Anda di halaman 1dari 20

R.

Widodo (1)
(1)

Staf pengajar Program Studi Teknik Pengecoran Logam POLMAN Bandung

Secara teknis bahan paduan besi karbon terdiri dari dua kelompok besar. Kelompok pertama adalah kelompok
baja dengan kandungan karbon hingga sekitar 2%. Kelompok ini dapat dikenali melalui strukturnya, baik dalam
keadaan as cast maupun setelah perlakuan panas, tidak mengandung karbon bebas (grafit). Sedangkan
kelompok kedua adalah kelompok besi dengan kandungan karbon lebih dari 2% serta pada umumnya dapat
mengandung grafit didalam strukturnya.
Berdasarkan struktur pembekuannya, paduan ini terdiri dari paduan metastabil (as cast besi cor mampu tempa
dan besi cor putih) dan paduan yang pada kondisi as cast telah mengandung grafit (besi cor kelabu dan besi cor
nodular).

Gambar 35.
Pembagian kelompok paduan besi karbon.
Garis likuidus AC memperlihatkan bahwa peleburan bahan baja akan membutuhkan temperatur yang jauh lebih
tinggi dari besi cor yang memiliki kandungan C tinggi dimana pada temperatur diatas AC ini akan terjadi
berbagai lossis terutama unsur C, Si dan P.
Pada baja, secara prinsip, tidak terjadi pelepasan C bahkan ketika temperatur telah mencapai sesaat menjelang
AC. Namun demikian, khususnya pada baja hipereutektoid, pada akibat dari proses-proses pembentukan panas
(hot forming) seperti tempa dan pengerolan ataupun pemanasan pada waktu yang lama, penggrafitan dapat
terjadi sebagai efek yang tidak diinginkan. Dalam hal ini baja akan menjadi rapuh dengan patahan yang
berwarna kelabu sampai kehitaman serta disebut dengan patahan hitam. Kecuali pada paduan dengan kandungan
C lebih dari 1% yang ditambah dengan Si sampai dengan 2%. Pada paduan ini, melalui proses anil, sebagian
dari kandungan C diubah menjadi grafit (baja bergrafit).
Besi Cor Mampu Tempa (BCMT/maleable cast iron), merupakan paduan besi karbon yang memiliki struktur as
castnya putih (ledeburit). Namun melalui proses perlakuan panas struktur tersebut diubah dengan cara

mentransformasikan sebagian besar dari unsur kandungan C menjadi grafit (grafit temper) serta menghasilkan
struktur dasar (matriks) perlit dan atau ferit.

100x
Gambar 36. BCMT feritik.

100x
Gambar 37. BCMT perlitik.

BCMT putih di temper didalam atmosfir oksidasi


sehingga selain menghasilkan grafit temper, terjadi pula
dekarbonisasi terutama pada bagian permukaan. Untuk
benda-benda tipis dekarbonisasi ini bahkan dapat terjadi
pada seluruh bagian benda sehingga struktur BCMT
menjadi mirip dengan baja karbon rendah.Sedangkan
BCMT hitam ditemper didalam atmosfir udara bebas
(netral) sehingga kandungan C yang tertransformasi
akan sepenuhnya menjadi grafit.

100x
Gambar 38. Daerah dekarbonisasi BCMT putih.

Besi cor putih (hard cast) sendiri merupakan paduan besi karbon dengan struktur ledeburit yang digunakan pada
keadaan as cast. Dibandingkan dengan as cast BCMT hanya berbeda pada kandungan C nya yang lebih tinggi
serta beberapa unsur kandungan lain didalamnya, yang akan menjadikan besi cor menjadi putih hanya
dipermukaan atau secara keseluruhan.

Untuk besi cor kelabu, secara teknis tidak ditemukan struktur yang murni feritik sebagaimana teori-teori
terdahulu yang menjelaskan tentang pembekuan stabil. Selain grafit akan terdapat struktur dasar ferit-perlit
sampai dengan perlitik. Bentuk, ukuran maupun sebaran grafit sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi
peleburan maupun pendinginan. Melalui berbagai upaya teknis, selain lamelar, grafit dapat terbentuk menjadi
vermikular sampai dengan nodular.

100x
Gambar 39. Besi cor nodular feritik.

100x
Gambar 40. Besi cor nodular perlitik.

Untuk menentukan suhu proses perlakuan panas paduan-paduan besi karbon dapat mengacu kepada diagran besi
karbon, namun perlu diperhatikan, mengingat diagram tersebut dibuat pada keadaan ekuilibrium dan berbeda
dengan kondisi proses yang mengakibatkan adanya histeresis, maka suhu transformasi g-a perlu dinaikkan
sebesar 20 oC 30 oC, bahkan pada pendinginan lambat sekalipun, agar lebih mendekati kekeadaan yang
sebenarnya.
Hal lain yang juga perlu diingat adalah bahwa produk paduan besi karbon pada kondisi industri tentunya akan
mengandung berbagai unsur sampingan seperti Mn, Si dan lain sebagainya yang tentunya akan mengubah kurva
diagram ekuilibrium (ideal) menjadi berbeda.
Proses Normalisasi.
Proses ini diberlakukan terhadap baja cor polos (plain carbon cast steel) hipo hingga eutektoid, akibat terjadinya
struktur yang tidak homogen (Widmanstatten) pasca pengecoran. Struktur Widmanstatten merupakan struktur
berupa jarum-jarum tebal dengan orientasi tertentu yang terjadi akibat dari hambatan proses pendinginan oleh
pasir cetak yang menyimpan panas dari produk cor.

100xGambar 41. Struktur


Widmanstatten baja cor hipoeutektoid.

100xGambar 42. Struktur dari


gambar 41 setelah proses normalisasi.

Proses normalisasi dilakukan sengan memanaskan dan menahan benda kerja sedikit diatas temperatur Ac 3, yaitu
sedikit diatas garis GOS. Kemudian didinginkan secara bebas diudara. Selama penahanan panas, butiran akan
berada pada fasa g dan berkembang sesuai dengan lama waktu penahanannya. Sebagaimana temperatur, maka
penahananpun tidak dianjurkan terlalu lama (sekedar mencapai pemerataan temperatur saja) sehingga
diharapkan akan terbentuk butiran-butiran yang cukup halus dan normal. Proses ini juga dapat dibertlakukan
untuk produk-produk yang telah mengalami proses pengerolan maupun penempaan sehingga akan dihasilkan
benda dengan struktur normal.
Semakin cepat proses pemanasan dilakukan, maka akan menghasilkan struktur yang semakin halus (tidak
memberikan kesempatan kepada g untuk berkembang menjadi kasar). Sebaliknya proses pendinginan
dianjurkan untuk tidak terlalu cepat untuk menghindari efek pengerasan.
Pada baja-baja cor dengan kandungan C rendah sampai menengah, akibat dari ukuran butiran dan kecepatan
pendinginan, ferit tidak hanya akan tumbuh dibatas-batas butiran perlit, namun juga tumbuh sebagai struktur
Widmanstatten didalam butiran austenit. Semakin kasar butiran austenit ini, maka akan meningkat pula
kecenderungan terjadinya anomali struktur tersebut. Hal mana sangat mungkin terjadi pada proses pendinginan
pasca pengecoran, dimana pasir yang menjadi panas menahan laju pendinginan didaerah austenit.
Anil Temperatur Tinggi (High Anealing).
Proses ini merupakan kebalikan dari normalisasi, dengan menggunakan temperatur yang lebih tinggi serta
pendinginan yang lambat hingga titikk Ar1, dengan tujuan menghasilkan butiran yang lebih kasar serta sebaran
perlit yang lebih meluas. Dibawah Ar1 barulah pendinginan dilakukan dengan cepat.
Pelunakan.
Proses pelunakan dimaksudkan untuk mengubah bentuk sementit lamelar dari perlit, sementit pada baja-baja cor
hipereutektoid ataupun setiap sementit proeutektoid, sehingga menjadi sementit bulat sebagaimana ditunjukkan
pada gambar 43.

100x
Gambar 43. Struktur suatu baja eutektoid
setelah proses pelunakan.
Pembulatan sementit lamelar dapat dicapai selain melalui proses pendinginan lambat setelah pemanasan hingga
temperatur sedikit diatas Ac1, melalui penahanan panas pada waktu yang lama sedikit dibawah temperatur Ac1
ataupun melalui pemanasan bergantian diatas maupun dibawah Ac1 yang juga diikuti dengan pendinginan
lambat.
Penahanan panas dibawah Ac1 pada umumnya diterapkan terhadap baja cor hipoeutektoid, sedangkan
pemanasan hingga diatas Ac1 diterapkan pada baja cor hipereutektoid yang sekaligus berperan mirip dengan
proses normalisasi.
Anil Peredaan Tegangan (Stress relieveing).
Perlakuan panas ini hanya bertujuan untuk meredakan tegangan yang muncul akibat pendinginan yang tidak
seragam. Pemanasan harus dilakukan jauh dibawah Ac1 namun cukup untuk dapat meredakan tegangan agar
tidak terjadi perubahan yang tidak dikehendaki terhadap struktur. Pada umumnya temperatur tersebut adalah
sekitar 550 oC 650 oC, yang kemudian diikuti dengan pendinginan lambat agar tidak terjadi tegangan baru.
Pada dasarnya tegangan akan mereda dengan sendirinya bahkan pada temperatur kamar, namun hal ini baru
akan tercapai pada waktu yang sangat lama. Penerapan temperatur tinggi pada proses ini akan membatu
mempercepat tercapainya peredaan tegangan.
Anil Difusi.
Segregasi akibat dari pendinginan yang nonequilibrium pasca pengecoran dapat dihomogenkan melalui proses
anil difusi. Proses ini dilakukan dengan menahan panas benda hingga sedikit dibawah garis likuidus AHIE
dalam waktu yang cukup lama serta diikuti dengan pendinginan normal.
Selama penahanan panas unsur-unsur kandungan akan saling berdifusi untuk membentuk kristal-kristal fasa
yang sempurna, namun akan diikuti dengan pertumbuhan butiran menjadi sangat kasar. Kekasaran butiran ini
kemudian dapat diatasi dengan beberapa kali proses normalisasi.
Penguraian Ledeburit.
Ledeburit merupakan struktur keras yang terdiri dari perlit dan karbida besi (sementit). Struktur ini terjadi pada
paduan besi karbon dengan komposisi C lebih dari 2.02% (baca Diagram Besi Karbon). Pada besi cor kelabu
maupun nodular struktur ini sangat dihindari dengan cara menambahkan unsur paduan Si, agar kandungan C
tertransformasi tidak sebagai senyawa Fe3C (karbida besi) melainkan grafit.

Ledeburit dapat diuraikan menjadi struktur perlit/ferit dan grafit melalui proses perlakuan panas. Pemanasan
dilakukan hingga mendekati temperatur eutektiknya kemudian ditahan pada waktu yang lama sehingga senyawa
Fe3C eutektik lambat laun akan terurai menjadi Fe dan grafit.
Proses pendinginanpun dilakukan sesuai dengan struktur akhir yang dikehendaki. Apabila struktur akhir
dikehendaki feritis, maka pendinginan dilakukan dengan sangat lambat sehingga unsur C yang melepaskan diri
dari austenit tidak menjadi senyawa Fe3C, melainkan terbentuk menjadi grafit. Sedangkan apabila struktur yang
dikehendaki adalah perlit, maka pendinginan dilakukan diudara terbuka hingga tiup, tergantung dari seberapa
tebal produk yang diproses.
Perlakuan panas terhadap besi/baja cor paduan.
1. Baja/besi cor paduan Mn.
Paduan Mn dalam jumlah kecil memiliki efek promosi pembentukan perlit, sedangkan dalam jumlah besar akan
memperluas daerah g diagram fasa biner FE-C, sehingga pada temperatur kamar dapat dihasilkan struktur g
(austenit) yang cukup stabil.
Baja paduan Mn rendah pasca pengecoran, mengingat kandungan C yang hanya sekitar 0,3%, perlu sedikitnya
diberlakukan proses normalisasi agar perlit yang terbentuk tidak menjadi kasar (widmanstatten). Proses
pemanasan dilakukan hingga diatas Ac3 dan didinginkan diudara bebas setelah mengalami penahanan
homogenisasi temperatur.
Proses perlakuan panas lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan keuletan bahan adalah anil, Dimana setelah
proses ini akan dihasilkan struktur perlit dengan karbida besi (sementit) tumpul hingga bulat. Pemanasan
dilakukan hingga temperatur dibawah Ac3 yang diikuti dengan pendinginan dalam tungku. Lama penahanan
panas menentukan tingkat kebulatan karbida besi. Sedangkan untuk menghasilkan struktur martensit yang keras,
paduan ini dapat dikeraskan melalui pemanasan sedikit diatas Ac3 dan dikuens kedalam air serta diikuti dengan
proses temper.

Gambar 44. Kurva


Perlakuan Panas Baja Paduan Mn rendah.
Untuk baja paduan Mn tinggi, dimana diharapkan memiliki struktur austenit, dilakukan proses austenisasi
melalui pemanasan hingga temperatur 1100 oC yang dilanjutkan dengan pendinginan kuens kedalam air. Lama
penahanan panas ditentukan berdasarkan ketebalan produk dengan tujuan homogenisasi temperatur.
2. Baja/besi cor paduan Cr dan Stainless steel.
Paduan Cr pada baja pada umumnya digunakan untuk menghasilkan struktur as cast ferit, sehingga produk
dapat diaplikasikan pada temperatur kerja tinggi. Bersama dengan Ni akan menghasilkan struktur austenit yang
non mahnetis. Oksida Cr (CrO2) yang sangat tahan terhadap korosi akan selalu melapisi bagian kulit dari produk

cor sehingga baja-baja paduan Cr maupun Cr-Ni masuk kedalam katagori stainless steel (baik feritis, maupun
austenitis).
Struktur martensit baru akan terbentuk pada besi cor paduan Cr, dimana unsur C tersedia cukup banyak. Proses
hardening perlu dilakukan untuk menjamin terbentuknya struktur martensit yang halus. Namun demikian
pemanasan maupun pendinginan tidak boleh dilakukan dengan terlalu cepat untuk menghindari keretakan akibat
dari banyaknya karbida Cr yang keras dan rapuh. Pemanasan dilakukan dengan lambat hingga mencapai
temperatur 1020 oC dan ditahan agar terjadi homogenisasi temperatur. Pendinginan cepat dilakukan dengan
menggunakan media udara tiup. Kemudian dilanjutkan dengan proses temper pada temperatur 350 oC dan
pendinginan udara.

Gambar 45. Kurva


Perlakuan Panas Besi cor Paduan Cr tinggi.
4. Besi cor putih paduan Ni (Ni Hard)
Ni Hard merupakan besi cor putih paduan Ni dan Cr yang terdiri dari Ni Hard 1 & 2 serta Ni Hard 4. Memiliki
ketahanan gesek yang sangat baik namun kurang mampu menerima beban impak. Ni Hard 1 dan 2 memiliki
struktur martensit-ledeburit yang keras namun rapuh. Keuletan bahan ini dapat ditingkatkan melalui proses
temper pada temperatur 275 oC serta pendinginan diudara bebas setelah mengalami penahanan panas (setelah
temperatur homogen) selama 4 8 jam.
Berbeda dengan Ni Hard 2 dan 2, Ni Hard 4 memiliki struktur martensit dan karbida Cr yang memiliki
ketahanan impak jauh lebih baik. Peningkatan kekerasan dapat dilakukan dengan memperbanyak karbida Cr dan
diakhiri dengan peningkatan keuletan melalui proses temper untuk membulatkan martensitnya. Perlakuan panas
tersebut dilakukan sebagaimana ditunjukkan pada gambar 46.

Gambar 46.
Kurva Perlakuan Panas Ni Hard 4.
5. Austempered Ductile Iron (ADI)
ADI merupakan penyempurnaan dari besi cor bainitis, dimana struktur dasarnya dihasilkan melalui proses
austemper terhadap besi cor nodular. Gambar 47 memperlihatkan perbedaan antara proses pendinginan langsung
melalui bainit pada pengecoran besi cor bainit dengan proses perlakuan panas hingga memasuki daerah austenit
kemudian didinginkan secara cepat untuk menghindari pertumbuhan perlit dan secara isotermal ditahan masih
didaerah austenit hingga memasuki wilayah bainit. Setelah penahanan selama beberapa waktu, pendinginan
dilakukan dengan normal diudara terbuka.
Struktur yang akan terjadi adalah ausferit (austenit-ferit) yang sangat mirip dengan bainit, namun memiliki
elongasi yang jauh lebih besar. Hal ini dapat terjadi karena selama proses isotermal jarum-jarum ferit tumbuh
dari austenit. Pada waktu yang sama kandungan C dari ferit akan berkumpul dibatas-batas butirannya, namun
karena terdapat kandungan Si yang cukup besar, C tidak berubah menjadi senyawa sementit melainkan akan
menjadikan austenit disekitar batas butiran ferit menjadi kaya dengan unsur C dan stabil. Tergantung dari berapa
tinggi temperatur isotermal serta waktu penahanan, struktur dapat berupa bainit yang bebas sementit yang
berupa jarum ferit serta sampai dengan 50% sisa austenit.

Gambar 47. Diagram CCT besi cor nodular dengan


pendinginan langsung
dan austemper.

Gambar 48.
Struktur ADI setelah proses austemper dengan isotermal pada 370 oC, dan lama penahanan 1,5 jam.
a) 500x, b) 5000x
Referensi:
1.

Brunhuber E; Giesserei Lexikon. Fachverlag Schiele & Schoen. Berlin. 1988.

2.

Horstmann D; Das Zustandsscaubild Eisen-Kohlenstoff. Verlag Stahleisen mbH, Duesseldorf.


1985.Like this:82 responses23 12 2011

Perlakuan Panas pada Proses Pengecoran Logam HAPLI (16:30:40) :


[...] kali ini Bapak R. Widodo kembali memberikan pencerahan melalui artikel yang berjudul :
Perlakuan Panas pada Proses Pengecoran Logam. Segenap Pengurus dan Anggota HAPLI
mengucapkan terimakasih dan apresiasi yang [...]
Reply 28 12 2011 fhft (15:47:17) : pak,,mengenai contoh produk dari masing2 tipe proses perlakuan
panas,,,kok gak ada ya?
cukup sulit untuk mencari detail proses pembuatan produk dgn heat treatment,,,,walau sebenarnya
ada,,,,,
Reply 28 12 2011 R. Widodo (17:10:33) : Yth mas/mbak Fhft
Proses perlakuan panas tidak ditentukan berdasarkan jenis produknya, melainkan jenis bahannya.
Mengingat, bisa saja, suatu jenis produk dibuat dengan bahan yang berbeda-beda, seperti misalnya
excavator teeth. Produk ini dibuat dengan menggunakan bahan yang disesuaikan dengan lawannya.
Maka tentu saja jenis bahan yang digunakan akan berbeda-beda pula yang dengan demikian proses
perlakuan panasnya juga akan berbeda-beda.
Disamping itu, struktur akhir dari bahan juga menjadi hal penting yang menentukan tipe heat
treatmentnya. Bisa saja suatu prodak memiliki bahan dengan komposisi serupa, namun karena
(misalnya) dikehendaki kekerasan atau keuletan berbeda, maka tipe heat treatmennya juga bisa
berbeda.
Jadi apapun produknya, kuncinya adalah:
a. Kenali dulu komposisi bahan Anda,
b. kenali pula struktur as cast/strutur asal produk Anda,
c. tentukan struktur akhir yang dikehendaki,
d. pelajari geometri produk, kemudian
e. tentukan teknis peletakan, kecepatan pemanasan, suhu yang akan dicapai, waktu penahanan dan tipe
pendinginan.
Reply 3 01 2012 stefanus (13:18:37) : Yes, pak R.Widodoakhirnya artikel perlakuan panas keluar
juga
saya sangat berterima kasih pak, untuk pengetahuan dan waktunya untuk menulis artikel yang saya
tunggu-tunggu serta bermanfaat seperti ini=)

Reply 20 02 2012 Stefanus (11:24:07) : Yth Bpk R.Widodo


Pak saya mau bertanya, komposisi C< 0,32%, Si< 1,5 % dan Mn480MPa, Yield >260MPa dan
Elongation >24% proses Normalizing
saya lakukan beberapa range komposisi pak, dari rendah sampai max,tetapi hasilnya elongasinya sulit
tercapai paksedangkan Tensile dan Yield tercapai
kira2 range komposisi utk mencapai Mech.Properties yang sesuai berapa pak yah?thanks
Reply 20 02 2012 R. Widodo (15:35:41) : Yth mas Stefanus
T-stength 480 Mpa dan T-yield 260 Mpa kira2 memenuhi standar ASTM A27 grade 70-36 [485-250]
(J03501). Namun pada grade ini, elongasi diminta hanya 22%. Komposisi grade ini adalah C; 0.35, Si
max: 0.8, Mn max: 0.7 dengan S dan P max masing2 0.06.
Untuk elongasi 24% Anda harus mengambil grade yang lebih rendah, misal grade 65-35 [450-240]
(J03001) dengan kandungtan C: 0.3%
Jadi untuk komposisi yang Anda buat, sepertinya ada kelebihan Si, dimana Si memang memiliki efek
penurunan elongasi.
Apabila T-strength dan Y-strength telah tercapai, berarti proses normalising yang Anda lakukan sudah
benar. Untuk menaikkan elongasi pada komposisi yang telah tercapai (ASTM A27), lakukan proses
heattreatment gabungan yaitu normalishing dan tempering.
Reply 22 02 2012 Stefanus (13:13:09) : Terima Kasih atas sarannya Pak
saya akan coba lakukan di heat treatmentnya
Reply5 03 2012 Galih (15:52:12) : Apakah ada penjelasan mengenai heat treatment pada aluminium?
kalau boleh yang JIS AC4B, dan juga hardenabilitynya pak.
Reply 6 03 2012 R. Widodo (11:52:44) : Yth mas Galih.
Heattreatment (precipitations hardening) dapat dilakukan pada Al paduan dengan kandungan Cu 3
5%. AC4B merupakan paduan AlSiCu dengan kandungan Si 7-10% dan Cu sekitar 2-4%, sehingga
dengan demikian dapat dikeraskan.
Pengarasan terjadi karena adanya desakan dari presipitat CuAl2 diantara struktur larutan padat CuAl
sehingga tegangan dalam meningkat. Proses pengerasan presipitasi dilakukan sebagai berikut:
1. Solutions tretment. Tujuannya untuk melarutkan struktur b (beta) kedalaa (alfa) paduan CuAl.
Caranya adalah dengan memanaskan paduan sampai suhu 550 oC.
2. Quenching. Pendinginan cepat kedalam air bertujuan untuk mencegah struktur b tumbuh kembali,
sehingga terjadilah supersaturated solid solution (larutan padat lewat jenuh).
3. Aging. Yaitu, struktur b yang seharusnya terbentuk pd saat pendinginan, muncul sebagai partikel
halus (presipitat) CuAl2 yang mendesak struktur padat disekitarnya sehingga meningkatkan tegangan
dalam (menjadi lebih keras). Aging terjadi secara:
a. alami (natural aging). Dimana dengan didiamkan saja pada suhu kamar, maka presipitat akan tumbuh
dalam waktu lama, sehingga paduan sedikit demi sedikit menjadi semakin keras,
b. paksa (artificial aging). Dimana presipitat dipaksa tumbuh dengan cara pemanasan pada suhu 150200 oC selama waktu tertentu.
Kekerasan yang optimum akan tercapai pada suhu maupun waktu aging yang tepat. Sebab suhu tinggi
dan wanktu yang terlalu lama akan mengakibatkan terjadinya over aging dimana kekerasan bahan
akan kembali menurun.
Reply29 03 2012 tri musrifah (12:46:17) : ada kah grafik yang menjlaskan antara hubungan holding
time dengan kekuatan tarik?
Reply 30 10 2012 stefanus (12:50:55) : yth.p R Widodo

pak jika sy punya material Alloy 11, kekerasan 46 HRC, ketebalan 10 mm berat 3kgs, dengan
komposisi (%)
C=1.25-1.75,Si=1.9-2.6, Mn=0.2-0.6, Cr=19-21, Ni=1-1.6
heat treatment yg harus dilakukan solution annealing 1040 C (AQ) + temper 350 C ya pak?tq
Reply 30 10 2012 R. Widodo (17:12:14) : Yth mas Stefanus.
Bahan Anda termasuk High-chromium martensitic white iron (hanya sepertinya Si ketinggian.
Seharusnya cukup 1%), dengan struktur akhir martensit austenite. Untuk paduan Cr tinggi (> 12% Cr)
harus diheattreatment pada suhu tinggi untuk menghasilkan kekerasan penuh. Bahan ini juga dapat
dianil terlebih dahulu untuk pelunakan pemesinan, kemudian dikeraskan kembali untuk menghasilkan
ketahanan abrasi yang dibutuhkan. Karena kandungan Cr tinggi, maka tidak akan terjadi grafitisasi
padahal penahanan panas dilakukan pada suhu reaustenisasi.
Suhu reaustenisasi untuk high-chromium iron biasanya berkisar disekitar 955 C untuk paduan 15CrMo, dan sekitar 1.065 C untuk paduan Cr 27%. Waktu holding yang cukup (minimal 3 sampai 4 jam)
perlu dilakukan untuk memungkinkan terjadi pengendapan partikel presipitat kedalam austenit. Hal ini
akan menurunkan jumlah karbon terlarut dalam austenit ke tingkat yang memungkinkan terjadi
transformasi martensit selama pendinginan sampai suhu kamar. Pendinginan udara juga dapat
dilakukan, meskipun jarang. Sedangkan untuk produk cor dengan geometri sederhana dapat dikuens
kedalam garam atau oli tanpa khawatir terjadi retakan.
Selanjutnya stress relieving disarankan untuk meredakan stres (tempering) pada suhu sekitar 205-260
C.
Reply31 10 2012 stefanus (11:15:49) : yth p R. Widodo
-pak, persentase Carbon 1,25-1,75 %, apakah itu termasuk High-chromium martensitic white Iron?
bukankah itu masih termasuk steel ya pak?karna sy liat di ASM 15-utk high alloy White Iron C>2%
-berarti heat treatment yg disarankan anneal (utk machining)-reaustenisasi 955 C (OQ), Stress
Relieving 205-260 C?
terima kasih pak
Reply 31 10 2012 R. Widodo (13:41:11) : Yth mas Stefanus.
Coba Anda hitung carbon equivalent nya. Karena Si dan Cr yang tinggi maka paduan ini pasti sudah
memasuki wilayah cast iron.
C agak kurang (1.25-1.75) yang dikompensasi dengan Si yang banyak (1.9-2.6) akan berisiko
terjadinya grafit. Sebaiknya memang C >2% dan Si <1%
Semoga membantu.
Reply 18 12 2012 adi (11:37:04) :
pak, tolong jelaskan proses normalizing
Reply 18 12 2012 R. Widodo (17:32:54) : Yth mas Adi
Tentang normalizing sudah dijelaskan dalam artikel diatas. Disitu disebut dengan proses normalisasi.
Silakan kembali kehalaman atas.
Reply 1 02 2013 stefanus (15:20:40) : yth.Bpk r widodo
pak, sy mau tanya, syarat apakah yg harus dipunyai Furnace Heat treatment?mungkin semacam
diagram atau apa begitu pak, yg menunjukkan bahwa Furnace di suatu tempat berfungsi dengan baik,
soalnya sy pernah mendengar ttg Uniformity Furnacemohon bantuan penjelasannya pak
thanks

Reply 3 02 2013 R. Widodo (09:09:44) : Yth mas Stefanus.


Furnace temperature uniformity adalah keseragaman suhu didalam furnace pada pengoperasian normal.
Heattreatment furnace, khususnya untuk baja, dituntut untuk memiliki uniformity yang distandarkan
dalam ASTM A991: Standard Test Method for Conducting Temperature Uniformity Surveys of
Furnaces Used to Heat Treat Steel Products. Furnace yang baik harus memenuhi standar ini.
Reply 4 02 2013 stefanus (14:34:55) : yth pak R.Widodo
pak jika sy melakukan peleburan alloy steel proses normal-harden-temper, tetapi setelah diuji Impak
hanya 9.5 J sedangkan target nilai impak material tsb 27-30 J
-apa yg harus sy lakukan dg material tsb, agar tercapai Nilai Impak sesuai target?dapatkan sy proses
kembali?normal-harden-temper atau bagaimana yah pak?
thanks
Reply 6 02 2013 R. Widodo (10:49:01) : Yth mas Stefanus.
Dengan asumsi bahwa pengujian telah dilakukan dengan benar, maka silakan Anda periksa dulu (sesuai
urutannya):
a. Apakah komposisi bahan sudah memenuhi standar untuk nilai impak yang ditargetkan?
b. Apakah struktur yang terjadi setelah proses normal-hard-temper sudah memenuhi standar untuk
komposisi yang dibuat?
Bila a dan b sudah benar, maka nilai impak yang rendah kemungkinan disebabkan oleh besarnya
kontaminasi N2 pada proses pengecoran Anda. N2 akan bersenyawa dengan Fe menghasilkan besi
nitride yang berbentuk jarum kecil2 serta sangat mempengaruhi nilai impak baja cor.
Saran saya:
a. Kurangi potensi kontaminasi N2 baik pada saat peleburan (N2 berasal dari udara) maupun yang
berasal dari cetakan (khususnya furan mold)
b. N2 dapat diikat menjadi senyawa2 yang aman bagi nilai impak, yaitu dengan Al dan V,
menghasilkan aluminium nitride ataupun vanadium nitride yang berbentuk globular. Jumlah Al maupun
V yang dibubuhkan pada saat akhir peleburan ditentukan oleh kandungan N2 dalam cairan.
Reply 6 02 2013stefanus (14:13:51) : terima kasih pak, setelah di struktur miro hasilnya berbeda
memangjika produk tersebut sy normal-hard-temper kembali apakah memungkinkan yah pak?karena
sebelumnya sudah diproses yg sama hanya sj tidak tercapai
thanks
Reply 6 02 2013 R. Widodo (14:21:45) : Bisa mas. perhatikan parameter kuncinya:
Peletakan yang baik, pencapaian suhu (pada produk) yang tepat, waktu holding yang cukup dan
pendinginan yang benar.
Reply7 02 2013 stefanus (11:09:59) : yth pak R.Widodo
terima kasih atas masukannya pak,
seberapa besar pengaruh unsur dlm peningkatan uji impak alloy steel?
-apakah kenaikan karbon 0,1% misal dari 0,2% menjadi 0,3% berpengaruh signifikan pada penurunan
nilai impak?
-bgm pengaruh silikon sekitar 2% pada nilai impak?
-pengaruh Cr bukankah menuruhkan nilai impak?tetapi meningkatkan wear resistant dan hardness ya
pak?
Reply 7 02 2013 R. Widodo (14:32:57) : Yth mas Stefanus.
Selain suhu pengujian, unsur C pada baja memang memberikan efek yang paling signifikan. Impact
energy pada suhu kamar karbon steel dg C 0.2% adalah sekitar 130 J sedangkan untuk C 0.3% anjlok
menjadi sekitar 60 J. Selain itu baja dengan struktur yang semakin keras memiliki kecenderungan

impact energy menurun. Jadi kenaikan kekerasan karena adanya paduan Cr tentu juga akan
menurunkan impact energy.
Kandungan Si 2% terdapat pada baja2 pelat trafo (electrical steel) dengan tuntutan induction losses
kecil sehingga pengaruhnya terhadap impact energy tidak didefinisikan.
Reply 7 02 2013 stefanus (15:33:00) : Yth.Pak R.Widodo
sesignifikan itu ya pak pengaruh carbon pada nilai impak baja?apalg jk dipadukan dg unsur yg
berperan pd peningkatan kekerasan.
lalu bagaimana pengaruh Mn dan Mo ya pak?
apakah kedua unsur ini juga signifikan meningkatkan nilai impak ya pak?sehingga mendapat paduan
yg tangguh
Reply
R. Widodo (17:25:01) : Yth mas Stefanus.
Setiap unsur padusn memang memberikan pengaruh yang berbeda2 serta bisa saling menguatkan atau
justru melemahkan sehingga perlu dicari paduan yang tepat untuk mendapatkan sifat2 yang paling
unggul. Untuk paduan yang tangguh coba Anda mengacu pada standar material untuk Ultra High
Strength Steel, seperti AISI/SAE 4130, AISI/SAE 4140, AISI/SAE 4340 atau kembangannya Alloy
M300, AISI/SAE 6150 dan masih banyak lagi yang lainnya.
14 02 2013 NIBN (15:24:13) : Yth.Pak R.Widodo
Pak kalau untuk menaikkan nilai yield strength dari 485 Mpa menjadi 620 Mpa,dalam material carbon
steel hasil proses pengecoran??
Proses Hetreatment apa yang mesti digunakan untuk menaikan yield strength?
saya sudah mencoba proses normalizing-tempering dengan waktu holding dan tempering, tetapi hasil
yield strengthnya malah turun menjadi 390 Mpa.itu kenapa ya pak?
Terima Kasih Pak sebelumnya
Mohon Bantuannya..
Reply 14 02 2013 R. Widodo (16:25:06) : Yth mas NIBN
Heattreatment untuk meningkatkan hardness, tensile strength dan yield strength adalah hardening dan
tempering. Hardening akan mengubah struktur normal (perlit/ferit) menjadi struktur keras (martensit)
sehingga Yield strength bisa mencapai 1800 MPa. Tempering menurunkan kembali kekerasan dengan
yield strength menjadi sekitar 300 MPa tergantung suhu dan waktu tempering yang dilakukan.
Masalahnya adalah, apakah kandungan C pada steel Anda cukup banyak untuk dilakukan proses
hardening. Jadi:
a. Periksa kandungan C apakah > 0.3%.
b. Selain C apakah ada kandungan unsur lain (terutama Cr, Mo) yang mendukung tingkat hardenability
steel Anda.
Lakukan hardening pada T: 850 oC, pendinginan udara tiup (blower). Mudah2an dengan demikian
struktur steel Anda sudah perlitik yang memiliki yield strength seperti yg Anfda inginkan. Bila
kekerasan naik secara signifikan berarti hardening Anda menghasilkan struktur martensit yang keras,
bila tidak naik maka media kuens digati dengan oli atau bahkan air. Kemudian tempering dengan T
maks: 350 oC selama 2 jam dulu untuk mengetahui yield strength yg tercapai. Selanjutnya dapat Anda
lakukan secara proporsional hingga yield strength yg diinginkan tercapai.
Reply 15 02 2013 NIBN (09:07:49) : Yth.Pak R.Widodo
Proses heat treatment yang saya lakukan berdasarkan ASTM A 216, yaitu normalizing, annealing, atau
normalizing-tempered dengan komposisi kimia C max 0.3%, Cr 0.5%, Mo 0.2%. Saya melakukan
normalizing di Temperatur 930 derajat C dengan holding time 2 jam, lalu dilakukan tempering pada
Temperatur 450 derajat selama 2 jam menghasilkan yield strength 390 Mpa, tetapi yield strength yang
diinginkan 620 Mpa. Apakah proses yang saya lakukan udah benar pak?atau ada tahapan lain yang
harus saya lakukan? Untuk proses normalizing-tempered itu seperti apa ya pak?
Pak kalo boleh tau, hardening itu selain quenching apa lagi ya pak?
Kalo untuk material NACE itu sama seperti carbon steel ga pak?

Reply15 02 2013 R. Widodo (11:06:48) : Yth mas NIBN


Berdasarkan ASTM A216 material Anda adalah grade WCB dengan mechanical property setelah
proses normalising dan tempering adalah tensile strength:485-655 MPa dan yield strength 250 MPa.
Strukturnya pasti perlit/ferrit, sebab bila dihitung Carbon Equivalent (CE) nya masih termasuk
hipoeutektoid steel. Struktur as cast perlit kasar yang dikenal dengan struktur widmanstatten, yang oleh
karenanya harus di normalising dan tempering. Untuk menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi maka
proses heattreatmentnya harus hardening.
Pada proses heattreatment dikenal pendinginan lambat, normal dan cepat. Pendinginan normal
dilakukan diudara bebas, pendinginan lambat dilakukan didalam furnace sedangkan pendinginan cepat
(quench) dilakukan pada media: a. udara tiup, b. oli, c. air sampai d. nitrogen cair. Demikian urutan
untuk pendinginan semakin cepat.
NACE itu asosiasi korosi, jadi berbagai standar yang dikeluarkan berkaitan dengan masalah
penanggulangan korosi. Untuk material, NACE juga mengacu ke standar ASTM.
Semoga membantu.
Reply 15 02 2013 NIBN (11:31:27) : Yth.Pak R.Widodo
Iya pak,terima kasih infonya. sangat bermanfaat. Tetapi yang masih saya bingungkan, proses hardening
yang sesuai ASTM A216, Pak.
Saya sudah berencana melakukan quenching dengan media air, tetapi berdasarkan standar ASTM A 216
itu tidak dicantumkan pak. Bagaimana menurut bapak
Reply 15 02 2013 R. Widodo (14:16:22) : Yth mas NIBN
Kalau Anda akan mengacu ASTM A216, maka material tersebut memang distandarkan untuk dilievery
dalam keadaan minimum di anealing, normalising dan tempering sehingga memenuhi mechanical
property terstandar.
Material A216 mengingat CE nya sekitar 0.5, maka dia mampu dikeraskan. Namun demikian tentu
Anda sudah tidak kjonsisten lagi dengan standar ASTM 216. Bila Anda ingin material yang lebih kuat
tentu Anda harus mengacu standar yang lain, misalnya ASTM A148.
ASTM tidak menstandarkan proses heattreatment, yg distandarkan adalah proses pengujian dan
property (chemical, mechanical, physical). Jadi untuk mencapai property tertentu melalui proses
heattreatmen maka Anda harus menemukan sendiri suhu, holding time, maupun tipe pendinginan yang
tepat.
Reply 15 02 2013 NIBN (15:44:21) : Yth.Pak R.Widodo
Terima kasih sekali pak infonya, sangat membantu saya. Iya sudah saya lihat di ASTM A 216 di bagian
(suplementary requirements) ternyata bisa quenching and temper.
Reply22 02 2013 NIBN (09:42:41) : Yth Pak R. Widodo
Pak, saya mau bertanya. Pada hasil cor gray cast iron saya, timbul bercak-bercak hitam seperti
chocochip), tetapi hasilnya terdapat di bagian dalam hasil coran tersebut (terlihatnya setelah di gerinda
dan di bubut). kira-kira itu cacat apa ya pak? mengapa bisa muncul seperti itu dan bagaimana cara
menanggulanginya?
Reply 6 03 2013 stefanus (07:45:38) : yth p.R.Widodo
sampel impak material GS-25 CrMo 4 sy laku panas normal-harden (850 C;120)-temper (600C;120)
karena rata-rata barang 2 inch,menghasilkan kekerasan 32 HRC dan nilai Impak 30 J/cm2.
yg ingin sy tanyakan ialah, di standard nilai impak terendah (liquid quench & temper) ialah 32 J/cm2,
kenapa sy hanya mendapat nilai 30 J/cm2 ya pak?
sy ingin mendapatkan perpaduan yg optimal dari Nilai Impak dan Kekerasan, bgm perpaduan unsur
komposisinya, pola heat treatment dsb?
komposisi yg sy gunakan C & Cr minimum dan Mo max
mohon bimbingannya pak.terima kasih
Reply 6 03 2013 R. Widodo (13:41:42) :
Yth mas Stefanus.Impact energy sangat dipengaruhi oleh kontaminasi N2 dari udara kedalam cairan
sehingga terbentuk besinitrid yang banyak. Khusunya pada peleburan dengan tanur induksi. Besinitrit
berupa fasa jarum yang menurunkan impact energy.
Untuk menanggulanginya:
a. MEncegah kontak cairan dengan udara sekitarnya, bisa dengan cara vacuu, bisa juga dengan
mengubah atmosfir udara dengan hembusan gas argon.

b. Bengubah bentuk fasa jarum menjadi fasa yang berbentuk bulat dengan membubuhkan unsur V
sebanyak 0.01-0.02%.
Reply23 05 2013 Idham Arifidyan (18:53:35) : Haloo,
selamat malammau bertanya
Proses hardening steel dari video ini:
Dikatakan menggunakan bubuk Cherry Red. Maksudnya bubuk apa ya?
ada bahasa ilmiah-nya/bahasa lokal-nya? :D
dan bisa didapatkan dimana bubuk tersebut? toko kimia-kah?
thx a lot. best regards. :)
Reply 23 05 2013 R. Widodo (22:44:12) : Yth mas Idham
Proses case hardening itu mengingatkan saya pada boriding/boronizing process, dimana powder yang
digunakan merupakan campuran logam (Fe, Co, CrCo, Ni, W, dsb) dengan Bor. Yang tentunya untuk
mempercepat difusi bahan tersebut metode ini telah diteliti dan dikembangkan sedemikian rupa dengan
penambahan bahan lainnya.
Disebut cherry red powder, karena memang pada proses pemanasannya dilakukan pada suhu 7001000 oC saat baja berwarna merah cherry.
Dinegara kita sepertinya belum ada yang mengageni powder pabrikan sejenis.
Reply 24 05 2013 Idham Arifidyan (19:29:37) : wihh, thx informasi-nya ya pak.
Kalo misalnya saya mau riset rumahan, powder yg dipake untuk steel hardening ini kira2 menggunakan
bubuk apa ya, yg bubuknya banyak dipasaran?
Atau ada metode lain yg lebih mudah untuk steel hardening ini?
Thx a lot best regards.
Reply11 06 2013 dani (08:22:42) : Ass p,wid sy minta penjelasan tentang penetrasi pasir pd logam
cair terutama pd bagian core inti pasang pd proses furan resin .? tq
Reply12 06 2013 R. Widodo (12:53:39) : Yth mas Dani
Sand penetration, terutama pada core, biasanya disebabkan oleh refractoriness pasir silka yang
digunakan rendah (SiO2 content rendah). Akibat dari banyaknya energi panas yang harus ditanggung
oleh masa pasir yang sedikit (inti dikelilingi oleh cairan) maka pasir akan tersinter dan penetrasi
(menempel) serta menyatu pada logam.
Solusinya adalah, menaikkan refractoriness pasir, al:
a. Menggunakan pasir silika dengan kadar SiO2 lebih tinggi.
b. Mencampur pasir dengan pasir jenis lain yang memiliki refractoriness tinggi, miasl Zircon atau
Chromite sand 20-40% seperlunya.
c. Mengurangi binder (furan) seminim mungkin (s.d 1% saja) selama kekuatannya masih mencukupi
(binder menurunkan refractoriness pasir)
Reply 22 08 2013 Andri (09:03:51) : Salam kenal Pak Widodo,
Saya berencana akan membuat parts untuk aplikasi di suhu 600-700 oC menggunakan proses casting
menggunakan material SCH12 dengan komposisi : C=0,125,Si=0,179, Mn=0,773, Cr=27,684,
Ni=9,977, P=0,015, Mo=0,061, S< 0,0001
Bagaimana proses heat treatment yang tepat untuk mendapatkan produk yang stabil pada suhu tinggi?
Apa pengaruh komposisi material tersebut terhadap hasil casting, apakah perbedaan komposisi material
akan berpengaruh signifikan terhadap hasil casting?

Reply22 08 2013 R. Widodo (16:36:21) : Yth mas Andri


SCH12 menurut JIS G 5122 memiliki komposisi C=0,2-0.4%, Si=2% (max), Mn=2% (max), Cr=1823%, Ni=8-12%, P=0,04% (max), S= 0.04% (max). Sedangkan Mo=tidak didefinisikan. Sedangkan
pada ASTM A297 grade HF Mo= 0.5% (max).
Material ini merupakan fersi cor dari Stainless steel 18-8 dan merupakan corrosion resistance steel at
elevated temperature dengan struktur as cast austenit (mungkin sebagian ferrit) dan karbida Cr
dibatas2 butirannya. Bahan ini delivered dalam keadaan as cast (tidak diheattreatment) kecuali melalui
kesepakatan dengan kastemernya (ASTM A297).
Bahan ini seharusnya diaplikasikan pada suhu >870 oC, dia justru rentan terhadap perapuhan (temper
embritlement) bila digunakan pada suhu 760-815 oC untuk waktu yang lama.
Kandungan Cr yang tinggi harus diimbangi dengan C yang semakin rendah agar karbida Cr yang
terjadi tidak menjadi hipereutektik yang mengakibatkan coran menjadi getas.
Semoga membantu.
Reply 22 08 2013 Andri (19:49:12) : Yth Pak Widodo,
Proses heat treatment yang saya maksud disini adalah proses annealing untuk melepaskan tegangan sisa
dan untuk memudahkan pada proses machining berikutnya.
Apa pengaruh dari komposisi material tersebut dan proses annealing terhadap :
1. kesetabilan bentuk (deformasi)
2. ketahanan produk terhadap temperatur tinggi
3. sifat korosif
4. crack/defect casting
Reply25 08 2013 R. Widodo (10:47:43) : Yth mas Andri.
Pada umumnya bahan SCH12 tidak rentan terhadap retak (crack atau creep). Untuk menstabilkan
bentuk dapat dilakukan proses pemanasan diatas 900 oC untuk menghasilkan peredaan tegangan (stress
relief) yang memadai namun dapat berpengaruh terhadap sifat ketahanan terhadap korosi. Sehingga
proses stress reliefing tidak dituntut diberbagai standar bahan. Setelah holding (secukupnya, tergantung
tebal produk) dilanjutkan dengan pendinginan lambat.
Reply 26 08 2013 Andri (09:50:28) : Yth Pak Widodo,
Terima kasih untuk informasinya.
Saya berencana akan melakukan annealing dengan temperatur 800 oC selama 4jam (ketebalan material
casting 15-45 mm) dengan pendinginan lambat di dalam tungku.
Kalau melihat dari komposisi material SCH12, apa pengaruh modifikasi unsur Cr, C, dan Ni di luar
grade tersebut terhadap sifat mekanis dan fisik materialnya?
Reply28 08 2013 R. Widodo (11:25:59) : Yth mas Andri
Untuk kandungan Cr rendah sampai menengah, struktur akan berubah bersama dengan naiknya
kandungan Ni menjadi mula-mula martensit-perlit, kemudian martensit-austenit dan akhirnya austenit
secara keseluruhan. Pada kandungan Cr tinggi akan terdapat fasa d-ferit yang semakin banyak. Setelah
proses kuens kedalam air, struktur kemudian akan terdiri dari martensit + d-ferit, austenit + martensit +
d-ferit atau austenit + d-ferit. Jumlah d-ferit akan menurun bersama dengan peningkatan kandungan Ni
pada kandungan Cr konstan.
Keberadaan kandungan Cr dan Ni bersama dalam baja paduan dengan struktur perlit-ferit akan
meningkatkan kekuatan maupun kedalaman pengerasan lebih baik bila dibandingkan dengan bila
unsur-unsur tersebut dipadukan secara sendiri-sendiri. Secara langsung unsur paduan Cr akan
meningkatkan kekuatan bahan serta memperhalus butiran, sedangkan Ni memiliki fungsi untuk
meningkatkan keuletan bahan.

Perlu diingat, bahwa baja paduan Cr dan Ni akan selalu rentan terhadap terjadinya retakan panas
maupun perapuhan anil. Oleh karena itu penambahan unsur Mo sebanyak 0.15% 0.3% diperlukan
untuk menanggulanginya
Reply 24 09 2013 Andri (16:56:22) : Yth Pak Widodo,
Kami telah melakukan trial casting dan proses annealing tetapi saya masih ada pertanyaan terkait
komposisi material SCH12.
Setelah kami analisa kandungan karbonya C=0,086 (menurut JIS G 5122 C=0,2-0.4%). Menurut
referensi yang saya baca pengurangan kandungan C bertujuan untuk mengurangi sifat korosif, tetapi
sebenarnya berapakah nilai minimal kandungan karbon untuk material SCH12 yang masih dapat
diterima? apakah semakin kecil semakin baik?
Reply27 09 2013 R. Widodo (13:31:08) : Yth mas Andri
Benar bahwa kandungan C yg semakin rendah akan meningkatkan corrosion resistance bahan stainless
steel (ingat grade 316L). Namun berkaitan dengan range yang terstandar pada grade SCH12, bila
kandungan C berada diluar range tersebut tentu harus dilihat sebagai grade yang lain, sebab kandungan
C akan berpengaruh terhadap sifat2 mekanik bahan.
Reply 26 09 2013 Randu Ferandu (13:27:30) : Yth Pak Andri dan Pak Widodo
Saya mahasiswa di perguruan tinggi di Banten. Saya melakukan penelitian tentang proses hardening
pada baja AISI 4140. Dalam proses ini saya menggunakan pasir bangunan sebagai media quenching.
Yang saya ingin tanyakan, apakah pasir bangunan bisa digunakan untuk media quenching? dan adakah
referensi tentang quenching media pasir?
Reply29 10 2013 NIUI (10:03:02) : Yth Pa Widodo
Perlakuan panas untuk material 13 Cr, apakah meemrlukan proses PWHT setelah normalizing??
Reply 29 10 2013 NIUI (10:05:48) : Yth Pa Widodo
Perlakuan panas untuk material 13 Cr, apakah meemrlukan proses PWHT setelah proses tempering??
Ketika saya melakukan proses tempering pada material 13Cr,pada suhu 650-750 tidak terdpat
hardening,tapi ductility muncul,tetapi ketika proses tempering pada suhu 350 terdapat hardening tetapi
tidak ada ductility, itu knp ya pak?
Reply30 10 2013 R. Widodo (13:59:57) : Yth mas NIUI
PWHT (Postweld Heattreatment) merupakan proses perlakuan panas (bisa apa saja tergantung
kebutuhan) yang diberlakukan pada produk pasca pengelasan. Tujuannya adalah untuk memperbaiki
kualitas hasil pengelasan, khususnya untuk menghilangkan tegangan dalam ataupun potensi retak
akibat kontaminasi H2).
Tempering pada suhu 650-750 tentu akan melunakkan bahan sedemikian rupa, sebab suhu tersebut
sudah agak tinggi, apalagi disrtai dengan holding time yang panjang. Dengan demikian bahan menjadi
lunak namun elongasinya akan naik. Sedangkan pada suhu 350 adalah rendah sehingga bahan tetap
memiliki kekerasan tertentu, namun rapuh (britle). Tempering adalah salah satu proses PWHT untuk
bahan2 baja berpaduan untuk mengurangi akibat dari pendinginan cepat pasca pengelasan yang
menyebabkan peningkatan kekerasan bagian las dan HAZ.
Reply 22 11 2013 rizal (10:44:18) : Yth. Pak Widodo pak prosedur holding pada normalishing yang
benar seperti apa sih? soalnya saya pernah tanya ke OP heat treatment, mereka selalu melakukan
holding selama 30 menit jika start dari suhu 0 derajat, tapi jika start dari suhu 500 derajat mereka
melakukan holding selama 1 jam. dan suhu normalishingnya 1050-1100 untuk SS 316. yang saya tanya
apakah hitungan holding di mulai saat melakukan pemanasan?? menurut bapak seperti apa, mohon
penjelasannya pak.

Reply 22 11 2013
R. Widodo (13:43:28) : Yth mas Rizal
Ada tiga aspek penting pada proses heattretment, yaitu:
a. Heating. Proses pemanasan produk hingga mencapai suhu yang dikehendaki. Kesalahan penetapan
kecepatan pemanasan berakibat pada deformasi sampai cracking. Kecepatan dan waktu ditentukan
berdasarkan jenis bahan (struktur awal) maupun ketebalannya.
b. Holding. Proses penahanan pada suhu isotermal tertentu dengan tujuan homogenisasi suhu sekaligus
struktur anil sampai kedalaman yang dikehendaki ataupun seluruh bagian produk. Waktu ditentukan
berdasarkan jenis bahan (kecepatan difusi) maupun ketebalannya.
c. Cooling. Proses pendinginan dengan kecepatan yang dikendalikan. Bisa sangat cepat, cepat, cukup
cepat, normal diudara bebas (normalishing), lambat sampai sangat lambat bahkan intermediate
(beberapa tahap), menentukan struktur akhir dari produk.
Jadi hitungan waktu baik heating, holding dan cooling ditetapkan secara berurutan dan memiliki
tujuannya masing2.
Untuk material stainles steel grade 316 (austenitik), sepanjang pengetahuan saya seharusnya di
panaskan pada suhu 1040-1120 oC, holding secukupnya agar homogen dan didinginkan cepat (bisa air,
oli maupun udara) untuk memaksimalkan sifat corosion resistance nya (lihat ASTM A 351).
Reply 22 11 2013 RAHMAN (14:52:10) : ASSALAMUALIKUM,,
YTH. Pak Widodo
pak saya mau tanya , prinsip perhitungan gatting system untuk cetakan sand csting dgn investment
casting sama atau berbeda .mohon penjelasannya pak. terimakasih
wassalamualikum wr wb
Reply 22 11 2013 R. Widodo (19:22:26) : Yth mas Rahman Seacara prinsip keduanya sama2
menggunakan hukum Bernaulli, sehingga penurunannyapun sama. Yang membedakan adalah
parameter2 fariabelnya seperti faktor hambatan alir, tekanan metalostatik dan waktu tuang.
Reply 24 11 2013 RAHMAN (15:02:08) : assalamualikum wr.wb.
Yth. pak widodo pak rumus rumus yang dipakai dalam mencari panjang, lebar tinggi dan bentuk
sprue,runner,dan ingate. rumus yang ada pada perhitungan sand casting bisa gak dipakai untuk
investment casting, klo tidak bisa .mengapa, ? tolong penjelasannya ya pak. jika bisa ada gak ,
perhitungan yang berbeda. tolong penjelasannya ya pak. wassalamualikum wr.wb
Reply 27 11 2013 R. Widodo (14:26:04) : Yth mas Rahman Rumusnya sama, hanya faktor2nya yang
berbeda misalnya, faktor hambatan alir praktis tidak ada (mengingat invstmnt cstg dicor dengan mold
yang panas). Kemudian proses penuangannya yang spesifik tentu menuntut geometri saluran2 yang
juga spesifik.
Reply 28 11 2013 Dana Dwiputra (01:00:45) : Salam foundry pak widodo
Saya ingin bertanya perlakuan panas seperti apakah yang harus dilakukan agar nilai keuletan dan
kekerasan pada besi cor kelabu meningkat drastis?
Terima kasih
Reply 29 11 2013 R. Widodo (14:53:40) : Yth mas Dana Besi cor kelabu tidak memiliki elongasi
(keuletan) jadi tidak ada proses heattretment yang bisa menjadikannya ulet. Keuletan dimiliki oleh besi
cor nodular. Sedangkan untuk meningkatkan nilai kekerasan (grade) sebaiknya dilakukan dengan
menurunkan kandungan C ataupun Si (grade naik). Heattreatment (quench) bisa membuat bahan besi
cor kelabu pecah (karena grafit lamelarnya memiliki sudut2 runcing).
Reply 14 02 2014 jusepa fathullaesa (11:01:13) : Selamat siang,
Yth Pak Widodosaya melakukan trial pada produk cyl.block FC 24 dengan mengurangi konten Cu (dari
0.65% menjadi 0.40%), kemudian saya mengkondisikan laju pendingan lambat (setelah pouring produk
didiamkan dalam cetakan pasir selama 7 jam 25 menit, kemudian cetakan dibongkar) apakah kondisi
laju pendinginan yang saya lakukan termasuk dalam kondisi anil? kemudian hasil TS pada produk 22.7
kgf

sepengetahuan saya TS untuk cast iron dipengaruhi oleh grafitnya, seberapa besar pengaruh grafit
terhadap nilai TS? dalam trial yang saya lakukan nilai TS pada produk sangat dipengaruhi oleh matrik
(pearlit), dalam hal tersebut grafit tidak begitu berpengaruh?
Reply 14 02 2014 R. Widodo (18:20:29) : Yth mas Jusepa Pendinginan yang lebih lambat memang
akan menghasilkan grafit yang lebih tebal, karena lebih banyak waktu untuk menguraikan karbida.
Tentu saja TS pun menjadi turun walaupun tidak signifikan. Pada besi cor karbida mulai dari eutektik
sampai sekunder tertransformasi menjadi grafit. Sisanya tetap karbida yang membentuk perlit. Pada
pendinginan sangat lambat, karbida perlit sebagian tertransformasi menjadi grafit.
Reply 22 04 2014 stefanus (13:53:43) : yth pak R.Widodo
untuk baja GS-24Mn6 jika saya ingin melakukan Quenching & Tempering, pada kisaran suhu brp yah
pak, jika ketebalan rata-rata 50 mm yaitu 1,5jam yah pak?nuhun
Reply 25 04 2014 R. Widodo (07:51:44) : Yth mas StefanusDengan kandungan C dibawah 0.3 dan
tanpa unsur paduan lain seperti Cr dan Mo yang mampu menggeser kurva CCT kekanan, baja ini relatif
sukar untuk dihardening. Coba Anda austenisasi pada suhu 950-980 oC lalu quench kedalam media
cepat seperti emulsi ataupun air.Untuk tebal 50 mm biasanya saya holding selama 3 jam agar suhu
homogen.
Reply 25 04 2014 stefanus (08:52:46) : baik pak terima kasih, bagaimana dengan temperingnya yah
pak, sy temper suhu brp dan brp lama yah pak?nuhun
Reply 26 04 2014 R. Widodo (12:06:13) : Yth mas StefanusTempering cukup di 250-300 oC.
Waktunya tergantung seberapa banyak penurunan kekerasan yang diinginkan. Semakin lama tentu akan
semakin lunak. Coba saja dulu dengan 1 jam.
Reply 25 04 2014 Iyut Klik Sang Petualang (00:42:49) : pak mau tanya mungkin bapak ada jurnal
tentang pendinginan cepat atau lambat pengecoran besi kelabu..
terimakasih sebelumnya..
Reply 25 04 2014 R. Widodo (08:29:48) : Yth mas Iyut Coba Anda browsing: Effect of cooling rate on
microstructure and mechanical properties of gray cast iron. M.M. Jabbari Behnama, P. Davamia, N.
Varahrama,
Reply 3 06 2014 muhamad amir (@muhamd_amir) (07:28:45) : maaf pak saya mau nanya.
saya mau melakukan pengujian perlakuan panas tapi bahan saya sudah Aluminium 6061-T6, perlakuan
panas apa yang cocok untuk bahan tersebut?
apa melakukan proses hardening, aneling..
Reply 7 06 2014 R. Widodo (12:15:00) : Yth mas Amir T6 merupakan proses perlakuan panas
presipitations strengthening yang terdiri dari a. solution treatment, b. quenching dan c. aging (natural
ataupun atrificial). Proses T6 dapat diulagi khususnya bila masa aging sudah berlalu (bahan kembali
menjadi lunak).
Reply 8 07 2014 bagus (15:32:03) : Pak, apa pengaruhnya material manganese steel tanpa proses
hardeningjika hanya as cast saja langsung pakai bagaimana ya? saya ada produk bwt mill semen
namun masih bingung menentukan material yang cocok. jika pakai high mangan steel pasti
memerlukan hardening harapannya as cast saja bisa langsung pakai. apakah bisa ya pak.
Reply 10 07 2014 R. Widodo (16:22:19) : Yth mas Bagus Proses heat treatmen terhadap baja paduan
Mn tinggi (Mn 12%) bukan hardening (walaupun diakhiri dengan quench) melainkan austenitishing.
Karena struktur dari paduan ini harus autenit.
As cast dari paduan ini mengandung karbida2 dibatas butiirannya, yang menyebabkan keuletan bahan
ini menurun drastis. Karbida2 ini harus dilarutkan kedalam austenit pada suhu T>1100 oC,
homogenishing lalu pendinginan secepat mungkin agar tidak keluar lagi kebatas2butiran.
Struktur austenit ini akan spontan berubah menjadi martensit yang keras pada bagian yang terkena
impak (permukaan), sehingga menjadi wearresistant sekaligus ulet (tahan bentur).
Ada beragam jenis material digunakan pada part cement mill tergantung fungsinya masing2, sehingga
sebaiknya sebelum menentukan bahan Anda tahu dulu fungsi dari part yang akan dibuat.
Reply 10 07 2014 bagus (18:22:22) : Terima kasih atas informasi yang diberikan pak Widodo, cukup
membantu dan akan saya kaji ulang material untuk part cement mill ini

Reply 14 07 2014 Fauzi Wiwit Widyawati (21:44:53) : Selamat malam pak,,saya mau bertanya,
bagaimana rumus menghitung carbon equivalent untuk menentukan suhu pada proses normalizing pada
baja
Reply 15 07 2014
R. Widodo (01:07:43) : Yth mbak Wiwit Formulasi ini saya dapat dari ASM Metals Hanbook:
CE = C + (Mn/6) + [(Cr + Mo + V)/5] + [(Ni + Cu)/15]
Reply 21 07 2014 nanda (14:02:35) : selamat siang pak.. saya ingin bertanya.. material yang tepat
untuk landasan anvil ( landasan tempa) dengan karakteristik atau sifatnya harus mampu menahan
deformasi, wearness dan chipping. dengan estimasi yield strength 70 ksi, dan elongasi >2 %. kekerasan
permukaan min 200, dan suhunya min 400C. dan proses apa yang dapat dilakukan untuk mnghasilkan
anvil tersebut? terima kasih ditunggu jawabannya
Reply 21 07 2014 nanda (14:04:02) : selamat siang pak.. saya ingin bertanya.. material yang tepat
untuk landasan anvil ( landasan tempa) dengan karakteristik atau sifatnya harus mampu menahan
deformasi, wearness dan chipping. dengan estimasi yield strength 70 ksi, dan elongasi >2 %. kekerasan
permukaan min 200, dan suhunya min 400C. dan proses apa yang dapat dilakukan untuk mnghasilkan
anvil tersebut? terima kasih ditunggu jawabannya
Reply 23 07 2014 R. Widodo (00:07:45) : Yth mas NandaSepertinya untuk kekerasan permukaan 200
HBN dengan yield strength 79 ksi dan elongasi >2% dapat dipenuhi oleh besi cor nodular. 700 Coba
Anda lihat ASTM A536 Grade 100-70-03. Tentu dibuat melalui proses pengecoran logam.

Anda mungkin juga menyukai