PENDAHULUAN
Potensi ikan air tawar asli di Indonesia sangat besar, khususnya di paparan Sunda
200 spesies baru ditemukan dalam sepuluh tahun terakhir ini. Sekitar 1.000 spesies ikan
diketahui hidup di sungai, danau, dan rawa-rawa di paparan Sunda. Kalimantan
mempunyai sekitar 430 spesies, dan sekitar 164 di antaranya diduga endemik. Sumatera
memiliki 270 spesies, sebanyak 42 di antaranya endemik (Kotellat et al., 1993). Dari
sekian banyak spesies, baru sebagian kecil spesies yang sudah dimanfaatkan sebagai ikan
budidaya diantaranya adalah ikan baung, betutu, jelawat, lele lokal, gurame, mata merah,
mujaer, nilem, patin jambal, tambakan, tawes, sepat, betok, gabus dan udang galah.
Sebagian jenis ikan yang dibudidayakan masih diperankan ikan intoduksi dari luar
(Sukadi et al., 2008). Salah satu ikan endimik yang ada di ekosistem danau Toba,
Sumatera Utara dan sekitarnya adalah ikan Tor soro.
Saat ini Tor soro (Valenciennes, 1842), dikenal dengan ikan batak (ihan) di
Sumatera Utara. Bagi masyarakat batak ikan ini dikonsumsi dan mempunyai nilai
religius tersendiri dalam upacara adat sebagai upa-upa, sehingga nilai ekonomisnya
tinggi. Ikan ini masih dijumpai di beberapa lokasi yaitu Sungai Dolok Sirambe di Desa
Bonan Dolok kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, di Sungai Binangalom di
Kecamatan Lumbanjulu Kabupaten Tobasa, Di Desa Rani Ate, Kecamatan Padang
Sidempuan Barat Kabupaten Tapanuli Selatan, di Bahorok, Tarutung dan Sungai Asahan.
Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011
Variasi genetik ikan ini dari 3 lokasi tersebut mempunyai kekerabatan yang sama.
Di Jawa barat, daerah Kuningan, Sumedang dikenal dengan nama ikan dewa, Blitar
dikenal dengan nama Sekareng dan Kalimatan dikenal dengan ikan Semah. Variasi
genetik ikan yang berasal dari Sumedang diketahui tidak berbeda nyata dengan ikan yang
berasal dari Sumatera Utara (Asih et al., 2007; Nugroho et al., 2006).
Ikan Batak yang sebenarnya adalah dari genus Neolissochilus yaitu : Lissochilus
thienemanni Ahl, 1933, Neolissochilus sumatranus Doi, 1997: Lissochilus sumatranus
Weber & de Beaufort, 1916; Neolissochilus longipinnis (Weber & de Beaufort, 1916):
Labeobarbus longipinnis Weber & de Beaufort, 1916. Genus Neolissochilus sudah
terancam punah dan masuk dalam Red List Status di IUCN (International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources) dengan kode Ref.57073 sejak tahun 1996
(www.iucnredlist.org dalam Hutauruk, 2008.). Tor soro di beberapa tempat konservasi
adat masih diyakini sebagai ihan. Namum demikian Tor soro saat ini juga sudah sulit
ditemukan jika ada harganya sangat tinggi sehingga dalam proses upacara adat digantikan
oleh ikan mas (Cyprinus carpio).
Ada beberapa nama daerah untuk penamaan ikan Tor soro yaitu : di Kuningan,
Sumedang, Majalengka (Jawa Barat), disebut dengan nama Ikan Dewa, Kancra Bodas, di
Bogor (Sungai Cisadane) disebut soro, di Blitar (Jawa Timur) disebut Senggaring. Di
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat disebut ikan Lomi,
sedang jenis Tor tambroides di Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah disebut
sapan. Di Sumatera Barat Tor douronensis disebut ikan garing atau jurung. Di Jambi,
Riau, Kalimantan Barat dan Sumatera Selatan semua jenis ikan Tor disebut semah dan di
Malaysia disebut kelah. Tor soro synonim Labeobarbus soro dan nama populer disebut
Soro (Schuster dan Djajadiredja, 1952).
Ciri morfologi genus Neolissochilus menonjol adalah lebar badan 3,1-3,5 kali
lebih pendek dari PS; 7-8 sisik di depan sirip punggung; 4 baris pori-pori (masing-masing
memiliki tubuh yang keras) tubuh dari moncong; alur dari bagian belakang sampai bibir
bawah tidak terputus di bagian tengah (Kottelat et al., 1993).
Tor mempunyai ciri- ciri bibir bawah paling sedikit dua lekukan yang membatasi
posisi tonjolan, lekukan di belakang bibir tidak terputus, tidak ada tulang keras pada
rahang bawah, sirip dubur lebih pendek dari pada sirip punggung, bibir bawah tanpa
celah.
Langkanya ihan di danau Toba tersebut diantaranya disebabkan adanya
introduksi ikan mujair (Oreochromis mossabicus) tahun 1942 (Kartamihardja, 2007).
Disamping juga disebabkan rusaknya habitat ikan untuk berkembang biak karena adanya
penggundulan hutan, pembangunan, pencemaran dan kurangnya restocking benih serta
tidak adanya produk biologi hasil dari budidaya (Asih, 2005).
Domestikasi adalah proses adaptasi pada lingkungan budidaya dari generasi ke
generasi. Hal ini merupakan salah satu langkah kearah pengembang biakan yang
meliputi aspek eksplorasi, koleksi, dokumentasi, karakterisasi, dan penguasaan teknologi
pembenihan secara alami maupun buatan serta pembesarannya. Penguasaan teknologi
perbenihan meliputi: pematangan gonad, pemijahan, perawatan telur, perawatan larva
dilanjutkan perawatan benih, dan penanggulangan penyakit.
Beranjak dari pentingnya konservasi yang telah dilakukan secara adat maka perlu
dilakukan domestikasi sebagai salah satu langkah konservasi. Dengan mengetahui proses
reproduksi dan perkembang biakannya diharapkan dapat ditentukan reservat secara tepat.
Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011
Pemijahan buatan ikan endemik dari Aek Sirambe, Tarutung dan Bahorok diharapkan
bisa memproduksi benih di luar habitatnya dan di luar musim pemijahan yang dapat
digunakan sebagai bahan restocking. Selanjutnya penguasaan domestikasi dapat
mendukung ketersediaan ikan konsumsi dari produksi berbasis budidaya yang aman dari
kelangkaan dan lestari di alam.
BAHAN DAN METODE
Penelitian pemijahan ikan Tor soro merupakan bagian dari proses domestikasi
dimulai dari aspek eksplorasi, koleksi, dokumentasi, karakterisasi, dan penguasaan
teknologi pembenihan secara alami maupun buatan.
Ikan uji adalah induk yang berasal dari koleksi Aek Sirambe kabupaten Balige
yang airnya mengalir ke danau Toba sebanyak 32 ekor berat rata-rata 633 g ( 527 1.347
g 214,2 g), dari sungai Bahorok 76 ekor berat rata-rata 590 g ( 427 1.290 g 353 ),
dari Sungai Aek Sarula Kabupaten Tarutung Provinsi Sumatera Utara 52 ekor berat ratarata 633 g ( 720 1.380 g 224 ). Pemeliharaan menggunakan wadah kolam beton
ukuran 10 x 14 x 0,9 m. Dasar kolam koral berpasir yang dialiri air sumber dengan debit
1.3 2,2 liter per/detik.
Proses pematangan dan perlakuan pemijahan di Instalasi Riset Plasma Nutfah
Air Tawar Cijeruk, Bogor. Pematangan induk menggunakan pakan komersial dengan
kandungan protein 26- 28 %.
Perlakuan meliputi pemijahan secara buatan dan alami yang di rangsang dengan
hormon hCG sebagai priming dan 0,8 ml Ovaprim terhadap 3 ikan berbeda asal koleksi.
Pengamatan meliputi diameter telur, fekunditas, IOS, derajat pembuahan, derajat
penetasan dan viabilitas larva sampai habis yolksack.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan di habitat ikan Tor soro di konservasi adat Aek Sirambe
diketahui ikan tersebut oleh masyarakat dikenal dengan nama Ihan. Tempat ini dijadikan
tempat rekreasi dengan berbagai cerita mitos diataranya ikan dilarang ditangkap kecuali
setelah melewati jeram ke arah muara sungai yang menuju danau Toba. Habibat ikan di
bagian hulu berupa mata air yang jernih yang keluar tebing gua dengan dasar pasir
kwarsa. Benih ikan berukuran kecil sampai ukuran jari banyak ditemukan juga ukuran
besar dengan panjang total sekitar 30 cm. Suhu air 20 - 22 C, pH 7, oksigen terlarut 4,2
5,2 mg/L, CO2 2,2 -3,0 mh/L dan amonia tidak terdeteksi. Penangkapan benih untuk
koleksi yang diperoleh dari sungai Dolok Sirambe bawah jeram sampai muara Danau
Toba ukuran rata-rata 72 gram (24-157 g) sebanyak 140 ekor. Contoh isi perut berupa
biji-bijian buah jabi-jabi, siput kecil, serangga dan benthos.
Koleksi yang berasal dari Sungai Aek Sarula, Tarutung diperoleh 105 ekor.
Masyarakat menangkap ikan Tor soro dengan sebutan Ihan dengan jala tebar ukuran
mesh size 2,5 cm diperoleh benih ukuran rata-rata 61 g (55 70 g) dan ukuran induk
berat 2,750 gram panjang total 42 cm dengan pancing pada perairan dalam. Benih hidup
bergerombol di sungai yang alirannya sedang sampai deras dengan dasar cadas berbatu
dan koral. Ikan besar ditemukan di daerah jeram sedang. Suhu air 24 -27 C, pH 7,5,
kadar oksigen terlarut 7,2 -9,2 mg/l, CO2 3,8 4,1 mg/L, amonia 0,0 0,1 ml/l serta
Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011
turbiditas jernih sampai sedikit keruh. Contoh isi perut biji rerumputan, kulit buah
bolu/beringin, remis dan serangga.
Di Bahorok ikan Tor soro dikenal dengan sebutan jurung ditangkap untuk
konsumsi yang disajikan di rumah makan dalam berbagai ukuran. Contoh ikan diperoleh
dari hasil tangkapan nelayan. Contoh ikan yang dikoleksi ukuran rata-rata 102 g (73
137 g) sebanyak 100 ekor. Sungai Bahorok merupakan sungai yang aliran deras berbatu
hulunya di Bahorok dan mengalir ke Binjai, Secanggang dan bermuara di selat Malaka.
Identifikasi taksonomi dilakukan pada awal koleksi dan diverikasi pada ukuran induk.
Tabel 1. Deskripsi morfologi Tor soro asal lokasi Aek Sirambe, Tarutung dan Bahorok
(Sumatera Utara)
No
Karakter
3
4
Aek Sirambe
III.9
Koleksi 6/5/2006
Aek Sarula
(Tarutung)
III.8-9
Bahorok
III.8-9
I.12-16
I.14-16
II.8-9
II.8-9
II.0
III.5- 6
III.6
III.5-5
21-22
20 -22
20-22
Sungut
2 pasang
2 pasang
2 pasang
22- 28
22 27
24 -28
37-38
35-37
37-38
18-19
18-19
18-19
Rata
Rata
Rata
11 Tubus
Lurus
putih
(TC 622-624)
Lurus
Lurus
putih
(TC 624)
hijau perak
(TC 449469)
13 Warna punggung
perak keemasan
(TC 598)
Ukuran induk
I.13-16
10 Cuping
12 Warna perut
Keterangan
Tanpa tonjolan
Ukuran induk
Ukuran induk
Ukuran induk
Morfologi dan deskripsi, sirip, sisik yang tertera pada tabel 1 dan khususnya ciri
khusus pada bagian cuping lurus dan bibir bawah yang rata mengacu pada taksonomi
ikan Tor soro mengacu Kotellat (2001) sehingga ikan yang dikoleksi dari 3 lokasi adalah
Tor soro.
Pemijahan ikan koleksi dilakukan setelah ikan mencapai ukuran induk yaitu
pembesaran dan pengamatan kematangan gonad ikan. Koleksi benih dibesarkan di
Instalasi Riset Plasma Nutfah Air Tawar Cijeruk, Bogor. Pakan yang digunakan berupa
pakan komersial dengan kandungan protein 26- 28 %.
Hasil koleksi benih dari 3 lokasi dari benih dengan berat rata-rata 78 g
menunjukkan pertumbuhan mencapai rata-rata individu 619 g selama pemeliharaan 32
bulan. Rata-rata laju pertumbuhan harian 0,61% per hari. Hardjamulia et al. (2000),
menyatakan pertumbuhan ikan mas dapat mencapai 2 -2,3% dengan ransum 3% dari
bobot biomas per hari dan protein 26-28 %. Sintasan selama pemeliharaan koleksi dari
Aek Sirambe 37%, Tarutung 30% dan Bahorok 76%. Ikan dari alam umumnya rendah
sintasannya karena selama pemeliharaan membutuhkan adaptasi pakan dan lingkungan
yang sepenuhnya tergantung penanganan manusia.
Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011
Aek Sirambe
Koleksi
Tarutung
Bahorok
Ekor
52
32
76
720
780
920
110
90
130
824
850
1.240
3,0 -3.1
2,9 -3.1
29 -3,1
72
86
92
80
92
98
10
98-130
100-130
90 124
96
98
98
11
11
11
Sungai Bahorok habitat alam asal ikan koleksi mempunyai habitat yang kesuburan
perairannya tinggi diduga memberikan sifat kebugaran yang lebih baik pada ikan yang
dikoleksi.
Kualitas Air
Adaptasi ikan liar ke lingkungan budidaya sangat dipengaruhi oleh lingkungan
khususnya fisika kimia air. Kualitas air pada habitat ikan Tor soro dari tiga lokasi
diantara suhu 20 -27C, tingkat kecerahan air yang tinggi sampai sedikit keruh dengan
kadar oksigen terlarut sedang. dan pH 7. Pemgamatan parameter kualitas air sumber di
Instalasi Riset Plasma Nutfah Air Tawar Cijeruk Bogor seperti yang tertera pada Tabel 3.
Kondisi ini hampir mendekati kualitas air di habitatnya ini dapat mengurangi faktor stress
yang dapat menyebabkan kematian pada ikan koleksi.
Tabel 3. Data parameter kualitas air pendukung di Instalasi Riset Plasma Nutfah Air
Tawar Cijeruk Bogor
Parameter
Oksigen Terlarut (mg/l)
pH
Suhu (C)
CO2 (mg/l)
Kecerahan air (m)
Alkalinitas (mg/l)
NH4 (mg/l)
NO2 (mg/l)
Nilai
5,8-7,36
7,5
22-26
4,39-5,19
>1m
132-138
0,02 -0,031
0,146 -0,318
KESIMPULAN
Ikan Tor soro yang berada di Situs Aek Sirambe dan Tarutung oleh masyarakat
sekitarnya disebut ihan dan di Bahorok disebut Jurung. Ikan dari lokasi tersebut dapat
beradaptasi sampai generasi dua (F1) dengan karakter reproduksi yang berbeda. Ikan Tor
soro mempunyai habitat perairan umum, sungai yang jernih dengan dasar bebatuan
koral. Saat memijah menaruh telur yang besifat tenggelam (fergofil) di dasar koral.
Memijah pada daerah yang mempunyai aliran tenang. Ikan betina mulai matang kelamin
ukuran 780 -920 g dan jantan 90 130 g. Pembuahan buatan dapat dilakukan setelah
ovulasi melalui penyuntikan hormon HCG 500 IU dan 0,8 ml Ovaprim per kg induk.
Oosit ikan dari tiga lokasi TKG IV(siap pijah) 2,7 -3,0 mm. Diameter telur saat ovulasi
3,0 3,2 mm.Fekunditas per kg induk betina 824 1.240 butir telur/kg. Fase kritis di alam
masa inkubasi telur 91- 130 jam pada suhu 21 - 24 C dan masa habis yolksack 260 jam
(11 hari).
SARAN
Dengan diperolehnya informasi habitat dapat ditentukan daerah reservat
khususnya untuk tempat-tempat pemijahan ikan dan mempertahankan tanaman jenis
jabi-jabi/beringin sebagai sumber pakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup ikan
Tor soro. Selanjutnya penguasaan teknologi pembenihan dapat menghasikan produk
biologi yang dapat digunakan untuk restocking di alam.
Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011
DAFTAR PUSTAKA
Asih, S., J. Subagja & Muharam. 2003. Pembenihan ikan Soro (Tor soro) dalam
mendukung kegiatan perikanan yang berbasis budidaya (CBF= Culture Base
Fisheries). Makalah disampaikan pada sosialisasi CBF di danau Toba, 5-6
Februari 2003.12 p.
Asih, S., J. Subagja, Winarlin & A.Widiyati. 2004. Pengusaan teknik pembenihan dan
pembesaran ikan Tor soro dan peningkatan kualitas telur melalui perlakuan
hormonal pada penyuntikan awal dalam dosis dan selang waktu yang berbeda.
Laporan Penelitian BRPBAT. (Tidak Dipublikasikan).
Asih, S., Estu Nugroho, Anang Hari Kristanto & Mulyasari, 2008. Penentuan variasi
genetik ikan Tor soro (Tor soro) dari Sumatera dan Jawa Barat dengan metode
analisis random Amplied Polymorphism DNA (RAPD). Jurnal Riset Akuakultur.
Vol 3. No 1. Tahun 2008. 91-97 pp.
Hardjamulia, A., S. Asih, N. Suhenda, & B. Muharam, 2000. Pelestarian ex situ Plasma
nutfah ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan Tor soro (Tor soro). Annual report
The Partycipatory Development Technology Project PATP. Balitkanwar
Sukamandi.
Haryono, Agus. H. Tj., J. Subagja, S. Asih & G. Wahyudewantoro, 2010. Teknik
budididaya ikan tambra. ISBN 978--979-799-450-1. 1. Ikan tambra. 2. Budidaya.
639.3. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.
52 p.
Kiat, N. C. 2004. The king of rivers Masheer in malayan and the region. Inter Sea
Fishery. Selangor Malaysia. 170 pp.
Kottellat, M. A.J. Whitten, S.N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes
of Western Indonesia and Sulawesi, Periplus Editions Limited.
Kotelatt. 2001. Fishes of Laos. Publications (Pte) Ltd. Colombo Srilangka.
Kristanto. A. H, S. Asih & Winarlin. 2007. Karakterisasi reproduksi dan morfometrik
ikan Tor soro dari dua lokasi (Sumatra utara dan Jawa). Jurnal Riset Akuakultur.
2 (1) : 59-65 pp.
Hutahuruk, M. 2008. Naipospos Ikan Batak :www.naipospos.net/?p=110.
Nugroho. E, J. Subagja, S. Asih & T. Kurniasih. 2006. Evaluasi keragaman genetik ikan
kancra dengan menggunakan marker Mt DNA D-Loop dan Random Amplified
Polymorphism Dna (RAPD). Jurnal Riset Akuakultur Vol 1.no 2. 211 -217 pp.
Schuster & R. R. Djajadiredja. 1952. Local common names of Indonesian fishes. Van
Hoeve, Bandung, s-Gravenhage.
Sukadi, M. Fatuchri, E. Nugroho, A. H. Kristanto, A. Widiyati, Winarlin & H.
Djajasewaka. 2008. Pengembangan komoditas perikanan budidaya air tawar di
propinsi Kalimantan Barat (Eds) Dalam A. Sudrajat, I.W. Rusastra dan S.
Budiharsono. Analisis Kebijakan Pembangunan Perikanan Budidaya. Puris
Perikanan Budidaya: 57 -70 pp.
Tave, D. 1995. Selection Breeding Programs for Medium Sized fish Farm. FAO. Roma,
122 p.
Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011