Anda di halaman 1dari 7

Oleh

M. Faisal Riza

L2F006062

Muhammad Aswan

L2F008064

Faizal Haris M.

L2F008119

PHOTODETECTOR
Photodetector atau disebut sensor cahaya adalah alat yang digunakan untuk
mengubah besaran cahaya menjadi besaran listrik. Prinsip kerja dari alat ini
adalah mengubah energi dari foton menjadi elektron. Idealnya satu foton dapat
membangkitkan satu elektron. Pada saat ini sudah ada alat yang digunakan untuk
mengukur cahaya yang mempunyai 1 buah foton saja.

Gambar 1. Photodetector PIN

Di bawah ini adalah jenis-jenis sensor cahaya, di antaranya:

Detektor kimiawi, seperti pelat fotografis, dimana mmolekul silver halida


dibagi menjadi sebuah atom perak metalik dan atom halogen. Pengembang
fotografis menyebabkan terbaginya molekul yang berdekatkan secara sama.

Fotoresistor atau Light Dependent Resistor (LDR) yang berubah


resistansinya ketika dikenai cahaya

Sel fotovoltaik atau sel matahari yang menghasilkan tegangan dan


memberikan arus listrik ketika dikenai cahaya

Fotodioda yang dapat beroperasi pada mode fotovoltaik maupun


fotokonduktif

Tabung fotomultiplier yang mengandung fotokatoda yang memancarkan


elektron ketika dikenai cahaya, kemudian elektron-elektron tersebut akan
dikuatkan dengan rantai dynode.

Tabung cahaya yang mengandung fotokatoda yang memancarkan elektron


ketika dikenai cahaya, dan umumnya bersifat sebagai fotoresistor.

Fototransistor menggabungkan salah satu dari metode penyensoran di atas

Detektor optis yang berlaku seperti termometer, secara murni tanggap


terhadap pengaruh panas dari radiasi yang masuk, seperti detektor
piroelektrik, sel Golay, termokopel dan termistor, tapi kedua yang terakhir
kurang sensitif.

Detektor cryogenic cukup tanggap untuk mengukur energi dari sinar-x


tunggal, serta foton cahaya terlihat dan dekat dengan inframerah (Enss
2005).
Di dalam sistem komunikasi serat optik terdapat 3 bagian penting sebagai

penyusunnya yaitu transmitter, media transmisi dan receiver. Sistem komunikasi


serat optik menggunakan cahaya sebagai informasinya. Untuk itu pada bagian
receiver, diperlukan suatu komponen yang peka cahaya yang berupa dioda
(photodioda) atau phototransistor. Selanjutnya photodioda atau phototransistor
disebut juga sebagai photodetector.
Pada sistim transmisi serat optik digunakan dua jenis photodetector yaitu :
1.

Dioda PIN/ FET (Positive Intrinsic Negative/ Field Effect


Transistor)

2.

APD (Avalanche photo diode).


Karena perangkat ini berada di depan dari penerima optik maka

photodetector harus memiliki kinerja yang tinggi. Persyaratan kinerja yang harus
dipenuhi oleh photodioda meliputi :

Memiliki sensitivitas tinggi,

Memiliki lebar bidang atau kecepatan yang cukup untuk mengakomodasi bit
rate data yang diterima,

Hanya memberikan noise tambahan yang minimum,

Tidak peka terhadap perubahan suhu.

JENIS PHOTODETECTOR
A. Pin Photodetector

Gambar 2. Konfigurasi P-I-N Detector

Photodetector bekerja secara bias mundur. Sinyal cahaya memicu emisi


elektron dari pada lapisan i, yang merupakan bahan semikonduktor. Sehingga
terdapat arus yang mengalir sebanding dengan besar energi sinyal cahaya
yang ditangkap

Gambar 3. Prinsip kerja pin photodetector

Agar terjadi emisi electron pada bahan semikonduktor pada


photodetector, maka energi foton (Ep) harus lebih besar dari energi gap (Eg)
Ep> Eg
h . f >Ep
Detektor cahaya ini tidak merespon bila cahaya yang datang memiliki
frekuensi lebih kecil dari frekuensi cut off, fC, dimana fC didefinisikan sebagai:
f c=

Eg
h

atau panjang gelombang cahaya tidak boleh lebih besar dibanding dengan
panjang gelombang cut off, C , dimana C didefinisikan sebagai:
c =h x c / Eg
B. Avalanche Photodetector
Sebuah dioda avalanche adalah semikonduktor berbasis silikon yang
mengandung pn junction yang terdiri dari sebuah wilayah doped p positif dan

wilayah negatif doped n mengapit area muatan netral disebut daerah deplesi.
Dioda ini memberikan keuntungan oleh generasi elektron-lubang pasangan
dari elektron energik yang menciptakan sebuah "avalanche" dari elektron
dalam substrat.
Photodioda Avalanche beroperasi pada tegangan reverse bias yang
memungkinkan terjadinya avalanche multiplication. Multiplikasi ini
menyebabkan penguatan arus internal.

Gambar 4. Avalanche photodetector

RESPONSIVITAS DAN EFISIENSI


1. Pin Photodetector
Dua karakteristik penting dari photodetektor adalah efisiensi kuantum
dan kecepatan respon. Parameter ini bergantung pada lebar gap material,
panjang gelombang kerja, doping dan konsentrasi p, i, dan n. Efisiensi
kuantum adalah jumlah ikatan hole-elektron yang terjadi per energi foton
yang diberikan sebagai berikut
I /q
jumlah ikatan holeelektron yang terbentuk

= p
jumlah foton yang terjadi
P0 /h v
Dimana Ip adalah arus foton rata-rata yang ditimbulkan oleh daya steadystate rata-rata optic (P0) pada photodetector.
Dalam prakteknya, 100 foton akan membuat antara 30 dan 95 ikatan
electron-hole, yang memberikan range efisiensi kuantum dari 30 sampai 95
persen. Untuk mendapatkan efisiensi kuantum yang tinggi, daerah
penghalang (depletion layer) harus cukup tebal sehingga cahaya yang diserap
cukup banyak. Bagaimanapun juga, daerah penghalang yang tebal akan
mengakibatkan perpindahan carrier melewati junction reverse bias lebih lama.

Karena perpindahannya berpengaruh pada waktu respon photodetector, maka


harus dibuat seimbang antara kecepatan respond an efisiensi kuantum.
Kinerja photodiode biasa dikarakteristikan sebagai responsivitas (R).
Hubungannya dengan efisiensi kuantum adalah
I
q
R= p =
P0 h v
Parameter ini cukup berguna, karena menspesifikan arus per daya.
Responsivitas pin photodetector dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Gambar 5. Grafik efisiensi pin photodetector


Responsivitas akan selalu konstan, dikarenakan nilai Ip akan selalu
proporsional dengan Po. Akan tetapi, nilai efisiensi kuantum tidak selalu
proporsional dengan panjang gelombang, sehingga responsivitas merupakan
fungsi dari panjang gelombang dan materialnya. Untuk material tertentu, jika
panjang gelombang foton bertambah panjang, maka energinya akan menjadi
kecil sehingga tidak bisa menimbulkan electron bergerak dari valence band
ke arah conduction band. Sedangkan untuk panjang gelombang yang lebih
kecil, foton akan diserap sangat dekat dengan permukaan photodetector,
dimana tingkat rekombinasi ikatan hole-elektron menjadi sangat singkat.
2. Avalanche Photodiode
Faktor pengali M untuk semua carrier yang timbul akibat photodiode
didefinisikan sebagai

IM
Ip
Dengan IM adalah nilai rata-rata arus total keluaran hasil multiplikasi dan Ip
M=

adalah arus foton yang tidak dimultiplikasi.

Untuk responsivitas avalanche photodiode diberikan sebagai berikut


RAPD = RpinM

SIGNAL TO NOISE RATIO (SNR)


Dalam sistem komunikasi fiber optik, photodiode biasanya dibutuhkan
untuk mendeteksi gelombang yang lemah. Hal ini mengakibatkan nilai SNR harus
dioptimalkan. SNR dapat didefinisikan sebagai berikut
SNR=

daya sinyal dari arus p h oton


daya noise p h otodetektor +daya noise amplifier

Sumber noise pada penerima muncul dari hasil noise photodetector, yaitu
proses konversi foton menjadi electron, dan noise termal pada rangkaian
amplifier.
Untuk mendapatkan SNR yang besar :

Photodetector harus memiliki efisiensi yang besar (respon atau gain yang
besar) untuk menghasilkan arus sinyal yang besar.

Noise detector dan amplifier harus kecil.


Sensitivitas photodetector dalam system komunikasi fiber optik dapat

dideskripsikan sebagai tingkat daya optik minimum yang dapat terdeteksi.


Sedangkan untuk menghitung nilai SNR, dapat dilihat pada rumus berikut :

Dimana
ip = arus foton rata-rata ID = arus gelap (dark current)
F(M) = noise figure

B = bandwidth

IL = arus bocor permukaan

kB = tetapan Boltzman

T = suhu

RL = hambatan beban

Untuk pin photodetektor, nilai F(M) dan M adalah 1.

Anda mungkin juga menyukai