Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

STROKE NON HEMORAGIK

Oleh Dwi Septwo Rustaminta Tarigan I1A006019

Pembimbing Dr. Oscar Nurhadi, Sp. S

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF FKUNLAM-RSUD PENDIDIKAN ULIN BANJARMASIN Agustus, 2011

STATUS PENDERITA

I.

DATA PRIBADI Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Status Suku Bangsa Agama Pendidikan Pekerjaan MRS No RMK Ruang : Tn. K : Laki-laki : 55 tahun : Jalan Pesona Zamrud Rantau : Menikah : Banjar : Indonesia : Islam : SD : Petani : 23 Agustus 2011 : 95 13 70 : Seruni (Saraf)

II.

ANAMNESIS Autoanamnesa dengan isteri pasien tanggal 23 Agustus 2011

KELUHAN UTAMA Tidak bisa menelan

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pada empat belas hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh tidak bisa menelan setiap makanan yang dimasukkan ke mulut pasien. Semua makanan yang dimasukkan akan seketika itu juga dimuntahkan oleh pasien. Kejadiaan pasien tidak bisa menelah terjadi pada saat sore hari pukul 18.00 WITA disaat pasien sedang duduk santai diteras

rumahnya. Diketahui bahwa tekanan darah pasien akhir-akhir ini cenderung tinggi, dan pada saat kejadian pasien mulai tidak bisa menelan tekanan darah pasien 170/110 mmHg. Tidak ditemukan kelemahan ataupun kelumpuhan pada kaki ataupun tangan pasien. Pasien tidak BAB sekitar satu minggu terakhir. Pasien sudah mendapatkan perawatan medis di RS. Rantau selama tiga hari dan akhirnya di rujuk ke RS. Sari Mulia Banjarmasin. Dan di RS. Sari Mulia pasien menjalani masa perawatan selama 5 hari. Melihat tidak adanya perubahan yang membaik pada keadaan pasien makan, keluarga pasien membawa pasien untuk dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin.

II. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Penderita memiliki riwayat penyakit hipertensi, tidak ada riwayat kencing manis, asma dan serangan stroke sebelumnya. INTOKSIKASI Tidak ditemukan riwayat keracunan obat, zat kimia, makanan dan minuman. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Menurut pasien tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus ataupun asma pada keluarga. KEADAAN PSIKOSOSIAL Penderita tinggal di rumah bersama isteri dan anak-anaknya.

III. STATUS INTERNE SINGKAT Keadaan Umum : Tensi Nadi Respirasi Suhu Kepala/Leher : - Mata - Mulut - Leher Thoraks - Pulmo : Bentuk dan pergerakan simetris, suara napas vesikuler, wheezing dan ronki tidak ada. - Cor Abdomen : BJ I/II tunggal, tidak ada bising : Tampak datar, hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani, bising usus normal Ekstremitas : edema
-

: 110/70 mmHg : 80 kali /menit : 20 kali/menit : 37,0 oC

: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik : Mukosa bibir agak kering : JVP tidak meningkat, KGB tidak membesar

parese
-

Atrofi
-

Akral hangat
+ + + +

IV. STATUS PSIKIATRI SINGKAT Emosi dan Afek Proses Berfikir Kecerdasan Penyerapan Kemauan Psikomotor V. NEUROLOGIS A. Kesan Umum: Kesadaran : Composmentis, GCS 4-5-6 : (-) : Normothym : Realistis : Sesuai dengan pendidikan : Baik : Baik : Baik

Pembicaraan : Disartri

Monoton : (-) Scanning : (-) Afasia : Motorik Sensorik Anomik Kepala: Besar Asimetri : Normal : (+) : (-) : (-) : (-)

Sikap paksa : (-) Tortikolis : (-)

Muka: Mask/topeng Miophatik Fullmooon : (-) : (-) : (-)

B. Pemeriksaan Khusus 1. Rangsangan Selaput Otak Kaku Tengkuk Kernig Laseque Bruzinski I Bruzinski II 2. Saraf Otak Kanan N. Olfaktorius Hyposmia Parosmia Halusinasi N. Optikus Visus Yojana Penglihatan Funduskopi (-) (-) (-) Kanan normal normal tdl (-) (-) (-) Kiri normal normal tdl Kiri : (-) : (-)/(-) : (-)/(-) : (-) : (-)/(-)

N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abducens Kanan Kedudukan bola mata Pergerakan bola mata ke Nasal : Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal tengah Kiri tengah

Temporal : Atas Bawah : :

Temporal bawah : Eksopthalmus :

Celah mata (Ptosis) : Pupil Bentuk Lebar Perbedaan lebar Reaksi cahaya langsung Reaksi cahaya konsensuil Reaksi akomodasi Reaksi konvergensi N. Trigeminus

bulat 3mm isokor (+) (+) (+) (+)

bulat 3mm isokor (+) (+) (+) (+)

Kanan Cabang Motorik Otot Maseter Normal

Kiri

Normal

Otot Temporal Otot Pterygoideus Int/Ext Cabang Sensorik I. N. Oftalmicus

Normal Normal

Normal Normal

Normal Normal Normal Normal Normal

Normal Normal Normal Normal Normal

II. N. Maxillaris III. N. Mandibularis Refleks kornea langsung Refleks kornea konsensuil N. Facialis Kanan Waktu Diam Kerutan dahi Tinggi alis Sudut mata Lipatan nasolabial Waktu Gerak Mengerutkan dahi Menutup mata Bersiul Memperlihatkan gigi Pengecapan 2/3 depan lidah Sekresi air mata (+)

Kiri

sama tinggi sama tinggi sama tinggi asimetris

sama tinggi (+) normal normal normal tdl

Hyperakusis N. Vestibulocochlearis Vestibuler Vertigo Nystagmus : (-) : (-)

normal

normal

Tinitus aureum :Kanan: (-) Cochlearis : tdl N. Glossopharyngeus dan N. Vagus Bagian Motorik: Suara Menelan Kedudukan arcus pharynx Kedudukan uvula Pergerakan arcus pharynx Detak jantung Bising usus Bagian Sensorik:

Kiri : (-)

: Normal : Normal : normal/normal : di tengah : Normal : Normal : Normal

Pengecapan 1/3 belakakang lidah : Normal Refleks muntah: (+) Refleks palatum mole: (+)

N. Accesorius Kanan Mengangkat bahu Memalingkan kepala N. Hypoglossus Kedudukan lidah waktu istirahat Kedudukan lidah waktu bergerak Atrofi Kekuatan lidah menekan pada bagian Fasikulasi/Tremor pipi (kanan/kiri) 3. Sistem Motorik Kekuatan Otot Tubuh : Otot perut Otot pinggang : normal : normal : normal : normal : di tengah : miring ke arah kanan : tidak ada : lemah/kuat : -/normal normal Kiri normal normal

Kedudukan diafragma : Gerak Istirahat Lengan (Kanan/Kiri) M. Deltoid M. Biceps M. Triceps : 4/5 : 4/5 :4/5 : 4/5

Fleksi sendi pergelangan tangan

Ekstensi sendi pergelangan tangan : 4/5 Membuka jari-jari tangan : 4/5

Menutup jari-jari tangan Tungkai (Kanan/Kiri) Fleksi artikulasio coxae Ekstensi artikulatio coxae Fleksi sendi lutut Ekstensi sendi lutut Fleksi plantar kaki Ekstensi dorsal kaki Gerakan jari-jari kaki Besar Otot : Atrofi Pseudohypertrofi Respon terhadap perkusi Palpasi Otot : Nyeri Kontraktur Konsistensi ::: Normal ::: 4/5 : 4/5 : 4/5 : 4/5 : 4/5 : 4/5 : 4/5

: 4/5

: normal

Tonus Otot : Lengan Kanan Hipotoni Spastik Kiri Kanan Tungkai Kiri -

10

Rigid Rebound phenomen Gerakan Involunter Tremor :

Waktu Istirahat Waktu bergerak

: -/: -/-

Chorea Athetose

: -/: -/-

Balismus : -/Torsion spasme Fasikulasi Myokimia Koordinasi : tdl Gait dan station : tdl 4. Sistem Sensorik Kanan/kiri Rasa Eksteroseptik

: -/: -/: -/-

Rasa nyeri superfisial Rasa suhu Rasa raba ringan

: kurang respon/normal : tidak adanormal : tidak ada/normal

Rasa Proprioseptik

Rasa getar Rasa tekan

: tdl : tdl

11

Rasa nyeri tekan Rasa gerak posisi

: tdl : tdl

Rasa Enteroseptik

Refered pain

: tidak ada

Rasa Kombinasi

Streognosis Barognosis Grapestesia Two point tactil discrimination Sensory extimination Loose of Body Image

: Normal : Normal : Normal : Normal/Normal : Normal/Normal : tidak ada

Fungsi luhur

Apraxia Alexia Agraphia Fingerognosis Membedakan kanan-kiri Acalculia

: Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada

5. Refleks-refleks Reflek kulit Refleks kulit dinding perut : normal Refleks cremaster Refleks gluteal : Tdl : Tdl

12

Refleks anal

: Tdl

Refleks Tendon/Periosteum (Kanan/Kiri):


Refleks Biceps Refleks Triceps Refleks Patella Refleks Achiles

: +/+ : +/+ : +/+ : +/+

Refleks Patologis : Tungkai Babinski Oppenheim Gordon Lengan Hoffmann-Tromner : -/Reflek Primitif : Grasp Snout Sucking Palmomental 6. Susunan Saraf Otonom

: -/: -/: -/-

Chaddock Rossolimo Schaffer

: -/: -/: -/-

(-) (-) (-) (-)

Miksi Defekasi

: inkontinensi (-) : konstipasi (+)

Sekresi keringat : normal Salivasi Ggn tropik : normal : Kulit, rambut, kuku : (-)

13

7. Columna Vertebralis Kelainan Lokal


Skoliosis Khypose Khyposkloliosis Gibbus Nyeri tekan/ketuk

: tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

Gerakan Servikal Vertebra


Fleksi Ekstensi Lateral deviation Rotasi

: normal : normal : normal : normal

Gerak Tubuh : tdl 8. Pemeriksaan Tambahan Hasil CT-Scan Kepala : belum didapatkan

Hasil laboratorium tanggal 23 Agustus 2011 Hemoglobin Eritrosit GDS SGOT/SGPT Ur/Cr : 15,7 g/dl : 5,30 jt/dl : 156 : 23/14 : 221/239

14

RESUME 1. ANAMNESIS : Pasien mengeluh tidak bisa menelan sejak 2 minggu lalu. Menurut pasien keluhan ini muncul secara perlahan-lahan, BAB (-), BAK (+). . 2. PEMERIKSAAN Interna Kesadaran Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu Kepala/Leher Thorax Abdomen Ekstremitas Status psikiatri Status Neurologis

: Composmentis, GCS 4-5-6 : 110/70 mmHg : 80 kali/menit : 20 kali/menit : 37,0 oC : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan

Kesadaran : compos mentis, GCS 4-5-6 Pupil isokor, diameter 3/3mm refleks cahaya +/+, gerak mata normal Rangsang selaput otak; normal, tak ada kelainan Saraf kranialis : gangguan n.12 dextra Motorik : lengan 4/5 dekstra, tungkai 4/5 dekstra

15

Tonus : Lengan :N/N, Tungkai : N/N Sensorik : Lengan : N/N, Tungkai : N/N Reflek fisiologis BPR : +/+, TPR: +/+, KPR : +/+, APR : +/+ Refleks patologis tidak ada Susunan saraf otonom :tidak ada kelainan Columna Vertebralis tidak ada kelainan

3. DIAGNOSIS Diagnosis Klinis Diagnosis Etiologi Diagnosis Tropis Diagnosis Banding : Disfagia, Parese N IX-X : Stroke non hemoragik. : Medula Oblongata : Stroke hemoragik

4. PENATALAKSANAAN
.

Terapi Umum Menjaga jalan nafas agara tetap bebas, beri oksigen jika sesak Mempertahankan tekanan darah agar aliran darah ke otak tetap adekuat Memperhatikan keseimbangan cairan, ginjal dan saluran kemih Pengawasan kesadaran dan tanda-tanda peningkatan TIK Menjaga nutrisi tetap cukup dan baik Perubahan posisi penderita setiap 2-4 jam untuk mencegah dekubitus

2. Terapi Medikamentosa Infus NaCl 20 tetes/menit Soholin 3 x 1 amp

16

Sohopril 3 x 1 amp Ranitidin 3 x 1 amp Diet Cair

3. Rehabilitasi untuk membatasi kecacatan baik fisik maupun mental dengan fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi 4. preventif untuk mencegah terulangnya serangan dengan jalan mengobati dan menghindari faktor resiko, seperti hipertensi dan stress.

17

PEMBAHASAN

Pada pasien ini didapatkan adanya kitadakmampuan pasien dalam menelan makanan atau apapu yang dimasukkan kedalam mulut pasien dan gejala ini terjadi secara perlahan-lahan. Ketidakmampuan dalam menelan ini terjadi saat pasien sedang duduk santai di depan teras rumahnya pada sore hari sekitar pukul 18.00 WITA, saat itu tidak ada gangguan kesadaran, tidak ada kejang. Penderita tidak mengalami kesulitan dalam berbicara (bicara pelo) dan penderita masih mengerti perkataan orang lain. Dari data anamnesa ini, penderita kemungkinan mengalami stroke iskemik (stroke non hemoragik) tipe trombotik yang disebabkan oleh adanya penyumbatan arteri serebri bilateral. Salah telan atau gangguan menelan (disfagia, keselek) dapat terjadi pada kelumpuhan N. IX dan N.X. Medula oblongata disebut juga dengan nama bulbus. Lesi di medulla oblongata dapat meengakibatkan lumpunya saraf IX, X, XI, XII, dan disebut juga dengan nama kelumpuhan saraf bulber. Kelumpuhan saraf bulber dapat bersifat lower motor neuron (LMN) atau upper motor neuron (UMN). Pada kelumpuhan UMN lesinya terletak lebih atas dan bilateral. Hal ini dapat terjadi infark serebri bilateral (hemiparese dupleks), dan lesi di serabut kortiko-bulber yang bilateral. Kelumpuhan demikian disebut juga pseudo bulber.1 Jika terdapat kerusakan UMN bilateral, seperti pada paralisis pseudobulber, menalan makanan merupakan gangguan yang sangat, sehingga makanan harus diberikan melalui nasogastrictube (NGT).2

18

Pada penderita hemiparese dupleks, dengan kelumpuhan pseudobulber, dapat dijumpai gambaran berikut; penderita mengalami kesukaran dalam menelan (disfagia), bicaranya pelo (disartria). Padanya dapat dijumpai tangis paksa atau tertawa paksa (tanpa sebab atau oleh rangsang ringan Ia tertawa atau menangis). Wajahnya kurang ekspresi, dan gerakan volunteer wajah berkurang. Namun demikian, bila ia tertawa atau menangis, terdapat gerakan yang berlebihan pada otot wajah.1 Nervus glosofaringeus merupakan saraf motorik utama bagi farings, yang memegang peran penting dalam mekanisme menelan. Ia menyarafi otot stilofaringeus yang merupakan levator dari farings. Bersama-sama dengan kontraksi otot-otot arkus faringeus, muskulus stilofaringeus melaksanakan tugas memindahkan makanan dari mulut ke farings. Bagian lain dari farings disarafi nervus vagus. Disamping tugas motorik, nervus glosofaringeus mengurus inervasi sensorikprotopatik permukaan orofarings, dan percakapan sepertiga bagian belakang lidah. Maka gangguan terhadap nervus glosofaringeus akan

menimbulka: gangguan menelan, gangguan pengecapan dan gangguan perasaan protopatik disekitar orofarings.2 Mekanisme menelan. Makanan disiapkan untuk bisa ditelan, yaitu dikunyah (nervus trigeminus) pada mana makanan dipindah-pindahkan (oleh lidah yang dipersarafi nervus hipoglossus) untuk dapat dipecah-pecahkan dan digiling oleh gigi-geligi kedua sisi. Kemudian makanan didorong ke orofarings. Pemindahan ini dikerjakan oleh otot-otot lidah, arkus faringeus dan dibantu oleh otot stilofaringeus (nervus faringeus). Disamping itu tekanan di ruang mulut

19

ditingkatkan oleh kontraksi otot-otot pipi (nervus fasialis). Agar tekanan meninggi ini bisa ikut mendorong makanan ke orofarings, paltum molle menutup hubungan antara naso dan orofarings (nervus vagus). Agar makanan yang dipindahkan dari ruang mulut ke orofarings jangan tiba di larings, maka pintu larings ditutup oleh epiglottis (nervus vagus). Stelah makanan tiba di orofarings, pasasi makanan melalui farings diurus oleh glosofaringeus dan vagus, melalui sfingter hipofaringeus makanan dimasukkan kedalam esophagus.2 Stroke adalah manifestasi klinik dari fungsi serebral baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukan penyebabnya selain daripada gangguan vaskular.3 Berdasarkan onsetnya yang mendadak, kecurigaan pertama kali adalah bahwa pasien ini mengalami gangguan peredaran darah otak (GPDO) / stroke. Untuk penentuan jenis stroke apakah iskemia atau karena perdarahan sebelum diagnosis baku dengan CT-Scan dilakukan dapat dipakai perhitungan dengan skore Siriraj yaitu : (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastole) - (3 x petanda ateroma) 12 Skore meningkat menandakan perdarahan supratentorial, skore -1 sampai dengan 1 indikasikan untuk CT Scan, skore kurang dari 1 menandakan infark serebri. Pada pasien ini,didapatkan (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 110) (3 x 0) 12 = -1. Dari skore ini menandakan infark serebri.

20

Pada SNH didapatkan penurunan aliran darah sampai di bawah titik kritis, sehingga terjadi gangguan fungsi pada sebagian jaringan otak Bila hal ini lebih berat dan berlangsung lebih lama dapat terjadi infark dan kematian. Berkurangnya aliran darah ke otak dapat disebabkan oleh berbagai hal : misalnya trombus, emboli yang menyumbat salah satu pembuluh darah, atau gagalnya pengaliran darah oleh sebab lain, misalnya kelainan jantung (fibrilasi, asistol).4 Stroke non-hemoragik lebih sering dijumpai daripada yang hemoragik. Diagnosis mudah ditegakkan, yaitu timbulnya defisit neurologik secara mendadak (misalnya hemiparesis), dan kesadaran penderita umumnya tidak menurun.4 Menurut Marjono dan Sidharta, satu-satunya cara yang akurat untuk mendiferensiasi stroke hemoragik dan non hemoragik ialah dengan bantuan CT Scan dan pungsi lumbal. Berdasarkan suatu penyelidikan yang dilakukan pada masa pra CT Scan, ketepatan diagnosa klinis mengenai stroke hemoragik hanya berlaku 65 % saja, sedangkan pada stroke non hemoragik hanya 57 %.2 Pada pemeriksaan tambahan dilakukan pemeriksaan hematologi. Strategi manajemen pada stroke mempunyai tujuan utama untuk memperbaiki keadaan penderita sehingga kesempatan hidupnya maksimum. Merupakan usaha terapeutik/medik terutama dalam fase akut hingga optimal. Terhadap penderita diukur bukan hanya status neurologisnya saja tetapi juga kemampuan fungsional yang dapat dicapai. Selain itu perlu juga dilakukan usaha memperkecil pengaruh stroke terhadap penderita dan keluarga.

21

Penatalaksanaan pada penderita stroke dibedakan atas fase akut dan fase pasca akut. Fase akut adalah hari ke 0 14 sesudah onset penyakit, dibagi menjadi umum dan khusus. 1. Pengobatan Umum (5B) Pernapasan (breath); jalan napas harus bebas, berikan oksigen kalau perlu. Darah (blood); tekanan darah dipertahankan agak tinggi agar perfusi oksigen dan glukosa ke otak tetap optimal untuk menjaga metabolisme otak. Otak (brain); berikan manitol atau kortikosteroid untuk mengurangi edema otak, bila ada kejang segera berikan diazepam atau dilantin intra vena secara perlahan. Saluran kemih (bladder); pelihara balans cairan dan pasang dauer kateter (penderita wanita) atau kondom kateter (penderita pria) bila ada inkontinensia uri. Gastrointestinal (bowel); berikan nutrisi yang adekuat, bila perlu berikan NGT. 2. Pengobatan Khusus Bila stroke hemoragik berikan asam tranexamat, sedangkan bila non hemoragik berikan antiaggregation platelet, dengan aspirin atau aspilet. Metabolik aktivator, dengan pemberian CDP-Gholin (Nicholin atau Brain Act) dengan dosis 2 x 250 mg intra vena. Neurotropikum, dengan pemberian vitamin B1 (Alinamin) atau piracetam Nootropil.

22

Setelah fase pasca akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi penderita, dan mencegah terulangnya stroke. Rehabilitasi Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita baik fisik maupun mental dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi. Terapi Preventif Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke: -

pengobatan hipertensi mengobati diabetes melitus menghindari rokok, obesitas, stess dan lain-lain berolah-raga teratur.1

Pada dasarnya perawatan stroke memiliki tiga segi, yaitu 1 : Keadaan fisiologi umum yang merupakan terapi umum 1. Monitor fungsi vital dan neurologi 2. Fungsi paru dan proteksi jalan napas 3. Keadaan jantung 4. Manajemen tekanan darah 5. Metabolisme glukosa 6. Suhu tubuh

23

7. Manajemen cairan dan elektrolit Terapi khusus 1.terapi trombolitik 2.Inhibitor platelet 3.Antikoagulasi Treatment komplikasi 1. Infeksi 2. Ulkus dekubitus 3. Emboli paru 4. Napas, jalan napas harus bebas untuk menjamin keperluan oksigen Pada pasien ini terapi yang diberikan adalah IVFD NaCl 20 tetes/menit untuk balance cairan. Brain Act (soholin) berfungsi sebagai metabolik aktivator (metabolik agent) jaringan otak yang iskemik (infark serebral). Dan pada pasien diberikan diet cair berupa susu entresol sebagai sumber energi dan nutrisi pasien. Diberikan sebanyak enam kali dalam sehari, dan dalam setiap pemberian diberikan sebanyak 200 mL. Prognosis pada penderita adalah dubia, karena serangan bisa terjadi lagi apabila pasien tidak mengobati dan menghindari faktor resiko yang dimilikinya.

24

DAFTAR PUSTAKA 1. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. FKUI, Jakarta. 2008, 75 81. 2. Mardjono, Mahar dan Sidharta, Priguna. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf. Dalam : Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta. 1994, 267 301. 3. Aliah, A ; Kuswara, F.F ; Limoa, R.A ; Wuysang, G. Gambaran Umum Tentang GPDO. Dalam Harsono: Kapita Selekta Neurologi. UGM Press, Yogyakarta. 2000, 81 101. 4. Tobing, SML. Penanggulangan Bencana Peredaran Darah di Otak. CDK, 1984; 34:25-27.

25

Anda mungkin juga menyukai