyeri dan sensasi nyeri.
Patofisiologi pada sensasi nyeri punggung bawah dalam hal ini kolumna
vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun atas
banyak unit vertebrae dan unit diskus intervertebrae yang diikat satu sama lain oleh
kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis. Konstruksi
punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibilitas sementara disisi lain tetap
dapat memberikan perlindungan yang maksimal terhadap sum-sum tulang belakang.
Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan vertical pada saat berlari
atau melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot
abdominal dan toraks sangat penting ada aktifitas mengangkat beban. Bila tidak
pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur,

19

masalah struktur dan peregangan berlebihan pendukung tulang belakang dapat


berakibat nyeri punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia
bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan
matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur.
Degenerasi diskus intervertebra merupakan penyebab nyeri punggung biasa. Diskus
lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S6, menderita stress paling berat dan perubahan
degenerasi terberat. Penonjolan diskus atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan
penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan
nyeri yang menyebar sepanjang saraf tersebut.
Klasifikasi Nyeri Punggung Bawah
1. Klasifikasi Menurut Penyebabnya
a. Nyeri Punggung Bawah traumatik
Lesi traumatik dapat disamakan dengan lesi mekanik. Pada
daerah punggung bawah, semua unsur susunan neuromuskoletal dapat
terkena oleh trauma.
1.

Trauma pada unsur miofasial


Setiap hari beribu-ribu orang mendapat trauma miofasial,
mengingat banyaknya pekerja kasar yang gizinya kurang baik dengan
kondisi kesehatan badan yang kurang optimal. Juga di kalangan sosial
yang serba cukup atau berlebihan keadaan tubuh tidak optimal karena
kegemukan, terlalu banyak duduk dan terlalu kaku karena tidak
mengadakan gerakan-gerakan untuk mengendurkan urat dan ototnya.
nyeri punggung bawah jenis ini disebabkan oleh lumbosakral strain
dan pembebanan berkepanjangan yang mengenai otot, fasia dan atau
ligament.

2.

Trauma pada komponen keras


Akibat trauma karena jatuh fraktur kompresi dapat terjadi di
vertebrata torakal bawah atau vertebra lumbal atas. Fraktur kompresi
dapat terjadi juga pada kondisi tulang belakang yang patalogik.
Karena trauma yang ringan (misal jatuh terduduk dari kursi pendek),

20

kolumna vertebralis yang sudah osteoporotik mudah mendapat fraktur


kompresi.
Akibat trauma dapat terjadi spondilolisis atau spondilolistesis.
Pada spondilolisis istmus pars interartikularis vertebrae patah tanpa
terjadinya korpus vertebra. Spondilolistesis adalah pergeseran korpus
vertebra

setempat

karena

fraktur

bilateral

dari istmus

pars

interartikularis vertebra. Pergeserannya diderajatkan I sampai IV.


Kalau hanya 25% dari korpus vertebra yang tergeser ke depan, maka
spondolistesisnya berderajat I. Pada pergeserannya secara mutlak,
keadaannya dikenal sebagai spondilolistesis derajat IV. Pada
umumnya spondilolistesis terjadi pada L.4 atau L.5.
b. Nyeri Punggung Bawah Akibat Proses Degeneratif
1.

Spondilosis
Perubahan degeneratif pada vertebra lumbosakralis dapat
terjadi pada korpus vertebra berikut arkus dan prosesus artikularis
serta ligament yang menghubungkan bagian-bagian ruas tulang
belakang satu dengan yang lain. Pada proses spondilosis terjadi
rarefikasi korteks tulang belakang, penyempitan discus dan osteofitosteofit

yang

dapat

menimbulkan

penyempitan

dariforamina

intervetebralis.
2.

Hernia Nukleus Pulposus (HNP)


Perubahan degeneratif dapat juga mengenai annulus fibrosus
discus intervertebralis yang bila pada suatu saat terobek yang dapat
disusul dengan protusio discus intervertebralis yang akhirnya
menimbulkan hernia nukleus pulposus (HNP). HNP paling sering
mengenai discus intervertebralis L5-S1 dan L4-L5.

3.

Osteoatritis
Unsur tulang belakang lain yang sering dilanda proses
degeneratif ialah kartilago artikularisnya, yang dikenal sebagai
osteoatritis. Pada osteoatritis terjadi degenerasi akibat trauma kecil
yang terjadi berulang-ulang selama bertahun-tahun. Terbatasnya
pergerakan sepanjang kolumna vertebralis pada osteoatritis akan

21

menyebabkan tarikan dan tekanan pada otototot/ ligament pada setiap


gerakan sehingga menimbulkan nyeri punggung bawah.
4.

Stenosis Spinal
Vertebrata lumbosakralis yang sudah banyak mengalami
penekanan, penarikan, benturan dan sebagainya dalam kehidupan
sehari-hari seseorang, sudah tentu akan memperlihatkan banyak
kelainan degeneratif di sekitar discus intervertebralis dan persendian
fasetal posteriornya. Pada setiap tingkat terdapat tiga persendian, yaitu
satu di depan yang dibentuk oleh korpus vertebra dengan discus
intervertebralis dan dua di belakang yang dibentuk oleh prosesus
artularis superior dan inferior kedua korpus vertebra yang ada di atas
dan di bawah discus intervertebralis tersebut. Kelainan degeneratif
yang terjadi di sekitar ketiga persendian itu berupa osteofit dan
profilerasi jaringan kapsel persendian yang kemudian mengeras (hard
lesion). Bangunan degeneratif itu menyempitkan lumen kanalis
intervertebralis setempat dan menyempitkan foramen intervertebra.

c. Nyeri Punggung Bawah Akibat Penyakit Inflamasi


1.

Artritis rematoid
Artritis rematoid termasuk penyakit autoimun yang menyerang
persendian tulang. Sendi yang terjangkit mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan kemudian sendi mengalami
kerusakan. Akibat sinovitis (radang pada sinovium) yang menahun,
akan terjadi kerusakan pada tulang rawan, sendi, tulang, tendon, dan
ligament di sendi.

2.

Spondilitis angkilopoetika
Kelainan pada artikus sakroiliaka yang merupakan bagian dari
poliartritis rematoid yang juga didapatkan di tempat lain. Rasa nyeri
timbul akibat terbatasnya gerakan pada kolumna vertebralis , artikulus
sakroiliaka, artikulus kostovertebralis dan penyempitan foramen
intervertebralis.

d. Nyeri Punggung Bawah akibat gangguan metabolisme

22

Osteoporosis merupakan satu penyakit metabolik tulang yang


ditandai oleh menurunnya massa tulang, oleh karena berkurangnya
matriks dan mineral tulang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur
dari jaringan tulang, dengan akibat menurunnya kekuatan tulang,
sehingga terjadi kecenderungan tulang mudah patah. Menurunnya
massa tulang dan memburuknya arsitektur jaringan tulang ini,
berhubungan erat dengan proses remodeling tulang. Pada proses
remodeling, tulang secara kontinyu mengalami penyerapan dan
pembentukan. Hal ini berarti bahwa pembentukan tulang tidak
terbatas pada fase pertumbuhan saja, akan tetapi pada kenyataannnya
berlangsung seumur hidup. Sel yang bertanggung jawab untuk
pembentukan

tulang

disebut

osteoblas,

sedangkan

osteoklas

bertanggung jawab untuk penyerapan tulang.


Pembentukan tulang terutama terjadi pada masa pertumbuhan.
Pembentukan dan penyerapan tulang berada dalam keseimbangan
pada individu berusia sekitar 30 - 40 tahun. Keseimbangan ini mulai
terganggu dan lebih berat ke arah penyerapan tulang ketika wanita
mencapai menopause. Pada osteoporosis akan terjadi abnormalitas
bone turnover, yaitu terjadinya proses penyerapan tulang lebih banyak
dari pada proses pembentukan tulang.
Peningkatan proses penyerapan tulang dibanding pembentukan
tulang pada wanita pascamenopause antara lain disebabkan oleh
karena defisiensi hormon estrogen, yang lebih lanjut akan merangsang
keluarnya mediator-mediator yang berpengaruh terhadap aktivitas sel
osteoklas, yang berfungsi sebagai sel penyerap tulang. Jadi yang
berperan dalam terjadinya osteoporosis secara langsung adalah jumlah
dan aktivitas dari sel osteoklas untuk menyerap tulang, yang
dipengaruhi oleh mediatormediator, yang mana timbulnya mediatormediator ini dipengaruhi oleh kadar estrogen.
Nyeri punggung bawah pada orang tua dan jompo, terutama kaum
wanita, seringkali disebabkan oleh osteoporosis. Sakitnya bersifat
pegal. Nyeri yang tajam atau radikular merupakan keluhan. Dalam hal

23

itu terdapat fraktur kompresi yang menjadi komplikasi osteoporosis


tulang belakang.
e. Nyeri Punggung Bawah Akibat Neoplasma
1.

Tumor benigna
Osteoma osteoid yang bersarang di pedikel atau lamina
vertebra dapat mengakibatkan nyeri hebat yang dirasakan terutama
pada malam hari. Hemangioma merupakan tumor yang berada di
dalam kanalis vertebralis dan dapat membangkitkan nyeri punggung
bawah. Meningioma merupakan suatu tumor intadural namun
ekstramedular. Tumor ini dapat menjadi besar sehingga menekan pada
radiks-radiks. Maka dari itu tumor ini seringkali membangkitkan nyeri
hebat pada daerah lumbosakral.

2.

Tumor maligna
Tumor ganas di vertebra lumbosakralis dapat bersifat primer
dan sekunder. Tumor primer yang sering dijumpai adalah mieloma
multiple. Tumor sekunder yaitu tumor metastatik mudah bersarang di
tulang belakang, oleh karena tulang belakang kaya akan pembuluh
darah. Tumor primernya bisa berada di mama, prostate, ginjal, paru
dan glandula tiroidea.

f. Nyeri Punggung Bawah akibat kelainan congenital


Lumbalisasi atau adanya 6 bukan 5 korpus vertebra lumbalis
merupakan variasi anatomik yang tidak mengandung arti patologik.
Demikian juga sakralisasi, yaitu adanya 4 bukan 5 korpus vertebra
lumbalis. Pada lumbalisasi lumbosakral strain lebih mudah terjadi
oleh karena adanya 6 ruas lumbosakral, bagian lumbal kolum
vertebral seolah-olah menjadi lebih panjang, hingga tekanan dan
tarikan pada daerah lumbal pada tiap gerakan lebih besar daripada
orang normal. Beban yang lebih berat pada otototot dan ligament
sering menimbulkan nyeri punggung bawah.
g. Nyeri Punggung Bawah sebagai Referred Pain
Walaupun benar bahwa nyeri punggung bawah dapat
dirasakan seorang penderita ulkus peptikum, pankreatitis, tumor

24

lambung, penyakit ginjal dan seterusnya, namun penyakit penyakit


visceral menghasilkan juga nyeri abdominal dengan manifestasi
masingmasing organ yang terganggu. Nyeri punggung bawah yang
bersifar referred pain memiliki ciri-ciri khas yaitu:
1. Nyeri hanya dirasakan berlokasi di punggung bawah.
2. Daerah lumbal setempat tidak memperlihatkan tandatanda abnormal, yakni tidak ada nyeri tekan, tidak ada
nyeri gerak, tidak ada nyeri isometrik dan motalitas
punggung tetap baik. Walaupun demikian sikap tubuh
mempengaruhi bertambah atau meredanya referred pain.
3. Referred pain lumbal ada kalanya merupakan ungkapan
dini satusatunya penyakit visceral.
4. Dalam tahap klinis dan selanjutnya, penyakit visceral
mengungkapkan

adanya

keadaan

patologik

melalui

manifestasi gangguan fungsi dan referred pain di daerah


lumbal.
h. Nyeri Punggung Bawah Psikoneurotik
Beban psikis yang dirasakan berat oleh penderita, dapat pula
bermanifestasi

sebagai

nyeri

punggung

karena

menegangnya

ototototnya. nyeri punggung bawah karena problem psikoneuretik


misalnya disebabkan oleh histeria, depresi, atau kecemasan. nyeri
punggung bawah karena masalah psikoneurotik adalah nyeri
punggung bawah yang tidak mempunyai dasar organik dan tidak
sesuai dengan kerusakan jaringan atau batas-batas anatomis, bila ada
kaitan nyeri punggung bawah dengan patologi organik maka nyeri
yang dirasakan tidak sesuai dengan penemuan gangguan fisiknya.
Ada 3 jenis keluhan nyeri punggung bawah pada penderita
psikoneurotik.
sungguhsungguh

Yang

pertama

merasakan

ialah

sakit

di

seorang
pinggang,

histerik.
tetapi

Ia
sakit

pinggangnya merupakan ungkapan penderitaan mentalnya kepada


dunia luar. Yang kedua ialah seorang pengeluh . Dalam hidupnya
banyak waktu terbuang untuk merengek rengek saja. Letaknya

25

nyerinya berubah ubah, misal di kepala, lain kali perutnya kembung,


punggung bawah sakit dan seterusnya. Penyakitnya adalah sekaligus
hobinya. Dan yang ketiga adalah seorang yang dengan keluhannya
hendak memperoleh uang ganti rugi. Dan sakit pinggangnya dikenal
sebagai nyeri punggung bawah kompensantorik.
i.

Infeksi
Infeksi dapat dibagi ke dalam akut dan kronik. nyeri punggung
bawah yang disebabkan infeksi akut misalnya kuman pyogenik
(stafilokokus, streptokokus). Nyeri punggung bawah yang disebabkan
infeksi kronik misalnya spondilitis TB.

2. Diagnosis Banding
Berdasarkan penyebab nyeri punggung bawah yang telah dijelaskan,
masing-masing penyebab tersebut dapat dikategorikan kedalam beberapa
diagnosis banding antara lain:
a.

Nyeri Punggung Bawah Mekanikal


Nyeri punggung bawah akibat kondisi mekanik antara lain:
kongenital, degeneratif, trauma dan gangguan mekanik, dan gangguan
metabolik.

b.

Nyeri Punggung Bawah Non mekanikal


Nyeri punggung bawah akibat kondisi nonmekanik antara lain:
radang, tumor, infeksi, dan problem psikoneurotik.

c.

Nyeri Punggung Bawah Penyakit Viseral


Nyeri punggung bawah karena penyakit viseral adalah penyakit yang
berhubungan dengan organ pelvis dan alat-alat dalam lain misal
nephrolitiasis, pyelenopritis, aortic anyeurym, dll.

1. Anamnesa
Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan dalam menganamnesa pasien dengan
kemungkinan diagnosa Low Back Pain.
1. Apakah terasa nyeri ?
2. Dimana terasa nyeri ?
3. Sudah berapa lama merasakan nyeri ?

26

4. Bagaimana kuantitas nyerinya? (berat atau ringan)


5. Apa yang membuat nyeri terasa lebih berat atau terasa lebih ringan?
6. Adakah keluhan lain?
7. apakah dulu anda ada menderita penyakit tertentu?
8. bagaimana keadaan kehidupan pribadi anda?
9. bagaimana keadaan kehidupan sosial anda?
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan nyeri pinggang
meliputi evaluasi sistem neurologi dan muskuloskeltal. Pemeriksaan neurologi
meliputi evaluasi sensasi tubuh bawah, kekuatan dan refleks-refleks
1. Motorik.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
a. Berjalan dengan menggunakan tumit.
b. Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit.
c. Jongkok dan gerakan bertahan ( seperti mendorong tembok )
2. Sensorik.
a. Nyeri dalam otot.
b. Rasa gerak.
3. Refleks.
Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah Achilles dan Patella,
respon dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi
terjadinya lesi pada saraf spinal.
4. Test-Test
a. Test Lassegue
Pada tes ini, pertama telapak kaki pasien ( dalam posisi 0 ) didorong ke
arah

muka kemudian setelah itu tungkai pasien diangkat sejauh 40 dan

sejauh 90.

27

b. Test Patrick
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan di pinggang dan pada sendi
sakro iliaka. Tindakan yang dilakukan adalah fleksi, abduksi, eksorotasi dan
ekstensi.

c. Test Kebalikan Patrick


Dilakukan gerakan gabungan dinamakan fleksi, abduksi, endorotasi, dan
ekstensi meregangkan sendi sakroiliaka. Test Kebalikan Patrick positif
menunjukkan kepada sumber nyeri di sakroiliaka.
Penunjang
Foto
1.

Plain
X-ray adalah gambaran radiologi yang mengevaluasi tulang,sendi, dan
luka degeneratif pada spinal.Gambaran X-ray sekarang sudah jarang dilakukan,
sebab sudah banyak peralatan lain yang dapat meminimalisir waktu penyinaran
sehingga efek radiasi dapat dikurangi.X-ray merupakan tes yang sederhana, dan

28

sangat membantu untuk menunjukan keabnormalan pada tulang. Seringkali Xray merupakan penunjang diagnosis pertama untuk mengevaluasi nyeri
punggung, dan biasanya dilakukan sebelum melakukan tes penunjang lain
seperti MRI atau CT scan. Foto X-ray dilakukan pada posisi anteroposterior
(AP), lateral, dan bila perlu oblique kanan dan kiri.

2.

Myelografi
Myelografi adalah pemeriksan X-ray pada spinal cord dan canalis spinal.
Myelografi merupakan tindakan infasif, yaitu cairan yang berwarna medium
disuntikan ke kanalis spinalis, sehingga struktur bagian dalamnya dapat terlihat
pada layar fluoroskopi dan gambar X-ray. Myelogram digunakan untuk diagnosa
pada penyakit yang berhubungan dengan diskus intervertebralis, tumor spinalis,
atau untuk abses spinal.

29

3.

Computed Tornografi Scan ( CT- scan ) dan Magnetic Resonance Imaging


(MRI)
CT-scan merupakan tes yang tidak berbahaya dan dapat digunakan untuk
pemeriksaan pada otak, bahu, abdomen, pelvis, spinal, dan ekstemitas. Gambar
CT-scan seperti gambaran X-ray 3 dimensi.
MRI dapat menunjukkan gambaran tulang belakang yang lebih jelas
daripada CT-scan. Selain itu MRI menjadi pilihan karena tidak mempunyai efek
radiasi. MRI dapat menunjukkan gambaran tulang secara sebagian sesuai dengan
yang dikehendaki. MRI dapat memperlihatkan diskus intervertebralis, nerves,
dan jaringan lainnya pada punggung.

4.

Electro Miography ( EMG ) / Nreve Conduction Study ( NCS )


EMG / NCS merupakan tes yang aman dan non invasif yang digunakan
untuk pemeriksaansaraf pada lengan dan kaki.
EMG / NCS dapat memberikan informasi tentang :
1. Adanya kerusakan pada saraf
2. Lama terjadinya kerusakan saraf ( akut atau kronik )
3. Lokasi terjadinya kerusakan saraf ( bagian proksimalis atau distal )
4. Tingkat keparahan dari kerusakan saraf
5. Memantau proses penyembyhan dari kerusakan saraf
Hasil dari EMG dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi
fisik pasien dimana mungkin perlu dilakukan tindakan selanjutnya yaitu
pambedahan.

30

Pengobatan
Obat
1. Obat-obat analgesik
Obat-obat analgesik umumya dibagi menjadi dua golongan besar :
-

Analgetik narkotik
Obat-obat golongan ini terutama bekerja pada susunan saraf digunakan
untuk menghilangkan rasa sakit yang berasal dari organ viseral. Obat
golongan ini hampir tidak digunakan untuk pengobatan LBP karena
bahaya terjadinya adiksi pada penggunaan jangka panjang. Contohnya :
Morfin, heroin, dll.

Analgetik antipiretik
Sangat bermanfat untuk menghilangkan rasa nyeri mempunyai khasiat anti
piretik, dan beberapa diantaranya juga berkhasiat antiinflamasi. Kelompok
obat-obat ini dibagi menjadi 4 golongan :
a) Golongan salisilat
Merupakan analgesik yang paling tua, selain khasiat analgesik juga
mempunyai khasiat antipiretik, antiinflamasi, dan antitrombotik.
Contohnya : Aspirin
Dosis Aspirin :

Sebagai anlgesik 600 900 mg, diberikan 4 x sehari

Sebagai antiinflamasi 750 1500 mg, diberikan 4 x sehari


Kontraindikasi :

Penderita tukak lambung


Resiko terjadinya pendarahan
Gangguan faal ginjal
Hipersensitifitas

Efek samping :

Gangguan saluran cerna


Anemia defisiensi besi
Serangan asma bronkial

b) Golongan Paraaminofenol
Paracetamol dianggap sebagai analgesik-antipiretik yang paling aman
untuk

menghilangkan rasa nyeri tanpa disertai inflamasi.

Dosis terapi :

600 900 mg, diberikan 4 x sehari

31

c) Golongan pirazolon
Dipiron mempunyai aceptabilitas yang sangat baik oleh penderita, lebih
kuat dari pada paracetamol, dan efek sampingnya sangat jarang.
Dosis terapi :

0,5 1 gram, diberikan 3 x sehari

d) Golongan asam organik yang lain

Derivat asam fenamat


Yang termasuk golongan ini misalnya asam mefenamt, asam
flufenamat, dan Na-

meclofenamat.Golongan obat ini sering

menimbulkan

samping

efek

terutama

diare.Dosis

asam

mefenamat sehari yaitu 4500 mg,sedangkan dosis Nameclofenamat sehari adalah 3-4 kali 100 mg.

Derivat asam propionat


Golongan obat ini merupakan obat anti inflamasi non steroid
(AINS) yang relatif baru, yang juga mempunyai khasiat anal
getik dam anti piretik. Contoh obat golongan ini misalnya
ibuprofen, naproksen, ketoprofen, indoprofen dll.

Derifat asam asetat


Sebagai contoh golonagn obat ini ialah Na Diklofenak. Selain
mempunyai efek anti inflamasi yang kuat, juga mempunyai efek
analgesik dan antipiretik. Dosis terapinya 100-150 mg 1 kali
sehari.

Derifat Oksikam
Salah satu contohnya adalah Piroxicam, dosis terapi 20 mg 1
kali sehari.

Fisioterapi
a. Terapi Panas
Terapi menggunakan kantong dingin kantong panas. Dengan menaruh sebuah
kantong dingin di tempat daerah punggung yang terasa nyeri atau sakit selama 510 menit. Jika selama 2 hari atau 48 jam rasa nyeri masih terasa gunakan heating
pad (kantong hangat).
b. Elektro Stimulus

32

- Acupunture
Menggunakan jarum untuk memproduksi rangsangan yang ringan tetapi cara
ini

tidak terlalu efisien karena ditakutkan resiko komplikasi akibat

ketidaksterilan jarum yang digunakan sehingga menyebabkan infeksi.


- Ultra Sound
Untuk menghangatkan

- Radiofrequency Lesioning
Dengan menggunakan impuls listrik untuk merangsang saraf
- Spinal Endoscopy
Dengan memasukkan endoskopi pada kanalis spinalis untuk memindahkan atau
menghilangkan jaringan scar.
-

Percutaneous Electrical Nerve Stimulation (PENS)

Elektro Thermal Disc Decompression

- Trans Cutaneous Electrical Nerve Stimulation ( TENS )


Menggunakan alat dengan tegangan kecil.
c. Traction
Helaan atau tarikan pada badan ( punggung ) untuk kontraksi otot.
d. Pemijatan atau massage
Dengan

terapi ini

bisa menghangatkan,

merileksi otot belakang

melancarkan perdarahan.
Latihan Low Back Pain dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Lying supine hamstring stretch

dan

33

b. Knee to chest stretch

c. Pelvic Tilt

d. Sitting leg stretch

e. Hip and quadriceps stretch

34

e. Alat Bantu
1. Back corsets.
Penggunaan penahan pada punggung sangat membantu untuk mengatasi Low
Back Pain yang dapat membungkus punggung dan perut.

2. Tongkat Jalan
Operasi
Tipe operasi yang dilakukan oleh dokter bedah tergantung pada tulang
belakang/punggung

pasien.

Biasanya

prosedurnya

menyangkut

pada

LAMINECTOMY yang mana menghendaki bagian yang dinagkat dari vertebral arch
untuk memperoleh kepastian apa penyebab dari LBP pasien. Jika disc menonjol atau
bermasalah, para ahli bedah akan melakukan bagian laminectomy untuk mencari
tahu vertebral kanal, mengidentisir ruptered disc ( disc yang buruk ), dan mengambil
atau memindahkan bagian yang baik dari disc yang bergenerasi, khususnya kepingan
atau potongan yang menindih saraf.
Ahli bedah mungkin mempertimbangkan prosedur kedua yaitu SPINAL
FUSION, jika si pasien merasa membutuhkan keseimbangan di bagian spinenya.
Spinal fusion merupakan operasi dengan menggabungkan vertebral dengan bone

35

grafts. Kadang graft tersebut dikombinasikan dengan metal plate atau dengan alat
yang lain.
Ada juga sebagian herniated disc ( disc yang menonjol ) yang dapat diobati
dengan teknik PERCUTANEOUS DISCECTOMY, yang mana discnya diperbaiki
menembus atau melewati kulit tanpa membedah dengan menggunakan X-ray sebagai
pemandu. Ada juga cara lain yaitu CHEMONEUCLOLYSIS, cara ini menggunakan
penyuntikan enzim-enzim ke dalam disc. Cara ini sudah jarang digunakan.
Larangan
a. Berdiri terlalu lama tanpa diselingi gerakan seperti jongkok.
b. Membawa beban yang berat.
c. Duduk terlalu lama.
d. Memakai sepatu hak tinggi.
e. Menulis sambil membungkuk terlalu lama.
f. Tidur tanpa menggunakan alas di permukaan yang keras atau menggunakan kasur
yang terlalu empuk.
Anjuran
a. Posisikan kepala dititik tertinggi, bahu ditaruh sedikit kebelakang.
b. Duduk tegak 90 derajat.
c. Gunakanlah sepatu yang nyaman.
d. Jika ingin duduk dengan jangka wqktu yang lama, istirahatkan kaki di lantai atau
apa saja yang mnurut anda nyaman.
e. Jika mempunyai masalah dengan tidur, taruhlah bantal di bawah lutut atau jika
tidur menyamping, letakkanlah bantal diantara kedua lutut.
f. Hindari berat badan yang berlebihan.

36

37

2. SPONDILOLISTESIS
Dalam istilah yang sederhana, spondilolistesis menggambarkan suatu
pergeseran vertebra atau pergeseran kolumna vertebralis yang berhubungan
dengan vertebra di bawahnya. Pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1782
oleh ahli obstetric Belgia, Dr. Herbinaux. Dia melaporkan terdapatnya
penonjolan bagian anterior tulang sacrum yang menyebabkan hambatan jalan
lahir pada sebagian kecil pasien.Istilahspondilolisthesis pertama sekali
diterima pada tahun 1854, berasal dari bahasa yunani spondylo untuk vertebra
dan olisthesis untuk pergeseran. Pergeseran tersebut sering terjadi pada tulang
vertebra lumbal.
Spondilolistesis menunjukkan suatu pergeseran kedepan satu korpus
vertebra bila dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya.
Umumnya terjadi pada pertemuan lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5
bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut dapat terjadi pada tingkatan
yang lebih tinggi. Umumnya diklasifikasikan ke dalam lima bentuk: kongenital
atau displastik, isthmus, degeneratif, traumatik, dan patologis. Banyak kasus
dapat diterapi secara konservatif.
Meskipun demikian, pada individu dengan radikulopati, klaudikasio neurogenik,
abnormalitas postural dan cara berjalan yang tidak behasil dengan penanganan
non-operatif, dan terdapatnya pergeseran yang progresif, pembedahan
dianjurkan. Tujuan pembedahan adalah untuk menstabilkan segmen spinal dan
menekan elemen saraf jika dibutuhkan.
Etiologi dan Klasifikasi Spondilolistesis
Etiologi spondilolistesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital
tampak pada spondilolistesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan
rotasional dan stres/tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan
penting dalam terjadinya pergeseran tersebut.
Terdapat lima tipe utama spondilolistesis:
a. Tipe I disebut dengan spondilolistesis displastik dan terjadi sekunder
akibat kelainan kongenital pada permukaan sacral superior dan
permukaan L5 inferior atau keduanya dengan pergeseran vertebra L5.
b. Tipe II, isthmic atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian
isthmus atau pars interartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis
yang bermakna pada individu dibawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars
interartikularis
tanpa
adanya
pergeseran
tulang, keadaan ini disebut dengan spondilolisis. Jika satu vertebra

38

mengalami pergeseran kedepan dari vertebra yang lain, kelainan ini


disebut dengan spondilolistesis.
Tipe II dapat dibagi kedalam tiga subkategori:
-

Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress


spondilolisthesis dan umumnya diakibatkan oleh mikro-fraktiur
rekuren yang disebabkan oleh hiperketensi. Juga disebut dengan
stress fracture pars interarticularis dan paling sering terjadi pada pria.
- Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars
interartikularis. Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA,
pars interartikularis masih tetap intak akan tetapi meregang dimana
fraktur mengisinya dengan tulang baru.
- Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada
bagian pars interartikularis. Pencitraan radioisotope diperlukan
dalam menegakkan diagnosis kelainan ini.
c. Tipe III, merupakan spondilolistesis degeneratif, dan terjadi sebagai
akibat degenerasipermukaan sendi lumbal. Perubahan pada permukaan
sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke
belakang. Tipe spondilolistesis ini sering dijumpai pada orang tua. Pada
tipe III, spondilolistesis degeneratif tidak terdapatnya defek dan
pergeseran vertebra tidak melebihi 30%.
d. Tipe IV, spondilolistesis traumatik, berhubungan dengan fraktur akut
pada elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan/facet)
dibandingkan dengan fraktur pada bagian pars interartikularis.
e. Tipe V, spondilolistesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur
tulang sekunder akibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit tulang
lainnya.
Patofisiologi Spondilolistesis
Sekitar 5-6% pria dan 2-3% wanita mengalami spondilolistesis.
Pertama sekali tampak pada individu yang terlibat aktif dengan aktivitas fisik
yang berat seperti angkat besi, senam dan sepak bola. Pria lebih sering
menunjukkan gejala dibandingkan dengan wanita, terutama diakibatkan oleh
tingginya aktivitas fisik pada pria.
Meskipun beberapa anak-anak dibawah usia 5 tahun dapat mengalami
spondilolistesis, sangat jarang anak-anak tersebut didiagnosis dengan
spondilolistesis. Spondilolistesis sering terjadi pada anak usia 7-10 tahun.
Peningkatan aktivitas fisik pada masa remaja dan dewasa sepanjang aktivitas

39

sehari-hari mengakibatkan spondilolistesis sering dijumpai pada remaja dan


dewasa.
Spondilolistesis dikelompokkan ke dalam lima tipe utama dimana
masing-masing mempunyai patologi yang berbeda. Tipe tersebut antara lain
tipe displastik, isthmik, degeneratif, traumatik, dan patologik.
Spondilolistesis displatik merupakan kelainan kongenital yang terjadi
karena malformasi lumbosacral joints dengan permukaan persendian yang
kecil dan inkompeten. Spondilolistesis displastik sangat jarang, akan tetapi
cenderung berkembang secara progresif, dan sering berhubungan dengan
defisit neurologis berat.
Sangat sulit diterapi karena bagian elemen posterior dan prosesus
transversus cenderung berkembang kurang baik, meninggalkan area
permukaan kecil untuk fusi pada bagian posterolateral.
Spondilolistesis displatik terjadi akibat defek arkus neural pada
sacrum bagian atas atau L5. Pada tipe ini, 95% kasus berhubungan dengan
spina bifida occulta. Terjadi kompresi serabut saraf pada foramen S1,
meskipun pergeserannya (slip) minimal.
Spondilolistesis isthmic merupakan bentuk spondilolistesis yang
paling sering. Spondilolistesis isthmic (juga disebut dengan spondilolistesis
spondilolitik) merupakan kondisi yang paling sering dijumpai dengan angka
prevalensi 5-7%.
Fredericson et al menunjukkan bahwa defek sponsilolistesis biasanya
didapatkan pada usia 6 dan 16 tahun, dan pergeseran tersebut sering terjadi
lebih cepat. Ketika pergeseran terjadi, jarang berkembang progresif,
meskipun suatu penelitian tidak mendapatkan hubungan antara progresifitas
pergeseran dengan terjadinya gangguan diskus intervertebralis pada usia
pertengahan.
Telah dianggap bahwa kebanyakan spondilolistesis isthmik tidak
bergejala, akan tetapi insidensi timbulnya gejala tidak diketahui. Suatu
studi/penelitian jangka panjang yang dilakukan oleh Fredericson et al yang
mempelajari 22 pasien dengan mempelajari perkembangan pergeseran tulang
vertebra pada usia pertengahan, mendapatkan bahwa banyak diantara pasien
tersebut mengalami nyeri punggung, akan tetapi kebanyakan diantaranya
tidak mengalami/tanpa spondilolistesis isthmik.
Satu pasien menjalani operasi spinal fusion pada tingkat vertebra yang
mengalami pergeseran, akan tetapi penelitian tersebut tidak menunjukkan
apakah pergeseran isthmus merupakan indikasi pembedahan.
Secara kasar 90% pergeseran ishmus merupakan pergeseran tingkat
rendah(low grade)(kurang dari 50% yang mengalami pergeseran) dan sekitar
10% bersifat high grade ( lebih dari 50% yang mengalami pergeseran).

40

Sistem pembagian/grading untuk spondilolistesis yang umum dipakai


adalah sistem grading Meyerding untuk menilai beratnya pergeseran.
Kategori tersebut didasarkan pengukuran jarak dari pinggir posterior
dari korpus vertebra superior hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior
yang terletak berdekatan dengannya pada foto x ray lateral.
Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra
superior total:
- Grade 1 adalah 0-25%
- Grade 2 adalah 25-50%
- Grade 3 adalah 50-75%
- Grade 4 adalah 75-100%
- Spondiloptosis- lebih dari 100%
Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam perkembangan
spondilosis menjadi spondilolistesis. Tekanan/kekuatan gravitasional dan
postural akan menyebabkan tekanan yang besar pada pars interartikularis.
Lordosis lumbal dan tekanan rotasional dipercaya berperan penting
dalam perkembangan defek litik pada pars interartikularis dan kelemahan
pars inerartikularis pada pasien muda.
Terdapat hubungan antara tingginya aktivitas selama masa kanakkanak dengan timbulnya defek pada pars interartikularis. Faktor genetik juga
berperan penting. Pada tipe degeneratif, instabilitas intersegmental terjadi
akibat penyakit diskus degeneratif atau facet arthropaty. Proses tersebut
dikenal dengan spondilosis.
Pergeseran tersebut terjadi akibat spondilosis progresif pada 3
kompleks persendian tersebut. Umumnya terjadi pada L4-5, dan wanita usia
tua yang umumnya terkena. Cabang saraf L5 biasanya tertekan akibat
stenosis resesus lateralis sebagai akibat hipertropi ligamen atau permukaan
sendi. Pada tipe traumatik, banyak bagian arkus neural yang
terkena/mengalami fraktur akan tetapi tidak pada bagian pars interartikularis,
sehingga menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak stabil.
Spondilolistesis patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai
tulang, atau berasal dari metastasis atau penyakit metabolik tulang, yang
menyebabkan mineralisasi abnormal, remodeling abnormal serta penipisan
bagian posterior sehingga menyebabkan pergeseran (slippage). Kelainan ini
dilaporkan terjadi pada penyakit Pagets, tuberkulosis tulang, Giant Cell
Tumor, dan metastasis tumor.

41

Gambaran Klinis Spondilolistesis


Gambaran klinis spondilolistesis sangat bervariasi dan bergantung pada
tipe pergeseran dan usia pasien. Selama masa awal kehidupan, gambaran
klinisnya berupa back pain yang biasanya menyebar ke paha bagian dalam dan
bokong, terutama selama aktivitas tinggi. Gejala jarang berhubungan dengan
derajat pergeseran(slippage), meskipun sangat berkaitan dengan instabilitas
segmental yang terjadi. Tanda neurologis berhubungan dengan derajat pergeseran
dan mengenai sistem sensoris, motorik dan perubahan refleks akibat dari
pergeseran serabut saraf (biasanya S1).
Progresifitas listesis pada individu dewasa muda biasanya terjadi bilateral
dan berhubungan dengan gambaran klinis/fisik berupa:

Terbatasnya pergerakan tulang belakang.


Kekakuan otot hamstring
Tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh.
Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal.
Hiperkifosis lumbosacral junction.
Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis).
Kesulitan berjalan.

Pasien dengan spondilolistesis degeneratif biasanya pada orang tua dan


muncul dengan nyeri tulang belakang (back pain), radikulopati, klaudikasio
neurogenik, atau gabungan beberapa gejala tersebut. Pergeseran tersebut paling
sering terjadi pada L4-5 dan jarang terjadi L3-4. radikuler sering terjadi akibat
stenosis resesus lateralis dan hipertropi ligamen atau herniasi diskus. Cabang
akar saraf L5 sering terkena dan menyebabkan kelemahan otot ekstensor
hallucis longus. Penyebab gejala klaudikasio neurogenik selama pergerakan
adalah bersifat multifaktorial.
Nyeri berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan
duduk. Fleksi memperbesar ukuran kanal/saluran dengan menegangkan
ligamentum flavum, mengurangi overriding lamina dan pembesaran foramen.
Hal tersebut mengurangi tekanan pada cabang akar saraf, sehingga mengurangi
nyeri yang timbul.3
Diagnosis Spondilolistesis
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologis.

42

a. Gambaran klinis
Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan
gejala khas. Umumnya nyeri yang timbul berhubungan dengan aktivitas.
Aktivitas membuat nyeri makin bertambah buruk dan istirahat akan dapat
menguranginya. Spasme otot dan kekakuan dalam pergerakan tulang
belakang merupakan ciri spesifik.
Gejala neurologis seperti nyeri pada bokong dan otot hamstring tidak
sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti adanya subluksasi vertebra.
Keadaan umum pasien biasanya baik dan masalah tulang belakang umumnya
tidak berhubungan dengan penyakit atau kondisi lainnya.
b. Pemeriksaan fisik
Biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi bersifat ringan.
Dengan subluksasi berat, terdapat gangguan bentuk postur. Pergerakan tulang
belakang berkurang karena nyeri dan terdapatnya spasme otot. Penyangga
badan kadang-kadang memberikan rasa nyeri pada pasien, dan nyeri
umumnya terletak pada bagian dimana terdapatnya pergeseran/keretakan,
kadang nyeri tampak pada beberapa segmen distal dari level/tingkat dimana
lesi mulai timbul. Ketika pasien diletakkan pada posisi telungkup (prone) di
atas meja pemeriksaan, perasaan tidak nyaman atau nyeri dapat diidentifikasi
ketika palpasi dilakukan secara langsung diatas defek pada tulang belakang.
Nyeri dan kekakuan otot adalah hal yang sering dijumpai. Pada
banyak pasien, lokalisasi nyeri disekitar defek dapat sangat mudah diketahui
bila pasien diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan kaki mereka keatas
seperti posisi fetus (fetal position). Defek dapat diketahui pada posisi
tersebut. Fleksi tulang belakang seperti itu membuat massa otot paraspinal
lebih tipis pada posisi tersebut. Pada beberapa pasien, palpasi pada defek
tersebut kadang-kadang sulit atau tidak mungkin dilakukan. Pemeriksaan
neurologis terhadap pasien dengan spondilolistesis biasanya negatif. Fungsi
berkemih dan defekasi biasanya normal, terkecuali pada pasien dengan
sindrom cauda equina yang berhubungan dengan lesi derajat tinggi.
c. Pemeriksaan radiologis
Foto polos vertebra lumbal merupakan modalitas pemeriksaan awal
dalam diagnosis spondilosis atau spondilolistesis. X ray pada pasien dengan
spondilolistesis harus dilakukan pada posisi tegak/berdiri. Film posisi AP,
Lateral dan oblique adalah modalitas standar dan posisi lateral persendian
lumbosacral akan melengkapkan pemeriksaan radiologis. Posisi lateral pada
lumbosacral joints, membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu

43

dalam mengidentifikasi defek pada pars interartikularis, karena defek lebih


terbuka pada posisi tersebut dibandingkan bila pasien berada dalam posisi
berdiri.
Pada beberapa kasus tertentu studi pencitraan seperti Bone scan atau
CT scan dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Pasien dengan defek pada
pars interartikularis sangat mudah terlihat dengan CT scan. Bone scan
( SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi stress/tekanan pada
defek pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan foto polos. Scan
positif menunjukkan bahwa proses penyembuhan tulang telah dimulai, akan
tetapi tidak mengindikasikan bahwa penyembuhan yang definitif akan terjadi.
CT scan dapat menggambarkan abnormalitas pada tulang dengan baik, akan
tetapi MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat
mengidentifikasi tulang juga dapat mengidentifikasi jaringan lunak (diskus,
kanal, dan anatomi serabut saraf) lebih baik dibandingkan dengan foto polos.
Xylography umumnya dilakukan pada pasien dengan spondilolistesis derajat
tinggi.
Penatalaksanaan Spondilolistesis
Sering dokter menggunakan satu pengobatan atau kombinasi beberapa
jenis pengobatan dalam rencana terapi pada pasien, dengan pemberian
analgetik untuk mengontrol nyeri. Hal tersebut bervariasi dari pemberian
ibuprofen hingga acetaminofen, akan tetapi pada beberapa kasus berat,
NSAIDs digunakan untuk mengurangi pembengkakan dan inflamasi yang
dapat terjadi. Jadi terapi untuk spondilolistesis tingkat rendah masih bersifat
konservatif, dengan istirahat/immobilisasi pasien dan pemberian antiinflamasi secara bersamaan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus,
intervensi bedah mungkin dibutuhkan.
Prognosis Spondilolistesis
Fusi lumbal sebagai salah satu terapi pembedahan pada
spondilolistesis telah sering digunakan di Amerika Serikat, dengan berbagai
variasi pertimbangan. Variasi tersebut bergantung pada banyak faktor, dari
tersedianya instrumentasi yang baik hingga pemahaman tentang
penyembuhan tulang. Kurangnya indikasi jelas dalam dilakukannya fusi
lumbal juga merupakan faktor lain yang juga ikut berperan dalam
menentukan perlu tidaknya fusi lumbal. Bukti yang mendukung perlunya fusi
pada spondilolistesis tipe I,II,III, dan IV dan spondilolistesis iatrogenik
sangat kuat.

44

Akan tetapi terdapat beberapa kontroversi pada beberapa individu


dengan tipe spondilolistesis degenratif (tipe III), skoliosis degeneratif dan
nyeri punggung mekanik(mechanical back pain).
Hasil terapi terhadap spondilolistesis tipe isthmic yang merupakan
spondilolistesis yang banyak terjadi belumlah menjanjikan. Banyak peneliti
melaporkan angka outcome yang baik sekitar 75-90%. Pasien yang
mendapatkan pembedahan melaporkan peningkatan kualitas hidup dan
berkurangnya rasa/tingkatan nyeri yang dialami.
Menariknya, luaran/outcome yang didapatkan tidak berhubungan
dengan derajat spondilolistesis atau besarnya sudut pergeseran yang terjadi.
Beberapa penelitian yang memfokuskan pada follow up jangka panjang
mendukung terapi konservatif terhadap anak-anak dan dewasa dengan
spondilolistesis yang asimptomatik (tipe I, tipe II), meskipun demikian
banyak peneliti menyarankan untuk dilakukannya tindakan fusi bilamana
pergeseran tersebut bersifat simptomatik, tidak berespon dengan terapi
konservatif dan jika pergeseran yang terjadi berada dalam derajat tinggi (high
grade spondilolistesis).

45

DAFTAR PUSTAKA
Aulina. Anatomi dan Biomekanik Tulang Belakang. Dalam: Meliala L, Nyeri
Punggung Bawah. Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia. Jakarta: 2003.
Benly T, Cicek H, Comparison of sagital plane realignment and reduction with
posterior instrumentation in developmen low and hihg dysplatic
Spondilolysthesis Dalam: www.bmjjournals.com. Diakses Tanggal 24
Juni 2015
Bodner RJ, Heyman S, Spondilolysthesis Dalam: www.google.com. Diakses
Tanggal 24 Juni 2015
Bruner dan Suddart. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8 volume 1.
EGC: Jakarta. 2002.
Dachlan, Leo Muchamad. Pengaruh Back Exercise Pada Nyeri Punggung Bawah
(Studi Eksperimen Perbandingan Dua Model Latihan Punggung Bawah
Di RS Dr. Moewardi Surakarta). Tesis. Magister Kedokteran keluarga
Minat Utama pendidikan Profesi Kesehatan Universitas Sebelas Maret
Surakarta 2009
Deyo RA, Nachemson A, Mirza SK, Spondilolysthesis Dalam: Dalam:
www.wikipedia.com. Diakses Tanggal 24 Juni 2015
Grow up Clinic. 2012. Penyebab dan Pencegahan Nyeri Punggung. Diunduh
tanggal
24
Juni
2015.
Available
URL:
http://painkillerclinic.wordpress.com/2012/09/30/penyebab-danpencegahan-nyeri-punggung
Mc Donald J, Management of Spondilolysthesis Dalam: www.bmjjournals.com.
Diakses Tanggal 24 Juni 2015
Meliala L, Nyeri Punggung Bawah. Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta: 2003.
Mller H, Hedlund R, Spondilolysthesis Dalam: www.google.com. Diakses
Tanggal 24 Juni 2015
Rodts M, Spondilolysthesis Dalam: www.google.com. Diakses Tanggal 24 Juni
2015
Vookshoor A, Spondilolisthesis, spondilosis and spondilysis Dalam:
www.eMedicine.com. Diakses Tanggal 24 Juni 2015

Anda mungkin juga menyukai