Anda di halaman 1dari 12

Bioprospek, Volume 7, Nomor I, April, 2010

ISSN 1829-7226

KEANEKARAGAMAN JENIS Shorea DI KALIMANTAN TIMUR


DAN UPAYA KONSERVASINYA
Mukhlisi
Balai Penelitian Teknologi Perbenihan (BPTP) Samboja. Jl Soekarno Hatta
km 38 Po Box 578 Balikpapan 76112 Kalimantan Timur.
E-mail: muci_musci@yahoo.co.id
ABSTRAK. Kalimantan Timur merupakan salah satu pusat
keanekaragaman jenis tumbuhan di dunia. Kawasan hutan yang
didominasi oleh suku Dipterocarpaceae menjadi ciri khas hutan
tropis Kalimantan. Salah satu marga dari suku Dipterocarpaceae
yang mempunyai keanekaragaman jenis tertinggi adalah Shorea.
Jenis kayu marga ini lebih banyak dikenal dalam dunia
perdagangan dengan nama kayu meranti yang memiliki nilai
ekonomis serta ekologis tinggi. Berdasarkan pengamatan spesimen
hasil eksplorasi Herbarium Wanariset, di Kalimantan Timur
dijumpai marga Shorea sebanyak 48 jenis dan 2 sub spesies yang
terdiri dari kelompok meranti balau/selangan batu, meranti damar
hitam/kuning, meranti putih, serta meranti merah. Beberapa faktor
yang dapat mengancam keanekaragaman jenis Shorea di
Kalimantan Timur adalah pembalakan liar, perambahan kawasan,
serta kegiatan penambangan liar yang dilakukan pada kawasan
konservasi. Diperlukan upaya konservasi baik in situ maupun ex
situ untuk mempertahankan keanekaragaman jenis Shorea sebagai
kekayaan hutan alam Kalimantan Timur.
Kata kunci: Shorea, keanekaragaman, konservasi, Kalimantan Timur

PENDAHULUAN
Shorea merupakan salah satu marga dari suku Dipterocarpaceae yang
memiliki keanekaragaman jenis paling tinggi. Keanekaragaman jenis Shorea di
seluruh dunia diperkirakan mencapai hingga ratusan jenis dengan wilayah
distribusi yang cukup luas. Ashton (1982) menyebutkan bahwa marga Shorea
terdiri dari 194 jenis yang tersebar di Sri Lanka, India, Burma, Thailand, Indochina
serta 163 jenis tersebar di Malaya, Sumatera, Borneo dan pulau-pulau sekitarnya,
Jawa, Sulawesi, Philipina, dan Maluku.
Jenis-jenis pohon dari suku Dipterocarpaceae telah menjadi ciri khas
kawasan hutan di Kalimantan. Jenis-jenis ini mendominasi hutan-hutan di
Kalimantan, bahkan telah menjadikan Kalimantan sebagi kawasan dengan jumlah
jenis Dipterocarpaceae terbanyak (Newman et al., 1999). Menurut Kessler dan
Sidiyasa (1999) di Kalimantan setidaknya dijumpai sekitar 135 jenis Shorea.
Sedangkan Alrasyid et al. (1991) mengungkapkan bahwa di Kalimantan terdapat
sekitar 127 jenis. Akan tetapi, keberadaan sampai saat ini jenis-jenis Shorea serta
disribusinya di Kalimantan Timur belum terdokumentasikan secara baik
Shorea adalah marga kayu yang paling penting di kawasan basah Asia
(Ashton, 1982). Kayu jenis-jenis Shorea banyak dimanfaatkan untuk bahan

Biologi FMIPA Universitas Mulawarman

69

Mukhlisi

Keanekaragaman Jenis Shorea Di Kalimantan Timur

konstruksi ringan sampai berat serta bahan baku industri perkayuan yang penting
di Indonesia. Disamping hasil hutan berupa kayu, beberapa jenis Shorea juga
memiliki hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang bernilai ekonomis seperti damar,
tengkawang, dan tanin.
Shorea spp lebih umum dikenal oleh masyarakat dengan nama
perdagangan kayu meranti yang berdasar keadaan dan sifat kayunya dibedakan
menjadi 4 kelompok, yaitu meranti balau/selangan batu, meranti merah, meranti
putih, dan meranti kuning. Mengingat nilai ekonomisnya yang cukup tinggi, kayu
meranti banyak dieksploitasi dari hutan alam di Kalimantan Timur baik secara
resmi atau illegal. Beberapa permasalahan yang dapat mengancam keberadaan dan
keanekaragaman jenis shorea diantaranya adalah pembalakan liar, kebakaran
hutan, perambahan hutan untuk perkebunan, serta kegiatan penambangan liar di
kawasan konservasi.
Diperlukan upaya-upaya konservasi untuk melindungi keanekaragaman
jenis serta populasi Shorea spp. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan inventarisasi keanekaragaman jenis Shorea serta wilayah distribusinya
di Kalimantan Timur. Dengan demikian diharapkan dapat ditentukan metode atau
langkah yang tepat untuk melakukan upaya konservasi terhadap Shorea spp baik
secara in situ maupun ex situ.
Penelitian ini berusaha untuk menjabarkan tentang keanekaragaman jenis
serta wilayah distribusi Shorea spp, khususnya di provinsi Kalimantan Timur.
Mengingat, provinsi ini adalah salah satu provinsi terluas di Indonesia yang
menjadi bagian dari sebuah pulau besar Borneo, salah satu pusat keanekaragaman
jenis tumbuhan di dunia. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan bidang botani serta menjadi salah satu bahan acuan
untuk melakukan upaya konservasi Shorea spp di Kalimantan Timur.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian ini dilakukan di Herbarium Wanariset (BPTP SambojaKalimantan Timur) pada bulan Januari- Februari 2009
Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang dipergunakan adalah koleksi spesimen herbarium, alat tulis,
tally sheet serta pustaka yang mendukung
Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode tabulasi yakni dengan mengamati 9
kotak spesimen marga Shorea koleksi Herbarium Wanariset. Selanjutnya mencatat
parameter-parameter yang ingin di amati, meliputi: nama ilmiah masing-masing
jenis, pengelompokan jenis meranti (meranti balau/selangan batu, meranti damar
hitam/meranti kuning, meranti paang/meranti putih), tipe habitat, ketinggian dari
permukaan laut, lokasi ditemukan, serta informasi lain yang mendukung.

70

Biologi FMIPA Universitas Mulawarman

Bioprospek, Volume 7, Nomor I, April, 2010

ISSN 1829-7226

HASIL DAN PEMBAHASAN


a.

Keanekaragaman Jenis Shorea di Kalimantan Timur

Untuk mengetahui keberadaan sutau jenis tumbuhan dan wilayah


distrubisnya dapat dilakukan dengan melihat data yang terdokumentasi di
herbarium. Data herbarium merupakan data otentik dan ilmiah yang menjadi bukti
nyata keberadaan suatu jenis tumbuhan di suatu tempat.
Berdasarkan pengamatan spesimen hasil eksplorasi di Herbarium
Wanariset, sampai saat ini (tahun 2009) telah terkoleksi Shorea spp dari
Kalimantan Timur sebanyak 48 jenis dan 2 sub spesies. Jenis-jenis tersebut
meliputi kelompok meranti balau/selangan batu, meranti damar hitam/meranti
kuning, meranti paang/meranti putih, dan meranti merah. Selain itu, juga terdapat
8 spesimen Shorea yang belum teridentifikasi. Adapun rincian lengkapnya dapat
dilihat pada data yang disajikan tabel 1 berikut ini.
No

Jenis

Altitude Lokasi ditemukan


( m dpl)

Meranti Balau/Selangan Batu


1
Shorea atrinervosa Symington

30-103

Shorea exelliptica Meijer

50

3
4
5

Shorea falciferoides
Foxw.
glauscens (Meijer) P.S.Ashton
Shorea guiso (Blanco) Blume
Shorea inappendiculata Burck.

6
7
8
9
10

Shorea leavis Ridl.


Shorea maxwelliana King
Shorea scrobiculata Burck.
Shorea superba Foxw
Shorea seminis (de Vriese) Slooten

ssp tad

Meranti Putih
1
Shorea agamii P.S Ashton. ssp agamii
P.S Ashton
2
Shorea assamica Dyer ssp.philippines
(Brandis) Symington
3
Shorea confusa P.S.Ashton
4
Shorea bracteolata Dyer
5
Shorea gratissima (Wall ex kurz) Dyer
6
Shorea lamellata Foxw.
7
Shorea ochracea Symington
8
Shorea symingtonii G.H.S Wood
Meranti Kuning
1
Shorea angustifolia P.S Ashton
2
Shorea faguetina Heim

tad
50--105
50-100
50
30
260-300
10-230

BFMP Swakelola Labanan, PT. Inhutani I


Berau
BFMP Swakelola Labanan, PT. Inhutani I
Berau, PT.KEM Area
BFMP Swakelola Labanan
PT. Pamenang Logging Concessions
PT. Inhutani I Berau, BFMP Swakelola
Labanan
Wanariset Samboja
PT. Inhutani I Berau
PT.KEM Area
PT. Inhutani I Berau, Sungai Kemai
Wanariset Samboja, PT. Inhutani I Berau,
STEK/CTFT Project Berau

35-260

PT. Inhutani I Berau

tad

Wanariset Samboja

10
100
20-60
50
35-230
58

PT. Inhutani I Berau


PT. Kiani Lestari, Batu Ampar
Taman Nasional Kutai, KPC Sangata
Wanariset Samboja
PT. Inhutani I Berau, BFMP Swakelola
Labanan, STREK/CTFT Project Berau
PT. Inhutani I Berau

50-106
50-70

PT. Inhutani I Berau


Wanariset Samboja, PT. Inhutani I Berau,

Biologi FMIPA Universitas Mulawarman

71

Mukhlisi

Keanekaragaman Jenis Shorea Di Kalimantan Timur

Shorea hopeifolia (Heim) Symington

200

4
5
6

Shorea gibbosa Brandis


Shorea macrobalanons P.S Ashton
Shorea patoiensis P.S Ashton

70-120
50
50-190

Shorea mujongensis P.S Ashton

50-70

8
9

Shorea multiflora (Brck) Symington


Shorea peltata Symington
Lanjutan

30-100
280

Meranti Merah
1
Shorea almon Foxw.
2
Shorea balangeran (Korth.) Burck
3
4
5

50
10-50

Shorea beccariana Burck


20
Shorea coriacea Burck
60-120
Shorea curtisii Dyer ex king ssp. 950curtisii
1450
Shorea ferruginea Dyer ex brandis
50-190

Shorea johorensis Foxw

2-260

Shorea kunstleri King

30

Shorea leprosula Miq.

12-300

10

Shorea
macroptera
sandakanensiss

11

Shorea macrophylla (de Vriese) P.S 96-105


Ashton
Shorea mecistopteryx Ridl.
64
Shorea ovalis (Korth) Blume
10-190

12
13

14

Dyer

ssp 20-198

Shorea parvifolia Dyer ssp parvifolia 50-150


P.S Ashton
Shorea parvifolia Dyer ssp velutinata
72

BFMP Swakelola Labanan


BFMP Swakelola Labanan, CIFOR Long
Seturan
PT.ITCI Kenangan (Sepaku)
PT.ITCI Kenangan (Sepaku)
PT. Inhutani I Berau, PT.ITCI Kenangan
(Gunung Meratus),
PT.ITCI Kenangan
(Sepaku) , Hutan Lindung Gunung Meratus
TAHURA Bukit Soeharto, Wanariset
Samboja
PT. Inhutani I Berau
Long Iram

PT. Inhutani I Berau


PT. Inhutani I Berau, Wanariset Samboja,
Long Nah, Samboja Kuala, Gunung Pasir
PT. Inhutani I Berau
PT. Inhutani I Berau, Wanariset Samboja
Gunung Lunjut (Taman Nasional kayan
Mentarang)
PT. Inhutani I Berau, PT.ITCI Kenangan
(Sepaku)
PT.ITCI Kenangan (Sepaku) , PT. Inhutani
I Berau, Wanariset Samboja, PT. Porodisa
Logging Area
PT. KEM Area
Wanariset Samboja, Hutan Lindung
Gunung Lumut, Hutan Lindung Sungai
Wain, PT.ITCI Kenangan (Sepaku), PT.
ITCI Kenangan (Gunung Meratus), PT.
Inhutani I Berau
PT. Inhutani I Berau, Barong Tongko,
BFMP Swakelola Labanan, PT. Triwiraasta
Bharata (Hulu Mahakam)
PT. Inhutani I Berau, BFMP Swakelola
Labanan
PT. Inhutani I Berau
BFMP Swakelola Labanan, PT.ITCI
Kenangan , (Sepaku), PT.ITCI Kenangan
(Gunung Meratus), Hutan Lindung Sungai
Wain, Gunung Meratus, Wanariset Samboja
PT.ITCI Kenangan , (Sepaku), PT.ITCI
Kenangan (Gunung Meratus), PT. Inhutani
Balikpapan (Semoi), PT. Inhutani I Berau

Biologi FMIPA Universitas Mulawarman

Bioprospek, Volume 7, Nomor I, April, 2010

ISSN 1829-7226

15

P.S Ashton
Shorea parvistipulata
albifolia P.S. Ashton

16

Shorea pauciflora King.

12-230

17

Shorea pinanga Scheff.

50-230

18

Shorea retusa Meijer

130

19
20

Shorea rugosa F.Heim


Shorea smithiana Symington

250
50-200

21

Shorea oleosa Meijer


Keterangan:

30

tad

F.Heim

ssp 72-250

PT.ITCI Kenangan (Sepaku),


PT.ITCI
Kenangan (Gunung Meratus), PT. Inhutani I
Berau, Wanariset Samboja
BFMP Swakelola Labanan, Wanariset
Samboja, STREK/CTFT Project Berau,
PT.ITCI Kenangan (Sepaku)
BFI Gunung Meratus, PT. Inhutani I Berau,
STREK/CTFT Project Berau, PT.ITCI
Kenangan (Sepaku), PT. Pamenang
Logging Concession, PT.ITCI Kenangan
(Gunung Meratus), SKMA Samarinda
PT.ITCI Kenangan (Gunung Meratus),
BFMP Swakelola Labanan
CIFOR Long Seturan
Gunung Meratus, PT.ITCI Kenangan
(Sepaku) , PT.ITCI Kenangan (Gunung
Meratus), Wanariset Samboja, BFMP
Swakelola Labanan, Wanariset Samboja,
PUSREHUT km 54
PT.KEM Area

: tidak ada data

Sumber : Herbarium Wanariset (BPTP Samboja-Kalimantan Timur)

Keragaman Jenis di Kalimantan Timur


10
21

balau/s elangan
batu
meranti putih
8

meranti kuning
meranti merah

Gambar 1. Keragaman Jenis Shorea di Kalimantan Timur.

Biologi FMIPA Universitas Mulawarman

73

Mukhlisi

Keanekaragaman Jenis Shorea Di Kalimantan Timur

Gambar 2. Morfologi daun dan buah Shorea leprosula Miq (gambar: Priyono)
serta salah satu tegakan Shorea leprosula Miq (meranti merah) di
Unit Uji Coba Dipterocarpacea (UUCD) BPTP Samboja
Jenis yang paling banyak dijumpai di Kalimantan Timur adalah dari
kelompok meranti merah (21 jenis), balau/selangan batu (10 jenis), meranti putih
(8 jenis), serta meranti kuning (9 jenis). Di Kalimantan Timur juga dapat dijumpai
jenis Shorea eksotis, seperti yang dijumpai pada areal perkantoran BPTP Samboja
yakni Shorea roxburghii dan Shorea selanica. Jenis-jenis Shorea eksotis umumnya
dikembangkan di Kalimantan sebagai tanaman budidaya.
Tipe habitat ditemukannya Shorea spp di Kalimantan Timur bervariasi,
berdasarkan keterangan pada spesimen herbarium, umumnya Shorea spp dijumpai
pada tipe hutan Dipterocarpaceae dengan kondisi hutan bekas tebangan, hutan
primer, hutan skunder, maupun hutan bekas tebakar. Akan tetapi, habitat Shorea
spp lebih banyak yang ditemukan pada kondisi hutan bekas tebangan karena
kegiatan eksplorasi herbarium banyak dilakukan pada areal HPH yang
mengeksploitasi jenis-jenis kayu Shorea. Ketinggian ditemukannya jenis-jenis
Shorea juga beragam. Kelompok meranti balau/selangan batu dapat dijumpai pada
ketinggian 10-300 meter dpl, meranti putih 10-260 meter dpl, meranti kuning 30280 meter dpl, dan meranti merah 10-1450 meter.
b. Potensi dan Pemanfaatan Shorea spp
Produksi kayu dari hutan alam Kalimantan Timur merupakaan salah satu
yang terbesar di Indonesia. Pada tahun 2006 produksi kayu bulat Kalimantan
Timur mencapai 3.927.017 (Departemen Kehutanan, 2007). Kayu bulat
Dipterocarpaceae adalah yang paling dominan dihasilkan. Parthama (2008)
menyebutkan kebutuhan kayu bulat Dipterocarpaceae yang harus dipenuhi sekitar
40 juta m3 setiap tahunnya . Selanjutnya, Widyantoro dan Sukadri (2007)
mengungkapkan bahwa Shorea spp dan jenis-jenis Dipterpocarpaceae lainya telah
mendominasi pasar sejak tahun 1980an-1990an karena memiliki beberapa
keunggulan, diantaranya yaitu kayunya mudah dikerjakan, harga produk kayu
olahan terjangkau masayarakat, tersedia dalam jumlah cukup, beberapa jenis
diantaranya tahan rayap, serta teksturnya kayunya baik. Kelompok jenis

74

Biologi FMIPA Universitas Mulawarman

Bioprospek, Volume 7, Nomor I, April, 2010

ISSN 1829-7226

Dipterocapaceae ini merupakan ciri khas kayu dari negara-negara tropis, karena
kesesuaian tempat tumbuh, sehingga tidak dimiliki oleh negara-negara sub tropis.
Secara ekonomis harga kayu meranti pun terus mengalami kenaikan dari
tahun ke tahun. Sebagai contoh, harga kayu meranti merah pada tahun 1990an
masih berkisar antara Rp. 650.000-700.00 per m3, namun pada tahun 200-2005
sudah mencapai Rp 1 juta per m3 (Widyantoro dan Sukadri , 2007). Sedangkan
secara ekologis Shorea spp sebagai komponen vegetasi Dipterocarpaceae yang
mendominasi hutan alam di Kalimantan Timur memiliki peran sebagai penyerap
karbon dan emisi gas beracun, mengatur fungsi hidrologi, serta sebagai habitat
berbagai satwa khas Kalimantan. Potensi keanekaragaman jenis Shorea dapat
dikembangkan sekaligus meningkatkan posisi tawar hutan alam Kalimantan Timur
bila mekanisme perdagangan karbon diimplemantasikan
Pemanfaatan Shorea spp secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2
macam, yaitu pemanfaatan hasil hutan berupa kayu serta hasil hutan bukan kayu
(HHBK). Newman et al., ( 1994) menyebutkan kelompok meranti balau/selangan
batu dimanfaatkan untuk semua keperluan konstruksi berat, memiliki tekstur halus
dan rata, serta ketahanan alami yang sangat tinggi terhadap serangan rayap dan
jamur. Kelompok meranti merah dimanfaatkan sebagai bahan papan, perabot
rumah, bahan lantai, pintu, serta daun penutup jendela. Jenis-jenis meranti putih
lebih mudah dikupas sehingga banyak digunakan sebagai bahan kayu lapis dan
vinir muka. Sedangkan kelompok meranti kuning banyak digunakan terutama
untuk membuat kayu lapis, baik sebagai vinir inti maupun vinir muka, mebel,
lantai papan, perabot rumah dan barang-barang dari kayu.
Selain hasil hutan berupa kayu, Shorea spp juga memiliki potensi HHBK
yang bernilai ekonomis. Beberapa hasil hutan bukan kayu yang dapat
dimanfaatkan dari shorea spp adalah damar, lemak tengkawang, serta tanin.
Appanah dan Turnbull (1998) menyatakan secara tradisional damar digunakan
untuk membuat obor, dempul perahu, serta barang kerajinan. Resin aromatik yag
dihasilkan berupa styrax benzaoin (styracaceae) digunakan untuk bahan
pengobatan. Selain itu, damar juga dimanfaatkan dalam industri sepatu, kertas
karbon, pita mesin tik, bahan cat, dan vernis. Selanjutnya Poehland et al., (1987)
menyatakan bahwa titerpenes yang diisolasi dari damar dapat digunakan untuk
menghambat secara in vitro dalam pengobatan virus herpes simplex tipe I dan II.
Lemak tengkawang (green butter) yang berasal dari biji tengkawang atau
illipe nut dapat diolah menjadi minyak goreng, pengganti coklat, bahan farmasi,
kosmetik, sabun, serta margarine. Sedangkan tanin dapat dimanfaatkan sebagai
bahan penyamak kulit serta pembuatan tinta. Selain itu, Robinson (1995)
menyatakan bahwa tanin merupakan salah satu senyawa aktif dalam tumbuhan
obat dan disebutkan memiliki aktivitas antioksidan serta menghambat
pertumbuhan tumor.
c.

Ancaman terhadap keanekaragaman jenis Shorea

Faktor utama yang dapat mengancam kelestarian jenis-jenis shorea di


Kalimantan Timur adalah laju degradasi dan deforestasi hutan yang cukup tinggi
serta eksploitasi Shorea spp yang dilakukan secara berlebihan. Hal tersebut

Biologi FMIPA Universitas Mulawarman

75

Mukhlisi

Keanekaragaman Jenis Shorea Di Kalimantan Timur

berpotensi menyebabkan penurunan populasi dan keanekaragaman jenis Shorea


serta dapat berujung pada punahnya jenis-jenis Shorea tertentu.
Saat ini kondisi hutan di Kalimantan Timur terus mengalami degradasi.
Luas tutupan hutan di Kalimantan Timur sampai tahun 2005 adalah 11.532.600 ha
dengan laju deforestasi yang sangat tinggi. Laju deforastasi untuk pulau
Kalimantan termasuk Kalimantan timur sejak tahun 2000-2005 rata-rata adalah
1.230.100 ha. Hal tersebut lebih tinggi dari rata-rata laju deforestasi secara
nasional 1.018.200 ha (Departemen Kehutanan, 2006). Laju deforetasi yang tinggi
ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah pembalakan liar,
kebakaran hutan, perambahan kawasan hutan, serta kegiatan penambangan liar.
Beberapa jenis Shorea saat ini keberadaannya masuk dalam kategori jenis
tumbuhan yang dilindungi seperti Shorea stenoptera, Shorea gysberstiana, Shorea
pinanga, Shorea compressa, Shorea seminis, Shorea martiniana, Shorea
mexistopteryx, Shorea beccariana, Shorea micrantha, Shorea palembanica,
Shorea lepidota, dan Shorea singkawang (PP. RI. No. 7 Tahun 1999). Beberapa
jenis Shorea yang dilindungi merupakan jenis yang juga terdapat di Kalimantan
Timur seperti Shorea stenoptera, Shorea pinanga, Shorea seminis, Shorea
mexistopteryx, dan Shorea beccariana.
Eksploitasi secara berlebihan terhadap Shorea spp dari hutan alam
berpotensi besar mengancam kelestarian jenis Shorea, khususnya jenis-jenis yang
masih belum banyak dikenal untuk dibudidayakan. Potensi ancaman menjadi
semakin besar sebab beberapa jenis Shorea juga menghasilkan hasil hutan bukan
kayu (HHBK), seperti jenis-jenis penghasil tengkawang, damar, dan tanin. Upayaupaya konservasi perlu dilakukan untuk mempertahankan keanekaragaman jenis
Shorea melalui konservasi in situ maupun ex situ.
d.

Konservasi in situ dan ex situ

Upaya konservasi in situ terhadap Shorea spp dapat dilakukan dengan cara
mempertahankan, melindungi, dan mengelola secara bijaksana habitat asli Shorea
spp di Kalimantan Timur. Habitat Shorea spp tersebar pada berbagai kawasan
hutan, seperti hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi, dan kawasan
lainnya. Dengan perlindungan dan pengelolaan habitat yang dilakukan secara
optimal dan profesional, secara tidak langsung telah melindungi kelestarian Shorea
spp yang tumbuh dan berkembang di dalamnya.
Dalam PP. RI. No. 7 Tahun 1999 Pasal 8 dijelaskan bahwa kegiatan
konservasi in situ dapat dilakukan dengan cara melakukan identifikasi,
inventarisasi, pemantauan (monitoring), pembinaan habitat dan populasinya,
penyelamatan jenis, pengkajian serta penelitian dan pengembangan.
Saat ini di Kalimantan Timur memiliki beberapa kawasan konservasi
dengan luasan mencapai 2.165.198 atau 14,78% dari luas provinsi Kalimantan
Timur (Departemen Kehutanan, 2008). Kawasan-kawasan konservasi tersebut
memiliki pengelola sendiri yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelolanya.
Diharapkan dengan keberadaan instansi yang bertugas khusus untuk mengelola
kawasan konservasi dapat menunjang upaya konservasi secara in situ. Disamping

76

Biologi FMIPA Universitas Mulawarman

Bioprospek, Volume 7, Nomor I, April, 2010

itu, peran serta seluruh elemen masyarakat sangat


kegiatan konservasi ini.

ISSN 1829-7226

menunjang keberhasilan

Konservasi ex situ shorea spp dilakukan di luar habitat aslinya. Kegiatan


konservasi ini merupakan tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan atau
memulihkan populasi serta mempertahankan keragaman genetis jenis-jenis
tumbuhan yang ingin di konservasi. Dalam pelaksanaannya membutuhkan syaratsyarat tersendiri yang wajib dipenuhi sehingga proses konservasi dapat berjalan
secara optimal. Dalam PP.No 7. Tahun 1999 pasal 16, syarat-syarat yang harus
dipenuhi untuk melakukan upaya pengembangbiakan tumbuhan dan satwa secara
ex situ (di luar habitat aslinya) yakni: menjaga kemurnian jenis, menjaga
keanekaragaman genetik, melakukan penandaan dan sertifikasi, serta membuat
daftar buku silsilah (studbook).
Salah satu hambatan dalam usaha konservasi ex situ Shorea spp adalah
produksi buah yang akan dijadikan bibit tidak teratur tiap tahunnya. Mackinnon et
al., (2000) menyebutkan bahwa pembungaan dan pembentukan buah secara
massal pada Dipterocarpaceae terjadi dalam daur 5-7 tahun sekali. Hal tersebut
menyebabkan pasokan benih menjadi berkurang. Namun kendala ini dapat di atasi
dengan melakukan upaya alternatif melalui perbanyakan vegetatif (stek pucuk,
kultur jaringan, dan lain-lain).
Kegiatan konservasi ex situ juga dapat dikatakan sebagai tindakan
domestikasi tumbuhan sehingga pada akhirnya dapat dibudidayakan secara luas
(Leakey dan Newton, 1994). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa upaya
budidaya Shorea spp dapat dikatakan sebagai salah satu upaya konservasi ex situ.
Kegiatan budidaya dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di
bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) maupun oleh masyarakat secara individu
atau kelompok. Menurut Sutisna (2008) salah satu sistem silvikultur jenis-jenis
Dipterocarpaceae yang tengah dikembangkan saat ini adalah sistem TPTII/SILIN
(silvikultur intensif) di hutan alam.
Kegiatan konservasi ex situ juga dapat dilakukan melalui tindakan
rehabilitasi dan penghijauan, khususnya pada lahan-lahan kritis. Kondisi lahan
kritis di Kalimantan Timur sampai tahun 2006 mencapai 9.579.839,18 ha yang
tersebar pada berbagai wilayah kabupaten/kota (Departemen Kehutanan, 2006).
Sebagai jenis yang tumbuh di Kalimantan, diharapkan kegiatan rehabilitasi Shorea
spp tidak menemui kendala yang besar karena secara ekologis mudah beradaptasi
dengan kondisi habitat dan ekologi Kalimantan.
e.

Pemanfaatan Secara Bijaksana

Pemanfaatan tumbuhan hutan secara bijaksana adalah pemanfaatan hasil


hutan yang dilakukan tidak melebihi kemampuannya untuk melakukan regenerasi.
Selain itu, Pemanfaatan dapat diarahkan pada optimalisasi HHBK, misalnya pada
jenis-jenis yang menghasilkan tengkawang, dammar, serta tanin yang dapat diolah
menjadi bahan baku obat-obatan, makanan, maupun bahan baku industri lainnya.
Soerianegara dan Lemmens (1997) menyebutkan terdapat 5 jenis Shorea
penghasil damar berkualitas bagus, 4 jenis berkualitas sedang, dan 19 jenis Shorea
penghasil buah tengkawang. Jenis-jenis penghasil damar yang dapat dijumpai di
KalimantanTimur yaitu Shorea lamellata, Shorea virescens, Shorea retinodes,

Biologi FMIPA Universitas Mulawarman

77

Mukhlisi

Keanekaragaman Jenis Shorea Di Kalimantan Timur

Shorea assamica, Shorea kunstleri, dan Shorea faguetina, sedangkan jenis


penghasil buah tengkawang yang dapat dijumpai, seperti Shorea stenoptera,
Shorea gibbosa, Shorea beccariana, Shorea mecistopteryx, Shorea pinanga,
Shorea faguetina, Shorea atrinervosa, dan Shorea seminis. Sedangkan penghasil
tanin menurut Yusliansyah (2007) terdapat 3 jenis yaitu Shorea leprosula, Shorea
negrosensis, dan Shorea siamensis, namun hanya satu yang dijumpai di
Kalimantan Timur yakni Shorea leprosula.
Pemanenan HHBK umumnya tidak akan menggagu keanekaragaman jenis
Shorea secara berarti karena pemanenannya yang bersifat tidak merusak (non
destructive harvesting). Hanya bagian-bagian tertentu yang dipanen, seperti buah
(tengkawang), damar (resin pada batang), serta tanin (getah).
f.

Penelitian dan Pengembangan

Kegiatan penelitian dan pengembangan merupakan salah satu upaya yang


dapat dilakukan untuk menunjang upaya konservasi Shorea spp. Melalui kegiatan
ini diharapkan dapat memecahkan berbagai hambatan dalam usaha konservasi.
Kegiatan penelitian dapat dilakukan pada berbagai aspek, seperti identifikasi dan
eksplorasi, optimalisasi pemanfaatan HHBK, silvikultur (khususnya pada jenisjenis yang masih belum banyak dikenal), serta aspek teknologi yang digunakan
untuk industri perkayuan Shorea spp.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan spesimen pada Herbarium Wanariset, sampai saat
ini (tahun 2009) tercatat 48 jenis Shorea dan 2 sub spesies ditemukan di
Kalimantan Timur. Potensi keanekaragaman jenis Shorea dapat dimanfaatkan dan
dikembangkan untuk kepentingan secara ekonomis dan ekologis. Terdapat
beberapa permasalahan yang dapat menganggu dan mengancam keanekaragaman
jenis Shorea di Kalimantan Timur, seperti laju degradasi dan deforestasi yang
tinggi serta ekslopitasi kayu Shorea spp yang dilakukan secara berlebihan.
Saran
Konservasi Shorea spp perlu dilakukan baik secara in situ maupun ex situ. Selain
itu, Kegiatan identifikasi dan eksplorasi keanekaragaman jenis Shorea masih perlu
dilakukan untuk menginventarisir keanekaragaman jenis serta wilayah
distribusinya di Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki kawasan hutan alam
cukup luas.
DAFTAR PUSTAKA
Alrasyid, H; Marfuah; Wijayakusuma; dan Hendarsyah. 1991. Vademecum
Dipterocarpaceae. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta
Ashton, P.S. 1982. Flora Malesiana. Series I-Spermatophyta. Flowering Plants.
Vol 9, Part 2. Dipterocarpaceae.

78

Biologi FMIPA Universitas Mulawarman

Bioprospek, Volume 7, Nomor I, April, 2010

ISSN 1829-7226

Appanah, S and Turnbull, J.M. 1998. A Review of Dipterocarps Taxonomy,


Ecology and Silviculture. Center for International Forestry Research.
Bogor
Departemen Kehutanan. 2007. Statistik Kehutanan Indonesia 2006. Jakarta
Kessler, P.J.A dan Sidiyasa, K. 1999. Pohon-Pohon Hutan Kalimantan Timur.
Pedoman Mengenal 280 jenis Pohon Pilihan di daerah BalikpapanSamarinda. Tropenbos. Kalimantan
Leakey, R.R.B and A.C Newton. 1994. Domestication of Tropical Trees For
Timber and non-Timber Products. United Nations Educational, Scientific
and Cultural Organization. Paris. France
Mackinnon, K., Hatta, G., Halim, H., dan Mangalik, A. 2000. Ekologi
Kalimantan. Prenhallindo. Jakarta
Newman, M.F., Burgess, P.F., dan Whitmore, T.C. 1999. Pedoman Identifikasi
Pohon-Pohon Dipterocarpaceae Pulau Kalimantan. PROSEA Indonesia.
Bogor
Parthama, IB, P. 2008. Prospek dan Tantangan Pengembangan Jenis-jenis
Dipterocarpaceae. Makalah di sampaikan dalam Seminar Perhimpunan
Ahli dan Pemerhati Silvikultur Indonesia. Samarinda
Poehland, B.L., Carta, B.K., Francis, T.A., Hyland, L.J., Allaudeen, H.S and
Trouple, N. 1987. In Viro Antiviral Activity of Dammar Resin
Triterpenoids. 1987. Dalam: Appanah, S, and Turnbull, J.M. 1998. A
Review of Dipterocarps Taxonomy, Ecology and Silviculture. Center for
International Forestry Research. Bogor
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB. Bandung
Soerianegara and Lemmens, RHMJ (Editors). 1997. Plant Resources of South East
Asia No.5 (1). Timber Trees: Commercial Timbers. PROSEA. Bogor
Sutisna, M. 2008. Status Terkini Silvikultur Hutan Alami dan Tanaman. Makalah
di sampaikan dalam Seminar Perhimpunan Ahli dan Pemerhati Silvikultur
Indonesia. Samarinda
Widyantoro, B dan Sukadri, D. 2007. Peluang Pasar Kayu Hasil Hutan Tanaman
Dipterokarpa. Prosiding Seminar Pengembangan Hutan Tanaman
Dipterokarpa dan Ekspose TPTII/SILIN. Balai Besar Penelitian
Dipterokarpa. Samarinda
www. dephut.go.id. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999.diakses: 24
Januari 2009
Yusliansyah. 2007. Hasil Hutan Ikutan dari Dipterocarpaceae, Jenis, Status
Penelitian dan Strategi Pengembangan. InfoTeknis Dipterokarpa. Vol.1
No. 1, November 2007. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda

Biologi FMIPA Universitas Mulawarman

79

Mukhlisi

80

Keanekaragaman Jenis Shorea Di Kalimantan Timur

Biologi FMIPA Universitas Mulawarman

Anda mungkin juga menyukai