Anda di halaman 1dari 66

PREVALENSI INFEKSI HSV 1 DALAM RONGGA MULUT DI

SUB BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUT SMF GIGI DAN


MULUT RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr HASAN SADIKIN
BANDUNG PERIODE JUNI 2014-MEI 2015

SKRIPSI

SYANIA ARTHA ROVYNIA


160110110060

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2015

PREVALENSI INFEKSI HSV 1 DALAM RONGGA MULUT DI


SUB BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUT SMF GIGI DAN
MULUT RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr HASAN SADIKIN
BANDUNG PERIODE JUNI 2014-MEI 2015

SKRIPSI

diajukan untuk menempuh ujian sarjana


pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjadjaran

SYANIA ARTHA ROVYNIA


160110110060

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2015

JUDUL

: PREVALENSI INFEKSI HSV 1 DALAM RONGGA


MULUT DI SUB BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUT
SMF GIGI DAN MULUT RUMAH SAKIT UMUM
PUSAT Dr HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE
JUNI 2014 MEI 2015

PENYUSUN

: SYANIA ARTHA ROVYNIA

NPM

: 160110110060

Bandung, Oktober 2015

Menyetujui:
Pembimbing Utama,

drg. Riani Setiadhi, Sp.PM


NIP. 19541024 198003 2 002

Pembimbing Pendamping,

RianaWardani, drg.,MS
NIP. 19561228 198403 2 002

iv

Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap
waktu Dia selalu dalam kesibukan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang
kamu dustakan (Ar Rahman : 29-30)

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang
kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?
Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang beriman
bersamanya: Bilakah datangnya pertolongan Allah?Ingatlah, sesungguhnya
pertolongan Allah itu amat dekat. (Al Baqara : 214)

Kupersembahkan skripsi ini untuk,

Keluargaku tercinta, Ayah, Bunda, Zhafran, dan Oma.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas izin dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Prevalensi Infeksi HSV-1 dalam
Rongga Mulut di Sub Bagian Ilmu Penyakit Mulut SMF Gigi dan Mulut
Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin Bandung Periode Juni 2014
Mei 2015. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat
mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Padjadjaran.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan pelajaran
berharga, bantuan dan bimbingan serta motivasi. Penulis ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. drg. Nina Djustiana, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjadjaran Bandung.
2. drg. Riani Setiadhi, Sp. PM, selaku dosen pembimbing pertama yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, semangat, dan motivasi dalam
penyusunan skripsi ini.
3. drg. Riana Wardani, MS, selaku dosen pembimbing kedua yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, semangat dan motivasi dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Dr. drg. Yetty Herdiyati, S. Sp. Ped (K), Dr. drg Amaliya, MSc., drg Yuti
Malinda, MM., selaku dosen penguji yang telah memberikan penulis revisi
dan saran agar skripsi ini menjadi lebih baik.
5. Dr. drg. Sri Susilawati, M.Kes, selaku dosen wali yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, motivasi kepada penulis selama mengikuti kuliah
di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.
6. Seluruh dosen pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Padjadjaran yang telah mendidik penulis.

vi

7. Dokter-dokter residen di Sub Bagian Ilmu Penyakit Mulut SMF Gigi dan
Mulut RSHS Bandung yang telah menyemangati dan memotivasi penulis
selama penelitian.
8. Pak Edwin yang telah memberikan penulis banyak masukan, bantuan, dan
semangat selama penelitian.
9. Pak Koko yang telah meberikan penulis bantuan dan semangat.
10. Kepada yang tercinta Ayah (Asril, S.S.Kar., M.Hum), Bunda (Adjuoktoza
Rovylendes, S.St., M.Sn), Zhafran Abartha Riyadhi, Oma (Roslina S.
Taslim), yang telah memberikan kasih sayang, doa, semangat, bimbingan,
nasehat, motivasi dan mendengarkan keluh kesah penulis.
11. Tante Endang, Om Erin, Tante Tuti, Galih, yang telah memberikan penulis
banyak bantuan, bimbingan dan pengarahan selama penulis tinggal di
Bandung.
12. Bang Hendra Saputra yang telah mendengarkan, membatu, menyemangati,
menemani dan menasehati penulis selama penulisan skripsi.
13. Teman-temanku Mahardhika, Lia, Zaky, Ansila, Mv Voice, rekan koasku
Angel, Akhyardyni, dan seluruh rekan FKG Unpad angkatan 2011 yang
telah membantu dan menyemangati penulis.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas
dukungan dan doa.
Akhir kata, semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan berkah dan
rahmat-Nya atas kebaikan semua pihak, serta semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat dan menambah pengetahuan bagi yang membacanya.

Bandung, Juli 2015

Penulis

Prevalensi Infeksi HSV-1 dalam Rongga Mulut di Sub Bagian Ilmu Penyakit
Mulut SMF Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin
Bandung Periode Juni 2014-Mei 2015 Syania Artha Rovynia 160110110060

ABSTRAK

HSV-1 termasuk kedalam famili Human Herpes Virus atau virus herpes
yang menyerang manusia. Setelah pertama kali menginfeksi tubuh, virus ini akan
laten di ganglion saraf Trigeminal dan dapat aktif kembali jika dipicu oleh
menstruasi, stres, paparan sinar matahari. Umumnya menginfeksi daerah
pinggang keatas terutama daerah mulut dan wajah. Prevalensi infeksi HSV-1
cukup tinggi hampir diseluruh dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
prevalensi infeksi HSV-1 dalam rongga mulut di Sub Bagian IPM SMF Gigi dan
Mulut RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung periode Juni 2014-Mei 2015.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode survei. Sampel adalah
rekam medik / data pasien dengan diagnosa infeksi HSV-1 di Sub Bagian Ilmu
Penyakit Mulut RSUP Dr Hasan Sadikin yang dipilih dengan teknik purposive
sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 468 pasien yang dirawat di Sub
Bagian Ilmu Penyakit Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP Dr Hasan Sadikin
Bandung, 3.42% terinfeksi HSV-1, terdiri atas 15 pasien baru dan 1 orang dengan
kasus kambuhan. Lebih banyak terjadi pada wanita (60%) dibandingkan pria
(40%) dengan rasio 3:2 dan paling banyak menyerang kelompok usia 41-50 tahun.
Simpulan penelitian ini prevalensi infeksi HSV-1 dalam rongga mulut di
Sub Bagian Ilmu Penyakit Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP Dr Hasan Sadikin
Bandung periode Juni 2014-Mei 2015 sebesar 3.42%.

Kata kunci : prevalensi, infeksi HSV-1.

vii

The Prevalence of Oral HSV 1 Infection in Oral Medicine Sub Department,


Oral and Dental SMF RSUP Dr Hasan Sadikin June 2014- May 2015 Period
Syania Artha Rovynia 160110110060

ABSTRACT

HSV-1 is a member of family Human Herpes Viruses family or herpetic


viruses that infect human. After infects the body for the first time, this virus will be
latent in the trigeminal ganglion nerve and can be reactivated if triggered by
menstruation, stress, and exposure to sunlight. Generally, it infects upper part of
the body or above the waist especially oral and face. The prevalence of HSV-1
infection is high almost all over the world. The purpose of this study was to know
the prevalence of oral HSV-1 infection in Oral Medicine Sub Department, oral
and dental SMF RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung June 2014-May 2015 period.
This study was descriptive with survey method. The sample were medical
records or patients data who were diagnosed with HSV-1 infection in Oral
Medicine Sub Department RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung selected by
purposive sampling technique.
The result showed that from 468 among patients who were treated at Oral
Medicine Sub Department RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung, 3.42% were
infected by HSV-1 consisted of 15 new cases and 1 recurrent patient. Occurred
more frequently in female (60%), than male (40%) with a ratio 3:2 and mostly
infected people at the age of 41 to 50 year.
It was concluded that the prevalence of oral HSV-1 infection at Oral
Medicine Sub Department RSUP Dr. Hasan Sadikin June 2014-Mei 2015 period
was 3.42%.
Keyword: prevalence, HSV-1 infection

viii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTARv
ABSTRAK ...... vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xiii
DAFTAR GRAFIK ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..... xv

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 16
1.1 Latar Belakang Penelitian ................................................................... 16
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................. 18
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 19
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 19
1.4.1 Aspek Teoritis ............................................................................. 19
1.4.2 Aspek Praktis .............................................................................. 19
1.5 Kerangka Pemikiran ............................................................................ 20
1.6 Metodologi Penelitian.......................................................................... 22
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 23


2.1 Human Herpes Virus (HHV) .............................................................. 23
2.1.1 Herpes Simpleks tipe 1 (HHV-1/HSV-1) ............................ 23
2.1.2 Herpes Simpleks tipe 2 (HHV-2/HSV-2) ............................ 24
2.1.3 Varicella-Zoster Virus (HHV-3/VZV) ................................. 25
2.1.4 Epstein-Barr Virus (HHV-4/EBV) ....................................... 27
2.1.5 Cytomegalovirus (HHV-5/CMV) ......................................... 28
2.1.6 Human Herpes Virus tipe 6 (HHV-6) .................................. 29
2.1.7 Human Herpes Virus tipe 7 (HHV-7) .................................. 29
ix

2.1.8 Human Herpes Virus tipe 8 (HHV-8/KSHV) ..................... 30


2.2 Infeksi Herpes Simplek Virus tipe 1 (HSV-1) ................................. 30
2.2.1

Etiologi ..................................................................................... 30

2.2.2 Patofisiologi ............................................................................. 31


2.2.3 Faktor Predisposisi .................................................................. 33
2.2.4 Manifestasi Klinis ................................................................... 33
2.2.5 Manifestasi Oral ...................................................................... 34
2.2.6 Diagnosis .................................................................................. 36
2.2.7 Diagnosis Banding .................................................................. 37
2.2.8 Penatalaksanaan....................................................................... 38
2.2.9 Upaya Pencegahan .................................................................. 40
2.3 Prevalensi .............................................................................................. 41
2.3.1 Definisi Prevalensi .................................................................. 41
2.3.2 Perbedaan Prevalensi dan Insidensi ...................................... 41

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 42


3.1 Jenis Penelitian ..................................................................................... 42
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 42
3.3 Variabel Penelitian ............................................................................... 43
3.4 Definisi Operasional ............................................................................ 43
3.5 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................... 44
3.6 Prosedur Penelitian .............................................................................. 44
3.7 Analisis Data Penelitian ...................................................................... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...46


4.1 Hasil Penelitian...46
4.1.1

Prevalensi Perbulan Infeksi HSV-1 di Sub Bagian Ilmu


Penyakit Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP Dr Hasan
Sadikin

Bandung

Periode

Juni

2014-Mei

201546

xi

4.1.2 Distribusi Infeksi Berdasarkan Usia .47


4.1.3 Distribusi Infeksi HSV-1 Berdasarkan jenis kelamin dan
usia.....48
4.2 Perhitungan Data ..50
4.3 Pembahasan ..51

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ..55


5.1 Simpulan55
5.2 Saran..55

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 57


RIWAT HIDUP PENULIS ...66

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Karakteristik subfamili herpesviridae ................................................. 20


Tabel 2.1 Pemeriksaan untuk mendiagnosa HSV-1 (Parija, 2009)37
Tabel 2.2 Perbedaan HSV-1 dan RAS (Tilliss dan Jhon, 2002) ...39
Tabel 4.1 Data Jumlah Penderita Infeksi HSV-1 di Sub Bagian Ilmu Penyakit
Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung Bulan
Juni 2014-Mei 2015 . 46
Tabel 4.2 Distribusi Infeksi HSV-1 Berdasarkan Usia .48
Tabel 4.3 Gambaran Umum Distribusi Penderita Infeksi HSV-1 Berdasarkan Jenis
Kelamin dan Umur49

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur HSV ( http//:hub.med.uth.tmc.edu-hsvimage.htm)... .24


Gambar 2.2 Patogenesis infeksi herpes simpleks (Gandolfo, 2006).....33
Gambar 2.3 Lesi Pada Mukosa Labial Penderita Infeksi HSV-1 di IPM RSHS..34
Gambar 2.4 Lesi Pada Lidah Penderita Infeksi HSV-1 di IPM RSHS35
Gambar 2.5 Lesi pada Lidah Penderita Infeksi HSV-1 di IPM RSHS..35
Gambar 2.6 Lesi Pada Mukosa Bukal Penderita Infeksi HSV-1 di IPM RSHS....35
Gambar 2.7 Pewarnaan sediaan menggunakan Giemsa (Greenberg, 2008).37
Gambar 2.8 Lesi pada Stomatitis aftosa rekuren (Tilliss dan Jhon, 2002) ..38
Gambar 2.9 Lesi pada HSV-1 (Tillis dan Jhon, 2002).....38

xiii

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Persentase Penderita Infeksi HSV-1 di Sub Bagian Ilmu Penyakit
Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung
Bulan Juni 2014-Mei 2015..47
Diagram 4.2 Persentase Infeksi HSV-1 Pria dan Wanita49

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Surat Izin Penelitian .59

Lampiran 2

Surat Balasan Izin Penelitian60

Lampiran 3

Surat Penugasan Bimbingan Skripsi 61

Lampiran 4

Surat Permohonan Rekomendasi Etik..62

Lampiran 5

Surat Balasan Komite Etik...63

Lampiran 6

Data Rekam Medis / Logbook Pasien Infeksi HSV-1 di Sub Bagian


IPM SMF Gigi dan Mulut RSHS Bulan Juni 2014-Mei 2015.64

xv

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Penelitian


Virus Herpes Simpleks (HSV) adalah salah satu virus yang termasuk ke

dalam famili virus herpes yang menyerang manusia (HHV) atau Herpesviridae.
Virus-virus lain yang tergabung dalam famili ini diantaranya: Varicella-zoster
virus, Epstein-Barr virus, Cytomegalovirus, Human Herpes Virus-6, Human
Herpes Virus-7, dan Kaposis sarcoma herpesvirus (Tidy,2013). HSV terdiri dari
2 jenis, yaitu HSV-1 dan HSV-2, HSV-1 umumnya menginfeksi fasial, oral, dan
okular, sementara HSV-2 umumnya menimbulkan lesi di genital dan kutaneus.
(Ajar dan Chauvin, 2002).
Penyebaran infeksi HSV secara umum dipengaruhi oleh, ras, jenis kelamin,
tingkat sosial ekonomi dan wilayah geografi. World Health Organization (WHO)
melaporkan bahwa infeksi herpes pada negara-negara berkembang lebih tinggi
dibandingkan dengan negara maju. Di Amerika Serikat, kurang lebih 45 juta
orang terinfeksi HSV, 20% diantaranya berusia diatas 12 tahun dan diperkirakan
terjadi satu juta infeksi baru setiap tahunnya (Mitaart, 2010).
Infeksi HSV dapat ditularkan dari seseorang ke orang lain melalui kontak
langsung dengan bagian tubuh yang terinfeksi. Penularan ini dapat terjadi
meskipun tidak ada luka HSV yang terbuka. Pada umumnya pasien yang
terinfeksi HSV, terutama HSV-1, tidak menyadari bahwa mereka telah terinfeksi

16

17

virus tersebut, sehingga penularannya dapat terjadi tanpa disadari oleh kedua
belah pihak. Penularan infeksi HSV-1 dapat terjadi melalui sekresi oral, ataupun
luka pada kulit, dapat menyebar melalui ciuman, penggunaan sikat gigi bersama,
dan juga penggunaan alat makan bersama. Penularan HSV-2 dapat terjadi apabila
ada kontak seksual dengan pasien yang terinfeksi HSV-2, atau pun dapat
ditularkan dari ibu yang hamil kepada anaknya pada saat melahirkan.
Penelitian tahun 2002 oleh Smith dan Robinson, menemukan bahwa
hampir di seluruh dunia prevalensi infeksi HSV-1 cukup tinggi dibandingkan
dengan infeksi HSV-2, kecuali pada pasien dengan HIV positif dan pasien
Cerebral Salt Wasting syndrome, dengan prevalensi HSV-2 > 65%. Cerebral Salt
Wasting

syndrome

(CSWs)

adalah

berkurangnya

volume

ekstraseluler

dikarenakan adanya kelainan proses transportasi natrium di ginjal, pada pasien


dengan penyakit intrakranial dan fungsi tiroid yang normal (Momi et al, 2010).
Prevalensi adalah jumlah penderita (kasus) dalam lingkup populasi tertentu dalam
satuan waktu tertentu (Daldiyono, 2006). Berdasarkan studi NHANES (National
Health and Nutrition Examination Survey) III, di Amerika Serikat ditemukan
bahwa terdapat peningkatan prevalensi infeksi HSV-1 secara konsisten terkait
dengan penambahan usia. Persentase prevalensi dari 44% pada dewasa muda (1219tahun) naik hingga 90% pada manula (>70tahun). Namun hal yang berbeda
terjadi pada negara-negara tertentu seperti Uganda, Meksiko, dan Turki,
prevalensinya justru menurun pada wanita usia 40 tahun keatas. Secara umum
dapat disimpulkan bahwa prevalensi infeksi HSV-1 pada usia 15 tahun mencapai

18

40% kemudian akan meningkat menjadi 60-90% pada usia lanjut (Smith dan
Robinson, 2002).
Penelitian mengenai prevalensi HSV di Indonesia masih sangat jarang
dilakukan. Suwardi Haksohusodo pada tahun 1989 melakukan penelitian di
Yogyakarta dan menemukan bahwa penduduk pada usia 10-19 tahun yang
terinfeksi HSV berkisar antara 48% kemudian meningkat menjadi 87% pada usia
di atas 20 tahun. 50 dari 59 wanita hamil (85%) dinyatakan positif terinfeksi HSV,
pada pekerja seks komersial (PSK) persentase pasien yang terinfeksi virus ini
dinyatakan lebih tinggi (Haksohusodo, 1989).
Dikarenakan sedikitnya penelitian mengenai prevalensi infeksi HSV-1 di
Indonesia, maka, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
Prevalensi infeksi HSV-1 dalam rongga mulut di Sub Bagian Ilmu Penyakit
Mulut SMF Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin
Bandung periode Juni 2014-Mei 2015.

1.2

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah

sebagai berikut:
Berapa prevalensi infeksi HSV 1 dalam rongga mulut di Sub Bagian Ilmu
Penyakit Mulut SMF Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan
Sadikin Bandung periode Juni 2014-Mei 2015.

19

1.3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi infeksi HSV 1 dalam

rongga mulut di Sub Bagian Ilmu Penyakit Mulut SMF Gigi dan Mulut Rumah
Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin Bandung periode Juni 2014-Mei 2015.

1.4

Manfaat Penelitian
1.4.1

Aspek Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan

memberi informasi mengenai prevalensi infeksi HSV 1 dalam rongga mulut


di Sub Bagian Ilmu Penyakit Mulut SMF Gigi dan Mulut Rumah Sakit
Umum Pusat Dr Hasan Sadikin Bandung periode Juni 2014-Mei 2015.

1.4.2

Aspek Praktis

1. Memberikan informasi kepada praktisi kesehatan dan masyarakat


umum mengenai jumlah keseluruhan kasus infeksi HSV 1 dalam
rongga mulut di Sub Bagian Ilmu Penyakit Mulut SMF Gigi dan
Mulut Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin Bandung periode
Juni 2014-Mei 2015.
2

Dengan informasi yang diberikan, dapat meningkatkan kewaspadaan


masyarakat terhadap penularan dan pencegahan terjadinya infeksi
HSV-1

Meningkatkan kewaspadaan operator (dokter gigi) ketika menangangi


pasien, dan mencegah adanya infeksi silang.

20

1.5

Kerangka Pemikiran
Perkembangan taksonomi virus telah dicatat semenjak tahun 1971 oleh

International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV). Laporan ICTV pertama


menyatakan bahwa genus Herpesvirus terdiri atas 4 grup virus yang dinamai
berdasarkan penggunaan pada saat itu, sedangkan pada laporan ICTV kedua
genus

Herpesvirus

dinaikkan

tingkatan

taksonominya

menjadi

famili

Herpetoviridae, dan pada laporan ICTV ketiga, nama herpetoviridae diganti


menjadi herpesviridae (Davison, 2010). Family Herpesviridae terdiri atas 3
subfamili yaitu Alphaherpesvirinae, Betaherpesvirinae dan Gammaherpesvirinae
(Penkert, 2011).
Alphaherpesvirinae terdiri atas Virus Herpes Simplek tipe 1 dan 2, dan
Vericella Zoster virus; betaherpesvirinae terdiri atas Human Cytomegalovirus
(HCMV) serta Human Herpes Virus-6 dan -7; dan gammaherpesvirinae terdiri
atas Epstein Barr Virus (EBV) dan Kaposis Sarcoma Herpesvirus (KSHV)
(Roizman dan Pellet, 2007).

Tabel 1.1 Karakteristik Subfamili Herpesviridae

Replikasi
Inang
Efek
terhadap
sel inang
Laten

Herpes Virus
Cepat
Beragam
Menghancurkan sel
inang
Ganglia sensori

Herpes Virus
Lambat
Terbatas
Menyebabkan
pelebaran pada sel
inang
Kelenjar sekretori,
lymphoreticular,
ginjal

Herpes Virus
Sangat lambat
Sangat terbatas

Jaringan limfoid

21

Dari pengklasifikasian diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat 8 virus


herpes yang umum menyerang manusia, yaitu, Virus Herpes Simpleks-1 (HHV1), Virus Herpes Simpleks-2 (HHV-2), Varicella-zoster virus (HHV-3), EpsteinBarr virus (HHV-4), Cytomegalovirus (HHV-5), HHV-6, HHV-7, dan Kaposis
sarcoma herpesvirus (HHV-8) (Tidy,2013). Sekali seseorang terinfeksi, maka
virus tersebut akan menetap di dalam tubuh pasien. Hal ini dikarenakan virusvirus herpes mampu bersembunyi dari sistem imun tubuh, dan masuk ke dalam
fase non-produktif atau laten. Enam dari delapan virus tersebut telah menyebar
secara luas hampir di seluruh dunia (Penkert, 2011).
Herpes Simplex virus (HSV-1, HSV-2) dan Varicella Zoster Virus (VZV)
umumnya menyerang mukosa atau kulit manusia, kedua virus ini memiliki siklus
hidup yang hampir sama, yaitu laten di saraf, selain itu juga bersifat rekuren
bergantung pada ketahanan imun seseorang. (Kinchington et al,2012) Menurut
Kinchington, dkk (2012) terdapat beberapa perbedaan yang cukup mendasar
antara VZV dan HSV, diantaranya adalah faktor pemicu rekurensi dan
pengobatan kedua infeksi ini. Rekurensi infeksi HSV dapat terjadi karena
berbagai faktor, seperti stress, radiasi ultraviolet, ataupun perubahan hormon,
sementara faktor-faktor tersebut tidak berpengaruh terhadap rekurensi VZV.
Proses pengobatan infeksi VZV cukup efektif bila dibandingkan dengan upaya
pengobatan

infeksi

HSV.

Semenjak

vaksinasi

VZV

(Varivax,

Merck)

diperkenalkan pada tahun 1995, terjadi penurunan insidensi Varicella secara


signifikan, hal ini terbukti dengan berkurangnya angka kejadian sebesar 84,5% di
Amerika Serikat, bila dibandingkan tahun 1995 (Seward,2008).

22

Infeksi Herpes Simplex Virus telah menyebar hampir ke seluruh dunia.


Secara umum prevalensi infeksi HSV-1 berkisar antara 50-90% (Bedadala, 2011)
sedangkan HSV-2 antara 15-20% (Medac, 2010). Infeksi HSV-1 bervariasi mulai
dari lesi ringan hingga keratitis yang berbahaya bahkan encephalitis yang
mematikan (Bedadala,2011). Rekurensi dapat terjadi karena berbagai faktor,
sehingga infeksi Virus ini cukup mengkhawatirkan.

1.6

Metodologi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan cara survei, sedangkan

pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Data yang


dikumpukan berupa data sekunder berbentuk rekam medik dan logbook pasien di
Sub Bagian Ilmu Penyakit Mulut SMF Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Pusat
Dr Hasan Sadikin Bandung periode Juni 2014-Mei 2015. Hasil penelitian
kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

1.7

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Sub Bagian Ilmu Penyakit Mulut SMF Gigi dan

Mulut Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin Bandung pada bulan Juli
2015.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Human Herpes Virus (HHV)


Human Herpes Virus atau virus herpes yang menyerang manusia adalah

sekelompok besar DNA virus dan secara umum memiliki fitur biologis yang sama
yaitu dapat laten di tubuh inangnya. Terdapat delapan virus herpes yang tergabung
kedalam kelompok ini, yaitu, Virus Herpes Simpleks tipe 1, Virus Herpes
Simpleks

tipe

2,

Varicella

zoster

virus,

Epstein-Barr

virus,

Human

cytomegalovirus, HHV-6, HHV-7, Kaposis sarcoma herpesvirus (Warrell et l,


2005).

2.1.1 Herpes Simpleks tipe 1 (HHV-1/HSV-1)


Virus herpes simpleks terdiri atas empat komponen morfologi utama.
Pertama, inti virus yang terletak di tengah dan kelilingi oleh tiga lapisan
konsentris lainnya, yaitu kapsid, tegumen, serta lapisan lemak ganda atau
envelope. Inti mengandung gulungan DNA di sekitar protein yang tersusun
menyerupai barbel. Kapsid iksohedral mengandung 162 kapsomer dan berukuran
sekitar 100nm. Di lapisan luar dari kapsid terdapat lapisan tegumen yang terdiri
atas material fibrillar sedangkan bagian terluar adalah lapisan lemak ganda yang
mengandung glikoprotein dalam jumlah besar (Tidy, 2013).

23

24

Gambar 2.1 Struktur HSV ( http//:hub.med.uth.tmc.edu-hsvimage.htm)

HSV-1 menyebabkan infeksi pada tubuh bagian pinggang ke atas (Scully,


2010). Ada 2 bentuk infeksi oral yang disebabkan oleh HSV yaitu infeksi primer
berupa stomatitis akut dan infeksi sekunder berupa lesi yang terlokalisasi dan
bersifat kronis. Herpetik gingivostomatitis primer umumnya muncul sebagai
infeksi awal HSV-1. Virus ini biasanya muncul pada anak-anak, namun juga
pernah tercatat menginfeksi dewasa (Warnakulasuriya dan Tilakaratne, 2014).

2.1.2 Herpes Simpleks tipe 2 (HHV-2/HSV-2)


Herpes simpleks tipe 2 (HSV-2) umumnya menyebabkan infeksi pada
genital atau tubuh bagian pinggang ke bawah, namun terkadang virus ini juga
dapat menyebabkan infeksi pada oral ataupun orofaringeal. Seseorang dapat
terinfeksi HSV-2 melalui kontak seksual. Satu dari lima populasi remaja dan
dewasa di Amerika Serikat terinfeksi HSV-2. Infeksi biasanya muncul tanpa
gejala apapun, namun terkadang dapat muncul tanda-tanda seperti adanya lepuh

25

pada genital atau sekitarnya, dan pada rektum. Lepuh kemudian pecah dan
menimbulkan ulser yang akan sembuh dalam waktu 2 hingga 4 minggu (Scully,
2010). Penting bagi wanita hamil untuk tidak terinfeksi HSV-2 karena beresiko
menularkan infeksi tersebut kepada bayi yang baru lahir dan menimbulkan infeksi
yang fatal apabila sang ibu menularkannya ketika proses persalinan (Scully,
2010).

2.1.3 Varicella-Zoster Virus (HHV-3/VZV)


Varicella-zoster Virus (VZV) adalah virus yang dapat menyebabkan
penyakit varicella (chicken pox) dan zoster (shingles) (Abendroth, 2010). Infeksi
primer dari VZV dapat menyebabkan pernyakit varicella yang umumnya
menyerang anak-anak. Kekambuhan biasanya terjadi pada lansia atau penderita
dengan sistem imun yang lemah (Bolle et al, 2005).
Varicella adalah penyakit yang sangat menular dan dapat menyebar
melalui air liur. Penderita dapat menularkan penyakit ini mulai dari 1 hingga 2
hari sebelum ruam pada kulit muncul sampai dengan saat ruam-ruam pada kulit
mengering. Penyakit ini umum terjadi pada anak-anak usia di bawah 10 tahun.
Penderita akan mengalami demam, malaise, ruam-ruam pada kulit terutama pada
tubuh dan wajah. Ruam-ruam tersebut akan melalui fase makular, papular,
vesikular, dan pustular yang kemudian mengering. Terkadang juga terdapat ulser
pada rongga mulut (Scully, 2010).
Manifestasi pada mulut berupa ulser-ulser kecil yang dikelilingi warna
kemerahan pada palatum keras, tenggorokan, dan uvula hanya sedikit penderita

26

yang menyadari pecahnya vesikel di dalam rongga mulut mereka. Pada penderita
dewasa, lesi akan terasa sakit, sementara pada penderita anak, jarang terdapat
keluhan (Warnakulasuriya dan Tilakaratne, 2014).
VZV dapat laten dalam ganglia dorsal, apabila aktif kembali pada manula
ataupun penderita dengan sistem imun yang lemah, virus ini akan menyebabkan
zoster (shingles). 8 sampai dengan 10% penderita yang terkena zoster umumnya
memiliki sistem imun yang lemah, beberapa diantaranya berkaitan dengan
HIV/AIDS dan neoplasma (Scully, 2010).
Zoster menyebabkan ruam pada wajah atau dada dan menimbulkan rasa
sakit yang cukup hebat. Ruam yang ditimbulkan mirip dengan varicella, namun
lebih terlokalisasi pada dermatom, yaitu daerah kulit yang dipersarafi oleh satu
atau lebih ganglia saraf (Warnakulasuriya dan Tilakaratne, 2014). Zoster yang
muncul pada regio saraf trigeminal maksila atau mandibula, akan menyebabkan
ruam pada wajah yang terkadang memicu rasa sakit menyerupai sakit gigi, dan
juga dapat menimbulkan ulser pada rongga mulut yang bersifat unilateral dan
terletak pada daerah distribusi saraf (Scully, 2010). Lesi pada rongga mulut
umumnya ditemukan pada anterior lidah, palatum lunak, dan pipi. Vesikel di
dalam rongga mulut pecah dalam beberapa jam dan menimbulkan ulser dengan
permukaan berwarna abu kekuning-kuningan, dan tepi eritem. Lesi pada oral akan
sembuh lebih cepat dibandingkan lesi pada kulit. (Warnakulasuriya dan
Tilakaratne, 2014).

27

2.1.4 Epstein-Barr Virus (HHV-4/EBV)


Epstein-Barr virus (EBV) atau dikenal juga sebagai human herpes virus-4,
merupakan anggota dari famili human herpes virus atau virus herpes yang
menyerang manusia. EBV merupakan agen penyebab infeksi mononukleosis,
burkitts lymphoma, dan karsinoma nasofaringal (Gandolfo et al, 2006). Selain itu
EBV dapat menyebabkan sialadenitis dan pada penderita dengan sistem imun
yang rendah, bisa juga berkaitan dengan hairy leukoplakia atau limfoma (Scully,
2010). Berbeda dengan HSV dan VZV yang laten pada saraf (neurotrophic),
setelah infeksi primer, EBV akan laten di dalam limfosit (lymphotropic).
Kekambuhan jarang terjadi dan dapat muncul dengan manifetasi klinis yang
beragam, ditandai dengan kelelahan yang berkepanjangan dengan atau tanpa
gejala klinis lainnya. (Warnakulasuriya dan Tilakaratne, 2014).
Infeksi mononukleosis adalah sindrom yang memiliki kaitan erat dengan
infeksi primer disebabkan oleh Epstein-Barr virus (EBV), dan diketahui memiliki
banyak manifestasi pada mukosa dan kulit. Studi hibridisasi sel menunjukkan
adanya genom EBV dalam sel skuamosa orofaringeal selama infeksi
mononukleosis. Pada sirkulasi periferal ditemukan adanya limfosit yang
membawa genom EBV.

Selama beberapa bulan masa penyembuhan infeksi

mononukleosis, ditemukan adanya peluruhan EBV pada saliva pasien. Peluruhan


virus ini biasanya diikuti dengan peluruhan sel inang (Gandolfo et al, 2006).
Gejala klinis yang timbul pada penderita dengan infeksi mononukleosis
yaitu demam, malaise, dan pembesaran kelenjar limfa (Scully, 2010) sedangkan
manifestasi oral berupa: gingivitis akut, stomatitis, dan petekie pada palatum.

28

Penegakan diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan monospot (memeriksa


serum antibodi penderita) atau monosticon (organon) (Gandolfo et al, 2006).
Pemeriksaan monospot akan menimbulkan hasil positif hanya pada masa infeksi
akut dan dapat mendeteksi adanya antibodi infeksi mononukleosis. Antibodi
heterofil yang normalnya terdapat di dalam darah, akan diproduksi dalam jumlah
banyak pada penderita infeksi mononukleosis. Antibodi ini kemudian akan
menggumpal dengan sel darah merah (Lippincott and Wilkins, 2009). Masa
inkubasi infeksi ini yaitu 4 sampai dengan 6 minggu, sementara masa
penyembuhannya selama 30 hari (Gandolfo et al, 2006).

2.1.5 Cytomegalovirus (HHV-5/CMV)


Cytomegalovirus (CMV) adalah virus yang menginfeksi hampir semua
orang pada usia lanjut dan jarang menimbulkan infeksi serius, kecuali pada
penderita dengan imun lemah, ataupun pada bayi yang baru lahir. Virus ini
ditemukan di dalam saliva, urin, dan cairan tubuh lainnya. CMV dapat menyebar
melalui kontak seksual, ataupun melalui kontak fisik lainnya seperti ciuman.
Sama halnya dengan virus herpes lainnya, sekali seseorang terinfeksi, maka virus
ini akan laten pada tubuh orang tersebut dan dapat aktif kembali sewaktu-waktu.
Apabila infeksi primer ataupun rekurensi virus ini terjadi pada wanita hamil, janin
yang dikandungnya juga akan terinfeksi, terkadang dapat menyebabkan retardasi
mental, tuli, bahkan kematian (Gandolfo et al, 2006).
Pada penderita sehat, CMV biasanya tidak menunjukkan gejala, namun
gejala-gejala ringan seperti pembesaran kelenjar limfa, demam, dan kelelahan

29

dapat muncul.

Gejala-gejala ini umumnya hampir sama dengan gejala yang

ditimbulkan oleh infeksi mononukleosis (Gandolfo et al, 2006).

2.1.6 Human Herpes Virus tipe 6 (HHV-6)


Human herpes virus-6 (HHV-6) merupakan virus herpes yang termasuk
kedalam subfamili beta herpesvirus. Infeksi primer virus ini dapat menyebabkan
demam akut yang muncul pada anak-anak usia 6 bulan sampai dengan 1 tahun.
Saat demam, suhu tubuh penderita dapat mencapai 40oC selama 3 sampai
dengan 7 hari. Pada beberapa penderita infeksi kemudian berkembang dengan
munculnya ruam-ruam ringan pada kulit, khususnya pada badan, leher dan wajah
(Bolle et al, 2005) diare ringan, batuk, pembengkakan kelopak mata, dan
terkadang dapat menyebabkan hepatitis, meningitis atau meningo-encephalitis.
Papula eritem juga muncul pada palatum lunak, uvula dan faring. Pada 1/3
penderita, ditemukan adanya pembengkakan kelenjar limfa (Scully, 2010).
Seperti virus herpes lainnya, HHV-6 juga memiliki fase laten, pada
penderita dengan sistem imun yang rendah, kekambuhan dapat dapat terjadi
disertai dengan pneumonitis, retinitis, encephalitis atau sebagai kofaktor dari
infeksi HIV (Scully, 2010).

2.1.7 Human Herpes Virus tipe 7 (HHV-7)


HHV-7 merupakan virus herpes yang termasuk kedalam subfamili beta
herpesvirus. Hingga saat ini belum diketahui adanya kelainan klinis yang
berhubungan dengan virus ini (Scully, 2010). Infeksi primer HHV-7 biasanya

30

menyerang anak-anak usia 1 sampai dengan 2 tahun. Penelitian di Amerika


Serikat meyatakan bahwa penduduk berpendapatan rendah dan ras kulit hitam
memiliki resiko yang cukup tinggi terinfeksi HHV-7 (Tyring et al, 2010). Patologi
klinis dari HHV-7 hampir sama dengan HHV-6, hanya saja penyakit yang
ditimbulkan lebih ringan. Gejala yang timbul akibat infeksi HHV-7 diantaranya,
influenza, demam, dan terkadang disertai ruam pada kulit, anoreksia, faringitis,
pembesaran kelenjar limfa servikal, dan diare ringan (Waigmann et al, 2005).

2.1.8 Human Herpes Virus tipe 8 (HHV-8/KSHV)


Human Herpes Virus 8 (HHV-8) sebelumnya dikenal sebagai Kaposis
sarcoma yang berkaitan dengan virus herpes (KSHV). HHV-8 merupakan
anggota dari subfamili gamma herpesvirus. HHV-8 juga berhubungan dengan
penyakit lain seperti kanker pada penderita dengan AIDS (Tyring et al, 2010).
Virus ini terdapat pada saliva, namun belum ada data yang menyebutkan
adanya penularan virus ini secara nasokomial. Pada umumnya virus ini disebarkan
melalui kontak seksual (Scully, 2010).

2.2

Infeksi Herpes Simpleks Virus tipe 1 (HSV-1)

2.2.1 Etiologi
Infeksi HSV-1 disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 yang
tergabung ke dalam sub famili alfa herpes virus. Virus ini dapat menyebabkan
gingivostomatitis herpetika, herpes labialis, herpes simpleks keratitis, herpetik
eczema, herpes pada genital, herpes simpleks ensefalitis, herpes simpleks

31

meningitis, dan herpes visceral (Tidy, 2010). Infeksi yang disebabkan oleh HSV1 dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu 7 sampai dengan 14 hari. Masa
inkubasi dari infeksi ini 5 hari dan virus dapat menyebar melalu kontak langsung
dengan mukosa yang terinfeksi (Warnakulasuriya dan Tilakaratne, 2014).
Terdapat gejala prodromal sebelum lesi pada mulut muncul, yaitu,demam,
kehilangan nafsu makan, malaise, myalgia (sakit pada otot), sakit kepala, dan
mual. 1 sampai dengan 3 hari setelah gejala prodromal, lesi akan muncul. Sakit
pada rongga mulut yang disebabkan oleh lesi, dapat berakibat pada kurangnya
asupan makanan dan akan memperlambat penyembuhan. Pada kondisi yang lebih
buruk dibutuhkan perawatan di rumah sakit (Greenberg, 2008).

2.2.2 Patofisiologi
Terdapat dua bentuk infeksi HSV-1 pada manusia, yaitu infeksi primer
atau sistemik, dan infeksi sekunder atau lokal. Kedua bentuk infeksi tersebut
dapat pulih dengan sendirinya, namun kekambuhan infeksi sekunder sering terjadi
dikarenakan virus ini dapat bersembunyi di dalam ganglion pada fase latennya
(Chaudhary, 2011).

Kontak fisik dengan penderita yang terinfeksi dapat

menularkan HSV-1. Virus ini akan berikatan dengan permukaan sel epitel melalui
sulfat heparin diikuti dengan aktifnya gen-gen spesifik selama fase lisis dari
infeksi (Chaudhary, 2011).
Masa inkubasi setelah paparan virus ini berkisar antara beberapa hari
hingga dua minggu. Setelah infeksi primer pada mukosa ataupun kulit, virus ini
kemudian bergerak secara sentripetal sepanjang serabut saraf dan beristirahat pada

32

ganglia saraf kranial, khususnya pada trigeminal ganglion. Virus ini dapat laten
selama beberapa tahun hingga mendapat stimulus kembali untuk bereplikasi
(Gandolfo et al, 2006).
Penyakit sistemik, paparan sinar matahari, trauma, stres, dan menstruasi
dapat menjadi faktor penyebab kambuhnya HSV-1. Faktor-faktor ini dapat
menstimulasi aktifnya kembali HSV-1 dengan beberapa mekanisme. Pertama,
dengan induksi secara langsung oleh gen virus, (ICP4 dan VPI4). ICP4 dan VPI4
adalah gen virus yang berperan penting dalam proses aktifnya kembali HSV-1.
Panas dapat menginduksi gen-gen HSV-1 baik secara langsung ataupun melalui
produk yang dihasilkan oleh panas itu sendiri. Gen-gen virus yang teraktifasi akan
bangkit dari fase laten kemudian bereplikasi. Mekanisme lainnya adalah dengan
induksi secara tidak langsung yang melibatkan sistem imun. Sinar ultraviolet yang
berlebih mampu menekan sistem imun dan menginduksi sitokin yang dapat
memicu terjadinya inflamasi. Sitokin ini akan mempengaruhi dendrit, selanjutnya
dendrit akan mengirimkan sinyal ke neuron, lokasi DNA virus ini berada. Gengen virus yang sebelumnya laten akan teraktivasi dan memulai untuk bereplikasi
(Scully, 2010). Setelah bereplikasi, virus ini akan melintasi serabut saraf secara
sentrifugal dan muncul dalam bentuk vesikel berkelompok pada area yang
terinfeksi (Gandolfo et al, 2006).

33

Gambar 2.2 Patogenesis infeksi herpes simpleks (Gandolfo, 2006)


2.2.3 Faktor Predisposisi
Rekurensi dari infeksi HSV-1 bisa dipicu oleh beberapa hal diantaranya
demam, kelelahan, menstruasi, dan paparan sinar matahari yang berlebih. Paparan
sinar matahari diperkirakan dapat menimbulkan perubahan fungsi dari sel-sel
Langerhans di kulit (Gandolfo et al, 2006).

2.2.4 Manifestasi Klinis


Infeksi primer HSV-1 umumnya menyebabkan gingivostomatitis akut,
ulser, demam, dan pembengkakan kelenjar limfa. Infeksi ini umum menyerang
anak-anak. Infeksi gingivostomatitis herpetika primer terbatas hanya pada mulut
dan akan sembuh dengan sendirinya dalam 10 hari, namun pada penderita dengan
gangguan imun atau dengan eczema (atopic dermatitis) infeksi dapat menyebar ke
bagian tubuh lainnya (Scully, 2010).

34

Bentuk reaktifasi dari virus pada satu per tiga penderita berupa herpes
labialis. Dalam 24 jam sebelum lesi muncul, terdapat tanda prodromal, berupa
gatal, menusuk-nusuk dan sensasi terbakar. Kemudian muncul lepuh yang akan
sembuh dalam 10 hingga 14 hari (Warnakulasuriya dan Tilakaratne, 2014).

2.2.5 Manifestasi Oral


Lesi berupa vesikel atau ulser yang berkelompok dan muncul pada mukosa
berkeratin seperti palatum, gingiva, dorsal lidah, atau pada mukosa tidak
berkeratin seperti mukosa bukal, labial, ventral lidah dan palatum lunak. Vesikelvesikel dalam rongga mulut kemudian pecah membentuk sekelompok ulser yang
bersatu dengan diameter 1-5 mm. Lesi pada gingiva akan menyebabkan gingiva
berwarna merah menyala dan mulut terasa sangat sakit (Greenberg, 2008).
Kekambuhan pada intraoral terjadi di palatum keras, linggir alveolar, dan
gingiva. Lesi yang muncul sama dengan lesi pada bibir, muncul sebagai
sekelompok

ulser

dangkal

dan

tepi

ireguler

berwarna

kemerahan

(Warnakulasuriya dan Tilakaratne, 2014).

Gambar 2.3 Lesi Pada Mukosa Labial Penderita Infeksi HSV-1 di IPM RSHS

35

Gambar 2.4 Lesi Pada Lidah Penderita Infeksi HSV-1 di IPM RSHS

Gambar 2.5 Lesi pada Lidah Penderita Infeksi HSV-1 di IPM RSHS

Gambar 2.6 Lesi Pada Mukosa Bukal Penderita Infeksi HSV-1 di IPM RSHS

36

2.2.6 Diagnosis
Diagnosis awal dari lesi herpes pada kulit dan membran mukosa dapat
ditegakkan dengan cara mengenali pola lesi dan juga dengan melakukan
pemeriksaan Tzanck smear, yang akan memperlihatkan adanya multinucleate
giant cell dan karakteristik intranuklear dari virus herpes. Pemeriksaan ini tidak
membedakan antara herpes simpleks dan varicella-zoster virus, sensitifitas dari
pemeriksaan ini akan menurun sejalan dengan peningkatan usia lesi (Gandolfo et
al, 2006).
HSV dapat diidentifikasi dengan menggunakan kultur sel. Dasar lesi
diambil dan diletakkan di atas glass lab. Sediaan diberi pewarnaan wrigh,
giemsa/papanicolauci untuk melihat karakteristik infeksi, yaitu sel raksasa
multinukleat yang akan terlihat pada histopatologinya (Greenberg, 2008).
Infeksi HSV primer berkaitan dengan meningkatnya immunoglobulin
(Ig)M

diikuti

dengan

peningkatan

secara

permanen

titer

IgG

yang

mengindikasikan infeksi sebelumnya, tanpa membuat proteksi terhadap


kekambuhan penyakit. Infeksi sekunder pada penderita akut berkaitan dengan
meningkatnya titer antibodi IgG. Hanya 5% pasien yang menunjukkan adanya
peningkatan titer IgG sebanyak 4 kali lipat.(Greenberg, 2008). IgM baru dapat
dideteksi setelah 4 sampai dengan 7 hari infeksi, dan mencapai puncak setelah 2-4
minggu, sedangkan IgG baru dapat di deteksi setelah 2-3 minggu infeksi dan
mencapai puncak setelah 4-6 minggu kemudian akan menetap lama bahkan dapat
seumur hidup. (Mitaart, 2010).

37

Gambar 2.7 Pewarnaan sediaan menggunakan Giemsa (Greenberg, 2008)

Tabel 2.1 Pemeriksaan untuk mendiagnosa HSV-1 (Parija, 2009)


Metode diagnosis
Mikroskopi
Tzanck smear
Mikroskopi cahaya
Mikroskopi electron
Serologi
ELISA, CFT, pemeriksaan
netralisasi

Fitur diagnosis
Adanya gambaran sel multinukleat
raksasa
Adanya keterlibatan eosinofil
intranuklear
Partikel-partikel virus
Tidak berguna pada infeksi primer

2.2.7 Diagnosis Banding


Penting untuk dapat membedakan infeksi HSV-1 dengan ANUG.
Gambaran klinis kedua lesi hampir sama, namun pembeda yang paling penting
dalam menegakkan diagnosa infeksi HSV-1 yaitu lokasi lesi dan gejala
prodromal. Pada ANUG, lesi hanya sebatas gingiva, selain itu ANUG tidak
disertai dengan gejala-gejala prodromal (Warnakulasuriya dan Tilakaratne, 2014).
Diagnosa banding lain untuk HSV-1 adalah stomatitis aftosa rekuren
(RAS). Keduanya memiliki beberapa karakteristik yang hampir sama. Melakukan

38

anamnesa dengan lengkap dan akurat, dapat membantu dalam penegakkan


diagnosa lesi yang tepat (Tilliss dan Jhon, 2002).

Gambar 2.8 Lesi pada Stomatitis aftosa rekuren a. pada gingiva, b. pada lipatan
mukobukal (Tilliss dan Jhon, 2002)

Gambar 2.9 Lesi HSV-1 a. Pada Gingiva, b. Pada Palatum (Tilliss dan Jhon,
2002)

39

Menegakkan doagnosa yang tepat untuk RAS dan HSV-1 penting dalam
menentukan rencana perawatan. Lesi HSV-1 yang sedang aktif, berpotensi
menularkan virus kepada orang lain, sehingga kesalahan mendiagnosa dapat
memperbesar kemungkinan terjadinya penularan infeksi (Tilliss dan Jhon, 2002).

Tabel 2.2 Perbedaan HSV-1 dan RAS (Tilliss dan Jhon, 2002)
HSV-1
Vesikel

RAS
Ulser

Gingiva cekat, palatum keras


Lebih dari satu
1-3 minggu

Mukosa bukal, dasar mulut,


orofaring, vestibulum, lidah
Satu atau lebih
1-2 minggu

virus
70-80%

Banyak faktor
Kemungkinan di atas 66%

Infeksi
primer

Bentuk lesi

Lokasi
Jumlah
Lama
infeksi
Etiologi
Prevalensi

2.2.8 Penatalaksanaan
Pemberian asiklovir pada penderita dengan infeksi HSV-1 cukup efektif.
Asiklovir, famsiklovir, atau obat antivirus lainnya penting diberikan untuk
mengontrol infeksi pada penderita dengan gangguan sistem imun. Pemberian
antivirus disertai dengan perawatan yang mendukung, seperti asupan cairan yang
cukup, antipiretik dan analgesik (biasanya asetaminofen), menjaga kebersihan
rongga mulut yang baik serta menggunakan obat kumur klorheksidin (Scully,
2010).

40

Asiklovir (5x200 mg) dapat diberikan secara oral selama kurang lebih 5
hari. Antivirus ini akan menghambat proses multiplikasi virus. Ketika diberikan
segera setelah paparan virus (dalam72 jam pertama), rasa sakit yang diderita
penderita akan berkurang relatif lebih cepat (dua hingga tiga hari) (Greenberg,
2008). Pada penderita dengan rasa sakit yang lebih parah, dapat disertai
pemberian 100 mg diklofenak satu atau dua kali sehari pada hari pertama hingga
hari ketiga (Petersen, 2006).
Ketika infeksi dapat diidentifikasi dengan cepat (dalam 3 hari) pemberian
antiviral sistemik ataupun topikal akan membantu. Setelah 4 sampai dengan 5
hari, penyebaran virus akan sulit untuk diidentifikasi, sehingga pemberian
antivirus akan manjadi tidak efektif. Apabila kondisi klinis dapat diidentifikasi
berdasarkan waktu penyerangannya, maka kekambuhan infeksi HSV-1 dapat
diminimalkan ataupun dihindari dengan pemberian profilaksis dan antivirus
(Silverman et al, 2001).

2.2.9 Upaya Pencegahan


Menjaga asupan cairan dan makanan yang masuk ke tubuh dapat
membantu mempertahankan sistem imun sehingga terhindar dari kekambuhan
infeksi HSV-1. Tidak terlalu sering terpapar sinar ultraviolet, istirahat teratur juga
dapat mengurangi kekambuhan infeksi HSV-1(Warnakulasuriya dan Tilakaratne,
2014).

41

2.3

Prevalensi

2.3.1 Definisi Prevalensi


Prevalensi adalah hasil perkalian antara insidensi dan durasi. Angka
prevalensi mengukur jumlah orang yang sakit di dalam suatu populasi pada suatu
titik waktu yang ditentukan. Acuan waktu untuk angka prevalensi dapat berupa
suatu periode waktu seperti tahun disebut juga sebagai prevalensi periode atau
suatu titik waktu tertentu disebut juga prevalensi titik (Morton dkk,2001) Rumus
untuk menentukan prevalensi adalah

2.3.2 Perbedaan Prevalensi dan Insidensi


Insidensi dan prevalensi adalah dua ukuran yang sering digunakan untuk
mengetahui frekuensi penyakit. Terdapat beberapa perbedaan mendasar prevalensi
dan insidensi. Prevalensi mengukur kemunculan penyakit, sementara insidensi
mengukur keberadaan penyakit. Insidensi mengenai kasus baru, sementara
prevalensi gabungan antara kasus baru dan kasus lama. Insidensi hanya
merefleksikan angka kejadian penyakit (Morton dkk, 2001).

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah deskriptif dengan cara survei untuk mengetahui

prevalensi infeksi HSV 1. Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder


berbentuk rekam medik pasien di Sub Bagian Ilmu Penyakit Mulut SMF Gigi dan
Mulut Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin Bandung periode Juni 2014Mei 2015.

3.2

Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi penelitian adalah rekam medik atau medical record dan logbook

di Sub Bagian Ilmu Penyakit Mulut SMF Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum
Pusat Hasan Sadikin Bandung dari Juni 2014-Mei 2015. Pengambilan sampel
secara purposive sampling. Adapun kriteria sampelnya adalah sebagai rekam
medik dan logbook pasien dengan diagnosa infeksi HSV-1 di Sub Bagian Ilmu
Penyakit Mulut SMF Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan
Sadikin Bandung periode Juni 2014-Mei 2015.
Kriteria inklusi:
Pasien dengan diagnosa infeksi HSV-1 dan telah dikonfirmasi melalui
pemeriksaan laboratorium.

42

43

Kriteria Eksklusi:
Pasien yang belum melakukan pemeriksaan laboratorium (diagnosa suspek
infeksi HSV-1).

3.3

Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang akan diteliti pada penelitian ini adalah Prevalensi

infeksi HSV-1 dalam rongga mulut di di Sub Bagian Ilmu Penyakit Mulut SMF
Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin Bandung mulai dari
Juni 2014-Mei 2015.

3.4

Definisi Operasional

1. Prevalensi adalah jumlah keseluruhan kasus yang terjadi di suatu wilayah dan
dalam waktu tertentu. Dalam penelitian ini jumlah kasus yang dimaksud
adalah kasus infeksi HSV 1 dalam rongga mulut di Sub Bagian Ilmu Penyakit
Mulut SMF Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin
Bandung mulai dari Juni 2014-Mei 2015.

44

2. Infeksi HSV-1 (Virus Herpes Simpleks) adalah Infeksi yang disebabkan oleh
virus dan menimbulkan lesi pada tubuh (daerah di atas pinggang) dapat
disertai dengan adanya sensasi terbakar (burning sensation), demam, sakit
tenggorokan dan pembesaran nodus limfa di leher. Pengukuran ditentukan
berdasarkan diagnosa yang tertera di rekam medik dan telah dikonfirmasi
dengan pemeriksaan laboratorium.
3. SMF Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin adalah
salah satu Staf Medik Fungsional/ sekelompok dokter dalam jabatan
fungsional yang terdapat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin
Bandung yang bertugas melaksanakan upaya preventif, rehabilitatif dan
kuratif di bidang kesehatan gigi dan mulut.

3.5

Alat dan Bahan Penelitian

1.

Rekam Medik

2.

Catatan pasien di Ilmu Penyakit Mulut Dr RSHS

3.

Pulpen/pena

4.

Buku

3.6
1.

Prosedur Penelitian
Mengurus surat permohonan izin penelitian kepada Direktur Umum RSUP
Dr Hasan Sadikin Bandung,

2.

Mengurus surat permohonan izin penelitian kepada Ketua Komite Etik


Penelitian Kesehatan,

45

3.

Setelah surat izin penelitian diperoleh peneliti melakukan penelitian di sub


bagian Ilmu Penyakit Mulut SMF gigi dan mulut RSUP Dr Hasan Sadikin
Bandung,

4.

Peneliti memeriksa dan mencatat data rekam medik pasien yang terinfeksi
HSV-1 dalam rongga mulut selama periode Juni 2014-Mei 2015,

5.

3.7

Hasil kemudian diolah dan dan disusun dalam bentuk tabel dan grafik.

Analisis Data Penelitian


Data yang diperoleh dikumpulkan, dicatat, dan diolah kemudian disusun

dalam bentuk tabel dan grafik.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data yang digunakan merupakan data sekunder berbentuk rekam medis


dan logbook. Hasil data dikelompokkan berdasarkan jumlah keseluruhan kasus,
kelompok umur dan jenis kelamin.

4.1

Hasil Penelitian

4.1.1 Data Jumlah Penderita Infeksi HSV-1 di Sub Bagian Ilmu Penyakit Mulut
SMF Gigi dan Mulut RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung Periode Juni
2014-Mei 2015

Tabel 4.1 Data Jumlah Penderita Infeksi HSV-1 di Sub Bagian Ilmu
Penyakit Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP Dr Hasan
Sadikin Bandung Bulan Juni 2014-Mei 2015
Bulan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Januari
Februari
Maret
April
Mei

Tahun

Kasus Baru

Rekuren

Jumlah Pasien

2014
2014
2014
2014
2014
2014
2014
2015
2015
2015
2015
2015

5 orang
1 orang
0 orang
1 orang
1 orang
0 orang
1 orang
3 orang
1 orang
2 orang
0 orang
0 orang

0 orang
0 orang
0 orang
0 orang
0 orang
0 orang
0 orang
0 orang
0 orang
0 orang
0 orang
1 orang

18 orang
17 orang
41 orang
39 orang
47 orang
29 orang
28 orang
57 orang
58 orang
41 orang
31 orang
17 orang

46

47

Diagram 4.1 Persentase Penderita Infeksi HSV-1 di Sub Bagian Ilmu


Penyakit Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP Dr Hasan
Sadikin Bandung Bulan Juni 2014-Mei 2015

Hasil penelitian diperoleh data 15 pasien dengan infeksi kasus baru dan 1
kasus berulang (rekuren). Angka prevalensi infeksi HSV-1 tiap bulannya
cenderung fluktuatif, tertinggi terjadi pada bulan Juni 2014 dengan presentase
sebesar 27% dan terendah pada bulan Agustus 2014, November 2014, dan April
2015 sebesar 0%.

4.1.2 Distribusi Infeksi HSV-1 Berdasarkan Usia


Pengumpulan data menunjukkan dari 468 orang terdapat 15 orang pasien
dengan diagnosa infeksi HSV-1 dan 5 orang diagnosa suspek infeksi HSV-1.
Rentang usia pasien yang terinfeksi HSV-1 termuda 13 tahun dan tertua 76 tahun.

48

Tabel 4.2 Distribusi infeksi HSV-1 berdasarkan usia

Usia Pasien
10-20 tahun
21-30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
51-60 tahun
61-70 tahun
70-80 tahun

Jumlah
1 orang
3 orang
3 orang
4 orang
3 orang
1 orang

Persentase
6, 67%
20%
20%
26,67%
20%
0%
6,67%

Berdasarkan tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa pasien


dengan rentang usia 41-50 tahun paling banyak terinfeksi HSV-1 dengan
persentase prevalensi sebesar 26,67% dan paling sedikit pada rentang usia 61-70
tahun dengan persentase 0%. Pada rentang usia 21-30 tahun, 31-40 tahun, 51-60
tahun persentase prevalensi sebesar 20%, dan usia 10-20 tahun ,70-80 tahun
sebesar 6,67%

4.1 3 Distribusi Infeksi HSV-1 Berdasarkan Jenis Kelamin


Tabel 4.3 menyajikan data umum 15 pasien yang terinfeksi HSV-1. Dari
tabel tersebut diketahui pasien wanita yang terinfeksi HSV-1 paling muda berusia
24 tahun dan paling tua berusia 76 tahun sedangkan pasien pria yang terinfeksi
HSV-1 paling muda berusia 13 tahun, dan paling tua berusia 58 tahun.

49

Tabel 4.3 Gambaran Umum Distribusi Penderita Infeksi HSV-1


Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur
Pasien
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Jenis Kelamin
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Wanita
Wanita
Pria
Wanita
Wanita
Wanita
Wanita
Wanita

Usia
38 Tahun
30 Tahun
37 Tahun
54 Tahun
13 Tahun
28 Tahun
51 Tahun
50 Tahun
24 Tahun
58 Tahun
45 Tahun
44 Tahun
50 Tahun
76 Tahun
31 Tahun

Diagram 4.2 Persentase Infeksi HSV-1 Pria dan Wanita

40%
60%

Pria

Wanita

Diagram diatas menjelaskan bahwa dari 15 pasien yang didiagnosa positif


HSV-1, 60% diantaranya wanita dan 40% pria. Diperoleh perbandingan pasien
dengan infeksi HSV-1 pria : wanita adalah 2:3.

50

4.2

Perhitungan Data
Menghitung

prevalensi

infeksi

HSV-1

dapat

dilakukan

dengan

memasukkan data yang sebelumnya diperoleh kedalam rumus prevalensi.


Prevalensi menggabungkan kasus baru dan kasus lama (rekuren) pada suatu
tempat tertentu di bagi dengan jumlah keseluruhan kasus pada tempat tersebut.
Pada penelitian ini, rumus yang digunakan yaitu:

Bila data yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus di atas maka akan diperoleh
hasil sebagai berikut:

Dari perhitungan di atas, di simpulkan bahwa prevalensi infeksi HSV-1


dalam rongga mulut di Sub Bagian Ilmu Penyakit Mulut SMF Gigi dan Mulut
Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin Bandung periode Juni 2014-Mei
2015 adalah 3.42 %. Ratio pria : wanita yaitu 2:3, dengan usia termuda 13 tahun
dan tertua 76 tahun.

51

4.3

Pembahasan
Tabel 4.1 dan diagram 41 menunjukkan jumlah kasus infeksi HSV-1

dalam rongga mulut di Sub Bagian Ilmu Penyakit Mulut SMF Gigi dan Mulut
Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin Bandung periode Juni 2014 Mei
2015. Angka kejadian infeksi HSV-1 selama 1 tahun terakhir mengalami fase naik
turun. Persentase paling tinggi terjadi pada bulan Juni 2014 sebesar 27%; diikuti
Juli 2014 dan Mei 2015 sebesar 5.9%; Januari 2015, 5.3%; Maret 2015, 4.9%,
Desember 2014, 3.6%; September 2014, 2.6%; Oktober 2014, 2.1%; Februari
2015 1.7%; dan Agustus 2014, November 2014, April 2014 sebesar 0%. Pada
bulan Juni, setiap pasien yang datang dengan diagnosa infeksi HSV-1 dihitung
sebagai kunjungan pertama, dan pada kedatangan berikutnya di bulan lain, namun
masih dalam proses penyembuhan, tidak dihitung, sehingga jumlah pasien pada
bulan itu menjadi lebih banyak dibandingkan pada bulan lain. Bulan Juni juga
bertepatan denga bulan Ramadhan (puasa) dan semester/tahun ajaran baru,
sehingga beban atau tingkat stress masyarakat cenderung meningkat, mengingat
pada bulan tersebut pengeluaran relatif lebih besar bila dibandingkan dengan
bulan-bulan lainnya.
Penelitian sebelumnya mengenai profil lesi mulut akibat infeksi HSV-1 di
Departemen Ilmu Penyakit Mulut FKG Unpad periode bulan September 2010
sampai dengan Agustus 2014 jumlah kasus infeksi HSV-1 adalah 14 kasus, terdiri
atas 6 orang pria dan 8 orang wanita. (Nuraeny dkk, 2015). Pada penelitian yang
peneliti lakukan, jumlah kasus infeksi HSV-1 sebanyak 16 kasus, 15 kasus baru
dan 1 kasus lama (rekuran) yang terdiri atas 6 orang pria dan 9 orang wanita.

52

Jumlah itu tidak jauh berbeda dikarenakan Pada periode penelitian peneliti, sub
bagian IPM SMF Gigi dan Mulut RSUP Dr. Hasan Sadikin bandung, sudah cukup
dikenal masyarakat, sehingga masyarakat yang memiliki keluhan mengenai lesilesi rongga mulut dapat langsung datang ke IPM RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung.

Selain itu salah satu faktor yang mempengaruhi angka kejadian

tersebut adalah tingkat pengetahuan dan kepedulian masyarakat mengenai infeksi


itu sendiri. Kurangnya pengetahuan dan kepedulian mengenai suatu penyakit
dapat berbengaruh terhadap respon sakit yang akan timbul. Respon tersebut salah
satunya tidak bertindak atau tidak melakukan apa-apa (no action). Hal ini
disebabkan kondisi yang demikian dianggap tidak terlalu mengganggu kegiatan
atau kerja mereka sehari-hari atau lebih memprioritaskan tugas lainnya yang
dianggap lebih penting dibanding mengobati penyakitnya (Notoadmojo, 2007).
Kondisi ini didukung dengan fakta bahwa infeksi HSV-1 akan sembuh dengan
sendirinya dalam 1-2 minggu atau bersifat self liming (Warnakulasuriya dan
Tilakaratne, 2014). Selain itu, kurangnya pengetahuan mengenai HSV-1 juga
berdampak pada penyebaran infeksi. Seorang praktisi gigi yang tidak memakai
sarung tangan terbukti telah menyebarkan 20 kasus herpes pada pasien (Pedersen,
1996).
Tabel 4.2 menggambarkan kelompok umur yang umum terserang infeksi
HSV-1. Dari data yang diperoleh kelompok usia 41-50 tahun paling banyak
terinfeksi HSV-1. Pada penelitian sebelumnya mengenai profil lesi mulut akibat
infeksi HSV-1 di Departemen Ilmu Penyakit Mulut FKG Unpad periode bulan
September 2010 sampai dengan Agustus 2014, kelompok usia yang paling banyak

53

terinfeksi HSV-1 usia 31-40 tahun (Nur-aeny dkk, 2015). Kelompok-kelompok


umur tersebut merupakan usia produktif dimana seseorang memiliki kemampuan
melakukan pekerjaan yang dapat menghasilkan material, namum gaya hidup,
tekanan pekerjaan, dan perubahan hormon pada usia-usia tertentu dapat
menyebabkan ketidak seimbangan tubuh (Nuraeni dkk, 2015).
Tabel 4.3 dan diagram 4.2 menggambarkan perbandingan antara pasien
dengan infeksi HSV-1 wanita dan pria. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Nuraeny dkk tahun 2015 beliau menyatakan tidak terdapat perbedaan yang besar
antara jumlah pasien pria dan wanita penderita HSV-1, pasien pria yang terinfeksi
sebanyak 6 orang dan wanita 8 orang, sementara pada penelitian ini pasien
berjenis kelamin pria berjumlah 6 orang dan wanita 9 orang, atau dapat dikatakan
60% berjenis kelamin wanita, dan 40% pria. Hal ini menunjukkan bahwa pasien
wanita lebih banyak terinfeksi HSV-1 bila dibandingkan dengan pasien pria.
Fakta bahwa wanita sering kali menghadapi masalah yang berkaitan dengan
sistem hormonal, dan juga psikologis dapat dikaitkan dengan infeksi virus ini.
Wanita mengalami siklus menstruasi yang datang tiap bulan. Pada masa itu terjadi
ketidak seimbangan hormon yang dapat menyebabkan seorang wanita mudah
terserang infeksi (Gandolfo et al, 2006).
Pada penelitian ini diperoleh prevalensi infeksi HSV-1 sebesar 3.42%,
jumlah ini berbeda dengan prevalensi di luar negeri yang berkisar antara 50% 90%, hal ini dikarenakan sistem pelayanan kesehatan di luar negeri umumnya
lebih tertata bila dibandingkan Indonesia. Pemerintah cukup sering melakukan
pendataan mengenai penyakit yang di derita masyarakat. Selain itu, edukasi yang

54

baik kepada masyarakat juga

membantu meningkatkan kesadaran dan

kewaspadaan mereka mengenai tingkat kesehatannya, social ekonomi, wilayah


geografi, kebudayaan, tekanan hidup juga mempengaruhi tingginya prevalensi
infeksi HSV-1 di luar negeri.
Pencegahan infeksi HSV-1 membutuhkan kepedulian dan pengetahuan
yang cukup tidak hanya bagi praktisi kesehatan, namun juga masyarakat umum.
Lesi yang banyak atau multiple dan infeksi yang dapat menular serta bersifat
rekuren sedikit banyaknya akan mengganggu aktifitas ataupun produktifitas
pasien. Saputra (2013) menyatakan angka insiden pasien yang terkena infeksi
bersumber dari petugas kesehatan, pasien lain, pengunjung rumah sakit, dan
akibat prosedur rumah sakit maupun dari lingkungan rumah sakit tiap tahunnya
cenderung meningkat. Hal ini bisa saja karena kurangnya pengetahuan dan
kepedulian mengenai upaya pencegahan infeksi. Kekambuhan infeksi dapat
terjadi kapan saja. Komunikasi dokter-pasien yang baik, dapat meminimalisir
kekambuhan dan penularan infeksi serta menekan angka prevalensi penyakit.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1

Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan:

1. Prevalensi infeksi HSV-1 dalam rongga mulut di Sub Bagian Ilmu Penyakit
Mulut SMF Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin
Bandung periode Juni 2014-Mei 2015 sebesar 3.42 %.
2. Infeksi HSV-1 lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan
rasio 2:3. Paling banyak menyerang kelompok 41-50 tahun paling sedikit pada
rentang usia 61-70 tahun. Usia termuda yang terinfeksi HSV-1 13 tahun dan
tertua berusia 76 tahun.

5.2

Saran

1. Sistem pendataan, dan penulisan data pasien diharapkan dapat dilaksanakan


dengan teratur. Hal ini dapat mempermudah dokter gigi atau pun petugas yang
terkait dalam melihat riwayat kedatangan dan perawatan pasien
2. Diharapkan dokter gigi dan praktisi kesehatan lainnya dapat lebih memahami
dan lebih meningkatkan kewaspadaan dalam menangani kasus infeksi HSV-1
mengingat infeksi ini dapat dengan mudah menular.
3. Diharapkan masyarakat agar selalu waspada dan selalu menjaga kebersihan
rongga mulut, serta mengurangi kontak langsung dengan pasien yang
terinfeksi HSV-1 aktif sebagai bentuk pencegahan.

55

56

4. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kasus berulang (rekuren)


infeksi ini, sebagai data untuk control dan mengetahui tingkat keberhasilan
perawatan.
5. Tindak lanjut dari penelitian dapat dilakukan penyuluhan mengenai infeksi
HSV-1. Penyuluhan sebaiknya didahulukan kepada tenaga kesehan guna
memperkecil kemungkinan infeksi silang, selain itu tenaga kesehatan
diharapkan mampu membantu mensosialisasikan upaya pencehan dan
penatalaksanaan infeksi. Selanjutnya penyuluhan dapat diberikan kepada
masyarakat umum, karena masih banyak masyarakat yang belum mengetahui
mengenai

infeksi

penatalaksanaannya.

HSV-1,

penularannya,

pencegahan,

serta

DAFTAR PUSTAKA

Ajar, A. H., & P. J, Chauvin. (2002). Acute Herpetic Gingivo Stomatitis in Adult.
Clinical Practice. Volume 68, Halaman 247.
Bedadala, G. R., & R.P, Jayavardhana (2011). Lytic HSV 1 infection induces the
multifunctional transcription factor early growth response 1 (EGR-1).
Virology Journal. Volume 8, halaman 262
Bolle.L.D. et al. (2005). Update on Human Herpes Virus 6 Biology, Clinical
Features, and Teraphy. Clincal Microbiology. Volume 18. No 1, halaman
225, 226.
Daldiyono (2006).Bagaimana Dokter Berpikir, Bekerja.Gramedia: Jakarta
Davison, A. J. (2010, Juni 16). Herpesvirus Systematics. Rockville: Elsevier
Gandolfo, S., et al. (2006). Oral Medicine. London: Elsevier
Greenberg, G.M., & Jonathan. (2008). Burket's Oral Medicine. Hamilton: BC
Decker Inc,35-36.
Haksohusodo, S. (1989). Seroepidemiology of Herpes Simplex Virus in
Yogyakarta, Indonesia. 1.
Herpes Available from:
"http://jid.oxfordjournals.org/content/181/4/1454.full.pdf+html"
http://jid.oxfordjournals.org/content/181/4/1454.full.pdf+html . (diakses 2
Desember 2014)
Kinchington. (2012). Herpes simplex virus and varicella zoster virus, the house
guests who never leave. Herpesviridae, 1-13.
Kountur, R. (2007). Metode penelitian. Jakarta: PPM.
Medac, D. (2010). HSV serology and HSV serum-CSG diagnosis from Medac.
Available
from:
http://www.medac.de/medac_international/data/diagnostics/brochures/Fol
der_HSV_03_05_2010_engl_A4.pdf (diakses 5 Februari 2015)
Mitaart, A.(2010).Infeksi herpes pada pasien imunokompeten. Available from:
"file:///C:/Users/X200ma/Downloads/Buku7_ADOLF%20H%20MITAART.pdf"
file:///C:/Users/X200ma/Downloads/Buku7_ADOLF%20H%20MITAART.pdf (diakses 1 Maret 2015)

57

58

Momi. et. al. (2010). Hyponatremia-What Is Cerebral Salt Wasting. The


Permanente Journal, 62-65.
Notoatmojo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta. Halaman 205, 207
Nuraeny, N. dkk. (2015). Profil Lesi Mulut Akibat Infeksi Herpes Simplex Virus
(HSV) Tipe 1. Foril XI 2015. 42-46.
Parija, S.C. (2009). Textbook of Mikrobiology & Immunology. India: Elsevier
halaman 496.
Penkert, R. R., & R. F, Kalejta. (2011). Tegument Protein Control of Latent
Herpesvirus Establishment and Animation. Herpesviridae, 2-3.
Peterson, E. (2006). Infection in Obstetrics and Gynecology. New York: Thieme.
Halaman 87-88.
Robinson, J. S. (2002). Age-Spesific Prevalence of Infection with Herpes Simplex
Virus Type 2 and 1: A Grobal Review. United Kingdom: Greenfor
Roizman, B. (2007). The Family Herpesviridae. Fields Virology , halaman 79-99.
Saputra, L. (2013). Panduan Praktik Keperawatan Klinis. Tanggerang Selatan:
Binarupa Aksara.
Scully, C. (2010). Medical Problem in Dentistry. Sixth Edition. London: Elsevier.
Seward, J. S., M, Marin, & M, Vazquez. (2008). Varicella vaccine effectiveness
in the US vaccination program. The Journal of Infectious Diseases, 82-87.
Silverman, S. et al. (2001). Essentials of Oral Medicine. London: Bc Decker
Sudjana. (2005). Metoda statistika. Bandung: Tarsito.
Tilliss, T., John, M. (2002). Differential Diagnosis: Is It Herpes or Aphthous?.
The Journal of Contemporary Dental Practice, Volume 3. Halaman 2-5.
Tidy, C. (2013). Human Herpes Viruses. Emis. Halaman 1-4. Available from
"http://www.patient.co.uk/doctor/human-herpes-viruses"
www.patient.co.uk/doctor/human-herpes-viruses , 15 desember 2014
Tyring. et al. (2010). Mucocutaneous Manifestationof Viral Disease. Second
edition. London: Informa Healthcare
Universitas of Maryland Medical Center. (2005.)., Available from:
http://umm.edu/health/medical/altmed/condition/herpes-simplex-virus
(diakses 15 Desember 2014)

59

Warnakulasuriya, S., & Tilakaratne, W.M. (2014) Oral Medicine and Pathology:
A Guide to Diagnosis and Management. First edition. New Delhi: Jaypee.
Warrell, D.A. et al. (2005). Oxford Textbook of Medicine. Edisi ke 4. Volume1.
Amierika Serikat : Oxford University Press. Halaman 327
Weigmann. H.S., et al. (2005). Viral Infection and Treatment. New York: Marcel
Dekker
Williams, Lippincot dan Wilkins. (2009). Diagnostik Test Made Incredibly Easy.
Second edition. Amerika Serikat: Wolter Kluwer halaman 167

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian

60

Lampiran 2 Surat Balasan Izin Penelitian

61

Lampiran 3 Surat Penugasan Bimbingan Skripsi

62

Lampiran 4 Surat Permohonan Rekomendasi Etik

63

Lampiran 5 Surat Balasan Komite Etik

64

Lampiran 6 Data Rekam Medis / Logbook Pasien Infeksi HSV-1 di Sub


Bagian IPM SMF Gigi dan Mulut RSUP Dr Hasan Sadikin Bulan Juni 2014
Mei 2015

No

Pasien

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

DS
IS
D
EHS
YP
MK
AR
N
SS
B
Z
MI
IJ
TS
DA

Usia
(Tahun
)
38
30
37
54
13
28
51
50
24
L
P
P
P
P
P

Jenis
Kelamin

No
Medrec

Diagnosa

Operator

Pembimbing

L
P
L
P
L
L
L
P
P
58
45
44
50
76
31

1322162
1360455
1301556
1374778
1376220
1380676
1389208
1293028
1418342
352638
1423614
101487
35378
135434
724288

Infeksi HSV-1
Infeksi HSV-1
Infeksi HSV-1
Infeksi HSV-1
Infeksi HSV-1
Infeksi HSV-1
Infeksi HSV-1
Infeksi HSV-1
Infeksi HSV-1
Infeksi HSV-1
Infeksi HSV-1
Infeksi HSV-1
Infeksi HSV-1
Infeksi HSV-1
Infeksi HSV-1

HCW
HCW
HCW
HCW
HCW
DOT
DOT
IG
FM
DOT
DOT
DOT
FM
IG
DOT

RS, TS, EFS


RS
RS
RS, EFS
RS
EFS
RS
EFS, RS
RS
RS
EFS, RS
EFS
IS
RS
RS

65

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis lahir di Bukittinggi pada tanggal 27 Juli 1993


Tahun 1997-1999, penulis mengikuti pendidikan di Taman Kanak-Kanak
Diniyah Putri Padangpanjang, Sumatera Barat
Tahun 1999-2005, penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Dasar Negeri
(SDN) 04 Guguk Malintang Padangpanjang, Sumatera Barat
Tahun 2005-2008, penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama Negeri (SMPN) 1 Padangpanjang, Sumatera Barat
Tahun 2008-2011, penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Menengah
Atas Negeri (SMAN) 1 Padangpanjang, Sumatera Barat.
Tahun 2011 hingga saat ini penulis sedang menempuh pedidikan
Kedokteran Gigi di Universitas Padjadjaran, Bandung.

66

Anda mungkin juga menyukai