Disusun oleh:
Kristi Ardiana
Ananda
(1306381332)
KurniawanSukarmaji (1306380632)
Reguler
FakultasHukum
Universitas Indonesia
Depok, 2016
1WTO, Understanding the WTO, (Geneva Switzerland Information and Media Relations
Division,2008), hal. 9.
2Patricia Birnie, Alan Boyle, dan Catherine Redgwell, International Law and the Environment, (New
York: Oxford University Press Inc., 2009), hal. 754.
3Brookings Media Press, The WTO and GATT: A Principled History, (New York: Brookings Media
Press, 2009), hal. 2.
4http://www.brettonwoodsproject.org/2005/08/art-320747/, diakses pada 14 Mei 2016, pada pukul
21:45.
2
Tujuandaripendirian
WTO
adalahuntukmendorongarusperdaganganantarnegaramelaluipengurangantarifdanhamb
atandalamperdagangansertamembatasiperlakuandiskriminasidalamhubunganperdagan
ganinternasional.5Selainitu,
secaraumumtujuanpendirian
Round)
yang
disepakati
WTO
(atau
di
yang
Marrakesh
ituadalahkesepakatanantarnegarauntukmemperbaikisituasihubunganperdaganganinter
nasionalmelaluiupaya:7
1. Menyempurnakanberbagaiperaturanperdagangan;
2. MemperluascakupandariketentuandandisiplinGeneral Agreement on Tariffs
and Trade (GATT); dan
3. Memperbaikikelembagaan/institusiperdagangan multilateral.
Adapuntujuantersebutdirefleksikankedalamkelimafungsidari
WTO
terdapatdalamPasal
berfungsisebagailembaga
Marrakesh
yang
Agreement
yakni:8pertama,
memberikanfasilitasimplementasi,
danpelaksanaandariperjanjian
WTO
administrasi,
WTO
sertamemberikankerangkakerjauntukimplementasi,
danpelaksanaandariperjanjian
yang
multilateral
administrasi,
maupunplurilateral9,
Kedua,
WTO
berfungsisebagailembaga
menyediakan
forum
di
antaraanggotanyaterkaitdenganisu
yang
WTO
termasukmenyediakan
forum
untukmelakukanperundingan
diaturdalamperjanjian
yang
dankerangkakerjauntukimplementasihasil-hasilperundingan
Ketiga,
WTO
yang
bertindakselaku
telahdicapai.
administrator
Kelima,
WTO
organisasiinternasionalsepertiInternational
bekerjasamadenganorganisasi-
Monetary
Fund
(IMF)
danWorld
Bank.Atasdasarfungsi-fungsitersebutlah
WTO
bekerjadalamrangkapembuatankebijakanekonomi global.
Selanjutnya,
mandatdariorganisasiinitelahmengalamibeberapaperubahanjikadibandingkandenganpe
ndahulunya
yang
adalah
GATT 1947sebagaikonsekuensidariadanyaperubahan-
yang
menyediakanberbagaimacamperaturanterkaitkebijakannegaradalamranahperdagangan
khususnyaranahexchange of
goods
yaituantaratahun
1947
hingga
1994,
mandattersebutdiperluaslagisehinggamencakupdenganapa
kinidisebutsebagaiTrade
Policy
Review
yang
Mechanism
(TPRM)
ataumekanismetinjauankebijakanperdagangannegaraanggotanyamelaluiprosedurnotifi
kasi.11
Selanjutnya,
padatahapPutaran
memanglahmerupakanperubahan
yang
pertama
kali
yang
Uruguay,Pasal
dariWTO
Agreement
sangatterasasebabpasaltersebutadalahpasal
mencanangkanfungsidari
WTO
itusendiri.
Perubahanterpentingdarimandat
WTO
adalahbahwamultilateral
10 Richard Blackhurst, The WTO and the Global Economy, World Economy
(1997): hlm. 6, diaksespada18 Mei 2016, doi: 10.1111/1467-9701.00087.
11Syahmin A.K., S.H., M.H., Op. Cit.,hlm. 235.
4
WTO
global
jugadalamhalperlindunganlingkunganhidup.Dalambagianpreamble
namun
dariMarrakesh
Agreement dikatakan:
Recognizing that their relations in the field of trade and economic endeavour
should be conducted with a view to raising standards of living.and expanding the
production of and trade in goods and services, while allowing for the optimal use of
the world's resources in accordance with the objective of sustainable development,
seeking both to protect and preserve the environment[bold dariPenulis].13
1.2 Sistem Perdagangan Multilateral, Perdagangan Bebas,
dan
Permasalahan Lingkungan
Paska berdirinya WTO, pola perdagangan multilateral di taraf internasional
merupakan perdagangan yang mengedepankan prinsip kebebasan. Bahkan, dalam
beberapa tahun ini, fokus dari liberalisasi perdagangan bukan lagi mengurangi tarif,
namun menghapuskan restriksi dalam perdagangan secara keseluruhan dan
menciptakan kebebasan pasar dengan sebebas mungkin.14 Contoh nyata dalam pola
perdagangan internasional ini adalah usaha yang dilakukan oleh negara-negara
eksportir agrkultur yang mendorong untuk dihapuskannya tarif dalam ekspor
agrikultur.15Dengan berkurangnya restriksi perdagangan antara negara, serta
dilindunginya kebebasan negara untuk berdagang secara Internasional, hal ini tentu
mempengaruhi perlindungan lingkungan. Para aktivis lingkungan hidup juga
menunjukkan rasa prihatin mereka terhadap ekploitasi lingkungan hidup yang
dilakukan negara-negara maju demi mencapai keuntungan ekonomi.16
12Ibid.
13Pasal 1 BagianPembukaanthe Agreement Establishing the World Trade
Organization.
14John H. Jackson, World Trade Roles and Environmental Policies: Congruence or
Conflict?, 49 Wash & Lee L. Rev 1227 (1992), , 49 Wash. & Lee L. Rev. 1227
(1992), http://scholarlycommons.law.wlu.edu/wlulr/vol49/iss4/4, hal. 1232
15 Nigel Grimwade, International Trade: New Patterns of Trade, Production and
Investment, (London: Routledge Publishing, 2003), hal. 335
16Loc. Cit., hal. 338
5
Sehingga, anggapan bahwa WTO hanya mengedepankan pertumbuhan ekonomi saja tanpa
menilik faktor-faktor lain non ekonomi seperti lingkungan merupakan suatu hal yang keliru.
Dalam WTO sendiri terdapat kebijakan dan aturan yang signifikan yang bertujuan untuk
mengatur tentang permasalahan lingkungan. Terdapat lima set peraturan mengenai domestic
health, safety, and environmental protection dalam WTO yang mencakup dalam General
Agreement on Trade and Tariffs (GATT), General Agreement on Trade in Service (GATS),
the Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP Agreement),
Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS Agreement), dan the Agreement on
Technical Barriers to Trade (TBT Agreement). 30 Contoh eksepsi terhadap prinsip
perdagangan bebas adalah pada Article XX (b) dan (g) dalam GATT yang menyatakan bahwa
penting untuk menjaga kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, serta melakukan konservasi
terhadap alam.31
2.1 Trade Restictions to Protect Resources Beyond National Jurisdictions
(Pembatasan Perdagangan untuk Melindungi Sumber Daya di Luar Yurisdiksi
Nasional)
Pembahasan mengenai kemampuan negara untuk secara unilateral melakukan aksi
untuk mendorong negara lain melakukan perlindungan terhadap lingkungan atau
keanekaragaman hayati di luar yurisdiksi nasionalnya timbul setelah kasus TunaDolphin antara Amerika Serikat dengan Mexico.32
Kemampuan bagi negara dengan tingkat kesadaran terhadap perlindungan lingkungan
yang lebih tinggi untuk membantu menegakkan peraturan diluar yurisdiksi
nasionalnya sangat berpengaruh terhadap perlindungan lingkungan global. Hal ini
dapat meningkatkan standar lingkungan hidup secara global33 Contoh kasus lain selain
kasus Tuna-Dolphin adalah kasus the Sea Turtle case34dimana Amerika Serikat
mengenalkan aturan mengenai penangkapan udang yang tidak boleh mengganggu
30Fiona Macmillan, Loc.Cit., hal. 8
31Ibid.
32Tuna-Dolphin I, supra note 67.
33Steinberg, Trade-Environment Negotiations in the EU, NAFTA, and WTO:
Regional Trajectories of Rule Development, (1997) 91, American Journal of International
Law, hal. 235.
habitat kura-kura laut yang dalam proses migrasi dan sering mati karena terjaring
jaring yang digunakan untuk menangkap udang.
2.2 Trade Restrictions to Protect The Domestic Environment
Terdapat tiga jenis dari pembatasan perdagangan domestik, yaitu:
a. Pembatasan impor terhadap barang atau jasa yang tidak memenuhi
syarat yang sesuai dengan norma lingkungan yang berlaku secara
domestik dalam negara;
b. Pembatasan impor barang atau jasa yang tidak memenuhi syarat
yang telah diatur oleh negara tujuan impor seperti labelling,
packaging, dan recyling.
c. Pembatasan expor bagi sumber daya alam yang harus dilindungi.
35
III.
PEMBATASAN
PERLINDUNGAN
PERDAGANGAN
TERHADAP
UNTUK
LINGKUNGAN
MENINGKATKAN
NEGARA
LAIN
(TRADE
kata-kata dari ketentuan membuat urutan prioritas antara hal-hal tersebut. Sebagaimana
Kummer mengamati, "kontroversi tentang hal ini terlihat menjadi melekat dalam negosiasi
lingkungan multilateral menangani perpindahan lintas batas dari zat yang berpotensi
berbahaya, karena kesepakatan yang berkaitan erat dengan pertimbangan akan lingkungan
dan perdagangan".
Hal yang patut digarisbawahi adalah bahwa kebijakan perdagangan dan lingkungan
harus saling mendukung dengan tujuan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
Cartagena Protocol tahun 2000 dan Stockholm POP Convention tahun 2001 kedua-duanya
menggunakan prinsip ini.42 Konvensi PIC secara lebih lanjut menekankan bahwa tidak ada
dalam konvensi ini bisa diartikan dalam cara apapun sebagai penyiratan setiap perubahan
dalam hak dan kewajiban Pihak dalam perjanjian internasional yang ada dalam penerapannya
ke bahan-bahan kimia dalam perdagangan internasional atau untuk perlindungan lingkungan,
memahami bahwa pernyataan diatas tidak dimaksudkan untuk membuat hirarki antara
konvensi ini dan perjanjian internasional lainnya.43The Cartagena Protocol (tapi tidak 2001
Stockholm POP Convention) mengulangi ketentuan-ketentuan prinsip ini kata demi kata,
meskipun menggantikan "hierarki" dengan "bawahan". Pendekatan-pendekatan yang ada ini
sebenarnya tidak sangat membantu, paling tidak karena tidak ada bimbingan khusus
diberikan pada bagaimana "perdagangan dan lingkungan" konflik harus diselesaikan dimana
seharusnya hal tersebut muncul. Ketentuan penyelesaian sengketa Konvensi PIC mengadopsi
rumus penyelesaian sengketa yang familiar dan
Turtle Cases, tidak ada dalam Pasal XX yang mencegah negara dari pengenaan ukuran
perdagangan untuk melindungi kesehatan atau keselamatan orang atau lingkungan di luar
yang wilayah negara itu. Di bawah penafsiran ini, maka, rezim ekspor PIC atau ekspor
larangan total akan dibenarkan.46
Namun, klarifikasi lebih lanjur oleh CTE akan menghapus ketidakpastian yang tersisa dengan
menegaskan kembali persyaratan hukum saat ini dan menyatakan secara eksplisit bahwa
mereka berlaku untuk Barang-barang yang Dilarang di Dalam Negeri. CTE juga bisa
mengadopsi persyaratan transparansi yang akan memaksa negara-yang-membatasiperdagangan (trade-restricting states) untuk memberitahu WTO dan mempublikasikan secara
penuh semua hukum, peraturan, dan keputusan yang berkaitan dengan produk yang
bersangkutan. WTO lalu akan memberikan tempat untuk pemberitahuan dan publikasi
pembatasan barang dalam negeri yang dilarang, dan mereka akan sepenuhnya tunduk pada
rezim penyelesaian sengketa WTO.47
4.2. Limbah
Ekspor limbah berbahaya telah mendapat perhatian besar dari masyarakat
internasional. Konvensi Basel tentang Pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah
Berbahaya dan Pembuangan (The Basel Convention on the Control of Transboundary
Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal) membutuhkan pemberitahuan terlebih
dahulu dan persetujuan dari negara penerima sebagai prasyarat untuk otorisasi pengiriman
limbah internasional. Selanjutnya, Konvensi menetapkan bahwa pihak harus melarang ekspor
limbah setiap kali ada alasan untuk percaya bahwa itu tidak akan dapat dilakukan dengan cara
yang ramah lingkungan.48
Dua aspek Basel Convention menimbulkan masalah sehubungan dengan aturan WTO.
Pertama, berdasarkan Konferensi yang dilakukan oleh para pihak, hasilnya yaitu mengadopsi
amandemen untuk melarang ekspor limbah berbahaya dari negara-negara industri (OECD,
Uni Eropa, dan Liechtenstein) ke negara berkembang. Larangan itu berlaku baik untuk
limbah berbahaya dimaksudkan untuk pembuangan dan, sejak akhir tahun 1997, untuk
limbah berbahaya dimaksudkan untuk digunakan kembali atau didaur ulang. Kedua, Pasal 4
46 Patricia Bernie, Alan Boyle, dan Catherine Ridgewell, Loc.cit.
47Ibid.
48Ibid.
14
(5) dari konvensi ini melarang ekspor dan impor limbah berbahaya dan limbah lainnya
didasarkan pada pengalaman yang sudah terjadi dan ketakutan masa yang akan datang yang
berkaitan dengan eksploitasi dari negara-negara berkembang. Aspek-aspek ini juga
mencerminkan prinsip-prinsip tertentu yang diadopsi pada Konferensi 1992 PBB tentang
Lingkungan dan Pembangunan, terutama prinsip 14 Deklarasi Rio, yang mengatur bahwa
negara harus saling bekerja sama untuk mencegah pergerakan bahan berbahaya bagi
lingkungan dan manusia, dan prinsip 19, yang mengharuskan sebelum melihat ke negaranegara yang berpotensi terkena dampak sehubungan dengan kegiatan yang berpotensi
membahayakan.49
Larangan ekspor limbah berbahaya dapat dibenarkan dalam GATT Pasal XX (b) atas
dasar yang sama seperti pembatasan ekspor atas barang dalam negeri yang dilarang. Limbah
berbahaya memiliki potensi membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup;
sehingga pasal XX (b) dapat ditafsirkan untuk memungkinkan pelarangan ekspor untuk
melindungi daerah di luar wilayah negara yang membatasi perdagangan. Bahkan larangan
ekspor diskriminatif dapat ditegakkan berdasarkan Pasal XX (b) jika diskriminasi tidak
"sewenang-wenang ... antara negara-negara di mana dalam kondisi yang sama". Larangan
yang membedakan antara OECD dan negara-negara berkembang, bisa dibilang setidaknya,
bisa melewati tes ini karena kondisi yang sangat berbeda di negara-negara berkembang.
Dengan demikian, muncul rezim limbah berbahaya internasional tampaknya dipertemukan di
bawah sistem WTO / GATT.50
49Ibid.,hal. 796.
50Ibid.
15
Kasus tuna sirip kuning merupakan kasus embargo yang dikenakan Amerika
Serikat atas produk tuna sirip-kuning milik Meksiko yang diimpor ke Amerika
Serikat, pada Februari 1991. Meksiko membawa kasus tersebut ke hadapan GATT.
Meksiko meminta kepada GATT untuk membentuk sebuah panel guna memeriksa
legalitas dari ketentuan Undang-Undang Perlindungan Mamalia Laut atau Marine
Mammal Protection Act (MMPA) milik Amerika Serikat.
Kasus ini bergulir atas terjadinya peningkatan kasus kematian lumba-lumba
oleh para nelayan yang menangkap ikan tuna di wilayah pasifik timur. Untuk
mendapatkan hasil tangkapan ikan tuna yang biasanya selalu berenang secara
berkelompok di bawah lumba-lumba, nalayan ini akhirnya menangkap ikan tuna
dengan ikut membawa serta lumba-lumba tersebut dan kebanyakan lumba-lumba
yang ikut tertangkap ini akan mati ataupun terluka dalam proses penangkapannya.
Melihat kekhawatiran publik dari meningkatnya kematian terhadap lumbalumba yang hampir mendekati nol ini, pihak Kongres Amerika Serikat meloloskan
Undang-Undang Perlindungan Mamalia Laut atau Marine Mammal Protection Act
(MMPA), yang mensyaratkan nelayan penangkap tuna untuk menyesuaikan teknik
penangkapan mereka dengan standar yang telah ditetapkan dalam MMPA. Lebih jauh
lagi, undang-undang ini membentuk sebuah sistem perizinan yang merancang batasan
maksimal jumlah lumba-lumba yang terbunuh dan membatasi rasio penangkapan
untuk spesies yang dianggap terancam punah. Jika negara-negara tidak mematuhi
aturan tersebut, maka Amerika Serika berhak mengembargo negara pelanggar aturan
tersebut.
Salah sau negara yang terkena embargo langsung dari Amerika Serikat terkait
kasus ini adalah Meksiko yang pada akhirnya membawa kasus ini ke ranah GATT
dengan meminta dibentuknya sebuah panel. Kasus Tuna Dolphin ini sebenarnya
adalah kasus pertama yang ditangani oleh Panel GATT di mana terjadi perbenturan
antara kepentingan perdagangan bebas dan kepentingan untuk menjaga kelestarian
lingkungan hidup dan sumber daya alam yang terdapat di dalamnya.
Ketentuan dalam Perjanjian-perjanjian WTO Mengenai Lingkungan
55https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds381_e.htm,
diaksespadatanggal 18 Mei 2016, pukul 20:00.
17
19
DAFTAR PUSTAKA
1991. Report by the Chairman of GATT Working Group in Export of
Domestically Prohibited Goods and Other Hazardous Substances. GATT Doc L/6872.
7 USC& 1360. (1994). West Supp.
Adolf,Huala.
2005.HukumPerdaganganInternasional.
Jakarta:
PT
RajagrafindoPersada.
Arifin, Sjamsul, Rae, Ediana, dan P. R. Joseph. 2007. KerjaSamaPerdagangan
Internasional. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Barutu, Christhoporus. 2007.Dumping dalam Perdagangan Internasional dan
Mekanisme
Penyelesaian
Sengketa
Dumping
Melalui
World
Trade
Brookings Media Press. 2009. The WTO and GATT: A Principled History,
New York:
20
pukul 21:45.
16 Issue 2.
Macmillan, Fiona. 2001. WTO and the Environment. London: Sweet and
Maxwell.
Panel Report Mexico/US Dispute, supra note 32
Starr, J dan Hardy, K. 1993. Not by Seeds Alone: The Biodiversity Treaty and
the Role for Native Agriculture. 12 Stand ELJ.
Steinberg. 1997. Trade-Environment Negotiations in the EU, NAFTA, and
WTO: Regional
International Law.
21
Relations Division.
22