74 PDF
74 PDF
ISSN 1829-7226
PENDAHULUAN
Shorea merupakan salah satu marga dari suku Dipterocarpaceae yang
memiliki keanekaragaman jenis paling tinggi. Keanekaragaman jenis Shorea di
seluruh dunia diperkirakan mencapai hingga ratusan jenis dengan wilayah
distribusi yang cukup luas. Ashton (1982) menyebutkan bahwa marga Shorea
terdiri dari 194 jenis yang tersebar di Sri Lanka, India, Burma, Thailand, Indochina
serta 163 jenis tersebar di Malaya, Sumatera, Borneo dan pulau-pulau sekitarnya,
Jawa, Sulawesi, Philipina, dan Maluku.
Jenis-jenis pohon dari suku Dipterocarpaceae telah menjadi ciri khas
kawasan hutan di Kalimantan. Jenis-jenis ini mendominasi hutan-hutan di
Kalimantan, bahkan telah menjadikan Kalimantan sebagi kawasan dengan jumlah
jenis Dipterocarpaceae terbanyak (Newman et al., 1999). Menurut Kessler dan
Sidiyasa (1999) di Kalimantan setidaknya dijumpai sekitar 135 jenis Shorea.
Sedangkan Alrasyid et al. (1991) mengungkapkan bahwa di Kalimantan terdapat
sekitar 127 jenis. Akan tetapi, keberadaan sampai saat ini jenis-jenis Shorea serta
disribusinya di Kalimantan Timur belum terdokumentasikan secara baik
Shorea adalah marga kayu yang paling penting di kawasan basah Asia
(Ashton, 1982). Kayu jenis-jenis Shorea banyak dimanfaatkan untuk bahan
69
Mukhlisi
konstruksi ringan sampai berat serta bahan baku industri perkayuan yang penting
di Indonesia. Disamping hasil hutan berupa kayu, beberapa jenis Shorea juga
memiliki hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang bernilai ekonomis seperti damar,
tengkawang, dan tanin.
Shorea spp lebih umum dikenal oleh masyarakat dengan nama
perdagangan kayu meranti yang berdasar keadaan dan sifat kayunya dibedakan
menjadi 4 kelompok, yaitu meranti balau/selangan batu, meranti merah, meranti
putih, dan meranti kuning. Mengingat nilai ekonomisnya yang cukup tinggi, kayu
meranti banyak dieksploitasi dari hutan alam di Kalimantan Timur baik secara
resmi atau illegal. Beberapa permasalahan yang dapat mengancam keberadaan dan
keanekaragaman jenis shorea diantaranya adalah pembalakan liar, kebakaran
hutan, perambahan hutan untuk perkebunan, serta kegiatan penambangan liar di
kawasan konservasi.
Diperlukan upaya-upaya konservasi untuk melindungi keanekaragaman
jenis serta populasi Shorea spp. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan inventarisasi keanekaragaman jenis Shorea serta wilayah distribusinya
di Kalimantan Timur. Dengan demikian diharapkan dapat ditentukan metode atau
langkah yang tepat untuk melakukan upaya konservasi terhadap Shorea spp baik
secara in situ maupun ex situ.
Penelitian ini berusaha untuk menjabarkan tentang keanekaragaman jenis
serta wilayah distribusi Shorea spp, khususnya di provinsi Kalimantan Timur.
Mengingat, provinsi ini adalah salah satu provinsi terluas di Indonesia yang
menjadi bagian dari sebuah pulau besar Borneo, salah satu pusat keanekaragaman
jenis tumbuhan di dunia. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan bidang botani serta menjadi salah satu bahan acuan
untuk melakukan upaya konservasi Shorea spp di Kalimantan Timur.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian ini dilakukan di Herbarium Wanariset (BPTP SambojaKalimantan Timur) pada bulan Januari- Februari 2009
Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang dipergunakan adalah koleksi spesimen herbarium, alat tulis,
tally sheet serta pustaka yang mendukung
Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode tabulasi yakni dengan mengamati 9
kotak spesimen marga Shorea koleksi Herbarium Wanariset. Selanjutnya mencatat
parameter-parameter yang ingin di amati, meliputi: nama ilmiah masing-masing
jenis, pengelompokan jenis meranti (meranti balau/selangan batu, meranti damar
hitam/meranti kuning, meranti paang/meranti putih), tipe habitat, ketinggian dari
permukaan laut, lokasi ditemukan, serta informasi lain yang mendukung.
70
ISSN 1829-7226
Jenis
30-103
50
3
4
5
Shorea falciferoides
Foxw.
glauscens (Meijer) P.S.Ashton
Shorea guiso (Blanco) Blume
Shorea inappendiculata Burck.
6
7
8
9
10
ssp tad
Meranti Putih
1
Shorea agamii P.S Ashton. ssp agamii
P.S Ashton
2
Shorea assamica Dyer ssp.philippines
(Brandis) Symington
3
Shorea confusa P.S.Ashton
4
Shorea bracteolata Dyer
5
Shorea gratissima (Wall ex kurz) Dyer
6
Shorea lamellata Foxw.
7
Shorea ochracea Symington
8
Shorea symingtonii G.H.S Wood
Meranti Kuning
1
Shorea angustifolia P.S Ashton
2
Shorea faguetina Heim
tad
50--105
50-100
50
30
260-300
10-230
35-260
tad
Wanariset Samboja
10
100
20-60
50
35-230
58
50-106
50-70
71
Mukhlisi
200
4
5
6
70-120
50
50-190
50-70
8
9
30-100
280
Meranti Merah
1
Shorea almon Foxw.
2
Shorea balangeran (Korth.) Burck
3
4
5
50
10-50
2-260
30
12-300
10
Shorea
macroptera
sandakanensiss
11
12
13
14
Dyer
ssp 20-198
ISSN 1829-7226
15
P.S Ashton
Shorea parvistipulata
albifolia P.S. Ashton
16
12-230
17
50-230
18
130
19
20
250
50-200
21
30
tad
F.Heim
ssp 72-250
balau/s elangan
batu
meranti putih
8
meranti kuning
meranti merah
73
Mukhlisi
Gambar 2. Morfologi daun dan buah Shorea leprosula Miq (gambar: Priyono)
serta salah satu tegakan Shorea leprosula Miq (meranti merah) di
Unit Uji Coba Dipterocarpacea (UUCD) BPTP Samboja
Jenis yang paling banyak dijumpai di Kalimantan Timur adalah dari
kelompok meranti merah (21 jenis), balau/selangan batu (10 jenis), meranti putih
(8 jenis), serta meranti kuning (9 jenis). Di Kalimantan Timur juga dapat dijumpai
jenis Shorea eksotis, seperti yang dijumpai pada areal perkantoran BPTP Samboja
yakni Shorea roxburghii dan Shorea selanica. Jenis-jenis Shorea eksotis umumnya
dikembangkan di Kalimantan sebagai tanaman budidaya.
Tipe habitat ditemukannya Shorea spp di Kalimantan Timur bervariasi,
berdasarkan keterangan pada spesimen herbarium, umumnya Shorea spp dijumpai
pada tipe hutan Dipterocarpaceae dengan kondisi hutan bekas tebangan, hutan
primer, hutan skunder, maupun hutan bekas tebakar. Akan tetapi, habitat Shorea
spp lebih banyak yang ditemukan pada kondisi hutan bekas tebangan karena
kegiatan eksplorasi herbarium banyak dilakukan pada areal HPH yang
mengeksploitasi jenis-jenis kayu Shorea. Ketinggian ditemukannya jenis-jenis
Shorea juga beragam. Kelompok meranti balau/selangan batu dapat dijumpai pada
ketinggian 10-300 meter dpl, meranti putih 10-260 meter dpl, meranti kuning 30280 meter dpl, dan meranti merah 10-1450 meter.
b. Potensi dan Pemanfaatan Shorea spp
Produksi kayu dari hutan alam Kalimantan Timur merupakaan salah satu
yang terbesar di Indonesia. Pada tahun 2006 produksi kayu bulat Kalimantan
Timur mencapai 3.927.017 (Departemen Kehutanan, 2007). Kayu bulat
Dipterocarpaceae adalah yang paling dominan dihasilkan. Parthama (2008)
menyebutkan kebutuhan kayu bulat Dipterocarpaceae yang harus dipenuhi sekitar
40 juta m3 setiap tahunnya . Selanjutnya, Widyantoro dan Sukadri (2007)
mengungkapkan bahwa Shorea spp dan jenis-jenis Dipterpocarpaceae lainya telah
mendominasi pasar sejak tahun 1980an-1990an karena memiliki beberapa
keunggulan, diantaranya yaitu kayunya mudah dikerjakan, harga produk kayu
olahan terjangkau masayarakat, tersedia dalam jumlah cukup, beberapa jenis
diantaranya tahan rayap, serta teksturnya kayunya baik. Kelompok jenis
74
ISSN 1829-7226
Dipterocapaceae ini merupakan ciri khas kayu dari negara-negara tropis, karena
kesesuaian tempat tumbuh, sehingga tidak dimiliki oleh negara-negara sub tropis.
Secara ekonomis harga kayu meranti pun terus mengalami kenaikan dari
tahun ke tahun. Sebagai contoh, harga kayu meranti merah pada tahun 1990an
masih berkisar antara Rp. 650.000-700.00 per m3, namun pada tahun 200-2005
sudah mencapai Rp 1 juta per m3 (Widyantoro dan Sukadri , 2007). Sedangkan
secara ekologis Shorea spp sebagai komponen vegetasi Dipterocarpaceae yang
mendominasi hutan alam di Kalimantan Timur memiliki peran sebagai penyerap
karbon dan emisi gas beracun, mengatur fungsi hidrologi, serta sebagai habitat
berbagai satwa khas Kalimantan. Potensi keanekaragaman jenis Shorea dapat
dikembangkan sekaligus meningkatkan posisi tawar hutan alam Kalimantan Timur
bila mekanisme perdagangan karbon diimplemantasikan
Pemanfaatan Shorea spp secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2
macam, yaitu pemanfaatan hasil hutan berupa kayu serta hasil hutan bukan kayu
(HHBK). Newman et al., ( 1994) menyebutkan kelompok meranti balau/selangan
batu dimanfaatkan untuk semua keperluan konstruksi berat, memiliki tekstur halus
dan rata, serta ketahanan alami yang sangat tinggi terhadap serangan rayap dan
jamur. Kelompok meranti merah dimanfaatkan sebagai bahan papan, perabot
rumah, bahan lantai, pintu, serta daun penutup jendela. Jenis-jenis meranti putih
lebih mudah dikupas sehingga banyak digunakan sebagai bahan kayu lapis dan
vinir muka. Sedangkan kelompok meranti kuning banyak digunakan terutama
untuk membuat kayu lapis, baik sebagai vinir inti maupun vinir muka, mebel,
lantai papan, perabot rumah dan barang-barang dari kayu.
Selain hasil hutan berupa kayu, Shorea spp juga memiliki potensi HHBK
yang bernilai ekonomis. Beberapa hasil hutan bukan kayu yang dapat
dimanfaatkan dari shorea spp adalah damar, lemak tengkawang, serta tanin.
Appanah dan Turnbull (1998) menyatakan secara tradisional damar digunakan
untuk membuat obor, dempul perahu, serta barang kerajinan. Resin aromatik yag
dihasilkan berupa styrax benzaoin (styracaceae) digunakan untuk bahan
pengobatan. Selain itu, damar juga dimanfaatkan dalam industri sepatu, kertas
karbon, pita mesin tik, bahan cat, dan vernis. Selanjutnya Poehland et al., (1987)
menyatakan bahwa titerpenes yang diisolasi dari damar dapat digunakan untuk
menghambat secara in vitro dalam pengobatan virus herpes simplex tipe I dan II.
Lemak tengkawang (green butter) yang berasal dari biji tengkawang atau
illipe nut dapat diolah menjadi minyak goreng, pengganti coklat, bahan farmasi,
kosmetik, sabun, serta margarine. Sedangkan tanin dapat dimanfaatkan sebagai
bahan penyamak kulit serta pembuatan tinta. Selain itu, Robinson (1995)
menyatakan bahwa tanin merupakan salah satu senyawa aktif dalam tumbuhan
obat dan disebutkan memiliki aktivitas antioksidan serta menghambat
pertumbuhan tumor.
c.
75
Mukhlisi
Upaya konservasi in situ terhadap Shorea spp dapat dilakukan dengan cara
mempertahankan, melindungi, dan mengelola secara bijaksana habitat asli Shorea
spp di Kalimantan Timur. Habitat Shorea spp tersebar pada berbagai kawasan
hutan, seperti hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi, dan kawasan
lainnya. Dengan perlindungan dan pengelolaan habitat yang dilakukan secara
optimal dan profesional, secara tidak langsung telah melindungi kelestarian Shorea
spp yang tumbuh dan berkembang di dalamnya.
Dalam PP. RI. No. 7 Tahun 1999 Pasal 8 dijelaskan bahwa kegiatan
konservasi in situ dapat dilakukan dengan cara melakukan identifikasi,
inventarisasi, pemantauan (monitoring), pembinaan habitat dan populasinya,
penyelamatan jenis, pengkajian serta penelitian dan pengembangan.
Saat ini di Kalimantan Timur memiliki beberapa kawasan konservasi
dengan luasan mencapai 2.165.198 atau 14,78% dari luas provinsi Kalimantan
Timur (Departemen Kehutanan, 2008). Kawasan-kawasan konservasi tersebut
memiliki pengelola sendiri yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelolanya.
Diharapkan dengan keberadaan instansi yang bertugas khusus untuk mengelola
kawasan konservasi dapat menunjang upaya konservasi secara in situ. Disamping
76
ISSN 1829-7226
menunjang keberhasilan
77
Mukhlisi
78
ISSN 1829-7226
79
Mukhlisi
80