Anda di halaman 1dari 15

Ikan lele (Clarias batrachus) pertama kali matang kelamin pada umur satu tahun

(Chinabut et al. 1991) dengan ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat
tubuh 100 sampai 200 gram (Mollah dan Tan 1983; Suyanto 1986). Di Thailand, ikan
lele yang hidup di alam memijah pada musim penghujan dari bulan Mei sampai
Oktober (Chinabut et al. 1991).

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Taksonomi dan Morfologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burchell)
Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus Burchell) berasal dari Benua Afrika dan pertama kali
didatangkan ke Indonesia pada tahun 1984. Jenis ikan lele ini termasuk hibrida dan pertumbuhan
badannya cukup spektakuler baik panjang tubuh maupun beratnya. Dibanding kerabat dekatnya
ikan lele lokal (Clarias batrachus) lele dumbo memiliki pertumbuhan empat kali lebih cepat. Oleh
sebab itu, ikan jenis ini dengan mudah menjadi populer di masyarakat (Santoso,1994)
Di Indonesia ada 6 (enam) jenis ikan lele yang dikembangkan:
1. Clarias batrachus, dikenal sebagai ikan lele (Jawa), ikan kalang (Sumatera
Barat), ikan maut (Sumatera Utara), dan ikan pintet (Kalimantan Selatan).
2. Clarias teysmani, dikenal sebagai lele Kembang (Jawa Barat), Kalang putih
(Padang).
3. Clarias melanoderma, yang dikenal sebagai ikan duri (Sumatera Selatan),
wais (Jawa Tengah), wiru (Jawa Barat).
4. Clarias nieuhofi, yang dikenal sebagai ikan lindi (Jawa), limbat (Sumatera
Barat), kaleh (Kalimantan Selatan).
5. Clarias loiacanthus, yang dikenal sebagai ikan keli (Sumatera Barat), ikan
penang (Kalimantan Timur).
6. Clarias gariepinus Burchell, yang dikenal sebagai lele dumbo berasal dari Afrika
(Djatmika et al,1986).7
Ikan lele digemari semua lapisan masyarakat sebagai protein hewani alternatif yang harganya
murah. Ikan lele mudah diolah, bergizi tinggi dan rasanya enak. Ikan lele dumbo mudah
dipelihara, disimpan dan dipasarkan baik berupa ikan hidup maupun ikan segar (Puspowardoyo
dan Djarijah, 2002).
Kedudukan taksonomi ikan lele dumbo adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Famili : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus Burchell (Djatmika et al,1986)
Santoso,1994) Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2002), Ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus Burchell) memiliki morfologi yang mirip dengan lele lokal (Clarias batrachus).
Bentuk tubuh memanjang, agak bulat, kepala gepeng dan batok kepalanya keras, tidak bersisik
dan berkulit licin, mulut besar, warna kulit badannya terdapat bercak-bercak kelabu seperti
jamur kulit manusia (panu). Ikan lele dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid,
mudfish dan walking catfish.8
Ciri-ciri morfologis lele dumbo lainnya adalah sungutnya. Sungut berada di sekitar mulut
berjumlah delapan buah atau 4 pasang terdiri dari sungut nasal dua buah, sungut mandibular luar
dua buah, mandibular dalam dua buah, serta sungut maxilar dua buah. Ikan lele mengenal
mangsanya dengan alat penciuman, lele dumbo juga dapat mengenal dan menemukan makanan
dengan cara rabaan (tentakel) dengan menggerak-gerakan salah satu sungutnya terutama
mandibular (Santoso, 1994). Lele dumbo mempunyai lima buah sirip yang terdiri dari sirip
pasangan (ganda) dan sirip tunggal. Sirip yang berpasangan adalah sirip dada (pectoral) dan
sirip perut (ventral), sedangkan yang tunggal adalah sirip punggung (dorsal), ekor (caudal) serta
sirip dubur (anal). Sirip dada ikan lele dumbo dilengkapi dengan patil atau taji tidak beracun.
Patil lele dumbo lebih pendek dan tumpul bila dibandingkan dengan lele lokal (Santoso, 1994).

B. HabitatIkan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai
dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air, semua perairan
tawar dapat menjadi lingkungan hidup atau habitat lele dumbo misalnya waduk, bendungan,
danau, rawa, dan genangan air tawar lainnya. Di alam bebas, lele dumbo ini memang lebih
menyukai air yang arusnya mengalir secara perlahan atau lambat. Aliran air arus yang deras lele
dumbo kurang menyukainya (Santoso, 1994).
Ikan Lele termasuk dalam jenis ikan air tawar dengan ciri ciri tubuh yang
memanjang, agak bulat, kepala gepeng, tidak memiliki sisik, mulut besar, warna
kelabu sampai hitam. Di sekitar mulut terdapat bagian nasal, maksila, mandibula luar
dan mandibula dalam, masing-masing terdapat sepasang kumis. Hanya kumis bagian
mandibula yang dapat digerakkan untuk meraba makanannya. Kulit lele dumbo
berlendir tidak bersisik, berwarna hitam pada bagian punggung (dorsal) dan bagian
samping (lateral). Sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur merupakan sirip tunggal,
sedangkan sirip perut dan sirip dada merupakan sirip ganda. Pada sirip dada terdapat
duri yang keras dan runcing yang disebut patil. Patil lele dumbo tidak beracun
(Suyanto 2007). Lele juga memiliki alat pernafasan tambahan berupa modifikasi dari
busur insangnya. Terdapat sepasang patil, yakni duri tulang yang tajam, pada siripsirip
dadanya. Lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin, kecuali lele laut
yang tergolong ke dalam marga dan suku yang berbeda (Ariidae). Habitatnya di
sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air.
Bahkan ikan lele bisa hidup pada air yang tercemar, misalkan di got-got dan selokan
pembuangan. Ikan lele bersifat nokturnal, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada
malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat gelap. Di
alam, ikan lele memijah pada musim penghujan.(www.fishbase.org)

Ikan lele secara morfologi memiliki bentuk tubuh yang memanjang dan berkulit licin ( tidak
bersisik ). Sesuai dangan familinya yaitu Clariidae yang memiliki bentuk kepala pipih dengan
tulang keras sebagai batok kepala. Disekitar mulut terdapat 4 pasang sungut. Pada sirip dada
terdapat patil atau duri keras yang berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan diri. Secara
anatomi ikan lele meiliki alat pernafasan tambahan yang terletak di bagian dapan rongga insang,
yang memungkinkan ikan untuk mengambil oksigen langsung dari udara. Oleh karena itu, ikan
lele dapat hidup dalam kondisi perairan yang mengandung sedikit kadar oksigen ( Suyanto, 1999
).
Ikan lele menurut klasifikasi berdasar taksonomi yang dikemukakan oleh Weber de Beaufort
(1965) digolongkan sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidae
Famili : Clariidae
Genus : Clarias

Ikan lele adalah pemakan jasad hewani yaitu krustassea kecil, larva serangga, cacing dan
moluska. Ikan lele merupakan ikan yang termasuk dalam famili Clariidae memiliki bentuk badan
yang memanjang, berkepala pipih, tidak bersisik, memiliki empat pasang kumis yang
memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki alat pernafasan tambahan yang bekerja apabila
insang tidak dapat memperoleh kebutuhan oksigen pada bagian depan rongga insang yaitu
arborescen organ. Bagian depan badannya terdapat penampang melintang yang membulat,
sedang bagian tengah dan belakang berbentuk pipih (Najiyati, 1992).
Ikan lele secara alami bersifat nocturnal, artinya aktif pada malam hari atau lebih menyukai
tempat yang gelap, pada siang hari ikan lele lebih memilih berdiam diri dan berlindung di
tempat-tempat gelap. Dalam usaha budidaya ikan lele dapat beradaptasi menjadi sifat diurnal.
Ikan lele termasuk dalam golongan ikan pemakan segala (omnivora) tetapi cenderung pemakan
daging (karnivora) (Anonimous, 1992 dalam Fitriah, 2004). Sebagai alat bantu renang, lele
memiliki tiga buah sirip tunggal yaitu sirip punggung, sirip ekor, sirip dubur. Lele juga memiliki
sirip berpasangan yaitu sirip dada dan sirip perut. Sirip dada dilengkapi dengan sirip yang keras
dan runcing yang disebut dengan patil. Patil ini berguna sebagai senjata dan alat bantu untuk
bergerak (Khairuman dan Amri, 2002 dalam Fitriah, 2004).

Daftar Pustaka

Boyd, C. E. 1990. Water quality management in pond fish. Research and development series no.
22. International for aquaculture. Agriculture experiment station. Auburn Alabama.
Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Jakarta : Penebar Swadaya.
Fitriah, Husnul. 2004. Pengaruh Penambahan Dosis Karbon Berbeda Pada Media Pemeliharaan
Terhadap Produksi Benih Lele Dumbo (Clarias sp.). Skripsi. Departemen Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Herpher, B., dan Y. Pruginin. 1984. Commercial Fish Farming With Special Reference to Fish
Culture in Israel. John Willey and Sons, New York. 103 hal.
Khairuman dan Amri, Khairul. 2006. Budi Daya Ikan Lele Dumbo Secara Intensif. Jakarta :
Gramedia.
Najiyati, Sri. 1992. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Jakarta : Penebar
Swadaya.
NRC. 1977. Nutrition and Requirement of Warm Water Fishes. National Academic of Science
Washington D.C. 248 pp.
Safitri, Amelia. 2007. Kinerja Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Lele Dumbo
Clarias sp. pada Media dengan Kadar Amonia Berbeda. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
Suyanto, S. Rachmatun. 2006. Budi Daya Ikan Lele. Jakarta : Penebar Swadaya..
Yustikasari, Yesi. 2004. Pengaruh Penyuntikan Ekstrak Jahe Terhadap Perkembangan Diameter
dan Posisi Inti Sel Telur Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.). Skripsi. Departemen Budidaya
Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Zonneveld, N.E.A. Huisman dan J.H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Terjemahan
PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Ikan lele adalah salah satu ikan yang berasal dari Taiwan dan pertama kali masuk ke
Indonesia pada tahun 1985 melalui sebuh perusahaan swasta di Jakarta (Suryanto, 1986). Lele
(Clarias sp.) merupakan salah satu dari berbagai jenis ikan yang sudah banyak dibudidayakan di
Indonesia, dalam habitatnya ikan lele sangat fleksibel, dapat dibudidayakan dengan padat
penebaran tinggi, pertumbuhannya sangat pesat, dan dapat hidup pada lingkungan dengan kadar
oksigen rendah.
Gambar 1. Ikan lele (Clarias sp.)

Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan lele adalah sebagai berikut:


Kingdom : Animalia
Sub-kingdom : Metazoa
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Siluroidea
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp.
Ikan lele (Clarias sp.) adalah ikan yang termasuk dalam golongan catfish. Ikan lele
mudah beradaptasi meskipun dalam lingkungan yang kritis, misalnya perairan yang kecil kadar
oksigennya dan sedikit air. Ikan lele juga termasuk ikan omnivor, yaitu pemakan segala jenis
makanan tetapi cenderung pemakan daging atau karnivora. Secara alami ikan lele bersifat
nokturnal, artinya aktif pada malam hari atau lebih menyukai tempat yang gelap, tetapi dalam
usaha budidaya ikan lele dibuat beradaptasi menjadi diurnal (Suryanto, 1986).
Ikan lele mempunyai bentuk badan yang berbeda dengan ikan lainnya, sehingga dapat
dengan mudah dibedakan dengan jenis-jenis ikan lain. Menurut Astuti (2003) ikan lele memiliki
bentuk badan yang memanjang, berkepala pipih, tidak bersisik, memiliki empat pasang kumis
yang memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki alat pernapasan tambahan (arborescent
organ). Bagian depan badannya terdapat penampang melintang yang membulat, sedang bagian
tengah dan belakang berbentuk pipih. Ikan lele memiliki alat pernapasan tambahan dalam
kondisi lingkungan perairan yang sedikit akan kandungan oksigen terlarut disebut dengan
arboresence (Suryanto, 1986). Alat pernapasan tambahan ini terletak di bagian kepala di dalam
rongga yang dibentuk oleh dua pelat tulang kepala. Alat pernapasan ini berwarna kemerahan dan
berbentuk seperti tajuk pohon rimbun yang penuh kapiler-kapiler darah. Mulutnya terdapat
dibagian ujung moncong dan dihiasi oleh empat pasang sungut, yaitu satu pasang sungut hidung,
satu pasang sungut maksilar (berfungsi sebagai tentakel), dan dua pasang sungut mandibula.
Insangnya berukuran kecil dan terletak pada kepala bagian belakang (Pillay, 1990).
Ikan lele mempunyai jumlah sirip punggung D.68-79, sirip dada P.9-10, sirip perut V.5-6,
sirip anal A.50-60 dan jumlah sungut sebanyak 4 pasang, 1 pasang diantaranya lebih panjang dan
besar. Panjang baku 5-6 kali tinggi badan dan perbandingan antara panjang baku terhadap
panjang kepala adalah 1: 3-4. Ukuran matanya sekitar 1/8 panjang kepalanya. Giginya berbentuk
villiform dan menempel pada rahang. Penglihatan lele kurang berfungsi dengan baik, akan tetapi
ikan lele memiliki dua buah alat olfaktori yang terletak berdekatan dengan sungut hidung untuk
mengenali mangsanya melalui perabaan dan penciuman. Jari-jari pertama sirip pektoralnya
sangat kuat dan bergerigi pada kedua sisinya serta kasar. Jari-jari sirip pertama itu mengandung
bisa dan berfungsi sebagai senjata serta alat penggerak pada saat ikan lele berada di permukaan
(Rahardjo dan Muniarti, 1984).
Semua jenis ikan lele berkembang dengan ovipar, yakni pembuahan telur di luar tubuh.
Ikan lele memiliki gonad satu pasang dan terletak disekitar usus. Ikan lele memiliki lambung
yang relatif besar dan panjang. Tetapi ususnya relatif pendek daripada badannya. Hati dan
gelembung renang ikan lele berjumlah 2 dan masing-masing sepasang.
Habitat ikan lele di alam adalah di perairan tergenang yang relatif dangkal, ada pelindung
atau tempat yang agak gelap dan lebih menyukai substrat berlumpur. Kualitas air yang dianggap
baik untuk kehidupan lele adalah suhu yang berkisar antara 20-30oC, akan tetapi suhu
optimalnya adalah 27oC, kandunga oksigen terlarut > 3 ppm, pH 6.5-8 dan NH3 sebesar 0.05
ppm (Khairuman dan Amri, 2002).

Effendi, Irzal. 2004. Pengantar Akuakultur. PT Penebar Swadaya. Jakarta


Astuti, Asrini Budi. 2003. Interaksi Pestisida dan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan
Lele Dumbo (Clarias sp.). Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Khairuman dan Amri, Khairul, 2002. Budidaya Lele Dumbo secara Intensif. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Pillay, T. V. R. 1990. Aquaculture, Principles and Practices. Fishing News Books, Oxford, London,
Edinburgh, Cambridge, Victoria.
Rahardjo, MF dan Muniarti. 1984. Anatomi beberapa jenis Ikan ekonomis penting di Indonesia.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
Saanin, 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Volume I dan II. Bina Rupa Aksara. Jakarta
Suyanto, S.R. 1986. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. 88 hal.

Menurut Suyanto (2007), habitat atau lingkungan hidup ikan lele ialah semua perairan tawar. Di sungai
yang airnya tidak terlalu deras, atau diperairan yang tenang seperti danau, waduk, telaga, rawa serta
genangan-genangan kecil seperti kolam, merupakan lingkungan hidup ikan lele.
Ikan lele memiliki organ insang tambahan yang memungkinkan ikan ini mengambil oksigen
pernapasannya dari udara di luar kolam. Karena itu ikan lele tahan hidup di perairan yang airnya
mengandung sedikit oksigen. Ikan lele ini relatif tahan terhadap pencemaran bahan-bahan organik.Oleh
karena itu ikan lele tahan hidup dicomberan yang airnya kotor. Ikan lele hidup dengan baik di dataran
rendah sampai perbukitan yang tidak terlalu tinggi. Apabila suhu tempat hidupnya terlalu dingin,
misalnya di bawah 200 C pertumbuhannya agak lambat. Di daerah pegunungan dengan ketinggian di
atas 700 m, pertumbuhan ikan lele kurang begitu baik. Lele tidak pernah ditemukan hidup di air payau
atau asin (Suyanto, 2007).
2.1.5 Tingkah Laku
Menurut Suyanto (2007), ikan lele adalah ikan yang hidup di air tawar. Ia bersifat nocturnal, artinya ia
aktif pada malam hari atau menyukai tempat yang gelap. Pada siang hari yang cerah, ikan lele lebih suka
berdiam di dalam lubang-lubang atau tempat yang tenang dan alirannya tidak terlalu deras.
Ikan lele membuat sarang di dalam lubang-lubang di tepian sungai, tepi-tepi rawa atau pematang
sawah, kolam yang teduh dan tenang.
2.1.6 Siklus Hidup
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2006), di peraian alam, lele dumbo biasa biasa berpijah selama
musim hujan, tetapi dalam kolam budidaya dapat dipijahkan sepanjang tahun. Dalam kondisi normal,
lele dumbo dapat tumbuh mencapai 250 g/ekordan panjang 25 cm selama 100 hari.
Menurut Suyanto (2007), ikan lele mencapai kedewasaannya setelah mencapai ukuran 100 g atau lebih.
Jika sudah masanya berkembang biak, ikan jantan dan betina berpasangan. Pasangan itu lalu mencari
tempat, yakni tempat yang teduh dan aman untuk bersarang. Lubang sarang ikan lele terdapat kira-kira
20-30 cm di bawah permukaan air. Ikan lele tidak membuat sarang dari suatu bahan (jerami atau
rumput-rumputan) seperti ikan gurame, melainkan hanya meletakkan telurnya di atas dasar lubang
sarangnya itu.
Pada perkawinannya, induk betina melepaskan telur bersamaan waktunya dengan jantan melepaskan
mani (sperma) di dalam air. Terjadilah pembuahan di dalam air.Telur yang dibuahi dijaga oleh induk
betina sampai telur menetas dan kuat berenang. Lama penjagaan ini seminggu sampai sepuluh hari.
Setelah perkawinan, induk jantan meninggalkan sarang dan tidak menghiraukan anak-anaknya (Suyanto,
2007).
Seekor induk betina dapat menghasilkan 1.000 sampai 4.000 butir telur sekali memijah. Dalam tempo 24
jam setelah perkawinan, telur akan menetas (Suyanto, 2007).
2.1.7 Makanan
Menurut Rukmana (2003), Ikan lele temasuk pemakan segala bahan makanan (omnivora), baik bahan
hewani maupun nabati. Dilihat dari jumlahnya, ikan lele dumbo lebih banyak memakan bahan hewani
dibandingkan dengan bahan nabati. Anak ikan lele memakan protozoa, rotifera, crustacea yang halus
dan fitoplankton. Sementara ikan lele dumbo dewasa memakan cacing dan larva insekta, ikan-ikan kecil,
udang, bahan organik, dan jasad-jasad yang telah membusuk.
Menurut Suyanto (2007), makanan alami ikan lele ialah binatang-binatang renik, seperti kutu-kutu air
(Daphnia, Cladosera, Copepoda), cacing-cacing, larva (jentik-jentik serangga), siput-siput kecil, dan
sebagainya.
2.2 Pemilihan Lokasi
Menurut Soetomo (2000), Dalam pemilihan lokasi untuk usaha beternak ikan lele dumbo adalah pada
tanah yang mempunyai nilai tanah (harga) yang masih rendah, sehingga investasi modal yang kita tanam
untuk membeli tanah sebagai lahan usaha murah, apalagi dekat dengan jalan besar atau setidak-
tidaknya lokasi mudah dijangkau kendaraan, khususnya kendaraan roda empat.
Dekat dengan sumber air yang tidak tercemar oleh bahan kimia, limbah industri, merkuri, air
mengandung kadar minyak atau bahan lainnya, yang dapat mematikan ikan (Soetomo, 2000).
Pemakaian air untuk keperluan kolam peternakan ikan lele dumbo tidak boleh mengakibatkan
perubahan dan kerusakan sistem irigasi yang sudah ada. Harus tersedia air yang cukup selama
melakukan kegiatan usaha beternak ikan lele dumbo. Lokasi ini bukan merupakan tempat yang rawan
banjir. Di sekitar lokasi usaha banyak terdapat bahan makanan yang murah dan bermutu, baik makanan
alami maupun makanan tambahan, sehingga biaya pemeliharaan menjadi murah (Soetomo, 2000).
2.3 Sarana Pembenihan
Menurut Kordi (2004), sarana pembenihan untuk menunjang usaha pembenihan ikan lele diantaranya
yaitu :
1. Kolam pemeliharaan Induk
Kolam pemeliharaan induk berfungsi sebagai kolam khusus yang digunakan untuk memelihara induk.
Kolam ini digunakan sebagai tempat membesarkan ikan-ikan yang kemudian dijadikan induk atau
memelihara ikan sampai matang gonad dan sebagai tempat induk-induk ikan yang telah selesai
dipijahkan. Kolam pemeliharaan induk biasanya disediakan sebanyak 2 buah, satu untuk induk jantan
dan satu lagi untuk induk betina. Ukuran kolam tergantung dari kebutuhan maupun lahan yang tersedia.
Ukuran kolam yang umum antara 100-400 m2.
2. Kolam Pemijahan
Kolam pemijahan berfungsi untuk mempertemukan (mengawinkan) induk jantan dan betina yang telah
matang telur. Bila lokasi yang tersedia tidak mencukupi, maka kolam pemijahan dan kolam
pemeliharaan induk cukup satu kolam saja.
3. Kolam Penetasan Telur
Kolam penetasan telur digunakan untuk menetaskan telur-telur yang terbuahi. Selain dilakukan di kolam
penetasan khusus, penetasan telur juga dilakukan di tempat lain seperti bak beton, corong, atau di
hapa. Penetasan telur juga dilakukan pada kolam pemeliharaan induk dan kolam pemijahan.
4. Kolam Pemeliharaan Larva
Kolam pemeliharaan larva digunakan untuk memelihara larva. Larva yang sudah lepas dari induknya,
dapat mencari makan sendiri, tetapi masih lemah dan belum dapat berenang cepat. Kolam yang
digunakan dapat berupa kolam tanah, kolam beton ataupun di sawah. Kolam biasanya berukuran antara
100-600 m2.
5. Kolam Pemeliharaan Benih
Kolam pemeliharaan benih digunakan untuk memelihara anak ikan pasca larva. Kolam dapat berupa
kolam tanah, kolam beton atau di sawah. Ukuran kolam untuk pemeliharaan benih antara 250-600 m2.
Pada pembenihan yang lebih maju, kolam pemeliharaan benih terdiri dari beberapa buah, yaitu
pemeliharaan benih I, II, dan III. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2 berikut :
Gambar 2. Sarana pembenihan (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006)
2.4 Pemeliharaan Induk
Menurut Suyanto (2007), pemeliharaan dan perawatan calon induk lele harus diusahakan agar induk
selalu dalam keadaan sehat, tidak mudah terserang penyakit, vitalitasnya tinggi, supaya dapat
menghasilkan keturunan yang sehat.
Menurut Khairuman dan Amri (2002), induk jantan dipelihara secara terpisah dengan induk betina. Hal
ini memudahkan dalam pengelolaan, pengontrolan, dan yang terpenting dapat mencegah terjadinya
"mijah maling" atau memijah di luar kehendak. Kolam induk berupa kolam tanah, kolam tembok, atau
kolam tanah dengan pematang tembok. Tidak ada ketentuan khusus tentang ukuran kolam untuk
pemeliharaan induk. Setiap kolam dilengkapi saluran pemasukan dan pengeluaran air. Di kedua saluran
ini di pasang saringan agar hewan liar tidak masuk dan induk-induk yang dipelihara tidak dapat keluar
atau kabur. Kepadatan penebaran antara 3-4 kg/m2, sedangkan ketinggian air di kolam induk antara 60-
75 cm dengan debit 20-25 liter/menit. Air yang mengairi kolam induk sebaiknya bersih dan tidak
tercemar limbah rumah tangga atau limbah lainnya. Agar diperoleh kematangan induk yang memadai,
setiap hari induk diberi pakan bergizi. Jenis pakan yang diberikan berupa pakan buatan berupa pellet
sebanyak 3-5% per hari dari bobot induk yang dipelihara. Pakan diberikan dua sampai tiga kali sehari
pada pagi, sore, dan malam hari.
Menurut pendapat Soetomo (2000), perbedaan lele jantan dan lele betina adalah:
a. Lele jantan
Memiliki naluri gerakan yang lincah
Postur tubuh dan perut yang ramping
Memiliki tulang lempeng kepala lebih mendatar
Warna tubuh hijau kehitam-hitaman, kadang-kadang lebih gelap
Lubang kelamin runcing dan lebih menonjol
b. Lele betina
Memiliki naluri gerakan lambat/lamban
Postur tubuh gemuk dan lembek
Warna tubuh kelabu ke kuning-kuningan
Lebih cerah dari yang lainnya
Gonad/kelamin bentuknya bulat telur dan agak melebar

Induk yang dipilih sebaiknya yang telah biasa dipelihara di kolam. Perawatan ditujukan agar induk selalu
dalam keadaan sehat, mempunyai vitalitas tinggi dan menghasilkan keturunan yang sehat. Induk yang
telah berumur 1 tahun lebih dengan berat minimal 150 gr dapat dipijahkan sampai ia berumur 5 tahun
dengan interval 2 bulan sekali. Untuk itu, induk perlu dirawat dan dijaga kebersihan lingkungannya
dengan cara sebagai berikut:
a. Mengatur aliran air masuk yang bersih, walaupun kecepatan aliran air tidak perlu deras. Cukup 5-6
liter/menit.
b. Memberikan makanan yang cukup kandungan gizinya dengan kadar protein lebih dari 35%
c. Segera dipisahkan induk-induk yang mulai lemah atau yang terserang penyakit untuk segera diobati.
d. Ikan lele yang hanya diberi makanan daun-daunan, pertumbuhannya lebih lambat daripada yang
diberikan makanan berupa pelet, cacing, serangga, dan makanan buatan lainnya.
2.5 Seleksi Induk
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2006), seleksi induk harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak
menimbulkan gangguan fisik ataupun psikis. Lele dumbo yang mengalami gangguan fisik ataupun psikis
akan menjadi stress sehingga telur keluar lebih dini atau bahkan tidak mau bertelur sama sekali. Telur
yang keluar lebih awal sebelum induk dimasukkan berpasangan dalam kolam pemijahan tidak akan
terbuahi. Sebaliknya, telur yang tidak keluar selama proses pemijahan akan diserap kembali oleh
dinding-dinding ovarium untuk diproses menjadi makanan (energi) dan disimpan kembali dalam bentuk
daging.
Menurut Soetomo (2000), memilih induk lele harus cermat dan teliti agar memperoleh induk lele yang
baik, yang nantinya mampu menghasilkan benih yang bermutu dan terus menerus sehingga budidaya
atau berternak ikan lele berhasil. Persyaratan calon induk lele yaitu sehat, tidak cacat, lincah, berumur
minimum 1 tahun, panjang 20 - 25 cm dengan berat 150 350 gr, apabila kena sinar warna kulit
punggung lele mengkilat seperti beledu, calon induk lele sudah jinak dan tidak liar.
Menurut Budi (2009), ciri-ciri induk lele siap pijah secara umum adalah calon induk terlihat mulai
berpasang-pasangan, kejar-kejaran antara induk jantan dan betina. Adapun diuraikan secara detail cirri-
ciri induk lele siap pijah adalah sebagai berikut :
a. Ciriciri induk lele jantan siap pijah
1. Ukuran kepala lebih kecil dari betina
2. Warna kulit dada lebih suram dari si betina
3. Kelamin (urogenital papilla) menonjol, memanjang kearah belakang, terletak di belakang anus dan
warna kemerahan
4. Gerakan lincah
5. Perutnya lebih langsing
6. Apabila diurut di daerah perut maka akan keluar cairan putih kental (sperma)
7. Kulit lebih halus di banding induk betina.
b. Ciriciri induk betina siap pijah
1. Kepala lebih besar dari sang jantan
2. Warna kulit dada lebih terang
3. Kelamin (urogenital papilla) berbentuk oval berwarna kemerahan, lubangnya agak lebar dan terletak
di belakang anus.
4. Gerakannya lambat.
5. Perutnya lebih gembung dan lunak.
6. Apabila diurut di bagian perut ke arah anus maka akan mengeluarkan cairan kekuningan ( ovum/telur
).
2.6 Pemijahan
2.6.1 Persiapan pemijahan
Menurut Khairuman dan Amri (2002), pembuatan atau persiapan kolam pemijahan dilakukan
bersamaan dengan persiapan atau pemilihan induk. Untuk setiap pasang induk yang beratnya 1 kg
diperlukan satu buah kolam pemijahan, dengan ukuran 1 x 2 x 0,5 m. Sebelum digunakan, kolam atau
bak dicuci bersih agar lele terhindar dari serangan penyakit. Selanjutnya bak diisi air bersih setinggi 50-
60 m. Sebagai tempaat menempelnya telur, di dasar bak dipasang kakaban yang terbuat dari ijuk.
Kakaban harus menutupi seluruh permukaan dasar kolam pemijahan, sehingga semua telur lele
tertampung di kakaban. Bagian atas kolam pemijahan ditutupi dengan papan atau triplek atau anyaman
bambu untuk mencegah induk lele yang sedang dipijahkan meloncat keluar.
2.6.2 Proses Pemijahan
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2006), Induk lele jantan dan betina yang sudah diseleksi segera
dimasukkan ke dalam kolam pemijahan. Setiap pasangan induk terdiri atas 1 (satu) ekor induk jantan
dan 2 (dua) ekor induk betina. Usahakan agar induk lele dumbo yang dipijahkan tidak beringas sehingga
saling menyerang satu sama lain. Di kolam pemijahan, biasanya induk jantan yang telah matang kelamin
dan tidak menemukan pasangan induk betina yang matang telur akan menjadi beringas. Untuk
mencegah prilaku beringas ini, maka induk-induk lele dumbo betina harus diusahakan yang benar-benar
sudah siap berpijah.
Pasangan induk lele yang cocok dan telah matang kelamin akan segera berpijah setelah dimasukkan ke
dalam kolam pemijahan. Biasanya induk lele dumbo berpijah pada tengah malam menjelang pagi, yakni
sekitar pukul 02.00-04.00. Tetapi, proses pemijahan tersebut kadang-kadang mundur sampai sehari
lebih (24-36 jam) (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006).
Proses peijahan lele dumbo diawali dengan pengeluaran telur dari induk betina dan disusul dengan
semprotan sperma oleh induk jantan. Induk yang telah berpijah dapat dilihat dari prilaku dan telur hasil
pemijahannya. Prilaku induk lele jantan yang telah berpijah menjadi lebih tenang dan lebih banyak diam.
Sedangkan induk lele dumbo betina yang telah berpijah akan menepi di pinggiran kolam (Puspowardoyo
dan Djarijah, 2006).
Induk lele dumbo yang telah memijah tersebut sebenarnya sangat lapar dan lelah. Jika induk lele
tersebut dalam beberapa jam tidak mendapat makanan untuk disantap, maka induk-induk tersebut akan
memakan telurnya sendiri. Oleh karena itu, pagi hari setelah berpijah, induk lele dumbo yang telah
memijah harus segera ditangkap dan dimasukkan lagi ke kolam penampungan serta diberi makanan
yang cukup. Sedangkan telur-telurnya dipindahkan ke kolam penetasan (Puspowardoyo dan Djarijah,
2006).
2.7 Penetasan Telur
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2006), telur hasil pemijahan akan menempel pada serabut
kakaban. Telur yang baik berwarna kuning jernih, kelihatan segar, mengkilat, dan tampak bulatan kecil
seperti inti atau nokta di tengahnya. Sedangkan telur yang jelek berwarna putih keruh. Telur yang baik
akan menetas menjadi larva sedangkan yang jelek akan membusuk.

Pemindahan telur-telur lele dumbo ke kolam penetasan dilakukan dengan cara diangkat beserta
kakabannya. Sedangkan telur yang tercecer di dasar kolam dipungut dengan cara disipon dan disaring
dengan kain halus. Telur yang terambil dimasukkan ke dalam ember dan selanjutnya dimasukkan ke
dalam bak penetasan (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006).
Telur lele dumbo akan menetas menjadi larva setelah 24-36 jam kemudian. Larva yang menetas akan
bergerak di dasar kolam atau melayang disekitar serabut kakaban. Sesekali larva akan bergerak ke
permukaan air, kemudian menyelam kembali (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006).
Kakaban diangkat setelah 3 (tiga) hari sejak telur menetas. Kemudian, kakaban dibersihkan dan
dikeringkan. Kakaban ini dapat digunakan lagi untuk pemijahan berikutnya. Telur-telur yang tidak
menetas dan mati dibuang dengan cara disipon (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006).
Selama perawatan telur sampai menetas perlu dikucurkan atau ditambakan air sebagai penganti air
yang terbuang saat melakukan penyiponan. Tambahkan pula obat (bahan kimia) malachyt green yang
dilarutkan dalam media (air), dosisnya 0,1 ppm. Obat atau desinfektan ini akan melindungi telur dan
larva dari serangan jamur ataupun bakteri (Puspowardoyo dan Djarijah, 2006).
2.8 Pemeliharaan Larva
2.8.1 Pengelolaan Kualitas Air
Menurut Khairuman dan Amri (2002), kolam atau tempat penetasan telur sekaligus dijadikan sebagai
tempat pemeliharaan larva. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan selama pemeliharaan larva,
yakni kualitas air tetap terjaga dengan baik dan pakan harus tersedia dalam jumlah dan kualitas yang
mencukupi. Karenanya penggantian atau penambahan air harus dilakukan setiap 2 hari sekali atau
tergantung dari kebutuhan dengan melihat kualitas air yang ada di dalam kolam penetasan.
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2006), penggantian air pada bak perawatan larva dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
a. Penggantian air hanya dilakukan setiap hari untuk menambah volume air yang terbuang saat
dilakukan penyiponan.
b. Usahakan agar air yang ditambahkan tidak melebihi 10% dari total volume bak perawatan larva.
c. Setiap melakukan penyiponan sekaligus disedot pula kotoran dan sisa makanan dan bangkai larva
yang mengendap didasar kolam.
d. Untuk mempertahankan kondisi oksigen dalam media dapat ditambahkan semburan air yang disuplai
dari bak penampungan. Semburan air ini dibuat mirip air mancur (spraying water). Kucuran air ini lebih
efektif dipancarkan (dialirkan) setiap malam.
2.8.2 Pengelolaan Pakan
2.8.2.1 Kultur Pakan Alami
Menurut Khairuman dan Amri (2002), kutu air (Daphnia sp) di samping dapat diperoleh dari alam, kutu
air atau daphnia sp. dapat dikultur atau dibudidayakan. Budidaya kutu air dapat dilakukan di bak atau
kolam tembok atau fiber glass berukuran 1x1x0,25 m atau disesuaikan dengan luas lahan. Mula-mula
bak dikeringkan dan dibersihkan, selanjutnya diisi air bersih yang berasal dari sumur pompa atau sumur
timba. Untuk mempercepat pertumbuhan kutu air, harus dilakukan pemupukan menggunakan kotoran
ayam yang sudah kering sebanyak 2-5 gr/liter.
Cara pemupukannya dengan menyaring kotoran ayam menggunakan karung atau media lain agar
bahan-bahan yang kasar (ampas) tidak masuk ke dalam bak atau wadah. Pupuk yang baik ditandai
dengan perubahan warna air menjadi cokelat seperti teh, setelah pupuk dimasukkan ke dalam bak.
Selanjutnya air dibiarkan selama 3-4 hari. Pada hari kelima diinokulasikan (ditebarkan) bibit-bibit
Daphnia sp. hasil tangkapan dari alam. Pada hari ketujuh baru dapat dipanen. Pemupukan dilakukan
ulang dengan dosis dari pemupukan pertama supaya Daphnia sp. selalu tersedia (Khairuman dan Amri
2002).

Anda mungkin juga menyukai