Gambar 6.1. Skema perubahan strukturmikro selama proses anil baja karbon 0,2 %C.
Misalnya baja hypoeutektoid (0,2 %C) berbutir kasar akan dihaluskan. Pemanasan
belum memberikan perubahan yang berarti sebelum melampaui temperatur kritis bawah A1.
Pada temperatur ini perlit mengalami reaksi eutektoid, berubah dari perlit (yang tadinya
- 99 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
berbutir kasar) menjadi austenit dengan butir halus. Tetapi sampai disini ferit masih belum
berubah, masih tetap berbutiran kasar, kalaupun dilakukan pendinginan masih tetap akan
berbutiran kasar karena pada pendinginan ini ferrit tidak mengalami perubahan.
Pemanasan selanjutnya akan merubah ferit menjadi austenit, tetapi tidak menyebabkan
bertumbuhnya butiran austenit yang sudah ada. Perubahan ini terjadi dengan pengintian dan
pertumbuhan, sehingga dari satu butiran dapat terjadi beberapa butiran austenit yang lebih
halus. Perubahan akan selesai pada temperatur kritis atas A3. Pada temperatur sedikit di atas
A3 ini struktur seluruhnya terdiri dari austenit dengan butiran yang halus. Bila dari sini
dilakukan pendinginan lambat akan diperoleh ferit + perlit dengan butiran yang halus.
Peristiwa ini digambarkan pada Gambar 6.1.
Tetapi bila pada daerah fase tunggal dari austenit ini pemanasan masih diteruskan
maka pertumbuhan butir akan terjadi dengan cepat, yang bila didinginkan juga akan
menghasilkan ferit + perlit dengan butiran kasar. Karena itu temperatur pemanasan juga tidak
boleh terlalu tinggi, untuk baja hypoeutektoid, austenitisasi ini dilakukan pada temperatur
sekitar 30-50oC di atas A3. Sedang untuk baja hipereutektoid austenitisasi 30-50oC di atas A1.
Temperatur pemanasan beberapa proses perlakuan panas ditunjukkan pada Gambar 6.2.
Spheroidising
Gambar 6.2. Diagram Fase Besi-Karbon, menunjukkan temperatur pemanasan beberapa operasi proses
Perlakuan Panas. Temperatur pemanasan untuk full annealing sama dengan water quenching
Untuk baja paduan tentunya temperatur ini akan sedikit lebih tinggi mengingat bahwa
unsur paduan biasanya akan menaikkan temperatur kritis (kecuali Ni dan Mn). Juga laju
pendinginan perlu lebih lambat, karena unsur paduan akan menurunkan critical cooling rate,
sehingga untuk menghidari terjadi martensit maka laju pendinginan harus lebih rendah.
- 100 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Struktur yang terjadi setelah anil dari baja hypoeutektoid terdiri dari butiran kristal
ferit dan perlit, sedang untuk baja hypereutektoid terdiri dari butiran kristal perlit yang
dikelilingi jaringan sementit. Jaringan sementit yang getas ini merupakan titik lemah,
karenanya pada baja hypereutektoid anil tidak boleh menjadi proses perlakuan yang terakhir,
ia hanya boleh merupakan suatu proses antara sebelum perlakuan berikutnya.
6.2. Spheroidisasi
Pada proses ini sementit, baik yang ada dalam perlit maupun yang sebagai
proeutektoid, dibuat menjadi spheroidit, berbentuk bola-bola kecil. Bila seluruh sementit
berubah bentuk menjadi spheroidit maka struktur yang tersisa yang akan menjadi matriksnya
adalah ferit (Gambar 6.3), struktur akan menjadi sangat lunak.
Gambar 6.3. Strukturmikro baja setelah spheroidisasi, terdiri dari spheroid sementit dalam matrix ferrit.
Dari sini dapat diduga bahwa spheroidisasi dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh struktur yang lunak (melunakkan) dan ulet. Disamping itu juga terlihat bahwa
sementit yang tadinya berbentuk lamel (pada perlit) atau jaringan kontinyu (pada jaringan
sementit) hancur menjadi spheroidit, sehingga akan memperbaiki machinability. Pada baja
dengan kadar karbon cukup tinggi juga akan memberikan ketangguhan yang tinggi.
Pada waktu pemanasan (masih di bawah A1) lamel-lamel dalam perlit mulai berubah
bentuk. Dengan bentuk lamel/lempengan sebenarnya tersimpan banyak energi, struktur ini
kurang stabil, akan lebih stabil bila struktur menyimpan lebih sedikit energi, yaitu bila
berbentuk bola. Dengan pemanasan hal ini dimungkinkan, karena dengan pemanasan dalam
waktu cukup lama maka atom-atom akan memiliki cukup energi dan kesempatan untuk
berdiffusi sehingga dari bentuk lempengan sedikit demi sedikit berubah bentuk, mulai dengan
membentuk “bonggol tulang” (knucklebone), kemudian putus dan masing-masing menjadi
spheroid (lihat Gambar 6.4). Bila pemanasan hanya berada di bawah A1, maka struktur dan
kekerasan yang terjadi pada temperatur kamar akan ditentukan oleh lamanya berada
temperatur pemanasan, tidak oleh laju pendinginan.
- 101 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Bila pemanasan di atas A1 maka hasil akan ditentukan oleh tingginya temperatur
pemanasan dan juga laju pendinginan, disamping lamanya holding. Bila pemanasan di atas A1
diikuti dengan pendinginan lambat, struktur spheroid masih tetap dapat diperoleh asalkan
temperatur peanasan hanya sedikit (few tens of degrees) di atas A1, pada waktu pendinginan
melewati A1 reaksi eutektoid menghasilkan ferrit dan karbida yang masing-masing bergabung
pada ferrit dan karbida yang masih ada (membentuk spheroid).
Gambar 6.5. Pengaruh temperatur pemanasan terhadap strukturmikro dan kekerasan baja 0,60 %C,
0,60 %Cr, holding time 2 jam, laju pendinginan ke 650 oC, 10-15 oC/jam, (a) Temperatur
pemanasan 820 oC, kekerasan 205 HB; (b) Temperatur pemanasan 800 oC, kekerasan 195 HB;
(c) Temperatur pemanasan 775 oC, kekerasan 185 HB; (d) Temperatur pemanasan 750 oC,
kekerasan 174 HB
Bila temperatur pemanasan lebih tinggi maka karbida yang larut akan lebih banyak,
yang tinggal berupa karbida hanya sedikit, maka pada waktu pendinginan lambat akan
terbentuk perlit (lamellar), sebagaimana ditunjukkan pada contoh di Gambar 6.5. Tampak
bahwa dengan temperatur pemanasan yang lebih jauh di atas A1 dan didinginkan lambat
diperoleh banyak struktur lamellar, struktur ini makin sedikit pada pemanasan yang makin
- 102 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
dekat ke A1, demikian juga dengan kekerasannya, kekerasan akan lebih rendah bila
pemanasan lebih dekat ke A1.
Bila setelah pemanasan ke temperatur cukup tinggi di atas A1 diikuti dengan
pendinginan cepat ke temperatur di bawah A1 sehingga transformasi berlangsung isothermal
di bawah A1 maka struktur yang lebih halus dan kekerasan lebih tinggi akan diperoleh pada
transformasi yang berlangsung pada temperatur yang lebih jauh di bawah A1.
Gambar 6.6. Pengaruh temperatur transformasi terhadap struktur dan kekerasan dari baja BS 708A42
(SS2244 = 42CrMo4), temperatur pemanasan 900 oC, (a) temperatur transformasi 700 oC,
kekerasan 194 HB; (b) temperatur transformasi 625 oC, kekerasan 225 HB. Tampak juga
bahwa temperatur pemanasan yang tinggi menyebabkan tidak terjadi spheroid.
Gambar 6.7. Kurva pendinginan proses spheroidisasi,digambarkan pada TTT Diaram baja SS 2244 (42 CrMo 4)
- 104 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Dua cara pertama merupakan proses yang sederhana, dapat dilakukan dengan satu
dapur pemanas sederhana, tetapi proses berlangsung sangat lama. Seringkali dianggap kurang
efisien. Sedang dengan dua cara berikutnya, dengan partial austenitizing yang diikuti
pendinginan cepat ke bawah A1 transformasi akan berlangsung lebih cepat. Untuk
mendinginkan cepat ke bawah A1 diperlukan dapur lain, misalnya salt bath, atau dapur dengan
dua zone temperatur, tidak dapat dengan satu dapur sederhana saja.
Dengan spheroidisasi diperoleh struktur yang terdiri dari sementit berbentuk spheroid
tersebar dalam matriks ferit, dalam keadaan yang sepenuhnya terspheroidisasi ini baja akan
berada dalam keadaan paling lunak, dan sifat mekaniknya akan tergantung pada banyaknya
spheroid.. Bila spheroidnya sangat sedikit (kadar karbon rendah) maka baja akan menjadi
sangat lunak dan ulet, bahkan seringkali terlalu lunak untuk dimachining. Karena itu yang
dispheroidisasi biasanya baja dengan kadar karbon cukup tinggi.
Struktur yang lebih kuat/keras ini juga dapat diperoleh dengan menghentikan
spheroidisasi sebelum selesai seluruhnya. Setelah pemanasan ke temperatur sedikit di atas A1
sebagian karbida larut dalam austenit, dengan pendinginan lambat ke bawah A1 karbida akan
keluar lagi dalam bentuk spheroid dan kadar karbon dalam austenit makin rendah. Bila
pendinginan lambat ini berlangsung sampai proses selesai, sampai semua karbon keluar
sebagai spheroidit maka seluruh austenit akan menjadi ferit, matriksnya adalah ferit. Baja
akan menjadi sangat lunak. Bila pendinginan lambat dihentikan sebelum proses spheroidisasi
selesai, yaitu dengan mendinginkan lebih cepat ke temperatur kamar pada saat austenit masih
mengandung cukup banyak karbon, maka austenit akan menjadi perlit (bahkan mungkin juga
martensit, kalau pendinginan cukup cepat) sehingga matriks akan menjadi perlitik/martensitik.
Tentunya kekuatan dan kekerasan menjadi lebih tinggi daripada yang matriksnya feritik.
Spheroidisasi dapat berlangsung lebih cepat bila struktur sebelumnya lebih halus,
misalnya yang normalised. Normalising mirip dengan full annealing, hanya saja
pendinginannya lebih cepat, sehingga struktur akan menjadi lebih halus. Pada struktur yang
lebih halus ini lamel karbida lebih tipis sehingga lebih cepat larut pada saat pemanasan.
Juga baja yang mengalami pengerjaan dingin akan dapat dispheroidisasi lebih cepat.
Makin tinggi derajat deformasi dingin yang dialami sebelumnya makin cepat spheroidisasi
akan berlangsung. Ini dapat terjadi karena dengan pengerjaan dingin di dalam butir-butir
kristal akan terdistorsi, terdapat banyak dislokasi, ia mengalami tegangan; dengan pemanasan
akan terjadi rekristalisasi, akan terbentuk kristal baru. Setiap dislokasi akan menjadi inti dari
kristal baru. Makin tinggi derajat deformasi yang dialami makin banyak dislokasi, makin
banyak kristal baru yang terbentuk, makin halus butirannya, karenanya spheroidisasi akan
dapat berlangsung lebih cepat. Hal ini bersesuaian dengan hasil penelitian Koster and Frohlke
yang ditampilkan pada Gambar 6.8. di bawah ini.
Dari gambar tersebut tampak bahwa makin tinggi derajat deformasi makin singkat
waktu untuk mencapai derajat spheroidisasi yang diinginkan. Untuk Baja no. 1. Dengan
derajat deformasi 25 % derajat spheroidisasi 0,4 dicapai dalam waktu hampir 1 jam, dengan
derajat deformasi 50 % waktunya cukup ½ jam. Atau dengan waktu pemanasan yang sama
dapat diperoleh derajat spheroidisasi yang lebih tinggi.
Juga tampak bahwa baja dengan kadar karbon lebih tinggi mempunyai temperatur
rekristalisasi yang lebih rendah.
- 105 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 6.8. Pengaruh derajat deformasi terhadap derajat spheroidisasi dengan temperatur pemanasan 697 oC
pada baja dengan berbagai kadar karbon.
- 106 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 6.9. Pengaruh derajat deformasi dingin terhadap sifat mekanik (kekuatan, kekerasan dan keuletan)
dan strukturmikro.
Perubahan baru akan terjadi setelah memasuki periode rekristalisasi, dari butir kristal yang
lama yang terdistorsi akibat pengerjaan dingin, akan tumbuh kristal baru. Pertumbuhan ini
dimulai dengan terjadinya inti, yang kemudian tumbuh menjadi kristal baru yang bebas dari
tegangan dan distorsi. Bersamaan dengan itu kekuatan dan kekerasan mulai menurun dan
keuletan mulai naik, lihat Gambar 6.10.
Gambar 6.10. Pengaruh temperatur pemanasan terhadap perubahan sifat mekanik (kekuatan, kekerasan dan
keuletan) dan strukturmikro
- 107 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Dengan tumbuhnya kristal baru akhirnya kristal lama akan habis. Pada saat ini kristal
baru masih belum terlalu besar, pertumbuhan butir akan terjadi bila pemanasan dilanjutkan
terus. Pertumbuhan butir akan terjadi bila seluruh nya terdiri dari satu fase, bila ada lebih dari
satu fase maka pertumbuhan butir akan terhambat.
Temperatur rekristalisasi selain tergantung pada jenis logamnya juga tergantung pada
tingkat deformasi dingin yang dialami sebelumnya. Makin tinggi tingkat deformasinya makin
rendah temperatur rekristalisasinya (Gambar 6.11.).
Gambar 6.12. Pengaruh Derajat Deformasi Dingin dan waktu spheroidisasi pada 680 oC terhadap kekerasan
baja En 14A (AISI/SAE 1524) yang dideformasi dingin.
- 108 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Untuk dapat terjadinya rekristalisasi harus ada sejumlah cacat pada kristal yang
ditimbulkan oleh pengerjaan dingin. Pada tingkat deformasi yang rendah rekristalisasi baru
terjadi pada temperatur tinggi, dan butiran yang terjadi akan besar. Pada baja biasanya harus
ada deformasi dingin paling sedikit ekuivalen dengan tingkat reduksi 20 % untuk memperoleh
rekristalisasi dengan struktur yang cukup baik.
Gambar 6.12. memperlihatkan pengaruh tingkat deformasi dan waktu anil terhadap
kekerasan setelah anil pada 680 oC pada baja En 14a (AISI/SAE 1524). Tampak bahwa
penurunan kekerasan akan terjadi bila tingkat deformasi cukup tinggi (lebih dari 20 %).
Kekerasan yang tinggi menunjukkan bahwa rekristalisasi belum selesai.
Pada baja biasanya rekristalisasi terjadi pada temperatur di atas 600 oC, karena itu anil
rekristalisasi dilakukan pada temperatur sekitar 650 oC dengan waktu tahan setengah jam
sampai satu jam. Waktu ini dapat dipersingkat dengan menggunakan temperatur yang lebih
tinggi. Ini sering dilakukan pada proses anil kontinyu, seperti misalnya pada proses
pembuatan kawat dengan cold wire drawing atau pembuatan steel sheet. Setelah beberapa
tahap drawing dilakukan anil, baru kemudian dilakukan drawing lagi sampai mencapai ukuran
yang dikehendaki. Disini anil dilakukan secara kontinyu. Karena anil ini biasanya merupakan
bagian (di tengah) dari suatu proses produksi maka anil rekristalisasi ini seringkali juga
disebut sebagai anil proses (process annealing).
Gambar 6.13. Strukturmikro baja karbon 0,05 %C setelah deformasi dingin 20%
Gambar 6.13 memperlihatkan strukturmikro baja karbon rendah yang telah mengalami
pengerjaan dingin 20 % reduksi. Tampak butiran ferit mengalami pemanjangan. Setelah
dipanaskan pada 750 oC selama 10 detik akan mengalami rekristalisasi dan butiran menjadi
equiaxed (Gambar 6.14).
Anil rekristalisasi biasanya dilakukan pada lembaran/strip baja karbon rendah canai
dingin (cold rolled low carbon sheet/strip). Juga pada kawat tarik dingin (cold drawn wire).
Juga benda-benda dari baja tahan karat austenitik (austenitic stainless steel) dan baja Hadfield
(Hadfield steel) dapat dianil rekristalisasi, untuk baja ini temperatur rekristalisasinya tentu
lebih tinggi daripada baja karbon atau baja paduan rendah.
- 109 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 6.14. Strukturmikro baja karbon 0,05 %C setelah dideformasi dingin 20% kemudian dianil pada
750 oC selama 10 detik.
Dalam beberapa hal anil pelepas tegangan juga dilakukan setelah proses normalisasi,
misalnya pada benda tuangan, atau lasan, terutama yang terbuat dari baja paduan.
Penurunan tegangan sisa akan lebih banyak bila anil pelepas tegangan di-lakukan
dengan pemanasan pada temperatur yang lebih tinggi, lihat Gambar 6.15 ., menunjukkan
pengaruh temperatur pemanasan dan lamanya pemanasan terhadap besarnya tegangan sisa
yang tertinggal setelah pemanasan berlangsung selama waktu tertentu pada temperatur
tertentu tersebut. Tampak bahwa pada satu jam pertama terjadi penurunan tegangan sangat
cepat, tetapi berikutnya penurunan tegangan ini berlangsung makin lambat. Juga tampak
bahwa temperatur pemanasan yang lebih tinggi lebih banyak menghilangkan tegangan dalam
ini.
Gambar 6.15. Pengaruh waktu anil terhadap tegangan setelah dianil pada berbagai temperatur anil.
Bila diinginkan benda kerja lebih bebas tegangan maka pemanasan harus dilakukan
pada batas atas daerah temperatur anilnya. Tetapi ini seringkali tidak menguntungkan karena
dengan temperatur yang tinggi dapat menimbulkan oksidasi pada permukaan, terbentuk kerak,
atau mungkin dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kekerasan yang berlebihan (pada
baja yang dikeraskan dan ditemper). Dalam hal ini boleh dilakukan anil pada temperatur yang
lebih rendah, tetapi setinggi mungkin dalam batas tidak menimbulkan kerak.
Dari Gambar 6.15 dapat dilihat bahwa tingkat tegangan yang sama dapat diperoleh
dengan pemanasan pada temperatur yang lebih rendah tetapi dengan waktu yang lebih lama
atau sebaliknya. Jadi tingkat penurunan tegangan ini me-rupakan fungsi temperatur dan
waktu. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bah-wa tingkat tegangan yang sama dapat
terjadi bila dilakukan anil pelepas tegangan dengan parameter yang sama, parameter ini
disebut Larson-Miller parameter:
P = T (20 + log t ) 10-3
- 111 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 6.16. Parameter Larson-Miller untuk anil pelepas tegangan. Diagram dibuat berdasarkan data yang
diperoleh dari pemanasan antara 900 oF dan 1100 oF, untuk waktu 124 jam, temperatur dalam
o
Rankine, waktu dalam jam.
Diagram di atas dapat sedikit dimodifikasi yaitu dengan mengambil waktu anil 1 jam
pada parameter, maka absisnya akan menyatakan temperatur pemanasan, diperoleh diagram
yang menyatakan pengaruh temperatur anil (untuk waktu anil 1 jam). terhadap sisa tegangan
Selanjutnya diagram ini dikombinasikan dengan diagram hubungan waktu anil dengan
parameter (dinyatakan dengan temperatur), maka diperoleh diagram seperti Gambar 6.17.
Dari diagram tsb dapat dilihat bahwa untuk anil selama 1 jam pada temperatur 450 oC
tegangan dalam yang tersisa tinggal 50 % dari kekuatan luluhnya. Untuk menghilangkan sama
sekali tegangan dalam yang tersisa maka dapat dilakukan dengan anil pada temperatur 650 oC
selama 1 jam. Bila temperatur ini dianggap terlalu tinggi maka dapat dilakukan pada
temperatur yang lebih rendah asalkan Larson-Miller parameternya sama. Ini dapat dicari
dengan menarik garis ke diagram di bawahnya dari temperatur 650 oC itu hingga memotong
garis temperatur yang dimaksud. Dari titik perpotongan ini ke kiri dapat dilihat waktu anil
yang diperlukan. Jadi kalau akan dilakukan anil pada 600 oC maka waktu yang diperlukan
adalah 15 jam, pada temperatur 550 oC waktunya akan lebih dari 100 jam.
Dengan diagram ini dapat dicari temperatur dan waktu anil yang paling
optimum untuk proses anil pelepas tegangan ini. Juga untuk melakukan anil pelepas tegangan
pada baja yang telah dikeraskan dan ditemper, diagram ini, dikombinasikan dengan diagram
temperingnya dapat dipilih waktu dan temperatur anil yang tidak terlalu banyak mengurangi
kekerasannya.
- 112 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 6.17. Tegangan sisa sebagai fungsi temperatur dan waktu anil
- 113 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Baja paduan untuk case hardening biasanya juga perlu dianil dengan anil isothermal.
Austenitisasi dilakukan pada temperatur 930 - 940 oC, lebih tinggi daripada temperatur
karburisasi yang akan dilakukan kemudian. Transformasi austenit menjadi ferit dan perlit
dilakukan pada 610 - 680 oC. Perlakuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya distorsi
yang mungkin terjadi pada waktu melakukan karburisasi.
Anil Isothermal juga dilakukan pada beberapa tahapan dari porses pembuatan baja,
terutama air-hardening steel. Ingot atau billet yang dibiarkan dingin di udara sampai ke
temperatur kamar dapat menjadi retak bila bagian inti bertransformasi menjadi martensit.
Pada saat itu bagian luar sudah bertransformasi dan akan mengalami tegangan tarik yang
mungkin dapat mengakibatkan retak. Untuk menghindari kemungkinan ini sebelum
didinginkan ke temperatur kamar, temperatur ditahan pada 700 oC, temperatur transformasi
austenit menjadi perlit, sampai transformasi selesai. Baru kemudian didinginkan ke
temperatur kamar.
Gambar 6.18. Diagram Fase Fe,18Cr, 8Ni – C (Austenitic Stainless Steel) menunjukkan kecenderungan
terjadinya karbida
Perlakuan ini biasanya dilakukan terhadap baja austenitik, Baja Tahan Karat
Austenitik, Baja Mangan Austenitik. Pada Baja Tahan Karat Austenitik menurut Diagram
Fasenya (18 %Cr & % Ni, Gambar 6.18.) pada temperatur kamar selain austenit juga ada α
dan karbida, dengan adanya banyak fase ini sifat tahan korosinya kurang baik. Sifat tahan
korosi akan lebih baik bila single phase, seluruhnya austenit. Ini dilakukan dengan solution
treatment, Quench annealing.
- 114 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Baja Tahan Karat Austenitik yang telah mengalami quench anneling, strukturnya
single phase, austenit, bila berada pada temperatur antara 500 – 800 oC dalam waktu cukup
lama (baik pada saat pemanasan atau pendinginan) dapat terjadi presipitasi karbida chrom
pada batas butirnya, sehingga daerah di sekitar batas butir kekurangan chrom, sifat tahan
korosinya berkurang, dan ini dapat mengakibatkan terjadinya korosi intergranular, Presipitasi
karbida ini dapat diperbaiki dengan kembali melakukan quench annealing.
Quench annealing dilakukan dengan memanaskan sampai 1000 - 1100 oC, sehingga
semua karbida larut kembali dan austenit menjadi homogen, kemudian didinginkan cepat
(quench), misalnya dengan dicelup diair. Untuk benda yang tipis/kecil pendinginan udara
sudah cukup cepat. Dengan pendinginan cepat ini tidak sempat terjadi presipitasi karbida,
chrom masih tetap dalam austenit.
Baja Mangan Austenitik biasanya digunakan sebagai benda tuangan, dapat mengalami
presipitasi karbida yang hebat pada batas butirnya pada saat didinginkan dalam cetakan dari
temperatur penuangan. Ini akan menyebabkan rendahnya kekuatan impak, padahal baja ini
akan bekerja dengan menerima beban impak.
Gambar 6.19. Diagram Fase Fe, 13 %Mn – C (Baja Mangan Austenitik – Hadfield Steel), tampak bahwa
pada temperatur rendah ada karbida
Baja ini mempunyai sifat work-hardening yang sangat tinggi, bila mendapat benturan
akan menjadi keras dan tahan aus. Karena itu baja ini perlu mempunyai kekuatan impak
tinggi, karbida batas butir harus dihilangkan dengan quench annealing, dipanaskan sampai
1000-1100 oC, kemudian diquench.
Gambar 6.20 menunjukkan pengaruh temperatur pemanasan terhadap banyaknya
karbida yang dilarutkan. Strukturmikro dari baja Hadfield (baja mangan 18 %) yang diquench
- 115 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
dari temperatur 950 - 1100 oC menunjukkan bahwa pemanasan pada temperatur 950 oC belum
banyak melarutkan kembali karbida, makin tinggi temperatur makin banyak yang larut,
pemanasan sampai 1000 dan 1100 oC tampak bahwa semua karbida sudah larut.
Gambar 6.15. Kelarutan karbida pada baja Hadfield yang diquench dari temperatur austenitisasi (a) 950
o
C, (b) 1000 oC, (c) 1050 oC, (d) 1100 oC.
untuk melarutkan kembali karbida yang berpresipitasi) pada baja mangan austenitik justru
menaikkan ketangguhannya. Perbaikan ketangguhan ini lebih tampak nyata pada benda
dengan ukuran besar, dimana presipitasi karbida sangat mudah terjadi. Pada benda kerja yang
kecilpun hal ini sebenarnya juga terjadi.
Pada baja austenitik yang mengalami pengerjaan dingin dengan pemanasan kembali
akan terjadi rekristalisasi. Ini akan memberikan tingkat kekerasan yang lebih rendah. Pada
tingkat tertentu pengerjaan dingin dapat mendorong pertumbuhan butir kristal yang luar biasa.
6.7. Homogenisasi
Suatu benda yang berasal langsung dari tuangan pada umumnya strukturnya tidak
homogen, yang disebabkan antara lain oleh pendinginan yang tidak ekuilibrium. Pendinginan
yang tidak ekuilibrium ini menyebabkan diffusi tidak sempurna, mengakibatkan terjadinya
segregasi dendritik dan biasanya daerah antara dendrit yang satu dengan lainnya (intedendritic
space) merupakan tempat mengumpulnya komponen paduan yang mempunyai titik lebur
paling rendah, juga merupakan tempat mengumpulnya impuriti (Gambar 6.22). Sehingga
batas butir merupakan titik lemah dari struktur ini. Hal ini menyebabkan benda tuangan
bersifat lebih getas.
Gambar 6.22. Dendrit yang menunjukkan segregasi pengotoran pada batas butir
Keadaan yang tidak homogen ini sebagian besar akan hilang pada saat pemanasan dan
pengerjaan panas (hot-rolling). Pada saat pengerjaan panas akan terjadi deformasi dan
rekristalisasi berulang-ulang, terjadi pemerataan. Dengan demikian tidak lagi diperlukan
homogenisasi. Hal ini terjadi pada ingot/billet.
Untuk benda tuangan yang tidak mengalami pengerjaan panas ketidak-homogenan dan
segregasi tetap ada, perlu dilakukan homogenisasi. Ini dilakukan dengan memanaskan sampai
ke temperatur yang cukup tinggi (sekitar 1100 oC untuk baja) dan dibiarkan pada temperatur
itu cukup lama untuk memberi kesempatan terjadinya diffusi untuk membuat struktur menjadi
lebih homogen.
Pemanasan pada temperatur yang tinggi ini mengakibatkan pertumbuhan butir yang
berlebihan, perlu ada perlakuan panas lain untuk menghaluskan butiran, homogenising tidak
boleh menjadi proses yang terakhir.
- 117 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 6.23. Pengaruh normalisasi terhadap ukuran butir, (a) setelah canai panas/tempa, ASTM no. 3,
(b) setelah normalisasi, ASTM no. 6.
Pada pembahasan mengenai Diagram Transformasi telah diketahui bahwa dengan laju
pendinginan yang lebih tinggi maka akan dihasilkan struktur yang lebih halus, dan
interlamelar spacing lebih tipis. Konstituen proeutektoid menjadi lebih tipis/sedikit karena
dengan laju pendinginan lebih tinggi kesempatan untuk berlangsungnya proses proeutektoid
menjadi lebih sedikit, sehingga konstituen proeutektoid yang terjadi lebih sedikit, proporsi
perlit akan menjadi besar. Karenanya hasil normalisasi akan lebih kuat dan lebih keras
Gambar 6.24. Skets menunjukkan perbedaan perlit hasil anil dan normalisasi
- 118 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Di samping struktur menjadi lebih halus juga lebih homogen, sehingga memperbaiki
sifat mekanik, dan respon terhadap proses pengerasan lebih baik, austenitisasi lebih cepat dan
uniform, sehingga hasil quenching lebih baik dan merata. Untuk baja karbon rendah
normalisasi juga akan memperbaiki machinability.
Benda tuangan dari baja tuang biasanya juga perlu dinormalisasi, karena dengan
pendinginan lambat dari temperatur tinggi (setelah penuangan) menghasilkan struktur berbutir
kasar, juga seringkali terdapat ferrit berbentuk jarum yang tumbuh dari batas butir
(Widmanstätten’s structure, Gambar 6.25.a), suatu struktur yang juga tidak disukai, agak
getas. Struktur ini dapat dihilangkan dengan normalisasi(Gambar 6.25.b).
Gambar 6.25. Struktur benda tuangan dari baja, (a) sebelum dan (b) sesudah normalisasi.
Pada baja hasil hot-rolling strukturmikro terorientasi ke arah rolling (Gambar 6.26.a)
sehingga sifatnya mekaniknya berbeda antara yang searah rolling dengan yang ke arah lain
(anisotropy). Keadaan anisotropy ini dapat diperbaiki dengan normalisasi(Gambar 6.26.b).
Gambar 6.26. Strukturmikro baja DIN 20MnCr5, (a) setelah selesai hot-rolling, (b) setelah kemudian
normalisasi pada 880 oC.
dalam proses normalisasi ini selain kelarutan karbida penting juga menghomogenkan matrix
austenit, agar dapat memperoleh susunan ferrit-perlit yang baik. Baik pelarutan karbida
maupun homogenisasi austenit terjadi dengan diffusi, yang tergantung pada temperatur dan
waktu. Untuk menghindari terjadinya pertumbuhan butir yang berlebihan lebih baik
menggunakan temperatur lebih rendah dengan waktu yang lebih lama, terutama untuk baja
paduan.
Dalam beberapa hal juga dilakukan normalisasi ganda (double normalising),
dilakukan dua kali normalisasi secara berurutan. Normalisasi yang pertama dilakukan dengan
pemanasan pada temperatur 50 - 100 oC di atas temperatur normalisasi yang biasa, sedang
pada normalisasi yang kedua pemanasannya dilakukan pada batas bawah dari temperatur
normalisasinya. Dengan normalisasi yang pertama, dengan pemanasan pada temperatur yang
tinggi, diharapkan kelarutan dari konstituen yang ada lebih sempurna, sedang normalisasi
yang kedua diperlukan untuk menghaluskan butiran. Normalisasi ganda ini sering dilakukan
untuk baja yang akan dipakai pada kondisi di bawah nol derajat (subzero), karena baja dengan
butiran yang halus mempunyai temperatur transisi yang lebih rendah.
6.9. Pertanyaan
1. Apa saja tujuan yang mungkin dapat dicapai dengan melakukan full annealing.
Jelaskan.
2. Bagaimana penghalusan butiran dapat terjadi dengan melakukan full annealing.
Jelaskan. Benda kerja yang bagaimana yang perlu mendapat perlakuan full annealing.
3. Apa saja bahan pertimbangan yang harus diperhatikan dalam melakukan full
annealing pada baja paduan, misalnya baja chrom molybden. Jelaskan
4. Pada proses full annealing, mengapa temperatur austenitisasi untuk baja hyper
eutektoid hanya sampai sedikit di atas A1, tidak sampai diperoleh austenit fase
tunggal. Jelaskan.
5. Apa saja tujuan yang mungkin dapat dicapai dengan melakukan spheroidising. Untuk
baja yang mana/bagaimana masing-masing tujuan tsb dapat terjadi. Jelaskan.
6. Jelaskan bagaimana terjadinya perubahan dari perlit dan/atau jaringan sementit
menjadi spheroidit selama proses spheroidising. Apakah speroidit ini terbentuk pada
waktu pemanasan atau pendinginan? Jelaskan.
7. Jelaskan berbagai cara untuk melakukan spheroidising. Cara yang mana yang dapat
dilakukan untuk baja hypereutektoid? Jelaskan.
8. Bila untuk memperbaiki machinabiliti mengapa baja dengan kadar karbon rendah
tidak dispheroidising.
9. Bagaimana pengaruh temperatur pemanasan pada proses spheroidising terhadap
strukturmikro dan kekerasan setelah pendinginan lambat. Jelaskan.
10. Apa saja yang dapat dilakukan pada benda kerja sebelum proses spheroidising agar
proses spheroidising dapat berlangsung lebih cepat. Jelaskan.
11. Jelaskan perubahan struktur dan sifat yang terjadi selama proses recrystalization
annealing? Apa tujuan yang dapat diperoleh dengan melakukan proses ini? Jelaskan.
12. Apa yang dimaksud dengan temperatur rekristalisasi? Apakah rekristalisasi dapat
terjadi pada temperatur pemanasan di bawah temperatur rekristalisasi tsb? Jelaskan.
- 120 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
- 121 -