Anda di halaman 1dari 22

RANGKUMAN

TES DIAGNOSTIK, BERPIKIR KRITIS DAN


HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS)

RANGKUMAN
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengembangan Instrumen Penilaian yang dibimbing oleh Ibu Vita Ria S.Pd, M.Pd.

Oleh
VINDYASTIKA INKE R.
130351615587

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
September 2016
TES DIAGNOSTIK

A. Pengertian Tes Diagnostik


Istilah diagnostik dapat diuraikan dari asal katanya yaitu diagnosis yang berarti
mengidentifikasi penyakit dari gejala-gejala yang ditimbulkannya. Seperti halnya kerja
seorang dokter, sebelum menentukan penyakit dan obat yang tepat untuk menyembuhkannya,
seorang dokter akan mengadakan pemeriksaan secara teliti, misalnya: memeriksa denyut nadi,
suara napas, refleks lutut, refleks pupil mata, urine, darah, dan sebagainya. Pemeriksaan awal
seperti ini disebut mendiagnosis, sedangkan mengobati disebut terapi. Demikian juga seorang
guru terhadap siswanya. Sebelum dapat memberikan bantuan dengan tepat, guru harus
memberikan tes diagnostik.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tes diagnostik adalah tes
yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga hasil tersebut dapat
digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut berupa perlakuan yang tepat dan
sesuai dengan kelemahan yang dimiliki siswa. Tes diagnostik digunakan guru untuk mendapat
informasi tentang kesulitan siswa dalam belajar. Dengan diketahuinya kesulitan belajar siswa,
guru akan dapat mencarikan bantuan atau tindak lanjut berupa upaya-upaya pemecahan sesuai
masalah atau kesulitan yang telah teridentifikasi yang tepat kepada siswa. Dalam buku Tes
diagnostik yang diterbitkan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2007 dikemukan
sejumlah karakteristik dari tes diagnostik yaitu:
a. dirancang untuk mendeteksi kesulitan belajar siswa, karena itu format dan respons yang
dijaring harus didesain memiliki fungsi diagnostik,
b. dikembangkan berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan yang
mungkin menjadi penyebab munculnya masalah (penyakit) siswa,
c. menggunakan soal-soal bentuk supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat),
sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Bila ada alasan tertentu sehingga
mengunakan bentuk selected response (misalnya bentuk pilihan ganda), harus disertakan
penjelasan mengapa memilih jawaban tertentu sehingga dapat meminimalisir jawaban
tebakan, dan dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya, dan
d. disertai rancangan tindak lanjut (pengobatan) sesuai dengan kesulitan (penyakit) yang
teridentifikasi.
Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah (2007: 4) menyatakan bahwa pendekatan
miskonsepsi adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk mendiagnosis kegagalan siswa
dalam hal memahami konsep (miskonsepsi). Oleh karena itu, tes diagnostik miskonsepsi akan
berisi soal-soal konsep yang berbentuk pilihan ganda dengan memberikan penjelasan jawaban
dan alasan yang juga berbentuk pilihan ganda. Tes Diagnostik pendekatan miskonsepsi
2

digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan siswa dalam memahami konsep yang mereka
bangun berdasarkan pengalaman-pengalaman mereka. Selain mengidentifikasi miskonsepsi,
dalam tes diagnosis juga digunakan untuk mengidentifikasi salah aplikasi konsep dan tingkat
pemahaman siswa terhadap suatu konsep materi.
B. Perencanaan dan Pelaksanaan Tes Diagnostik
Kurikulum yang ada sekarang di dasarkan pada penguasaan kompetenesi, oleh karena
itu dalam merencakan tes diagnostik sebaiknya dilakukan untuk memeriksa kompetensi yang
bermasalah dimana siswa mengalami kesulitan dalam belajar sehingga belum mencapai
ketuntasan (KKM), kemudian menentukan kemungkinan sumber masalahnya. Secara garis
besar langkah-langkah dalam mengembangkan tes diagnostik (diknas, 2007:5) adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mengidentifikasi kompetensi dasar yang belum tercapai ketuntasannya.


Menentukan kemungkinan sumber masalah
Menentukan bentuk dan jumlah soal yang sesuai
Menyusun kisi-kisi soal
Menulis soal
Mereview soal
Menyusun kriteria penilaian
Memperhatikan fungsi dari tes diagnostik adalah untuk mengidentifikasi

permasalahan- permasalahan / kesulitan yang dialami siswa, maka guru dapat melakukan tes
diagnostik ini pada beberapa waktu sebelum proses pembelajaran, pada saat proses
pembelajaran dan pada saat akan mengakhiri pembelajaran.
Tes diagnostik ke-1. Tes diagnostik ke-1 dilakukan untuk mengukur tingkat
penguasaan pengetahuan dasar, biasa disebut dengan pengetahuan bahan prasarat (prerequisite). Oleh karena itu tes ini disebut juga tes prasarat atau pre-requeisite test.
Tes diagnostik ke-2 dilakukan terhadap calon siswa yang mulai mengikuti program.
Apabila cukup banyak calon siswa yang diterima sehingga diperlukan lebih dari satu kelas,
maka untuk pembagian kelas diperlukan suatu pertimbangan khusus. Dengan demikian maka
tes diagnostik telah berfungsi sebagai tes penempatan (placement test)
Tes diagnostik ke-3 dilakukan terhadap siswa yang sedang belajar. Sebagai guru,
perlu memberikan tes diagnostik untuk mengetahui bagian/kompetensi dasar mana dari bahan
yang diberikan itu belum dikuasai siswa dan mendeteksi penyebab siswa tersebut belum
menguasai bahan.
Tes diagnostik ke-4 diadakan pada waktu siswa akan mengakhiri pelajaran. Dengan
tes ini guru akan dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang ia berikan.

Tes ini dilakukan sebelum diadakan tes ulangan akhir semester atau ulangan kenaikan kelas
atau remedial seandainya ditemukan permasalahan atau kesulitan-kesulitan belajar
Berdasarkan penjelasan diatas maka tes diagnostik ke-1 dan ke-2 diikuti oleh
seluruh siswa. Tes diagmostik ke-3 dan ke-4 hanya diikuti oleh siswa yang diduga
bermasalah. Dugaan tersebut bisa di dasarkan pada hasil ulangan harian atau pengalaman guru
pada proses pembelajaran. Tes diagnostik dapat dilakukan di kelas, laboratorium, di luar
ruangan atau bahkan dapat dilakukan dirumah dalam bentuk penugasan oleh guru. Dapat
dilakukan oleh guru, wali kelas dan bahkan oleh orang tua siswa di rumah. Perihal berapa
lama tes diagnostik

dilakukan dapat dianalogikan dengan pekerjaan dokter dalam

mendiagnosis pasien. Dokter akan berusaha melakukan diagnostik secara cepat dan tepat
untuk mendapatkan gambaran tentang penyakit yang diderita pasien. Demikian juga halnya
dengan guru dalam melaksanakan tes diagnostik, waktu yang diperlukan sangat tergantung
kepada jenis masalah/kesulitan belajar siswa yang ingin di diagnosis. Misalnya, untuk
mendiagnosis miskonsepsi bisa dengan menggunakan pertanyaan singkat, tetapi untuk
mendiagnosis keterampilan tertentu diperlukan pengamatan yang relatif lebih lama.
C. Analisis Tes Diagnostik dan Tindak Lanjut
Penskoran tes diagnostik pada prinsipnya tidak berbeda dengan penskoran pada tes-tes
yang lain, tetapi membutuhkan penelusuran dan interpretasi respons yang lebih cermat untuk
menemukan fungsi diagnostiknya. Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika melakukan
penskoran dan penafsiran hasil tes diagnostik.
a. Memberikan skor tertinggi jika jawaban siswa lengkap dan skor terendah jika jawaban
siswa paling minim, kegiatan penskoran juga harus mampu merekam jenis kesalahan
(type error) yang ada dalam respons siswa. Siswa dengan skor sama, misalnya samasama 0 (berarti responsnya salah) belum tentu memiliki type error yang sama juga,
karena itu mengidentifikasi penyebab terjadinya kesalahan jauh lebih bermakna
dibandingkan dengan menentukan berapa jumlah kesalahannya atau berapa skor total
yang dicapainya. Hasil identifikasi type error menjadi dasar interpretasi yang akurat.
b. Untuk memudahkan identifikasi dan analisis terhadap berbagai type error yang terjadi,
setiap type error dapat diberi kode yang ditentukan guru, misalnya:
A=terjadi miskonsepsi
B= kesalahan mengubah satuan
C=kesalahan menggunakan formula
D=kesalahan perhitungan, dan seterusnya.
c. Bila tes diagnostik terhadap suatu indikator dibangun oleh sejumlah butir soal perlu
ditentukan batas pencapaian untuk menentukan bahwa seorang siswa itu dinyatakan
4

sakit (bermasalah). Juga perlu ditentukan batas toleransi untuk jumlah dan jenis type
error yang boleh terjadi. Batas pencapaian ini dapat ditentukan sendiri oleh guru berdasar
pengalamannya atau berdiskusi dengan teman sejawat. Batas pencapaian dapat dilakukan
berdasarkan pencapaian KKM misalnya 75, namun karena tes diagnostik dimaksudkan
sebagai dasar untuk memberikan bantuan, maka lebih aman jika menggunakan batas
pencapaian tinggi, misalnya 80%.
d. Penskoran terhadap butir soal pemecahan masalah (problem solving) hendaknya mampu
merekam setiap kemampuan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah tersebut,
meliputi:
kemampuan menerjemahkan masalah ke dalam bahasa sains (linguistic knowledge);
kemampuan mengidentifikasi skema penyelesaian masalah (schematic knowledge);
kemampuan mengidentifikasi tahapan-tahapan penyelesaian masalah (strategy

knowledge); dan
kemampuan melakukan tahapan-tahapan penyelesaian masalah (algorithmic

knowledge).
Masing-masing komponen kemampuan di atas mendapat skor sesuai kompleksitas

cakupannya dan dapat berbeda antara soal satu dengan lainnya.


e. Tes diagnostik menggunakan acuan kriteria (criterion- referenced), karena hasil tes
diagnostik yang dicapai oleh seorang siswa tidak digunakan untuk membandingkan
siswa tersebut dengan kelompoknya melainkan terhadap kriteria tertentu sehingga ia
dapat diklasifikasikan sakit dan membutuhkan terapi ataukah sehat sehingga dapat
mengikuti kegiatan pembelajaran berikutnya.
Kegiatan guru adalah menindaklanjuti hasil tes diagnostik siswa jika dianalogikan
dengan kegiatan pengobatan oleh dokter kepada pasiennya setelah dilakukan serangkaian
diagnosis. Tindak lanjut tersebut berupa perlakuan-perlakuan yang sesuai dengan
permasalahan atau kesulitan yang dihadapi siswa. Ibarat pemberian obat, dosisnya tidak boleh
terlalu rendah atau terlalu tinggi, apalagi sampai salah memberikan obat. Karena hal yang
demikian justru akan memperberat atau menimbulkan masalah baru bagi siswa.
Kesembuhan pasien di rumah sakit tidak hanya ditentukan oleh jenis dan dosis obat
yang diberikan oleh dokter, tetapi dipengaruhi juga oleh pribadi pasien, sikap dokter,
lingkungan rumah sakit, perhatian keluarga dan lain-lain. Demikian juga kegiatan tindak
lanjut untuk menyelesaikan permasalahan siswa, tidak hanya tertuju kepada siswa itu sendiri,
melainkan juga kepada semua pihak yang terkait dengan kegiatan pembelajaran dan berkontribusi yang menimbulkan permasalahan siswa, misalnya profesionalitas guru, lingkungan
sekolah, masyarakat, dan keluarga. Bahkan menyelesaikan permasalahan belajar siswa

terkadang bisa menjadi lebih rumit dibandingkan mengobati suatu penyakit, karena keunikan
dan kompleksitas faktor-faktor yang mempengaruhinya.
D. Contoh Analisis Tes Diagnostik
SKL

: Menerapkan konsep zat dan kalor serta penggunaannya dalam


kehidupan sehari-hari.

INDIKATOR

: Menjelaskan pengaruh suhu pada pemuaian dalam kehidupan seharihari.

1. Dua buah labu masing-masing berisi penuh minyak dan air (volume sama). Kedua labu
kemudian dipanaskan seperti gambar berikut. Permukaan zat cair dalam kedua labu
setelah dipanaskan adalah .
A. permukaan minyak dan air tetap.
B. permukaan minyak dan air naik secara bersamaan.
C. permukaan minyak dan air tidak sama tinggi.
D. permukaan
minyak dan air akan naik sampai
ketinggiannya sama.
Alasan :
Dua buah labu sejenis masing-masing berisi penuh minyak dan air. Kedua labu kemudian
dipanaskan seperti gambar pada soal di atas. Pernyataan berikut yang benar adalah.
A.
B.
C.
D.

volume awal minyak dan air dalam kedua labu adalah sama.
kedua labu memperoleh kalor yang sama.
koefisien muai minyak tidak sama dengan koefisien muai air.
massa minyak dan massa air dalam kedua labu tidak sama

Jawaban :
CC
Analisis :
Dua buah labu sejenis masing-masing berisi penuh minyak dan air.

Konsep

Permukaan zat cair dalam kedua labu setelah dipanaskan adalah

benar

yang

permukaan minyak dan air tidak sama tinggi karena koefisien muai
minyak tidak sama dengan koefisien muai air.
Dua buah labu sejenis masing-masing berisi penuh minyak dan air.

Miskonsepsi

Permukaan zat cair dalam kedua labu setelah dipanaskan adalah


tetap karena kedua labu memperoleh kalor yang sama.
Dua buah labu sejenis masing-masing berisi penuh minyak dan air.
Permukaan zat cair dalam kedua labu setelah dipanaskan adalah
6

Miskonsepsi

naik secara bersamaan karena volume awal minyak dan air dalam
kedua labu adalah sama.
Dua buah labu sejenis masing-masing berisi penuh minyak dan air.

Miskonsepsi

Permukaan zat cair dalam kedua labu setelah dipanaskan adalah


tidak sama tinggi karena massa minyak dan massa air dalam kedua
labu tidak sama.
2. Perhatikan beberapa pernyataan berikut!
1) Pemasangan sambungan rel kereta api dibuat renggang.
2) Untuk mempermudah membuka tutup botol dapat dilakukan dengan menyiram air
panas.
3) Pemasangan kaca pada bingkainya dibuat agak renggang.
4) Pemasangan kabel telepon dan kabel listrik dibuat kencang.
Yang benar mengenai penerapan peristiwa pemuaian dalam kehidupan sehari-hari
adalah .
A. 1, 2, dan 4
B. 2, 3 dan 4

C. 1, 3, dan 4
D. 1, 2, dan 3

Alasan :
Perhatikan beberapa pernyataan-pernyataan berikut!
1) Sambungan rel kereta api dibuat renggang agar jika memuai rel tidak melengkung.
2) Penyiraman air panas membuat tutup botol memuai lebih besar sehingga lebih
mudah dibuka.
3) Kabel telepon dibuat kencang agar tidak putus jika memuai.
4) Kerenggangan bingkai memberi ruang bagi kaca untuk memuai sehingga tidak
pecah.
Pernyataan yang benar adalah.
A. 1, 2, dan 3
B. 2, 3, dan 4

C. 1, 3, dan 4
D. 1, 2, dan 4

Jawaban :
D-D
Analisis :
Contoh penerapan peristiwa pemuaian dalam kehidupan sehari-hari

Konsep

adalah sambungan rel kereta api dibuat renggang agar jika memuai

benar

yang

rel tidak melengkung, penyiraman air panas membuat tutup botol


memuai lebih besar sehingga lebih mudah dibuka, pemasangan
kaca pada bingkainya dibuat agak renggang karena kerenggangan
bingkai memberi ruang bagi kaca untuk memuai sehingga tidak
pecah.
Contoh penerapan peristiwa pemuaian dalam kehidupan sehari-hari
adalah pemasangan kabel telepon dan kabel listrik dibuat kencang
7

Miskonsepsi

agar tidak putus jika menyusut.


3. Tutup botol dari logam pada sebuah botol dari kaca dicelupkan ke dalam air panas seperti
pada gambar berikut ini. Setelah dicelupkan ke dalam air panas maka.
A. Tutup botol semakin kencang
B. Tutup botol menjadi longgar
C. Tutup botol memanjang
D. Ujung botol akan pecah.
Alasan :
Hal yang terjadi ketika tutup botol dari logam pada sebuah botol dari
kaca dicelupkan ke dalam air panas yaitu.
A. Tutup botol menyusut setelah terkena air panas.
B. Botol yang terbuat dari gelas memuai ketika terkena air panas.
C. Pemuaian tutup botol dari logam lebih besar daripada pemuaian dari gelas.
D. Pemuaian tutup botol dari logam lebih kecil daripada pemuaian dari gelas.
Jawaban :
BC
Analisis :
Tutup botol dari logam pada sebuah botol dari kaca dicelupkan ke

Konsep

dalam air panas. Setelah dicelupkan ke dalam air panas maka tutup

benar

yang

botol menjadi longgar karena pemuaian tutup botol dari logam


lebih besar daripada pemuaian dari kaca.
Tutup botol dari logam pada sebuah botol dari kaca dicelupkan ke

Miskonsepsi

dalam air panas. Setelah dicelupkan ke dalam air panas maka tutup
botol semakin kencang karena tutup botol menyusut setelah terkena
air panas.
Tutup botol dari logam pada sebuah botol dari kaca dicelupkan ke

Miskonsepsi

dalam air panas. Setelah dicelupkan ke dalam air panas maka tutup
botol semakin kencang karena pemuaian tutup botol dari logam
lebih kecil daripada pemuaian dari kaca.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta : Bumi
Akasara
Depdiknas. 2003. Pedoman pengembangan tes diagnostik sains SMP. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Lanjutan Pertama, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
8

Noviati, Eka. 2011. Karakteristik Tes Diagnosis Kognitif Materi Pengukuran, Konsep Zat
Dan Kalor Untuk SMP. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang.

BERPIKIR KRITIS
A. Pengertian Berpikir Kritis
Proses belajar diperlukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi yang
dipelajari. Dalam proses belajar terdapat pengaruh perkembangan mental yang digunakan
dalam berpikir atau perkembangan kognitif dan konsep yang digunakan dalam belajar.
Kemampuan berpikir kritis merupakan aktivitas berpikir tingkat tinggi dan merupakan
proses kognitif untuk memperoleh pengetahuan. Menurut Ennis (1996), berpikir kritis
merupakan cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar untuk
menentukan apa yang akan dikerjakan dan diyakini. Di dalam proses berpikir
berlangsung kejadian menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar pada
inferensi atau pertimbangan yang seksama (Ibrahim dan Nur, 2000).
Kemampuan berpikir kritis bertujuan untuk mendiagnosis tingkat kemampuan
siswa, memberi umpan balik keberanian berpikir siswa, dan memberi motivasi agar siswa
mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya. Kemampuan berpikir kritis dapat
diajarkan di sekolah melalui cara-cara langsung dan sistematis. Dengan memunculkan
kemampuan-kemampuan berpikir kritis siswa akan melatih siswa untuk mampu bersikap
rasional dan memilih alternatif pilihan yang terbaik bagi dirinya. Siswa yang memiliki
kemampuan berpikir kritis akan selalu bertanya pada diri sendiri dalam setiap
menghadapi segala persoalan untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya. Demikian
juga jika siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan terpatri dalam watak dan
kepribadiannya dan terimplementasi dalam segala aspek kehidupannya.
B. Ciri-Ciri Berpikir Kritis

Berikut dinyatakan beberapa sifat dan karakteristik seseorang yang memiliki


kemampuan berpikir kritis (Critical Thinking) yaitu :

Menggunakan bukti dengan terampil dan seimbang

Mengorganisir pemikiran dan mengartikulasikannya dengan singkat dan dengan jelas

Memahami perbedaan antara memberi alasan/menalar dan merasionalkan

Membedakan informasi yang relevan dari yang tidak relevan

Berusaha untuk mengantisipasi konsekuensi tindakan alternatif yang mungkin

Dapat belajar independen dan memiliki kepercayaan dalam melaksanakannya

Menerapkan teknik dan strategi pemecahkan masalah dalam menyelesaikan materi


apapun

Dapat membangun sebuah permasalahan yang disajikan secara informal ke dalam


bentuk yang formal, seperti matematika, dan sekaligus dapat menggunakannya untuk

memecahkan masalah.
Terbiasa mempertanyakan pendapatnya sendiri dan berusaha untuk memahami

pandangan / asumsinya secara kritis juga implikasi dari pandangannya itu


Mengenali kemungkinan yang keliru dari pendapatnya sendiri,

mengenali

kemungkinan penyimpangan yang mungkiun dari pendapatnya, dan menyadari bahaya

pada bukti menurut pilihan pribadi


Menyadari fakta bahwa pemahaman seseorang selalu terbatas
Menentukan kekuatan argument

C. Tahapan Berpikir Kritis


Tahapan-tahapan dalam berpikir kritis menurut Harjasujana (1997) meliputi :
1. Keterampilan Menganalisis
Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah
struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur
tersebut. Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah
konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam
bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki
agar pembaca mengindentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan dalam
proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan. Kata-kata operasional yang
mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya: menguraikan,
membuat

diagram,

mengidentifikasi,

memerinci, dan sebagainya.


2. Keterampilan Mensintesis
10

menggambarkan,

menghubungkan,

Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan


keteramplian

menganallsis.

Keterampilan

mensintesis

adalah

keterampilan

menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru.


Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi
yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru
yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya. Pertanyaan sintesis ini
memberi kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol.
3. Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa
pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan
dengan kritis sehinga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap
beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan
keterampilan ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan menerapkan
konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru.
4. Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan
pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai
pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat dipahami bahwa keterampilan ini menuntut pembaca untuk mampu
menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada
suatu formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri,
dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan
sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa
untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru.
5. Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai
sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki
pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan
menggunakan standar tertentu. Dalam taksonomi belajar, menurut Bloom,
keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang paling tinggi.
Pada tahap ini siswa ituntut agar ia mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif
lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.
D. Pentingnya Kemampuan Berpikir Kritis
11

Keterampilan berpikir kritis menggunakan dasar berpikir menganalisis argumen,


dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap interprestasi untuk mengembangkan pola
penalaran yang kohesif dan logis, kemampuan memahami asumsi, memformulasi
masalah, melakukan deduksi dan induksi serta mengambil keputusan yang tepat.
Keterampilan berpikir kritis adalah potensi intelektual yang dapat dikembangkan melalui
proses pembelajaran. Setiap manusia memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang
menjadi pemikiran yang kritis, karena sesungguhnya kegiatan berpikir memiliki
gabungan dengan pola pengelolaan diri (self organization) yang ada pada setiap makhluk
di alam termasuk manusia sendiri.
Indikator keterampilan berpikir kritis dibagi menjadi lima kelompok, yaitu ;
a) Memberikan penjelasan sederhana, terdiri dari keterampilan memfokuskan
pertanyaan,
b) menganalisis argumen, terdiri dari bertanya dan menjawab pertanyaan.
c) Membangun keteranpilan dasar, terdiri dari menyesuaikan dengan sumber,
mengamati dan melaporkan hasil observasi.
d) Menyimpulkan, terdiri dari keterampilan mempertimbangkan kesimpulan, melakukan
generalisasi dan melakukan evaluasi.
e) Membuat penjelasan lanjut, contohnya mengartikan istilah dan membuat definisi
f) Mengatur strategi dan taktik, contohnya menentukan suatu tindakan dan
berinteraksi dengan orang lain dan berkomunikasi.
Pada dasarnya pembelajaran keterampian berpikir, dapat dengan mudah dilakukan.
Sayangnya, kondisi pembelajaran di sekolah pada umunmnya belum mendukung
terlaksanakannya pembelajaran keterampilan berpikir yang efektif. Beberapa kendala
yang dihadapi, antara lain pembelajaran di sekolah masih terfokus pada guru, belum
student centered; dan fokus pendidikan di sekolah lebih bersifat menghafal/pengetahuan
faktual. Oleh karena itu, keterampilan berpikir sebenarnya merupakan suatu keterampilan
yang dapat dipelajari, dandiajarkan baik di sekolah maupun belajar mandiri.
Pembelajaran keterampilan berpikir kritis, dapat dilakukan melalui latihan, yang sesuai
dengan tahap perkembangan kognitif anak. Tahapan tersebut di antaranya adalah:
1) identifikasi komponen-komponen prosedural;
2) instruksi dan pemodelan langsung;
3) latihan terbimbing;dan
4) latihan bebas.
Sedangkan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pembelajaran keterampilan
berpikir kritis di sekolah, adalah: 1) keterampilan berpikir tidak otomatis dimiliki siswa,
2) keterampilan berpikir bukan merupakan hasil langsung dari pembelajaran bidang studi,
3) siswa jarang melakukan transfer sendiri keterampilan berpikir ini, sehingga perlu
12

adanya latihan terbimbing, pengajaran keterampilan berpikir memerlukan model


pembelajaran yang berpusat kepada siswa (Student Centered).
E. Contoh Soal Berpikir Kritis
1. Sebuah rangkaian listrik terdiri dari 4 resistor R1 = 2, R2 = 4, R3 = 6, DAN R4
= 8 dihubungkan dengan catu daya 12 V selama 1 menit. Hitunglah kuat arus dan
tegangan yang digunakan pada masing-masing resistor jika rangkaian tersebut
disusun secara :
a. Seri
b. Paralel
(soal menganalisis data : siswa mampu mengidentifikasi rangkaian seri-paralel)
2. Seorang ibu rumah tangga membuat daftar penggunaan alat-alat listrik di rumahnya
sepanjang hari itu. Daftar yang berhasil dibuat ibu tersebut adalah :
Alat Listrik
Selang Waktu Penggunaan
Heater 500, 2A
50 menit
Hairdryer 20, 110V
10 menit
Lampu Pijar 40W, 220V
4 jam
Setrika 350W, 220V
1 jam
Lampu 60W, 220V
1,5 jam
Microwave 350W, 220V
30 menit
Berdasarkan data dalam tabel di atas, bantulah ibu tersebut untuk mengetahui
besarnya energi yang digunakan oleh setiap alat. Alat manakah yang menggunakan
energi listrik terbesar dan terkecil pada hari itu ?
(soal mengkategorisasi : siswa mampu mengkategorikan berdasarkan data yang
ada)
3. Seorang anak diminta membuat rangkaian yang terdiri dari 6 lampu identik. Ia
berhasil menyusun rangkaian dalam dua bentuk yaitu seri dan paralel dan
membandingkan hasilnya saat dihubungkan ke sumber tegangan yang sama. Jika
kamu adalah anak tersebut, jelaskan bagaimana perbandingan intensitas (terangredupnya) lampu antara rangkaian seri dan paralel yang telah dibuat !
(soal mengevaluasi : siswa mampu membandingkan penggunaan rangkaian seri
maupun paralel)
4. Lima buah lampu A, B, C, D, dan E yang identik dihubungkan seperti pada
gambar. Ujung P dan Q dihubungkan dengan sumber tegangan sehingga semua
ampu menyala. Pasangan lampu manakah yang menyala paling redup? Jelaskan
penyebabnya!
(soal sebab-akibat : siswa mampu menunjukkan hubungan sebab akibat sesuai
konsep yang ada dengan alasan yang logis)
13

DAFTAR PUSTAKA
Eggen, P. D. dan Kauchak, D. P. 1996. Strategies
For Teachers Teaching Content and Thinking
Skills Third Edition. Boston : Allyn & Bacon.
Ennis, Robert H. (2011). Critical Thinking: Reflection And Perspective Part I. Inquiry,Vol. 26,
1. USA :Prentice Hall, Inc
Harjasujana, A.S & Mulyati, Y. 1997. Modul Membaca 2. Universitas Terbuka. Jakarta :
Depdikbud
Ibrahim, M, dan Nur, M. (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.

HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS)


A. Pengertian Higher Order Thinking Skills (HOTS)
14

Higher Orde Thinking Skill (HOTS) yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai
kemampuan berfikir tingkat tinggi merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran
dimana siswa diajarkan untuk berfikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir
kreatif. Semua keterampilan tersebut aktif ketikaseseorang berhadapan dengan masalah
yang tidak biasa, ketidakpastian, pertanyaan dan pilihan. Penerapan yang sukses dari
keterampilan ini terdapat dalam penjelasan, keputusan, penampilan,dan produk yang
valid sesuai dengan konteks dari pengetahuan dan pengalaman yang ada sertalanjutan
perkembangan keterampilan ini atau keterampilan intelektual lainnya.
Dalam berfikir tingkat tinggi, diperlukan kemampuan bernalar. Dimana
kemampuan bernalar dan berfikir kritis ini saling berhubungan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Krulik dan Rudnick (1995: 2), bahwa penalaran mencakup berpikir dasar (basic
thinking), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking). Dua
tingkat berfikir terakhir inilah (berfikir kritis dan berfikir kreatif) yang disebut sebagai
keterampilan berfikir tingkat tinggi yang harus dikembangkan dalam pembelajaran.
B. Higher Order Thinking Skills Menurut Taksonomi Bloom Revisi
Taksonomi Bloom dianggap merupakan dasar bagi kemampuan berpikir tingkat
tinggi. Pemikiran ini didasarkan bahwa beberapa proses kognisi yang lebih daripada yang
lain, tetapi memiliki manfaat-manfaat umum. Dalam taksonomi Bloom sebagai contoh,
kemampuan melibatkan analisis (analyze), evaluasi (evaluate) dan mengkreasi (create)
dianggap sebagai berpikir tingkat tinggi. Adapun definisi untuk masing-masing tingkat
tersebut adalah sebagai berikut.

Analyze (Menganalisis)
Menganalisis meliputi kemampuan untuk memecah suatu kesatuan menjadi bagianbagian dan menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut dihubungkan satu dengan
yang lain atau bagian tersebut dengan keseluruhannya. Analisis menekankan pada
kemampuan merinci sesuatu unsur pokok menjadi bagian-bagian dan melihat
hubungan antar bagian tersebut. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu
menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan
informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya
dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah
skenario yang rumit. Kategori Analyze terdiri kemampuan membedakan
(Differentiating), mengorganisasi (Organizing) dan memberi simbol (Attributing)
a

Differentiating (membedakan)
Membedakan meliputi kemampuan

membedakan

keseluruhan struktur dalam bentuk yang sesuai.


Organizing (mengorganisasi)
15

bagian-bagian

dari

Mengorganisasi meliputi kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur secara


c

bersama-sama menjadi struktur yang saling terkait.


Attributing (mengatribusikan)
Attributing adalah kemampuan siswa untuk menyebutkan tentang sudut
pandang, bias, nilai atau maksud dari suatu masalah yang diajukan. Attributing
membutuhkan pengetahuan dasar yang lebih agar dapat menerka maksud dari
inti permasalahan yang diajukan.

Evaluate (Mengevaluasi)
Mengevaluasi didefinisikan sebagai kemampuan melakukan judgement berdasar
pada kriteria dan standar tertentu. Kriteria sering digunakan adalah menentukan
kualitas, efektifitas, efisiensi, dan konsistensi, sedangkan standar digunakan dalam
menentukan kuantitas maupun kualitas. Evaluasi mencakup kemampuan untuk
membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan
pertanggungjawaban pendapat itu yang berdasar kriteria tertentu. Adanya
kemampuan ini dinyatakan dengan memberikan penilaian terhadap sesuatu.
Kategori menilai terdiri dari Checking (memeriksa) dan Critiquing (mengkritik).
a

Checking (memeriksa)
Cheking adalah kemampuan untuk mengetes konsistensi internal atau kesalahan
pada operasi atau hasil serta mendeteksi keefektifan prosedur yang digunakan.
Critiquing (mengkritik)
Critique adalah kemampuan memutuskan hasil atau operasi berdasarkan criteria
dan standar tertentu. mendeteksi apakah hasil yang diperoleh berdasarkan suatu
prosedur menyelesaikan suatu masalah mendekati jawaban yang benar

Create (Mencipta)
Create didefinisikan sebagai menggeneralisasi ide baru, produk atau cara pandang
yang baru dari sesuatu kejadian. Create di sini diartikan sebagai meletakkan beberapa
elemen dalam satu kesatuan yang menyeluruh sehingga terbentuklah dalam satu
bentuk yang koheren atau fungsional. Siswa dikatakan mampu Create jika dapat
membuat produk baru dengan merombak beberapa elemen atau bagian ke dalam
bentuk atau stuktur yang belum pernah diterangkan oleh guru sebelumnya. Proses
Create umumnya berhubungan dengan pengalaman belajar siswa yang sebelumnya.
Proses Create dapat dipecah mnjadi tiga fase yaitu: masalah diberikan, dimana siswa
mencoba untuk memahami soal, dan mengeluarkan solusi yang mungkin;
perencanaaan penyelesaian, di mana siswa memeriksa kemungkinan dan memikirkan
rancangan yang dilaksanakan; dan pelaksanaan penyelesian, di mana siswa berhasil
16

melaksanakan rencana. Karena itu, proses kreatif dapat diartikan sebagai awalan yang
memiliki fase yang berbeda di mana akan muncul kemungkinan penyelesaian yang
bermacam-macam sebagaimana yang dilakukan siswa yang mencoba untuk
memahami soal (Merumuskan/Generating). Langkah ini dilanjutkan dengan langkah
yang

mengerucut,

dimana

siswa

memikirkan

metode

penyelesaian

dan

menggunakannya dalam rancangan kegiatan (Merencanakan/Planning). Terakhir,


rencana

dilaksanakan

dengan

cara

siswa

menyusun

penyelesaian

(Memproduksi/Producing).

C. Pengembangan Soal HOTS


Pengembangan soal HOTS memerlukan berbagai kriteria baik dari segi bentuk
soalnya maupun konten materi subyeknya. Teknik penulisan soal-soal HOTS baik yang
berbentuk pilihan ganda atau uraian secara umum sama dengan penulisan soal tingkat
rendah, tetapi ada beberapa ciri yang membedakannya. Ada beberapa cara yang dapat
dijadikan pedoman untuk menulis butir soal yang menuntut berpikir tingkat tinggi, yakni
materi yang akan ditanyakan diukur dengan perilaku sesuai dengan ranah kognitif Bloom
pada level analisis, sintesis dan evaluasi, setiap pertanyaan diberikan dasar pertanyaan
(stimulus) dan soal mengukur kemampuan berpikir kritis. Agar butir soal yang ditulis
dapat menuntut berpikir tingkat tinggi, maka setiap butir soal selalu diberikan dasar
pertanyaan (stimulus) yang berbentuk sumber/bahan bacaan seperti: teks

bacaan,

paragrap, teks drama, penggalan novel/cerita/dongeng, puisi, kasus, gambar, grafik, foto,
rumus, tabel, daftar kata/symbol, contoh, peta, film, atau suara yang direkam. Pada
contoh pengembangan soal di dalam modul ini hanya di bahas soal HOTS berdasarkan
17

Bloom. Untuk pengetahuan tambahan dalam penulisan soal HOTS, kita dapat pula
mempelajari kemampuan berpikir kritis yang dapat dijadikan dasar dalam menulis butir
soal. Beberapa keterampilan berpikir kritis dan contoh indikator soalnya adalah sebagai
1

berikut.
Menfokuskan pada pertanyaan
Contoh indikator soal: Disajikan sebuah masalah/problem, aturan, kartun, atau
eksperimen dan hasilnya, peserta didik dapat menentukan masalah utama, kriteria yang

digunakan untuk mengevaluasi kualitas, kebenaran argumen atau kesimpulan.


Menganalisis argumen
Contoh indikator soal: Disajikan deskripsi sebuah situasi atau satu/dua argumentasi,
peserta didik dapat: (1) menyimpulkan argumentasi secara cepat, (2) memberikan alasan
yang mendukung argumen yang disajikan, (3) memberikan alasan tidak mendukung

argumen yang disajikan.


Mempertimbangkan yang dapat dipercaya
Contoh indikator soal: Disajikan sebuah teks argumentasi, iklan, atau eksperimen dan
interpretasinya, peserta didik menentukan bagian yang dapat dipertimbangan untuk

dapat dipercaya (atau tidak dapat dipercaya), serta memberikan alasannya.


Mempertimbangkan laporan observasi
Contoh indikator soal: Disajikan deskripsi konteks, laporan observasi, atau laporan
observer, peserta didik dapat mempercayai atau tidak terhadap laporan itu dan

memberikan alasannya.
Membandingkan kesimpulan
Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan yang diasumsikan kepada peserta
didik adalah benar dan pilihannya terdiri dari: (1) satu kesimpulan yang benar dan logis,
(2) dua atau lebih kesimpulan yang benar dan logis, peserta didik dapat membandingkan
kesimpulan yang sesuai dengan pernyataan yang disajikan atau kesimpulan yang harus

diikuti.
Menentukan kesimpulan
Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan yang diasumsikan kepada peserta
didik adalah benar dan satu kemungkinan kesimpulan, peserta didik dapat menentukan

kesimpulan yang ada itu benar atau tidak, dan memberikan alasannya.
Mempertimbangkan kemampuan induksi
Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan, informasi/data, dan beberapa
kemungkinan kesimpulan, peserta didik dapat menentukan sebuah kesimpulan yang

tepat dan memberikan alasannya.


Menilai
Contoh indikator soal: Disajikan deskripsi sebuah situasi, pernyataan masalah, dan
kemungkinan penyelesaian masalahnya, peserta didik dapat menentukan solusi yang
positif dan negatif, atau solusi mana yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang
disajikan, dan dapat memberikan alasannya.
18

Mendefinisikan Konsep
Contoh indikator soal: Disajikan pernyataan situasi dan argumentasi/naskah, peserta

didik dapat mendefinisikan konsep yang dinyatakan.


10 Mendefinisikan asumsi
Contoh indikator soal: Disajikan sebuah argumentasi, beberapa pilihan yang implisit di
dalam asumsi, peserta didik dapat menentukan sebuah pilihan yang tepat sesuai dengan
asumsi.
11 Mendeskripsikan
Contoh indikator soal: Disajikan sebuah teks persuasif, percakapan, iklan, segmen dari
video klip, peserta didik dapat mendeskripsikan pernyataan yang dihilangkan.
Keterampilan-keterampilan di dalam HOTS di dalam taksonomi Bloom termasuk tiga
level tertinggi yaitu analisis, sintesis dan evaluasi. Untuk peserta didik tingkat menengah
tidak semua keterampilan dapat dilatihkan melalui pemecahan soal-soal tetapi kita dapat
memilih yang sesuai dengan tingkat berpikir peserta didik SMP/MTs dan mengkreasikan
menjadi soal yang mendorong peserta didik berpikir.

D. Contoh Soal HOTS


Topik
Kelas
Standar Kompetensi
Kompetensi dasar

: Hereditas menurut Mendel


: IX
: 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup
: 2.3 Mendeskripsikan proses pewarisan dan hasil pewarisan

Indikator

sifat dan penerapannya


: Disajikan data hasil perkawinan silang peserta didik dapat

menentukan hasil perkawinan silang tersebut


Ranah Kognitif
: Analisis
Kata kerja Ranah Kognitif : Menyeleksi dan menyimpulkan

SOAL
Soal Pilihan Ganda
Perhatikan bagan persilangan bunga mawar berikut.
Turunan pertama (F1) pada persilangan bunga mawar tersebut berbunga merah. Hal ini
menunjukkan bahwa.
19

A.
B.
C.
D.
E.

F1 hanya mewarisi sifat dari induk A


F1 hanya mewarisi sifat induk B
sifat putih dominan terhadap merah
sifat merah dominan terhadap putih

b Soal Uraian
Tanaman bunga mawar merah disilangkan dengan tanaman bunga mawar putih.
Keturunan pertama (F1) dari persilangan tersebut 100% berupa tanaman bunga mawar
merah muda. Jika diketahui M adalah gen merah dan m adalah gen putih, tentukan
perbandingan genotip dan fenotip keturunan kedua (F2) dari persilangan tersebut.

Topik
Kelas
Standar Kompetensi

: Gaya
: IX
: Memahami peranan usaha, gaya, dan energi dalam

Kompetensi dasar

kehidupan sehari-hari
: 5.2 Mengidentifikasi jenis-jenis gaya, penjumlahan gaya

Indikator

dan pengaruhnya pada suatu benda yang dikenai gaya


: Disajikan gambar benda dan panah yang menunjukkan gaya
pada benda, peserta didik dapat menentukan perubahan

akibat gaya pada benda


Ranah Kognitif
: Evaluasi
Kata kerja Ranah Kognitif : Membandingkan dan memprediksi

SOAL
Panah dalam diagram ini menunjukkan
stasioner.

Apa yang akan terjadi pada bola tenis?


20

ukuran gaya yang bekerja pada bola tenis

A.
B.
C.
D.

Bola tenis akan tetap


Bola tenis akan bergerak ke kanan
Bola tenis akan mulai bergerak ke atas
Bola tenis akan mulai bergerak ke bawah

Topik
Kelas
Standar Kompetensi
Kompetensi dasar
Indikator

: Sifat fisika
: VII
: Memahami berbagai sifat dalam perubahan fisika dan kimia
: 4.1 Membandingkan sifat fisika dan sifat kimia zat
: Disajikan tabel data yang berisi nama ursur dan senyawa
serta titik leleh dan titikdidihnya peserta didik dapat

Ranah Kognitif

menentukan wujud unsur dan senyawa pada suhu kamar


: Analisis dan Evaluasi

Kata kerja Ranah Kognitif : Menganalisis, membandingkan dan menyimpulkan

SOAL
Pada suhu kamar, zat ada yang berwujud cair, padat atau gas. Berikut ini data titik didih
dan titik leleh beberapa jenis zat ( suhu ruang 20 oC).
ZAT
Nitrogen
Karbondioksida
Amonia
Bromin
Fosfor
Merkuri (II) Klorida

TITIK LELEH (oC)


-210
-112
-78
-7
44
276

TITIK DIDIH (oC)


-196
46
-34
59
280
302

a. Unsur manakah yang berwujud padat pada suhu kamar?


.
b. Senyawa manakah yang berwujud cair pada suhu kamar?
.
21

c. Senyawa manakah yang berwujud gas pada suhu kamar?


.

22

Anda mungkin juga menyukai