Anda di halaman 1dari 16

BAB II

KONSEP DASAR
2.1 Kista Ovarium
2.1.1 Definisi
1) Kista adalah suatu jenis tumor, penyebab pastinya sendiri belum diketahui, diduga seringnya
memakai kesuburan (Soemadi, 2006).
2) Kista adalah suatu jenis kantong yang berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat
tumbuh dimana saja dan jenisnya bermacam-macM (Jacoeb, 2007).
3) Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan atau abnormal pada ovarium yang
membentuk kantong (Agusfarly, 2008).
4) Kista merupakan penyakit yang superhalus, rumit, unik, sebab keberadaannya mirip dengan
kehamilan, dimana semua wanita mempunyai resiko akan hadirnya penyakit ini (Chyntia,
2010).
2.1.2 Sifat Kista
1) Kista Fisiologis
Kista yang bersifat fisiologis lazim terjadi dan itu normal normal saja. Sasuai suklus
menstruasi, di ovarium timbul folikel dan folikelnya berkembang, dan gambaranya seperti
kista. Biasanya kista tersebut berukuran dibawah 5 cm, dapat dideteksi dengan menggunakan
pemeriksaan USG, dan dalam 3 bulan akan hilang. Jadi ,kista yang bersifat fisiologis tidak
perlu operasi, karena tidak berbahaya dan tidak menyebabkan keganasan, tetapi perlu diamati
apakah kista tersebut mengalami pembesaran atau tidak.
Kista yang bersifat fisiologis ini dialami oleh orang di usia reproduksi karena dia masih
mengalami menstruasi. Bila seseorang diperiksa ada kista, jangan takut dulu, karena mungkin
kistanya bersifat fisiologis. Biasanya kista fisiologis tidak menimbulkan nyeri pada saat haid.
2) Kista Patologis (Kanker Ovarium)
Kista ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker ovarium. Kanker ovarium
merupakan penyebab kematian terbanyak dari semua kanker ginekologi. Angka kematian
yang tinggi karena penyakit ini pada awalnya bersifat tanpa gejala dan tanpa menimbulkan
keluhan apabila sudah terjadi metastasis, sehingga 60-70% pasien dating pada stadium lanjut,
penyakit ini disebut juga sebagai silent killer. Angka kematian penyakit ini di Indonesia
belum diketahui dengan pasti.
Pada yang patologis, pembesaran bisa terjadi relative cepat, yang kadang tidak disadari
si penderita. Karena, kista tersebut sering muncul tanpa gejala seperti penyakit umumnya. Itu
sebabnya diagnosa aalnya agak sulit dilakukan. Gejala gejala seperti perut yang agak
membuncit serta bagian bawah perut yang terasa tidak enak biasanya baru dirasakan saat
ukuranya sudah cukup besar. Jika sudah demikian biasanya perlu dilakukan tindakan
pengangkatan melalui proses laparoskopi, sehingga tidak perlu dilakukan pengirisan di

bagian perut penderita. Setelah di angkat pemeriksaan rutin tetap perlu dilakukan untuk
mengetahui apakah kista itu akan muncul kembali atau tidak.
Ada lagi jenis kista abnormal pada ovarium. Jenis ini ada yang bersifat jinak dan ganas.
Bersifat jinak jika bisa berupa spot dan benjolan yang tidak menyebar. Meski jinak kista ini
dapat berubah menjadi ganas. Sayangnya sampai saat ini, belum diketahui dengan pasti
penyebab perubahan sifat tersebut.Kista ganas yang mengarah ke kanker biasanya bersekat
sekat dan dinding sel tebal dan tidak teratur. Tidak seperti kista fisiologis yang hanya berisi
cairan, kista abnormal memperlihatkan campuran cairan dan jaringan solid dan dapat bersifat
ganas.
2.1.3 Jenis Kista
Jenis kista indung telur meliputi:
1) Kista Fungsional.
Sering tanpa gejala, timbul gejala rasa sakit bila disertai komplikasi seprti terpuntir/ pecah,
tetapi komplikasi ini sangat jarang. Dan sangat jarang pada kedua indung telur. Kista bisa
mengecil dalam waktu 1-3 bilan.
2) Kista Dermoid.
Terjadi karena jaringan dalam telur yang tidak dibuahi kemudian tumbuh menjadi beberapa
jaringan seperti rambut, tulang, lemak. Kista dapat terjadi pada kedua indung telur dan
biasanya tanpa gejala. Timbul gejala rasa sakit bila kista terpuntir/ pecah.
3) Kista Cokelat. (Edometrioma)
Terjadi karena lapisan didalam rahim (yang biasanya terlepas sewaktu haid dan terlihat keluar
dari kemaluan seperti darah); tidak terletak dalam ragim tetapi melekat pada dinding luar
indung telur. Akibat peristiwa ini setiap kali haid, lapisan tersebut menghasilakan darah haid
yang akan terus menerus tertimbun dan menjadi kista. Kista ini bisa 1 pada dua indung telur.
Timbul gejala utama yaitu rasa sakit terutama sewaktu haid/ sexsuale intercourse.
4) Kistadenoma.
Berasal dari pembungkus indung telur yang tumbuh menjadi kista. Kista jenis ini juga dapat
menyerang indung telur kanan dan kiri. Gejala yang timbul biasanya akibat penekanan pada
bagian tubuh sekitar seperti VU sehingga dapat menyebabkan inkontinensia. Jarang terjadi
tetapi mudah menjadi ganas terutama pada usia diatas 45 tahun atau kurang dari 20 tahun.
Contoh Kistadenoma;
1. Kistadenoma ovarii serosum.
Berasal dari epitel germinativum. Bentuk umunya unilokuler, bila multilokuler perlu
dicurigai adanya keganasan. Kista ini dapat membesar, tetapi tidak sebesar kista musinosum.
Gambaran klinis pada kasus ini tidak klasik. Selain teraba massa intraabdominal, dapat
timbul asites. Penatalaksanaan umumnya sama seperti Kistadenoma ovarii musinosum.

2. Kistadenoma ovarii musinosum.


Asal kista belum pasti. Menurut Meyer, kista ini berasal dari teratoma, pendapat lain
mengemukakan kista ini berasal dari epitel germinatifum atau mempunyai asal yang sama
dengan tumor Brener. Bentuk kista multilobuler, biasanya unilatelar dapat tumbuh menjadi
sangat bersar.
Gambaran klinis terdapat perdarahan dalam kista dan perubahan degeneratif sehingga timbul
pelekatan kista dengan omentum, usus dan peritoneum parietal. Selain itu, bisa terjadi ileus
karena perlekatan dan produksi musin yang terus bertambah akibat pseudomiksoma peritonei.
Penatalaksanaan dengan pengangkatan kista tanpa pungsi terlebih dahulu dengan atau tanpa
salpingo ooforektomi tergantung besarnya kista.
2.1.4

Patofisiologi
Menurut Wikjosastro (2005), banyak tumor tidak menunjukkan gejala dan tanda, terutama
tumor ovarium yang kecil. Sebagian besar gejala dan tanda yaitu akibat dari pertumbuhan,
aktivitas endokrin dan komplikasi tumor.
1) Akibat pertumbuhan, Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan
pembenjolan perut. Tekanan terhadap alat alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya
tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat
menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di
rongga perut kadang kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta da pat
juga mengakibatkan obstipasi edema pada tungkai.
2) Akibat aktivitas hormonal
Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri
mengeluarkan hormon.
3) Akibat Komplikasi
a. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit sedikit sehingga berangsur angsur menyebabkan
pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala gejala klinik yang minimal. Akan
tetapi kalau perdarahan terjadi dalam jumlah yang banyak akan menimbulkan nyeri di
perut.
b. Putaran Tangkai
Terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm atau lebih. Adanya putaran
tangkai menimbulkan tarikan melalui ligamentum infundibulopelvikum terhadap
peritoneum parietal dan ini menimbulkan rasa sakit. Infeksi pada tumor terjadi jika di
dekat tumor ada sumber kuman pathogen. Kista dermoid cenderung mengalami
peradangan disusul penanahan.
c. Robek dinding Kista

Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat trauma, seperti jatuh
atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat persetubuhan. Jika robekan kista
disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke
uterus ke dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus
disertai tanda tanda abdomen akut.
d. Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama
terhadap kemungkinn perubahan keganasan. Adanya asites dalam hal ini
mencurigakan.
2.1.5 Tanda dan Gejala
Menurut Nugroho (2012), tanda dan gejala kista ovarium adalah :
1)
Sebelumnya ada rasa bengkak di perut bagian bawah
2)
Nyeri tekan pada perut bagian bawah
3)
Perubahan pola eliminasi urin
4)
Pembesaran jaringan ovarium
5)
Kadang disertai pola menstruasi
6)
Kadang disertai oedem
7)
Cemas
8)
Bias disertai dengan kehamilan
9)
Nyeri perut mendadak
2.1.6

Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wikjosastro (2005), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk

menegakkan diagnose kista ovarium adalah :


1)
Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari ovarium
atau tidak, dan untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
2) Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor apakah tumor berasal dari
uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan dapatkah
dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
3) Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista
dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam tumor.
4) Parasentesis
Telah disebut bahwa fungsi pada asites berguna menentukan sebab asites. Perlu diingatkan
bahwa tindakan tersebut dapat mencemari cavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista
tertusuk.
2.1.7

Penatalaksanaan
Operatif dilakukan salfingo ovarektomi (pengangkatan ovarium dan tuba falopi)
Masalah Kebidanan
1)
Pre Operasi

a.
b.
c.

Nyeri
Cemas
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan

d.
2)
a.
b.
c.

Perubahan pola eliminasi feses


Post Operasi
Nyeri
Resiko Infeksi
Resti kekurangan volume cairan

2.1.8 Masalah Yang Mungkin Muncul.


1) Gangguan rasa nyaman ( Nyeri ) berhubungan dengan putaran tangkai tumor/ infeksi pada
tumor.
2) Cemas

berhubungan

dengan

kurangnya

pengetahuan

tentang

penyakit

dan

penatalaksanaannya.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
4) Kurang pengetahuan tenang kondisi prognosi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan rendahnya tingkat pendidikan dan tidak mengenal sumber informasi
5) Resiko gangguan BAB / BAK berhubungan dengan penekanan daerah sekitar tumor.

2.2 Persiapan Preoperatif


2.2.1 Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu persiapan
di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi. Berbagai persiapan fisik yang harus
dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut Brunner & Suddarth ( 2002 ), antara lain:
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara
umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status
kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi
imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat
dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga
bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien
wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit
trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan
nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat
mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan
pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi
adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa
menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat
mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit.
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.
Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit
yang biasanya dilakukan pemeriksaan di antaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135
-145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70
1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana
ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi.
Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal
mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, dan nefritis akut, maka
operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal, kecuali pada kasus-kasus yang
mengancam jiwa.
4) Kebersihan lambung dan kolon

Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa
diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan
lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7
sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paruparu) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan operasi CITO
(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan lambung dapat
dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
5) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah
yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan
luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran
sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran
(scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah
yang dicukur. Sering kali pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien
merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang
akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang
dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi,
uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, dan hemmoroidektomi. Selain
terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus
sebelum pembedahan.
6) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor
dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang
dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan
bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
7) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk
pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance
cairan.
2.2.2

Latihan Pra Operasi

Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting
sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah
operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain:
a) Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah operasi
dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri
dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi
paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas
dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera
setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut : Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah
duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang. Letakkan tangan di
atas perut, hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi
mulut tertutup rapat. Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan,
udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut. Lakukan hal ini berulang kali (15 kali).
Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
b) Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami
operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas
selama dalam kondisi teranestesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak
nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk
efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret
tersebut.

Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :


Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan
melintang di atas incisi sebagai bebat ketika batuk. Kemudian pasien nafas dalam seperti cara
nafas dalam (3-5 kali). Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka
dan tidak hanya batuk dengan mengandalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi
luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya
terhadap incisi. Ulangi lagi sesuai kebutuhan. Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri,
pasien bisa menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang

lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi
guncangan tubuh saat batuk.
c) Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi,
pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat
proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru
tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan
tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan
seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka
pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat
kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran
pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya
adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan
optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM).
Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun
kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan
secara mandiri.
Status kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan
mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukung dan mempengaruhi
proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses
pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan
merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk
mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan pembedahan/operasi.

2.3 Manajemen Asuhan Kebidanan Ginekologi Dengan Kista Ovarium


2.3.1 Pengkajian
Pada langkah pertama ini, semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang
berkaitan dengan kondisi klien telah dikumpulkan. Untuk memperoleh data, dilakukan
dengan anamnesa. Anamnesa adalah pengkajian dalam rangka mendapatkan data tentang
pasien melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan (Sulistyawati, 2009)
Untuk mengetahui siapa yang melakukan pengkajian, kapan waktunya, dilakukan
dimana dan mulai masuk ke sarana kesehatan kapan.
Tanggal

Pukul

Tempat:
A.

Data Subyektif
a.

Biodata
Nama

:Untuk memudahkan panggilan dan rekam medik

Umur

:Biasanya terjadi pada usia reproduksi 20 50 tahun

Agama

:Mengetahui agama yang dianut ibu untuk memudahkan dalam pemberian


dorongan dan semangat

Pendidikan :Memudahkan dalam memberikan KIE pada klien


Pekerjaan

:Mengetahui berat ringannya pekerjaan dan kemampuan ekonomi

Alamat

:Memudahkan mengidentifikasi klien

b.

Alasan masuk rumah sakit


Menguraikan tentang keluhan yang dirasakan klien sebelum sampai dengan masuk RS.

c.

Keluhan utama
Klien mengatakan diperut bagian bawah terdapat benjolan, terasa sakit, terdapat nyeri
tekan, dan perdarahan di luar siklus haid.
Biasanya berupa tanda gejala kista ovarium yang mendorong ibu untuk memeriksakan
keadaannya ke nakes, antara lain:

i.
ii.

Tumor / massa di perut bawah.


Seringkali penerita pergi ke dokter oleh karena adanya gejala ini.
Perdarahan
Biasanya dapat berupa hipermenorrhoe, menorrhagi atau metrorrhagia yang
disebabkan

iii.

hiperplasia

endometrium.,permukaan

endometrium dan kontraksi miometrium tidak optimal.


Nyeri

endometrium,

atropi

Nyeri ditimbulkan gangguan sirkulasi peredaran yang disertai nekrose setempat /

iv.

proses peradangan dengan perlekatan omentum.


Akibat penekanan
Penekanan kandung kemih (retensia urine)
Penekanan pada rektum (obstipasi dan renesmi)
Penekanan pada limfe dan vena cava inferior di panggul (odem tungkai dan nyeri
panggul).

d.

Riwayat haid
Biasanya terjadi perdarahan di luar siklus haid atau haid lebih banyak dan lama dari
normal, terdapat rasa sakit / nyeri saat haid.
Mengkaji riwayat haid sebelum dan saat penyakit timbul. Hal ini terkait dengan
munculnya tanda dan gejala adanya myoma.
Menometroraghi merupakan gejala penyakit myoma uteri akibat pecahnya pembuluh
darah pada pembesaran kavum endometrium dan daerah permukaan yang lebih luas pada
endometrium.

e.

Riwayat kesehatan sekarang


Klien tidak sedang menderita penyakit menurun, menular, dan menahun seperti
hipertensi, TBC, DM, penyakit jantung yang merupakan kontra indikasi atau dapat
membahayakan klien jika dilakukan operasi

f.

Riwayat kesehatan yang lalu


Untuk mengetahui penyakit yang pernah diderita klien seperti penyakit menular, menurun
dan menahun contohnya DM, jantung, asma, TBC, dan kista atau benjolan sebelumnya

g.

Riwayat kesehatan keluarga


Untuk mengetahui penyakit yang diderita keluarga klien misalnya penyakit menular,
menurun dan menahun yaitu TBC, DM, jantung, maupun penyakit ginekologi lain seperti
kista, tumor dsb.

h.

Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui berapa kali ibu menikah, umur saat menikah karena menikah di usia
muda dapat mempengaruhi terjadinya penyakit ginekologi seperti kista karena
ketidaksiapan organ reproduksi untuk proses reproduksi selanjutnya.

i.

Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu


1. Riwayat Kebidanan yang Lalu
a) Riwayat Kehamilan

Pada mioma kemungkinan menurunkan fertilitas, pengaruh mioma pada uteri pada
kehamilan harus segera diwaspadai dengan ibu riwayat kehamilan yang sering
abortus, kelainan letak, placenta previa dan placenta akreta.
Ibu nulipara kemungkinan terkena mioma lebih besar dibandingkan ibu yang
pernah hamil (Prawirohardjo, 2006).
b) Riwayat persalinan dan nifas
Pada riwayat persalinan ibu sering mengalami persalinan yang lama karena
mioma menghalangi jalan lahir. Kala ketiga dapat terjadi gangguan pelepasan
plasenta dan perdarahan.
c) Riwayat kontrasepsi
Pemakaian kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen dosis tinggi
dapat memacu timbulnya myoma uteri dan menyebabkan neoplasma membesar
dengan kecepatan yang mengkhawatirkan dan mencapai ukuran yang sangat besar.
j.

Pola kebiasaan sehari-hari


i.

Pola Nutrisi
Di rumah :normalnya makan 3x sehari dengan porsi nasi, lauk pauk sayur, normal
minum 7 8 gelas/hari
Di RS

:sebelum dilakukan operasi ibu dianjurkan untuk puasa selama minimal 6


jam

ii.

Pola aktifitas
Di rumah :Ibu mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti biasa
Di RS

:Ibu hanya berbaring dan duduk di tempat tidur.

iii.

Pola istirahat
Di rumah :Tidur siang normalnya 2 jam, tidur malam normalnya 7 jam
Di RS

:Tidur siang normalnya 1 jam, tidur malam normalnya 6 jam

iv.

Pola kebersihan
Di rumah :Mandi normalnya 2x sehari, gosok gigi 2x sehari, ganti baju dan celana
dalam 2x sehari
Di RS

:Mandi normalnya 2x sehari, gosok gigi 2x sehari, ganti baju dan celana
dalam 2x sehari

v.

Pola eliminasi
Di rumah :BAB normalnya 1x/hari
BAK normalnya 4 5 x sehari
Di RS

:BAB dan BAK Ibu berkurang karena puasa

k.

Keadaan psikologis dan spiritual ibu


- Psikologis :Adanya dukungan dari suami dan keluarga tentang keputusan operasi
- Spiritual

:Mengkaji kepercayaan klien sehingga lebih mudah berkomunikasi dan


memberikan dukungan moril.

B.

Data Obyektif
a.

Pemeriksaan umum
Keadaan umum
Untuk mengetahui data ini bidan perlu mengamati keadaan pasien secara
keseluruhan. Hasil pengematan akan bidan laporkan dengan kriteria : baik, jika
pasien memperlihatkan respon yang baik terhadap lingkungan dan orang lain, serta
secara fisik pasien tidak mengalami ketergantungan dalam berjalan; lemah, jika ia
kurang atau tidak memberikan respon yang baik terhadap lingkungan dan orang
lain, serta pasien sudah tidak mampu lagi berjalan sendiri.
Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, bidan dapat melakukan
pengkajian derajat kesadaran pasien dari keadaan composmentis (kesadaran
maksimal) sampai koma (pasien tidak dalam keadaan sadar). Composmentis,
letargis, somnilen, apatis, coma.
Tanda vital
Tekanan darah

: 90/60 130/90 mmHg.

Suhu

: 36 37,5oC.

Nadi

: 60 80 x/menit

RR

: 16 - 24 x/menit.

b.

Pemeriksaan fisik

i.

Inspeksi
- Muka

: wajah pucat menandakan anemia sehingga diperlukan pemeriksaan Hb


sebelum operasi

- Mata

: Sklera yang kuning menandakan penyakit hepatitis dan konjungtiva


yang putih/pucat menandakan anemia

- Genetalia
ii.
c.
i.

: terdapat/tidak terdapat perdarahan

Palpasi
- Abdomen : terdapat/terasa massa padat pada perut bagian bawah
Pemeriksaan Penunjang
Pengambilan sample darah

ii.
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
II.

Lab. Darah lengkap


ECG
USG
Foto rontgen
Konsul dokter spesialis obstetri dan ginekologi
Konsul dokter anestesi

Identifikasi Diagnosa dan Masalah


Dx

: Ny N P0000 Ab000 dengan cystoma ovarii pre operasi

Ds

: Perdarahan lewat jalan lahir, nyeri pada perut bagian bawah, nyeri tekan perut
bagian bawah kanan dn kiri, terasa benjolan

Do

: - KU

TD : 110/70 Hg 120/80 mmHg


N

: 30 70 x/menit

: 36,5o 37,5o C

RR : 16 24 x/menit
- Terdapat perdarahan pervaginaan
- Terdapat nyeri tekan pada perut bagian bawah kanan dan kiri
- Teraba massa di perut bagian bawah kanan dan kirit
III. Antisipasi Masalah Potensial
b. Perdarahan pervaginaan berulang
c. Syok hipovolemik
d. Syok neuragik
IV. Identifikasi Kebutuhan Segera
e. Infus RL
f. Kolaborasi dengan dr. SpOG

V.

Intervensi
Tanggal :

Jam :

Dx

: Ny. N P0000 Ab000 dengan cystoma ovarii preoperasi

Tujuan

: Operasi berjalan lancar

Kriteria hasil : - KU ibu baik untuk dilakukan operasi

- Tidak terjadi perdarahan pervaginaan


- Cystoma dapat terangkat seluruhnya
Intervensi
1. Lakukan pendekatan pada pasien dan keluarga
R/ Agar Ibu dan keluarga lebih kooperatif dalam semua pemberian tindakan
2. Beritahu Ibu tentang penyakit yang dialaminya
R/ Agar Ibu mengetahui dan mengerti keadaan dan penyakitnya
3. Jelaskan tentang prosedur yang akan dilakukan
R/ Agar Ibu mengerti prosedur yang akan dilakukan serta dapat bekerjasama demi
memudahkan pelaksanaan prosedur tindakan
4. Lakukan Informed consent
R/

Bukti persetujuan tindakan sebagai jaminan atau bukti rekam medik

5. Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian terapi


R/

Fungsi dependent
a. Lakukan pemeriksaan laboratorium lengkap
R/

Deteksi dini adanya kelainan darah

b. Lakukan pemeriksaan ECG dan Photo Thoraks


R/

Deteksi dini adanya kelainan jantung dan paru-paru

c. Lakukan pemeriksaan USG abdomen


R/

Mengetahui lokasi kista sehingga memudahkan operasi

d. Lakukan skiren / cukur pubis pasien


R/

Menjaga kebersihan daerah alat genetalia

e. Anjurkan Ibu untuk puasa mulai jam 00.00 WIB


R/

Pengosongan saluran cerna agar sisa makanan tidak keluar atau pasien tidak

muntah saat dilakukan anestesi (operasi)

f. Lakukan tindakan lavement 2x pada jam 19.00 WIB dan 06.00 WIB
R/

Pengosongan lambung agar sisa makanan tidak naik atau keluar sehingga

pasien tidak muntah saat dilakukan operasi


g. Lakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anestesi
R/

Persiapan pembiusan untuk operasi

Masalah

: Kecemasan ibu menghadapi operasi

Tujuan

: Kecemasan ibu dapat berkurang

Kriteria hasil

: - Ibu mau dikerjakan operasi


-TTV normal
-Ibu mengerti tujuan dikerjakannya operasi
-Wajah ibu tidak cemas
-Informed Consent (+)

Intervensi:
1. Jelaskan manfaat tindakan operasi yang akan dilakukan
R/ Ibu dapat mengerti dan lebih yakin menjalani operasi
2. Jelaskan akibat bila tidak dilakukan operasi
R/ Ibu dapat mengerti dan lebih yakin untuk melaksanakan operasi
3. Berikan dukungan psikologi pada ibu untuk menjalankan operasi
R/ Membantu menguatkan tekad dan keyakinan ibu untuk operasi
4. Anjurkan ibu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan YME
R/ Memberikan ketenangan batin pada ibu sebelum menjalankan operasi
5. Yakinkan ibu bahwa operasi akan berjalan dengan baik
R/ Tindakan dilakukan oleh petugas yang professional sehingga kekhawatiran ibu dapat
berkurang
VI. Implementasi
Implementasi sesuai intervensi
VII. Evaluasi
Tanggal

Jam

Tempat

Sesuai SOAP

Anda mungkin juga menyukai